Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
nikmat dan kasih sayang Nya kepada kami karena hanya dengan izin Nya lah kami dapat
menyelesaikan tugas PKM ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Kami juga menyadari bahwa makalah yang telah kami susun ini masih banyak
kekurangan baik secara sistematika penulisan, bahasa, dan penyusunannya. Oleh karena itu,
kami memohon saran serta pendapat yang dapat membuat kami menjadi lebih baik dalam
melaksanakan tugas di lain waktu. Semoga karya tulis yang kami buat menjadi bermanfaat
bagi kami khususnya dan umumnya bagi pembacanya.

Surabaya, 30 juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
DAFTAR ISI
...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Kemiskinan
2.2 Faktor Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan di Surabaya
2.3 Dampak Tingginya Angka Kemiskinan di Indonesia
3.4 Solusi Mengatasi Tingginya Angka Kemiskinan di Surabaya
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak pengemis, pengamen, dan pemulung di sekitar lingkungan kita sehari-hari, baik
pada saat kita bepergian, maupun di lingkungan tempat tinggal kita. Itu adalah salah satu dari
kemiskinan. Sampai saat ini, belum juga ditemukan cara penanggulangan kemiskinan, dan
Pemerintah masih belum juga maksimal dalam menangani masalah ini. Namun itu bukan
salah Pemerintah saja tetapi kita juga harus dapat berkontribusi dan andil dalam mengatasi
kemiskinan tersebut, karena untuk mengubah kemiskinan harus dibutuhkan mental yang baik.
Kemiskinan dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat, dan itu tampak dari adanya
rumah kumuh di pinggiran sungai, timbulnya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit
busung lapar maupun gizi buruk. Mungkin kemiskinan terjadi karena tidak dapat membiayai
kehidupan secara langsung. Dan itulah yang terjadi saat ini, bahwa kemiskinan sekarang ada
dimana-mana. Jika pemerintah tidak mengatasi masalah kemiskinan secepat mungkin,
kemiskinan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kemiskinan tidak hanya
berdampak bagi rakyat miskin tetapi juga bagi warga sekitarnya, karena kemiskinan juga
dapat meningkatkan tindakan kriminalitas.
Dengan tingginya angka kemiskinan di Surabaya, maka hal ini menjadi masalah tersendiri
bagi negara ini dan sampai saat ini masih belum ada solusinya. Dan kemiskinan juga
mempunyai hubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu kemiskinan harus kita
tanggulangi agar angka kemiskinan tidak terus meningkat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di Surabaya?
2. Apa sajakah dampak dari tingginya angka kemiskinan di Surabaya?
3. Bagaimana cara mengatasi tingginya angka kemiskinan di Surabaya?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di Surabaya
2. Mendiskripsikan dampak yang timbul dari tingginya angka kemiskinan di Surabaya
3. Mengidentifikasi cara mengatasi tingginya angka kemiskinan di Surabayas

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemiskinan
1. Definisi Kemiskinan Dilihat dari Pendapat Para Ahli
Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya
kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan
rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan
kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan
sebagainya.
A. Menurut Drewnowski
Menggunakan indikator-indiktor sosial untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan
(the level of living index). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan
tingkat kehidupan seseorang :
a.

Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/ nutrisi,
perlindungan/ perumahan (shelter/ housing) dan kesehatan.
b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan,
penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security).
c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya.
B. Menurut Oscar Lewis (1983)
Orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya Kemiskinan sendiri
yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi.Kaum liberal memandang
bahwa

manusia

sebagai

makhluk

yang

baik

tetapi

sangat

dipengaruhi

oleh

lingkungan.Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and situational adaptation pada


linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang sempit.Kaum radikal mengabaikan

budaya kemiskinan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial, dan
memandang bahwa manusia adalah makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.
C. Menurut Amartya Sen
Seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation" dimana
seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantive.
D. Menurut Soerjono Soekanto
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
E. Menurut Sajugyo
Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang hidup di bawah standar minimum
yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuat seseorang cukup
untuk bekerja dan hidup sehat berdasarkan kebutuhan beras dan gizi

F. Menurut Nugroho & Dahuri


Kemiskinan merupakan kondisi absolut dan relative yang menyebabkan seseorang
atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk
mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di
dalam masyarakat karena penyebab natural, kultural, dan struktural.

2. Karakteristik Kemiskinan
A. Menurut Biro Pusat Stastistik (BPS)
Biro Pusat Statistik (BPS)menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data
konsumsi dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih
terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan
26 jenis untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ketahun
mengalami perubahan.
Menteri sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang
diterapkannya adalah keluarga yang memilki penghasilan di bawah Rp 150.000 perbulan.
Bahkan Bappenas yang sama mendasarkan pada indikator BPS tahun 2005 batas kemiskinan
keluarga adalah yang memiliki penghasilan di bawah Rp 180.000 perbulan.

Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program bantuan langsung tunai


(BLT) BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah
disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang
memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu :
1. Hidup dalam rumah dengan ukuran lebih kecil dari 8 M2 per orang.
2. Hidup dalam rumah dengan lantai tanah atau lantai kayu
berkualitas rendah/bambu.
3. Hidup dalam rumah dengan dinding terbuat dari kayu berkualitas
rendah/bambu/rumbia/tembok tanpa diplester.
4. Hidup dalam rumah yang tidak dilengkapi dengan WC/bersama
sama dengan
rumah tangga lain.
5. Hidup dalam rumah tanpa listrik.
6. Tidak mendapatkan fasilitas air bersih/sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan.
7. Menggunakan kayu bakar, arang atau minyak tanah untuk
memasak.
8. Mengkonsumsi daging atau susu seminggu sekali.
9. Belanja satu set pakaian baru setahun sekali.
10.
Makan hanya sekali atau dua kali sehari.
11.
Tidak mampu membayar biaya kesehatan pada Puskesmas
terdekat.
12.
Pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000,- per bulan.
13.
Pendidikan Kepala Keluarga hanya setingkat Sekolah Dasar.
14.
Tidak memilik tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
Rp. 500.000 (kendaraan, emas,ternak dll)
15.
Mempekerjakan anak di bawah umur.
16.
Tidak mampu membiayai anak untuk sekolah.
B. Menurut Bank Dunia
Ada dua jenis kemiskinan. Pertama, kemiskinan absolut,yaitu apabila seseorang atau
sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu. Kedua,kemiskinan
relatif. Kemiskinan jenis ini hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau
sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya.
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan
dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.
Kriteria miskin disini patokannya ialah indeks kebutuhan minimum energi 2.100 kalori per
kapita/hari (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku,
pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
4.

sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;


penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk

perang, pemerintah, dan ekonomi;


5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
C. Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
Garis kemiskinan dinyatakan dalam satuan pendapatan per kapita per bulan.Menurut
laporan PBB, terdapat 12 komponen kebutuhan dasar, yaitu:
1. kesehatan;
2. makanan dan gizi;
3. pendidikan;
4. kondisi pekerjaan;
5. situasi kesempatan kerja;
6. konsumsi dan tabungan;
7. pengangkutan;
8. perumahan;
9. sandang;
10. rekreasi dan hiburan;
11. jaminan sosial; serta
12. kebebasan
Kriteria rumah tangga miskin yang ditetapkan BPS didasarkan pada besarnya rupiah yang
dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan minimum pangan dan nonpangan per kapita per
bulan.
D. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN)
BKKBN menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan kesejahteraan. Keluarga
dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera, sejahtera tahap I, sejahtera tahap II,
sejahtera tahap III, dan sejahtera tahap III plus. Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator
dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a)

Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau
lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan
akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

b)

Keluarga Sejahtera Tahap I

Keluarga Sejahtera tahap I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi


kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu:
1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih.
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah
dan bepergian.
4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan.
c)

Keluarga Sejahtera tahap II

Keluarga sejahtera tahap II yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat


memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis 6
sampai 14 yaitu :
6. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
7. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.
9. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah.
10. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
11. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai
penghasilan tetap.
12. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.
13. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini.
14. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi
(kecuali sedang hamil)
d)

Keluarga Sejahtera Tahap III

Keluarga sejahtera tahap III yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan
dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu:
15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
16. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan
keluarga.
17. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk
berkomunikasi antar anggota keluarga.
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
19. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan.
20. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.

21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi
daerah setempat.
e)

Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria
22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu:
22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi
kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil.
23. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi
masyarakat.

Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori prasejahtera dan
sejahtera I. Sajogyo (sosiolog IPB) tiga dekade lalu menggunakan pendekatan pengeluaran
setara beras sebagai penentu garis kemiskinan yang dibedakan antara daerah perdesaan
dengan daerah perkotaan.
Untuk daerah perdesaan ditetapkan rumah tangga miskin jika pengeluarannya kurang dari
320 kg setara beras,miskin sekali jika pengeluaran kurang 240 kg setara beras, dan paling
miskin jika pengeluaran kurang dari 180 kg setara beras per kapita per tahun. Untuk daerah
perkotaan rumah tangga miskin, miskin sekali,dan paling miskin berturutturut adalah
pengeluaran rumah tangga sebesar 480, 360, dan 270 kg setara beras.
E. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MISKIN PEDESAAN
1. Karakteristik Umum Masyarakat Miskin Pedesaan
Karakteristik utama masyarakat miskin pedesaan itu adalah tingkat pendapatannya tidak
menentu dan jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi 8 kebutuhan dasar
sebagaimana dikemukakan oleh Radwan dan Alfthan (dalam Sumardi dan Evers, 1985), yang
meliputi 1) makanan, 2) pakaian, 3) perumahan, 4) kesehatan, 5) pendidikan, 6) air dan
sanitasi, 7) transportasi, 8) partisipasi.
Ketidaktentuan jumlah pendapatan tiap bulannya bahkan dalam jumlah yang sangat kecil
menjadikan seseorang atau keluarga miskin sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya.
2. Karakteristik Kultural
a. Tidak adanya keterlibatan dalam organisasi sosial politik.

Pada umumnya keluarga miskin di pedesaan tidak ikut aktif dalam organisasi sosial politik,
seperti sebagai pengurus atau anggota perangkat desa ataupun partai politik.
b. Kebiasaan mempunyai banyak anak dan dalam keluarga luas.
Keluarga miskin pedesaan umumnya mempunyai banyak anak. Di samping itu, anggota
keluarga mereka sangat besar. Seringkali ditemukan adanya keluarga luas, artinya satu
keluarga dihuni oleh orangtua mereka, anak yang sudah berkeluarga, dan seorang kakek dan
c.

nenek.
Keluarga miskin pedesaan lahan kering pekerja keras.
Keadaan yang cukup bertolak belakangdengan tori-teori yang sudah ada selama ini ( antara

lain Lewis, 1959) yaitu bahwasannya keluarga miskin cenderung malas bekerja.
d. Anak dan istri mengembangkan budaya merantau.
Keadaan menonjol anak-anak mereka yang laki-laki pergi merantau terutama ke Jakarta ikut
membantu orang untuk berjualan bakso. Sedangkan ibu rumah tangga berjualan jamu.
Mereka memanfaatkan jaringan di luar daerah, seperti di Jakarta yang sudah ada sebelumnya.
e. Keinginan yang tinggi untuk memperbaiki rumah, jika ada uang.
Satu karakteristik yang sangat menonjol dari keluarga miskin yang hidup di pedesaan
Sanggang, yang belum dikaji oleh Lewis (1959), yaitu menjadikan prioritas utama
memperbaiki rumah, jika mendapatkan uang cukup banyak. Skala priotitas ini barangkali
akan berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat kaya, dimana masyarakat kaya jika
mempunyai uang cukup banyak prioritas utamanya adalah ditabung atau untuk investasi.
Masyarakat kaya inilah kalu dalam kajian Harorld dan Domar (dalam Kanto, 2006)
dipandang sebagai cirri-ciri masyarakat modern.
f. Keadaan rumah keluarga miskin di pedesaan sangat sederhana.
Keadaan rumah keluarga miskin pedesaan umumnya sangat sederhana. Rumah berukuran 10
m kali 10 m (100m2) dengan dinding terbuat dari bambu, dan isi perabut rumah yang masih
sangat sederhana.
3. Karakteristik Struktural
a. Pada umumnya jenis pekerjaan sebagai petani.
Jenis pekerjaan keluarga miskin pedesaan adalah rata-rata petani atau buruh tani yang lebih
menitikberatkan pada keseimbangan hidup dalam bermasyarakat. Sebagai petani seringkali
mengalami kerugian dari hasil panen yang diperolehnya. Biaya yang dikeluarkan untuk
mengolah lahan, bibit dan pemeliharaan tanaman seringkali tidak sepadan dengan hasil yang
didapatkan
b. Kebijakan pendidikan dirasa sangat mahal.

Keluarga miskin pedesaan Sanggang merasa bahwa pendidikan dirasa sangat mahal.
Mahalnya dunia pendidikan ini sering kali membuat anak-anak mereka harus keluar dari
sekolah (terutama ketika sudah memasuki sekolah menengah pertama).

c.

Tidak adanya taman desa.


Di lingkungan tempat tinggal masyarakat miskin pedesaan jarang ditemukan taman desa
yang fungsinya sangat penting sebagai paru-paru desa. Paru-paru desa sebagai penyedia
oksigen yang sangat penting untuk kesehatan. Disamping itu taman desa sangat bermanfaat
untuk menikmati waktu luang ataupun olah raga. Kebiasaan tidak adanya taman desa seperti

ini hampir ditemukan di seluruh desa-desa yang ada di Indonesia.


d. Tidak merasa dibayar murah oleh majikan.
Dari sisi kemiskina struktural, keluarga miskin pedesaan tidak dapat melihat adanya terlalu
murah bayaran upah yang mereka terima. Keluarga miskin sudah sangat senang apabila ada
pekerjaan yang mereka dapatkan dari orang-orang kaya. Oleh karena itu mereka tidak setuju
untuk menerima pernyataan bahwa mereka menjadi miskin karena melakukan hubungan
kerja dengan orang-orang kaya. Ini bertentangan dengan teori konflik (Mosca, 1896,
Dharendorf, 1959) bahwa struktur kekuasaan merupakan sumber konflik, dan teori
ketergantungan (Andre Gunder Frank, 1968), bahwa orang, keluarga, atau negara menjadi
miskin karena mereka melakukan hubungan dengan orang atau negara kaya. Masyarakat
miskin pedesaan lebih menekankan pada keseimbangan (teori struktural fungsional, Moore
dan Davis, Robert K. Merton, 1945) untuk berlangsungnya sebuah system kemasyarakatan.
e. Kaum perempuan terpinggirkan dalam proses pembuatan keputusan politik. Aspek struktural
yang lain, terlihat bahwa kaum perempuan masyarakat pedesaan Sanggang masih sangat
terpinggirkan dalam proses pembuatan keputusan baik di tingkat desa, kecamatan maupun
kabupaten. Namun di sisi lain kaum perempuan memeberikan sumbangan yang sangat besar
dalam kehidupan keluarga miskin dalam menangani ketidak-cukupan kebutuhan rumah
tangga sehari-hari.
4. Karakteristik Kemiskinan Konjungtural Masyarakat Miskin Pedesaan.
Dari sisi kemiskinan konjungtural, pada umumnya keluarga miskin pedesaan tidak
memiliki yang tinggi berkaitan dengan pekerjaan di sektor formal. Keluarga miskin pedesaan
ketika masih muda cenderung mencita-citakan jenis pekerjaan informal, seperti tukan batu
bata, pedagang bakso, dan juga berdagang mi ayam. Jenis pekerjaan informal tersebut tidak
memerlukan kualifikasi pendidikan formal yang cukup tinggi. Berdasarkan temuan di
masyarakat pedesaan bahwa jenis-jenis pekerjaan informal di atas sangat rentan sekali.

Artinya kalaupun ada yang dibilang cukup berhasil jumlahnya relative sedikit dan biasanya
tidak tahan sampai di usia tua.
5. Karakteristik Kemiskinan Natural Masyarakat Miskin Pedesaan.
Kemiskinan natural yang dialami oleh masyarakat miskin pedesaan dapat dilihat dari
ketidakmampuan sumber daya alam untuk mendukung kehidupan normal keluarga miskin. Di
samping itu faktor usia yang tua menjadikan keluarga miskin yang bersangkutan tidak
mampu bekerja.
3. Gambaran Kemiskinan
A. 10 Negara Paling Miskin di Dunia
Berdasarkan PDB per kapita tiap negara, berikut deretan 10 negara paling miskin di
dunia:
1. Kongo
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita: US$ 400 atau setara Rp 4,5 juta
2. Zimbabwe
PDB per kapita: US$ 500 atau Rp 5,6 juta
3. Burundi
PDB per kapita: US$ 600 atau Rp 6,8 juta
4. Somalia
PDB per kapita: US$ 600 atau Rp 6,8 juta
5. Liberia
PDB per kapita: US$ 700 atau Rp 7,9 juta
6. Eritrea
PDB per kapita: US$ 800 atau Rp 9,06 juta
7. Afrika Tengah
PDB per kapita: US$ 800 atau Rp 9,06 juta
8. Nigeria
PDB per kapita: US$ 900 atau Rp 10,2 juta
9. Malawi
PDB per kapita: US$ 900 atau Rp 10,2 juta
10. Sudan Selatan
PDB per kapita: US$ 900 atau Rp 10,2 juta
B. Provinsi dengan Penduduk Miskin Terbanyak di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total penduduk miskin di Indonesia mencapai
28,55 juta orang. Jumlah penduduk miskin tersebut tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Mengutip data BPS, jumlah penduduk miskin tersebut 10,63 juta berada di kota dan
17,91 juta berada di desa.
Berikut adalah daftar provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak.
1. Lampung

Salah satu Provinsi di Sumatera ini memiliki jumlah penduduk miskin hingga 1,13 juta.
Lampung menempati provinsi ke-5 dengan jumlah penduduk miskin terbanyak. Tersebar di
kota sebanyak 222 ribu dan 911 ribu di desa.
2. Sumatera Utara
Sumatera Utara berada di peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk miskin terbanyak.
Jumlahnya mencapai 1,39 juta yang tersebar di kota sebanyak 689 ribu orang dan 701 ribu di
desa.
3. Jawa Barat
Jawa Barat menempati provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak ke-3 di
Indonesia. Jumlahnya mencapai 4,38 juta penduduk. Sebanyak 2,62 juta penduduk miskin
berada di kota-kota di Jawa barat dan 1,75 juta penduduk berada di desa.
4. Jawa Tengah
Jawa Tengah menempati posisi ke-2 dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di
Indonesia. Jumlah penduduk miskinnya mencapai 4,70 juta. Penduduk miskin ini tersebar
1,87 juta di perkotaan dan 2,83 juta di desa.
5. Jawa Timur
Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin yang terbanyak di Indonesia. Jumlah
penduduk miskinnya mencapai 4,86 juta. Penduduk miskin ini tersebar di kota hingga 1,62
juta dan 3,24 juta di desa.

B. Faktor Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan di Indonesia


Jika disebutkan apa saja hal yang menyebabkan kemiskinan terjadi, maka hal itu tidak
akan ada habisnya. Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor yang berasal dari mana saja.
Baik dari dalam individu maupun faktor luar yang ada di lingkungan.
1. Karakteristik individu
Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh karakteristik seseorang. Karakteristik yang dimiliki
oleh seseorang yang dapat menyebabkannya menjadi miskin umumnya adalah malas dan
kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan berbagai hal, termasuk bekerja dan belajar.
Padahal beberapa dari mereka gagal bukan karena tidak pernah memiliki kesempatan, namun
mereka justru yang tidak menjalankan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Yang akhirnya
hal itu membuat mereka gagal dan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
2. Keterbatasan fisik
Tidak jarang juga seseorang menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan. Dengan
keterbatasannya itu, tentu ia tidak mampu bekerja dengan baik dan optimal, apalagi untuk

bersaing dengan orang yang lebih sehat dan memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam
melakukan berbagai hal yang dapat menentukan kondisi ekonomi hidupnya.
3. Keturunan
Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua
yang rendah dapat membuat seseorang jatuh ke dalam kemiskinan. Yang berakibat ia juga
tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anaknya, sehingga anaknya
juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian hal tersebut terjadi secara terus menerus dan
turun temurun.
4. Kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan
Penyebab kemiskinan selanjutnya adalah kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat
karakteristik perilaku lingkungan. Contohnya seperti kebiasaan kaum perempuan yang
enggan untuk bekerja keras dan yakin bahwa mengabdi kepada orang-orang terhormat
dengan tidak diberi bayaran sekalipun adalah hal yang sudah semestinya dilakukan. Dan
mereka justru tidak akan merasa miskin karena hal tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan
dan memang kulturnya yang membuat demikian. Kemiskinan juga dapat timbul akibat dari
tidak seimbangnya perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain
yang menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan
kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.
5. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah pun dapat dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya
kemiskinan. Karena dalam suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam
membuat masyarakat menjadi miskin, maupun membuat masyarakat keluar dari kemiskinan.
Kebijakan yang kurang tepat dan ketidakberpihakan terhadap masyarakat miskin akan
menciptakan kemiskinan yang lebih banyak dan lebih dalam. Sebagai contohnya adalah
pembangunan yang timpang dan cenderung berpusat di wilayah tertentu seperti kota-kota
besar. Padahal masyarakat di desa lebih cenderung menjadi miskin dikarenakan
Ketidakberdayaan yang muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk
yang dihasilkan oleh mereka, dan tingginya biaya pendidikan. Mereka juga merasakan
keterkucilan dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya
transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit yang menyebabkan mereka terkucil dan
menjadi miskin. Banyak pula yang mengalami kemiskinan materi yang diakibatkan karena
kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang dimiliki sehingga menyebabkan
penghasilan mereka relatif rendah. Karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan

musiman, dan bencana alam, mereka menjadi rentan dan miskin. Sikap yang menerima apa
adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja keras membuat mereka menjadi semakin
menjadi dan tetap miskin. Namun kemiskinan juga dapat terjadi di kota yang pada dasarnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda hanyalah penyebab
dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di kota cenderung disebabkan
oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup, pertumbuhan ekonomi lokal dan
global yang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak
kondusif.

C. Dampak Tingginya Angka Kemiskinan di Indonesia


1. Dampak masalah kependudukan
Kemiskinan akan menimbulkan dampak kependudukan, yaitu ketidakmerataan
persebaran penduduk, karena banyak orang yang datang ke kota-kota besar (urbanisasi) untuk
sekedar mengadu nasib. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan pembangunan sarana
prasarana dan kebutuhan umum. Kesenjangan pembangunan ditambah dengan terbatasnya
lapangan pekerjaan sedangkan angkatan kerja yang jumlahnya meledak akan menimbulkan
banyak pengangguran, baik pengangguran terselubung mupun pengangguran terbuka.
2. Dampak masalah ekonomi
Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam dan potensi sumber daya
manusia yang tinggi. Namun sangat disayangkan, kemiskinan menjadikan Penduduk tidak
memiliki kekuatan dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan lemahnya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap berbagai produk.
Permodalan dalam bidang produksi juga masih kurang, sehingga perusahaan tidak dapat
berkembang secara optimal. Masalah transportasi yang sulit dijangkau karena kurangnya
kemampuan masyarakat untuk mengadakan sarana transportasi yang memadai dan dapat
dijangkau segala kalangan juga menghambat perekonomian Indonesia.. Hal ini sangat
disayangkan karenasebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar.
3. Dampak masalah lingkungan
Masalah lingkungan terjadi saat masyarakat tidak mampu menyediakan lingkungan hidup
yang memadai bagi diri dan keluarganya. Lingkungan hidup yang tidak memadai mengancam
ketenteraman dan kesejahteraan karena terjadi ketidak seimbangan manusia dengan
lingkungan yang menjadi tempat hidupnya. Dampak masalah lingkungan yang lain adalah
keterbelakangan pembangunan,kebodohan, banjir, pencemaran lingkungan, den tingkat

kesehatan masyarakat yang rendah karena lingkungan yang kurang mendukung akibat
kemiskinan.
4. Dampak masalah pendidikan
Masalah pendidikan di Indonesia juga terkait dengan kemiskinan. Banyak anak-anak
yang tidak mampu meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena dibelenggu
kemiskinan, tak jarang anak-anak Indonesia bahkan tidak pernah merasakan bangku
pendidikan. Pemerintah memang membebaskan biaya SPP pada pendidikan tingkat Sekolah
Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, namun tidak pada biaya buku, seragam, dan biaya
transportasi ataupun bantuan biaya hidup selama bersekolah. Pendidikan secara luas
merupakan dasar pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, teknologi, dan kemajuan
kehidupan sosial pada umumnya. Dampak kemiskinan terhadap masalah pendidikan sangat
merugikan karena telah menghilangkan pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.
5. Dampak masalah sosial
Kemiskinan menimbulkan berbagai dampak sosial yang cukup meresahkan. Beberapa
diantaranya adalah meningkatnya kriminalitas, kasus bunuh diri, kasus pembunuhan, dan
konflik sosial. Orang yang miskin dan membutuhkan penyelesaian atas masalahnya akan
menghalalkan segala cara agar diri dan keluarganya dapat bertahan hidup, termasuk dengan
mencuri,merampok, bahkan sampai membunuh orang lain. Jika ia tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan putus asa karena belenggu kemiskinan, dan hutang pada orang lain
dan tidak mampu untuk mengembalikannya, tidak menutup kemungkinan untuk mengalami
depresi dan bunuh diri. Kemiskinan juga menimbulkan arus urbanisasi yang sangat deras.
Orang-orang miskin pergi ke kota besar untuk mengadu nasib dengan kemampuan yang
sangat terbatas, dan akhirnya kalah bersaing dengan orang lain. Hal ini akan memperparah
tingkat pengangguran. Dan yang terakhir, timbulnya konflik sosial disebabkan oleh orangorang yang merasa tidak puas dan kecewa atas kemiskinan yang kini meluas di desa maupun
kota di Indonesia.
D. Solusi Mengatasi Tingginya Angka Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks di negara Indonesia, untuk itu ada
beberapa solusi untuk mengatasi tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, diantaranya:
1. Menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan

Hal ini dilakukan untuk meminimalisir tingginya angka pengangguran di Indonesia.


Seperti kita ketahui, masalah pengangguran merupakan salah satu aspek penyebab makin
meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Pemerintah seyogyanya menjalin hubungan
dengan sektor swasta untuk menangani hal ini, supaya lapangan pekerjaan dapat menyerap
lebih banyak tenaga kerja, sehingga angka pengangguran di Indonesia menurun.
2. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
Pelayanan dasar ini meliputi pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Pendidikan
merupakan salah satu aspek penting supaya seseorang dapat meningkatkan derajat hidupnya.
Pemberian bantuan keringanan biaya pendidikan dapat mengurangi tingginya angka
kemiskinan di Indonesia. Seperti misalnya pengadaan BOS (Biaya Operasional Sekolah),
pemberian beasiswa bagi siswa miskin dan berprestasi, serta program wajib belajar 9 atau 12
tahun, dimana anak-anak pada rentang usia wajib belajar itu harus mendapatkan pendidikan
yang layak tanpa memandang latar belakang ekonomi keluarganya.
Dalam bidang kesehatan, solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka
kemiskinan yaitu dengan pemberian bantuan seperti Jamkesmas (Jaminan Kesehatan
Masyarakat), Askeskin, dan lain sebagainya yang dapat meringankan biaya pengobatan
masyarakat miskin. Dalam hal ini peran badan atau lembaga-lembaga kesehatan seperti
rumah sakit juga sangat dibutuhkan. Pada hakikatnya tugas dan kewajiban mereka adalah
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, bukan hanya untuk mencari
keuntungan semata. Oleh karena itu, pusat kesehatan seperti rumah sakit harus memberi
pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dari berbagai lapisan, termasuk masyarakat
miskin.
Dalam bidang prasarana dasar, misalnya adalah rumah atau pemukiman. Banyaknya
pemukiman kumuh menunjukan tingginya angka kemiskinan. Pemberian pemukiman yang
layak dapat menjadi solusi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
3. Memberikan pelatihan wirausaha bagi masyarakat
Hal ini penting dilakukan supaya masyarakat dapat menciptakan lapangan pekerjaannya
sendiri. Selain itu, pemberian dana bantuan dari pemerintah pada pengusaha kecil juga sangat
diperlukan untuk mengembangkan usaha mereka. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan
program UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Apabila usaha kecil itu berkembang, maka
akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang semakin luas dan menyerap tenaga kerja
yang semakin banyak, hal itu tentu dapat mengurangi angka kemiskinan.
4. Pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) pada masyarakat miskin

Upaya ini juga harus lebih dikoreksi dan disempurnakan pelaksanannya supaya tepat
sasaran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang memiliki
kondisi ekonomi dibawah garis minimum sehingga tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Hal ini dicirikan dengan kondisi sandang, pangan, dan papan yang
kurang layak, tidak adanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk
kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan, serta rendahnya pendapatan. Kemiskinan
merupakan salah satu permasalahan yang kompleks di dunia, khususnya di Indonesia sendiri.
Ada banyak hal yang menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, baik
penyebab internal maupun eksternal.
Penyebab internal diantaranya adalah karakteristik seseorang yang menyia-nyiakan
kesempatan yang ada, kultur atau adat istiadat dan kebiasaan, serta cacat bawaan dari lahir
sehingga orang tersebut tidak dapat bekerja dengan optimal. Faktor penyebab lain yaitu
karena keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga berdampak pada rendahnya
penghasilan, sehingga tidak dapat memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
Hal itu menyebabkan sang anak juga tidak dapat memperbaiki hidup mereka.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga menjadi penyebab tingginya tingkat
kemiskinan di Indonesia. Faktor eksternal diantaranya adalah kurangnya lapangan pekerjaan
yang menyebabkan pengangguran semakin meningkat. Selain itu, kebijakan pemerintah yang
kurang tepat dan ketidakberpihakan pemerintah terhadap masyarakat miskin juga
menyebabkan tingkat kemiskinan semakin tinggi.
Tingkat kemiskinan yang semakin tinggi itu menyebabkan dampak-dampak dalam
masyarakat. Diantaranya yaitu dampak dalam bidang kependudukan, lingkungan, ekonomi,
pandidikan, dan sosial. Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan tersebut
sebaiknya harus ditangani secara serius dengan beberapa solusi diantaranya yaitu dengan
menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, supaya tingkat pengangguran berkurang.
Selain itu, solusi lain yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan dasar. Pelayanan dasar ini mencakup pendidikan, kesehatan, dan
prasarana dasar. Untuk mengurangi kemiskinan, dapat juga dilakukan pelatihan

kewirausahaan terhadap masyarakat, serta pemberian bantuan usaha. Dengan demikian,


masyarakat dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan mengurangi pengangguran.
Kemiskinan memang seyogyanya menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya
pemerintah tetapi juga masyarakat. Apabila pemerintah dengan masyarakat saling bahu
membahu untuk mengatasi kemiskinan, tentunya hal itu dapat mengurangi tingginya angka
kemiskinan di Indonesia.

B. Saran
1. Bagi pemerintah
Pemerintah sebaiknya menangani dengan serius permasalahan kemiskinan di Indonesia,
karena pemerintah merupakan aspek yang penting dalam pengentasan masalah kemiskinan.
Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang pro rakyat miskin, seperti pemberian subsidi
atau bantuan kepada masyarakat supaya masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya.
2. Bagi pihak swasta
Pihak swasta disini yaitu perusahaan, sebaiknya menciptakan usaha yang dapat menyerap
banyak tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran di Indonesia menjadi berkurang. Apabila
pengangguran berkurang, tentunya tingkat kemiskinan juga semakin menurun. Selain itu,
pihak perusahaan sebaiknya memberikan upah atau penghasilan yang layak bagi pekerjapekerjanya.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat sebaiknya bekerja dengan semaksimal mungkin dan jangan bermalas-malasan
untuk memperoleh penghasilan supaya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat
jangan hanya menunggu bantuan dari pemerintah tetapi harus bergerak sendiri memberantas
kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, S. (2013). Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Kemiskinan. Diakses
pada 8 November 2014, diperoleh dari http://apriyanis.blogspot.com/2013 /04/upayapemerintah-untuk-mengatasi.html
Dickson. (2014). 10 Negara Termiskin di Dunia. Diakses pada 10 November
2014,diperoleh dari http://ilmupengetahuanumum.com/10-negara-termiskin-di-dunia-pdbper-kapita/
Gema Nias Barat. (2010). Kriteria Dan Batasan Orang Miskin di Indonesia.
Diakses 8 November 2014, diperoleh
dari https://gemaniasbarat.wordpress.com/2010/01/17/kriteria-dan-batasan-orang-miskin-diindonesia/
Hidayat, L. R. (2014). Faktor Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan. Diakses
pada 8 November 2014, diperoleh dari http://laelyrakhmawati.wordpress.
com/2014/04/21/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kemiskinan/
Maipita, I. (2013). Penyebab dan Dampak Kemiskinan. Diakses pada 8 November
2014, diperoleh dari http://www.waspada.co.id/index.php? option=com_content&view=
article&id=305856:penyebab-dan-dampak-kemiskinan&catid=25:artikel&Itemid=44
Nugroho, A.T. (2013). Penyebab Kemiskinan di Indonesia serta Dampak yang
Ditimbulkan. Diakses 8 N0vember 2014, diperoleh dari http://alifa
paadanya.blogspot.com/2013/04/penyebab-kemiskinan-di-indonesia-serta.html
Pratiwi, S. (2012). Dampak Kemiskinan. Diakses pada 8 November 2014,
diperoleh dari http://saefakipratiwi.wordpress.com/2012/03/08/dampak-kemiskinan/
Purnomo, Herdaru. (2014). Ini Provinsi dengan Jumlah Penduduk Miskin
Terbanyak. Diakses pada 11 November 2014, di peroleh dari
http://finance.detik.com/read/2014/04 /04/113721/2545349/4/ini-provinsi-dengan-jumlahpenduduk-miskin-terbanyak
Setiawan, D. (2010). Kemiskinan: Latar Belakang, Dampak dan Pemecahan.
Diakses pada 8 November 2014, diperoleh dari http://dasesetiawan999
.blogspot.com/2010/10/kemiskinan-latar-belakang-dampak-dan.html
Zuber, A. (2011). Kemiskinan Masyarakat Pedesaan: Studi Kasus di Desa
Sanggang, Sukoharjo. Jurnal Sosiologi Dilema, 27(2), 95-110.

Anda mungkin juga menyukai