Laporan Kasus DBD Nanna
Laporan Kasus DBD Nanna
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui
pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue
memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti
syok yang dapat berakibat fatal.1,2 Indonesia merupakan salah satu negara endemis
DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-negara
lain di Asia Tenggara.3 Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam
stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang
mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat
DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case
fatality rate sebesar 1,01% (2007).4
Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh
faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara
hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus
DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan
pengendalian vektor nyamuk.5-8
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi
ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.
Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini
tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD
belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan
penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.4-6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Dengue
2.1.1. Virus Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak
memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi
klinis yang berat.1,2,5,8
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur
kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat
ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2,8
2.1.2. Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien
akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi
virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya
menyebabkan
mengaktivasi
peningkatan
sistem komplemen.
permeabilitas
Pelepasan C3a
dinding
pembuluh
dan C5a
darah
dan
hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi
mediator
vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu
tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.
Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis.2,5,10 Warning signs meliputi:5
mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang. 2,5,10
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.2
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.2,5
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan
peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
1,2,5
(3)
Warning
signs,
(4)
Diare,
(5)
Perubahan
status
kadar
hematokrit
(>20%)
yang
menggambarkan
hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit
secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan
perdarahan.1,2
pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke
5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan
kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal
di bawah ini terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan
perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
menurut
WHO
2009,
berdasarkan
riwayat
penyakit,
menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta
apakah pasien memerlukan rawat.5
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien
tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam
lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau
trombositopenia uji torniquet positif.
2.2.6. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus
dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur
intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan
membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi
untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam
jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya
adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
10
Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase
kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
11
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%
atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk
pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan
volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-
48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin
output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C5
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk
menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid
pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.
Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat
dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).
Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi
12
13
14
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan
makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak
15
STATUS PENDERITA
I.Anamnesis
Identitas
Nama Lengkap
: Nn. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 23 thn
Suku Bangsa
: Bugis
Aga ma
: islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
Tanggal masuk
: 28 oktober 2013
Pukul
: 05.05 WITA
Riwayat Penyakit
Keluhan utama
: Demam
Anamnesis terpimpin :
Keluhan dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pada
saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat selama dua hari.
Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI diberi tahu
trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih demam.
Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).
Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering
mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi
berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,
lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah
16
yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan
tulang.
Riwayat keluar kota (+), OSI satu tahun terakhir menetap di Bandung karena
kuliah.
BAK : Lancar, kuning.
BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna kuning, padat.
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)
Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung
Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan trombosit :
142.000.
Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak ada
Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 oktober 2013)
Status Present
- Keadaan umum
- Kesadaran
: Compos mentis
17
: 80 x/menit
- Respirasi
: 20 x/menit
- Suhu
: 36,80 C
STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk
: Normal, simetris
- Rambut
- Muka
: Bulat, simetris
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: ke segala arah
Tekanan bola mata
: dalam batas normal
Kelopak Mata
: edema palpebra (-)
Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterus (-)
Kornea
: jernih
Pupil
: bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+
Telinga
Pendengaran
: dalam batas normal
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
: (-)
Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
Mulut
Bibir
: pucat (-), kering (-)
Lidah
: kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-),
Gigi geligi
: caries (-)
Gusi
:perdarahan gusi (-)
LEHER
- Trakhea : Di tengah
- KGB
- JVP
: R-1 cm H2O
18
THORAKS
- Bentuk
: Normal, simetris
- Retraksi suprasternal
: (-)
- Retraksi interkostal
JANTUNG
: (-)
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
PARU
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
: Sonor
: Datar, simetris
- Palpasi
- Perkusi
: Timpani
- Kelamin
: Edema vulva (-)
EKSTREMITAS
- Superior
- Inferior
19
Jenis Pemerikaan
Hasil (28/10/2013)
Nilai Rujukan
WBC
1.54x103/uL
4 - 10 x 103/uL
RBC
5.01x106/uL
46 x 106/uL
HGB
14,4 g/dL
12 - 18 g/dL
HCT
39.4%
37 48%
PLT
52x 103/uL
150-400x103/uL
KIMIA
SGOT
77 U/L
<38 U/L
DARAH
SGPT
32 U/L
<41 U/L
FUNGSI
Ureum
14 mg/dL
10-50 mg/dL
GINJAL
Creatinin
0.6 mg/dL
L(<1.3), P(<1.1)
NS 1
Positif
IgM
IgG
Negatif
Negatif
DARAH
RUTIN
IV.
ASSESMENT :
DHF Grade II
V. PLANNING
Pengobatan :
Banyak minum 2- 3 liter / hari.
IVFD NaCl 0,9% (challenge fluid 100cc), lanjut 40 tts / menit.
Paracetamol 500 mg 3 x 1.
Domperidon 3 x 1.
Rencana :
Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan
Periksa DDR, ADT.
Foto thorax
PROGNOSA
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
20
TANGGAL
29/10/2013
PERJALANAN PENYAKIT
S:
Demam (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (+), sesak (-), nyeri dada (-), mual (-), nyeri ulu hati (+).
INSTRUKSI DOKTER
P:
Banyak minum 2-3 liter
IVFD NaCl 0,9 %
Paracetamol 500 mg 3x1
Domperidone 3x1
Haid hari ke 2
BAK : lancar, kuning
BAB : belum 2hari ini.
O:
SS/GC/CM
TD : 90/60 mmhg
P : 80 x/menit
N : 20 x/menit
S
: 36,6C
Hasil Lab :
21
S:
Demam (-) bebas demam hari ke 2, riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-), pusing (-). Batuk (+), dahak (-) -
P:
Banyak minum 2-3 liter
IVFD NaCl 0,9 %
Paracetamol 500 mg 3x1
Domperidone 3x1
Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV
: 36,5C
Anemis
-/-,
ikterus
-/-,
konjungtivitis (+)
22
Hasil RT :
Sfingter
mencekik,
mukosa
licin,
S:
Demam (-) bebas demam hari ke 3, riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-) -
P:
Banyak minum 2-3 liter
IVFD NaCl 0,9 %
Paracetamol 500 mg 3x1
Domperidone 3x1
Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ IV
23
: 36,5C
Hasil Lab :
WBC : 4.2 x 103/uL
RBC : 4.22 x 106/uL
HCT : 34.9 %
HGB : 11,9 g/dL
PLT : 54000
A :DHF grade II
01/11/2013
S:
P:
- Banyak minum 2-3 liter
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-), -
: 36,5 C
Hasil Lab :
WBC : 4.3 x 103/uL
25
S:
P:
- Banyak minum 2-3 liter
Demam (-) bebas demam hari ke 5, - Aff infus
- Paracetamol 500 mg 3x1(jika
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
demam)
(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-) - Ranitidin tab 3x1
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 6
OSI kuat makan dan minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O:
SS/GC/CM
TD : 110/70 mmhg
P : 80 x/menit
N : 20 x/menit
S
: 36,5 C
26
A :DHF grade II
VI. RESUME
Seorang perempuan berumur 23 tahun masuk rumah sakit dengan demam.
Demam dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, saat ini hari ke 5.
Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun
panas. Pada saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat
selama dua hari. Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI
diberi tahu trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih
demam.
Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).
Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering
mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi
berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,
lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah
yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan
tulang. BAK : Lancar, kuning. BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna
kuning, padat.
Riwayat Demam Berdarah Dengue (-) Riwayat pengobatan (+), dengan
Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung Riwayat opname selama 2 hari
yang lalu di RS Bandung dengan trombosit : 142.000.Riwayat penyakit terdahulu
27
tidak ada. Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak
ada, Riwayat penyakit darah (-), riwayat hepatitis (-), Riwayat transfusi (-).
Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran Compos mentis, tekanan darah
respirasi 20x/menit, suhu
36,8C. Ekstremitas
pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.
Pada
pemeriksaan
penunjang
diperoleh
hasil
Laboratorium
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 4 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika
minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas
seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat
gusi berdarah pada saat gosok gigi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah
90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu
36,8C.
Ekstremitas
akral hangat, uji tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan
betis.
Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka
DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,
adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,
dan/atau trombositopenia uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebut
sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.
Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet
pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat
gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil
positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif
bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan
bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat
diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5
menit.
29
Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO
1997, antara lain:
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada harihari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini
mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat
penurun panas. Selanjutnya pasien sudah tidak demam lagi (demam
bersifat bifasik).
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji
Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan yaitu peteki
pada kedua paha dan betis. Serta riwayat perdarahan gusi saat gosok gigi.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat
trombositopenia dari pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000,
ketiga 27.000, keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000. Keadaan
trombositopenia pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit
oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat
tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,
tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
laboratorium. Penilaian kebocoran plasma juga dapat ditandai dengan
adanya leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.
Pada pasien ini terdapat leukopenia yang terjadi sebanding dengan derajat
leukopenia:
Tanggal
Trombosit
Leukosit
28 oktober 2013
52.000
1.540
29 oktober 2013
23.000
6.230
30 oktober 2013
27.000
7.000
31 oktober 2013
54.000
4.200
1 november 2013
124.000
4.300
Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini adalah
DBD derajat III, karena terdapat tanda kegagalan sirkulasi berupa nadi cepat dan
lemah serta hipotensi.
30
diagnosis
ditegakkan
maka
langkah
selanjutnya
adalah
menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini
masuk dalam kelompok-C dengan syok hipotensi. Tatalaksana untuk keadaan ini
bersifat emergensi dan urgensi untuk memudahkan akses intensif dan transfusi
darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik atau koloid secepatnya sangat
penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma.
31
Menurut protokol WHO 2009 untuk syok hipotensi, pada fase awal cairan
kristaloid atau koloid di-loading sebanyak 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 1530 menit. Bila renjatan teratasi, yang ditandai dengan tekanan darah sistolik 100
mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi <100 kali/menit
dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat, serta
diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 10
ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil, pemberian cairan diturunkan menjadi 5-7
ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu 3-5 ml/kg/hari selama 2-4 jam, dan kurangi lagi
menjadi 2-3 ml/kg/jam, dan selanjutnya bergantung pada status hemodinamik.
Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi, tanda-tanda vital dan Ht tetap stabil serta
diuresis cukup maka pemberian cairan per infus harus dihentikan.
Hal yang kurang sesuai dalam penatalaksanaan pasien ini sesuai protokol
WHO 2009 antara lain:
1. Tidak dilakukan pencatatan diuresis. Urin output perlu dicatat untuk
memantau respon klinis pasien terhadap terapi dan menentukan jumlah
cairan yang akan diberikan kepada pasien selanjutnya.
2. Saat renjatan teratasi, setiap pemberian cairan pada penurunan gradual
tidak diikuti dengan pemantauan tanda-tanda vital dan klinis pasien.
Sama seperti pencatatan diuresis, pemantauan tanda vital berguna
dalam menentukan rencana terapi selanjutnya.
3. Pada pasien diberikan maintenance cairan berupa IVFD RL 500 cc/6
jam dan Haemacell 500 cc/12 jam. Seharusnya pemberian cairan hanya
perlu RL 600 cc/6 jam, sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan
pasien. Perhitungan jumlah cairan rumatan pada pasien berdasarkan
perhitungan:
4 ml/kg/jam untuk 10 kg berat badan pertama
2 ml/kgBB/jam untuk 10 kg berat badan kedua
1 ml/kgBB/jam untuk 10 kg berat badan selanjutnya.
Pasien ini memiliki berat badan 60 kg, jadi kebutuhan cairan rumatan
adalah 40 ml + 20 ml + 40 ml = 100 ml/jam. 6 jam = 600 cc.
WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada
terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah. RL memiliki kadar natrium rendah
32
(131 mmol/L) dan klorida rendah (115 mmol/L) serta osmolaritas 273
mOsm/L sehingga tidak bisa digunakan pada pasien dengan
hiponatremia berat. RL juga sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan penyakit hati dan sedang dalam terapi metformin karena
mengganggu metabolisme laktat. Pasien ini memiliki kadar Na sedikit
rendah (133 mmol/L), nilai SGOT/SGPT dalam batas normal, dan
tidak mengkonsumsi metformin sehingga RL cukup aman diberikan.
4. Pemberian rumatan pada pasien ini dilakukan selama 72 jam.
Seharusnya rumatan dipertahankan cukup selama 24-48 jam saja untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung kongestif akibat
overload cairan.
Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik
yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam, domperidon 3 x 10 mg dan ranitidin
ampul 12 jam/ IV. Domperidon bersifat antiemetik yang disebabkan kombinasi
efek periferal (gastrokinetik) dan antagonis terhadap reseptor dopamin di
chemoreceptor trigger zonhatie. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan di beri
terapi ranitidin. Terapi ini sudah sesuai karena pasien mengalami mual yang
mengakibatkan turunnya nafsu makan.
Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keenam karena sudah bebas
demam selama 6 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu
makan membaik, status hemodinamik stabil, tidak ada gangguan pernapasan),
jumlah trombosit sejak hari kelima perawatan terus meningkat.
33
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari
pola
bifasik,
terdapat
mainfestasi
perdarahan
(uji
Rumple
Leed
+),
DAFTAR PUSTAKA
34
35