Anda di halaman 1dari 30

BAB I

STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur
d. Pekerjaan/Pendidikan
e. Alamat
II.

: An. Mischa
: Perempuan
: 2 Tahun 8 Bulan
: Belum Sekolah
: RT 06 No 41 simpang empat sipin

Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan
: Belum menikah
b. Jumlah anak/saudara
: 2 bersaudara
c.
Status ekonomi keluarga
:
1) Mampu
:+
2) Kurang Mampu
:3) Miskin
:d. KB
: e.
Kondisi Rumah
: buruk
Pasien tinggal di sebuah rumah bebentuk bedeng bersama orangtua
dan 1 orang kakaknya. Rumah yang ditempati oleh pasien tergolong

rumah semi permanen yang berlantai semen.


Rumah ini memiliki 1 ruang tamu yang sekaligus digunakan untuk
ruang keluarga, 1 kamar tidur dengan, dan 1 dapur, memiliki 1 kamar
mandi dan 1 jamban luar rumah. Ventilasi dan pencahayaan hanya
bersumber dari 1 buah pintu depan berukuran 200 cm x 55cm serta 3
buah jendela: satu kamar tidur berukuran 45 cm x 45 cm, dan 2 di
ruang tamu berukuran 50 cm x 70 cm. Sirkulasi udara dan
pencahayaan kurang baik, masih terkesan gelap dan lembab karena

jendela yang ada tidak terbuka


Sumber air keluarga diperoleh dari Sumur yang terletak diluar rumah
dan jarak < 1 m dari jamban. Air ini digunakan untuk mencuci pakaian,
mencuci piring, mandi, memasak dan air minum. Pasien mencuci
piring diluar rumah, peralatan makan rentan tecemar.
f. Kondisi Lingkungan Keluarga : kurang baik

Rumah berbentuk bedeng 1 bedeng dari 5 bedeng yang ada. Kondisi


lingkunga kurang bersih terlihat sampah dihalaman depan rumah dan
tumpukan pasir.
Aspek Psikologis di Keluarga : Pasien tinggal bersama kedua orang tua
dengan pernikahan yang sah serta satu kakak kandung, antar sesama hidup
saling rukun.
III.
IV.

Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :


Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat keluarga yang minum obat 6 bulan disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat asma pada keluarga disangkal
Anamnesa
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan

V. Riwayat Penyakit Sekarang

: Sesak nafas
: Batuk Berdahak, demam
:

3 hari sebelum ke Puskesmas ibu os mengeluh anaknya menderita


batuk pilek. Batuk berdahak warna putih tanpa disertai darah serta dahak sulit
keluar. Keluhan tidak diertai demam, mual, dan muntah. BAK dan BAB tidak ada
kelainan.
1 hari sebelum os mengeluh anaknya mengalami sesak nafas yang
dirasakan tiba-tiba. Sesak napas tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca.
Keluhan sesak nafas tidak disertai adanya suara nafas berbunyi (mengi) atau
mengorok. Keluhan disertai demam mendadak, dan naik turun yang cukup tinggii,
siang sama malam sama, ada. Panas turun jika diberi obat penurun panas berupa
parasetamol sirup. Demam tidak diertai kejang, menggigil tidak ada, berkeringat
tidak ada. Nafsu makan sedikit berkurang. Buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan. Batuk pilek masih dirasakan.
Oleh karena sesak semakin berat dan batuk pilek masih dirasakan os, os
dibawa oleh ibunya berobat ke puskesmas Simpang IV Sipin.

VI.

VII.

Riwayat Imunisasi
BCG
:+
Polio
:+
DPT
:+
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Keadaan sakit
2. Kesadaran
3. Suhu
4. Nadi
5. Pernafasan
- Frekuensi
- Irama
- Tipe
6. Kulit
- Turgor
- Lembab / kering
- Lapisan lemak

Campak
Hepatitis
Kesan
:

: tampak sakit sedang


: compos mentis
: 38,0C
: 148 x/menit
: 50x/menit
: reguler
: thorakoabdominal
: baik
: lembab
: ada

Pemeriksaan Organ
1. Kepala
Bentuk
Ekspresi
Simetri
2. Mata

:+
:+
: imunisasi lengkap

: normocephal
: biasa
: simetris

Exopthalmus/enophtal

: (-)

Kelopak
Conjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
3. Hidung
4. Telinga
5. Mulut

: normal
: anemis (-)
: ikterik (-)
: normal
: bulat, isokor,
reflex cahaya +/+
Lensa
: normal, keruh (+)
: nafas cuping hidung (+), sianosis (-)
: tak ada kelainan, otoskopi tidak dilakukan
Bibir
: lembab, sianosis (-)
Bau pernafasan
: normal
Gigi geligi
: lengkap
Palatum
: deviasi (-)
Gusi
: warna merah muda,
perdarahan (-)
Selaput Lendir
: normal
Lidah
: putih kotor (-), hiperemis
pada pinggirnya (-), tremor
(-)

6. Leher
7. Thorax

Faring

: normal

Tonsil

: T1/T1

KGB
: tak ada pembengkakan
Kel.tiroid
: tak ada pembesaran
Bentuk
: simetris
Pergerakan dinding dada
:tidak ada yang
tertinggal

Pulmo
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

Kanan
Kiri
Simetris, retraksi dinding dada (-)
Stem fremitus menurun
Stem fremitus menurun
Redup
Redup
Batas paru-hepar :ICS VI
kanan
Wheezing (-), rhonki (+) :

Wheezing (-), rhonki (+)

Jantung
Inspeksi

Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri

Palpasi

Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi

Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Auskultasi
8. Abdomen
Inspeksi

Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

Palpasi

NT (+) epigastrium, Hepar dan lien tak teraba

Perkusi

Timpani

Auskultasi

Bising usus (+) N

9. Ekstremitas Atas
- Akral hangat
10. Ekstremitas bawah
Akral hangat

VIII. Diagnosis Banding


- Asma
- Bronkiolitis
- Tb paru
IX.
Diagnosis Kerja
Brokopneumonia
X.
Pemeriksaan anjuran
- Darah rutin

XI.

- Rontgen thorax
Manajemen
a. Preventif :
- Menjaga keadaan gizi agar tetap baik
- Immunisasi
- Menjaga kebersihan anak dan lingkungan
- Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

b. Promotif :
- Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu
- Immunisasi
c. Kuratif :
- Non medikamentosa :
Istirahat
Makan makanan yang bergizi
-

Medikamentosa
:
Antibiotik kotrimoksazol Sirup 2 x 1 cth
Antipiretik + Mukolitik P II 3 x 1 dalam serbuk
P II terdiri dari: PCT 166 mg
GG

25 mg

CTM 0,3 mg

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas : Simpang IV Sipin
Dokter

: Eka Sepriani

Tanggal

: 30 september 2014

R/ Cotrymoksasol Sirup

No. I

s 2 dd 1 cth
R/ Paracetamol tab 166 mg

GG tab 25 mg
CTM tab 0,3 mg
M.f.pulv. dtd No. VI
S 3 dd pulv I

Pro

: AN. M

Alamat

Umur : 2 tahun 8 bulan

: simpang IV sipin

Pengobatan tradisional yang dapat diberikan :


Jeruk nipis, kecap dan madu
1. Jeruk nipis dibelah lalu diperas sendok teh
2. Ambil kecap atau madu sendok teh
3. Campurkan sendok teh perasan jeruk nipis ditambah sendok teh
kecap/madu
4. Dapat diberikan 3 kali sehari
d. Rehabilitatif
- Meningkatkan daya tahan tubuh dan makan yang bergizi untuk
-

pemulihan kesehatan tubuh pasien.


Kontrol ulang ke Puskesmas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Bronkopneumonia

adalah

peradangan

pada

paru

dimana

proses

peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di


alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7

Gambar 1. Bronkopneumonia
2.2 Epidemiologi
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di
masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia
nosokomial/ PN). 8
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12
8

kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia
hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6
2.3 Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen
penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Gambar 2. E.colli

Gambar 3. Pseudomonas sp
Gambar 4. Klebsiella sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak


sesuai dengan usia yang bersumber dari data di
Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia

Etiologi yang sering

Etiologi yan

Lahir - 20 hari

Bakteri

Bakteri

E.colli

Bakteri anae

Streptococcus grup B

Streptococcu
10

Listeria monocytogenes

Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV

3 miggu 3

Bakteri

Bakteri

bulan

Clamydia trachomatis

Bordetella pertusis

Streptococcus

Haemophillus

pneumonia

tipe B

Virus

Moraxella catharalis

Adenovirus

Staphylococcus aureus

Influenza

Virus

Parainfluenza 1,2,3

CMV

4 bulan 5

Bakteri

Bakteri

tahun

Clamydia pneumoniae

Haemophillus

influenza

influenza

tipe B
Mycoplasma pneumonia

Moraxella catharalis

Streptococcus

Staphylococcus aureus

pneumonia
Virus

Neisseria meningitides

Adenovirus

Virus

Rinovirus

Varisela Zoster

Influenza

11

Parainfluenza
5

tahun

remaja

Bakteri

Bakteri

Clamydia pneumoniae

Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumonia

Legionella sp

Streptococcus

Staphylococcus aureus

pneumonia
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza

2.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)

12

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based


pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu


Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis

Epidemiologi

Pneumonia Komunitas

Sporadis atau endemic;


muda atau orang tua

Pneumonia Nosokomial

Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens

Terdapat dasar penyakt paru


kronik

Pneumonia Aspirasi

Alkoholik, usia tua

13

Pneumonia pada gangguan

Pada pasien transplantasi,

imun

onkologi, AIDS

2.5 Patogenesis
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana
beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis
pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan
bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam
alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari
alveolus ke alveolus. 2

Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia

14

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring


sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril
oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan
batuk.

Mekanisme

pertahanan

imunologik

yang

membatasi

invasi

mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan


bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang
jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan
obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler.
Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap
infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch
menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral
pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri
sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah
sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel
pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi

15

seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut,


debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi
jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang
bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal
yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru
lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan
infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak
lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan
ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan
terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa
limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang
tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan
bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi
ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1
2.6 Gejala Klinis
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi,
batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal
disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadangkadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan
dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru
dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan
dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan

16

pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan
nyeri dada.1,3,4,8
2.7 Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Suhu tubuh 38,5o C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,


suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Takipneu berdasarkan WHO:


Usia < 2 bulan

60 x/menit

Usia 2-12 bulan

50 x/menit

Usia 1-5 tahun

40 x/menit

Usia 6-12 tahun

28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine


crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak
ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara
15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan bakteri secara pasti.1,4

17

b. C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus
dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang
digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4
c.

Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif
bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4
d. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi
seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan
IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh
Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang
memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang
memerlukan penanganan yang cepat.4,6
e.Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis
berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto
rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
18

hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi
lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
penegakkan diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat

interstisial,

ditandai

dengan

peningkatan

corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat


terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

Infiltrat

alveolar,

merupakan

konsolidasi

paru

dengan

air

bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan


pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya
cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan
menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua


paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau
virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa
konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat
mungkin disebabkan oleh bakteri. 4
2.9 Diagnosis
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau
serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan
peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia.

19

Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi


tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada
satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada
bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana
yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan
gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan
menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun
adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam,
atau menggigil. 4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun :

Pneumonia berat
-

Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit,


Usia 1-5 tahun 40 x/menit

Adanya retraksi

Sianosis

Anak tidak mau minum

Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

Pneumonia
-

Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit,


Usia 1-5 tahun 40 x/menit

Adanya retraksi

Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik


20

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia

Bila ada nafas cepat 60 x/menit atau sesak nafas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia
-

Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

2.10
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

Pneumonia ringan

Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.


Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai
80-90 mg/kgBB.

Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20


mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari

Pneumonia berat

Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam

Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam

Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5


mg/kgBB sehari sekali

Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5


mg/kgBB sehari sekali

Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa


komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama
terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur


21

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)

amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit

sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr
-

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi


elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat


intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg).
Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila
analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5
x 2-3 mEq x BB (kg).

Obat penurun panas dan pereda batuk


sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas

22

diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau


penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).5
2.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1

BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien An.M usia 2 tahun 5 bulan datang dengan keluhan batuk disertai
sesak nafas. Diagnosis pneumonia di tegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis didapatkan keluhan batuk yang disertai sesak nafas. Ibu
pasien mengaku sejak 3 hari lalu anaknya menderita batuk dan pilek.. Batuk
berdahak warna putih tanpa disertai darah serta dahak sulit keluar. Kemudian hari

23

berikutnya ibu pasien mengeluh anaknya mengalami sesak nafas yang dirasakan
tiba-tiba. Sesak napas tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca. Keluhan
sesak nafas tidak disertai adanya suara nafas berbunyi (mengi) atau mengorok.
Keluhan disertai demam mendadak, dan naik turun yang cukup tinggii, siang
sama malam sama, ada. Panas turun jika diberi obat penurun panas berupa
parasetamol sirup. Demam

tidak disertai kejang,

menggigil tidak ada,

berkeringat tidak ada. Nafsu makan sedikit berkurang. Buang air kecil dan buang
air besar tidak ada keluhan. Batuk pilek masih dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital : frekuensi
pernapasan yang meningkat (50x/i) disertai dengan takikardi (148x/i) dan
peningkatan suhu tubuh (38,00C). Pada pemeriksaan fisik organ, didapatkan
pernafasan cuping hidung (+), tanpa sianosis. Pada thorax retraksi dinding dada
tidak ada, dan pada seluruh lapang paru kiri terdengar suara nafas tambahan yaitu
ronkhi basah sedang, wheezing tidak ada.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala
berikut :
1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
2.
3.
4.
5.

dada
panas badan
Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
Pada kasus bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran

nafas akut selama bebrapa hari dan diketahui bahwa pasien mengalami hal yang
serupa.
Pada kasus ini memenuhi kriteria penegakkan diagnosis bronkopneumonia
dengan gejala : sesak nafas, panas badan dan ronkhi basah sedang nyaring

24

Diagnosis banding TB paru dapat disingkirkan karena pada anamnesis


diketahui bahwa pasien menderita batuk dan demam dalam 3 hari terakhir, tidak
lebih dari 3 minggu dan tidak didapati penurunan nafsu makan yang diikuti
dengan penurunan BB. Dari hasil status gizi pasien memiliki status gizi baik. Pada
riwayat penyakit keluarga , tidak ada keluarga yang minum obat 6 bulan.
Pengobatan utama pada pasien ini diberikan antibiotik kotrimoksazol sirup
2 x 1 cth. Pilihan terapi kotrimoksazol diberikan karena pemberian kotrimoksazol
diindikasikan untuk infeksi saluran nafas yang disebabkan H.influenza, S.
Pneumonia dan hal ini sesuai karena etiologi bronkopneumonia pada anak-anak
yaitu karena Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, S. Pneumonia,
Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Terapi simptomatis yang diberikan
yaitu paracetamol, dextrometorfan.
Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
darah rutin dan rontgen thorax. Pasien disarankan kontrol teratur ke Puskesmas,
apabila tidak ada perbaikan dengan terapi yang diberikan maka dilakukan biakan
dengan cara hapusan tenggorok (throat swab) untuk mengetahui etiologi
bronkopneumonia sehingga terapi yang diberikan lebih maksimal
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Os bertempat tinggal di rumah bedeng semi permanen, tidak memiliki
jarak antar rumah yang satu dengan yang lain
Ruangan setiap rumah terdiri dari ruang tamu sekaligus ruang keluarga,
1 kamar, 1 ruang dapur, 1 jamban dan kamar mandi diluar rumah. Setiap
ruangan memiliki pencahayaan yang kurang. Untuk sumber air dari air sumur
yang terletak di depan rumah dan berjarak < 1m dari jamban. Dihalaman
rumah pasien terdapat tumpukan pasir dan tanah yang kering. Untuk
pembuangan sampah biasanya orang tua os membuang nya ke tempat sungai
yang berada dekat rumah os, tidak ada pembakaran sampah di sekitar rumah,
Terdapat hubungan dari keadaan rumah pasien penyakit pasien, keadaan
rumah yang lembab, yang memungkin berkembangnya patogen pada keadaan
tersebut, debu yang terdapat pada halaman rumah pasien, dan sumber air yang

25

dikonsumsi tidak sehat yang merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit


pasien.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan satu orang kakaknya, hidup
saling rukun. Tidak terdapat hubungan penyakit pasien dengan hubungan
keluarga.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
Terdapat hubungan perilaku kesehatan dan lingkungan kesehatan
dengan penyakit os, orang tua dan keluarga sekitar tempat tinggal os kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan, ini dapat dilihat dari sampah yang
mereka buang di sungai di depan rumah mereka, peralatan makan dicuci
diluar rumah dan dibiarkan terletak sehinnga rentan tercemar. Ayah os juga
sering merokok didalam rumah, dan ini merupakan penyebab terjadinya
bronkopneumonia.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit
Menurut ibu os anak tetangga nya ada yang mengalami batu pilek
sebelum os sakit, pasien memiliki Berat badan kurang yaitu 8 kg, yang
seharusnya berat badan pasien adalah 10 kg, sehingga imunitas tubuh pasien
kurang sehingga pasien mudah terserang penyakit. Selain itu usia yang masih
anak anak lebih mudah terserang bronkopneumonia dibandingkan usia
dewasa.
e. Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor resiko atau etiologi
Pada kasus ini os terkena penyakit bronkopneumoni dari tertularnya
virus dari salah satu tetangganya hingga rencana untuk menguangi paparan
terkena penyakit ini sebaiknya orang tua os memberikan masker kepada
anaknya yang sakit walaupun cara ini sulit untuk dilakukan pada anak-anak,
dan disarankan agar anak yang terkena dengan anak yang belum terkena
mengurangi bermain bersama. Konsul pada bagian tumbuh kembang di
puskesmas untuk penatalaksanaan gizi kurang pasien.

26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu


Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.

2.

Guyton,

Hall.

Buku

Ajar

Fisiologi

Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.


3.

Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.

4.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan


Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

5.

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.

27

6.

Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan


Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

7.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep


Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

8.

Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

DOKEMENTASI

28

29

30

Anda mungkin juga menyukai