Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORAGIK FEVER

A. PENGERTIAN
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictus dan Aedes aegypti).(ngastiyah,2005 : 368 )
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.(Suriadi,Rita Yuliani,2006 : 57 )
Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue
haemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia,

ruam,

limfadenopati,

trombositopenia

dan

diatesis

haemoragic.

(Suhendro,dkk,2007 : 1709)
Demam berdarah dengue ( dengue haemoragic fever, selanjutnya disingkat
DHF ),ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
(Hendarwanto :417)
B. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti
yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan
ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi.
Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus aedes ( stegomyia ) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )

C. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF )
atau demam berdarah dengue. Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu
permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba tiba,
tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 50 % penderita
demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam
suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
D. Manifestasi Klinis
Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 7 hari
Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis,
gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
Uji torniquet positif
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu
titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di
nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus
DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20
petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase
syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan
terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
Pembesaran hati (hepatomegali)
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 98 % pada anak anak
di thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.
Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang

menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang
lembab, dingin, dan gelisah.
Temuan laboratorium
- Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
- Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau
lebih.
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen
dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya
kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang
anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah
hematokrit yang tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis
terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005 : 19 )
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar
getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh
darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein
yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plasma,terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan
renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan
demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat,

volume

plasma

dapat

menurun

sampai

lebih

dari

30%.

Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukannya


cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada
autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui
infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi
trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem
koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang
terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada DHF /
DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan
perdebatan.
Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan
terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga
perannya akan menonjol.( Hendarwanto : 420 )

F. PATHWAY
Virus dengue
Reaksi antigenantibody
Permeabilitas
dinding pembuluh
darah
Kebocoran
plasma
hematokrit
hemokonsentra
si

Infeksi virus
dengue (viremia)
Vasodilatasis
pembuluh darah
otak
Sakit kepala

trombositopen
ia
Resiko
perdarahan

Darah berpindah
ke
ekstravaskuler

Mengeluarkan
zat mediator
Merangsang
hipotalamus
anterior
Suhu tubuh

mual

Merangsang
sarag simpatis

Nafsu
makan
Intake
inadekuat

Duteruskan
ke ujung
Nyeri
otot
saraf bebas

hipertermia

Kekurangan
volume cairan

Nyeri

Ketidakseimbanga
n nutrisi

G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang

positif

merupakan

pemeriksaan

penting.

Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX,
dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat,
sedangkan reserve alkali merendah.
2. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Sumsum Tulang

Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke
5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah
kembali normal untuk semua sistem.
4. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar,
yaitu :
a. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut
dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi
antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan
komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
b. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya
atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji
dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas
antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue
dari kelas IgM.

H. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ).
Penatalaksanaan pada DHF ialah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter
dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan
garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya
dari golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.

4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.


Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu
1. Keadaan umum memburuk
2. Hati semakin membesar
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala Dalam hal ini
ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam
terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ;
serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam pada hari hari pertama pengamatan,
selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan
volume cairan intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena.
Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat
renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan
perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila
renjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg
BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan
diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma
atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan
jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan
asidosis yang harus dikoreksi dengan Na bikarbonas. Pada umumnya
untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan
12 48 jam setelah renjatan teratasi.
1) Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan
melena )
2) Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan
penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan
kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan yang lama ( prolonget
shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan.

Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin


perlu diberikan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
Panas
Lemah
Nyeri ulu hati
Mual dan tidak nafsu makan
Sakit menelan
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
2. Data Obyektif
Suhu tinggi selama 2 - 7 hari
terasa panas
Wajah tampak merah , dapat disertai tanda kesakitan
Nadi cepat
Selaput mukosa mulut kering
Ruam dikulit lengan dan kaki
Epistaksis
Nyeri tekan pada epigastrik
Hematomesis
Melena
Gusi berdarah
Hipotensi
3. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, pegal-pegal pada seluruh tubuh
Tanda : takikardia dan lemah
4. Sirkulasi
Tanda : takikardia dan lemah, sianosis perifer, ekstremitas dingin, hipotensi,
hiperemi pada tenggorokan, ptekie, uji tourniquet positif, epistaksis, ekimosis dan
hematoma.
5. Eliminasi
Gejala : Konstipasi
Tanda : Melena
6. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual, haus dan sakit saat menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, lidah kotor (kadang), perdarahan gusi, hematemesis.
7. Nyeri / ketidaknnyamanan
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri pada otot dan sendi, sakit kepala.
Tanda : nyeri tekan pada epigastrik.
8. Kemanan
Gejala : demam
Tanda : suhu tubuh tinggi, wajah kemerahan (flushing), menggigil

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah, dan demam.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan
tubuh terpenuhi
Kriteria Hasil : kebutuhan cairan pasien terpenuhi
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Observasi tanda tanda vital setiap 2 3 jam
3. Perhatikan tanda tanda syok
4. Berikan cairan intravena dan pertahankan tetesan sesuai dengan ketentuan
5. Anjurkan anak untuk banyak minum
6. Kaji perubahan produksi urine ( produksi urine < 25 ml / jam atau 600 ml /
2.

hari )
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi pasien
terpenuhi
Kriteria hasil : tidak adanya tanda tanda kekurangan nutrisi, nafsu makan membaik
Intervensi
1. Monitor adanya perubahan berat badan, muntah, mual
2. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangkan dalam

keadaan hangat
3. Berikan porsi makanan sedikit tapi sering hingga terpenuhi jumlah asupannya
4. Berikan alternatif nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh
kembali normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, pasien tidak demam
Intervensi :
1. Monitor tanda tanda vital pasien
2. Berikan kompres hangat
3. Gunakan pakaian yang tipis untuk membantu penguapan
4. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik sesuai dengan
ketentuan
4. nyeri berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa nyeri
berkurang

Kriteria

hasil

rasa

nyaman

terpenuhi,

nyeri

berkurang

atau

hilang

Intervensi :
1. Kajilah tingkat nyeri yang dialami pasien ( PQRST )
2. Berikan posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang
3. Berikan suasana yang gembira pada pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri ( libatkan keluarga )
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat obatan analgetik
5.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi
perdarahan
Kriteria hasil : tekanan darah 120/80 mmHg
Tromobosit 150.000 400.000
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit disertai gejala klinis
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila tanda perdarahan lebih lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta


Suriadi & Rita Yuliani, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2.
Jakarta : Penebar swadaya
Suhendro, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid : 3. Ed : 4.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Hendrayanto. Ilmu Penyakait Dalam. Jilid 1. Jakarta : FKUIM

LAPORAN PEDAHULUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh
Nur Rochmah Kusuma Wardani
Program Studi Profesi Ners

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

Anda mungkin juga menyukai