ABSTRAK
Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi.
Agar tetap berjalan normal, metabolisme otak memerlukan oksigen dan sumber energi
yaitu glukosa, yang sangat tergantung pada aliran darah di otak. Pada keadaan
emergensi dan kritis dapat terjadi kegagalan autoregulasi pembuluh darah serebral
yang sangat tergantung pada CPP. CPP itu sendiri dipengaruhi oleh MAP dan TIK.
Peningkatan TIK kerap terjadi pada kondisi kritis.
Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak
(80%), darah (10%), dan cairan serebrospinal (10%). Kombinasi tekanan yang
dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan intrakranial (TIK).
Peningkatan volume komponen intrakranial yang progresif dapat menyebabkan
peningkatan TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK akan menurunkan CPP
sehingga menyebabkan CBF menurun sehingga terjadi iskemik pada otak (suplai O2 <
O2 demand) yang selanjutnya akan terjadi edema serebri dan akhirnya semakin
meningkatkan TIK itu sendiri. Berbagai penyebab terjadinya peningkatan TIK adalah
edema otak, peningkatan CBV, peningkatan cairan serebrospinal, atau adanya massa
ekstra/intrakranial.
Pada pasien dengan peningkatan TIK dapat dijumpai gejala mulai dari sakit
kepala yang disertai muntah, edema papil pada pemeriksaan funduskopi dan defisit
neurologis hingga timbulnya Cushing triad bila sudah terdapat herniasi.
Pemantauan TIK sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi
ke fase dekompensasi. Pemantauan TIK dapat dilakukan dengan bantuan alat monitor,
pencitraan, pengukuran non invasif (TCD), monitoring lanjutan dengan beberapa
modalitas. Dengan adanya pemantauan TIK maka penatalaksanaan akan menjadi lebih
optimal. Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi tatalaksana umum dan khusus.
Key word : TIK, peningkatan, pemantauan, penatalaksanaan.
PENDAHULUAN
Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi,
hanya dengan berat kurang dari 2% dari berat badan memerlukan 15% kardiak output,
menyita 20% oksigen yang beredar di tubuh, serta membutuhkan 25% dari seluruh
glukosa dalam tubuh1,2. Pada keadaan emergensi dan kritis akan terjadi peningkatan
kebutuhan bahan-bahan metabolisme tersebut. Dengan demikian apabila suplai bahanbahan untuk metabolisme otak terganggu tentunya akan menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan otak yang dapat berakibat kematian dan kerusakan permanen 1.
Dua hal yang berperan dalam metabolisme otak agar tetap berjalan normal
adalah kecukupan oksigen dan kecukupan sumber energi yaitu glukosa. Oleh karena
otak tidak dapat menyimpan cadangan energi maka metabolisme otak tergantung pada
aliran darah yang optimal. Dalam keadaan emergensi dan kritis akan terjadi kegagalan
sistem autoregulasi pembuluh darah serebral. Karena aliran darah otak (CBF)
merupakan hasil pembagian tekanan perfusi ke otak (CPP) dengan tahanan pembuluh
darah serebral (CVR), maka pada kegagalan sistem autoregulasi sangat tergantung pada
CPP1,2.
Gambar 1. Kompensasi tekanan intrakranial (TIK). Kondisi normal ruang intracranial meliputi parenkim
otak, darah arteri dan vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan LCS
untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan TIK.(Sumber : Decision
Making in Neurocritical Care)
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
c.
d.
-
Gambar 3. Pola pernafasan abnormal sehubungan dengan letak lesi patologis yang berbeda. (Sumber : Decision
Making in Neurocritical Care)
1.
2.
3.
4.
1.
2.
-
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena
perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus yang
sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan, merokok,
penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna dalam
mencari etiologi3,5.
Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua pasien. Pada pemeriksaan
neurologis yang diperhatikan adalah 2,3:
Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang perhatian (inattention) hingga koma.
Pemeriksaan nervi kraniales : gambaran pupil menetukan lokasi. Kelumpuhan nervus tiga
(menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma arteri komunikan anterior), kelumpuhan nervus
enam, dan papil edema.
Pemeriksaan motorik : posturing dekortikasi atau flexor posturing disebabkan gangguan pada
traktus motorik. Deserebrasi atau extensor posturing disebabkan kerusakan berat pada
mesensefalon dan batang otak. Namun, posturing ini tidak selalu berlaku.
Fenomena Kernohans notch (kelemahan pada sisi ipsilateral lesi karena adanya herniasi dan
kompresi pedunkulus serebri kontralateral).
2.4. Evaluasi diagnostik
Monitor tekanan intrakranial2-6
Monitoring TIK merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik dalam menurunkan
mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mendiagnosis peningkatan intrakranial
adalah dengan mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat dikerjakan dengan melakukan punksi
lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk monitoring TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan
juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien
dengan midline shift yang signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
Pencitraan (imaging)2,3,9
CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan melihat adanya :
- sulci dan gyri yang menghilang,
ventrikel otak menyempit atau menghilang,
sisterna basalis yang menghilang,
penggeseran garis tengah (midline shift),
edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.
CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan peningkatan TIK.
Sepuluh hingga lima belas persen pasien dengan trauma kepala yang koma mengalami
peningkatan TIK namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal.
3. Pengukuran non-invasif3,10
Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata) yang diukur dengan alat
transkranial Doppler dapat menjadi suatu penanda/markerpeningkatan TIK, walaupun
sensitivitas dan spesifisitas indeks pulsatilitysuboptimal.
4. Monitoring lanjutan3,10
Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan untuk mengukur level
laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring oksigen jaringan otak menunjukkan
ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler dan interstisial otak. Hal ini penting untuk
memahami keterbatasan otak tersebut dengan monitoring. PbO2 tidak ekuivalen dengan fraksi
ekstraksi oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak, tetapi cukup mewakili tekanan
parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di otak. Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen
difusi daripada oksigen delivery atau metabolisme oksigen.
Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen jaringan otak, TIK, dan
monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan elektroensefalogram (EEG) kontinus, dikenal
sebagai monitoring multimodalitas.
Berikut ini nilai ambang normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas :
Tabel 1. Nilai ambang batas normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas
Mikrodialisis
Normal
60-80%
< 60% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
>80% hiperemia, atau ketidakmampuan untuk mengikat O2.
Keuntungan
Kerugian
Gold standard, pengukuranAngka infeksi tinggi (5TIK global, digunakan untuk20%), resiko perdarahan 2%
diagnosis dan terapi
Intraparenkimal
Angka
infeksi
danMengukur TIK regional,
perdarahan rendah (1%),tidak dapat dikalibrasi ulang
penempatan mudah
setelah
ditempatkan,
penyimpangan (3 mmHg)
Subarakhnoid/subdural Angka
infeksi
danPengukuran tidak dapat
perdarahan rendah
percaya, jarang digunakan
Epidural
tidak
dapat
Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi dengan menempatkan kateter
pada frontal horn ventrikel lateral dengan memperkirakan titik Kocher, dan disambungkan ke
monitor TIK2.
Gambar 5.
Pressio monitor
TIK (Sumber :
The
Central
Nervous
System diundu
h http://www.so
physa.com/icp-
monitoring_155.html)
2.5.2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 6 .Bentuk gelombang TIK .7. Gelombang TIK patologik (Sumber : Guide to the Care of the Patient with
Intracranial Pressure Monitoring)
peningkatan CBV. Gelombang Lundberg A harus diterapi dengan agresif dengan meningkatkan
CPP menggunakan vasopressor, dan menurunkan TIK dengan terapi osmotik dan hiperventilasi.
Penting untuk dicatat bahwa pasien dapat terjadi herniasi dengan nilai TIK normal.
Pasien asimptomatik dengan kurva compliance normal, TIK dapat tiba-tiba naik (seperti saat
batuk, atau membalik badan).
2.6.1
1.
2.
2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya
peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan.
Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya
myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang2,3,4.
3. Mengurangi volume cairan serebrospinal2,3,13
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus sebagai
penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga
cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi,
atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab
hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.
Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini pada
pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya
dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat
mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan
lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika CPP <
60 mmHg. (CPP = MAP-TIK)1,2
5. Mengurangi volume darah intravaskular1,2
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar
pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV
sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa
menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis
peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan
dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai
PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek
hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan
sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat.
Indikasi hiperventilasi2
1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut kemunduran
neurologis.
2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap sedasi,
paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila2 :
1. Jangan digunakan untuk profilaksis
2. Hindari hiperventilasi yang panjang
Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu, pertimbangkan untuk
monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik serebri
3. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi jika pCO2
=30-35 mmHg
4. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian
oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek
terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi
vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30%
akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi
sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga
TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%1.
6. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik
memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan
volume dan rigiditas sel darah merah.
a. Salin hipertonik2,3 : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC,
dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na
harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin
hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound.
b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis
pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm.
Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat
dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih
kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut2 :
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana akan
meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit.
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan dari parenkim otak.
2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai
berikut2 :
i. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke sistem
saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan
perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK.
ii. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi terganggu
maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
iii. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada osmolaritas
serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-obatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit
ginjal sebelumnya.
hipernatremia,
insufisiensi renal
7. Pilihan lainnya :
a. Totilac 14,15 : merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis
potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L dengan pH
7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan asidosis. Dosis
penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac mengandung ion yang akan
berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan kation (sodium, potasium, kalsium).
Sodium, kation di ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas sehingga
memperbaiki hemodinamik.
Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di mitokondria, dimana oksidasinya akan
menghasilkan energi yang sama dengan glukosa.
Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung.
Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat.
b. Barbiturat2,3,7 : bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat
menurunkan metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme
masih intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena efek
sedatifnya, supresi jantung.
c. Induksi hipotermia hingga 32-34C dapat menurunkan CBF dan TIK dengan
menurunkan metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1C akan menurunkan metabolisme
oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia,
koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia1.
d. Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya
berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa
digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam.
Tabel 4. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut2
Langkah
Rasional
Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)
Pastikan pasien disedasi dan paralisis
Menurunkan peningkatan respon simpatis dan
hipertensi karena gerakan, tensing abdominal
musculature
Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada Menurunkan volume intrakranial
IVC (intraventricular catheter)
Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml volumeplasma CBF TIK,
salin 23%
osmolalitas serum air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2 Menurunkan pCO2 CBF TIK
> 25 mmHg)
Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental Sedatif, TIK, terapi kejang, kemungkinan
2,5 mg/kg iv 10 menit
neuroprotektif
*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika
osmolalitas serum > 320 mOsm/L.
2.7 Prognosis3
Prognosis pasien dengan peningkatan TIK sangat berhubungan dengan tingkat keparahan
dari patofisologi yang mendasari, efikasi manajemen, dan umur dan komorbiditas pasien.
Gambaran sindroma herniasi tidak selalu menunjukkan suatu kondisi irreversibel dan sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
POKDI Neurointervensi & Critical Care Perdossi. Manajemen Peninggian Tekanan Intrakranial
dalam ANLS for Doctors. Indonesians Neurological Associations.
Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme. New
York. 2006; 647-663.
David S, Stephen A M, Jennifer A F. Management of Elevated Intracranial Pressure in Decision
Making in Neurocritical Care. Thieme. New York. 2009; 195-218.
Ivan Timofeev. The Intracranial Compartement and Intracranial Pressure in Essentials of
Neuroanasthesia and Neurointensive Care. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2008; 26-30.
Joseph P Hart. Intracranial Pressure Monitoring available athttp://www.Discovery_Health.com
Intracranial Pressure Monitoring available at http://www.MedlinePlus.com
Amy Blasen, Sid M Shah. Increased Intracranial Pressure and Herniation Syndromes in
Principles and Practice of Emergency Neurology Handbook for Emergency Physicians.
Cambridge University Press. New York. 2003; 242-251.
Artikel Kedokteran. Edema serebri available athttp://artikelkedokteran.net/edema-serebri.html
Elisa Roncati Zanier, et al. Intracranial pressure monitoring in intensive care: clinical advantages
of
a
computerized
system
over
manual
recording
available
at http://ccforum.com/content/11/1/R7
Marek Czosnyka. Intracranial Pressure Monitoring in Essentials of Neuroanasthesia and
Neurointensive Care. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2008; 259-266.
American Association of Neuroscience Nurses. Guide to the Care of the Patient with Intracranial
Pressure Monitoring, AANN Reference Series for Clinical Practice. AANN. USA. 2005.
National Institute of Health, Critical Care Medicine Departement. Critical Care Therapy and
Respiratory Care Section available at CCMD Share/lr/Policies/Procedures/Clinical Monitoring.
The Central Nervous System available at http://www.sophysa.com/icp-monitoring_155.html
Totilac available at http://www.pom.go.id/io/monograf/Totilac.html
Totilac available at http://www.innogene-kalbiotech.com/totilac.htm