Anda di halaman 1dari 26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN


Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel bebas (independent variable)

: Gaya Kepemimpinan Transaksional

2. Variabel tergantung (dependent variable) : Cyberloafing

B. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN


1. Cyberloafing
Cyberloafing didefinisikan sebagai frekuensi perilaku menyimpang karyawan
yang menggunakan internet kantor maupun internet pribadi baik melalui
komputer, laptop, cell-phone, ipad, dan tablet yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan pada jam kerja. Perilaku cyberloafing diukur berdasarkan dua aktivitas
karyawan dalam menggunakan internet, yaitu:
a. Emailing merupakan aktivitas untuk menerima, memeriksa, dan mengirim
pesan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada jam kerja.
b. Browsing merupakan aktivitas untuk menggunakan berbagai situs internet
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada jam kerja.
Kedua perilaku ini (browsing dan emailing) diukur dengan menggunakan
skala yang dikembangkan oleh Lim & Chen (2009) yang terdiri dari 12 aitem.
Perilaku cyberloafing dapat dilihat dari skor total hasil pengisian Skala
Cyberloafing. Jika skor total cyberloafing tinggi berarti frekuensi karyawan dalam

26

melakukan cyberloafing sangat sering. Sebaliknya, jika skor total cyberloafing


rendah berarti frekuensi karyawan dalam melakukan cyberloafing jarang.
2. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan transaksional didefinisikan sebagai persepsi karyawan
terhadap perilaku pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transaksional
untuk memotivasi karyawan dalam menyelesaikan tugas sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Adapun komponen perilaku gaya kepemimpinan
transaksional, yaitu:
a. Contingent reward mencakup memberikan hadiah kepada karyawan,
mendiskusikan tugas dengan jelas, menegaskan bahwa karyawan akan
menerima hadiah jika target tugas tercapai, dan pemimpin merasa senang
ketika tugas tercapai.
b. Management by exception active mencakup memperhatikan kesalahan yang
dilakukan karyawan, fokus dalam menyelesaikan kesalahan yang dilakukan
karyawan, mengawasi pekerjaan agar karyawan tidak melakukan kesalahan,
dan segera memperbaiki kesalahan yang dilakukan karyawan agar sesuai
dengan standar kerja yang ada.
c. Management by exception passive mencakup tidak ikut campur dalam
menyelesaikan masalah sebelum masalah masalah menjadi parah, menunggu
sampai segala sesuatu berubah menjadi tidak baik sebelum mengambil
tindakan, tidak langsung memperbaiki kesalahan sebelum kesalahan menjadi
parah, dan baru mengambil tindakan ketika masalah yang terjadi sudah parah.
Perilaku pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transaksional
diukur dengan menggunakan Skala Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ)
Form 5x-Short yang dikembangkan oleh Bass & Avolio (1995) dan terdiri dari 12
27

aitem. Persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan transaksional dapat dilihat


dari skor total hasil pengisian Skala MLQ Form 5x-Short. Jika skor gaya
kepemimpinan transaksional tinggi berarti karyawan mempersepsikan pemimpin
menerapkan gaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, jika skor gaya
kepemimpinan rendah berarti karyawan mempersepsikan pemimpin tidak
menerapkan gaya kepemimpinan transaksional.
C. SUBJEK PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh karyawan dalam populasi
untuk dijadikan sampel penelitian. Menurut Hadi (2000), populasi merupakan
keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang
sama atau ciri-ciri yang sama. Sampel merupakan sebagian dari populasi sehingga
ciri-ciri yang dimiliki sampel sama dengan ciri-ciri populasi. Aturan dalam
pengambilan sampel adalah sebesar 10% dari populasi. Namun, apabila populasi
penelitian sangat besar maka persentase sampel yang digunakan dapat dikurangi
(Azwar, 2012). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Kantor Walikota Pematang Siantar yang
berjumlah 156 orang.

D. METODE PENGUMPULAN DATA


Skala merupakan metode yang akan digunakan peneliti dalam mengumpulkan
data penelitian. Skala digunakan sebagai metode untuk mendapatkan jawaban
subjektif dari subjek dengan menempatkan respon pada titik-titik yang kontinum
(Azwar, 2010) dan stimulus yang diberikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan.
Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert yang
menyediakan respon yang kontinum dari respon negatif sampai respon positif.
28

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologis, yaitu Skala
Cyberloafing dan Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional.
1. Skala Cyberloafing
Perilaku cyberloafing diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan
oleh Lim & Chen (2009) yang ditinjau dari aktivitas penggunaannya, yaitu
browsing dan emailing. Alat ukur ini terdiri dari 12 aitem. Setiap aitem terdiri
dari 5 respon pernyataan, yaitu Sangat Sering, Sering, Kadang-Kadang, Jarang,
dan Tidak Pernah. Pemberian skor untuk setiap respon dimulai dari nilai 5 untuk
respon Sangat Sering, 4 untuk respon Sering, 3 untuk respon Kadang-Kadang, 2
untuk respon Jarang, dan 1 untuk respon Tidak Pernah. Jika skor total
cyberloafing tinggi berarti frekuensi karyawan dalam melakukan cyberloafing
sangat sering. Sebaliknya, jika skor total cyberloafing rendah berarti frekuensi
karyawan dalam melakukan cyberloafing jarang.
Tabel 2. Blue Print Skala Cyberloafing
No.

Aktivitas

Nomor Aitem

Jumlah

1.

Browsing

1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11

2.

Emailing

2, 7, 12

Total

12

2. Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional


Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku kepemimpinan
transaksional adalah Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) form 5x-Short
yang dikembangkan oleh Bass & Avolio (1995). MLQ merupakan kuesioner
penilaian yang terdiri dari 45 aitem untuk mengukur gaya kepemimpinan
transformasional, transaksional, dan laissez-faire. Pada penelitian ini aitem yang
29

digunakan hanya untuk mengukur gaya kepemimpinan transaksional yang


berjumlah 12 aitem. Dalam penelitian ini, peneliti memodifikasi alat ukur gaya
kepemimpinan transaksional dengan alasan gaya kepemimpinan transaksional
dinilai oleh karyawan bukan dinilai oleh pemimpin sendiri. Dua belas aitem
tersebut terdiri dari tiga komponen gaya kepemimpinan transaksional dengan
masing-masing komponen terdiri dari 4 aitem. Setiap aitem terdiri dari 5 respon
pernyataan yaitu Tidak Sama Sekali, Jarang, Kadang-Kadang, Sering, Selalu.
Pemberian skor untuk setiap respon dimulai dengan 0 untuk respon Tidak Pernah,
1 untuk respon Jarang, 2 untuk respon Kadang-Kadang, 3 untuk respon Sering,
dan 4 untuk respon Sangat Sering. Jika skor gaya kepemimpinan transaksional
tinggi

berarti

karyawan

mempersepsikan

pemimpin

menerapkan

gaya

kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, jika skor gaya kepemimpinan rendah


berarti

karyawan

mempersepsikan

pemimpin

tidak

menerapkan

gaya

kepemimpinan transaksional.
Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Kepemimpinan Transaksional
No.

Komponen

Nomor Aitem

Jumlah

1.

Contingent Reward

1, 4, 6, 12

2.

Management by exception active

3, 9, 10, 11

3.

Management by exception passive

2, 5, 7, 8

Total

12

E. UJI INSTRUMEN PENELITIAN


1. Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata validity, yaitu sejauh mana sebuah alat ukur mampu
menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2010). Validitas alat ukur berhubungan
30

dengan apa yang diukur oleh suatu alat ukur dan seberapa baik alat ukur tersebut
dapat mengukur atribut (Anastasi & Urbina, 1997). Suatu alat ukur dikatakan
memiliki validitas tinggi apabila alat ukur menjalankan fungsinya sebagaimana
mestinya dan memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang dimaksud.
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan ada dua. Face validity
merupakan tipe validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format
penampilan alat ukur (test appearance). Face validity digunakan untuk
meyakinkan dan memberikan kesan bahwa alat ukur tersebut mampu mengungkap
apa yang hendak diukur. Content validity berhubungan dengan pengujian
sistematis terhadap isi (konten) dari alat ukur yang bertujuan mengetahui apakah
alat ukur tersebut secara representatif sudah mencakup konsep yang ingin diukur
(Anastasi & Urbina, 1997). Untuk memperoleh content validity yang baik, peneliti
harus melibatkan professional judgement yang akan memberikan pendapat dan
penilaian terhadap isi alat ukur.
2. Uji Daya Beda Aitem
Menurut Azwar (2010), uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh
mana aitem pernyataan mampu membedakan antara individu yang memiliki
atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur. Pengujian daya
beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara distribusi
skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor alat
ukur itu sendiri. Pengujian ini dilakukan dengan komputasi yang menggunakan
aplikasi SPSS for windows 17.0 dengan teknik korelasi yang digunakan adalah
Pearson Product Moment. Adapaun nilai koefisien korelasi aitem bergerak dari 0
sampai 1,00 yang terdiri dari nilai positif dan negatif. Uji daya beda aitem
dikatakan baik apabila koefisien korelasinya mendekati angka 1,00. Batasan nilai

31

indeks daya beda aitem dalam penelitian ini adalah 0,3. Artinya, setiap aitem yang
memiliki nilai 0,3 dapat digunakan sebagai pengambilan data yang sebenarnya.
3. Reliabilitas Alat Ukur
Azwar (2010) mengatakan, reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh
mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten. Menurut Anastasi & Urbina (1997),
reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek ketika
mereka

diberikan

lagi

tersebut

dengan

pertanyaan-pertanyaan

yang

ekuivalen/setara pada kesempatan yang berbeda. Sebuah alat ukur dikatakan


reliabel apabila alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi.
Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
pendekatan konsistensi internal berupa koefisien cronbach alpha yang merupakan
metode dalam menguji konsistensi alat ukur antaraitem atau antarbagian. Menurut
Azwar (2010), reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisien konsistennya
mencapai 0,9. Untuk perhitungan koefisien reliabilitas akan dilakukan secara
komputasi yaitu dengan menggunakan SPSS for windows 17.0.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR


Uji coba skala cyberloafing dan gaya kepemimpinan transaksional dilakukan
kepada 156 orang karyawan. Untuk melihat daya beda aitem dilakukan analisis uji
coba dengan menggunakan aplikasi SPSS for windows 17.0. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan kriteria pemilihan aitem berdasarkan nilai reliabilitas
sebesar 0.3 dengan alasan daya beda aitem dikatakan memuaskan jika aitem-aitem
mencapai koefisien korelasi minimal 0.3 (Azwar, 2010).
a. Hasil Uji Coba Skala Cyberloafing

32

Aitem yang diujicobakan di dalam skala cyberloafing sebanyak 12


aitem dan diperoleh hasil 12 aitem dengan nilai daya beda yang tinggi. Kedua
belas aitem inilah yang nantinya akan digunakan dalam penelitian. Korelasi
antar skor aitem dan skor total pada aitem yang valid bergerak dari 0.337
0.734. Setelah dilakukan pengujian daya beda aitem, kemudian dilakukan
perhitungan reliabilitas pada aitem-aitem yang valid. Hasil perhitungan
reliabilitas skala cyberloafing diperoleh nilai koefisien = 0.839. Blue print
setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Blue Print Skala Cyberloafig Setelah Uji Coba
No.

Aktivitas

Nomor Aitem

Jumlah

1.

Browsing

1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11

2.

Emailing

2, 7, 12

Total

12

b. Hasil Uji Coba Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional


Aitem yang diujicobakan di dalam skala gaya kepemimpinan
transaksional sebanyak 12 aitem dan diperoleh 12 aitem dengan nilai daya
beda yang tinggi. Kedua belas aitem inilah yang nantinya akan digunakan
dalam penelitian. Korelasi antar skor aitem dan skor total pada aitem yang
valid bergerak dari 0.332 0.729. Setelah dilakukan pengujian daya beda
aitem, kemudian dilakukan perhitungan reliabilitas pada aitem-aitem yang
valid. Hasil perhitungan reliabilitas skala gaya kepemimpinan transaksional
diperoleh nilai koefisien = 0.859. Blue print setelah uji coba dapat dilihat
pada tabel 5 berikut:

33

Tabel 5. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional Setelah Uji


Coba
No.

Komponen

Nomor Aitem

Jumlah

1.

Contingent Reward

1, 4, 6, 12

2.

Management by Exception Active

3, 9, 10, 11

3.

Management by Exception Passive

2, 5, 7, 8

Total

12

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN


Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan
penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Sebelum memulai penelitian, peneliti terlebih dahulu mencari bahan referensi
yang berhubungan dengan variabel penelitian melalui buku, jurnal, e-journal
maupun e-book untuk mengetahui apakah variabel penelitian dapat diteliti.
Peneliti juga menentukan organisasi yang nantinya akan peneliti gunakan sebagai
tempat pengambilan data. Selanjutnya, peneliti menyusun alat ukur yang terdiri
dari skala cyberloafing dan skala gaya kepemimpinan transaksional. Skala
cyberloafing terdiri dari 12 aitem pernyataan dan skala gaya kepemimpinan
transaksional terdiri dari 12 aitem pernyataan. Skala dibuat dalam bentuk Likert
dengan masing-masing skala terdiri dari lima alternatif pilihan jawaban. Kedua
alat ukur ini terlebih dahulu diterjemahkan. Hasil terjemahan akan didiskusikan
peneliti dengan professional judgement.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian


Organisasi yang menjadi tempat pengambilan data peneliti adalah Kantor
Walikota Pematangsiantar. Pada tahap ini, peneliti terlebih dahulu memberikan
34

surat pengantar melakukan penelitian dari kampus ke Badan Penelitian


Pengembangan dan Statistik di Pematangsiantar. Dengan adanya surat yang
dikeluarkan Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik, peneliti dapat
melakukan penelitian di Kantor Walikota Pematangsiantar. Untuk mendapatkan
surat tersebut peneliti memerlukan waktu satu minggu.
Dalam pengambilan data, peneliti tidak diizinkan untuk menyebarkan skala
secara langsung kepada pegawai sehingga yang menyebarkan skala peneliti adalah
kenalan peneliti yang bekerja di Kantor Walikota Pematangsiantar. Hal ini
dikarenakan agar pegawai yang bekerja tidak terganggu dalam mengerjakan tugas
dan untuk menyebarkan skala tersebut tidak dapat dilakukan dalam satu hari.
Pihak Kantor Walikota memberikan waktu selama empat hari untuk
menyelesaikan pengisian data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai. Try out terpakai
merupakan suatu teknik untuk menguji validitas dan reliabilitas dengan cara
pengambilan datanya hanya sekali dan hasil uji cobanya langsung digunakan
untuk menguji hipotesis. Try out terpakai digunakan dalam penelitian agar peneliti
tidak perlu membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya hanya untuk keperluan uji
coba semata (Hadi, 2000).

3. Tahap Pengolahan Data


Populasi yang menjadi subjek penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil
(PNS) Kantor Walikota Pematangsiantar yang berjumlah 156 orang. Akan tetapi,
data yang dapat peneliti olah berjumlah 127 orang. Sebanyak 29 orang subjek
penelitian tidak mengembalikan skala dengan alasan pegawai yang sedang dinas
di luar kota Pematangsiantar, pegawai yang sedang melanjutkan studinya, dan

35

pegawai yang tidak mengisi identitas diri dengan lengkap. Sehingga subjek
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 127 orang. Setelah data
penelitian terkumpul, peneliti akan mengolah data tersebut dengan menggunakan
SPSS for windows 17.0.

H. METODE ANALISA DATA


Data dalam penelitian ini diolah secara parametrik. Tes parametrik merupakan
tes yang membutuhkan jumlah data yang cukup banyak serta harus memenuhi
asumsi tertentu. Adapun uji asumsi yang harus terpenuhi apabila menggunakan tes
parametrik (Field, 2009), yaitu:
1. Data terdistribusi secara normal
2. Varian data homogen
3. Data interval
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah uji pengaruh sehingga
peneliti menggunakan uji regresi sederhana. Adapun uji asumsi yang digunakan
dengan bantuan program SPSS for windows 17.0 dalam penelitian ini, yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk memastikan bahwa data penelitian
terdistribusi secara normal, mengetahui apakah data penelitian bersifat
parametrik atau non-parametrik, dan melihat apakah sampel yang digunakan
representatif. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji OneSample Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPPS for windows 17.0. Data
dikatakan terdistribusi normal jika nilai > 0.05.

b. Uji Homogenitas
36

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang


digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas
dilakukan dengan Levenes test dengan bantuan program SPSS for windows
17.0. Data penelitian dikatakan homogen apabila nilai > 0.05.

c. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi
yang akan digunakan. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat
ditentukan dengan melihat nilai pada kotak Anova. Persamaan garis regresi
disebut linear apabila nilai ( = 0.05).

37

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan gambaran keseluruhan hasil dan analisa hasil penelitian
berdasarkan data yang diperoleh. Bab ini dimulai dengan memberikan gambaran umum
subjek penelitian kemudian dilanjutkan dengan hasil penelitian dan diakhiri dengan
pembahasan data penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu laki-laki dan perempuan. Deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin terlihat
pada tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah (N)
55
72
127

Persentase (%)
43,31
56,69
100

Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada subjek penelitian yang berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini dapat dilihat melalui jumlah subjek berjenis kelamin
perempuan sebanyak 72 orang (56,69%) sedangkan subjek berjenis kelamin lakilaki sebanyak 30 orang (43,41%).

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia


Berdasarkan usia, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
digital native dan digital immigrant. Seseorang dikategorikan digital native jika
38

berada pada rentang usia 23-34 tahun, sedangkan seseorang dikatakan digital
immigrant jika berada pada rentang usia 35-65 tahun (APJII, 2012). Deskripsi
subjek berdasarkan usia terlihat pada tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia (Tahun)
23-34
35-65
Total

Jumlah (N)
43
84
127

Persentase (%)
33,86
66,14
100

Dari tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian dengan rentang usia
23-34 tahun sebanyak 43 orang (33,86%), sedangkan subjek penelitian dengan
rentang usia 35-65 tahun sebanyak 84 orang (66,14%). Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah subjek penelitian lebih banyak terdapat pada kategori digital
immigrant daripada digital native.

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Berdasarkan tingkat pendidikan, subjek penelitian dapat dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu SMA, D3, S1, dan S2. Deskripsi subjek berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
SMA
D3
S1
S2
Total

Jumlah (N)
28
11
86
2
127

Persentase (%)
22,04
8,67
67,72
1,57
100

Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang memiliki
tingkat pendidikan yang paling banyak adalah S1 dengan jumlah 86 orang

39

(67,72%), sedangkan subjek penelitian dengan tingkat pendidikan paling rendah


adalah S2 dengan jumlah 2 orang (1,57%).

B. HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi normalitas,
linearitas, hasil utama, serta hasil tambahan yang telah diolah dengan menggunakan
aplikasi SPPS for windows 17.0.
1. Hasil Uji Asumsi
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi analisis sederhana.
Sebelum melakukan analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data penelitian. Uji
asumsi meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian
terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan
tes Kolmogorov-Smirnov yang terdapat dalam aplikasi SPSS for Windows
versi 17.0. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai > 0,05. Hasil uji
normalitas dapat dilihat pada tabel 9 berikut:
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Cyberloafing dan Gaya Kepemimpinan
Transaksional
Variabel
Cyberloafing
Transaksional

Z
0,887
1,124

0,412
0,160

Keterangan
Normal
Normal

Dari tabel 9 diperoleh hasil uji normalitas terhadap variabel cyberloafing


dengan nilai Z = 0,887 dan = 0,412. Hasil data menunjukkan bahwa nilai
(0,412) > 0,05 sehingga data dari variabel cyberloafing dapat dikatakan
40

terdistribusi secara normal. Sedangkan hasil uji normalitas terhadap variabel


gaya kepemimpinan transaksional diperoleh nilai Z = 1,124 dan = 0,160.
Hasil data menunjukkan bahwa nilai (0,160) > 0,05 sehingga data dari
variabel gaya kepemimpinan transaksional dapat dikatakan terdistribusi secara
normal.

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan
dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan
Levenes test. Hasil uji homogenitas akan ditampilkan dalam tabel 10 berikut:
Tabel 10. Uji Homogenitas Cyberloafing terhadap Gaya Kepemimpinan
Transaksional
Variabel
Cyberloafing

Levene Statistic
1,561

0,202

Dari tabel 10 diperoleh hasil uji homogenitas cyberloafing terhadap gaya


kepemimpinan transaksional dengan nilai = 0,202. Hasil data menunjukkan
nilai (0,202) > 0,005 sehingga dapat dikatakan bahwa subjek penelitian
bersifat homogen. Hal ini berarti bahwa subjek penelitian memiliki varian atau
keseragaman yang sama.

c. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi yang akan
digunakan. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat ditentukan
dengan melihat nilai pada kotak Anova. Persamaan garis regresi disebut

41

linear apabila nilai ( = 0.05). Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel
11 berikut:
Tabel 11. Hasil Uji Linearitas
Variabel
Cyberloafing*Transaksional

F
30,406

p
0,000

Keterangan
Linear

Dari hasil uji linearitas pada kedua variabel penelitian diperoleh nilai F =
30,406 dan nilai = 0,000. Hasil menunjukkan bahwa nilai (0,000) < 0,005
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang
linear.

2. Hasil Utama Penelitian


a. Hasil Analisis Data
Berikut ini akan dijelaskan hasil pengolahan data mengenai peranan gaya
kepemimpinan transaksional terhadap perilaku cyberloafing pada PNS yang
diperoleh dengan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan
program SPPS for windows 17.0. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada
tabel 12 berikut:
Tabel 12. Koefisien Regresi Gaya Kepemimpinan Transaksional terhadap
Perilaku Cyberloafing

Model
(Constant)
Transaksional

Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
23,61
1,666
0,407
0,074

Standardized
Coefficients

14,174
5,514

0,000
0,000

Beta
0,442

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat peranan negatif gaya


kepemimpinan transaksional terhadap perilaku cyberloafing. Dari tabel 12
42

diperoleh persamaan garis regresi yang dihasilkan adalah Y = 23,621 + 0,407


X. Perilaku cyberloafing dilambangkan dengan (Y) dan gaya kepemimpinan
transaksional dilambangkan dengan (X). Berdasarkan persamaan garis regresi
dapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar 23,621 yang berarti jika X bernilai
0, maka Y bernilai positif sebesar 23,621. Artinya, setiap penambahan satu
satuan skor variabel gaya kepemimpinan transaksional (X), maka perilaku
cyberloafing (Y) akan bertambah sebesar 0,407. Dengan kata lain, semakin
tinggi gaya kepemimpinan transaksional semakin tinggi pula frekuensi
perilaku cyberloafing. Dari persamaan analisis regresi linier sederhana yang
diperoleh, dapat dikatakan bahwa hipotesis dalam penelitan ini ditolak.
Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Gaya Kepemimpinan
Transaksional terhadap Perilaku Cyberloafing
R
0,442

R Square
0,196

0,000

Berdasarkan uji regresi linier sederhana pada tabel 13, diperoleh nilai <
0,005 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat peranan gaya kepemimpinan
transaksional terhadap perilaku cyberloafing. Pada tabel 12 juga diperoleh
nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,196. Hal ini berarti bahwa
gaya kepemimpinan transaksional memberikan kontribusi pengaruh terhadap
perilaku cyberloafing sebesar 19,6%, sedangkan sisanya yaitu 80,4%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

43

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian


1) Nilai Empirik dan Hipotetik Cyberloafing
Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala cyberloafing, terdapat 12
aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisa menjadi data
penelitian dengan rentang skor 1-5, sehingga diperoleh skor minimum 12
dan skor maksimum sebesar 60. Berdasarkan data penelitian, maka
diperoleh total skor minimum 12 dan total skor maksimum 50. Hasil
perhitungan rata-rata empirik dan rata-rata hipotetik cyberloafing dapat
dilihat pada tabel 14 berikut ini:
Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik
Cyberloafing
Variabel
Cyberloafing

Min
12

Hipotetik
Maks Mean
60
36

SD
8

Min
12

Empirik
Maks Mean SD
50
32,16 7,720

Berdasarkan tabel 14 maka diperoleh nilai rata-rata hipotetik cyberloafing


sebesar 36 dengan standar deviasi sebesar 8 dan nilai rata-rata empirik
sebesar 32,16 dengan standar deviasi sebesar 7,720.
Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata
hipotetik maka diperoleh rata-rata empirik lebih kecil daripada rata-rata
hipotetik dengan selisih 3,84. Hasil ini menunjukkan bahwa perilaku
cyberloafing yang dialami subjek penelitian berada dalam kategori
kadang-kadang.

2) Nilai Empirik dan Hipotetik Gaya Kepemimpinan Transaksional


Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala gaya kepemimpinan
transaksional, terdapat 12 aitem yang memenuhi persyaratan untuk
44

kemudian dianalisa menjadi data penelitian dengan rentang skor 0-4,


sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum sebesar 48.
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh total skor minimum 1 dan
total skor maksimum 37. Hasil perhitungan rata-rata empirik dan rata-rata
hipotetik gaya kepemimpinan transaksional dapat dilihat pada tabel 14
berikut ini:
Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Gaya
Kepemimpinan Transaksional
Hipotetik
Min Maks Mean SD
Transaksional
0
48
24
8
Variabel

Empirik
Min Maks Mean SD
1
37
20,97 8,387

Berdasarkan tabel 14 maka diperoleh nilai rata-rata hipotetik gaya


kepemimpinan transaksional sebesar 24 dengan standar deviasi 8 dan ratarata nilai empirik sebesar 20,97 dengan standar deviasi sebesar 8,387.
Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata
hipotetik maka diperoleh rata-rata empirik lebih kecil daripada rata-rata
hipotetik dengan selisih 4,97. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi gaya
kepemimpinan transaksional yang dimiliki subjek penelitian termasuk
dalam kategori netral.

c. Kategorisasi Data Penelitian


Azwar (2010) mengatakan, kriteria kategorisasi pada hasil penelitian dapat
dikelompokkan dengan asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi
secara normal. Dalam penelitian ini akan menggunakan norma kategorisasi
data penelitian dengan kategori jenjang yang terdiri dari kategori tinggi,
sedang, rendah.
45

Berikut merupakan tabel norma kategorisasi perilaku cyberloafing dan gaya


kepemimpinan transaksional.
Tabel 15. Norma Kategorisasi Data Penelitian Cyberloafing dan Gaya
Kepemimpinan Transaksional
Rentang Nilai
X < ( - 1.0 SD)
( - 1.0 SD) X ( + 1.0 SD)
X > ( + 1.0 SD)

Kategorisasi
Rendah
Sedang
Tinggi

1) Kategorisasi Data Penelitian Cyberloafing


Besar nilai rata-rata hipotetik cyberloafing adalah 36 dengan standar
deviasi 8 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 16. Norma Kategorisasi Cyberloafing
Rentang Nilai
Kategori
< 28
Rendah
28 44
Sedang
> 44
Tinggi
Total

Jumlah
42
78
7
127

Persentase (%)
33,07
61,42
5,51
100

Berdasarkan tabel 16 dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi subjek


penelitian dalam melakukan cyberloafing berada pada kategori sedang
dengan persentase nilai sebesar 61,42% (78 orang), sekitar 33,07% subjek
penelitian berada pada kategori rendah (42 orang), dan hanya 5,51%
subjek penelitian berada pada kategori tinggi (7 orang).

2) Kategorisasi Data Penelitian Gaya Kepemimpinan Transaksional


Besar nilai rata-rata hipotetik gaya kepemimpinan transaksional adalah 24
dengan standar deviasi 8 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah
sebagai berikut:

46

Tabel 17. Norma Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transaksional


Rentang Nilai
Kategori
< 12
Rendah
12- 31
Sedang
32
Tinggi
Total

Jumlah
19
100
8
127

Persentase (%
14,96
78,74
6,30
100

Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa nilai persepsi subjek penelitian


terhadap gaya kepemimpinan transaksional berada pada kategori sedang
yaitu sebesar 78,74%, sedangkan 14,96% berada pada kategori rendah, dan
sisanya 6,30% berada pada kategori tinggi.

C. PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas tentang peranan gaya kepemimpinan transaksional
terhadap perilaku cyberloafing pada PNS. Hipotesis dalam penelitian ini adalah
terdapat peranan negatif gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku
cyberloafing. Sedangkan hasil penelitian pada subjek PNS di Kantor Walikota
Pematangsiantar menunjukkan bahwa terdapat peranan positif gaya kepemimpinan
transaksional terhadap perilaku cyberloafing pada PNS di Kantor Walikota
Pematangsiantar. Dengan kata lain, hipotesis dalam penelitian ini ditolak dengan
beberapa alasan sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari usia PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar. PNS di
Kantor Walikota Pematangsiantar didominasi oleh usia 35-65 tahun dengan jumlah 84
orang, sedangkan usia 23-34 berjumlah 43 orang. Menurut APJII (2012), usia 23-34
tahun merupakan usia yang paling sering menggunakan internet karena usia tersebut
merupakan generasi yang lahir dan hidup dalam era internet. Sedangkan usia 35-65
tahun harus belajar menyesuaikan diri untuk mengoperasikan internet karena usia 3565 tahun mengenal internet saat mereka sudah dewasa.
47

Jika dilihat dari usia subjek penelitian, perilaku cyberloafing PNS di Kantor
Walikota Pematangsiantar berada pada kategori jarang. Namun, hal ini tidak sesuai
dengan data penelitian yang diperoleh yang mana kategorisasi perilaku cyberloafing
dalam penelitian ini berada pada kategori kadang-kadang. Hal ini dapat dilihat dari
nilai mean empirik perilaku cyberloafing lebih kecil daripada nilai mean hipotetik
(32,16 < 36). Pada kategorisasi, nilai mean empirik sebesar 32,16 berada pada
kategori kadang-kadang.
Kedua, Garret dan Danziger (2008) mengatakan bahwa adanya kebijakan
organisasi untuk membatasi perilaku karyawan maupun larangan dalam menggunakan
internet di tempat kerja dapat mengurangi kesempatan karyawan menggunakan
internet untuk alasan pribadi. Tujuan dari pembatasan perilaku tersebut agar karyawan
dapat meningkatkan regulasi dirinya. Sedangkan di Kantor Walikota Pematangsiantar,
atasan tidak memberlakukan kebijakan khusus dalam menggunakan internet. Para
PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar memiliki kebebasan untuk mengakses
berbagai situs di internet. Hal ini dapat meningkatkan perilaku cyberloafing PNS di
tempat kerja.
Ketiga, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Menurut Pradhan (2013),
gaya kepemimpinan transaksional berhubungan positif dengan perilaku kerja
menyimpang pada karyawan. Gaya kepemimpinan transaksional yang menekankan
pada pencapaian hasil ditambah dengan kurangnya arahan yang tepat dari atasan
mendorong karyawan untuk mengabaikan aturan yang berlaku sehingga menimbulkan
perilaku kerja menyimpang. Cyberloafing merupakan salah satu perilaku kerja
menyimpang yang termasuk dalam kategori penyimpangan produksi (Robinson dan
Bennet, 1995).

48

Selain itu, Bruursema (2004) juga mengatakan bahwa management by


exception passive berhubungan positif dengan perilaku kerja menyimpang.
Management by exception passive merupakan salah satu komponen dari gaya
kepemimpinan transaksioal. Pada management by exception passive, kurangnya
pengawasan atasan terhadap karyawan menimbulkan persepsi karyawan bahwa atasan
tidak mengetahui perilaku yang dilakukan oleh karyawan. Hal inilah yang
menimbulkan perilaku kerja menyimpang pada karyawan.

49

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian secara keseluruhan yang ditampilkan dalam
bentuk poin. Selain kesimpulan, bab ini juga berisi saran metodologis dan saran praktis yang
nantinya berguna bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang mirip
dengan tema penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan data yang diperoleh telah diolah,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peranan positif gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku
cyberloafing pada PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar. Artinya gaya
kepemimpinan transaksional yang diterapkan di Kantor Walikota Pematangsiantar
dapat meningkatkan perilaku cyberloafing pada PNS.
2. Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diperoleh nilai R square sebesar 0,196
yang berarti bahwa gaya kepemimpinan transaksional memberikan sumbangan
peranan

terhadap

perilaku

cyberloafing

pada

PNS

di

Kantor

Walikota

Pematangsiantar sebesar 19,6%.


3. Kategorisasi gaya kepemimpinan transaksional dan perilaku cyberloafing PNS di
Kantor Walikota Pematangsiantar berada pada kategori sedang.
B. SARAN
Adapun saran-saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Saran Metodologis
a. Sumbangan efektif gaya kepemimpinan terhadap perilaku cyberloafing hanya
sebesar 19,6% dan sisanya sebesar 80,4% tidak diteliti oleh peneliti. Bagi peneliti

50

selanjutnya tentang cyberloafing agar meneliti faktor-faktor cyberloafing lainnya


seperti faktor individual, organisasional, dan situasional.
b. Bagi peneliti selanjutnya, alangkah lebih baik jika peneliti memberikan secara
langsung skala penelitian kepada subjek peneliti. Hal ini bertujuan agar peneliti
dapat mengamati cara pengisian skala sehingga skala penelitian tidak diisi dengan
sembarangan dan subjek penelitian pun dapat menanyakan pernyataan yang tidak
dipahami kepada peneliti langsung.
c. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian di lembaga pemerintahan, alangkah
lebih baik memperhatikan situasi dan kondisi lembaga pemerintahan tersebut.
Misalnya lingkungan kerja, kesibukan yang sedang terjadi, maupun kondisi target
subjek penelitian. Hal ini dialami oleh peneliti yang mana pada saat penyebaran
skala, Kantor Walikota Pematangsiantar sedang tahap renovasi sehingga sebagian
PNS dialihkan ke luar kantor walikota yang berakibat pada pengurangan subjek
penelitian.

2. Saran Praktis
Berdasarkan

penelitian

yang

telah

dilakukan,

Kantor

Walikota

Pematangsiantar tidak menerapkan kebijakan khusus ataupun aturan dalam


menggunakan internet di tempat kerja. Alangkah lebih baik jika pemimpin
memberlakukan kebijakan tentang aturan penggunaan internet sehingga pegawai
dapat mengontrol keinginannya dalam menggunakan internet pada jam kerja.

51

Anda mungkin juga menyukai