BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories,
penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia
tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang
tinggi baik diseluruh dunia maupun di Indonesia.1 Preeklamsia didefinisikan
sebagai gangguan luas kerusakan endotel pembuluh darah dan vasospasme yang
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat juga dijumpai pada akhir 4-6
minggu post partum. Hal ini secara klinis didefinisikan adanya hipertensi dan
proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.2
Di seluruh dunia preeklamsi menyebabkan 50.000 76.000 kematian
maternal dan 900.000 kematian perianal setiap tahunnya. 3 Hal ini terjadi pada 35% dari kehamilan dan merupakan penyebab utama kematian ibu, terutama di
negara-negara berkembang.4 Angka kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa
rumah sakit di Indonesia yaitu diantaranya 5 9 % dan meningkat sebesar 40 %
selama beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia. Di Indonesia masih
merupakan penyebab kematian nomer dua tertinggi setelah perdarahan.5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.4
Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan
jelas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi
dan banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga
disebut sebagai disease of theory, namun tidak ada satupun yang dianggap mutlak
benar.6
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori
Manfaat Penulisan
a.
b.
Untuk menambah wawasan serta ilmu bagi penulis dan pembaca tentang
preeklampsia berat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1
Definisi
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
persalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
c.
koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
e.
proteinuria.
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai
proteinuria
dan
hipertensi
menghilang
setelah
bulan
Primigravida
Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
c.
d.
e.
f.
Obesitas
spiralis relatif
mengalami
vasokonstriksi,
dan
terjadi
kegagalan
disfungsi endotel
kadar
fibronektin, faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari
sel-sel endotel. Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat
dijumpai sebagai berikut:8
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam
dangkal dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
B.
oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain
akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi
oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti
oksidan.7
C.
memproduksi
prostaglandin,
yaitu
menurunnya
produksi
E.
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.7
G.
Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
dari
ceruloplasmin,
alpha1
antitripsin,
dan
haptoglobin,
maternal preeklampsia.8
2.2.
Preeklampsia
Pada
primigravida
frekuensi
preeklampsia
lebih
tinggi
bila
usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan
kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH.
2.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia
Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini:10
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Primigravida
Umur 40 tahun
Interval kehamilan 10 tahun
BMI saat kunjungan pertama 35 kg/m2
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
Kehamilan ganda
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah yang
2.2.4. Patofisiologi11
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui
secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal,
yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi
dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa
penyakit ini disebut the disease of theories.
10
11
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil.
1)
2)
volume
plasma
menurun
500
ml
pada
preeklampsia
12
lebih
vasokonstriksi
dan
banyak
renin
meningkatnya
uterus
yang
kepekaan
mengakibatkan
pembuluh
darah.
13
14
Hipertensi
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan
dalam keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut
hipertensi bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan
darah diastolik 90 mmHg.
2)
Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam.
Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin
melebihi 300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick
reagents test, tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya
sel-sel pus. Untuk menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria
dilakukan pada urin tengah (midstream) atau urine 24 jam.Deteksi
proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi dalam
15
Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena
edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak
meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.Edema yang dijumpai
pada tangan dan muka selain pagi hari merupakan tanda patologis.
Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan
yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya
preeklampsia. Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema
paru terutama pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia
berat tidak dijumpai edema.
4)
Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam.
Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada
preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera
mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena
sebab prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia
tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal dapat menyebabkan oliguria.
Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang jarang pada
preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena
nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan
jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi
sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio
plasenta.
16
5)
Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang
merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan serebral pada
preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain antara lain, sakit kepala,
pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental,
parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah
sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.
6)
Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari
toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam
urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal.
Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan
luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian
perinatal.
7)
Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.
Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya
adalah spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi
penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.8
2.2.6
Preeklampsia Ringan
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.
Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria:
a) Hipertensi: Sistolik/diastolik 140/90mmHg.
b) Proteinuria: 300mg/24 jam atau 1+ dipstik.
17
Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih
5g/24 jam.
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:
a) Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg.
HELLP
(Hemolysis,
Elevated
Trombositopenia)
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
-
Liver
Enzyme,
18
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejalagejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigatrium, dan kenaikan progresif tekanan darah
2.2.7
Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-
eklamsia adalah:
1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital
pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat
4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya :
1. Pre-eklamsia Ringan
Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai
umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
Dianjurkan ibu hamil banyak beristirahat (berbaring/tidur miring ke kiri),
tetapi tidak harus mutlak tirah baring.
Pada kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal
ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli
dan
meningkatkan
diuresis.
Diuresis
dengan
sendirinya
akan
19
Rawat Inap
Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit yaitu:
a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama
2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
c. Kenaikan berat badan ibu 1 kg perminggu selama 2 kali
berturut-turut
-
diizinkan pulang
Perawatan dirumah sakit:
1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
a) Nyeri kepala
b) Penglihatan kabur
c) Nyeri perut kuadran kanan atas
d) Nyeri epigastrium
2) Kenaikan berat badan dengan cepat
3) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti
setiap harinya
4) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi
setiap 2 hari.
20
(USG)
khususnya
pemeriksaaan:
- Ukuran biometrik janin
- Volume air ketuban
7) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan
apabila 3 hari bebas gejalagejala preeklampsi berat
Perawatan Obstetrik
a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai 37
minggu),
bila
tekanan
darah
mencapai
normotensif,
21
22
4-7 mEq/liter
4,8-8,4 mEq/dl
10 mEq/liter
12 mg/dl
Terhentinya pernapasan
15 mEq/liter
18 mg/dl
Terhentinya jantung
> 30 mEq/liter
> 36 mg/dl
23
Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah
terjadi stabilisasi hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam
pascapersalinan. Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a.
Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan
medisinal terjadi kenaikan TD yang persisten, atau
2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada
perbaikan gejala-gejala.
- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai
gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium,
b.
Manajemen persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang
selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih
lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau
ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau
cunam. Sikap dasar adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam
4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian
24
obat anti kejang terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat
anti hipertensi terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang
sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan,
tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi.
Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat
dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan
bila nilai skor pelvik 5. Bila perlu, dilakukan pematangan cervix
dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest. Pada skor
pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria
lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Seksio sesaria
dilakukan bila : (1) induksi persalinan gagal (6jam setelah diinduksi
penyimpangan partograf.
Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan
pervaginam atau usia kehamilan < 34 minggu.
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat
terjadi pada ibu maupun janin/anak.8,12
Maternal
a)
Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular.
Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat
yang menyertai.
b)
Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran
25
darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c)
HELLP Syndrome
d)
Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e)
Edema paru
f)
Ablasio retina
g)
Solusio plasenta
h)
Koma
i)
Trombosis vena
Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara
bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur
gestasi.
Fetal
a)
b)
c)
d)
e)
Persalinan prematur
Perdarahan serebral
Pneumorhorax
Serebral Palsy
2.2.9. Prognosis
Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan
pada eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal
pada preeklampsia berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama
kematian perinatal. Angka kejadian prematuritas pada preeklampsia paling sedikit
2x kehamilan normal. Angka kematian bayi prematur lebih kurang 22%. Kejang
merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu. Kriteria yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain:8
1. Kejang 10x atau lebih
26
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.3.
kumpulan
gejala
multisistem
dengan
karakteristik
anemia
hemilitik,
Didahului tadna dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus)
27
28
29
BAB 3
LAPORAN KASUS
STATUS IBU HAMIL
Anamnesa Pribadi
Nama
: Ny. S
Umur
: 36 tahun
Suku
: Jawa
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SLTA
Status
: Menikah
Tanggal masuk
: 1 Februari 2016
Jam masuk
: 10.00 WIB
Anamnesa Penyakit
Ny. S, 36 tahun, G3P2A0, Jawa, Islam, SMP, IRT, i/d Tn. H, 40 tahun, Jawa, Islam,
wiraswasta, merupakan pasien rujukan dari RS luar dengan diagnosa PEB
Keluhan utama
Telaah
: tidak jelas
30
RIWAYAT HAID
-
HPHT : ?/7/2015
TTP : ?/4/2016
ANC : Bidan 2 X
RIWAYAT PERSALINAN
1. Lk, 2500 g, aterm, PSP, bidan, , klinik, 9 tahun, sehat
2. Pr, 3200 g, aterm, PSP, bidan, klinik, 6 tahun, sehat
3. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens
: compos mentis
Anemis
:-
TD
: 170/110 mmHg
Ikterik
:-
HR
: 80x/i
Sianosis
:-
RR
: 20x/i
Dyspnoe
:-
: 36,5 0C
Oedema
:-
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen
: Membesar asimetris
TFU
Teregang
: Kiri
Terbawah
: Kepala
Gerak
:+
His
:-
DJJ
31
USG TAS :
-
LABORATORIUM
1 Februari 2016 pukul 10:47
Pemeriksaan
Darah rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
SGOT
SGPT
Alkaline Prospatase
Total Bilirubin
Direct Bilirubin
Albumin
LDH
Hasil
Nilai Normal
18780
4,29
9,2
29,5
81000
68,00
39,0
198,0
0,73
0,25
2,9
1366
4000-1000/L
4-5 x 106/L
12-14 gr/dL
36-42 %
150000-440000/L
0,00-40 U/L
0,00-40 U/L
30,0- 142,0 U/L
0,00-1,20 mg/dl
0.05-0.30 mg/dL
3,6-5,0 g/dL
240-480 U/I
32
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Glukosa ad random
Natrium
Kalium
Chlorida
HbsAg Kualitatif
HIV Kualitatif
Urin rutin
Protein
32
0,89
11,9
103
136,00
3
114,00
Negatif
Negatif
10-50 mg/dL
0,6-1,2 mg/dL
3,5-7,0 mg/dL
< 140 mg/dL
136 155 mmol/L
3,5 5,5 mmol/L
95 103 mmol/L
Negatif
Negatif
+++
Negatif
DIAGNOSA SEMENTARA
Preeklampsia berat + Sindroma HELLP + MG + KDR (30-32) minggu + PK +
AH
TERAPI
-
RENCANA
-
Bed Rest
Observasi 2 jam, jika gejala impending menetap, dilakukan SC cito,
namun jika menghilang, maka rawat ekspektatif
33
Tindakan
Uraian Pembedahan
-
Ibu dibaringkan diatas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
Dilakukan tindakan aseptik dan antisepsis, seluruh tubuh di tutup doek steril
perdarahan.
Reperitonealisasi. Kontrol perdarahan.
Dilakukan sterilisasi pomeroy
Lapisan abdomen dijahit lapis demi lapis dengan kontrol perdarahan
Operasi selesai
Kondisi umum ibu post SC stabil.
TERAPI
-
34
RENCANA
-
PEMANTAUAN POST SC
Jam ( WIB )
Nadi permenit
TD ( mmHg )
Pernafasan
19.00
97
160/100
22
19.15
92
160/100
20
19.30
96
160/100
22
20.00
96
160/90
22
20.30
96
160/90
22
permenit
Perdarahan
5cc
5cc
5cc
5cc
5cc
Kontraksi
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
35
FOLLOW UP PASIEN
1 Februari 2016
Hasil Laboratorium 2 jam Post SC
Hb
Leukocyte
Hematocrit
Trombocyte
SGOT/SGPT
ALP
Billirubin Total
Direct bilirubin
Albumin
LDH
Ur
Cr
Uric Acid
Glukosa adr
Na
K
Cl
: 5,9 gr/dl
: 22.020/mm3
: 19,2 %
: 82.000/mm3
: 87 / 46 U/L
: 151 U/L
: 0,65 mg/dl
: 0,29 mg/dl
: 2,6 g/dl
: 1348 U/L
: 48 mg/dl
: 1,14 mg/dl
: 11 mg/dl
: 153 mg/dl
: 128 mmol/L
: 3,7 mmol/L
: 118 mmol/L
N: 12-14
gr/dl
N: 4000-11000 /uL
N: 36,0-42,0
%
N: 150.000-440.000 /uL
N: 0.00-40.00 U/L
N: 30-142 U/L
N: 0-1,2 mg/dl
N: 0,05-0,30 mg/dl
N: 3,6-5 g/dl
N: 240-480 U/L
N: 10-50 mg/dl
N: 0,60-1,20 mg/dl
N: 3,50-7-00 mg/dl
N: < 140 mg/dl
N: 136-155 mmol/L
N: 3,5-5,5 mmol/L
N: 95-103 mmol/L
Nyeri bekas luka operasi (+), sakit kepala (+), pandangan mata kabur
(+),nyeri ulu hati (+)
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
Anemis
:+
TD
: 160 / 90 mmHg
Dyspnoe
:HR
: 90 x/i
Oedem
:RR
: 22 x/i
Ikterik
:o
T
: 37,0 C
Sianosis
:Status Lokalisata :
Kepala : Normocephal
Mata
: palpebral inferior anemis +/+
T/H/M
: dbn/nasal kanul terpasang/dbn
Thorax
: SP: vesikuler, ST: (-)
Abdomen
: Lihat status obstetri
Ekstremitas
: Akral Hangat, CRT <3dt ,Oedem pretibial (-)
36
A
P
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter, UOP 45 cc/jam
BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH1
Th/
IVDF RL+ Oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14gtt/i (sampai tanggal
2/2/2016, pkl 19.00 wib)
Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
Nifedipine 4x10mg
R/
3 Februari 2016
S
O
A
P
Nyeri bekas luka operasi (+), sakit kepala (+), pandangan mata kabur
(+),nyeri ulu hati (-)
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
Anemis
:TD
: 180 / 110 mmHg
Dyspnoe
:HR
: 94 x/i
Oedem
:RR
: 24 x/i
Ikterik
:T
: 37,0 oC
Sianosis
:Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (-) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH2
Th/
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
- Inj. Gentamicine 80 mg / 8 jam
37
:
:
:
:
10,3 gr/dl
19.860 /mm3
31,1 %
84.000/mm3
N: 12-14
gr/dl
N: 4000-11000 /uL
N: 36,0-42,0
%
N: 150.000-440.000 /uL
4 Februari 2016
S
O
A
P
Nyeri bekas luka operasi (+), sakit kepala (-), pandangan mata kabur
(-), nyeri ulu hati (-)
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
Anemis
:TD
: 150 / 90 mmHg
Dyspnoe
:HR
: 100 x/i
Oedem
:RR
: 32 x/i
Ikterik
:o
T
: 36,5 C
Sianosis
:Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH3
Th/
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
- Inj. Gentamicine 80 mg / 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Nifedipine 4 x10 mg
- Captopril 2 x 25 mg
R/
: 42,53 U/L
: 30,6 U/L
N: 0.00-40.00 U/L
N: 0.00-40.00 U/L
38
ALP
Billirubin Total
Direct bilirubin
LDH
Ur
Cr
Uric Acid
: 92,81 U/L
: 0,8 mg/dl
: 0,23 mg/dl
: 827 U/L
: 24,57 mg/dl
: 0,44 mg/dl
: 6,45mg/dl
N: 30-142 U/L
N: 0-1,2 mg/dl
N: 0,05-0,30 mg/dl
N: 240-480 U/L
N: 10-50 mg/dl
N: 0,60-1,20 mg/dl
N: 3,50-7-00 mg/dl
5 Februari 2016
S
O
A
P
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 160 / 100 mmHg
HR
: 84 x/i
RR
: 24 x/i
T
: 36,7 oC
Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis
:::::-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH4
Th/
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- As. Mefenamat 3 x 500 mg
- Grahabion 2 x 1
- Nifedipene 4 x 10 mg
- Captopril 2 x 25 mg
R/
- Terapi oral
- Aff kateter
- Aff infus
6 Februari 2016
S
O
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 170 / 90 mmHg
HR
: 86 x/i
Anemis
Dyspnoe
Oedem
:::-
39
RR
T
A
P
: 22 x/i
: 36,9 oC
Ikterik
Sianosis
::-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) spontan
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH5
Th/
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- As. Mefenamat 3 x 500 mg
- Grahabion 2 x 1
- Nifedipene 4 x 10 mg
- Captopril 2 x 25 mg
- HCT 1 x 1
7 Februari 2016
S
O
A
P
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 170 / 90 mmHg
HR
: 88 x/i
RR
: 20 x/i
T
: 36,5 oC
Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) spontan
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH6
Th/
- Cefadroxyl 2 x 500 mg
- As. Mefenamat 3 x 500 mg
- Vit. B Complex 2 x 1
- Nifedipene 4 x 10 mg
- Captopril 2 x 25 mg
- HCT 1 x 1
:::::-
40
8 Februari 2016
S
O
A
P
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 150 / 90 mmHg
HR
: 84 x/i
RR
: 20 x/i
T
: 36,8 oC
Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis
:::::-
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) spontan
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH7
Th/
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- As. Mefenamat 3 x 500 mg
- Vit. B Complex 2 x 1
- Nifedipene 4 x 10 mg
- Captopril 2 x 25 mg
- HCT 1 x 1
9 Februari 2016
S
O
A
P
Status Present :
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 140 / 90 mmHg
HR
: 86 x/i
RR
: 22 x/i
T
: 37 oC
Anemis
Dyspnoe
Oedem
Ikterik
Sianosis
Status Obstetrikus :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N
TFU
: 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O
: tertutup verban , kering
P/V
: (-) lochia (+) rubra
BAK
: (+) spontan
BAB
: (+) flatus (+)
Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH8
Th/
:::::-
41
Cefadroxil 2 x 500 mg
As. Mefenamat 3 x 500 mg
Vit. B Complex 2 x 1
Nifedipene 4 x 10 mg
Captopril 2 x 25 mg
HCT 1 x 1
R/
PBJ
42
BAB 4
ANALISA KASUS
Seorang wanita, Ny.S, usia 36 tahun, datang ke RSUPM pada tanggal 1 Februari
2016 pukul 10.00 WIB dengan keluhan tekanan darah tinggi. Hal dialami os sejak
sebelum hamil dengan pengobatan tidak teratur. Riwayat tekanan darah tinggi
sejak jami anak kedua, namun anak lahir normal. Riwayat mulas-mulas mau
melahirkan (-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar air-air dari
kemaluan (-), riwayat mual muntah (-), riwayat nyeri ulu hati (+), riwayat kejang
(-), riwayat pandangan mata kabur (+) sejak tadi malam, riwayat sakit kepala (+).
Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS luar dengan diagnosa PEB, kemudian
pasien dirujuk ke RSUPM.
Pasien datang ke IGD dengan tekanan darah 170/110mmHg, serta
pemeriksaan proteinuria +3. Dari hasil laboratorium, trombosit 81.000/mm 3,
SGOT 68 U/I, SGPT 39 U/I dan LDH 1366 U/I. Sehingga pasien di diagnosa
dengan PEB dan sindroma HELLP. Setelah dilakukan SC Cito, lahir bayi
perempuan, BB 1300 gr, PB 37 cm . A/S : 7/9, anus (+).
DISKUSI KASUS
TEORI
Hipertensi
kronik
dengan
KASUS
Pada kasus ini ditemukan riwayat
hipertensi
eclampsia
bila
nyeri
epigatrium,
dan
pada pasien
sejak
proteinuria (+++)
Pada pasien juga dikeluhkan
pandangan
kabur
sejak
tadi
43
hipertensi
pada
kehamilan
atau
Tipe
2,
hipertensi
Kronik
Penderita preeklampsia berat harus
untuk
mengukur
pada
ibu
pemasangan
kateter
pemberian
medikamentosa
antara
lain
30cc
pada
eklampsia,
didadapati
pada
dan
laboratorium
trombosit
81.000/mm3, SGOT
Syndrome
SGPT
68 U/I,
HELLP
sehingga
PERMASALAHAN
44
1)
2)
45
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
June 2015]
Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of
4.
Later
Cardiovascular.
2011.
Available
at
http://circ.aha
5.
6.
7.
8.
Available
at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/
9.
2004.
Indriani
N.
Analisis
Faktor-faktor
yang
Berhubungan
dengan
11.
Available
at
http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/
of
pre-eclampsia
and
eclampsia.
2011.
Available
at
http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogram
12.
46
L., editor. Obstetrics & Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing,
13.
2008: 165-169.
Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The Diagnosis And
Management Of Pre-Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline.
2013. Available at http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415483
14.