METODE PENELITIAN
26
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologis, yaitu Skala
Cyberloafing dan Skala Gaya Kepemimpinan Transaksional.
1. Skala Cyberloafing
Perilaku cyberloafing diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan
oleh Lim & Chen (2009) yang ditinjau dari aktivitas penggunaannya, yaitu
browsing dan emailing. Alat ukur ini terdiri dari 12 aitem. Setiap aitem terdiri
dari 5 respon pernyataan, yaitu Sangat Sering, Sering, Kadang-Kadang, Jarang,
dan Tidak Pernah. Pemberian skor untuk setiap respon dimulai dari nilai 5 untuk
respon Sangat Sering, 4 untuk respon Sering, 3 untuk respon Kadang-Kadang, 2
untuk respon Jarang, dan 1 untuk respon Tidak Pernah. Jika skor total
cyberloafing tinggi berarti frekuensi karyawan dalam melakukan cyberloafing
sangat sering. Sebaliknya, jika skor total cyberloafing rendah berarti frekuensi
karyawan dalam melakukan cyberloafing jarang.
Tabel 2. Blue Print Skala Cyberloafing
No.
Aktivitas
Nomor Aitem
Jumlah
1.
Browsing
1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11
2.
Emailing
2, 7, 12
Total
12
berarti
karyawan
mempersepsikan
pemimpin
menerapkan
gaya
karyawan
mempersepsikan
pemimpin
tidak
menerapkan
gaya
kepemimpinan transaksional.
Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Kepemimpinan Transaksional
No.
Komponen
Nomor Aitem
Jumlah
1.
Contingent Reward
1, 4, 6, 12
2.
3, 9, 10, 11
3.
2, 5, 7, 8
Total
12
dengan apa yang diukur oleh suatu alat ukur dan seberapa baik alat ukur tersebut
dapat mengukur atribut (Anastasi & Urbina, 1997). Suatu alat ukur dikatakan
memiliki validitas tinggi apabila alat ukur menjalankan fungsinya sebagaimana
mestinya dan memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang dimaksud.
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan ada dua. Face validity
merupakan tipe validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format
penampilan alat ukur (test appearance). Face validity digunakan untuk
meyakinkan dan memberikan kesan bahwa alat ukur tersebut mampu mengungkap
apa yang hendak diukur. Content validity berhubungan dengan pengujian
sistematis terhadap isi (konten) dari alat ukur yang bertujuan mengetahui apakah
alat ukur tersebut secara representatif sudah mencakup konsep yang ingin diukur
(Anastasi & Urbina, 1997). Untuk memperoleh content validity yang baik, peneliti
harus melibatkan professional judgement yang akan memberikan pendapat dan
penilaian terhadap isi alat ukur.
2. Uji Daya Beda Aitem
Menurut Azwar (2010), uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh
mana aitem pernyataan mampu membedakan antara individu yang memiliki
atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur. Pengujian daya
beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi antara distribusi
skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor alat
ukur itu sendiri. Pengujian ini dilakukan dengan komputasi yang menggunakan
aplikasi SPSS for windows 17.0 dengan teknik korelasi yang digunakan adalah
Pearson Product Moment. Adapaun nilai koefisien korelasi aitem bergerak dari 0
sampai 1,00 yang terdiri dari nilai positif dan negatif. Uji daya beda aitem
dikatakan baik apabila koefisien korelasinya mendekati angka 1,00. Batasan nilai
31
indeks daya beda aitem dalam penelitian ini adalah 0,3. Artinya, setiap aitem yang
memiliki nilai 0,3 dapat digunakan sebagai pengambilan data yang sebenarnya.
3. Reliabilitas Alat Ukur
Azwar (2010) mengatakan, reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh
mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten. Menurut Anastasi & Urbina (1997),
reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek ketika
mereka
diberikan
lagi
tersebut
dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
32
Aktivitas
Nomor Aitem
Jumlah
1.
Browsing
1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11
2.
Emailing
2, 7, 12
Total
12
33
Komponen
Nomor Aitem
Jumlah
1.
Contingent Reward
1, 4, 6, 12
2.
3, 9, 10, 11
3.
2, 5, 7, 8
Total
12
35
pegawai yang tidak mengisi identitas diri dengan lengkap. Sehingga subjek
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 127 orang. Setelah data
penelitian terkumpul, peneliti akan mengolah data tersebut dengan menggunakan
SPSS for windows 17.0.
b. Uji Homogenitas
36
c. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi
yang akan digunakan. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat
ditentukan dengan melihat nilai pada kotak Anova. Persamaan garis regresi
disebut linear apabila nilai ( = 0.05).
37
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan gambaran keseluruhan hasil dan analisa hasil penelitian
berdasarkan data yang diperoleh. Bab ini dimulai dengan memberikan gambaran umum
subjek penelitian kemudian dilanjutkan dengan hasil penelitian dan diakhiri dengan
pembahasan data penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu laki-laki dan perempuan. Deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin terlihat
pada tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah (N)
55
72
127
Persentase (%)
43,31
56,69
100
Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada subjek penelitian yang berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini dapat dilihat melalui jumlah subjek berjenis kelamin
perempuan sebanyak 72 orang (56,69%) sedangkan subjek berjenis kelamin lakilaki sebanyak 30 orang (43,41%).
berada pada rentang usia 23-34 tahun, sedangkan seseorang dikatakan digital
immigrant jika berada pada rentang usia 35-65 tahun (APJII, 2012). Deskripsi
subjek berdasarkan usia terlihat pada tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Usia (Tahun)
23-34
35-65
Total
Jumlah (N)
43
84
127
Persentase (%)
33,86
66,14
100
Dari tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian dengan rentang usia
23-34 tahun sebanyak 43 orang (33,86%), sedangkan subjek penelitian dengan
rentang usia 35-65 tahun sebanyak 84 orang (66,14%). Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah subjek penelitian lebih banyak terdapat pada kategori digital
immigrant daripada digital native.
Jumlah (N)
28
11
86
2
127
Persentase (%)
22,04
8,67
67,72
1,57
100
Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang memiliki
tingkat pendidikan yang paling banyak adalah S1 dengan jumlah 86 orang
39
B. HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi normalitas,
linearitas, hasil utama, serta hasil tambahan yang telah diolah dengan menggunakan
aplikasi SPPS for windows 17.0.
1. Hasil Uji Asumsi
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi analisis sederhana.
Sebelum melakukan analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data penelitian. Uji
asumsi meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian
terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan
tes Kolmogorov-Smirnov yang terdapat dalam aplikasi SPSS for Windows
versi 17.0. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai > 0,05. Hasil uji
normalitas dapat dilihat pada tabel 9 berikut:
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Cyberloafing dan Gaya Kepemimpinan
Transaksional
Variabel
Cyberloafing
Transaksional
Z
0,887
1,124
0,412
0,160
Keterangan
Normal
Normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan
dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan
Levenes test. Hasil uji homogenitas akan ditampilkan dalam tabel 10 berikut:
Tabel 10. Uji Homogenitas Cyberloafing terhadap Gaya Kepemimpinan
Transaksional
Variabel
Cyberloafing
Levene Statistic
1,561
0,202
c. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi yang akan
digunakan. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat ditentukan
dengan melihat nilai pada kotak Anova. Persamaan garis regresi disebut
41
linear apabila nilai ( = 0.05). Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel
11 berikut:
Tabel 11. Hasil Uji Linearitas
Variabel
Cyberloafing*Transaksional
F
30,406
p
0,000
Keterangan
Linear
Dari hasil uji linearitas pada kedua variabel penelitian diperoleh nilai F =
30,406 dan nilai = 0,000. Hasil menunjukkan bahwa nilai (0,000) < 0,005
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang
linear.
Model
(Constant)
Transaksional
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
23,61
1,666
0,407
0,074
Standardized
Coefficients
14,174
5,514
0,000
0,000
Beta
0,442
R Square
0,196
0,000
Berdasarkan uji regresi linier sederhana pada tabel 13, diperoleh nilai <
0,005 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat peranan gaya kepemimpinan
transaksional terhadap perilaku cyberloafing. Pada tabel 12 juga diperoleh
nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,196. Hal ini berarti bahwa
gaya kepemimpinan transaksional memberikan kontribusi pengaruh terhadap
perilaku cyberloafing sebesar 19,6%, sedangkan sisanya yaitu 80,4%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
43
Min
12
Hipotetik
Maks Mean
60
36
SD
8
Min
12
Empirik
Maks Mean SD
50
32,16 7,720
Empirik
Min Maks Mean SD
1
37
20,97 8,387
Kategorisasi
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
42
78
7
127
Persentase (%)
33,07
61,42
5,51
100
46
Jumlah
19
100
8
127
Persentase (%
14,96
78,74
6,30
100
C. PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas tentang peranan gaya kepemimpinan transaksional
terhadap perilaku cyberloafing pada PNS. Hipotesis dalam penelitian ini adalah
terdapat peranan negatif gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku
cyberloafing. Sedangkan hasil penelitian pada subjek PNS di Kantor Walikota
Pematangsiantar menunjukkan bahwa terdapat peranan positif gaya kepemimpinan
transaksional terhadap perilaku cyberloafing pada PNS di Kantor Walikota
Pematangsiantar. Dengan kata lain, hipotesis dalam penelitian ini ditolak dengan
beberapa alasan sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari usia PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar. PNS di
Kantor Walikota Pematangsiantar didominasi oleh usia 35-65 tahun dengan jumlah 84
orang, sedangkan usia 23-34 berjumlah 43 orang. Menurut APJII (2012), usia 23-34
tahun merupakan usia yang paling sering menggunakan internet karena usia tersebut
merupakan generasi yang lahir dan hidup dalam era internet. Sedangkan usia 35-65
tahun harus belajar menyesuaikan diri untuk mengoperasikan internet karena usia 3565 tahun mengenal internet saat mereka sudah dewasa.
47
Jika dilihat dari usia subjek penelitian, perilaku cyberloafing PNS di Kantor
Walikota Pematangsiantar berada pada kategori jarang. Namun, hal ini tidak sesuai
dengan data penelitian yang diperoleh yang mana kategorisasi perilaku cyberloafing
dalam penelitian ini berada pada kategori kadang-kadang. Hal ini dapat dilihat dari
nilai mean empirik perilaku cyberloafing lebih kecil daripada nilai mean hipotetik
(32,16 < 36). Pada kategorisasi, nilai mean empirik sebesar 32,16 berada pada
kategori kadang-kadang.
Kedua, Garret dan Danziger (2008) mengatakan bahwa adanya kebijakan
organisasi untuk membatasi perilaku karyawan maupun larangan dalam menggunakan
internet di tempat kerja dapat mengurangi kesempatan karyawan menggunakan
internet untuk alasan pribadi. Tujuan dari pembatasan perilaku tersebut agar karyawan
dapat meningkatkan regulasi dirinya. Sedangkan di Kantor Walikota Pematangsiantar,
atasan tidak memberlakukan kebijakan khusus dalam menggunakan internet. Para
PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar memiliki kebebasan untuk mengakses
berbagai situs di internet. Hal ini dapat meningkatkan perilaku cyberloafing PNS di
tempat kerja.
Ketiga, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Menurut Pradhan (2013),
gaya kepemimpinan transaksional berhubungan positif dengan perilaku kerja
menyimpang pada karyawan. Gaya kepemimpinan transaksional yang menekankan
pada pencapaian hasil ditambah dengan kurangnya arahan yang tepat dari atasan
mendorong karyawan untuk mengabaikan aturan yang berlaku sehingga menimbulkan
perilaku kerja menyimpang. Cyberloafing merupakan salah satu perilaku kerja
menyimpang yang termasuk dalam kategori penyimpangan produksi (Robinson dan
Bennet, 1995).
48
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian secara keseluruhan yang ditampilkan dalam
bentuk poin. Selain kesimpulan, bab ini juga berisi saran metodologis dan saran praktis yang
nantinya berguna bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang mirip
dengan tema penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan data yang diperoleh telah diolah,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peranan positif gaya kepemimpinan transaksional terhadap perilaku
cyberloafing pada PNS di Kantor Walikota Pematangsiantar. Artinya gaya
kepemimpinan transaksional yang diterapkan di Kantor Walikota Pematangsiantar
dapat meningkatkan perilaku cyberloafing pada PNS.
2. Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diperoleh nilai R square sebesar 0,196
yang berarti bahwa gaya kepemimpinan transaksional memberikan sumbangan
peranan
terhadap
perilaku
cyberloafing
pada
PNS
di
Kantor
Walikota
50
2. Saran Praktis
Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan,
Kantor
Walikota
51