Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada Ny. A dengan intra sectio caesarea di IBS RSUD Bener
Tegalrejo. Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan
menggunakan pendekatan konsep dasar yang mendukung. Penulis akan
menguraikan tentang kesenjangan yang muncul pada asuhan keperawatan antara
teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis akan membahas tentang
pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi.
A. Pengkajian
1) Data yang terdapat dikasus dan data yang terdapat di teori pada
asuhan keperawatan intra sectio caesarea adalah masalah
perdarahan.
Perdarahan itu sendiri adalah keluarnya darah dari pembuluh darah
akibat rusaknya pembuluh darah. Perdarahan dapat terjadi di dalam
tubuh (perdarahan internal), seperti ruptur organ ataupun pembuluh
darah besar, ataupun di luar tubuh (perdarahan eksternal) seperti
perdarahan melalui vagina, mulut, rectum, atau melalui luka dari kulit
(Lammers, 2009). Apabila perdarahan telah mencapai 15% dari total
estimasi jumlah darah tubuh, maka diperlukan pergantian cairan untuk
mengembalikan kehilangan darah yang keluar akibat perdarahan.
Kehilangan darah melebihi 15% dari total estimasi jumlah darah tubuh
akan menyebabkan terjadinya hipoperfusi jaringan dan mengarah
kepada keadaan syok hemoragik (Leksana, 2007).
Jika pendarahan dibawah 10% dari jumlah estimasi darah dalam tubuh,
mekanisme kompensasi tubuh akan mengatasi kekurangan volume
cairan yang hilang, namun secara klinis tidak terlihat nyata
dikarenakan volume darah yang hilang pun tidaklah banyak. Saat
tubuh kehilangan darah lebih dari 15% dari volume darah yang
beredar, tubuh akan segera memindahkan volume sirkulasinya dari
organ non vital (organ-organ pencernaan, kulit, otot) ke organ-organ

vital (otak dan jantung) untuk menjamin perfusi yang cukup ke organorgan vital. Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan denyut
nadi akan turun akibat penurunan volume darah yang menyebabkan
penurunan venous return dan volume preload jantung. Hal ini dapat
menyebabkan hipoperfusi ke seluruh jaringan tubuh apabila tidak
dikompensasi dengan baik. Perubahan ini akan mengaktivasi
baroreseptor di arcus aorta dan atrium. Selanjutnya akan terjadi
peningkatan aktivitas simpatis pada jantung sebagai mekanisme
kompensasi dari penurunan preload, yaitu peningkatan denyut jantung,
vasokontriksi perifer dan redistribusi aliran darah dari organ-organ
nonvital seperti kulit, organ-organ pencernaan, dan ginjal (Pujo et al.,
2013; Udeani, 2013).
Untuk masalah operasi sectio caesarea rentan terjadi pendarahan
dikarenakan proses operasi caesar dilakukan dengan prosedur
pembedahan pada abdomen. Sayatan pembedahan pada abdomen dapat
dibagi menjadi 2 yakni sayatan melintang dan sayatan memanjang.
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis)
di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm.
Keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil
resiko menderita rupture uteri(robek rahim) di kemudian hari. Hal ini
karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami
kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu,
2003, hal. 45).
Sedangkan sayatan memanjang (bedah caesar klasik) meliputi sebuah
pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang
yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini
jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi
(Dewi Y,2007, hal .4).
Untuk kasus kegagalan pembedahan tersebut dapat terjadi pendarahan
saat intra operasi. Panjang pembedahan untuk operasi jenis ini

terbilang sangat panjang yakni dari 10-14 cm, pendarahan yang keluar
dapat dipastikan sangat banyak, sehingga resiko kekurangan volume
cairan dapat terjadi pada fase ini, tanda dan gejala ketika seseorang
kekurangan volume cairan yakni dapat berupa peningkatan denyut
jantung, vasokontriksi perifer dan redistribusi aliran darah dari organorgan nonvital seperti kulit, organ-organ pencernaan, dan ginjal.
Ketika hal tersebut didiamkan maka akan berakibat fatal bagi pasien
itu sendiri sehingga penanganan yang tepat dan cepat harus segera
dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten dibidangnya.
Intervensi yang harus sesegera mungkin yang dapat diberikan dapat
berupa pemasangan IV line dengan cairan NaCl 500 cc, kemudian
ditambah dengan RL 500 cc. Hal tersebut adalah upaya agar terjadi
keseimbangan cairan pada tubuh pasien. Dengan diberikannya terapi
cairan maka tekanan darah pasien tidak terus menurun.
Faktor pemicu lain yang dapat menyebabkan perdarahan intra operatif
maupun post operatif yakni :
1. Atonia uteri
Atonia uteri salah satu penyebab perdarahan setelah
Operasi sesar. Seorang wanita mengalami atonia uteri
ketika rahimnya tidak berkontraksi setelah plasenta
terlepas. Kontraksi rahim bisa mencegah daerah sekitar
plasenta dari pendarahan dengan menutup pembuluh darah
dalam rahim setelah plasenta keluar dari vagina. Jika rahim
tidak

berkontraksi

setelah

melahirkan

maka

bekas

menempelnya plasenta tetap terbuka dan mengakibatkan


perdarahan berat.
2. Laserasi
Laserasi salah satu hal yang berkontribusi pendarahan
setelah Operasi sesar. Selama Operasi sesar dokter
membuat sayatan dari perut atau pusar wanita ssehingga

bayi dapat diselamatkan keluar dari rahim ibunya.Kadangkadang sayatan awal tidak cukup lebar untuk bayi untuk
keluar dari tubuh ibu menyebabkan jaringan disekitar
sayatan robek. Seorang wanita mungkin juga mengalami
perdarahan jika arteri besar dan vena dekat rahimnya secara
tidak sengaja dipotong selama Operasi sesar.
3. Fragmen
Fragmen plasenta dapat menyebabkan perdarahan setelah
Operasi sesar. Beberapa wanita mungkin mengalami
pendarahan berat setelah Operasi sesar karena fragmen
plasenta tetap berada di rahim. Fragmen (kepingan)
plasenta yang tersisa lebih sering terjadi pada wanita yang
telah menjalani lebih dari satu kali Operasi sesar.
4. Plasenta
Penyebab umum perdarahan setelah Operasi sesar lainnya
adalah akreta plasenta. Plasenta akreta terjadi ketika
plasenta wanita menancap atau melekat terlalu dalam ke
dalam rahim dan tidak dapat terpisah secara alami dari
dinding rahim setelah Operasi sesar. Wanita yang memiliki
plasenta akreta beresiko perdarahan berat atau perdarahan
karena dokter akan menempuh secara manual melepaskan
plasenta dari dinding rahim.
Penanganan perdarahan pada setiap kasus diatas berbeda beda
tergantung tingkat perdarahannya. Akan tetapi terapi cairan merupakan
fokus utama untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh. Dalam kondisi
kegawatdaruratan dapat dilakukan transfusi darah agar cairan dalam tubuh
kembali seimbang. Dengan seimbangnya cairan tubuh maka resiko
penurunan tekanan darah tidak akan terjadi.
B. Diagnosa

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia


terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons
dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. (Nanda 20152017)
1. Diagnosa yang muncul
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Resiko kekurangan volume cairan adalah kerentanan mengalami
penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular, yang dapat mengganggu kesehatan. (Nanda 20152017).
Diagnosa tersebut dapat ditegakkan bila ada data yang mendukung
yaitu penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi,
penurunan pengisian vena, penurunan haluaran urine. Diagnosa
tersebut ditegakkan karena saat operasi berlangsung ditemukan
tanda-tanda penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi, dan
jumlah perdarahan sebanyak 500cc.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
Resiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. (Nanda
2015-2017).
Diagnosa tersebut dapat ditegakkan bila ada data yang mendukung
dari faktor resiko yaitu kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen, penurunan hemoglobin, gangguan integritas
kulit, prosedur invasif.
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pada perut pasien terdapat
luka bedah yang dapat menimbulkan infeksi bila tidak dilakukan
perawatan secara aseptik.
2. Diagnosa yang tidak muncul namun ada dalam tinjauan teori
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan,
trauma jalan lahir, episiotomi)
Nyeri akut adalah pegalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association for the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi. (Nanda 2015-2017).

Diagnosa ini dapat ditegakkan bila ditemukan data yang


mendukung

yaitu

karakteristik

nyeri,

ekspresi

wajah

mengekspresikan

nyeri,

keluhan

perilaku

nyeri,

tentang
sikap

melindungi area nyeri.


Diagnosa ini tidak ditegakkan karena pada pengamatan saat operasi
berlangsung pasien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda nyeri.
b. Gangguan eliminasi urine
Gangguan eliminasi urine adalah disfungsi eliminasi urine. (Nanda
2015-2017).
Diagnosa ini dapat ditegakkan bila terdapat data yang mendukung
yaitu disuria, dorongan berkemih, retensi urine, sering berkemih,
inkontensia.
Diagnosa ini tidak ditegakkan karena tidak terdapat data yang
mendukung dari pasien yang mengarah ke gangguan eliminasi
urine.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan
Gangguan pola tidur adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas
tidur akibat faktor eksternal. (Nanda 2015-2017).
Diagnosa ini dapat ditegakkan bila terdapat data yang mendukung
yaitu kesulitan jatuh tertidur, ketidak puasan tidur, menyatakan
tidak merasa cukup istirahat, perubahan pola tidur normal.
Diagnosa ini tidak ditegakkan karena tidak terdapat data yang
mendukung.
d. Resiko syok (hipovolemik)
Resiko syok adalah rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah
ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler
yang mengancam jiwa, yang dapat mengganggu kesehatan. (Nanda
2015-2017).
Diagnosa ini dapat ditegakkan bila terdapat data yang menunjang
dari faktor resiko yaitu hipoksemia, hipoksia, hipovolemia, infeksi,
hipotensi, sepsis, sindrom respons inflamasi.
Diagnosa ini tidak ditegakkan karena tidak terdapat data yang
menunjang dari faktor resiko.
e. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang
disertai kesulitan atau pengeluaran feses yang tidak tuntas dan/atau
feses yang keras, kering, dan banyak. (Nanda 2015-2017).

Diagnosa ini dapat ditegakkan bila terdapat data yang menunjang


yaitu penurunan volume feses, perubahan pada pola defekasi, tidak
dapat mengeluarkan feses, darah merah pada feses, feses keras dan
berbentuk, adanya feses lunak, mengejan pada saat defekasi.
Diagnosa ini tidak ditegakkan karena tidak terdapat data yang
menunjang.
C. Intervensi
1. Resiko infeksi berhubunghan dengan insisi bedah
a. Rencana tindakan yang dapat dilakukan
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kolaboratif
3) Ginakan baju, sarung tangan dan alat pelindung
4) Tingkatkan intake nutrisi
5) Berikan terapi antibiotik bila perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
6) Dorong masukan nutrisi yang cukup
7) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
8) Ajarkan pasien dan keluarga tanda gejala infeksi
9) Ajarkan cara menghindari infeksi
10) Laporkan kecurigaan infeksi

b. Tindakan keperawatan yang dapat penulis lakukan


1) Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan,
memantau tanda tanda vital
2) Mempertahankan teknik balutan steril ketika melakukan
perawatan luka
3) Memberikan perawatan infeksi pada luka
Dalam melaksanakan intervensi keperawatan penulis
tidak

dapat

melakukan

semua

rencana

tindakan

keperawatan karena keterbatasan waktu. Intervensi yang


tidak dapat dilakukan penulis berupa menginstruksikan
pada

pasien

dan

keluarga

agar

minum

antibiotik,

mengajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi ,


ajarkan cara menghindari infeksi dan pelaporan kecurigaan
infeksi. Hal tersebut tidak kami lakukan karena saat itu
kami berada pada saat operasi berlangsung sehingga kami
tidak

bisa

menginstruksikan

kepada

pasien

maupun

keluarga. Instruksian seperti yang tidak kami lakukan


tersebut biasanya akan dilakukan oleh perawat bangsal.
Pada intinya, pada saat diruang operasi penulis lebih
berfokus untuk pencegahan infeksi dengan cara merawat
luka secara aseptik sehingga intervensi yang berkelanjutan
akan ditekankan saat pemulihan pasca operasi.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan


a.
1)
2)
3)
4)

dengan perdarahan
Rencana tindakan yang dapat dilakukan
Monitoring manifestasi ketidakseimbangan cairan
Berikan cairan sesuai resep
Monitoring intake dan output
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai jenis penyebab
dan pengobatan apabila terjadi kekurangan volume

b.
1)
2)
3)

cairan.
Tindakan keperawatan yang dapat penulis lakukan
Monitoring tanda tanda vital
Memberikan cairan yang sesuai
Monitoring input dan output
Dalam

melaksanakan intervensi

keperawatan penulis

tidak

dapat

melakukan

semua

rencana tindakan keperawatan karena keterbatasan waktu.


Intervensi yang belum penulis lakukan yaitu mengajarkan
pasien

dan

keluarga

mengenai

jenis

penyebab

dan

pengobatan apabila terjadi kekurangan volume cairan.


Intervensi tersebut tidak dapat dilakukan karena waktu
pasien menjalani operasi hanya sekitar 20 menit, oleh
karena itu intervensi yang dilakukan pun hanya sebatas
fokus pada penanganan pasien agar tidak mengalami
kekurangan cairan, sehingga intervensi yang berupa saran
belum kami lakukan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan kami
dari penulis merasa tidak ada hambatan yang berarti,

semua intervensi (rencana tindakan) dapat terlaksana


dengan melibatkan klien dan keluarganya, klien bersikap
lebih terbuka, kooperatif dan mudah diajak bekerjasama,
mudah

menerima

penjelasan

dan

saran

serta

klien

berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Sarwono Prawirohardjo,
2009). Jenis- jenis sectio caesarea terbagi menjadi 2 yakni sayatan memanjang
( longitudinal ) dan sayatan melintang ( transversal ).
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin dan kegagalan proses persalinan

normal ( Dystasia ) seperti disproporsi kepala panggul, disfungsi uterus, distosia


jaringan lunak, plasenta previa, gawat janin dan letak lintang.
Pengkajian pada pasien Ny. A dilakukan secara komprehensif, meliputi
seluruh aspek bio psiko sosial dan spiritual karena kenyamanan psikologis
pasien sangat berpengaruh agar pasien tidak mengalami kecemasan saat menjalani
operasi sectio caesarea.
Masalah keperawatan yang muncul dari kasus tersebut yakni resiko infeksi
dan resiko syok (hipovolemik). Dengan ditegakkan diagnosa tersebut maka
intervensi yang dapat dilakukan berupa manajemen cairan, pengurangan
perdarahan, kontrol infeksi dan perawatan luka.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi Edisi : 2. Alih Bahasa :
Monica Ester. Jakarta : EGC.
Hacker. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. Alih Bahasa : Adi
Nugroho. Jakarta : Hipokrates.
Cuningham, DKK. 2005. Williams Obstetrics 21 st Edition. Medical Publishing.

Gloria M, Howard, Joanne, Dkk. 2013. Nursing Interventions Classification


(NIC) edisi 6 terjemahan.CV. Mocomedia
Sue Moorhead, Marion, Meridean, dkk.2013 Nursing Outcomes Classification
(NOC) edisi 6. CV. Mocomedia
Herdmaan, Kamitsaru.2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017 edisi 10. Jakarta : EGC
Kasdu, Dini. (2003). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta. Puspa
Swara.
Dewi, Y., dkk. 2007. Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z. EDSA
Mahkota.
Mochtar, Rustam. (2002) .Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial
jilid2. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam:
Safitri, Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta:
Erlangga, 28-29.
Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Kronik. Dalam:
Safitri, Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta:
Erlangga, 30-31.
Dobson, A. 2004 The population dynamics of pathogens with multiple hosts.
Am.Nat. 164, S64S78. (doi:10.1086/424681)
Benson, P & Pernoll. (2009). Buku saku Obsetry Gynecology William. Jakarta
EGC.

Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Univ Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai