PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuli mendadak (sudden hearing loss) didefiniskan sebagai tuli yang terjadi
secara tiba-tiba, berlangsung selama lebih dari 72 jam, biasanya terjadi pada satu
telinga, dengan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Bangun dengan
penurunan pendengaran, tuli progresif dalam beberapa hari, tuli pada frekuensi
rendah atau tinggi, atau perbedaan persepsi pendengaran termasuk dalam tuli
mendadak. Kriteria umum yang digunakan adalah penurunan pendengaran
sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada
pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari.6,7
Di Amerika Serikat, kejadian tuli mendadak ditemukan pada 27 per 100.000
orang per tahun dengan rata-rata 66.594 kasus baru per tahun. Distribusi laki-laki dan
perempuan hampir sama. Tuli mendadak dapat ditemukan pada semua kelompok
usia, umumnya pada rentang usia 40-20 tahun, dengan puncak insidensi pada dekade
keenam. Insiden tuli mendadak di poli THT-KL RS. M. Djamil Padang pada satu
tahun terakhir periode Agustus 2010 sampai Agustus 2011 berkisar 37 orang pasien.
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
audiometri. Karakteristik tambahan dapat berupa vertigo, tinitus dan tidak adanya
keterlibatan saraf kranialis.8,9
Tuli mendadak merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang
memerlukan penanganan segera, walaupun beberapa kepustakaan menyatakan bahwa
tuli mendadak dapat pulih spontan.Angka pemulihan pasien yang tidak mendapat
pengobatan adalah 32-64%, dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Masalah yang
umum ditemukan pada kasus tuli mendadak adalah keterlambatan diagnosis, sehingga
pengobatan
tertunda
yang
akhirnya
menyebabkan
kehilangan
pendengaran
permanent.Oleh sebab itu, penting untuk mengenali dan mendeteksi kelainan ini sejak
dini agar dapat menunjang pemulihan fungsi pendengaran dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.10,11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan
dari rawan yang diliputi kulit. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya
oleh hematoma atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan
deformitas kosmetik pada pinna (telinga kembang kol) (Gambar 1).1,2,3,4 Liang
telinga memiliki tulang rawan (pars cartilago) pada bagian lateral namun
bertulang keras (pars osseus) di sebelah medial. Seringkali ada penyempitan
liang telinga pada perbatasan tulang rawan dan tulang keras ini (Gambar 2).
1,2
Gambar 1. Aurikula3
Gambar 2. Sistem auditori periferal dapat dibagi menjadi 3 bagian: telinga luar (biru); telinga
tengah (hijau); telinga dalam (merah). Dan nervus vestibulaokoklearis diwarnai dengan warna
kuning.4
timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di
bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian
dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosessus lateralis maleus dan ini
menyebabkan bagian membrane timpani yang disebut membrane Shrapnell
menjadi lemas (flaksid) (Gambar 3).2,5.
Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut
sebagai labirin. Terdiri dari labirin membrane dan labirin tulang, labirin
membrane yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraseluler dalam
tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membrane dikelilingi
oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam
kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membrane memiliki bagian
vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibular (pars superior) berhubungan
dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan
organ pendengaran (Gambar 4).1,2,4
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah
putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas
saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan
menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai
sel-sel sensorik organ Corti (Gambar 5b). Rongga koklea bertulang dibagi
menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi
endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibule, berisi perilimfe dan dipisahkan
dari duktus koklearis oleh mebran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah
skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus
koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrane basilaris. Perilimfe pada
kedua skala berhubungan apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu
duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema.
Membrane basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada
apeks (nada rendah).2,5
B
A
Gambar 5. Gambaran skematik dari (a) Sel rambut koklea; (b) Organ korti4
2.2
Fisiologi Telinga
Ada lima langkah dalam proses mendengar, yaitu hantaran udara sepanjang
telinga luar sampai membrane timpani, hantaran tulang sepanjang telinga tengah
sampai telinga dalam, hantaran air sampai Organ Corti, hantaran saraf menuju otak
dan interpretasi oleh otak. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi
bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
7
Definisi
Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) adalah tuli
Jika penyebab tuli mendadak tidak dapat diidentifikasi setelah pemeriksaan yang
adekuat, disebut idiopathic sudden sensorineural hearing loss (ISSNHL).6,7,10,12
2.4.
Epidemiologi
Gangguan pendengaran adalah masalah umum di seluruh dunia dan bahkan
Laporan lain
menunjukkan insidensi tuli mendadak berkisar 5-30 kasus per 100.000 orang per
tahun di dunia. Namun, penelitian dari Jerman telah menunjukkan kejadian tuli
mendadak sebanyak 160 kasus per 100 000 orang per tahun. Di Indonesia, Insiden
tuli mendadak di poli THT-KL RS. M. Djamil Padang pada satu tahun terakhir
periode Agustus 2010 sampai Agustus 2011 berkisar 37 orang pasien.9,12,13
Tuli mendadak dapat mengenai semua golongan usia, walaupun pada beberapa
penelitian, hanya sedikit ditemukan pada anak-anak dan lansia. Puncak insidensi
muncul pada usia 50-an, paling muda pada usia 20-30 tahun, dengan usia rata-rata
sekitar 40-54 tahun. Distribusi antara pria dan wanita terlihat hampir sama.
Berdasarkan data dari beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa sekitar 53% pria
terkena tuli mendadak dibandingkan wanita. Namun pada penelitian lain didapatkan
wanita lebih banyak mengalami tuli mendadak. Sehingga diduga jenis kelamin bukan
merupakan suatu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kasus ini. Frekusensi tuli
bilateral adalah 1-2% dari keseluruhan kasus.10,13
2.5.
Etiologi
Etiologi pasti tuli mendadak sampai saat ini masih belum diketahui
Patofisiologi
Ada beberapa teori utama yang mencoba menjelaskan penyebab tuli
10
yang
berkaitan
dengan
sistem
imun
(multiple
immune-mediated
disorders).8,12
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan bereaksi dengan DNA, protein,
dengan rasio molekul-molekul, reseptor permukaan sel, dan memecah membran lipid.
ROS yang dihasilkan oleh mitokondria menginduksi peroksidasi lipid dalam koklea
11
Gejala Klinis
Keluhan pasien pada umumnya berupa hilangnya pendengaran pada satu sisi
telinga saat bangun tidur. Sebagian besar kasus bersifat unilateral, hanya 1-2% kasus
bilateral. Kejadian hilangnya pendengaran dapat bersifat tiba-tiba, berangsur-angsur
hilang secara stabil atau terjadi secara cepat dan progresif. Kehilangan pendengaran
bisa bersifat fluktuatif, tetapi sebagian besar bersifat stabil. Tuli mendadak ini sering
disertai dengan keluhan sensasi penuh pada telinga dengan atau tanpa tinitus;
terkadang didahului oleh timbulnya tinitus.4 Selain itu, pada 28-57% pasien dapat
ditemukan gangguan vestibular, seperti vertigo atau disequilibrium.14,16
2.8
Diagnosis
Menurut Panduan AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head
and Neck Surgery), langkah pertama diagnosis tuli mendadak adalah membedakan
tuli sensorineural dan tuli konduktif melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes penala,
pemeriksaan audiometri, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Ketulian atau hearing
loss diklasifikasikan menjadi tuli konduktif, tuli sensorineural, atau campuran. Tuli
konduktif disebabkan oleh abnormalitas telinga luar, membran timpani, rongga udara
telinga tengah, atau tulang pendengaran, struktur yang menghantarkan gelombang
suara ke koklea. Sementara itu, tuli sensorineural disebabkan oleh adanya
abnormalitas koklea, saraf auditorik, dan struktur lain yang mengolah impuls neural
12
bantu garpu tala 256 Hz atau 512 Hz juga melihat ada tidaknya lateralisasi ke salah
satu sisi telinga. Pemeriksaan audiometri lengkap, termasuk audiometri nada murni,
audiometri tutur (speech audiometry) dan audiometri impedans (timpanometri dan
pemeriksaan refleks akustik), merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan dalam
mendiagnosis tuli mendadak. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria defi nisi tuli
mendadak menurut NIDCD 2003, yakni terdapat penurunan pendengaran 30 dB
sekurang-kurangnya
pada
frekuensi
berturut-turut
pada
pemeriksaan
audiometri.6,16,17
Pemeriksaan audiometri diperlukan untuk membuktikan ketulian dan
menentukan derajat penurunan pendengaran. Hantaran tulang dan hantaran udara
dalam audiometri nada murni membantu menentukan jenis ketulian, baik tuli
konduktif, tuli sensorineural, maupun tuli campuran. Audiometri tutur dapat
digunakan untuk memverifikasi hasil audiometri nada murni. Timpanometri dan
pemeriksaan refleks akustik juga dapat membedakan tuli konduktif dan tuli
sensorineural serta memberikan petunjuk tambahan untuk etiologi. Timpanometri
dapat membantu dalam mengeksklusi kemungkinan adanya komponen konduktif
pada pasien dengan penurunan pendengaran sangat berat.10,14
Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan keluhan dan riwayat pasien
serta kemungkinan etiologi. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik
direkomendasikan sebab jarang terbukti membantu menentukan etiologi tuli
mendadak. Pemeriksaan auditory brainstem response (ABR) dapat memberikan
informasi tambahan mengenai sistem auditorik, mengevaluasi kemungkinan etiologi
retrokoklea dan dapat digunakan untuk menetapkan ambang batas pendengaran pada
pasien yang sulit diperiksa, seperti anak-anak, orang tua, dan malingerers.
Pemeriksaan ABR memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi lesi retrokoklea,
tetapi terbatas hanya untuk mendeteksi vestibular schwannoma yang berukuran lebih
dari 1 cm. Sensitivitas ABR untuk mendeteksi vestibular schwannoma ukuran kecil
sekitar 8-42%1; saat ini menurun bila dibandingkan dengan akurasi diagnostik
pencitraan resonansi magnetik (MRI).6,14,15
14
Diagnosis Banding
2.10
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat lebih fokus jika penyebab tuli mendadak diketahui.
secara
konservatif
medikamentosa,
steroid
intratimpani,
dengan
beberapa
karbogen,
dan
modalitas
oksigen
meliputi
hiperbarik.
15
pentoksifilin diberikan dengan dosis 300 mg dalam cairan infus Ringer Laktat selama
8 jam, tiga kali sehari selama 7 hari dilanjutkan denga pentoksifilin oral selama 7
hari. 13,16
Vasodilator pada tuli mendadak bertujuan meningkatkan aliran darah ke
koklea dan mencegah hipoksia. Salah satu jenis vasodilator adalah terapi inhalasi
karbogen yaitu oksigen 95% dan karbondioksida 5%. Teknik ini telah diperkenalkan
sejak tahun 2000, dimana kombinasi terapi klasik dengan teknik inhalasi Karbogen
akan memberikan peningkatan pendengaran lebih baik pada tuli mendadak. Teknik
ini lebih diindikasikan untuk tuli mendadak yang gagal dengan terapi konservatif.8,9,13
Vitamin B kompleks (B1, B6, B12), Vitamin C, dan mineral serta preparat
herbal adalah sebagai adjuvan. Gingko biloba merupakan preparat herbal
gingkoflavon glikosida yang berperan sebagai vasodilator sentral dan perifer. Dosis
gingko biloba 120-480 mg perhari, dapat diberikan selama 2 sampai 3 bulan.
Beberapa literatur juga ada yang memberikan vitamin E yang berfungsi sebagai
antioksidan terhadap radikal bebas sehingga mencegah kerusakan koklea lebih lanjut.
Vitamin E dapat diberikan dengan dosis 2 x 600 mg perhari selama 1 sampai 2 bulan.
Sedangkan pemberian diuretik diindikasikan untuk tuli mendadak yang dicurigai
akibat ruptur membran koklea.16,17 Penatalaksaan tuli mendadak di RSUP dr
Mohammad Hoesin tertera pada Lampiran 1.
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap satu minggu selama satu bulan.
Definisi perbaikan pendengaran pada tuli mendadak adalah sebagai berikut:
18
Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, derajat
19
BAB III
KESIMPULAN
Tuli mendadak (sudden hearing loss) didefiniskan sebagai tuli yang terjadi
secara tiba-tiba, berlangsung selama lebih dari 72 jam, biasanya terjadi pada satu
telinga, dengan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Tuli mendadak
dimasukkan ke dalam keadaan darurat otologi, oleh karena kerusakannya terutama di
daerah koklea dan biasanya bersifat permanen walaupun bisa kembali normal atau
mendekati normal.
Etiologi pasti tuli mendadak sampai saat ini masih belum diketahui
(idiopatik). Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa mekanisme tersering tuli
mendadak adalah akibat iskemik koklea, infeksi virus dan ruptur membran koklea.
Terdapat beberapa faktor risiko tuli mendadak diantaranya penyakit metabolik
(Diabetes), penyakit kardiovaskuler, dislipidemia, hiperkolesterol, hipertrigliserida
dan hiperfibrinogenemia, infeksi virus (Varicela/ Herpes simpleks), psikosoial
(Stress), neoplasma (Neuroma akustik, Cerebellopontin angle tumor), autoimun
(Sindroma Wagener), kelelahan dan sebagainya.
Gejala klinis tuli mendadak berupa hilangnya pendengaran pada satu sisi
telinga saat bangun tidur, dapat unilateral atau bilateral. Kejadian dapat bersifat tibatiba, berangsur-angsur hilang secara stabil atau terjadi secara cepat dan progresif.
Penyakit ini sering disertai dengan keluhan sensasi penuh pada telinga dengan atau
tanpa tinitus.Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga,
dapat disertai dengan tinnitus dan vertigo.Pada iskemia koklea, tuli dapat bersifat
mendadak atau menahun secara tidak jelas. Selain itu, pada 28-57% pasien dapat
ditemukan gangguan vestibular, seperti vertigo atau disequilibrium.
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai proses
terjadinya ketulian, gejala yang menyertai, serta faktor predisposisi penting untuk
mengarahkan diagnosis, pemeriksaan fisik, audiometri, laboratorium serta pemeriksaan
20
penunjang lainnya. Karakteristik tambahan dapat berupa vertigo, tinitus dan tidak
adanya keterlibatan saraf kranialis.
Terapi yang dilakukan antara lain pemberian kortikosteroid sistemik,
kortikosteroid intratimpani, terapi oksigen hiperbarik, terapi hemodilusi, vasodilator
dan pemberian vitamin. Kemudian dilakukan evaluasi fungsi pendengaran setiap satu
minggu selama satu bulan.
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, derajat
gangguan pendengaran, metode pengobatan yang digunakan, saat memulai
pengobatan, ada tidaknya gejala vestibular, dan faktor predisposisi lainnya. Usia
lanjut, gangguan pendengaran sangat berat, dan adanya gejala vestibular subjektif
dikaitkan dengan rendahnya tingkat kesembuhan. Usia lanjut, hipertensi, diabetes,
dan hiperlipidemia berkaitan dengan disfungsi mikrovaskuler di koklea, yang
merupakan faktor prognosis buruk.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Moller AR. Hearing Impairment. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders
of The Auditory System. 2nd Ed. Texas: Elsevier; 2000. p 234-5
2. Liston, Stephen L, Duvall, Arndt J. 1997. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi
Telinga, Chapter 2 pada Adams, George L., MD., Boies, Lawrence R., Jr., MD.,
Higler, Peter A., MD.; alih bahasa, Caroline Wijaya; editor, Harjanto Efendi;
Buku Ajar Penyakit THT (Boies Fundamentals of Otolaryngology), Edisi 6.
Jakarta : EGC. Pp 30-38.
3. Kahle W, Frotscher M. Nervous System and Sensory Organs, Volume3. In: Color
Atlas and Textbook of Human Anatomy. 5th revised edition. New York: Thieme;
2003. pp 361-382.
4. Probst R. Ear: Anatomy and physiology of the ear, Anatomy and function of the
cochlea. In: Probs R, Grevers G, Iro H, editors. Basic Otorhino-laryngology.
New York: Thieme; 2006. p 153, 160-1
5. Netter H.F, Craig A.J, Perkins J. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.
USA: Icon Custom Communications. 2002.
6. Stachler RJ, Chandrasekhar SS, Archer SM, Rosenfeld RM, Schwartz SR, Barrs
DM, Brown SR, Fife TD, Ford P, Ganiats TG, Hollingsworth DB. Clinical
practice guideline sudden hearing loss. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2012 Mar 1;146(3 suppl):S1-35.
7. Bashiruddin J, Soetirto I. Tuli mendadak. di: Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
8. Egli Gallo D, Khojasteh E, Gloor M, Hegemann SC. Effectiveness of systemic
high-dose dexamethasone therapy for idiopathic sudden sensorineural hearing
loss. Audiology and Neurotology. 2013 Feb 27;18(3):p161-70.
9. Hidayat H, Edward Y, Hilbertina N. Gambaran Pasien Tuli Mendadak di Bagian
THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016 Aug
11;p1-12.
22
10. Alexander TH, Harris JP. Incidence of sudden sensorineural hearing loss.
Otology & Neurotology. 2013 Dec 1;34(9): p.1586-9.
11. Handzel O, Ben-Ari O, Damian D, Priel MM, Cohen J, Himmelfarb M.
Smartphone-based hearing test as an aid in the initial evaluation of unilateral
sudden sensorineural hearing loss. Audiology and Neurotology. 2013 May
14;18(4):p201-7.
12. Schreiber, Benjamin E., et al. Sudden sensorineural hearing loss. The Lancet
2010;375: p.1203-11.
13. Salahaldin, A. H., et al. Management of idiopathic sudden sensorineural hearing
loss: experience in newly developing Qatar. The international tinnitus
journal.10.2; 2004: p165-9.
14. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, Haughey BH, Richardson MA, Robbins
KT, et al. Cummings otolaryngology head and neck surgery. 4th Ed.
Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.
15. Bailey BJ, Johnson JT. Head and neck surgery-otolaryngology. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
16. Rauch SD. Clinical practice: Idiopathic sudden sensorineural hearing loss. N
Engl J Med. 2008;359:833-40.
17. National Institute of Deafness and Communication Disorders. Sudden Deafness.
2003. http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/Pages/sudden.aspx. [sitasi tanggal
1 Desember 2016]
18. Korpinar S, Alkan Z, Yigit O, Gor AP, Toklu AS, Cakir B, et al. Factors infl
uencing the outcome of idiopathic sudden sensorineural hearing loss treated
with hyperbaric oxygen therapy. EurArch Otorhinolaryngol. 2011;268(1):41-7.
19. Wong, Ann CY, and Allen F. Ryan. Mechanisms of sensorineural cell damage,
death and survival in the cochlea. Front. Aging Neurosci; 2015(7:58): p1-15.
23