: Tn. J
: 17 November 1999
Suku
: Komering
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Belum menikah
Pendidikan terakhir : SD
Alamat
: Prabumulih
MRS
: Kakak Misan
Alamat
: Prabumulih
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Kaku Seluruh Tubuh
2. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Alloanamnesis:
5 jam SMRS, pasien tiba-tiba tidak bisa berjalan, seluruh tubuh pasien kaku, mengeluh
sulit menelan makanan, banyak keluar air liur, gemetaran, dan sulit menggerakkan
tangan dan kaki. Pasien hanya minum kopi manis banyaknya 1 gelas.
10 jam SMRS, pasien hanya dapat memakan nasi sebanyak 1 sendok makan.
Sebelumnya pasien makan seperti biasa. BAK dan BAB seperti biasa.
3 hari SMRS, pasien mulai tidak bisa tidur, berjalan seperti robot, pandangan mata
lurus ke depan, sulit menoleh, gemetar, gerakan sendi tubuh terbatas. Pasien masih dapat
mengurus diri. Selama ini, pasien tinggal bersama nenek pasien.
Autoanamnesis:
Pasien sulit berbicara, mengeluhkan seluruh badannya kaku, nafas sedikit sesak, sendi
terasa sakit saat digerakkan tapi pasien masih dapat menggerakkan jari tangan dan kaki
Leher
Thorax
o Mood
: Eutimik
o Afek
:Tumpul
o Keserasian : Serasi
o Empati
-
: Dapat diraba-rasakan
Waktu
: Baik
Tempat
: Baik
Orang
: Baik
Gangguan Persepsi
o Halusinasi visual
: disangkal
o Ilusi
: tidak ada
o Depersonalisasi
: tidak ada
o Derealisasi
: tidak ada
Proses Berpikir
o Produktivitas
: Kurang
o Kontiniuitas
: Relevan
o Hendaya berbahasa
: Tidak ada
Isi pikiran :
o Preokupasi
: tidak ada
: tidak ada
Tilikan (insight) : derajat 6 (sadar bahwa dirinya sakit dan perlu pengobatan)
PANSS EC: 10
Gaduh gelisah: 2 (Minimal. Patologis diragukan; mungkin suatu ujung ekstrim dari
batasan normal)
Permusuhan: 1 (Definisi tidak terpenuhi)
Ketegangan: 3 (Postur dan gerakan-gerakan menunjukkan kekhawatiran ringan
seperti rigiditas yang ringan, ketidaktenangan yang sekali-sekali, perubahan posisi
atau tremor tangan yang halus dan cepat).
Ketidakkooperatifan: 2 (Minimal. Patologis diragukan; mungkin suatu ujung ekstrim
dari batasan normal)
Pengendalian impuls yang buruk: 2 (Minimal. Patologis diragukan; mungkin suatu
ujung ekstrim dari batasan normal)
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin
: 14,4 gr%
Leukosit
: 8.440 mm3
Laju endap darah
: 5 mm/jam
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Stab/Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
Gula darah sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
:0
:0
:0
: 51
: 20
: 29
: 40%
: 284.000 mm3
: 4,4 juta/mm3
: 96 mg/dL
: 26 mg/dL
: 1,0 mg/dL
: 25 U/L
: 15 U/L
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Diagnosis aksis I: Skizofrenia Paranoid
Diagnosis aksis II: Tidak ada diagnosis
Diagnosis aksis III: Sindrom Ekstrapiramidal e.c. Antipsikotik
Diagnosis aksis IV: Masalah psikososial (orang tua pasien meninggal)
Diagnosis aksis V: GAF Scale pasien saat ini adalah 50-41 = beberapa gejala berat (serious),
disabilitas berat.
VI.TATALAKSANA
- Injeksi Diphenhydramin 20mg/2ml IM
- IVFD RL:NaCl=1:1 gtt XV/mnt
- O2 via kanul nasal 5 l/m
- Risperidon 2x2mg
- Trihexyphenidil 2x2mg
- Observasi ketat per 30 menit
- Konsul SpKJ
VII. FOLLOW UP
Tanggal
Follow up
29 Desember 2016 S: Pasien melepas infus dan selang oksigen, jalan mondar-mandir di ruangan,
pukul 16.30
1 Januari 2017
2 Januari 2017
Trihexyphenidil 2x2mg
S: Kaku (-), gemetar (-), pasien mengatakan ada suara yang menyuruh jaga malam
O: CM, TD:120/80, N: 86 x/m, RR: 22x/m, T: 36,6 oC, CM, kontak (+) adekuat,
kooperatif, halusinasi akustik (+).
A: Sindrom Ekstrapiramidal ec. Antipsikotik + skizofrenia paranoid dengan
perbaikan
P: Terapi teruskan
ANALISIS KASUS
Obat antipsikotik generasi pertama mempunyai keterbatasan, berupa efek samping
ekstrapiramidal (EPS), misalnya parkinsonisme, diskinesia, akatisia, dan distonia yang sangat
mengganggu. EPS dapat muncul sejak awal pemberian obat antipsikotik tergantung dari
besarnya dosis. Untuk mengatasi EPS dapat diberikan obat antikolinergik, misalnya sulfas
atrofin, difenhidramin, dan triheksifenidil.
Dalam kasus ini, seorang laki-laki berumur 17 tahun mengeluh kaku seluruh tubuh yang
memberat sejak 5 jam SMRS, gejala mulai dirasakan sejak 3 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan adanya air ludah yang keluar berlebihan, gemetaran, berjalan seperti robot, dan
kaku. Pasien sebelumnya sudah pernah menjalani rawat inap di RS Ernaldi Bahar sekitar 4 bulan
yang lalu selama 45 hari. Selama dirawat pasien mendapatkan terapi antipsikotik, setelah pulang
pasien kontrol di Poli Jiwa walaupun terlambat. Sebelumnya pasien belum pernah mengeluhkan
gejala seperti ini. Parien memiliki riwayat narkoba dan alkohol yang diketahui terakhir 1 tahun
yang lalu namun pasien menyangkal pernah menggunakan narkoba. Riwayat narkoba akhir-akhir
ini tidak diketahui. Pasien merupakan pasien JAMSOSKES. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
nafas pada batas atas normal, tampak dangkal namun tidak ada usaha otot tambahan nafas, SpO 2
96%, sehingga pasien diberikan O2 sebanyak 5 l/m dan SpO2 meningkat menjadi 100%. Pasien
juga menunjukkan gejala seperti tremor (gerakan ritmik 3-5 kali/detik, saat istirahat, terutama di
jari, lengan, dan dagu), hipersalivasi dan rigiditas (peningkatan tonus otot terhadap gerakan
pasif). Pasien mengaku terakhir minum obat tanpa obat berwarna putih pada pukul 19.00 tanggal
28 Desember 2016.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa pasien saat ini mengalami
Sindrom Ekstrapiramidal ec. Antipsikotik. Pasien ditatalaksana dengan pemberian Difenhidramin
2 ampul (10mg/ml per ampul) intramuskular, gejala berkurang setelah lebih kurang 6 jam setelah
injeksi. Pasien diberikan IVFD RL:NaCl=1:1 untuk maintain cairan karena intake kurang dan
maintain elektrolit. Kemudian 6 jam setelah MRS, pasien melepas selang infus dan oksigen.
Pasien mengatakan mau pulang. KU dan vital sign stabil. Pasien diberikan antipsikotik berupa
Risperidon 2x2 mg dan antikolinergik triheksifenidil 2x2mg. Pasien mengeluhkan ada suara
tanpa sumber yang menyuruh os jaga malam yang merupakan gejala skizofrenia paranoid yang
terlebih dahulu pasien alami. Risperidon dipilih karena efek sampingnya lebih ringan
sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut.
Dan triheksifenidil dipilih karena berdasarkan konsensus WHO tahun 1990 menetapkan
penggunaan triheksifenidil dalam mengatasi EPS.
EPS ditandai dengan distonia, parkinsonisme, akathisia, rabbit syndrome (jarang), dan diskinesia
tardive. Distonia ditandai dengan adanya spasme otot involunter yang meliputi krisis okulogirik,
protrusi lidah, trismus, tortikolis, kontriksi laring-faring, atau posisi aneh badan dan anggota
gerak. Kadang-kadang gejala ini didiagnosis hysteria atau malingering. Parkinsonisme yang
disebabkan oleh antipsikotik meliputi trias parkinson yaitu termor, rigiditas, dan bradikinesia.
Tremor yang terjadi terutama pada saat istirahat. Rigiditas diperiksa adanya peningkatan tonus
saat pemeriksaan motorik. Bradikinesia merupakan penurunan aktivitas spontan motor seperti
ekspresi wajah, penurunan gerakan saat berjalan dan menggerakkan anggota tubuh. Jika salah
satu saja gejala sudah muncul maka sudah cukup untuk diagnosis parkinsonisme yang
disebabkan obat.Akathisisa adalah perasaan subjektif dan atau tanda objektif dari kegelisahan.
Manifestasi motorik yang tampak adalah aktivitas repetitif yang tidak bertujuan. Rabbit
syndrome adalah gerakan ritmik pada bibir dan perioral. Diskinesia tardive adalah gerakan
abnormal yang lambat, biasanya bermanifestasi sebagai gerakan mengunyah, terkadang protusi
lidah, mengecapkan bibir, gerakan choreiformis minor dari jari dan jempol dan kadang juga pada
ekstremitas besar dan badan.
SINDROMA EKSTRAPIRAMIDAL
BATASAN/DEFINISI
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak
bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari
sistem ekstrapiramidal adalah terutama di formatio reticularis dari
pons dan medulla dan di target saraf di medula spinalis yang mengatur refleks,
gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.
Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok
atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau
panjang dari medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak
gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas,
tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun,
nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia)
Chlorpromazine
Thioridazine
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
150-1600
++
100-900
8-48
+++
5-60
+++
5-60
+++
2-100
++++
2-6
++
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
10-20
Aripiprazole
10-20
PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti
talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang
otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6
dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain
oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan
yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum
merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka
lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal
utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan
segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan
korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus
dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah
diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan
hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan
korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan
ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani
sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratumglobus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan
yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan
akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari
striatum-subtansia nigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transimisi dopaminergik di ganglia basalis.
Beberapa neuroleptik (contoh haloperidol, fluphenazine) merupaka inhibitor
dopamine ganglia basalis yang lebih poten, dan sebagai akibatnya
menyebabkan efek samping EPS yang lebih menonjol.
GEJALA KLINIS
a.
Akut
Efek samping muncul setelah pemakaian obat antipsikotik dalam hitungan hari
sampai minggu.
1.
Sindrom parkinsonism timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering
terjadi pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1.
Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia,
dosis obat, riwayat parkinsonism sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.
Manifestasi klinis yaitu gerakan spontan yang menurun (bradikinesia),
meningkatkan tonus otot (muscular rigidity) dan resting tremor.
2. Distonia
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan
gerakan atau postur yang abnormal, termasuk krisis okulorigik, prostrusi
lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota
gerak dan batang tubuh.
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai potensi
tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau
spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah
otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing),
lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus).
Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur
yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala
dan leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah.
Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada
penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada
laki-laki.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik
menurut DSM- IV adalah sebagai berikut :
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan
(misalnya tortikolis)
2)
3)
faring, disfonia)
4)
(disartria, makroglosia)
5)
6)
7)
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah
memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau
menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala
ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
(misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala
mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan
pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan
neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
Kronik (late)
1.
1.
Tardive dyskinesia
DIAGNOSIS BANDING
Parkinson Disease
Distonia primer
Tetanus
PENYULIT
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut masih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang
kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan
neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
PENATALAKSANAAN
Mulai dengan penurunan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan
trihexyphenidil (THP) atau antikolinergik lainnya, 4-6mg per hari selama 4-6
minggu. Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap
minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi
terhadap efek samping EPS. Dosis antipsikotik diturunkan hingga mencapai
dosis minimal yang efektif. Pedoman penatalaksanaan adalah sebagai berikut:
1.
2.