Oleh :
Ayu Intan Purnama Wulan
Dana Martha Melantika
Desy Failasufa
Kinanthi Asih Martyarifki
Lukman Faishal Fatharani
30101206771
012116356
30101206604
30101206652
30101206792
Pembimbing :
dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)
LEMBAR PENGESAHAN
Nama :
Judul
30101206771
012116356
Desy Failasufa
30101206604
30101206652
30101206792
Bagian
: Ilmu Radiologi
Fakultas
: Kedokteran Unissula
HALAMAN JUDUL......................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
2.1
2.2
2.3
Contusio Hemorrhage...................................................................................
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
Kesan ............................................................................................................
3.7
Diagnosis ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
penemuan yang sering pada trauma kepala akibat yang paling sering adalah
robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan
otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya
pembuluh darah serebral major. Pasien yang mampu bertahan dari perdarahan
subarachoid kadang mengalami adhesi arachnoid, obstruksi aliran cairan
cerebrospinal dan hidrocepalus. Cedera intrakranial yang lain kadang juga dapat
terjadi (Gerson dkk, 2016).
Perdarahan subdural akut (PSD akut) merupakan salah satu penyakit
bedah syaraf yang mempunyai mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi
atau tidak. Oleh karena itu perdarahan subdural perlu mendapatkan perhatian baik
didalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam penguasaan tindakan
menanggulanginya (Wagner dkk, 2015).
Contusio Hemorrhage adalah gangguan fungsi otak akibat adanya
kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak
mengganggu jaringan. Contusio serebri sangat sering terjadi di frontal dan lobus
temporal, hal ini dikarenakan kedua lobus tersebut paling rentan terhadap
akselerasi dan deselerasi. (Runner & Suddarth, 2002)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Perdarahan subdural adalah penimbunan darah di dalam
rongga subdural (diantara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena - vena jembatan yang terletak
antara
corteks
cerebri
dan
sinus
venous
tempat
vena
a. Klasifikasi
b. Patofisiologi
c. Gambaran Klinis
d. Pemeriksaan CT Scan
2.2 Perdarahan Subarachnoid
a. Definisi
yang
diserap
dengan pembuluh
meninggalkan
darah sehingga
jaringan
yang
kaya
timbulnya
2.1.2
Klasifikasi
A. Perdarahan Akut
Gejala yang timbul segera kurang dari 72 jam setelah
trauma. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat
yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien
yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya.
Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar
luas. Pada gambaran CT-scan, didapatkan lesi hiperdens (Jager
R dkk, 2007).
C. Perdarahan Kronik
Biasanya terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa
lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam
waktu berminggu - minggu ataupun bulan setelah trauma yang
ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur saja
bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga
mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah.
Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena
perdarahan ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara
perlahan - lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan
herniasi (Jager R dkk, 2007).
baru
yang
menyebabkan
menggembungnya
2.1.3
Patofisiologi
Pada umumnya penyebab perdarahan subdural akut adalah
cedera kepala , kadang kadang ditemukan perdarahan subdural
akut tanpa adanya trauma seperti pada penderita penderita yang
2.1.4
Gambaran Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor yaitu beratnya
cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan
pertambahan volume PSD. Pada penderita penderita dengan
benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada
waktu terjadinya trauma. PSD dan lesi massa intrakranial lainnya
yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan
kesadaran setelah kejadian trauma (Mayor, 2006).
Gejala gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan
tekanan oleh massa perdarahan. Pupil yang anisokor dan defisit
motorik adalah gejala gejala klinik yang paling sering ditemukan.
Lesi paska trauma baik perdarahan atau lesi parenkim otak biasanya
terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral
terhadap defisit motorik. Tetapi gambaran pupil dan motorik tidak
2.1.5
Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-scan adalah modalitas pilihan utama bila
disangka terdapat suatu lesi paska trauma, karena prosesnya cepat,
mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan
sifat dan keberadaan lesi intraaksial dan ekstraaksial (Jones dkk,
2016).
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan Kepala (non
kontras) tampak sebagai suatu massa hiperden (putih) ekstraaksial
berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table)
tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di
daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah
bagian atas tentorium cerebelli (Jones dkk, 2016).
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur
dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan
menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis tengah (midline
shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar
volumenya. Bila tidak ada midline shift harus dicurigai adanya massa
kontralateral dan bila midline shift hebat harus dicurigai adanya
edema serebral yang mendasarinya (Gerson dkk, 2016).
10
11
dalam
membedakannya
dengan
epidural
12
Perdarahan Subarachnoid
2.2.1 Definisi
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan tiba - tiba ke
dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subarachnoid).
Perdarahan subarachnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa
yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini
13
adalah satu - satunya jenis stroke yang lebih umum diantara wanita
(Gruenthal, 2009).
2.2.2
Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges.
Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan
dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater
(Gruenthal, 2009).
14
Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa
yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar
(periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu,
kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus
terletak di antara lapisan - lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan
dalam membentuk sekat di antara bagian - bagian otak (Tate, 2004).
Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam
dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu
spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang
15
menjadi
liquor
cerebrospinalis,
cavum
subarachnoidalis
dan
Piamater
16
- ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu (Tate, 2004).
2.2.3
Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan
dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada
otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan
aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar
kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan
dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah
dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara
umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri,
gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh
darah pada sumsum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis
tumor (Gruenthal, 2009).
2.2.4
Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena
tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan
perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk
arteri intrakranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis
bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu
pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak
didukung dalam ruang subarachnoid (Gruenthal, 2009).
2.2.5
Gambaran Klinis
17
sedikit,
biasanya
sebelum
pecahnya
besar
(yang
Sakit kapala, yang bisa tiba - tiba tidak seperti biasanya dan
25%
orang
mengalami
gejala-gejala
yang
sering terjadi).
Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam
hitungan menit atau jam. Demam adalah hal yang biasa selama 5
2.2.6
18
Subarachnoid
menunjukkan
peningkatan
density
19
Gambar 2.7. CT-scan kepala normal dan CT-scan kepala dengan SAH
(Jager R dkk, 2007).
20
21
22
2.3
Contusio Hemorrhage
2.3.1 Definisi
Contusio Cerebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak
akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang
secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contusio sendiri
biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah
motorik atau sensorik otak, secara klinis didapatkan penderita pernah
atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan
adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Pada
pemerikasaan CT-Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak,
sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi
robekan membran piaarachnoid pada daerah yang mengalami
kontusio serebri yang gambaran pada CT-Scan disebut Pulp brain.
23
serebri
meningkat
sejalan
dengan
meningkatnya
Etiologi
2.3.3
Kecelakaan
Jatuh
Trauma akibat persalinan.
Patofisiologi
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan
yang kasat mata, meskipun neuron - neuron mengalami kerusakan
atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah
adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.
Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu,
otak
membentang
batang
otak
terlalu
kuat,
sehingga
24
25
timbul.
Gambaran Klinis
Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur
kembali, maka tingkat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi
akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami
kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese.
Gejala lain yang sering muncul :
Gangguan kesadaran lebih lama.
Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh,
konvulsi.
Gejala TIK meningkat.
Amnesia retrograd lebih nyata.
Pasien tidak sadarkan diri.
26
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk
melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka
pendek.
BAB III
LAPORAN KASUS
27
: GCS E1M1V1
: Tampak sakit berat
: 130/90 mmHg
: 104 x/menit regular
: 20 x/menit
o
: 36,7 C
28
29
30
31
32
33
occipital kiri.
Tampak lesi hiperdens multiple di lobus frontalis kanan-kiri dan lobus
temporalis kiri.
Ventrikel lateralis kiri tampak kompresi.
Tampak deviasi garis tengah ke kanan >5mm.
Batang otak dan cerebelum tak jelas kelainan.
Tampak discontinuitas os. Occipital kanan.
Pada potongan SPN : tampak penebalan mukosa sinus etmoid kanan-
kiri.
Tak tampak discontinuitas os. Nasal ataupun os. Maksillaris.
3.6 Kesan
Perdarahan
subdural
di
regio
fronto-temporoparieto-occipital
frontoparietal kiri.
Contusio hemorrhage lobus frontalis kanan kiri dan lobus temporalis
kiri.
34
Perdarahan subarachnoid.
3.7 Diagnosis
Perdarahan
subdural,
contusio
hemorrhage
dan
perdarahan
subarachnoid.
BAB IV
PEMBAHASAN
Di dalam kasus ini didapatkan pasien dengan kondisi tidak sadarkan diri
yang sebelumnya mengalami KLL. Setelah dilakukan alloanamnesa kepada sang
pengantar, dan dilakukan primary survey, pemeriksaan fisik, dan untuk
mengetahui penanganan lebih lanjut perlu diketahui penyebabnya, maka pasien
perlu menjalani pemeriksaan CT-scan kepala terlebih dahulu.
Dari hasil pemeriksaan CT-scan didapatkan gambaran lesi hiperdens
intrasulci, intracysterna dan perifalks yang menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid. Didapatkan pula gambaran lesi hiperdens bentuk cresent di regio
fronto-temporoparieto-occipital kiri yang menunjukkan perdarahan subdural akut
di regio fronto-temporoparieto-occipital kiri. Gambaran lesi hiperdens multiple di
lobus frontalis kanan-kiri dan lobus temporalis kiri juga menunjukkan adanya
contusio haemorrhage. Tampak tanda - tanda peningkatan tekanan intrakranial
yang berupa midline shifting, penyempitan ventrikel, sulci, fissura, cysterna.
Tampak penebalan mukosa sinus etmoid kanan-kiri pada potongan SPN yang
35
BAB V
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, A., 2010, Bilateral Biconvex Frontal Chronic Subdural Perdarahan
Sidharta, P. Dan Mardjono M. 2006. Neuorologi klinis dasar. Jakarta: Dian rakyat.
Rasad, Kartoleksono, Ekayuda. 2005. RadiologiDiagnostik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI.
Tate SS. 2004. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology. 6th
edition.United State of America: The Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Wagner, Coombs, dan Naul. 2015. Imaging in Subdural Hematoma. eMedicine. 8
Oktober 2015. Medscape. Diakses tanggal 28 November 2016.
(http://emedicine.medscape.com/article/344482-overview#a2).