Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau
nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis
hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue
(Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok.13
3.2.Etiologi
DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia
dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat.13
3.3. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Reaksi tubuh merupakan
reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. 13
Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut: 13
1

Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya


anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu
keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5
menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan
terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar,
walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a
agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi

tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini
terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada
pasien DHF.
2

Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.


Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan
agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat
meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang
koagulasi intravaskular.

Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan
intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin
yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin
degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan
dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

Diagram 1. Patogenesis DBD

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan
ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang
dasarnya sebagai berikut:13
1

Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak
sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit
mononukleus.

Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah
terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang
terinfeksi.

Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular


coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit
mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang
mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding
pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

2.4.Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di
tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan
oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. 14
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD
dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin,
histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai
dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. 14
Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik

yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian. 14
Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi
agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh
aktivitasi sistem koagulasi.
DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF
pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit
memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga
perannya akan menonjol.

Gambar 3. Patofisiologi DBD

Diagram 2. Infeksi Virus Dengue


2.5. Manifestasi Klinik
Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik
(silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam
berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).15

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Spektrum
Manifestasi Klinis
Klinis

DD

Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut:
nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan
leukopenia.
Dapat disertai trombositopenia.
Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

DBD

Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri
retroorbita, mialgia dan nyeri perut.
Uji torniquet positif.
Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hematuri.
Hepatomegali.
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga
peritoneal.
Trombositopenia.
Hemokonsentrasi.
Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat
berkembang menjadi syok
Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).
Gejala syok :
Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

SSD

Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.


Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.
Akral dingin, capillary refill turun.
Diuresis turun, hingga anuria.

Keterangan:

Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan GIT lebih
dominan pada DBD.

Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia dan
syok.

Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium meliputi :15
1

Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan
immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan
manusia.

Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk


Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala
nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

Pemeriksaan Serologi

Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)

Uji Netralisasi (Neutralization Test)

Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)

Uji IgG Elisa indirek

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat
dideteksi yaitu :15
1

Dilatasi pembuluh darah paru

Efusi pleura

Kardiomegali dan efusi perikard

Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati

Caran dalam rongga peritoneum

Penebalan dinding vesika felea

2.7 Klasifikasi DBD


WHO 1997 membagi Demam Berdarah Dengue menjadi empat derajat yaitu:15
1. Derajat I (ringan).
Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan
dengan uji truniquet positif
2.

Derajat II (sedang).
Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan
kulit dan perdarahan lain.

3. Derajat III (berat).


Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi
gelisah.
4. Derajat IV (berat).
Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.8. Diagnosis
Kriteria klinis :15
1

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

Hepatomegali

Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah
dan akral dingin.
Kriteria laboratoris :

Trombositopenia ( 100.000/l)

Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnogsis kerja DBD.

2.9. Pengobatan DBD


Pengobatan DBD : 16,17
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
1.

Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat
tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

2. Demam Berdarah Dengue


Penatalaksanaan DBD dibagi menjadi 4 bagian yaitu tersangka infeksi dengue, DBD derajat I
atau II tanpa peningkatan hematokrit, DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit >20% dan
DBD derajat III dan IV.

a. Tersangka DBD

Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak terusmenurus < 7 haru tidak disertai
inkfesi saluran nafas bagian atas,
badan lemah dan lesu

Tidak ada kedaruratan


Periksa uji
Torniquet

Ada kedauratan
Tanda syok
Muntah terus-menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam

Uji Tourniquet (-)

Uji Tourniquet (+)

Jumlah trombosit

Jumlah trombosit

< 100.000/l

> 100.000/l

Rawat inap
(lihat Badan 3)

Rawat Jalan :
Minum banyak 1,5-2 liter/hari
Kontrol tiap hari sampai
demam turun
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali

Rawat jalan
parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang

Nilai tanda klinis,


periksa trombosit & Ht
bila demam menetap
setelah hari sakit ke-3

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok,
yaitu gelisah, lemah, kaki/
tangan dingin, sakit perut,
berak hitam, bak kurang
Lab : Hb & Ht naik,
Trombosit turun
Segera bawa ke rumah sakit

Diagram 3. Alur Tatalaksana Suspect DBD


b. DBD tanpa syok (derajat I dan II)

a.

Medikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

b.

Suportif
DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit
Gejala Klinis :
Demam 2-7 hari
Uji Tomiquet (+) atau perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopeni (ringan)

Pasien masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau
satu sendok makan tiap 5 menit.
Jenis minuman: air putih, teh manis,
sirup, juas buah, susu, oralit
Bila suhu > 38 0C beri parasetamol
Bila kejang beri obat antikonvulsif
sesuai berat badan

Monitor gejala klinis dan laboratorium


perhatian tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus-menerus

Pasang infus NaCl 0.9%


dekstrosa 5% (1:3), teteskan rumatan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun

Infus ganti ringer laktat (RL)


(tetesan disesuaikan, lihat
Bagan 4)
Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang (kriteria pulang)


- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/
- Tidak dijumpai distres pernapasqan (disebabkan oleh efusi pluera atau asidosis

Mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.
Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam
ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik. Cairan intravena diperlukan
apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi dapat

mempercepat terjadinya syok dan nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala.

Diagram 4. Tatalaksana DBD derajat 1 dan II tanpa peningkatan Hematokrit

DBD derajat II dengan peningkatan Ht > 20%


Cairan awal
RL/RA/NaCl 0.9% atau RLD5/
NaCl 0.9% + D5, 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan
Tidak ada perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tekanan stabil
Diuresis cukup
Ht turun
(2 kali pemeriksaan)

Gelisah
Distres pernapasan
Frekuensi nadi naik
Ht tetap tinggi/naik
diuresis kurang/tidak ada

Tanda vital memburuk Ht


meningkat
Tetesan dikurangi

Tetesan dinaikkan
Perbaikan

10 - 15 ml/kgBB/jam
Evaluasi 15 - 24 jam
Tanda vital tidak stabil

Distres pernapasan
Ht naik
Tek Nadi < 20 mmHg
Koloid
20-30 ml/kgBB

Ht turun

Transfusi darah segar


10 ml/kgBB

Perbaikan

Ket : RA : Ringer asetat

Indikasi Transfusi ada Anak :


- Syok yang belum teratasi
- Perdarahan masif

Diagram 5. Tatalaksana DBD derajat I dan II dengan peningkatan Hematokrit


c. DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
1.

Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgBB
secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan ringer
laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam, maksimal 1500ml/hari

2.

Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam dan selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila tanda vital
membaik.

3.

Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik

4.

Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.

5.

Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

6.

Indikasi pemberian darah:


a.

terdapat perdarahan secara klinis

b.

setelah mendapat cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB

c.

Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil

d.

Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminator (KID) pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan masif

e.

Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai plasma
segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam
Berdarah Dengue. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
2. Garna H, Hadinegoro SR, Sumarmo. Infeksi Virus Dengue. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
2002 hal 176-208
3. Indikator

Indonesia

Sehat

2010.

Kepmenkes

1020/2003

Suhendro,

Leonard

Nainggoland, Khie Chen, Herdiman T. Pohan. Demam Berdarah Dengue.


Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III: Tropik Infeksi. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hal 1709-1713

13.

Suhendro,dkk. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,Jakarta 2006 : 17091713


15.

Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention, &

Control. 2ndEdition. Geneva: World Health Organisation. 1997

16.Sumarmo S, Herry Garna dan Sri Rezeki S. Infeksi Virus Dengue. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis; edisi pertama. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.2002

Anda mungkin juga menyukai