Anda di halaman 1dari 120

ISSN 1411-0016

Pengantar

Latihan Kekuatan untuk Atlet


Muda

Hlm. 3

Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Hlm. 55

Dampak
Penerapan
Complex Training Terhadap
Peningkatan
Kemampuan
Dinamis Anaerobik

Dimensi Sosiologis dalam


Manajemen Olahraga di
Indonesia

Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


Hlm. 7
Latihan Imagery
Dr. Sapta Kunta Purnama
Hlm. 34
Kebutuhan Nutrisi pada Masa
Pemulihan Pertandingan

Neneng Nurosi Nurasjati


Vol. 1 No. 1
Januari April 2013

Hlm. 81

Bidang Sport Science &


Penerapan Iptek Olahraga Humas dan Pemasaran
KONI Pusat
Olahraga di Indonesia

Email: konipusat@yahoo.com Ria Lumintoarso


Homepage: http://www.koni.or.id
Hlm. 101
Facebook: KONI Pusat
Nurul Ratna Mutumanikam,
Twitter: @KONIPusat
dr.M.Gizi

Hlm. 48

ISSN 1411-0016

Volume I, Nomor 1, JanuariApril 2013

Diterbitkan oleh:
Bidang Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat

2|
ISSN 1411-0016

Volume I, Nomor 1, JanuariApril 2013

Pelindung:
Ketua Umum KONI Pusat
Penasehat:
Wakil Ketua Umum I, II, III, IV dan V KONI Pusat
Sekretaris Jenderal KONI Pusat
Penanggung Jawab:
Ketua Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga
Pemimpin Redaksi:
Lilik Sudarwati, Psi.
Tim Editor/Penyunting:
Dr. Rer. Nat. Chaidir, Apt.
Fotografer & Design Grafis:
Fajar Hardi Yudha & Aang Singgih Haryono
Sekretariat:
Dody Handoko & Kunti Handayani
Alamat Redaksi:
Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat
Jl. Pintu I Senayan Jakarta 10270
Telp
: (021) 5712594 (Direct)
(021) 5737494 (hunting), ext. 64
Email
: konipusat@yahoo.com
Homepage : http://www.koni.or.id
Facebook : KONI Pusat
Twitter
: @KONIPusat

JUARA

| Januari April 2013

Pengantar
Salam Olahraga,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rakhmat dan Berkah-Nya sehingga Jurnal Iptek Olahraga
KONI Pusat dapat kembali diluncurkan.
Pertama-tama kami ucapkan Selamat Tahun Baru 2013, semoga kiranya
di tahun-tahun mendatang Prestasi Olahraga Nasional dapat lebih
membanggakan bagi Bangsa dan Negara.
Bidang Sport Science dan Penerapan Iptek Olahraga KONI Pusat mencoba
untuk meluncurkan kembali Jurnal Iptek Olahraga yang sempat tersendat.
Adapun judul Jurnal Iptek Olahraga KONI Pusat yang diluncurkan
kembali adalah Juara yang di dalamnya terdapat 6 (enam) artikel dari
berbagai disiplin ilmu.
Kiranya Jurnal Juara ini dapat memberikan manfaat bagi para Atlet,
Pelatih, dan Pembina Olahraga untuk menunjang peningkatan prestasi
Atlet di masa-masa yang akan datang.
Kami, menyadari Jurnal ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami
mohon kritik dan saran dari pembaca untuk meningkatkan kualitas baik
secara materi maupun secara tampilan.
Terimakasih dan selamat membaca. PATRIOT!
Salam,
REDAKSI

4|

JUARA

| Januari April 2013

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................ 3
1. Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan
Kemampuan Dinamis Anaerobik
Oleh: Dikdik Djafar Sidik, Dkk.......................................................... 7
2. Latihan Imagery
Oleh: Dr. Sapta Kunta Purnama........................................................ 34
3. Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan
Oleh: Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi.................................... 48
4. Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda
Oleh: Dr. Johansyah Lubis, M.Pd....................................................... 55
5. Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia
Oleh: Neneng Nurosi Nurasjati.......................................................... 81
6. Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia
Oleh: Ria Lumintoarso....................................................................... 101

6|

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training


Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis
Anaerobik
Dikdik Zafar Sidik, dkk.

Abstrak

ujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan complex


training terhadap peningkatan kemampuan anaerobik yang dalam
penelitian ini terdiri dari speed, agility, power, maximum strength, speed endurance,
agility endurance, power endurance, dan strength endurance. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain One
group pretest and posttest dengan memberikan perlakuan kepada para pemain
futsal puteri yang tergabung dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal
mahasiswa puteri yang berjumlah 12 orang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Complex Training memberikan dampak yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik, yang terdiri dari: (a) Complex
Training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Speed, (b)Complex Training memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan kemampuan Agility, (c) Complex Training
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Power, (d) Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength, (e) Complex Training
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Speed Endurance, (f) Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Agility Endurance, (g) Complex Training
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Power Endurance, dan (h) Complex Training memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan kemampuan Strength Endurance. Dan,

8 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Anaerobik Alaktasid. Namun, penerapan
Complex Trainingtidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid, serta secara keseluruhan
setelah digabungkan kemampuan-kemampua tersebut maka penerapan
Complex Trainingtidak memberikan dampak yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik.

Kata kunci: Kemampuan Anaerobik, Anaerobik Alaktasid, Anaerobik


Laktasid, speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility
endurance, power endurance, strength endurance, dancomplex training
A. Pendahuluan
Latar belakang penelitian ini adalah bahwa kondisi olahraga prestasi
nasional saat ini masih sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan
kondisi prestasi masa lalu. Berdasarkan identifikasi masalah prestasi ini
muncul lebih diakibatkan oleh faktor internal dan juga eksternal, baik
secara teknis maupun non teknis. Hal inilah yang kemudian berdampak
pada kualitas prestasi bangsa ini seperti dialami oleh perkembangan prestasi
cabang olahraga beladiri pada multi event Sea Games yang tergambar pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perolehan medali Cabor Beladiri Indonesia pada 3 SEA Games
Cabor
Beladiri

SG 2005 Philipina
SG 2007 Thailand
SG 2009 Laos
Emas
Emas
Emas
Perak Prg.
Perak Prg.
Perak Prg.
(T)/(Ra)
(T)/(Ra)
(T)/(Ra)

Judo

3(16)/(4)

1(16)/(5)

1(18)/(6)

Karate

5(18)/(1)

2(18)/(3)

3(17)/(3)

Pencak Silat 5(16)/(2)

5(13)/(1)

2(17)/(4)

Teakwondo

1(15)/(5)

1(16)/(6)

1(21)/(5)

Gulat

0(12)/(4)

1(9)/(2)

2(18)/(4)

Wushu

1(13)/(4)

1(15)/(7)

2(21)/(4)

Tinju

0(13)/(5)

10

0(17)/(6)

0(15)/(6)

Catatan
Menurun
signifikan
Meningkat tdk.
signifikan
Menurun
signifikan
Menurun
signifikan
Meningkat tdk.
signifikan
Meningkat tdk.
signifikan
Meningkat tdk.
signifikan

Gejala kemunduran pretasi olahraga nasional sekarang ini salah


satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman para pelatih akan upaya
JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

|9

bagaimana meningkatkan dan mengembangkan kemampuan fisik di


tingkat atlet elit secara lebih komprehensif dan juga spesifik.
Pelatihan fisik merupakan bagian yang sangat penting ketika pelatihan
ini berlangsung di level elit, karena masa ini saatnya peningkatan kualitas
fisik yang sangat prima. Banyaknya komponen fisik yang menjadi kebutuhan
prestasi atlet menuntut pelatih untuk berusaha keras memahami dengan
baik tentang pelatihan-pelatihan komponen fisik, seperti: kemampuan
kelenturan, kecepatan gerak (dalam bentuk speed, agility, maupun
quickness), kekuatan maksimal, kekuatan yang cepat (power), daya
tahan kekuatan, daya tahan anaerob, dan juga daya tahan aerob. Semua
komponen fisik tersebut pada prinsipnya merupakan kemampuan dinamis
anaerobik dan aerobik.
Banyak metode dan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kondisi fisik para atlet, seperti Complex Training.Brad Mc
Gregormengatakan bahwa:
The ever-increasing emphasis that is placed on athleticism and sporting success
has led scientists to investigate numerous training methods that can have a positive
effect on performance. One such method that has received significant attention
is complex training (CT).(http://www.pponline.co.uk/encyc/complex-training.
html)

Metode ini jarang atau bahkan belum pernah dilakukan dalam pelatihan
fisik di beberapa provinsi Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal,
seperti beberapa pelatih yang belum memahami manfaat dari Complex
Training, peralatan yang dirasakan sulit untuk menerapkan metode
latihan ini karena membutuhkan peralatan beban. Hal lain yang menjadi
permasalahan dalam praktik latihan adalah penerapan metode latihan
yang masih belum jelas karakter dari setiap metode tersebut. Keterbatasan
metode yang dipahami merupakan bagian dari keterbatasan pelatih dalam
menerapkan cara pelatihan.
Isu-isu tersebut yang menggugah untuk kemudian dijadikan sebagai
langkah-langkah strategis dalam upaya penelitian lebih lanjut. Oleh
karena itu, peneliti merasa terpanggil untuk mengkaji lebih dalam tentang
Penerapan pola pelatihan Complex Training yang diterapkan oleh para
talet elit internasional untuk diterapkan pada para atlet Indonesia sebagai
penambahan wawasan pelatihan bagi para pelatih di Indonesia.
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

10 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan
tentang Apakah penerapan Complex Training memberikan dampak
yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob?
B. Kajian Teoritik
Kemampuan anaerobik adalah kemampuan tubuh dimana mekanisme
penyediaan energi untuk mewujudkan gerak yang bergantung pada
kebutuhan O2 tidak dapat terpenuhi seluruhnya oleh tubuh, ketika terjadi
pertukaran energi dalam jaringan tubuh atau dengan kata lain capable of
living without oxygen (Tattam,www.slideshare.net/jorrflv/effect of training
on the energi-sistem)
Kemampuan anaerobik mendorong tubuh melakukan gerak maksimal
sampai waktu tertentu, sehingga paru-paru tidak mampu memasukkan
O2 ke otot-otot yang dibutuhkan. Jadi, tubuh melakukan gerak tanpa O2
dan dilakukan dalam waktu yang singkat. Selama waktu ini, tubuh akan
menghasilkan asam laktat yang merupakan alasan mengapa tubuh merasa
lelah. Besarnya kapasitas anaerobik dapat menunjukkan besarnya tuntutan/
keperluan O2 yang akan terwujud sebagai beratnya beban atau intensitas
kerja yang dilakukan (Giriwijoyo,2010:131). Kemampuan anaerobik
ini sering dimanfaatkan oleh atlet dalam mempromosikan kecepatan,
kekuatan, dan untuk membangun massa otot.
Secara fisiologi, ada 2 jenis sistem energi anaerobik yaitu:
1. ATP (Adenosin Tri Posfat) dan CP (PospatCreatin), dimana kurang
lebih dalam 10 detik pertama dari gerak (sistem anaerobik), tubuh
akan membakar ATP yang tersimpan sebagai sumber energi
2. Glikolisis anaerobik. Setelah ATP-CP yang tersimpan di dalam
otot terbakar habis, tubuh akan membuat ATP yang lebih dengan
mendongkrak karbohidrat yang hadirmelalui proses glycolysis
Untuk lebih jelasnya mekanisme proses system energy anaerobic ini
dapat dilihat pada gambar berikut.

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

(a) Direct phosphorylation [coupled


reaction of creatine phosphate (CP)
and ADP)
Energy soueces: CP
Oxygen use: None
Products: 1 ATP per CP, creatine
Duration of energy provision: 15 s.

| 11

(b) Anaerobic mechanism (glycolysis and


lactic acid formation)
Energy soueces: glucose
Oxygen use: None
Products: 2 ATP per glucose, lactic acid
Duration of energy provision: 30-60 s.

Gambar 1. Metabolisme Otot: Energi untuk kontraksi


(Sumber:www.slideshare.net/jorrflv/human anatomy & physiology/muscle-energi-sistem)

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang


pertama atau disebut dengan kemampuan anaerobik alaktasid adalah
kemampuan kecepatan gerak, baik dalam bentuk Speed, Agility, maupun
Quickness. Banyak cabang olahraga yang membutuhkan komponenkomponen tersebut baik secara tersendiri yaitu: hanya membutuhkan
kemampuan Speed saja, atau Agility saja, namun banyak cabang olahraga
yang membutuhkan gabungan dari kemampuan-kemampuan tersebut.
Selain kemampuan kecepatan gerak, kemampuan lain yang system
kerjanya berdasarkan sumber energi anaerob adalah kemampuan kekuatan
yang cepat (power).
Kemampuan anaerobik alaktasid adalah kemampuan tubuh dimana
mekanisme penyediaan energi untuk mewujudkan gerak eksplosif
yang tidak bergantung pada kebutuhan O2 dan geraknya hanya dapat
berlangsung dalam beberapa detik saja, serta hasil pembakaran energinya
tidak menghasilkan asam laktat.
Sistem energi anaerobik alaktasid menggunakan sistem energi ATPPC, artinya Adenosin Triphospate bekerja bersama-sama dengan creatine
postat dalam meningkatkan kinerja sistem energinya. Sistem ATP-PC ini
hanya bisa berlangsung dalam kurun waktu yang singkat, tidak lebih dari
10 detik. Sistem kerjanya tidak menggunakan O2 dan pembakarannya
tidak menghasilkan asam laktat (Tattam (www.slideshare.net/jorrflv/effect
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

12 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


of training on the energi-sistem); Matthew & Fox, 1971).

Gambar 2.2 ATP Energi Cycle


Sumber:http://www.flammerouge.je/content/3_factsheets/constant/anaerobik.htm

Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yang


kedua atau disebut juga kemamapuan anaerobik laktasid adalah kemampuan
kecepatan gerak yang dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih
lamaatau kecepatan maksimal yang konsisten dalam jumlah pengulangan
yang cukup banyak, seperti kemampuan Speed yang dipertahankan dalam
durasi yang relative panjang atau Speed Endurance, kemampuan Agility yang
dapat bekerja dalam waktu yang lama atau Agility Endurance, kemampuan
power yang dipertahankan dalam durasi atau pengulangan yang lama yang
juga disebut dengan istilah Power Endurance, dan kemampuan kekuatan
otot yang dipertahankan dalam waktu yang cukup lama atau Strength
Endurance.
Sistem ini yang beroperasi tanpa menggunakan O2 untuk membantu
memulihkan pasokan ATP dalam otot adalah sistem asam laktat. Sistem
ini melibatkan pemecahan parsial glukosa untuk membentuk asam laktat.
Sistem ini yang dilibatkan oleh tubuh manusia sebagai kemampuan
anaerobik laktasid.
Energi yang disediakan oleh sistem ini untuk tubuh adalah penting
karena menyediakan pasokan cepat ATP untuk tubuh yang membantu
dalam ledakan singkat intens kegiatan yang biasanya berlangsung dari
sekitar 30-60 detik dan dapat bertahan hingga 2 menit. Jika intensitas
dari kegiatan ini dapat dipertahankan maka asam laktat kemudian akan
terakumulasi dalam otot.

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

Glycogen

Glucose

Pyrucic
Acid

Insufficleni
Oqygen

Lactic
Acid

ADP+P

| 13

ATP

Gambar 2.3 Sistem Glikolisis


Sumb er:http://www.flammerouge.je/content/3_factsheets/constant/anaerobik.htm

Hakikat Complex Training adalah metode latihan yang menggabungkan


pelatihan kekuatan yang bersifat maksimal melalui koordinasi intramuscular
(Neural Activation) dengan latihan kekuatan yang eksplosif, sehingga
diharapkan hasil pelatihannya adalah mampu meningkatkan komponen
strength dan power (Ward,2009).
Complex training adalah suatu metode latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kondisi fisik seorang atlet dimana atlet
melakukan latihan kekuatan dengan intensitas tinggi yang ditransfer ke
dalam latihan pliometrik dengan tuntutan biomekanika yang sama (kelompok
otot yang sama atau persendian yang sama) dari latihan kekuatan tersebut
(Docherty et al, 2004; Shepperd,2008; MacKenzie,2007). Sebagai contoh:
1a) Squat:2-4 repetisi (80-90%)
1b) Jump Squat: 10 repetisi
Atau
1a) Bench Press: 2-4 repetisi (80-90%)
1b) Clap Push up: 10repetisi
Teori dasar dari complex training ini adalah dengan mengambil
keuntungan dari potential post-activation. Potential post-activation adalah
suatu fenomena, yang terjadi ketika kekuatan otot meningkat yang didapat
dari proses kontraksi selama latihan. Jadi, dalam contoh di atas, melakukan
bentuk Squat dengan beban berat akan menyebabkan peningkatan dalam
hal kekuatan otot, yang secara teoritis meningkatkan kekuatan output jump
squat. Mengenai kombinasi antara latihan kekuatan dengan intensitas yang
tinggi kemudian ditransferkan ke latihan pliometrik itu sendiri mempunyai
hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Metode latihan ini bekerja berdasarkan sistem syaraf serta pada saat
yang bersamaan mengaktifkan serat otot kedut cepat. Latihan kekuatan
dengan intensitas yang tinggi mengaktifkan serat otot kedut cepat (serat
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

14 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


otot kedut cepat ini bertanggung jawab terhadap aktifitas power yang
eksplosif). Pada latihan yang berikutnya yaitu latihan pliometrik serat-serat
otot yang tadinya diaktifkan pada latihan kekuatan tadi, kali ini digunakan
atau dipakai. Selama aktifitas ini berlangsung otot-otot mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi. Bentuk latihan complex
training yang intensif dapat melatih serat otot kedut lambat untuk bekerja
layaknya serat otot kedut cepat. Apabila hal tersebut terjadi, maka bisa
dibayangkan bagaimana hasilnya terhadap kemampuan fisik seorang atlet,
sudah dapat dipastikan luar biasa dampaknya.
Penerapan complex training merupakan metode yang diharapkan dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
yang bersifat anaerob, seperti kemampuan kecepatan geraknya dalam
bentuk speed, agility, atau powernya, maupun kemampuan yang bersifat
daya tahan kecepatan seperti daya tahan kecepatan dalam bentuk speed
(speed endurance), agility (agility endurance), dan juga power otot yang bisa
dipertahankan dalam waktu yang lama atau dalam jumlah pengulangan
yang banyak (power endurance).
C. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
eksperimen dengan disain one group pretest and posttest. Adapun rancangan
penelitian ini adalah:

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 15

Gambar 2. Desain penelitian

Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Fitness Center mulai


bulan Juli sampai dengan November 2011. Pelaksanaan latihan dilakukan
3 kali dalam satu minggu tergantung pada tujuan latihannya sesuai dengan
ketentuan prinsip dan norma pembebanan latihan dalam mencapai tujuan
latihan fisik.
Subjek Penelitian yang diambil adalah para mahasiswi yang tergabung
dalam unit kegiatan olahraga prestasi futsal mahasiswa puteri sejumlah 12
orang.
Instrumen Penelitian yang digunakan untuk melaksanakan proses dan
mengumpulkan data berupa program latihan untuk Complex Training dan
beberapa item tes untuk mengetahui kemampuan Anaerob, seperti:
1. Tes Kecepatan Gerak dalam bentuk
a. Speed: Sprint 20 meter
b. Agility: Shuttle run 4m x 5 shuttle
2. Tes Kekuatan yang Cepat:
a. Power: St, Broad Jump
3. Tes Daya Tahan Kecepatan:
a. Speed Endurance: Tes Sprint 150 meter
b. Agility Endurance: 10 m x 10 rep
4. Tes Power Endurance (Stamina Otot):
a. Power Endurance: Tes Lompat 10 Hop
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

16 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


5. Tes Maximum Strength: 1 RM Leg Press
6. Tes Strength Endurance: 60% RM
Pengumpulan Data. Langkah-langkah yang diambil untuk pengumpulan
data adalah menyiapkan instrument tes, melaksanakan pengetesan dan
pengukuran sesuai prosedur tes oleh sejumlah personil tester (5 orang yang
ahli dalam pengambilan data). Data yang terkumpul adalah jenis data
kuantitaif.
Jadwal pengambilan data terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama
merupakan tes awal untuk mengetahui kondisi awal para sampel. Dan,
tahap kedua adalah tes akhir untuk melihat perkembangan dari hasil
perlakuan pelatihan.
Teknik Analisis dari data yang terkumpul dari hasil pengukuran
berdasarkan tes kemampuan dinamis anaerobic dianalisis untuk menguji
hipotesis dengan menggunakan teknik analisis statistik uji t-test yang
berkorelasi (Sugiyono, 2006:119) yang terlebih dahulu melalui uji
normalitas dengan Lillifors. Adapun rumus uji t-test adalah:

Harga t kemudian dibandingkan dengan harga t dengan dk = n1 + n2


2 pada taraf kesalahan 0,05 (5%) tabel, dengan kriteria, jika t hitung <
t tabel maka Ho diterima sebaliknya Ha ditolak.
Ho : Penerapan Complex Training tidak memberikan dampak yang
signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob.
Ha : Penerapan Complex Training memberikan dampak yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerob.
D. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini disajikan gambaran data hasil pengetesan dan
pengukuran yang telah diolah sehingga memperoleh Nilai rata-rata,
Simpangan baku (standar deviasi), dan Simpangan baku Gabungan
(Varian) pada masing-masing komponen kemampuan anaerob pada tes
awal dan tes akhir seperti tertuang pada tabel-tabel berikut di bawah.
JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 17

Nilai-nilai tersebut selanjutnya akan dipergunakan untuk melakukan


pengujian agar dapat ditemukan kebermaknaan (signifikansi) dari masingmasing perlakuan yang diberikan melalui uji t
Tabel 2. Mean, Simpangan Baku, dan Varians dari tes awal & tes akhir
Kemampuan
Anaerobik Alaktasid
1. Speed
2. Agility
3. Power
4. Maximum Strength
Anaerobik Alaktasid
Kemampuan
Anaerobik Alaktasid
1. Speed Endurance
2. Agility Endurance
3. Power Endurance
4. Strength Endurance
Anaerobik Laktasid
Kemampuan
Anaerobik Alaktasid
1. Speed
2. Agility
3. Power
4. Maximum Strength
Anaerobik Alaktasid
Kemampuan
Anaerobik Alaktasid
1. Speed Endurance
2. Agility Endurance
3. Power Endurance
4. Strength Endurance
Anaerobik Laktasid

Nilai Rata-rata

Simpangan Baku

3,60
7,91
1,90
50,00
50,00

0,09
0,68
0,21
10,00
7,92

Nilai Rata-rata

Simpangan Baku

25,94
40,94
17,48
50,00
50,00

1,36
1,80
1,78
10,00
6,18

Nilai Rata-rata

Simpangan Baku

3,49
7,41
2,09
50,00
50,00

0,12
0,39
0,11
10,00
9,31

Nilai Rata-rata

Simpangan Baku

25,67
29,65
18,85
50,00
50,00

1,13
1,14
1,35
10,00
5,80

Simp. Baku
Gabungan
0,009
0,467
0,042
100
62,80
Simp. Baku
Gabungan
1,84
3,24
3,16
100
38,23
Simp. Baku
Gabungan
0,014
0,153
0,012
100
86,66
Simp. Baku
Gabungan
1,28
1,31
1,82
100
33,6

E. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan


Untuk melihat hasil peningkatan kemampuan kelompok sampel maka
perlu dilakukan pengujian statistik dengan Uji t-test melalui pendekatan
distribusi sampling t, dengan rumus.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

18 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

a. Uji t pada peningkatan kemampuan:


1. Speed:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:


t hitung (5,58) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
kecepatan gerak Speed.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar3.

Gambar 3. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Speed

2. Agility:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (3,14) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 19

penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex


Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Agility. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4.. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Agility

3. Power:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (5,05) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex
Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Power. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

20 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 5. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Power

4. Maximum Strength

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (20,96) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Maximum Strength.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar6.

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 21

Gambar 6. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Maximum Strength

5. Speed Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (1,97) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Speed Endurance.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar7.

Gambar 7. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Speed Endurance


Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

22 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


6. Agility Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (4,02) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex Training
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan
Agility Endurance.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar8.

Gambar 8. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Agility Endurance

7. Power Endurance:

Dari hasilpengolahan data diperolehnilai:


t hitung (4,46) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex
Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Power Endurance.Hasil tersebut dapat dilihat pada
gambar 9.

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 23

4,46
- 1,72

1,72

Gambar 9. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Power Endurance

8. Strength Endurance:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:


t hitung (4,11) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex
Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Strength Endurance.Hasilt ersebut dapat dilihat pada
gambar 10.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

24 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 10. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Strength Endurance

9. Anaerobik Alaktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:


t hitung (1,92) > dari t tabel (1,72), maka Ho ditolak dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) diterima yang berarti bahwa Complex
Training memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Anaerobik Alaktasid. Hasil tersebut dapat dilihat pada
gambar 11.

Gambar 11. Kurva kemampuan & Grafik Peningkatan Anaerobik Alaktasid

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 25

10. Anaerobik Laktasid:

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai:


t hitung (0,002) < dari t tabel (1,72), maka Ho diterima dan Ha
(hipotesis penelitian/hipotesis kerja) ditolak yang berarti bahwa
Complex Training tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan Anaerobik Laktasid. Hasil tersebut dapat
dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Kurva kemampuan & Grafik Anaerobik Laktasid

11. Anaerobik:

Dari hasilpengolahan data diperoleh nilai:


t hitung (1,69) < dari t tabel (1,72), maka Ho diterima dan Ha (hipotesis
penelitian/hipotesis kerja) ditolak yang berarti bahwa Complex
Trainingtidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemampuan Anaerobik.Hasiltersebutdapatdilihatpadagambar13.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

26 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.

Gambar 13. Kurva kemampuan & Grafik Anaerobik

F. Diskusi Penemuan
Pelatihan complex ini sangat efektif untuk membantu meningkatkan
kemampuan kecepatan speed. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatkan
nya kemampuan ini sebesar rata-rata 0,11 detik (rata-rata kemampuan
awal 3,60 menjadi rata-rata kemampuan akhir 3,49 detik). Catatan waktu
ini sangat bermakna jika terjadi pada suatu perlombaan seperti nomor
sprint 100 meter, yang perbedaan antara atlet satu dengan yang lainnya
hanya terpaut 0,01 detik.
Peningkatan ini merupakan indikasi kebermaknaan dari pelatihan
kekuatan dengan memanfaatkan metode latihan kompleks yang
menggabungkan pelatihan kekuatan maksimal dengan pelatihan kekuatan
yang ekplosif cepat. Sehingga pelatihan ini cukup penting jika diterapkan
untuk cabang olahraga yang membutuhkan speed.

JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 27

Untuk kemampuan kelincahan (agility) peningkatan yang terjadi


juga signifikan dari rata-rata 7,91 detik menjadi 7,41 detik, terpaut
lebih singkat 0,50 detik. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat baik
peningkatnnya untuk cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan
agility. Pelatihan kekuatan maksimal yang adekuat ternyata memberikan
dampak yang siginifikan peningkatnnya terhadap kemampuan agility, hal
ini ditunjukkan dengan kemampuan break saat harus merubah arah
akselerasi. Gerakan ketika merubah arah ini benar-benar membutuhkan
kemampuan kekuatan maksimal karena harus melakukan pengereman dan
dengan segera membalikkan badan untuk segera melakukan perubahan
arah. Jika kemampuan kekuatan maksimal otot tungkainya tidak/kurang
baik maka kecil kemungkinan untuk bisa melakukan gerakan ini lebih
cepat/lebih lincah
Untuk kemampuan lainnya seperti power dan kekuatan maksimal sudah
bisa diyakinkan akan terjadi peningkatan yang signifikan karena pelatihan
complex training bericirikan penggabungan dua komponen kemampuan
tersebut, sehingga peningkatan yang terjadi sangat siginifikan.
Hasil temuan data berdasarkan penggabungan kemampuan anaerobik
bersifat alaktasid, yang terdiri dari kemampuan speed, agility, power, dan
kemampuan kekuatan maksimal menunjukkan peningkatan yang signifikan.
dari hasil perlakuan complex training. Rata-rata peningkatannya sebesar
3.05, yaitu dari rata-rata 50.00 menjadi 53.05. Hal ini mengisyaratkan
bahwa jika hendak meningkatkan kemampuan yang bersifat anaerobik
yang alaktasid tersebut sebaiknya memanfaatkan pelatihan kekuatan yang
intensif dan eksklusif, karena pelatihan complex training menunjukkan
kekhasan dalam pelatihan yang bersifat anaerobik alaktasid yang
memfasilitasi kemampuan akselerasi gerakan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan kemampuan ini.
Temuan lain dari kemampuan ini adalah adanya peningkatan yang
konsisten dari masing-masing anggota sampel setelah perlakuan complex
training pada keempat kemampuan anaerobik alaktasid tersebut.
Temuan pada kemampuan speed endurance yang juga mengalami
peningkatan yang signifikan ditandai dengan peningkatan rata-rata
kecepatan lari per 50 meternya untuk menempuh jarak 150 meter sprint.
Perubahan difisit waktu antar jarak tersebut sebesar rata-rata kurang dari
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

28 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


0.50 detik. Dan, peningkatan rata-rata sebesar 0.27 detik merupakatan
catatan waktu yang signifikan. Hal ini seperti yang sering terjadi pada
perlombaan dalam nomor sprint di atletik. Waktu tersebut sangat bermakna
untuk menentukan siapa yang menjadi terbaik walaupun berbeda 0,01
detik. Ini merupakan kemampuan mempertahankan percepatan langkah
secara maksimal.
Pada kemampuan daya tahan kelincahan (agility endurance) ditemukan
peningkatan rata-rata sebesar 1,28 detik. Suatu perubahan peningkatan
yang sangat signifikan karena meningkatnya lebih dari 1 detik. Hal ini
tentu disebabkan oleh kemampuan menahan berat badan saat berhenti
medadak yang kemudian melakukan gerakan merubah arah secara cepat,
kemampuan ini pasti disebabkan oleh peningkatan kemampuan kekuatan
maksimal otot tungkai yang menjadi lebih baik. Sehingga mampu kemudian
melakukan akselerasi dan mempertahankannya untuk jumlah pengulangan
yang cukup banyak.
Power endurance yang merupakan kemampuan gabungan dari
kemampuan kecepatan, kekuatan, dan daya tahan menunjukkan kualitas
yang sangat kompleks. Peningkatan rata-rata dari kemampuan power
endurance otot tungkai sebesar 107 m untuk tungkai kanan dan 1,15 m
untuk tungkai kiri merupakan angka peningkatan yang signifikan. Jika
diimplementasikan dalam kebutuhan kemampuan power endurance ini
untuk perlombaan nomor lompat dalam atletik sudah bisa dipastikan
sangat signifikan.
Temuan pada kemampuan daya tahan kekuatan otot tungkai yang
mengalami peningkatan sangat signifikan rata-rata 38,17 kali pengulangan
merupakan modal dasar untuk mampu mempertahankan performa baik
dalam bentuk speed, agility, power, maximum strength, speed endurance, agility
endurance, maupun power endurance. Dengan peningkatan kemampuan
daya tahan kekuatan otot maka peluang untuk bertahan dalam setiap
melakukan gerak menjadi lebih besar.
Untuk kemampuan yang bersifat anaerob laktasid seperti: speed
endurance, agility endurance, power endurance, dan strength endurance,
pelatihan inipun memberikan dampak yang siginifikan. Temuan dari hasil
perlakuan yang secara penghitungan volume latihan memenuhi syarat
pelatihan daya tahan, yaitu jumlah pengulangan yang cukup banyak total
JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 29

repetisinya yaitu mencapai jumlah 1224 untuk beban maksimal dan 180
kali lompatan.
Untuk kemampuan anaerobik bersifat laktasid yang menggabungkan
kemampuan speed endurance, agility endurance, power endurance, dan strength
endurance nampak pada perubahan peningkatan masing-masing anggota
sampel yang memiliki kelebihan pada satu komponen namun masih lemah
pada komponen lain sehingga akumulasi kemampuan menjadi berubah.
Hal ini sejalan dengan prinsip individualisasi yang menyatakan bahwa
setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dan kemampuan
anaerobik yang laktasid sangat dipengaruhi oleh kemampuan aerobik
terutama manfaat pemulihan dan ketikan menghindari cepat datangnya
kelelahan.
Seperti terlihat pada grafik 13 bahwa terdapat 6 sampel yang mengalami
penurunan kemampuan setelah dijadikan skor gabungan. Hal ini yang
luput dari pemantauan adalah variabel lain seperti dasar kemampuan
aerobiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anaerobik yang
hendak ditingkatkan secara eksklusif harus memenuhi syarat kemampuan
aerobik yang sudah cukup baik.
Begitu juga dengan skor gabungan yang diperoleh dari hasil kemampuan
anaerobik yang alaktasid dengan anaerobik yang laktasid menunjukkan
perubahan peningkatan yang belum signifikan. Hal ini disebabkan
karena nilai gabungan anaerobik laktasid yang tidak signifikan sehingga
berpengaruhi terhadap kemampuan anaerobik secara keseluruhan. Temuan
lain dari kemampuan ini adalah meyakinkan bahwa kemampuan anaerobik
dipengaruhi oleh kemampuan yang bersifat daya tahan (aerob).
Hal lain yang menjadi temuan penelitian adalah tentang aspek
psikologis yaitu adanya kepercayaan diri yang cukup tinggi dari setiap
atlet/pemain ketika melakukan pergerakan dalam kecabangan olahraga
(dalam hal ini permainan futsal), seperti ketika mereka melakukan sikap
tumpuan untuk melakukan gerakan shooting bola ke gawang. Nilai
positif lain yang dirasakan adalah kemampuan kualitas otot menjadi lebih
padat (muscle density) sehingga menjadi lebih kokoh saat melakukan
pergerakan. Namun perubahan kemampuan aerob perlu dicermati untuk
ditindaklanjuti melalui kajian penelitian berikutnya.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

30 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


G. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa:
1. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Speed
2. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Agility
3. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Power
4. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Maximum Strength
5. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Speed Endurance
6. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Agility Enduranc
7. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Power Endurance
8. Penerapan Complex Training memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan Strength Endurance
9. Penerapan pelatihan Complex Training memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik
Alaktasid.
10. Penerapan pelatihan Complex Training tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik
Laktasid
11. Penerapan pelatihan Complex Training tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan dinamis Anaerobik
H. Saran & Rekomendasi
Oleh karena penerapan pola latihan Complex Training memberikan
dampak terhadap peningkatan rata-rata kemampuan anaerobyang
bersiafat alaktasid maupun laktasid maka disarankan kepada para pelatih
untuk memberikan pelatihan ini secara bertahap, sistematis sesuai
dengan kebutuhan periodisasi dan tuntutan tujuan latihan yang terkait
JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 31

pelatihan kekuatan maksimal yang ditransfer dalam bentuk-bentuk latihan


pliometrik untuk meningkatkan kemampuan kecepatan gerak dalam
bentuk speed maupun agility, power yang dinamis dalam bentuk gerakan
lompat, kekutan maksimal yang skplosuf, juga daya tahan power (power
endurance), daya tahan kecepatan (speed endurance),serta kemampuan
daya tahan kelincahan (agility endurance).
Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan
yang signifikan setelah kemampuan secara keseluruhan digabungkan maka
disarankan kepada para pelatih untuk juga memperhatikan kemampuan
aerobik sebagai dasar bangunan kemampuan fisik agar hasil latihan yang
bersifat anaerobik dapat lebih berkualitas. Karena upaya untuk meningkatkan
kemampuan anaerobik yang bersifat laktasid maka konsekuensi pemulihan
harus baik (cepat) sehingga dibutuhkan kemampuan kapasitas aerobik
yang sangat baik sesuai dengan manfaat dari kemampuan aerobik bahwa
dengan aerobik yang baik maka rasa lelah akan lama datang/muncul dan
masa pemulihan akan cepat/singkat.
Diharapkan setiap pelatih mampu menerapkan program latihan
Complex Training sesuai dengan tahapan yang dibutuhkan pada
periodisasi latihan kekuatan yaitu: mulai dari tahapan Adaptasi Anatomik,
Hipertropi, Koordinasi Intramuskular yang bisa memanfaatkan metode
complex training, dilanjutkan dengan konversi ke daya tahan power
(power endurance), dan diakhiri menjelang kompetisi dengan tahapan
power yang bersifat anaerobik alaktasid agar tingkat kelelehan tidak terjadi
menjelang kompetisi. Hal ini penting agar kebutuhan latihan menjadi lebih
terjamin dan sasaran latihan menjadi terarah.
Penerapan latihan secara adekuat dengan memperhatikan metode
latihan, pola latihan, prinsip-prinsip, dan norma-norma latihan dengan
tepat merupakan kunci penting untuk mendapatkan overkompensasi
(Efek Latihan).
Guna menghasilkan pengembangan keilmuan dalam kepelatihan yang
lebih efektif dan efesien maka dalam penelitian ini dapat dikembangkan
melalui kajian lain atau penerapan pelatihan yang lebih istimewa dengan
menggabungkan beberapa pola latihan secara periodik dan sistematik. Dan
juga lebih memperhatikan kebutuhan pada cabang olahraga yang lebih

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

32 | Dikdik Djafar Sidik, Dkk.


spesifik dominan kemampuan fisik, seperti cabang olahraga yang dominan
kecepatan (sport speed), dominan power endurance (sport strength), atau
dominan daya tahan (sport endurance) ketika memanfaatkan pola pelatihan.
Karena pelatihan ini efektif untuk kelompok atlet elit seperti
dideskripsikan dalam latar belakang maka sebaiknya para pelatih lebih
mempertimbangkan kembali untuk memanfaatkan pelatihan ini secara
lebih adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor O. (1999). Theory and Methodology of Training; the Key
to Athletic Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt Publishing
Company.
Duthie. complex, contrast and traditional training (http://www.pponline.
co.uk/encyc/complex-training.html)
Gamble, Paul. (2010). Strength & Conditioning for Teams Sports: SportsSpecific Physical Preparation for High Performance. Routledge, Taylor &
Francis Group. London & New York.
Giriwijoyo, Santosa. (2007). Ilmu Faal Olahraga; Fungsi Tubuh Manusia
pada Olahraga, edisi 7. Bandung: Buku Ajar FPOK UPI.
Gordon, Dan. (2009). Coaching Science. Learning Matters. British Library.
Grego. Brad Mc. Complex Training. (http://www.pponline.co.uk/encyc/
complex-training.html)
Pesurnay, P. Levinus, danSidik, D. Zafar.(2007). MateriPenataranPelatihFisik
Tingkat Nasional Se-Indonesia.KoniPusat.
Janssen, Peter, 2001. Lactate Threshold Training. Canada: Human Kinetics
Publisher
Sudjana, 1990. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sidik. Dikdik Zafar. Periodisasi Latihan Kekuatan. www.koni.or.id
Fitnessvenues.(2009). Strength training and complex training methods.
http://www.fitnessvenues.com/uk/complex-strength-training.
[27
September 2011].
Spellwin.G.(2009). Complex Training New Method for Amazing Muscle
JUARA

| Januari April 2013

Dampak Penerapan Complex Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Dinamis Anaerobik

| 33

Building Results. [Online].Tersedia: http://bodybuilding.elitefitness.


com/complex-training. [27 September 2011].
Shepherd.J. (2008).Complex training: The potentiation effect - can one training
mode really enhance another?:http://www.pponline.co.uk/encyc/complextraining.html. [ 29September 2011].
Mackenzie, B. (2002). Leg Pliometriks .http://www.brianmac.co.uk/
legplymo.htm
Mackenzie. Brian.2000. Complex Training. http://www.brianmac.co.uk/
complex.htm
Tattam, Amy. The Effects of Training on the Anaerobik Energi Sistem. www.
slideshare.net
___. Anaerobik Capacity. www.flammerouge.jet
Wises. 2008. Speed, Power, Power Endurance http://wise-coach.com/speedpower-power-endurance.html
Ward, P. (2009). Complex Training Are Specific Rest Intervals Important?.
[Onli ne].http://optimumsportsperformance.com/blog.
Korespondensi:

Nama: Dr. Dikdik Zafar Sidik M.Pd; Institusi: Pendidikan Kepelatihan


Olahraga FPOK Universitas Pendidikan Indonesia; Alamat: Jl. Dr.
Setiabudi No. 229 Bandung 40154; Telp/ax: (022) 2004750; Email:
dizas424@yahoo.com

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

Latihan Imagery
Dr. Sapta Kunta Purnama

(Dosen FIK Univ. Negeri Semarang)

A. Pendahuluan

alam membina atlet sekarang ini masih banyak para pelatih yang
tidak melaksanakan latihan khusus untuk meningkatkan kualitas
mental atlet. Kecenderungan pelatih hanya menitik beratkan pada latihan
fisik atau latihan yang nyata dapat dilakukan dengan gerakan badan atau
anggota tubuh, bahkan banyak pelatih yang tidak tahu tentang pelaksanaan
latihan selain latihan yang nampak nyata dalam peragaan fisik. Memang
salah satu metode terbaik untuk meningkatkan keterampilan gerak adalah
latihan yang secara langsung mempelajari kegiatan/aktivitas keterampilan
gerak tersebut dengan praktek secara berulang-ulang, karena dengan
praktek berulang-ulang seseorang akan memperoleh pola otomatis dari
teknik keterampilan gerak yang dipelajarinya.
Apakah ada latihan yang tidak tampak nyata? Dalam latihan mental
(mental training) ada istilah latihan imajeri, mental rehearsal dan imagery.
Istilah tersebut sebenarnya sama yaitu; suatu latihan dengan cara
membayangkan, memikirkan atau menggambarkan situasi tertentu. Jenis
latihan ini umumnya belum dilaksanakan oleh pelatih dalam program
latihan untuk atlet atau anak didik mereka. Hal ini disebabkan masih
banyak para pelatih yang asing mengenai konsep teknik latihan imajeri.

Pembinaan olahraga di tingkat klub atau sekolah, pada umumnya


dimulai sejak periode usia dini antara usia 6-12 tahun. Eksistensinya sebagai
lapisan pembinaan yang berperan untuk melanggengkan proses regenerasi
menjadi sangat penting, lebih-lebih karena klub dan sekolah merupakan
34

Latihan Imagery

| 35

pusat awal pembinaan atlet-atlet usia dini dan menjadikan salah satu
strategi paling mendasar dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga. Oleh
karena itu, pembinaannya harus dilakukan secara berencana, teratur, dan
sistematis dengan memberdayakan semua aspek pendukung terciptanya
prestasi setinggi mungkin, terutama aspek terkait dengan proses latihan,
baik aspek kemampuan fisik, keterampilan teknik dan taktik bermain,
maupun keterampilan psikologis secara simultan.
Kondisi faktual menunjukkan bahwa pembinaan prestasi olahraga
saat ini terutama di tingkat klub dan sekolah, khususnya pembinaan aspek
keterampilan psikologis merupakan latihan yang sangat penting dalam
pembinaan olahraga. Kesabaran, keberanian, sportivitas, kepercayaan
diri, motivasi, pengelolaan emosi, termasuk penetapan tujuan dan imajeri
mental merupakan aspek-aspek psikologis yang sangat penting dalam
pembinaan olahraga dan harus dilatihkan sejak usia dini seperti halnya
latihan fisik atau teknik.
Pelaksanaan latihan imajeri di lapangan bukan berarti bahwa latihan
ini sepenuhnya dapat menggantikan latihan yang nyata tampak dalam
peragaan fisik, tetapi kedua-duanya harus diberikan dalam satu kesatuan
atau harus saling mengisi untuk mengoptimalkan/memaksimalkan
pencapaian prestasi atlet.
Setiap pertandingan selesai, banyak orang berkomentar tentang faktor
kemenangan dan kekalahan. Ada yang mengatakan, pemain A memiliki
kelebihan dalam hal teknik, ada yang mengatakan kelebihan dalam hal fisik
dan tidak jarang yang mengatakan, karena pemain B sebelum bertanding
sudah kalah mental. Dalam hal ini dapat disimpulkan sebenarnya
penampilan atlet yang berprestasi tertentu merupakan hasil akumulasi
(gabungan) dari berbagai faktor. Faktor mental merupakan bagian yang
turut menentukan keberhasilan dalam pertandingan olahraga. Oleh
karena faktor mental menjadi salah satu yang penting dalam keberhasilan
atau peningkatan prestasi atlet, maka perlu adanya latihan mental.
Latihan mental adalah terjemahan dari kata mental practice, mental
training, mental rehearsal atau cognitive rehearsial. Singer (1980) menyebutkan
latihan mental dengan istilah mental training atau latihan image, yaitu
konseptualisasi yang menunjukkan pada latihan tugas dimana gerakangerakannya tidak dapat diamati. Magil (1980) mengistilahkan latihan mental
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

36 | Dr. Sapta Kunta Purnama


sebagai latihan kognitif (cognitive rehearsal) dari keterampilan fisik dan
kekurang jelasan gerakan-gerakan fisik. Oxendine (1984) mengistilahkan
latihan mental dengan mental practice yakni digunakan dalam kaitannya
dengan proses konseptualisasi fungsi ide/gagasan, introspeksi dan latihan
imajiner/khayal. Drawatzky (1991) mendefinisikan latihan mental adalah
suatu metode latihan dimana penampilan pada suatu tugas diimajinasikan
tanpa latihan fisik yang tampak.
Porter dan Foster (1986) menjelaskan latihan mental secara lebih rinci
yakni belajar, latihan dan penerapan mental serta keterampilan psikologis,
melalui: (1) penentuan tujuan jangka pendek dan jangka panjang; (2)
merubah pola berfikir dan persepsi negatif ke arah berpikir positip serta
sistem kepercayaan; (3) menulis persyaratan-persyaratan diri yang positif
tentang dan dalam mendukung penampilan; (4) rekreasi yang progresif;
(5) imajinasi dalam nomor olahraga; (6) konsentrasi dan pemusatan (7)
kekebalan/daya tahan dari cidera dan rasa sakit.
Jika memperhatikan rumusan-rumusan pengertian tersebut di atas
bahwa secara garis besar latihan mental adalah: metode latihan atau belajar
yang dapat berupa persepsi, konseptualisasi, imagery, imajinasi, imajinasi ide
dan sebagainya dan yang bersifat tidak tampak.
B. Pembinaan Mental Atlet
Pembinaan atlet yang harmonis antara fisik dan mental sangat perlu
untuk mencapai prestasi maksimal. Peningkatan kemampuan fisik, teknik
dan taktik tanpa disertai pembinaan mental yang baik akan mengakibatkan
hasil negatif. Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk
mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan atlet dalam penampilan
olahraga. Setiap kali menghadapi suatu pertandingan mental atlet harus
dipersiapkan, siap menghadapi rangsangan-rangsangan emosional, siap
menghadapi tugas yang berat, atau tegasnya siap menghadapi beban
mental.
Pembinaan mental atlet disamping untuk menyiapkan mental atlet
menjelang pertandingan, juga ditujukan untuk membina daya tahan mental
atlet. Daya tahan mental merupakan kondisi kejiwaan yang mengandung
kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan menghadapi gangguan,
ancaman dalam keadaan bagaimanapun juga, baik yang datang dari dalam
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 37

dirinya maupun dari luar diri atlet.


Daya tahan mental perlu dimiliki atlet, agar atlet dapat menghadapi
situasi-situasi kritis dalam pertandingan dengan penuh kepercayaan
pada diri sendiri, dapat menguasai, dapat mengontrol permainannya,
tetap tenang dan sebagainya, khususnya saat menghadapi kemungkinan
kekalahan, agar dapat bangkit untuk berpenampilan yang baik.
Bila kita memperhatikan keberhasilan para atlet tingkat dunia yang
berhasil menampilkan prestasi puncaknya bahwa keberhasilan mereka itu
tidak dapat lepas dari peranan faktor mental. Sebenarnya apa yang dimiliki
para atlet itu, terutama kemampuan atau keterampilan mental yang hebat
yang mampu mempertinggi penampilan mereka dan menempatkan mereka
pada puncak prestasi dalam masing-masing cabang olahraganya. Karena
latihan mental dapat bermanfaat bagi kecakapan keterampilan motorik
(gerak) pada penampilan keterampilan yang dipelajari dengan baik (Magill,
1980).
Ide latihan mental secara menyeluruh adalah memfokuskan pada aspekaspek penampilan mental yang positif, kemampuan dan keterampilanketerampilan lain yang telah dipersiapkan. Program latihan mental ini juga
menitikberatkan pada apa yang benar dan bagaimana mengembangkan
untuk membuatnya bekerja dan meningkatkan penampilan.
Asumsi dasar atau program latihan mental adalah gambaran dalam
fikiran dan menciptakan kenyataan (realitas) dengan gambaran atau
bayangan mental (mental images). Dalam hal ini bagaimana menyadari
kemampuan diri sendiri secara positif dan negatif. Kesan ini berpengaruh
pada penampilan sekarang dan selanjutnya. Misalnya jika melihat diri
sendiri sebagai seorang yang lamban dan agak canggung, maka akan
mengejawantahkan atau memanifestasikan hal ini secara fisik ketika
mengikuti suatu nomor olahraga.
Program latihan mental harus dilakukan dengan dedikasi dan
disiplin yang tinggi. Secara umum cara persiapan mental yang dilakukan,
berpedoman pada: kepercayaan penuh dalam diri dan kemampuan fisik,
konsentrasi penuh dan memusatkan selama kompetisi, imagery penampilan
selama berhari-hari atau beberapa minggu sebelum pelaksaanaan
pertandingan (kompetisi), menganalisis berbagai kekurangan dan berusaha
untuk memperbaiki penampilan dan teknik atau strategi, kemampuan
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

38 | Dr. Sapta Kunta Purnama


untuk mengalahkan dengan mudah dan melihat ke depan pada tantangantantangan baru pada pertandingan berikutnya, tidak pernah melihat diri
sendiri sebagai atlet yang kalah sekali atau dua kali dalam pertandingan
(Porter and Foster, 1987). Eugene F. Gauron dalam Sudibyo Setyobroto
(1989) memberikan gambaran tentang program latihan mental yang
menyebutkan adanya tujuh sasaran program, yaitu:
1) Mengontrol perhatian, hal itu perlu dapat mengkonsentrasikan
kemampuan dan perhatian pada titik tertentu sesuatu yang harus
dikerjakan.
2) Mengontrol emosi, menguasai perasaan marah, benci, gembira,
nervous, dan sebagainya sehingga dapat menguasai ketegangan dan
bermain dengan tenang.
3) Energization, dimaksudkan untuk dapat mengembalikan kekuatan
sesudah bermain all-out, sehingga pemain dapat mengerahkan kekuatan
seperti biasa. Disamping istilah second wind juga dikenal istilah third
wind bahkan juga forth wind.
4) Body awarness, dengan penguasaan body awarness atlet akan lebih
memahami dan menyadari keadaan tubuhnya, dapat melokalisasi
ketegangan dalam tubuhnya.
5) Mengembangkan rasa percaya diri, faktor yang dapat menentukan
dalam penampilan puncak seorang atlet adalah kepercayaan pada diri
sendiri. Dengan percaya diri atlet akan dapat bermain dengan baik dan
mencapai hasil yang lebih baik.
6) Membuat perencanaan faktor bawah sadar, badan adalah pesuruh dari
apa yang kita inginkan. Dengan menggunakan mental image sebagai
salah satu cara latihan mental, maka apa yang kita pikirkan atau
bayangkan dapat dilakukan.
7) Rekonstrukturisasi pemikiran apa yang dipikirkan akan berpengaruh
dalam penampilan. Dengan merubah pemikiran juga akan merubah
perasaan (misalnya perasaan pasti kalah). Karena itu dengan merubah
pemikiran juga dapat menghasilkan tingkah laku dan penampilan yang
berbada.
Singgih D. Gunarso (1990) menguraikan secara lebih operasional
mengenai langkah-langkah agar atlet dapat memperlihatkan puncak
penampilan (peak performance) atau prestasi. Pada hakikatnya latihan
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 39

mental dilakukan seperti halnya pada latihan fisik, yang perlu dilatih dan
perlu dipersiapkan jauh hari sebelumnya, bahkan dapat dimulai sejak usia
dini sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Pelaksanaan latihan mental
dapat dilakukan secara serempak atau dilibatkan langsung pada saat latihan
fisik, atau dilakukan secara tersendiri.
Bentuk-bentuk latihan mental dapat berupa relaksasi, konsentrasi,
imagery, dan lain sebagainya.
1. Relaksasi

Relaksasi adalah pengembalian suatu otot, pada kondisi istirahat karena


kontraksi, atau suatu kondisi tegangan rendah dengan suatu ketiadaan
kurangnya emosi yang kuat (Chaplin 1979). Terapi relaksasi merupakan
suatu bentuk penyembuhan atau terapi dimana penekanannya dengan
memakai pengajaran pada atlet bagaimana agar rileks (tidak tegang)
pada penerimaan atau tanggapan bahwa relaksasi otot akan membantu
pengurangan ketegangan psikologis.
Latihan relaksasi dapat melalui peregangan dan pelemasan otot-otot,
sehingga tercipta keadaan yang lebih tenang. Keadaan tegang dialami atlet
bersifat individual ada yang mengalami ketegangan pada saat bertanding.
mengurangi ketegangan, terutama pada saat bertanding, dapat juga
dilakukan dengan teknik pernafasan atau mengambil nafas dalam-dalam
yang hanya membutuhkan waktu singkat dan seringkali sangat efektif
untuk mengurangi ketegangan.
2. Konsentrasi

konsentrasi adalah suatu aktivitas pemusatan perhatian tertentu,


Eugene F. Gauron dalam Sudibyo S. (1989) mengemukakan ciri-ciri
konsentrasi sebagaimana digambarkan dibawah ini:
1) Tertuju pada suatu benda pada suatu saat
2) Merupakan keseluruhan
3) Perhatian selektif terhadap pemikiran tertentu dan tidak ada perhatian
terhadap objek atau pemikiran lain.
4) Menenangkan dan memperkuat mental
Atlet tidak dapat memusatkan perhatian atau mengalami perhatian
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

40 | Dr. Sapta Kunta Purnama


yang terbagi-bagi selama mengikuti pertandingan, maka latihan konsentrasi
dapat digunakan sebagai teknik latihan mengatasai permasalahan tersebut.
Selanjutnya Gauron (1989) memberikan beberapa petunjuk sebagai
berikut:
1) Jauhkan fikiran dari sesuatu yang pernah anda lakukan ataupun pernah
anda alami;
2) Pusatkan perhatian anda pada satu tempat;
3) Tujukan pusat perhatian pada satu lokasi tersebut
4) Kosongkan fikiran anda biarkan tetap kosong
5) Pindahkan dari sasaran khusus ke pusat perhatian seperti gambar
panorama kemudian ikut dihadirkan suatu gambar besar memberi
kemungkinan masukkan tanpa menyeleksinya
6) Berupaya memusatkan perhatian terhadap semua benda
7) Berhentilan dan kemudian kembali konsentrasi
3. Imagery

Latihan imagery adalah suatu latihan dalam alam fikiran atlet, dimana
atlet membuat gerakan-gerakan yang benar-benar melalui imajinasi dan
setelah dimatangkan kemudian dilaksanakan.
Latihan imagery dapat berarti tiga hal, yaitu: yang dapat dilihat atau
visual, dapat didengar atau auditory dan dapat dirasakan atau kinesthetic
(Poster dan Foster, 1986).
Bagaimana prosedur yang dapat menjadi pegangan para pelatih untuk
melaksanakan latihan imagery ini? Tekanan pokok dalam latihan imagery
adalah: semua atlet harus sudah memperoleh pengertian mengenai keterampilan
dan bagaimana cara serta pola gerak yang akan dilakukan dalam keterampilan
nyata. Pertama, atlet diberi gambaran mengenai teknik yang akan
dilatihkan (apabila tujuan latihan adalah tentang penguasaan teknik).
Adapun gambaran tentang teknik tersebut dapat berupa demontrasi
pelatih, contoh gambar atau rekaman video dan lain-lain. Kedua, atlet
diminta untuk mengingat kembali teknik yang dilatih tersebut, kemudian
atlet membayangkan dirinya melakukan gerakan teknik tersebut sambil
menutup mata. Dengan menutup mata dapat membantu para atlet dalam
berkosentrasi terhadap apa yang sedang dilakukannya.
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 41

Imajeri mental adalah serangkaian aktivitas membayangkan atau


memunculkan kembali dalam pikiran suatu obyek, peristiwa atau
pengalaman gerak yang benar dan telah disimpan dalam ingatan
(Blischke, 1999; Finke dalam Suharnan, 2000; Vedelli, 1985). Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa imajeri mental dapat memfasilitasi
peningkatan performa olahraga (Vealey dan Walter, 1993). Imajeri mental
meningkatkan ketepatan dan kualitas pukulan tenis meja (Li-Wei dalam
Anderson, 1997), digunakan untuk mempelajari gerak yang baru dan
menghaluskan gerakan (Smith dalam Smith, 2000), mempengaruhi belajar
dan penampilan peserta didik (Vedelli, 1985). Latihan imajeri mental
mempengaruhi belajar dan penampilan karena memungkinkan individu
mengulang rangkaian gerak dengan membuat komponen-komponen
simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk memfasilitasi performa
keterampilan yang akan dilakukan (Perry & Morris, 1985), dan dapat
menguatkan hubungan stimulus respon (Lang, 1977, 1979).
Menurut Marten (1987), penetapan tujuan dan imajeri mental
merupakan bagian integral dari keseluruhan keterampilan psikologis.
Membayangkan tujuan merupakan suatu cara yang efektif untuk
mengarahkan atlet terhadap pencapaian tujuan dan imajeri mental dapat
berhasil dengan efektif ketika atlet menetapkan tujuan yang spesifik dan
realistik selama latihan imajeri mental. Kian jelas dan detail obyek atau
gerakan yang dibayangkan, maka kian besar kemungkinan peserta didik
akan mampu melihat peluang-peluang yang dapat mewujudkan tujuan
belajarnya (Shope, 1982). Selain itu, dengan membuat gambaran atau
bayangan yang sangat spesifik peserta didik dapat menentukan aspekaspek kritis atau komponen-komponen kunci yang harus menjadi fokus
perhatian selama proses pembelajaran (Syer dan Connolly, 1987), sehingga
tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai. Karena itu, tujuan dapat
dibayangkan dan proses membayangkan harus terarah pada tujuan. Inilah
cara terbaik untuk melakukan imajeri mental (Shone, 1982).
Teknik pelaksanaannya secara terpimpin dapat dilakukan sesuai urutan
sebagai berikut;
1) Cari tempat yang tenang sehingga tidak akan terganggu, ambil posisi
yang nyaman dan usahakan relaks.
2) Imajinasi yang diberikan harus positif dan berhasil, jangan negatif.
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

42 | Dr. Sapta Kunta Purnama


3)
4)
5)
6)
7)

Mengikutsertakan sebanyak mungkin penginderaan.


Berimajinasi secara keseluruhan.
Dapat dilakukan sebelum dan selama latihan atau pertandingan.
Pelatih harus berpengalaman untuk kualifikasi imagery.
Akhiri latihan ini dengan bernafas dalam-dalam, membuka mata dan
kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Berikut ini disajikan pelaksanaan latihan imagery yaitu menggambarkan


atau membayangkan keseluruhan pola teknik sejak awal hingga akhir
atau tentang bagian-bagian tertentu. Contoh seorang pemain olahraga
melakukan latihan imagery:
1) Duduk di tempat yang nyaman; kaki dan tangan jangan disilangkan.
Setelah mendapatkan posisi yang santai, tutup mata anda dan cobalah
mengingat suatu penampilan permainan olahraga yang ketat dan
bagus dan anda unggul. Bayangkan kejadian itu segamblang mungkin.
Dimana waktu pertandinganya, jam berapa, cuaca diwaktu itu, apa
yang dilihat dan didengar.
2) Bayangkan anda melakukan servis; dimulai dengan posisi kaki,
mengayunkan raket, memikirkan sasaran, jenis pukulan, saat perkenaan
dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.
3) Bayangkan anda melakukan pukulan lob dimulai dengan posisi kaki
yang baik, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan
dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.
4) Bayangkan anda melakukan pukulan smash dimulai dengan posisi kaki,
mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat perkenaan dengan keras
dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.
5) Bayangkan anda melakukan pukulan drive di tengah lapangan dimulai
dengan posisi kaki, mengayunkan raket, memikirkan sasaran, saat
perkenaan dengan keras dan masuk sesuai sasaran. Frekuensi 15 kali.
6) Pada saat terakhir dilakukan latihan imagery rangkaian keseluruhan
teknik-teknik yang ada, misalnya bayangkan anda melakukan servis
pendek dengan baik, kemudian bergerak maju, melakukan serobotan
dengan tajam sehingga lawan mati. Frekuensi 15 kali

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 43

C. Kerangka Pemikiran
Latihan imajeri mental mempengaruhi belajar dan penampilan karena
memungkinkan individu mengulang rangkaian gerak dengan membuat
komponen-komponen simbolik dalam otak yang dibutuhkan untuk
memfasilitasi performa keterampilan yang akan dilakukan, dan dapat
menguatkan hubungan stimulus respon.
Ketika atlet membayangkan atau menvisualisasikan secara gamblang
saat sedang latihan dan membayangkan dirinya menunjukkan penampilan
sempurna, kegiatan tersebut sebenarnya mengirim impuls syaraf yang
halus dari otak ke otot yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Ketika atlet
membayangkan keberhasilan secara berturutan terjadilah proses belajar
yang sebenarnya dan atlet tersebut telah menggoreskan gambaran tepatnya
gerakan tubuh yang seharusnya terjadi, sehingga dapat mencapai prestasi
yang optimal.
Ada alasan lain mengapa latihan imajeri sangat penting dilakukan
sebagai pelengkap latihan yang nyata yaitu: konseptualisasi keterampilan
gerak yang akan dipelajari secara imajeri, secara tidak langsung mengasah
kemampuan kognitif dan kemampuan seseorang untuk berfikir.
Dari alur pemikiran tersebut di atas menggambarkan bahwa
harmonisasi keterampilan seseorang akan meningkat jika mereka sering
memvisualisasikan gerakan tersebut. Dengan visualisasi atau imagery secara
langsung mengasah kemampuan kognitif seseorang untuk melakukan
gerakan yang seharusnya dilakukan.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh
latihan imagery terhadap variabel terikatnya. Secara operasional penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan gambaran tentang pengaruh
program latihan imagery terhadap peningkatan keterampilan bulutangkis.
E. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka dalam penelitian ini
digunakan metode eksperimen, yaitu suatu metode yang sistematis dan logis
untuk menjawab pertanyaan; apakah yang terjadi, jika sesuatu dilakukan

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

44 | Dr. Sapta Kunta Purnama


pada kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti? Dalam penelitian ini
suatu variabel akan dimanipulasi, atau diberi perlakuan (treatment) atau
eksperimen, kemudian diobservasi pengaruh atau perubahannya yang
diakibatkan oleh perlakuan tersebut.
Variabel bebas yang dimanipulasi adalah perlakuan latihan imagery.
Hasilnya dianalisis untuk mengetahui pengaruh latihan imagery tersebut,
yaitu antara kelompok kontrol dan kelompok latihan imagery.
F. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret Surakarta, pada semester gasal tahun ajaran 2011. Pelaksanaan
penelitian dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober 2011.
G. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa putra semester 3 program studi
pendidikan kepelatihan (penkepor) dan program studi pendidikan jasmani
kesehatan dan rekreasi (penjaskesrek)
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan tes, yaitu rangkaian tes keterampilan
Bulutangkis dari Frank M Verducci.
I. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis statistka. Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan dalam
penelitian ini, maka digunakan teknik analisis uji t.
Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan
analisisnya yaitu; uji normalitas dan uji homogenitas subyek penelitian.
J. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan uji prasyarat analisis.
Uji prasyarat analisis yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji
homogenitas.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 45

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors.


Hasil uji normalitas data yang dilakukan terhadap hasil tes keterampilan
bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Normalitas
Kelompok

SD

Lhitung

Lt 5%

K1

30

13

2,771157

0,1251

0.161

K2

32

14

2,711237

0,1142

0.160

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K1 diperoleh nilai L hitung
= 0,1251 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada
taraf signifikansi 5% yaitu 0,161. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data pada K1 termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil
uji normalitas yang dilakukan pada K2 diperoleh nilai Lhitung = 0,1142
dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf
signifikansi 5% yaitu 0,160. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
data pada K2 termasuk berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians


antara kelompok 1 dan kelompok 2. Uji homogenitas ini berfungsi sebagai
persyaratan dalam pengujian perbedaan, dimana jika terdapat perbedaan
antar kelompok yang diuji, perbedaan itu benarbenar merupakan
perbedaan nilai ratarata. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1
dan kelompok 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
Kelompok

SD2

Fhitung

Ft 5%

K1
K2

30
32

0,012
0,011

1,0909

2.34

Dari uji homogenitas diperoleh nilai Fhitung = 1,0909 sedangkan


dengan db =19 lawan 19, angka F tabel 5% = 2,34 yang ternyata bahwa
nilai F hitung < F tabel 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok
1 dan kelompok 2 memiliki varians yang homogen. Dengan demikian

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

46 | Dr. Sapta Kunta Purnama


apabila nantinya antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan,
perbedaan tersebut benarbenar karena adanya perbedaan rata-rata nilai
yang diperoleh.
K. Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk menguji
apakah pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat
diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik
analisis t-test dengan taraf signifikansi 5%. Rangkuman hasil perhitungan
t-test dapat dilihat pada table 3, sebagai berikut:
Tabel 3: Rangkuman Hasil T-Test Keterampilan Bulutangkis pada Taraf Signifikasi
a = 0,05.
Data
Tes Keterampilan Bulutangkis

db

t hitung

t tabel

30

4,3533

1.67

Keterangan
Signifikan

Berdasarkan hasil uji t data dan tes Keterampilan Bulutangkis kelompok


kontrol dan kelompok imagery diperoleh penghitungan t sebesar 4,3533
sedang angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel adalah 1,67.
Ternyata lebih besar dari angka batas penolakan hipotesis nol, dengan
demikian hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa terdapat pengaruh
signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis.
L. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah
dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan
bulutangkis pada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Hasil uji perbedaan antara
kelompok kontrol dengan kelompok imagery tersebut diperoleh t hitung
sebesar 4,3533 > t tabel = 1,67.
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan di atas
maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi para Pembina, pelatih dan guru penjaskes dalam upaya
meningkatkan hasil belajar keterampilan motorik hendaknya
menggunakan pendekatan mengajar atau latihan imagery.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Imagery

| 47

2. Dalam proses merencanakan program latihan imagery hendaknya


harus disesuaikan dengan teori-teori latihan mentah (mental training)
yang telah dibuktikan manfaatnya.
3. Bagi para peneliti lain disarankan untuk meneliti penerapan model
latihan mental yang lain yang dapat mendukung tercapainya percepatan
prestasi olahraga.
Daftar Pustaka
Bird, Anne Marie dan Bernette Cripe (1986). Psychology and Sport Behavior,
Santa Clara: Times Mirror/Mosby College Publishing.
Bompa, Tudor O. (1983). Theory and Methodology of Training, IOWA:
Kendall/Hunt Publishing Company.
Drowatzky, Jonh N., Motor Learning principles and Practices, Minnesota:
Burgess Publishing Company. 1975.
Fox, Edward L. (1984). Sport physiology, Holt: W.B. Saunderts Company.
Lutan, Rusli et al., Manusia dan Olah Raga, Bandung: ITB dan FPOK-IKIP
Bandung, Tanpa tahun
___, Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988
Porter, Kay dan Judy Foster (1`986). The Mental Athlete, New York:
Ballantine Books.
Rushall, Brent S., Imagery Training in Sports, San Diego: Sports Science
Associates. 1991.
Singgih D. Gunarsa (1996) Psikologi Olahraga: Teori dan Taktik, Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia.
-----, Psikologi Olahraga, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 1989
Tutko, Thomas dan Umberto Tosi (1976). Sports Psyching, Los Angeles: JP.
Tarccher, Inc.
Yessis, Michael dan Turbo, Richard, Rahasia Kebugaran dan Pelatihan
Olahraga Soviet. terjemahan. Bandung: ITB Bandung, 1993.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan


Antar Pertandingan
Nurul Ratna Mutumanikam, dr,M.Gizi.

Staf Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

emenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan antar pertandingan


merupakan hal yang penting, karena tidak jarang waktu yang diperlukan
untuk pemulihan tidak cukup lama sebelum akhirnya seorang atlet harus
segera bertanding kembali. Kondisi fisik yang prima dalam waktu cepat
harus segera diraih untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Beberapa
hal yang berkaitan dengan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan,
meliputi:1
- mengembalikan cadangan glikogen otot dan hati
- regenerasi, perbaikan dan proses adaptasi dari kerusakan jaringan otot
rangka akibat olahraga yang berkepanjangan
- penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dari keringat
Dalam usaha pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan
tidaklah mudah, karena tidak jarang memenuhi beberapa kendala, seperti:1
1. Kelelahan fisik, yang menyebabkan hilangnya kemampuan dan atau
keinginan untuk mengonsumsi makanan yang optimal.
2. Kehilangan nafsu makan akibat latihan intensitas tinggi.
3. Keterbatasan untuk mendapatkan makanan yang sesuai selama di
tempat pertandingan.
4. Aktivitas setelah pertandingan yang telah menjadi perjanjian dan
prioritas sebelumnya.
5. Kebiasaan yang dilakukan oleh atlet setelah bertanding.
48

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

| 49

Beberapa nutrisi yang menjadi perhatian pada masa pemulihan


utamanya adalah karbohidrat, protein, cairan dan elektrolit.
A. Kebutuhan Karbohidrat
Untuk mengisi kembali cadangan glikogen otot dan hati, diperlukan
konsumsi karbohidrat dalam waktu cepat. Hal tersebut penting karena
karbohidrat sebagai sumber dan cadangan energi utama pada masa
pertandingan selanjutnya. Kebutuhan karbohidrat minimal untuk
memenuhi cadangan glikogen otot dan hati adalah sebesar 710 gram/kg
massa tubuh, namun kebutuhan tersebut dapat meningkat hingga 1213
kg/kg massa tubuh/hari pada atlet dengan waktu pertandingan yang lebih
lama. Besarnya kebutuhan karbohidrat dipengaruhi oleh durasi olahraga
yang dilakukan (Tabel 1).1
Tabel 1. Kebutuhan karbohidrat pada berbagai intensitas olahraga
Kondisi

Jumlah karbohidrat yang


diperlukan
Pemulihan cepat (04 jam) setelah bertanding
1 1,2 gram/kg/jam
Olahraga intensitas ringan/sedang
5 7 gram/kg/hari
Olahraga intensitas sedang/berat
7 12 gram/kg/hari
Olahraga intensitas sangat berat (> 4 6 jam/hari) 10 12 gram/kg/hari
Sumber: Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. hal. 425.

1. Jenis karbohidrat yang efektif untuk dikonsumsi

Jenis karbohidrat yang diperlukan pada masa pemulihan adalah


karbohidrat sederhana (mono atau disakarida) atau karbohidrat yang
memiliki indeks glikemik (IG) sedang-tinggi. Jenis karbohidrat tersebut
dapat segera diserap oleh tubuh dalam waktu singkat untuk disimpan menjadi
cadangan glikogen.1,2Simpanan glikogen tubuh dapat meningkat secara
efektif dalam 24 jam pertama pasca pertandingan apabila tubuh diberikan
karbohidrat dengan IG tinggi dibandingkan dengan pemberian karbohidrat
dengan IG rendah,meskipun dalam jumlah yang sama.1 Karbohidrat
sederhana umumnya memiliki IG sedang atau tinggi. Karbohidrat yang
dikonsumsi mengalami pemecahan oleh enzim pencernaan menjadi ikatan
mono dan disakarida,yang selanjutnya diserap oleh usus dan masuk ke
dalam sirkulasi darah untuk dapat dibawa ke jaringan hati. Monosakarida
yang mengalami metabolisme di hati diubah menjadi glukosa, kemudian
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

50 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi


dibawa oleh glukosa transporter untuk menjadi cadangan glikogen di otot
rangka. Pada masa latihan dan pertandingan cadangan glikogen inilah
yang selanjutnya dimetabolisme untuk menjadi sumber energi utama bagi
tubuh.3
Sebaliknya, konsumsi karbohidrat kompleks yang umumnya memiliki
IG rendah lebih sulit dicerna dan memerlukan waktu yang lama karena
komponen serat yang ada didalamnya. Akibatnya, pembentukan cadangan
glikogen memerlukan waktu yang lebih lama. Komponen serat yang
terkandung dalam karbohidrat kompleks juga memiliki efek tidak nyaman
bagi pencernaan (seperti kembung, rasa penuh), terutama apabila
dikonsumsi dalam jumlah besar dan durasi yang singkat bagi atlet yang
akan memulihkan kondisinya di sela-sela waktu pertandingan.1
2. Bentuk karbohidrat yang dapat dikonsumsi

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk membandingkan


pemberian karbohidrat dalam bentuk small-frequent feeding berupa
camilan beberapa kali makan atau beberapa makanan utama. Hasilnya
memperlihatkan tidak ada perbedaan cadangan glikogen dan kadar insulin
apabila karbohidrat dikonsumsi dalam bentuk camilan, makanan utama
maupun kombinasi keduanya. Karbohidrat tersebut harus diupayakan
pemberiannya dengan segera, yaitu pada masa satu jam pertama setelah
bertanding. Konsumsi camilan tinggi karbohidrat mungkin dapat dijadikan
pilihan bagi atlet yang mengalami kelelahan atau penurunan nafsu makan
pasca pertandingan.1
Karbohidrat dalam bentuk solid maupun cairan memiliki efisiensi yang
sama dalam membentuk cadangan glikogen di otot rangka. Umumnya
karbohidrat dalam bentuk cairan lebih disukai karena mudah dikonsumsi,
praktis, dan efisien, terutama apabila atlet mengalami kelelahan dan
penurunan nafsu makan.1
Pemberian infus glukosa dapat juga dipertimbangkan apabila atlet
mengalami kelelahan berat, atau apabila waktu yang diberikan untuk
masa pemulihan antar pertandingan cukup singkat. Infus glukosa dapat
membentuk cadangan glikogen dalam waktu sekitar delapan jam, namun
harus dipertimbangkan kembali penggunaannya karena memerlukan biaya
tinggi dan efek samping yang kurang menyenangkan, seperti mual, muntah,
JUARA

| Januari April 2013

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

| 51

dan hiperglikemia.1
B. Kebutuhan Protein
Otot rangka pada padah tubuh massanya amat besar, terutama pada
atlet, dan merupakan tempat utama pembentukan dan penguraian protein.
Selama kondisi olahraga yang berkepanjangan, dimana terjadi kondisi stres
katabolik, terjadi penguraian protein otot rangka dan pembebasan asam
amino rantai bercabang (AARB).4
Asam amino rantai bercabang (isoleusin, leusin, dan valin) memiliki
peran khusus di dalam otot rangka, karena merupakan asam amino yang
dapat dimetabolisme di jaringan luar hati. Jalur metabolisme tersebut
bermanfaat menghasilkan energi untuk otot rangka, atau disebut
adenosine triphosphate (ATP).4 Selain itu, protein juga bermanfaat untuk
meningkatkan keseimbangan protein positif, perbaikan jaringan otot
rangka yang rusak akibat olahraga berkepanjangan atau pertandingan, dan
proses adaptasi pembentukan protein baru.1
Pada kondisi pasca olahraga atau pertandingan terjadi penguraian
AARB secara berlebihan. Agar tubuh dapat menyimpan asam amino
kembali untuk membentuk protein otot baru diperlukan konsumsi
makanan atau minuman tinggi protein. Setelah mengonsumsi makanan
atau minuman tinggi protein, tubuh memerlukan bantuan hormon insulin
untuk meningkatkan penyerapannya. Peningkatan kadar hormon insulin
dilakukan salah satunya dengan mengonsumsi makanan atau minuman
tinggi karbohidrat.4 Oleh karenanya, konsumsi tinggi karbohidrat beserta
protein, yaitu salah satunya AARB amat penting dilakukan pada masa
pemulihan pasca pertandingan.1
Salah satu jenis AARB, leusin, memiliki manfaat positif dalam
membentuk protein otot selama masa pemulihan. Kombinasi konsumsi
karbohidrat dengan IG tinggi bersama dengan protein hidrolisat dan leusin
lebih bermanfaat meningkatkan kadar hormon insulin dibandingkan
dengan konsumsi karbohidrat IG tinggi saja. Pemberian protein (protein
hidrolisat maupun leusin) bermanfaat dalam mendeposit protein otot,
memperbesar ukuran otot rangka (hipertrofi otot) dan meningkatkan
kekuatan otot rangka. Hal tersebut dikarenakan, protein hidrolisat
merupakan komponen protein yang ikatannya lebih sederhana, sehingga
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

52 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi


mudah diserap di usus halus dibandingkan dengan protein utuh (intak
protein) dan berefek sinergis dalam meningkatkan kadar insulin apabila
dikonsumsi bersama dengan karbohidrat.5 Sedangkan leusin, merupakan
AARB yang dapat memberikan energi bagi otot rangka tanpa melalui
metabolisme di hati.4
Koopman dkk melakukan penelitian pada atlet dengan memberikan
tiga jenis minuman yang berbeda, yaitu membandingkan efek pemberian
minuman yang mengandung karbohidrat 0,3/kg/jam; minuman dengan
kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam dan protein hidrolisat 0,2/kg/jam; serta
minuman kombinasi karbohidrat 0,3/kg/jam, protein hidrolisat 0,2/kg/
jam dan leusin 0,1/kg/jam. Hasilnya memperlihatkan bahwa konsumsi
minuman dengan kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat-leusin mampu
memperbaiki keseimbangan protein tubuh selama masa pemulihan,
dibandingkan pemberian minuman karbohidrat saja atau minuman
kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat.6
Konsumsi karbohidrat bersama dengan protein dapat meningkatkan
efisiensi cadangan glikogen, apabila karbohidrat yang dikonsumsi jumlahnya
dibawah ambang batas maksimal sintesis (pembentukan) glikogen.
Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan protein manfaatnya akan optimal
dilakukan selama satu jam pertama pasca pertandingan.1Konsumsi yang
diberikan dapat berupa minuman yang diberikan segera setelah bertanding
atau latihan.5
Pembentukan cadangan glikogen akan dihambat apabila selama masa
pemulihan seorang atlet mengganti konsumsi tinggi karbohidrat dengan
konsumsi tinggi protein dan lemak.1
C. Kebutuhan Cairan
Pada kondisi biasa kebutuhan cairan dan elektrolit diatur oleh kondisi
haus dan kehilangan cairan melalui urine. Pada kondisi stres, misalnya
olahraga berat dan berkepanjangan, lingkungan panas atau dingin, rasa
haus merupakan stimulus yang kurang sensitif sebagai indikator dehidrasi.
Segera setelah bertanding, idealnya dilakukan rehidrasi cairan, namun
pada kenyataannya apabila terjadi hipohidrasi (yaitu kekurangan cairan
sekitar 25% atau lebih dari massa tubuh).1

JUARA

| Januari April 2013

Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan

| 53

1. Palatabilitas cairan

Minuman dingin (sekitar suhu 15 derajat) dapat meningkatkan


palatabilitas, sehingga terasa lebih enak dan dapat dikonsumsi dalam
jumlah besar. Demikian halnya dengan minuman yang mengandung
glukosa dan elektrolit, biasanya mampu dikonsumsi lebih banyak oleh atlet
daripada berupa air mineral saja. Minuman manis mampu merehidrasi
cairan sekitar 79% dari total kehilangan keringat, sedangkan air mineral
dapat menggantikan sekitar 63% dari total kehilangan keringat. Meskipun
demikian, minuman yang terlalu manis dengan konsentrasi tinggi
karbohidrat dapat mengurangi keinginan untuk minum.1
2. Cairan elektrolit

Elektrolit utama yang hilang melalui keringat adalah natrium.


Kehilangan natrium selama olahraga dapat digantikan melalui rehidrasi
cairan dan konsumsi makanan. Kehilangan natrium melalui keringat
terjadi sekitar 2080 mmol/L. Penggantian natrium dapat dilakukan
dengan mengonsumsi cairan elektrolit yang mengandung natrium sekitar
50 mmol/L, namun untuk meningkatkan palatabilitas minuman elektrolit
yang tersedia di pasaran umumnya mengandung natrium sekitar 1025
mmol/L.1
Minuman yang diperkaya natrium dapat meningkatkan keinginan
minum karena lebih memiliki rasa dibandingkan air mineral. Pemberian
natrium melalui cairan elektrolit sebesar 80 mmol/L dapat mengganti
volume plasma lebih cepat dibandingkan pemberian air mineral saja.
Contohnya, minuman jus buah atau cairan elektrolit dapat merehidrasi
cairan sebesar 2,5 L dibandingkan rehidrasi oral dengan air mineral saja,
yaitu sebesar 1,7 L.1
3. Rehidrasi cairan melalui intravena

Rehidrasi cepat melalui larutan fisiologis intravena dapat dilakukan


apabila diperlukan penggantian cairan secara cepat, misalnya adanya
indikasi medis tertentu, misalnya seorang atlet mengalami dehidrasi sedang,
tidak dapat minum melalui oral, atau mungkin waktu yang disediakan
untuk istirahat antar pertandingan amat singkat.1
Dalam upaya rehidrasi cairan, sesungguhnya rehidrasi melalui oral
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

54 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi


maupun intravena memiliki efektifitas yang hampir seimbang. Untuk
mengurangi rasa haus, lebih disarankan menggunakan rehidrasi oral
dibandingkan intravena. Sedangkan untuk mencapai rehidrasi optimal,
sebaiknya menggunakan kombinasi antara rehidrasi oral dengan intravena.1
D. Kesimpulan
Setelah pertandingan penting dilakukan penggantian cadangan
glikogen dengan segera (empat jam pertama setelah bertanding) dengan
memberikan karbohidrat sebesar 1 gram/kg massa tubuh/jam, berupa
makanan utama tinggi IG, maupun camilan dengan karbohidrat setiap
15 hingga 20 menit dalam porsi kecil. Agar cadangan glikogen terpenuhi
optimal total karbohidrat yang diberikan sebesar 712 gram/kg massa
tubuh, atau minimal 5 gram/kg/hari. Karbohidrat yang diberikan dapat
berupa makanan padat maupun minuman yang dikonsumsi dalam porsi
kecil namun sering.
Daftar Referensi
1 Burke L. Nutrition for recovery after training and competition. Dalam:
Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. edisi ke-3. 2006. North Ryde:
McGraw-Hill. hal. 415-57.

2 Oetoro S. Nutrition for Rapid Sports Recovery. Dibawakan pada acara


Lokakarya Olahraga.

3 Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Dalam: Advanced Nutrition and Human
Metabolism. edisi ke-5. 2009. Belmont: Wadsworth. hal.63-104.

4 Marks DB. Hubungan antar jaringan dalam metabolisme asam amino.


Dalam: Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar:
Sebuah pendekatan klinis. 2000. Jakarta: EGC. hal. 630-50.

5 Manninen AH. Hyperinsulinemia, hyperaminoacidaemia and post-exercise

muscle anabolism: the search for the optimal recovery drink. Br J Sports
Med 2006;40:900-05.

6 Koopman R, Wagenmakers AJM, Manders RJF, Zorenc AHG, Senden JMG,

Gorselink M, dkk. Combined ingestion of protein and free leucine with


carbohydrate in increases post-exercise muscle protein synthesis in vivo in
male subjects. Am J Physiol Endocrinol Metab 2005;288:E645-E653.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda


Dr. Johansyah Lubis, M.Pd

(Dosen FIK Univ. Negeri Jakarta dan Wk 1 Binpres KONI Pusat)

su yang berkembang saat ini dalam latihan kekuatan adalah 1) Apakah


latihan kekuatan memberikan tekanan beban yang tak semestinya
pada sistem otot-syaraf atlet-atlet muda? 2) Dapatkah anak
-anak masa
prepubescent memperoleh kekuatan yang signifikan dengan latihan
kekuatan? 3) Bagaimana seharusnya program latihan kekuatan untuk atlet
muda dirancang agar mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dan
meminimalkan kemungkinan resiko cedera.

A. Pendahuluan
The American College of Sport Medicine (ACSM) berpendapat bahwa
latihan kekuatan dapat menjadi efektif dan aman bagi kelompok umur
tersebut. Asalkan program tersebut dirancang dengan tepat dan dengan
pengawasan yang baik (Feigenbaum dan Michell, 1998). Bagaimanapun
juga penampilan fisik termasuk pembinaan olahraga pada anak-anak dan
remaja selalu dinilai dari sudut pandang proses pertumbuhannya (Brooks
dan Fahey, 1985).
Sebuah referensi yang dilakukan oleh Asosiasi Strength dan Conditioning
National, Komunitas Orthopedik Amerika menyatakan bahwa anak-anak
dan remaja banyak mendapat manfaat jika diikutsertaan dalam program
latihan dengan pengawasan yang ketat. Manfaat yang utama adalah:
a. Meningkatkan kekuatan otot
b. Meningkatkan daya tahan otot lokal.
c. Mencegah cedera selama berolahraga dan aktivitas berkenaan dengan
rekreasi, dan
55

56 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


d. Meningkatkan penampilan di dalam berolahraga dan aktivitas
berkenaan dengan rekreasi.
Sebagian besar kontroversi yang terjadi bahwa latihan kekuatan untuk
usia anak dan remaja memiliki banyak kelemahan. Peran media masa yang
mempromosikan gambaran-gambaran mencolok untuk atlet angkat besi
yang kompetitif dalam hal mengangkat beban sebanyak yang mereka bisa
atau dari pose-pose atlet binaraga dengan otot-otot mereka yang besar dan
membengkak. Ini adalah contoh bukan dari latihan kekuatan tetapi untuk
menunjukkan spesifik dari suatu olahraga dan latihannya, tetapi banyak
orang yang percaya bahwa angkat beban dan bodybuilding adalah latihan
kekuatan. Bagaimanapun, tujuan dari latihan kekuatan bukanlah hanya
agar dapat mengangkat beban yang berat dalam waktu yang singkat atau
mengembangkan otot agar membesar. Tujuan lain dari latihan kekuatan
untuk anak dan remaja adalah agar dapat meningkatkan kebugaran otot,
mencegah cidera dan agar badan sehat. Anak-anak memerlukan tata
cara dan aturan agar dapat dengan aman dan efektif melakukan latihan
kekuatan.
Anak-anak diperkenalkan dengan latihan kekuatan dengan banyak
cara. Sejumlah faktor-faktor harus dipertimbangkan oleh pelatih, orang
tua, atau instruktur sebelum atlet muda dilibatkan pada program latihan
kekuatan. Perlu diperhatikan secara psikologis dan secara fisik siap untuk
diberikan program latihan.
a. Program latihan beban apa yangperlu di ikuti anak?
b. Apakah anak dan instruktur/pemandu memahami program latihan
termasuk teknik-teknik pengangkatan yang sesuai dengan per
kembangan anak?
c. Apakah anak dan pemandu memahami keselamatan program latihan
pengangkatan yang sesuai dengan perkembangan anak?
d. Apakah anak memahami pertimbangan-pertimbangan keselamatan
untuk masing-masing bagian dari peralatan yang digunakan di dalam
program?
e. Apakah menggunakan peralatan latihan beban sesuai dengan kondisi
anak dengan baik?
f. Apakah ada latihan daya tahan kardiovaskulerdalam bagian program
latihan sebagai tambahan pada latihan beban?
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 57

Bahaya-bahaya yang mungkin ada di dalam latihan beban dihubungkan


dengan latihan yang tidak sesuai kebutuhan dan kemampuan anak.
Latihan beban adalah suatu metode latihan dimana beban-beban eksternal
diangkat untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan fungsional otot
tersebut. Semua program latihan beban tidaklah sama, karena sasaran
dihubungkan dengan kebutuhan-kebutuhan setiap individu. Program
yang tepat dalam mendesain beserta pengawasan ahli dalam membuat
dan merencanakan program latihan bebandengan aman, bermanfaat dan
menyenangkan. Fungsi secara fisik untukmeningkatkan kebugaran fisik,
kesehatan, pencegahan cedera dan kinerja meningkat. Barangkali yang
paling penting lagi adalah proses pengembangan anak tersebut dapat
berperan untuk kesehatan dan kesejahteraan seumur hidupnya.
B. KEKUATAN
Kekuatan didefinisikan sebagai kerja maksimal(maximal force)
atautorque (rotational force) yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot.
Selain itu kekuatan diartikan sebagai kemampuan sistem neuromuscular
yang menghasilkan gaya melawan tahanan eksternal. Kekuatan otot yang
baik akan menambah performance seorang atlet.
Kekuatan otot terkait dengan performance kecepatan lari, performance
bermain sepakbola dan lainnya.Data-data ini tampaknya mendukung
pendapat bahwa kekuatan otot merupakan penyumbang utama untuk
kegiatan olahraga. Oleh karena itu latihan resistensi dapat memperbaikisistem
neuromuskular dengan cara meningkatkan kemampuanatlet untuk
menghasilkan tenaga sehingga dapat meningkatkan performanceatlet.
Kemajuan untuk Anak-anak
Umur (years)

Pertimbangan - pertimbangan

7 atau kurang

Perkenalkan anak ke latihan-latihan yang dasar dengan yang kecil


atau tidak ada berat/beban; kembangkan konsep dari suatu pelatihan
pada sesi berlatih teknik-teknik; dengan volume dan intensitas rendah.
Secara berangsur-angsur meningkatkan banyaknya latihan;
praktekkan exsercise teknik di dalam semua angkatan; mulai
pemuatan progresif berangsur-angsur latihan; menyimpan latihan
sederhana; secara berangsur-angsur meningkatkan volume pelatihan;
secara hati-hati memonitor toleransinya pada angkatan latihan.

8-10

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

58 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Umur (years)
11-13

14-15
16 atau lebih

Pertimbangan - pertimbangan
Ajar semua teknik-teknik latihan yang dasar; lanjutkan pemuatan
progresif dari tiap latihan; tekankan teknik-teknik latihan; perkenalkan
latihan-latihan lebih yang dikedepankan dengan yang kecil atau tanpa
pembalasan.
Kemajuan kepada yang muda lebih maju memprogram di dalam
latihan pembalasan; tambahkan olahraga komponen spesifik; tekankan
teknik-teknik latihan; volume peningkatan
Anak diberikan gerakan orang dewasa tingkat awal memprogram
bagaimana pun pengetahuan dasar sudah dikuasai dan suatu
pengalaman pelatihan tingkatan dasar sudah diperoleh.

Catatan: Jika suatu anak dari setiap usia mulai suatu program tanpa adanya
pengalaman yang sebelumnya, mulai anak pada dia baik pria maupun wanita tingkatantingkatan dan gerakan yang sebelumnya kepada tingkatan-tingkatan

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan

Kekuatan dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan sistem


neuromuskular untuk menghasilkan kekuatan melawan tahanan eksternal.
Kekuatan maksimal seorang atlet tergantung pada tujuh faktor, antara lain:
a. Jumlah Motor Unit yang Terlibat (Rekrutmen); Rekrutmen motor unit
berhubungan dengan jumlah motor unit yang terlibat. Ketika motor
unit yang terlibat lebih banyak, maka jumlah tenaga yang dihasilkan
oleh otot akan meningkat.
b. Jumlah motor unit yang terstimulasi
c. Jumlah motor unit sinkronisasi
d. Siklus pemendekan pada peregangan
e. Derajat inhibisi neuromuscular; Inhibisi saraf dapat terjadi sebagai
hasil dari umpan balik saraf dari berbagai reseptor otot dan persendian
yang dapat mengurangi produksi kekuatan.
f. Jenis Serabut Otot
Sebuah studi cross-sectional menunjukkan bahwa kekuatan dan power
atlet didominasi oleh serabut otot tipe II atau fast twitch (53-60%).
Hal ini penting karena karakteristik jenis serabut otot atlet merupakan
peran yang signifikan untuk menentukan kekuatan otot maksimal dan
power.
g. Derajat Hipertropi Otot.
Peningkatan luas penampang otot diduga berkontribusi terhadap
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 59

peningkatan hipertropi otot, dan terlihat sebagai respon terhadap latihan


ketahanan. Peningkatan luas penampang otot, akan meningkatkan
jumlah unit kontraktil dan dengan demikian meningkatkan dalam
menghasilkan gaya. Serabut otot tipe II menunjukkan sebuah
plastisitas yang lebih besar, lebih cepat mengalami hipertropi sebagai
respon terhadap latihan dan lebih cepat mengalami antrofi bila latihan
dihentikan.
2. Adaptasi Fisiologis Terhadap Latihan Kekuatan

Adaptasi fisiologis terhadap latihan kekuatan dapat dikategorikan


sebagai adaptasi neurologi dan adaptasi morfologi. Adaptasi neurologi
meliputi perubahan gambaran pada rekrutmen motor unit, sinkronisasi
motor unit, jumlah motor unit yang terstimulasi,dan aktifitas refleks.
Perubahan morfologi berkaitan dengan perubahan ukuran otot secara
keseluruhan, hipertrofi otot, transisi jenis serabut otot, dan perubahan
pada arsitektur otot.Tingkat perubahan ini dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti status latihan, jenis latihan, genetik, umur, dan jenis kelamin.
Pengembangan kekuatan dalam tahap awal latihan sangat dipengaruhi
oleh faktor neurologis, sedangkan dalam latihan berikutnya, adaptasi jangka
panjang dibatasi oleh faktor-faktor morfologi. Adaptasi faktor neurologis
terjadi antara 6 dan 20 minggu dari latihan ketahanan tergantung pada
jenis dan struktur latihan ketahanan. Kerangka waktu ini dapat diubah
tergantung pada kerumitan latihan yang digunakan dalam regimen latihan
ketahanan. Chilibeck dan rekan-rekannya mengemukakan bahwa latihan
kompleks yang melibatkan lebih dari satu sendi, misalnya squat, clean, dan
snatch mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk adaptasi saraf,
sehingga membutuhkan waktu lebih lama sebelum terjadinya hipertrofi.
Mereka mencatat bahwa adaptasi neurologis dilengan atas terjadi sangat
cepat, hipertrofi terlihat setelah 10 minggu melakukan bisep curl.Sebaliknya,
hipertrofi yang signifikan tidak terlihat dikaki sampai setelah 20 sampai 24
minggu setelah latihan leg press.
Data ini menunjukkan bahwa latihan yang digunakan dalam regimen
latihan resistensi dapat mempengaruhi sejauh mana faktor neurologis atau
hipertrofi mendominasi.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

60 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


3. Jenis Kekuatan

a. Kekuatan Umum
Kekuatan Umum mengacu pada kekuatan seluruh sistem otot.
Kekuatan ini merupakan dasar untuk program latihan kekuatan
dan harus dikembangkan untuk mencapai performance yang
optimal. Jika pengembangan kekuatan umum tidak memadai,
kemajuan atlet akan terhambat.
b. Lekuatan Spesifik
Kekuatan spesifik berhubungan dengan pola gerakan pada
sekelompok otot.Atlet biasanya menggunakan kekuatan spesifik
pada akhir tahap fase persiapan.
c. Kekuatan yang berhubungan dengan kecepatan
Kekuatanyang berhubungan dengan kecepatan adalah kemampuan
untukmengembangkan kekuatan yang cepat dan pada kecepatan
yang tinggi.Kekuatanyang berhubungan dengan kecepatansangat
penting dalam hampir semua cabang olahraga, terutama olahraga
beregu.Jenis kekuatan inisangat baikdikembangkan selama fase
persiapan khusus dan selama fase kompetisi.
d. Kekuatan Maksimum
Kekuatan maksimum mengacu pada kemampuan tertinggi dari
sistem neuromuskularsehinggadapat menghasilkan kontraksi
maksimum.Kekuatan maksimal ditunjukkan padabeban tertinggi
yang dapat diangkat oleh seorang atlet.Kekuatan maksimal
berhubungandengan faktor daya tahan otot, performance ketika
mengangkat beban, serta kecepatan.
e. Daya Tahan Otot
Daya tahan otot adalah kemampuan sistem neuromuskular untuk
menghasilkan kekuatansecara berulang-ulang selama periode
tertentu. Jumlah total pengulangan mengangkatbeban tertentu
merupakan kapasitas daya tahanan otot.
f. Kekuatan Absolut
Kekuatan absolut mengacu pada jumlah tenaga yang dapat
dihasilkan tanpamemperhatikan berat badan. Dalam beberapa
cabang olahraga seperti American football, angkatbesi dan gulat
kelas berat dan super berat, atlet harus mencapai tingkat kekuatan

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 61

otot yang sangat tinggi.Kekuatan maksimal seorang atlet dapat


diukur dengan satu pengukuran pengulangan maksimum (1RM).
g. Kekuatan Relative
Kekuatan relatif merupakan perbandingan antara kekuatan
maksimal seorang atlet denganberat badan atau massa ototnya.
Rasio untuk mengevaluasi kekuatan relatif dihitung dengan
membagi kekuatan mutlak dari seorang atlet dengan berat
badannya.
h. Power
Power adalah hasil dari dua kemampuan, yaitu kecepatan maksimal
dan kekuatan maksimaldalam waktu yang sesingkat mungkin.
Secara teoritis, kekuatan merupakan karakteristik mekanik.Kekuatan
adalah objek studi di mekanika dan juga menjadi lingkup dari fisiologis dan
metode latihan.Sebagai karakteristik mekanis, kekuatan dapat dilihat dari
teori atau hukum newton:
F = m.a
F = Forces/kekuatan
m = Mass/massa
a = Acceleration/penambahan kecepatan pada satuan waktu
Jadi apabila kita ingin mengembangkan kekuatan (F) maka bisa
dilakukan dengan peningkatan massa (m) atau peningkatan akselerasinya
(a) atau bahkan dua-duanya (m dan a) ditingkatkan, seperti tergambar
dalam rumus berikut:
Fmx =mmx.a
Fmx = m. amx
Keterangan: mx = maximum
Menurut Hill (1992) dan Ralston, polissan, inman. Dan Feinstein
(1949) mengatakan terdapat hubungan terbalik antara percepatankekuatan. Hal ini juga dikuatkan oleh kurva percepatan-kekuatan oleh
Ralstons.
Seperti gambar berikut ini:

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

62 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.

Weight Shot baseball freearm


Lifting put
throw
movement

Kurva tersebut mempertunjukan bahwa ketika massa rendah maka


akselerasi menjadi tinggi. Ketika massa ditingkatkan maka akselerasi
menjadi berkurang, bahkan sampai tidak ada pergerakan sama sekali.Besar
kecilnya kekuatan secara langsung berhubungan dengan besar kecilnya
massa itu. Hubungan ini adalah linier hanya dipermulaan gerakan, ketika
kekuatan meningkat massa bergerak meningkat pada objek.
5. Fisiologi dalam Latihan Kekuatan

Kekuatan adalah suatu kemampuan neuromuscular untuk mengatasi


beban dari luar maupun beban dari dalam. Kekuatan maksimum dari
atlet yang dihasilkan tergantungdari karakteristik biomekanika dari suatu
gerakan (yaitu: mengungkit, otot atau kelompok otot yang dominan).
Sebagai tambahan, kekuatan maksimum adalah suatu fungsi dari intensitas
atau dorongan dari dalam hati untuk mempengaruhi banyak unit motor
atau penggerak yang terlibat dan frekuensinya menurut Zatzyorski (1968)
tingginya dorongan psikologis per detik bisa mengangkat dari 5 atau 6
pada posisi diam, sampai ke 50 angkatan dari suatu beban maksimum.
Berikut adalah faktor-faktor yang berpegaruh dalam pertumbuhan atau
pembesaran otot akibat dari latihan kekuatan:
a. Jumlah myofibril (serabut otot)
b. Kepadatan capiler dari serabut otot
c. Meningkatnya protein
d. Jumlah total serabut otot
Zatzyorsky mempertimbangkan kekuatan otot itu penting dan
merupakan fungsi dari 3 faktor: koordinasi intermuscular, koordinasi
intramuscular, dan kekuatan saat otot bereaksi.Koordinasi intermuscular
adalah interaksi dari berbagai kelompok otot selama waktu aktivitas/
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 63

penampilan.Koordinasi intramuscular adalah hasil dari kekuatan juga


ditentukan atau tergantung dari neuromuscular yang secara serempak
melaksanakan aktivitas.Kekuatan saat otot bereaksi yakni untuk
mendapatkan adaptasi hasil latihan, atlet latihan dengan menggunakan
intensitas yang lebih tinggi dari stimuli sebab dengan stimuli yang
maksimum mengakibatkan efek yang maksimum. Hasil dari suatu program
latihan ini akanmembuka peluang serabut otot yang lelah akan digantikan
oleh serabut otot yang lain untuk menuntaskan kontraksinya.
Kemampuan atlet untuk menghasilkan kekuatan maksimum juga
tergantung dari sudut gerakannya.Riset dari Elkins, Leden, dan Wakim
(1957); Hunsicker (1955); Zatzyorski (1968), menyatakan bahwa otot
mendapatkan hasil kekuatan yang lebih tinggi ketika melentur 90-100
derajat. Mc Kinney dan Logan (1973) menyatakan bahwa otot yang
terpanjang akan menghasilkan kekuatan terbesarnya.
6. Tipe Kontraksi Otot

a. Kontraksi Isotonik tahanan dalam otot tetap, otot memendek.


Misalnya seseorang mengangkat dumbel yang relatif ringan
b. Kontraksi Isometrik tahanan dalam otot meningkat, panjang otot
tetap.
Misalnya seseorang mendorong tembok.
c. Kontraksi Isokinetik Eccentrik otot memanjang, tahanan dalam
otot meningkat.
Misalnya bila kita mencoba memfleksikan sendi siku dengan telapak
tangan mengepal, dan seseorang menahan pada pergelangan tangan,
maka akan terjadi pemanjangan otot fleksor lengan dengan disertai
peningkatan tahan dalam otot.
d. Kontraksi Isokinetik Konsentrik otot memendek, tahanan dalam
otot meningkat.
Misalnya ketika seorang perenang mendayungkankan tangannya
selama melakukan renang gaya bebas, maka akan terjadi pemendekan
otot fleksor tangan disertai peningkatan tahanan dalam otot tersebut.
Kekuatan otot pada pria dan wanita = 3/3: 2/3
0 10 tahun : sama
> 20 tahun >
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

64 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Di atas > 30 tahun, kekuatan otot menurun
> 60 tahun = Kekuatan otot tinggal 80%
7. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
adalah:

Hypertropi otot; yaitu bertambahnya ukuran serabut otot yang


disebabkan oleh:
a. Bertambahnya ukuran miofibril
b. Peningkatan elemen kontraktil (aktin-miosin)
c. Peningkatan densitas kapiler otot muscular endurance meningkat
d. Peningkatan jumlah jaringan otot, misal: tendon, ligamen dan jaringan
penunjang (Conective tissue)
Secara Biokimia hypertropi otot akan terlihat:
a. Peningkatan konsentrasi creatin, PC, ATP dan Glycogen
b. Peningkatan enzim glycolitik (PFK, LDH, Hexokinase)
c. Peningkatan enzim pengaktif ATP (Myokinase dan Creatin
Fosfokinase)
d. Peningkatan enzim pengaktif pada siklus krebs (Malat Dehidrogenase/
MDH dan Suksinat Dehidrogenase)
e. Penurunan sensitas mitokondria oleh karena peningkatan ukuran
miofibril
f. Peningkatan serabut cepat (fast-twitch fiber)
8. Kekuatan dari Gaya Gravitasi

Atlet menggunakan kekuatan melawan beban dari gaya gravitasi bumi.


Latihan isotonik yang menfaatkan gaya gravitasi meskipun sepenuhnya
benar karena isotonic tidak sama dengan tegangan otot.Beberapa jenis
mesin (Nautilus, Mini Gym, Cybex, dll) biasa digunakan untuk latihan
kekuatan. Berbagai jenis latihan isokinetik tersedia dalam mesin tersebut.
Latihan kekuatan dengan cara gerakan dinamis melawan gerakan statis/
isometric mendapatkan kekuatan dengan cara melawan dan membuat otot
berkembang cepat tanpa mengubah panjangnya.Hal ini disebut dengan
Fixed Resistence.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 65

9. Rangsangan Listrik

Meskipun belum dilakukan penelitian, latihan melalui rangsangan


listrik bisa mendorong kearah kekuatan otot.Webster (1975), seorang
atlet angkat besi Rusia meningkatkan kekuatan maksimum mereka
dengan menggunakan rangsangan listrik.Kots (1977) mengklaim bahwa
rangsangan listrik tidak hanya untuk kekuatan, namun juga untuk daya
tahan otot.Yobe (1977) menggunakan suatu frekuensi dari rangsangan
tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi fisiologis.Mereka
menemukan peningkatan kekuatan 31% lebih tinggi.
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kekuatan

Kekuatan maksimum tergantung pada tiga factor utama; Potensi otot,


Penggunaan potensiotot, dan teknik.Potensi otot adalah penjumlahan dari
semua otot yang melaksanakan gerak.Penggunaan potensi otot adalah
penggunaan secara serempak semua serabut otot pusat dan sekelilingnya.
Sedangkan teknik adalah sebagai perantara dalam menggunakan potensi
otot.
11. Metodologi Latihan Kekuatan

Beban yang digunakan untuk latihan kekuatan biasanya berasal dari


beban internal dan bisa juga dari beban eksternal, seperti:
a. Beban badan yang bersangkutan (push-up, dll)
b. Peluru/bola medicine (mengangkat dan melempar, dll)
c. Tali elastic
d. Dumbells
e. Barbells
f. Kontraksi isometric
12. Parameter yang relevan untuk metode latihan kekuatan

Dalam pengembangan program latihan kekuatan, harus mempertim


bangkan beberapa parameter, antara lain:
a. Umur dan tingkat penampilan (pemula/junior/senior), hal ini berkaitan
dengan kondisi anatomis dan fisiologis
b. Kebutuhan masing-masing cabang olahraga
c. Memperhatikan tahapan latihan
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

66 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


13. Beban/Dosis Latihan

a. Intensitas
Intensitas latihan atau beban latihan berhubungan dengan jumlah
berat beban atau besarnya resistensi yang digunakan. Intensitas
latihan dapat dihitung dengan membagi volume beban dengan
jumlah pengulangan. Beban yang digunakan dalam latihan resistensi
dinyatakan sebagai persentase dari 1 RM. Beberapa profesional
menyarankan untuk menggunakan pengulangan sampai gagal dalam
zona repetisi maksimum (misalnya, 1-3RM) sebagai metode untuk
menentukan intensitas latihan. Namun, latihan dengan menggunakan
pengulangan sampai gagal untuk pengembangan kekuatan maksimal
tetap dipertanyakan dan dinyatakan sebagai metode yang tidak
optimal untuk mengembangkan kekuatan. Pendapat ini didukung
oleh penelitian oleh Izquierdo dan rekan-rekan, mengatakan bahwa
metode latihan pengulangan sampai gagal hanya memperlihatkan
sedikit pengembangan kekuatan dibandingkan dengan cara lain.
Dengan demikian, tampaknya beban latihan kekuatan yang terbaik
ditentukan dalampersentase 1RM. Kekuatan maksimal kemungkinan
besar ditekankan dengan beban 80% dari 1RM atau lebih, sedangkan
daya tahan otot ditekankan dengan beban antara 20% sampai 80%
dari IRM. Muscular power dapat telihat dengan beban antara 30% dan
80% dari 1RM tergantung pada jenis latihan.Intensitasantara 100%
dan 125% dari 1RM diklasifikasikan sebagai bebansupermaximal.
b. Pengulangan
Jumlah pengulangan yang dapat dilakukan biasanya tergantung
dengan beban yang digunakan (tabel 10.5). Semakin tinggi beban,
makin rendah jumlah pengulangan yang dapat dilakukan. Namun,
sulit untuk membuat definisi antara persentase dari 1RM dan jumlah
pengulangan, karena tampaknya bahwa status latihan, massa otot,
gender, dan jenis latihan dapat mengubah jumlah pengulangan pada
beban yang diberikan.
c. Order of Exercises
Order of exercisesdalam program latihan kekuatan secara signifikan
dapat mempengaruhi efektivitas sesi latihan. Latihan yang melibatkan
kelompok otot besar, latihan yang melibatkan banyak sendi harus
dilakukan pada awal sesi pelatihan, karena latihan-latihan ini
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 67

merupakan dasar untuk pengembangan kekuatan dan perlu dilatih saat


atlet memiliki banyak tenaga. Vorobeyev (200) menunjukkan bahwa
latihan kekuatan yang berhubungan dengan kecepatan (misalnya,
power snatches, power cleans), yang melibatkan kelompok otot besar,
latihan yang melibatkan banyak sendi, dilakukan terlebih dahulu
karena dapat memberikan suatu efek positif pada performance latihan
berikutnya.
Setelah menyelesaikan latihan yang melibatkan kelompok otot besar,
latihan yang melibatkan banyak sendi, latihan kemudian dapat
berkembang ke kelompok otot yang lebih kecil dan mono sendi.Ia
menyarankan agar atlet melatih tubuh bagian atas dan bawah tubuh
bagian bawah secara bergantian untuk memberi kesempatan bagiah
tubuh tersebut ke kondisi pemulihan. Metode latihan ini biasanya
menggunakan latihan program berbasis circuit-training, dan tidak sesuai
dengan program-program latihan yang menekankan pengembangan
kekuatan dan power.
d. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan biasanya diukur dengan jumlah kali latihan per
minggu yang melibatkan kelompok otot tertentu atau seberapa
sering atlet berlatih dengan melibatkan seluruh tubuh.Semakin besar
frekuensi latihan, semakin besar perolehan kekuatan.
e. Jumlah Set
Jumlah pengulangan dalam suatu latihan yang diikuti istirahat interval.
Terdapat hubungan terbalik antara kebutuhan latihan (jumlah repetisi)
dengan jumlah set.
f. Istirahat Selama Interval
Panjang pendeknya waktu interval tergantung dari jenis kekuatan yang
diinginkan.Ozalin (1971) menyatakan bahwa dalam mengembangkan
kekuatan maksimum waktu interval antara 2- 5 menit.Untuk latihan
daya tahan otot waktu intervalnya lebih pendek, yakni antara 1-2
menit.Rumusnya: makin tinggi intensitas untuk lamanya rangsangan,
makin panjang istirahat yang diberikan.
g. Volume
Volume latihan adalah lamanya dan ulangan semua beban latihan pada
satu unit latihan atau bisa juga dikatakan bahwa volume adalah jumlah
keseluruhan beban yang digunakan untuk latihan kekuatan.Latihan
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

68 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


kekuatan dinyatakan dalam ulangan dan kepadatan latihan dinyatakan
dalam Kg (contoh: 5 set, 4 ulangan @ 100 Kg = 2000 Kg).Latihan
kekuatan boleh berlangsung 1-2 jam per latihan tergantung kebutuhan
masing-masing cabang olahraga.Untuk angkat besi mengangkat 30 ton
setiap latihan. Atlet angkat besi kelas Internasional berlatih sedikitnya
1.200 jam pertahun atau mengangkat 40.000 ton setiap tahun. Atlet
terbaik dunia dari Bulgaria berlatih selama 1.600 jam setiap tahun.
Atlet dayung boleh mengangkat 20.000 ton setiap tahun.
1. Partner Resisted Back Squat

2. Partner Resisted Elbow Curl

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 69

3. Partner Resisted Lateral Arm Rise

4. Partner Resisted Triceps Extention

5. Partner Resisted Knee Curl

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

70 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


6. Rubber Cord Elbow Curl

7. Rubber Cord Seated Row

C. Model-model Latihan Kekuatan dengan dumbell


Side (Lateral) Shoulder Raise
Gerakan
Mengangkatkeduadumbel sampailengansejajar
dengan lantaidan mempertahankanposisi iniselama
1 sampai2 detik. Kemudiandengan perlahan lengan
kembalike posisiawal danberhenti pada posisi
awalselama 1 sampai2 detik.
Pada keseluruhangerakan sikuharus tetapsedikit
ditekuk.Latihan ini juga dapatdilakukan
denganmenggunakan satu lengan.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 71

Shoulder Shrug
Gerakan.
Tanpa menekuk siku, atlet menaikkan atau
mengangkat bahu, mencoba bahu untuk
menyentuh ke telinga. Kemudian dengan cara
yang terkontrol kembali ke posisi awal.
Untuk variasi latihan, dapat menarik bahu ke
belakang sejauh mungkin, berusaha bahu untuk
menyentuh telinga, membawa bahu ke depan
sejauh mungkin, dan kemudian menurunkan
mereka kembali keposisi awal. Gerakan ini harus
dilakukan dengan lambat, terus menerus,dan
bergantian

Back (Posterior ) Shoulder Raise


Gerakan
Mengangkat dumbel ke belakang dengan cara
yang terkontrol dengan menggerakkan lengan
dengan bahu sebagai poros sampai lengan
hampir sejajar dengan lantai. Pertahankan
posisi ini selama 1 sampai 2 detik. Kemudian
dengan perlahan lengan kembali ke posisi awal
dan berhenti pada posisi awal selama 1 sampai
2 detik.
Pada keseluruhan gerakan siku harus tetap
sedikit ditekuk.
Latihan ini juga dapat dilakukan dengan meng
gunakan satu lengan dengan bergantian.

Shoulder Shrug

Gerakan.
Tanpa menekuk siku, atlet menaikkan atau meng
angkat bahu, mencoba bahu untuk menyentuh ke
telinga. Kemudian dengan cara yang terkontrol
kembali ke posisi awal.
Untuk variasi latihan, dapat menarik bahu ke belakang
sejauh mungkin, berusaha bahu untuk menyentuh
telinga, membawa bahu ke depan sejauh mungkin,
dan kemudian menurunkan mereka kembali ke posisi
awal. Gerakan ini harus dilakukan dengan lambat,
terus-menerus, dan bergantian

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

72 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Shoulder Exsternal Rotation
Gerakan
Posisi atlet tidur menyamping dengan satu lengan di
bawah kepala. Satu lengan lagi Memegang dumbell
dengan posisi lengan atas bersama tubuh menjaga.
Siku membentuk sudut sekitar 90 derajat dan
dumbbell hampir menyentuh tanah.
Gerakan. Dengan perlahan-lahan menaikkan lengan
keatas dengan memutar lengan di bahu sejauh
kemampuan (nyaman). Lengan kemudian perlahanlahan kembali ke posisi awal.

Shoulder Horizontal Abduction


Gerakan
Posisi awal atlet posisi tertelungkup di atas bangku
atau meja, satu tangan memegang dumbell. Lengan
tangan menggenggam dumbell menggantung di tepi
bangku atau meja (menunjuk langsung di lantai)
Atlet perlahan-lahan bergerak lengan langsung
keluar ke samping sampai lengan sejajar dengan
lantai dan kemudian perlahan-lahan kembali ke
posisi awal. Siku harus tetap lurus, tapi tidak
terkunci, sepanjang seluruh gerakan.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 73

French Press
Gerakan
Posisi awal,atletmemegangdumbel di atas kepala dengan
lengansepenuhnya diperpanjang.Tanganharusterpisah6 inciatau
kurang.Atlet berdiri tegak dengankakisekitarselebar bahu.
Gerakan. Menjaga keseimbangan bahu dan lengan, perlahan-lahan
menurunkan dumbel dengan menekuk lengan pada siku sampai dumbel
menyentuh bagian belakang leher.
Lengan atas menjaga keseimbangan atlet dengan mengangkat dumbel
ke posisi awal dengan meluruskan siku. Atlet tidak harus menggunakan
kaki atau kembali ke awal dumbel bergerak kembali keposisi awal.
Siku harus tetap dekat dengan kepala selama seluruh gerakan dan
lengan atas harus tetap diam.
Dari posisi ini pembantu atlet dapat membantu pengulangan atau
mengambilkan dumbel.
Pastikan memegang dumbel dengan tepat. Karena dumbel
diangkat di atas kepala. Anak-anak sering kesulitan untuk
menyeimbangkandumbeldalam latihan ini.

Dumbbell Kickback
Gerakan
Posisi. awal Dengan kaki tetap selebar bahu,
sedikit membungkuk, mengangkat dumbel di atas
pinggang sampai pada tubuh bagian atas sejajar
dengan lantai.
Atlet memegang dumbel disatu tangan dengan
telapak menghadap tubuh dan menjaga lengan
atas sejajar dengan lantai. Siku dibengkokkan pada
sudut 90 derajat sehingga lengan bawah tegak lurus
ke lantai. Atlet dapat menempat kantangan yang
satu di atas kursi atau bangkuuntuk membantu
keseimbangan dan memberikan dukungan.
Atlet perlahan meluruskan siku sampai lengan
benar-benar lurus, lalu perlahan-lahan menekuk
sikukembali keposisi awal. Hanya siku harus
bergerak, kaki atau kembali tidak harus membantu
dalam menggerakkan dumbel selama setiap
bagian dari gerakan.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

74 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Lying Dumbbell Triceps Extension

Gerakan
Posisi awal, atlet tidur tertelentang di bangku datar (bangku
untuk melakukan bench press) dan memegang dumbel dengan
posisi lengan panjang di atas dada. Kaki yang datar di lantai,
dan lebar kedua tangan sekitar 6 inci.
Bergerak hanya pada siku, atlet menurunkan dumbel sampai
menyentuh di atas kepala atau melewati atas kepala. Sekali lagi
bergerak hanya pada siku, atlet kembali ke posisi awal. Lengan
atas tetap diam sepanjang latihan ini.
Karena gerakan dumbel arah kepala, pendamping harus
memperhatikan setiap saat. Jika anda menetapkan ke tempat
anak lain, pastikan bangku cukup kuat untuk tempat atlet.
Pastikan bahwa beban digunakan adalah cukup ringan dan
latihan dapat dilakukandengan aman.

Dumbbell Concentration Curl

Gerakan
Posisi dudukdi bangku, atlet menggenggam
satu dumbel dengan telapak tangan kanan
menggunakan pegangan. Siku kanan lurus dan
bertumpu pada bagian dalam paha kanan. Atlet
menempatkan tangan kiri di atas paha kiri untuk
dukungan atau di belakang dan lengan kanan di
atas paha kanan untuk membantu menstabilkan
lengan kanan.
Gerakan menjaga kembali setegak mungkin,
atlet flexes siku kanan sampai barbell menyentuh
area bahu kanan. Dalam cara yang terkontrol,
atlet menurunkan kembali dumbel ke posisi
awal. Setelah pengulangan yang diinginkan
telah selesai, atlet melakukan latihan dengan
lengan kiri.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 75

Standing Reverse Elbow Curl

Gerakan.
Posisi awal, Atlet berdiri tegak dengan kaki
selebar bahu dan lutut sedikit ditekuk dan
menangkap sebuah barbell dengan pegangan
tinju, posisi tangan lebarbahu atau sedikit
lebih jauh terpisah. Barbell bersandar pada
paha, kepala, dan punggung lurus. Atlet juga
dapat melakukan latihan sambil berdiri dengan
punggung ke dinding. Hal ini membantu
menghilangkan dorongan yang membuat
goyang dan membebani punggung bawah.
Atlet mengangkat barbell sampai menyentuh
daerah dada, kemudian dengan cara yang
terkontrol kembali ke posisi awal. Gerakan
harus dilakukan hanya pada siku.
Atlet tidak harus menggunakan kembali atau
kaki bergerak untuk mendapatkan berat badan,
karena ini dapat membuat cidera punggung
bawah.

Reverse Wrist Curl


Gerakan
Atlet duduk di ujung bangku datar dengan kaki
rata di lantai. Atlet memegang dua buah dumbel
dengan telapak bawah pegangan memegang
dumbel dengan jari tertekuk sehingga dumbel
menyentuh telapak tangan (kanan dan kiri). Sisi
telapak lengan terletak pada bagian atas paha.
Pergelangan tangan yang santai sehingga
tangan sedekat mungkin dengan lantai.
Gerakan hanya menggunakan ekstensor
pergelangan tangan, atlet perlahan-lahan
meningkatkan dubel setinggi, mungkin dari
posisi awal, mereka mengembalikan dumbel ke
posisi awal. Seluruh lengan bawah harus tetap
dalam kontak dengan paha pada saat seluruh
latihan.
Variasi gerakan dengan, telapak tangan
menghadap ke atas dan dilanjutkan menghadap
ke bawah.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

76 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


Dumbbell Fly
Gerakan
Posisi awal atlet tertelentang/terletak dengan
punggung rata di bangku dan kaki rata dilantai.
Dengan lengan ke atas, atlet memegang dumbel
di masing-masing tangan tepat di atas dada.
Siku tidak terkunci tapi sedikit membengkok.
Gerakan menjaga tangan langsung keluar kesisi
tubuh setiap saat, atlet menurunkan dumbel ke
lantai. Gerakan harus dilakukan hanya pada
sendi bahu dan harus gerakan ke samping.
Atlet menurunkan dumbel sampai mereka
sedikit di bawah tingkat dada dan kemudian
mengembalikan mereka ke posisi awal. Siku
sedikit ditekuk, tapi sedikit gerakan dari sendi
siku harus terjadi selama latihan ini.
Keselamatan pendamping dapat membantu
atlet dengan menyerahkan dubel setelah atlet
terletak di bangku. Pendamping juga dapat
menempatkan tangannya di bawah siku atlet
dan membantu atlet lengkap pengulangan.

Lying Back Extension


Gerakan
Posisi awal atlet tidur tertelungkup dengan posisi kedua
lengan melingkar di belakang kepala seorang pendamping
menahan pada bagian tungkai dengan berat badannya.

Gerakan atlet perlahan-lahan mengangkat kepala, bahu, dan


dada dari lantai, kemudian perlahan-lahan kembali ke posisi
awal.

Variasi: Latihan ini adalah versi yang lebih sulit dari ekstensi.
Atlet terletak di perutnya di lantai dengan lengan di depan
tubuh. Pendamping tidak diperlukan untuk menahan kaki.
Atlet perlahan-lahan mengangkat kepala, bahu, dada, dan
kaki dari tanah pada waktu yang sama. Kondisi badan seperti
di udara dan dari depan tubuh atlet tampak seperti super hero
terbang. Posisi awal kemudian perlahan mengulangi lagi.

JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

| 77

Bent Leg Sit-Up


Gerakan
Posisi atlet dapat melakukan latihan ini di lantai atau di
papan sit-up miring. Di lantai, atlet terletak pada punggung
dengan lutut ditekuk di sekitar 70 derajat dan dengan tangan
terlipat di dada itu. Seorang pendamping dapat menahan kaki
atlet itu. Jikalatihan ini dilakukan pada sebuah papan sit-up
cenderung, atlet mengasumsikan posisi yang sama dengan
kaki bengkok di bawah bantalan yang disediakan.
Gerakan atlet ini mengakibatkan punggung atas dari lantai
atau papan sampai siku atau lengan bawah menyentuh lutut
atau paha. Atlet mencoba untuk mengayun menuju lutut, atlet
kemudian menurunkan badan kembali kelantai. Atlet dapat
meningkatkan resistensi dengan memegang beban pada
dada atau dengan meningkatkan sudut papan miring.

Bench Dip
Gerakan
Atlet menempatkan tangan di tepi bangku dan kemudian
menempatkan kedua kakinya di atas bangku, kedua siku
yang bengkok dan bokong menyentuh lantai, atau blok.

Gerakan atlet mengangkat tubuh dengan sepenuhnya


meluruskan siku, kemudian perlahan-lahan menurunkan
tubuh kembali keposisi awal dengan menekuk siku. Atlet
dapat menambahkan resistensi dengan menempatkan piring
berat/beban di atas paha atas.
Pastikan bangku yang kokoh dan tidak akan bergeser. Ini
adalah latihan berat badan, karena itu atlet harus mampu
mengangkat beban tubuhnya sendiri.

Push Up
Gerakan
Kedua tangan selebar bahu atau sedikit lebih luas terpisah
dan secara langsung di bawah bahu. Semakin lebar tangan,
semakin besar keterlibatan dada dan kurang keterlibatan
belakang lengan atas.
Gerakan menjaga punggung lurus, atlet menurunkan tubuh
dengan cara yang terkontrol dengan menekuk di siku sampai
dada menyentuh lantai. Atlet kemudian mengangkat tubuh
kembali keposisi awal.
Bagian belakang harus tetap lurus pada setiap waktu selama
latihan.
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

78 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


D. Kesimpulan
1. Latihan olahraga dapat dilakukan mulai dari usia anak-anak dengan
harapan tubuh dan pikiran (body and mind) dapat dikembangkan
secara terus menerus (progresif) dan sistematis. Hal ini dapat dilakukan
dengan perencanaan program yang benar-benar matang dan hati-hati
dan tidak melakukan hanya untuk jangka yang pendek (singkat). Dalam
melatih anak-anak calon atlet harus dengan seksama memperhatikan
dan memahami prinsip-prinsip latihan yang dikaji dalam ilmu faal,
teori pertumbuhan dan perkembangan anak, psikologi, nutrisi dan juga
pedagogik agar prestasi puncak dapat dicapai sesuai dengan rencana.
2. Pentingnya latihan kekuatan terutama untuk kelompok atlet muda
saat ini mendapatkan perhatian yang meningkat, meskipun hal ini
bertentangan dengan anggapan lama bahwa latihan kekuatan berbahaya
untuk atlet muda, seperti latihan berbeban untuk meningkatkan
kekuatan otot pada atlet muda laki-laki dan perempuan prepubescent
dan adolescence, yang mengakibatkan kekawatiran akan terjadinya
cedera dan terganggunya proses pertumbuhan secara prematur, seperti
juga banyak pendapat bahwa latihan beban tidak mempunyai efek atau
pengaruh pada otot atlet laki-laki prepubescent sebab tingkat sirkulasi
androgen rendah
3. Perkembangan kemampuan gerak adalah sejalan dengan perkembangan
koordinasi, fleksibilitas, keseimbangan, serta perkembangan
kemampuan fisik yang lain. Peningkatan kemampuan gerak bisa
diidentifikasi berdasarkan peningkatan efisiensi, kelancaran, kontrol,
dan variasi gerakan serta besarnya tenaga yang bisa disalurkan melalui
gerakan.
4. Penampilan (Performance) seorang atlet didominasi tiga komponen
utama, yaitu kekuatan, kecepatan dan daya tahan, ketiga faktor ini
dikenal dengan Biomotor Ability.Dewasa ini sebagian besar aktivitas
olahraga diklasifikasikan berdasarkan predominan biomotor ability,
misalnya pada olahraga lari jarak jauh, komponen utamanya didominasi
oleh daya tahan. Walaupun demikian riset mengemukakan bahwa
suatu aktivitas olahraga, komponen utamanya dipengaruhi beberapa
biomotor ability, misalnya komponen kekuatan otot dan daya tahan,
akan mempengaruhi kecepatan lari seseorang, karena menurut riset,
kekuatan kaki dan power akan mempengaruhi kecepatan lari. Dengan
JUARA

| Januari April 2013

Latihan Kekuatan untuk Atlet Muda

5.

6.

7.

8.

| 79

kata lain, otot yang kuat dan bertenaga akan meningkatkan kecepatan
lari.
kekuatan otot dan power juga merupakan faktor penting bagi
olahraga dengan komponen daya tahan yang besar, seperti lari jarak
jauh atau cross country. Mengingat sedemikian pentingnya kekuatan
otot dan power dalam suatu cabang olahraga, maka sebaiknya
pelatih dan atlet mengerti bahwa pengembangan kekuatan dan
power dapat mempengaruhi performance atlet. Pelatih dan atlet perlu
memahami prinsip-prinsip yang terkait dengan latihan resistensi untuk
meningkatkan performance.
Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik yang khas, meski ada
kemiripan namun masing-masing memiliki esensi yang berbeda.
Sekalipun dalam satu cabang olahraga yang sama, namun apabila
nomor pertandingannya berbeda, maka kekhasan itu sendiri akan
berbeda. Misalnya pada cabang olahraga atletik, untuk nomor lari dan
jalan cepat saja sudah ada beberapa perbedaan disana, apalagi berbeda
cabang olahraganya.
Perbedaan ini dapat terlihat dari: sistem energi yang dipergunakan
(predominan aerob atau an-aerob), namun ada juga cabang olahraga
yang dominan terhadap unsur kekuatan atau power saja, bahkan ada
juga cabang olahraga yang sangat dominan dengan kelentukan dan
sebagainya. Namun semua cabang olahraga sangat terkait dalam
kebutuhan biomotorik antara satu dengan yang lainnya.
Kemampuan biomotorik meliputi: kekuatan (strength), daya tahan
(endurance) dan kecepatan (speed), yang masing-masing harus dibangun
melalui tahapan-tahapan latihan pada masing-masing periodisasinya.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

80 | Dr. Johansyah Lubis, M.Pd.


DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor O., Periodezation Training for Sports (Program for Strength in
35 Sports), USA: Human Kinetics Publishers, 1999
Coker, Cheryl A., Motor Learning and Control for Practitioners,
Mexico:McGraw Hill, 2004.
Cook, Anne Shumway- & Woollacott Marjorie H., Motor Control
Theory and Practical Applications. USA: Second EditionWalnut Street
Philadelphia Pennsylvania, 2001.
Gallahue, David L., Understanding Motor Development Infants, Children,
Adolescents, Adults, New York: McGraw Hill. 2006.
Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan.- Suatu Pendekatan Rentang
Kehidupan, terjemahan lstimiwidayanti danSoedjarwo. Jakarta:
Erlangga, 1990.
Kraimer, William J & Fleck, Steven J., Strength Training for Young Athletes,
USA: Human Kinetics Publishers, 1993.

JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam


Manajemen Olahraga di Indonesia1
Neneng Nurosi Nurasjati2

A. Pendahuluan
tlet adalah pelaku penting dalam kegiatan olahraga. Dalam sebuah
industri olahraga, atlet memiliki peran besar sebab merupakan
salah satu dari empat hati (core) dalam industri olahraga. Empat elemen
utama (core) yang dikategorikan event experience dalam produk olahraga
(sports product) adalah atlet, aturan pertandingan, peralatan, dan tempat
pertandingan (sports properties).3

Profesi sebagai atlet memang menjanjikan banyak hal. Mereka bisa


mendapatkan ketenaran, pendidikan tinggi, maupun penghasilan besar.
Namun tidak semua atlet bisa mendapatkan ketiga hal bersamaan. Salah
satu contoh kesuksesan seorang atlet menggapai kesuksesan adalan
megabintang bola basket profesional Amerika (NBA), Michael Jordan.
Jordan adalah sebuah fenomena dan keajaiban dalam olahraga.
Kehadiran Jordan di pentas NBA pada periode 1980-an sekaligus
meredefinisikan atlet sebagai produk utama dalam industri. Sebelumnya,
atlet hanyalah subjek dalam kegiatan olahraga tanpa memiliki nilai jual.
Namun setelah kehadiran Jordan, definisi itu berubah total. Atlet adalah
1
2

KOI

Judul Makalah.
Kandidat Doktor. Program Pascasarjana Pendidikan Olahraga (POR)/S3. Member of NOA-

Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition
(Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 117.

81

82 | Neneng Nurosi Nurasjati


aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahkan, majalah Fortune edisi
Juni 1998 menyebutkan bahwa kehadiran Jordan bisa menimbulkan
dampak fantastis yang dinamai dengan Jordan Effect.
Jika kita amati dengan menggunakan dimensi sosiologis Jay Coakley,
Jordan Effect mengakibatkan komersialisme dan konsumerisme dalam bentuk
1) hiburan yang konsumtif namun akan menjadi prinsip utama
pengorganisasian olahraga masa yang akan datang
2) keuntungan finansial dan ekspansi ekonomi akan menjadu tujuan
semua cabang olahraga
3) keuntungan sportainment akan dikembangkan dan disajikan melalui
media
Jordan Effect mendatangkan pemasukan tak kurang dari 10 miliar dolar
dari penjualan tiket, tayangan televisi, penjualan merchandise, endorsement,
dan pergelaran event yang melibatkan Jordan. Ketokohan Jordan
mengilhami olahragawan dari cabang lain untuk menirunya. Sebab selain
memiliki bakat hebat sebagai atlet, Jordan juga memiliki personaliti bagus,
dan intelektualitas tinggi.4 Personaliti atau karakter Jordan tersebut, juga
dibangun melalui olahraga basket itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh
Jay Caokley, bahwa olahraga membentuk karakter tipe kepribadian yang
mengangkat seorang atlet untuk memunculkan karakter pahlawan. Lebih
lanjut Coakley juga menyebutkan bahwa pahlawan olahraga adalah sosok
pribadi yang sangat diperlukan, diharapkan dan dihargai dalam budaya suatu
bangsa. Sifat atlet yang memiliki karakter pahlawan adalah mengingatkan
bahwa seseorang setelah melakukan aktivitas dapat memberikan nilai
berharga dan memiliki sifat-sifat terpuji atau mengagungkan.
Pendidikan tinggi Jordan diperoleh di University of North Carolina
(UNC). Ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di UNC karena bakat

4 Fortune says Jordan rules, SBD 31 Juli 1998 dikutip sebagian dalam Bernard J. Mullin,
Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing Second Edition (Illinois: Human Kinetics:
2000), hlm. 122

JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 83

hebat sebagai pebasket. Namun ia juga seorang pekerja keras. Sebab


persaingan yang ketat di UNC mengharuskan seorang pebasket tetap
memiliki kemampuan akademik tinggi meskipun mengikuti latihan berat
sebagai konsekuensi logis menjadi atlet.
Jordan Effect, tidak hanya menjadi bisnis yang menguntungkan
dalam segala bidang, namun telah memberikan perubahan bagi kondisi
Jordan, organisasi dan rasionalisasinya. Sehubungan dengan ini Coakley,
mengatakan:
1) pada atlit tingkat elit, akan meminta tenaga spesialis utuk membantu
mereka meningkatkan kinerja
2) Terapis, psikolog olahraga, konsultan kebugaran, konsultan obat/
substansi, instruktur aerobik, ahli gizi, koki, biomechanists, dan
psycolog latihan, dan akan membuat korps sebagai sebago konsultan
olahraga yang diharapkandapat membantu atlet mencapai puncak
prestasinya
Duane Bemis, seorang pelatih yang memiliki gelar Magister Pendidikan
(M.Ed), menggambarkan bahwa jalan untuk menggapai sukses itu penuh
liku. Budaya dan latar belakang sejarah sebuah negara akan menentukan
kisah keberhasilan seorang atlet. Effort dari seorang manusia untuk
menggapai hasil luar biasa (extraordinary) dalam olahraga hanya bisa
diperoleh jika ia memiliki keteguhan hati, mental baja, dan fokus ke tujuan.5
Kemenangan bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan seorang
atlet. Kekalahan, cedera, hukuman, dan lain-lain yang terjadi dalam setiap
drama olahraga akan mendewasakan seorang atlet. Faktor kerja keras,
determinasi, dan pengorbanan adalah unsur penting dalam meretas sukses
di bidang olahraga.
Munculnya semangat bekerja keras, determinasi dan pengorbanan
adalah buah dari pendidikan. Pendidikan, lmelalui empat pilarnya (learning
to know, learning to be, learning to do, dan learning to live together) mengasah
semangat kerja keras seseorang. Pendidikan mengajarkan bahwa untuk
menggapai hasil maksimal harus melalui usaha keras dan tidak kenal
menyerah.
5

Duane Bemis, M.Ed., The road to success comes through hard work, determination, and personal
sacrifice,The Sport Journal Volume4, Number3,Summer 2001
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

84 | Neneng Nurosi Nurasjati


Pendidikan juga mengajarkan bahwa seseorang harus fokus dalam
mengejar sesuatu. Fokus akan membuat atlet memiliki effort maksimal
(determinasi). Semangat untuk berkorban juga diajarkan lewat pendidikan.
Tiada keberhasilan tanpa pengorbanan.
B. Pembahasan
1. Dimensi

Dalam bahasa inggris ditulis dimension yang diterjemahkan kedalam


bahasa Indonesia dimensi yang berarti yang berkaitan dengan masalah
ukuran, atau seberapa luas,dan atau cakupan
Sosiologis, kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan
keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk
mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai
dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya
berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan
perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga
mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek
olahraga.
Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan
kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan
budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan
dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang
dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dalam teori-teori sosiologi banyak mengemas tentang perubahanperuabahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sepert munculnya teori
Figurational, merupakan teori olahraga yang memiliki visi bebas kekuasaan
opresif, eksploitasi dan kekerasan. Teori ini muncul tidak serta merta dan
terjadi begitu saja, namun dalam karena adanya public wave (gejolak di
masyarakat) yang menentang kekuasaan tidak tertabatas, khususnya
dibidang olahraga. Sebagai contoh, senioritas pada beberapa cabang
olahraga martial art seperti karate, judo, kempo, taekwondo dan lain-lain.
Seringkali jabatan struktural maupun fungsional hanya bisa diduduki
oleh para senior atau pemegang financial terkuat, dan mereka merasa
nyaman dengan posisinya sekalipun sudah tidak produktif lagi. Namun
mereka masih merasa mampu dan masih merasa lebih dari segi keilmuan
JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 85

maupun pengalamannya. Sementara generasinya sulit menembus lapisan


para pendekar ini, sekalipun ada, masih terus dipantau dan diintimidasi,
sehingga terjadi stagnasi perkembangan olahraga tersebut.
Saat ini beberapa organisasi olahraga di Indonesia, maupun komite
olahraganya sedang mengalami hal ini. Jika terus dibiarakan, maka akan
terjadi dying development (matinya perkembangan).
Seharusnya keadaan ini tidak dibiarkan terus menerus, seperti yang di
uraikan dalam lanjutan teori Figurational, yaitu: Strategi utama mereka
adalah agar terlibat dalam program penelitian yang berujung kepada
inspirasi sosial serta tanggungjawab terhadap efektivitas upaya untuk
membawa perubahan dan transformasi sosial. Dengan demikian adanya
perubahan tidak selalu berdampak negative bagi sudut pandang para senior
dalam olahraga.
Dari sisi lain, pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin
memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil
dan dilakukan dalam peri kehidupan masyarakat, artinya fenomenafenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam
aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok,
lembaga, peranan, status, dan komunitas.
Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek
hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi
perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata
nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya untuk peningkatan harkat
dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh.
Manusia sebagai mahluk yang homolidens (mahluk yang bermain)
memiliki hasrat bermain dan bergerak sebagai wujud nyata aktualisasi
dirinya untuk mengembangkan dan membina potensi yang dimilikinya
yang berguna bagi keperluan hidup sehari-hari. Olahraga yang kita lihat
pada era sekarang pada hakekatnya merupakan aktivitas gerak fisik yang
sudah mengalami pelembagaan formal. Disana terdapat nilai dan norma
baku yang bersifat mengikat para pelaku, penyelenggara, dan penikmatnya
agar olahraga bisa berlangsung dengan adil, tertib, dan aman.
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat
dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

86 | Neneng Nurosi Nurasjati


dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana
formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi
diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan
proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan
jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma),
lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh
timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh
timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas
politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.
Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampak
kan beberapa karakteristiknya yaitu:
1) Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu
alam/kerohanian.
2) Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya
bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga
tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.
3) Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu
pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk
membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.
4) .Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya
didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan
menggunakan penalaran.
5) Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari
hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun
secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat
berbagai fenomena.
6) Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan
pada teori yang mendahuluinya.
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan
obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan
kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang/paradigma yang
digunakan dalam mengkaji obyek material.
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang
JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 87

obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul
dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society)
dibatasi oleh unsur-unsur:
Manusia yang hidup bersama.
Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu
melahirkan kebudayaan.
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat
dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan
yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan
berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi
dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia
olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis
pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan
karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu
permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah
melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipetipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok
sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan
pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena
olahraga.
2. Peran Manajemen Olahraga

Kunci sukses sebuah usaha di zaman modern tidak bisa terlepas dari
manajemen. Manajemen olahraga di Indonesia masih belum sepenuhnya
berjalan dan merupakan titik lemah dalam pembangunan keolahragaan
secara nasional. Manajemen bukanlah sekadar soal pengelolaan, tetapi
lebih jauh lagi ke pangkalnya yaitu melihat ke filosofi olahraga itu sendiri,
yaitu pandangan bangsa Indonesia terhadap olahraga.
Prestasi olahraga di pentas internasional akan membuka mata para
wakil rakyat di DPR dan MPR sehingga mereka semakin tergugah dan
semakin menyadari pentingnya olahraga dalam kehidupan bermasyarakat
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

88 | Neneng Nurosi Nurasjati


dan diplomasi internasional. Karenanya, GBHN yang merupakan salah
satu produk terpenting MPR, mencantumkan olahraga sebagai salah satu
sektor yang dianggap sangat strategis dalam Kebijaksanaan Pembangunan
Nasional. Olahraga berperan dalam meningkatkan kualitas manusia dan
kehidupan bermasyarakat.
Dalam teori funtionalist, masyarakat dianggap sebuah jaringan
terorganisir yang masing-masing mempunyai fungsi. Institusi sosial dalam
masyarakat mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang saling
mendukung. Masyarakat dianggap sebagai sebuah sistem yang stabil yang
cenderung mengarah pada keseimbangan dan menjaga keharmonisan
sistem. Oleh karenanya sangatlah tepat menempatkan olahraga sebagai
salah satu sektor strategis dalam Kebijakan Pembangunan Nasional.
Dalam Pelita VI di era Orde Baru, pembinaan olahraga sebagai salah
satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, diarahkan pada
peningkatan kondisi kesehatan fisik, mental dan rohani manusia Indonesia,
dalam upaya pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas,
serta pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya agar dapat meningkatkan
citra bangsa dan kebanggaan nasional. Hal ini sekaligus merupakan
pengakuan, bahwa olahraga dapat dijadikan alat untuk menciptakan
manusia-manusia yang unggul.6
Teori functionalist, juga mengemukakan bahwa dalam teori ini
menginspirasi diskusi dan penelitian tentang bagaimana olahraga sebagai
lembaga sosial cocok ke dalam kehidupan sosial dan kemudian memberikan
kontribusi untuk stabilitas dan kemajuan sosial di organisasi, kelompok dan
masyarakat7. Dengan demikian olahragapun dapat memberikan kontribusi
sosial dalam kehidupan masyarakat, baik melalui organisasinya maupun
kegiatan kelompok serta dampak langsung dari olahraga itu sendiri.
Selanjutnya teori fungsionalis juga diterapkan dalam kehidupan seharihari, yang berfokus pada bagaimana masing-masing bidang kehidupan
sosial yang lebih besar secara efisien, yang akan tercapai apabila
1) belajar dan menerima nilai-nilai budaya yang penting
6

Fritz E. Simandjuntak,Olahraga dalam GBHN 1993-1998, Kompas, Sabtu, 12 Juni 1993, p.4

7 Jay Coacley, Sport in Society. Issues & Controversies. Eight Edition. International Edition 2003.

Singapore =.,p. 37
JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 89

2) mempromosikan hubungan sosial antar manusia


3) memotivasi orang untuk mencapai tujuan budaya (budaya terbuka)
4) melindungi sistem dari pengaruh luar8
Belajar dan menerima nilai-nilai budaya yang penting dalam
olahraga adalah suatu rambu-rambu yang sederhana, namun sulit untuk
dilaksanakan. Nilai budaya seperti mudah menerima kekalahan dan mudah
menerima keunggulan orang lain dengan lapang dada, baik dalam kegiatan
aktivitas olahraganya itu sendiri, maupun dalam bisnis olahraganya.
Mempromosikan hubungan sosial antar manusia, banyak sekali
kegiatan yang dapat memunculkan persahabatan akibat dari olahraga.
Karena warisan terbesar dari olahraga itu sendiri adalah persahabatan,
memandang lawan menjadi kawan yang kemudian diaplikasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Namun tidak jarang akibat dari olahraga itu
sendiri menjadi konflik yang berkepanjangan. Hal ini lebih dari sekedar
olahraga, biasanya sudah ditumpangi nilai-nilai politik pada level yang
sudah tinggi.
Memotivasi orang untuk mencapai tujuan budaya (budaya terbuka),
adalah nilai sosial dari teori fungsionalis yang lebih kepada memperluas
jaringan persahabatan dan kekeluargaan sebagai impact dari olahraga itu
sendiri
Namun kelemahan yang muncul dari teory funcionalist adalah:
1) tidak mengakui bahwa olahraga adalah konstruksi sosial
2) pernyataan dampak posistif dan negative dari olahraga
3) menyamaratakan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
Seperti telah dikatakan diatas jika olahraga sudah ditumpangi nalai
lain dan tujuan lain dari olahraga, maka yang uncul adalah keadaan yang
berlawanan dengan konstruksi sosial dari olahraga itu sendiri.
Sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,
olahraga adalah gerakan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yang sehat jasmani, mental, dan rohani, serta ditujukan
untuk pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas
8

Ibid., p.40.
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

90 | Neneng Nurosi Nurasjati


yang tinggi, serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan rasa
kebanggaan nasional. Dari rumusan itu, selain untuk prestasi, olahraga
pada dasarnya justru dimaksudkan pemerintah untuk membangun manusia
Indonesia seutuhnya.
Kegiatan olahraga tidak hanya bertumpu pada pembinaan di
pemusatan latihan nasional/daerah (pelatnas/pelatda) tetapi di segala
lapisan masyarakat, mulai dari tingkat sekolah sebagai bagian dari upaya
pembibitan maupun untuk kesehatan, sampai dengan kegiatan sekadar
hobi belaka (sports for all).
Dalam sport for all, disana akan ditemukan sekelompok orang dengan
hobi yang sama yaitu olahraga, juga sekelompok orang yang saling
ketergantungan, sekelompok orang dengan kegiatan sosial, sehingga
mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda dari olahraga itu sendiri. Teori
Figurational didasarkan pada gagasan bahwa khidupan sosial terdiri dari
jaringan orang saling tergantung. Orang itu ada karena melalui hubungan
mereka dengan orang lain, dan jika kita ingin memahami kehidupan sosial,
kita harus mempelajari figuratisi sosial yang muncul dan berubah sebagai
hubungan sosial antara masyarakat yang ada dan yang berubah9 Begitu
besarnya dampaknya dari olahraga.
Ada tiga pihak yang menjadi induk dari kegiatan olahraga nasional
di Indonesia, yaitu Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk
kegiatan olahraga di sekolah, KONI Pusat untuk kegiatan olahraga prestasi
(pelaksanaannya dilakukan induk organisasi olahraga dan KONI Daerah
serta Pengda), serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga untuk kegiatan
olahraga masyarakat.
Ketiga induk ini kalau menjalankan peranannya masing-masing
sebaik-baiknya serta berkoordinasi jika ada kebutuhan lintas sektoral,
sebetulnya bisa menciptakan kondisi kehidupan olahraga yang kondusif
untuk pembinaan.
Kalau dijabarkan lebih rinci, olahraga dapat dipilah menjadi dua
yaitu olahraga prestasi dan olahraga non prestasi. Setelah itu maka tugas
pembinaan diserahkan kepada induk seperti disebut di atas. Namun dalam
9

JUARA

Ibid., p. 53

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 91

pelaksanaan di lapangan, tidaklah semudah membalik telapak tangan.


Salah satu hal yang kini menjadi masalah adalah kurangnya kerjasama
antara pihak-pihak itu dalam pembinaan yang berkelanjutan.
Prestasi di tingkat pelajar yang baik, tidak segera dijemput bola karena
instansi pembinanya berbeda. Ini terasa sekali dalam sepakbola. Prestasi
bagus tim pelajar Indonesia bukan hanya untuk kawasan Asia Tenggara,
tetapi juga untuk Asia, tetapi kemudian berhenti di sana. Banyak sekolah
sepak bola yang dibangun di daerah, tetapi ketika mereka hendak masuk ke
klub yang serius mengalami kesulitan. Ketidaklancaran juga terjadi ketika
atlet junior melakukan pematangan untuk menjadi atlet senior, karena
lembaga untuk itu yakni kompetisi rutin dan berjenjang, tidak ada.
Pembinaan olahraga kita yang bersifat terkotak-kotak, tidak ber
jenjang, tidak berlanjut, tidak konsisten, diyakini merupakan kunci dari
keadaan yang semrawut sekarang ini. Keadaan yang bagai lingkaran setan
sehingga tidak diketahui bagaimana mencari jalan keluarnya. Dalam teori
Interaksionis, berfokus pada makna dan interaksi yang terkait dengan
olahraga dan pertisipasi olahraga. Hal ini menekankan pada kompleksitas
tindakan manusia dan kebutuhan untuk memahami tindakan dalam hal
bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan olahraga mendefinisikan
situasi melalui hubungan mereka dengan orang lain.
Salah satu usulan yang disampaikan adalah membentuk sebuah badan
yang mendudukkan semua unsur yang secara langsung terlibat dalam
pembinaan olahraga, seperti yang terlihat dilakukan negara lain dan
berhasil. Misalnya saja Singapore Sports Council di Singapura, Majelis Sukan
Malaysia, dan Australia Sports Commission di Australia. Di ketiga negara
itu, lembaga tadi berhasil baik dalam menjembatani berbagai instansi yang
ada.
Keanggotaan badan itu tidak hanya wakil dari ketiga instansi di atas,
tetapi juga instansi lain yang terkait, seperti perguruan tinggi, Departemen
Dalam Negeri, Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, sekadar
menyebut contoh. Namanya bisa saja Dewan Olahraga Nasional atau
Badan Keolahragaan Nasional, tetapi yang jelas fungsinya tidak bersifat
eksekutif, hanya menjadi tempat para pelaku memikirkan berbagai hal
untuk pengembangan olahraga. Termasuk di sana menyelaraskan program
masing-masing instansi, sehingga terbentuk kerja sama yang saling
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

92 | Neneng Nurosi Nurasjati


mendukung. Badan seperti itu diyakini dapat menjadi jembatan yang
menghubungkan semua pihak, sekaligus menjadi lem perekat berbagai
perbedaan persepsi yang masih terlihat.
Untuk menuju ke arah sana memang tidak mudah, karena membutuhkan
kebesaran jiwa masing-masing pihak. Dan melihat fungsinya yang seperti
di atas lembaga-lembaga yang kini telah ada maka pembentukan ini
tampaknya harus punya pijakan yang kuat yakni Undang-Undang No. 3
tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional.
Dari catatan sejarah, pada tahun 1965, Menteri Olahraga dan
Mendikbud membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang olahraga
pelajar meliputi olahraga wajib dan olahraga karya. Posisi Menteri
Olahraga ketika itu terasa kuat sampai ke daerah terpencil, sehingga
mampu menyelenggarakan pertandingan secara teratur di daerah dan
memantau bibit-bibit unggul serta mencetak pelatih/guru olahraga daerah
di seluruh Indonesia. Hal ini bisa dilakukan karena Departemen Olahraga
memiliki anggaran sendiri dan memiliki aparat di tingkat provinsi hingga
kecamatan.10
Peningkatan prestasi olahraga tidak bisa lepas dari dukungan
pemerintah. Henry dan Uchiumi (2001) mengatakan bahwa kebijakan
olahraga sebuah negara ikut ditentukan oleh warna politik penguasa.11
Apalagi saat ini prestasi Indonesia menurun di Asian Games Busan 2010
maupun SEAG Laos 2009. Harus ada kebijakan olahraga (sports policy)
yang jelas dari pemerintah agar pembangunan olahraga di sebuah negara
berhasil.
Pengalaman dan sejarah di Indonesia menunjukkan bahwa ketika
almarhum Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Wakil Presiden tahun
1978-1983, Indonesia menjadi juara umum SEA Games 1979, 1981, dan
1983, serta berprestasi di Asian Games 1978 dan 1982. Ketika itu lembaga
Kantor Menegpora belum ada, tetapi Ketua Umum KONI Pusat, Sri Sultan

10

Munas Tundang,Pemerintah Perlu Berperan Membangun Olahraga, Kompas Sabtu, 13


Januari 1996, p.18
11 Ian Henry dan Kazuo Uchiumi,Political Ideology, Modernity, and Sports Policy: A Comparative
Analysis of Sports Policy in Britain and Japan, Hitotsubashi Journal of Social Studies 33 (2001), pp.
161-185
JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 93

Hamengkubuwono IX selaku Wakil Presiden bisa memanggil Mendikbud,


Mendagri, Mensesneg, Meneg PPN/Ketua Bappenas, Menkeu, Menteri
PU, dan menteri lainnya untuk membicarakan pembangunan olahraga
nasional.12
3. Kondisi Pendanaan Olahraga di Indonesia

Olahraga Indonesia memang tengah berada di titik nadir. Kegagalan


masuk dalam tiga besar SEA Games 2005 di Filipina pesta olahraga
bangsa-bangsa Asia Tenggara sejak keikutsertaan di tahun 1977
menunjukkan secara nyata betapa tidak seriusnya bangsa ini membangun
diri lewat olahraga. Prestasi olahraga suatu bangsa sebenarnya tidak bisa
dipisahkan dari kinerja bangsa itu sendiri yang dihubungkan dengan
kondisi sosial politik, termasuk kebijakan makro ekonomi-politik yang
dipilih pemerintahnya.
Ketiadaan dana selalu menjadi kesimpulan utama saat membedah
menurunnya prestasi olahraga Indonesia. Pengurus olahraga sering
mengaku pusing tujuh keliling karena ketiadaan dana untuk pembinaan
atlet, menggelar kejuaraan, atau memberikan jam terbang bertanding bagi
para atlet. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ternyata juga berdampak
pada pengucuran dana pemerintah bagi olahraga.
Maka secara partisan, masing-masing pengurus induk organisasi
berusaha mencari dana sendiri-sendiri. Kedekatan dengan pengusaha atau
perusahaan tertentu menjadi model pencarian dana yang paling populer
dan paling sering dilakukan. Jadilah olahraga Indonesia sepertinya berjalan
sendiri-sendiri tergantung dari karakter pengurus induk organisasi.
Model mencari dana lewat donatur dan kucuran pemerintah tak bisa lagi
diandalkan. Apakah sumber-sumber dana yang bisa dimanfaatkan dunia
olahraga benar-benar kering? Tidak juga.
Simaklah data Nielsen Media Research Advertising Information Services
2004. Jumlah belanja iklan pada 2004 mencapai Rp 23,892 triliun. Produk
perlengkapan komunikasi dan servis mengeluarkan dana terbesar Rp 1,2
triliun diikuti rokok Rp 1,167 triliun, dan produk perawatan rambut Rp

12

Munas Tundang, loc.cit.


Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

94 | Neneng Nurosi Nurasjati


1,164 triliun. 13
Lalu, mengapa dana yang begitu banyak tidak masuk ke olahraga?
Sebagai pembanding, anggaran KONI Pusat untuk olahraga 2006 sebesar
Rp 156 miliar yang kabarnya sempat hendak dipotong oleh DPR dan
Pemerintah sebesar Rp 56 miliar.14
Uang iklan memang jumlahnya besar namun oleh si pemilik harus
dibelanjakan dengan efisien. Jangan berharap ada pengiklan yang mau
membelanjakan anggaran iklan untuk donasi atau atas dasar belas kasihan.
Semua pengiklan telah memiliki ukuran-ukuran baku untuk melakukan
sponsorship, termasuk pada olahraga. Misalnya apakah brand cocok dengan
cabang atau ajang olahraga tertentu (asosiasi brand). Juga apakah penonton
yang datang besar dan sudah sesuai dengan positioning produk. Dari dua
tolok ukur itu, kenyataannya banyak cabang olahraga yang tidak mampu
menarik minat sponsor.
Cabang atletik dan renang misalnya. Dua cabang yang sangat laris di
event Olimpiade itu justru kosong melompong saat digelar di Indonesia.
Arena yang kosong jelas tak mengundang minat sponsor untuk memasarkan
produk mereka. Televisi pun enggan datang sebab akan kesulitan menjual
slot iklan yang disiapkan dalam paket yang akan mereka jual kepada
sponsor.
Problem ini adalah salah satu kendala pemasaran olahraga di
Indonesia. Bagaimana bisa meyakinkan para sponsor jika mengumpulkan
penonton saja tidak bisa? Tidak berhasilnya olahraga menyedot dana
adalah minimnya kemampuan pemasaran para pengurus olahraga yang
bersangkutan. Olahraga menjadi tidak menarik karena kualitas prestasi
buruk, penyelenggara tidak mampu membuat kiat-kiat pemasaran, dan
memasukkan unsur hiburan yang akan mengundang daya tarik masyarakat
untuk menontonnya.
Buruknya kualitas prasarana olahraga juga menjadi kendala. Misalnya,
kondisi lapangan rumput stadion sepakbola, permukaan lapangan basket

13
14

Media Scene 2004/05 Advertising Expenditure by product category print and television
Harian Kompas, KONI Sesalkan DPR, Dana Dipangkas Rp 56 Miliar, Selasa 1 November

2005
JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 95

bukan kayu, penerangan, kenyamanan penonton, WC dan kamar ganti,


lampu, dll. Pencahayaan lampu adalah bagian dari kemasan untuk menjual
olahraga. Bagaimana bisa mendapatkan kesan cemerlang terhadap
olahraga bisa cahaya lampu redup sehingga televisi maupun fotografer
sangat kesulitan mengambil gambar untuk dipublikasikan di media masingmasing?
Profesionalisme pengelolaan organisasi olahraga juga menjadi tolok
ukur penilaian para sponsor. Perencanaan sasaran pun harus jelas dan
meyakinkan. Sebab dengan perencanaan yang jelas dan meyakinkan, para
pelaku yang menjadi subjek dalam olahraga akan dengan total melaksanakan
fungsinya. Janganlah seperti sekarang dimana profesi sebagai seorang atlet
bukanlah sebagai pekerjaan yang favorit.
4. Sport Development Index

Orientasi baru dalam melihat keberhasilan pembangunan olahraga


daerah/kota telah dirintis dan diujicobakan di beberapa provinsi, yakni
melalui sebuah pengkajian indeks pembangunan olahraga yang dikenal
dengan Sport Development Index (SDI).
Pengkajian SDI memandang kemajuan pembangunan olahraga di
suatu daerah berdasarkan kemajuan dalam empat aspek:
Pertama, partisipasi masyarakat, yang menunjukkan indikator keterlibatan aktif
masyarakat suatu daerah terhadap aktivitas olahraga. Seperti yang dituliskan
dalam teori Interaksionis, bagaimana orang melakukan pengalaman dalam
olahraga. Berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan makna, identitas,
hubungan sosial dan hubungan budaya dalam olahraga dan mempelajari
manusia sebagai pembuat pilihan dan pencipta makna, identitas dan
hubungan 15 Dengan kata lain teori ini menunjukan bahwa partisipasi
masyarakat dalam berolahraga adalah meningkatnya sistem hubungan
(interaksi) sosial yang lebih tinggi.

Kedua ruang terbuka atau ruang publik yang dimiliki suatu daerah yang
dapat diakses untuk kegiatan olahraga masyarakat.
Ketiga tingkat kebugaran fisik masyarakat. Dalam teori kritis, bahwa olahraga
adalah tempat sosial (situs) dimana masyarakat dan budaya diproduksi

15

Ibid.,p. 43
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

96 | Neneng Nurosi Nurasjati


dan direproduksi serta hal ini membuat jauh lebih penting dari pada
hanya sekedar refleksi masyarakat saja. Dengan demikian nilai sosial
dari olahraga akan muncul, dan masyarakat menjadi lebih bugar16.
Keempat sumber daya manusia keolahragaan yang dimiliki dan dapat
didayagunakan oleh suatu daerah untuk memajukan olahraga.17
Sport Development Index sebenarnya merupakan konsep baru yang
menganalog konsep Human Development Index (HDI). Dalam konsep HDI,
kemajuan pembangunan manusia di suatu negara dapat ditentukan dengan
menggunakan indikator tertentu. HDI sendiri sebenarnya bukanlah ukuran
yang komprehensif, karena hanya merupakan ringkasan atau rangkuman
mengenai keberhasilan pembangunan manusia yang didasarkan pada tiga
dimensi yang meliputi: longevity, knowledge, dan decent standard of living.
Jika HDI dapat menentukan tingkat kualitas manusia pada suatu negara,
maka Sport Development Index atau SDI diharapkan dapat menentukan
tingkat kemajuan pembangunan olahraga di suatu daerah, termasuk dapat
digunakan untuk melakukan komparasi kemajuan pembangunan olahraga
antar daerah di Indonesia. Dengan demikian penciptaan iklim persaingan
keberhasilan pembangunan olahraga akan mengarah pada pembangunan
hakikat olahraga yang mendasar, bukan persaingan pada sesuatu yang
instan dalam wujud prestasi semu dan berdimensi waktu jangka pendek.
Upaya pengkajian untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga
perlu dilakukan tiap-tiap daerah/kota untuk mengetahui secara lebih
akurat besarnya nilai indeks pembangunan olahraga. Indeks tersebut
merupakan indeks gabungan dari empat dimensi yang meliputi dimensi
partisipasi masyarakat dalam aktivitas olahraga, ruang terbuka atau ruang
publik yang dapat diakses masyarakat untuk kegiatan olahraga, kebugaran
fisik masyarakat, dan Sumber Daya Manusia (SDM) keolahragaan.
Dengan demikian, suatu daerah/kota dikatakan maju dalam pem
bangunan olahraganya, apabila:
1) partisipasi masyarakat dalam berolahraga tinggi
16

Ibid.,p.49
Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd, Menakar Kemajuan Pembangunan Olahraga Nasional
ringkasan Makalah yang telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Hasil Pengkajian Sport
Development Index (SDI) Se Indonesia di Jakarta 23-24 Pebruari 2006.
17

JUARA

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 97

2) ruang terbuka atau ruang publik yang dimiliki daerah memadai dari sisi
jumlah, luas dan variasinya
3) masyarakatnya memiliki kebugaran jasmani yang bagus
4) daerah tersebut memiliki sumber daya manusia yang secara kualitas
dan kuantitas amat memadai untuk memajukan olahraga.
Menakar kemajuan pembangunan olahraga melalui pengkajian Sport
Development Index (SDI) akan dapat memberikan orientasi yang lebih
lurus tentang arah pembangunan umum jangka panjang, terutama dalam
sektor keolahragaan yang lebih mengakar dan terkait dengan pembangunan
sektor lain. Mendeskripsikan angka-angka aktual dimensi SDI dapat
menjadi cermin evaluasi diri (self evaluation) bagi tiap-tiap daerah untuk
selalu berbenah menyongsong kemajuan pembangunan yang lebih cerah
di masa mendatang.
5. Pentingnya Manajemen Proses

Indonesia lebih beruntung dibandingkan negara-negara berkembang


lainnya di bidang olahraga. Sebab ikon olahraga dunia kita miliki. Ada
Tan Joe Hok, Susy Susanti, Rudy Hartono, dan Taufik Hidayat. Mereka
menjadi ikon kebanggaan di pentas olahraga dunia, khususnya bulutangkis.
Sumbangan prestasi dari cabang-cabang olah raga lain pun cukup
banyak seperti atletik, karate, silat, dan beberapa cabang lain. Sebutlah
nama Umar Syarief (karate), Rossi Nurasjati (karate), Kresna Bayu (judo),
Purnomo (atletik), Juana Wangsa (Taekwondo), Oka Sulaksana (layar),
atau Lisa Rumbewas (angkat besi).
Prestasi adalah hasil sebuah proses panjang. Mulai dari kegemaran
berolahraga di sekolah maupun keluarga, latihan di klub/perkumpulan,
hingga mengikuti pertandingan pada skala regional sampai internasional.
Semuanya mengadopsi konsep manajemen mulai dari planning, organising,
actuating, maupun controlling sehingga berorientasi ke prestasi.
Prestasi perlu mendapatkan penghargaan. Para pembina olahraga
seharusnya membuat sistem manajemen olahraga sebagai bentuk
penghargaan terhadap prestasi. Dalam sistem manajemen olahraga yang
baik, ada tatacara dan pelaksanaan pemberian penghargaan, misalnya,
pemberian bonus kepada atlet disesuaikan dengan tingkat prestasi yang
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

98 | Neneng Nurosi Nurasjati


dicapainya dan berlaku umum, sehingga tidak akan terjadi kecemburuan.
Seperti yang disarankan oleh teori critical, bahwa olahraga berkaitan erat
dengan hubungan sosial yang kompleks, dimana perubahan yang muncul
selalu terkait dengan aspek politik, sosial dan ekonomi18 Munculnya
sebuah prestasi sudah tentu akan mengakibatkan adanya perubahan baik
terhadap segi ekonomi, sosial maupun politik. Adanya penghargaan dan
bonus boleh jadi adanya perubahan politik atau sebaliknya. Demikian
juga dengan perubahan sosial, akan terjadi baik secara dramatis maupun
perlahan. Misalnya perubahan status sosial di masyarakat menjadi lebih
terhormat, terpandang dan lain-lain.
Pada sistem manajemen olahraga yang baik tidak akan melupakan
proses pembinaan prestasi olahraga yang berkesinambungan. Pada setiap
jenjang, misalnya, atlet memiliki catatan prestasi dalam sistem basis data
atlet yang berguna untuk pengembangan prestasi mereka.

Gambar diagram alir perencanaan strategi sampai ke pelaksanaan.

18

JUARA

Jay Coackley, loc.cit., p.100

| Januari April 2013

Dimensi Sosiologis dalam Manajemen Olahraga di Indonesia

| 99

Gambar manajemen proses yang bisa juga diterapkan di olahraga Indonesia.

Untuk bisa mencapai kemajuan yang lebih baik, olahraga Indonesia


perlu menerapkan manajemen di segenap aspek. Untuk melakukan
perubahan (shift) diperlukan kemampuan menyusun strategi,
kepemimpinan, keterikatan (engagement), pertumbuhan, serta penerapan
manajemen keuangan yang konsisten dan tegas.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

100 | Neneng Nurosi Nurasjati


DAFTAR PUSTAKA
Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports Marketing
Second Edition (Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 117.
Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd, Menakar Kemajuan Pembangunan Olahraga
Nasional ringkasan Makalah yang telah dipresentasikan dalam
Seminar Nasional Hasil Pengkajian Sport Development Index (SDI) Se
Indonesia di Jakarta 23-24 Pebruari 2006.
Duane Bemis, M.Ed., The road to success comes through hard work,
determination, and personal sacrifice,The Sport Journal Volume4,
Number3,Summer 2001
Fortune says Jordan rules, SBD 31 Juli 1998 dikutip sebagian dalam
Bernard J. Mullin, Stephen Hardy, dan William A. Sutton, Sports
Marketing Second Edition (Illinois: Human Kinetics: 2000), hlm. 122
Fritz E. Simandjuntak, Olahraga dalam GBHN 1993-1998, Kompas,
Sabtu, 12 Juni 1993, p.4
Munas Tundang,Pemerintah Perlu Berperan Membangun Olahraga, Kompas
Sabtu, 13 Januari 1996, p.18
Media Scene 2004/05 Advertising Expenditure by product category print
and television.
Jay Coacley, Sport in Society. Issues & Controversies. Eight Edition.
International Edition 2003. Singapore
Ian Henry dan Kazuo Uchiumi,Political Ideology, Modernity, and Sports
Policy: A Comparative Analysis of Sports Policy in Britain and Japan,
Hitotsubashi Journal of Social Studies 33 (2001), pp. 161-185
Harian Kompas, KONI Sesalkan DPR, Dana Dipangkas Rp 56 Miliar,
Selasa 1 November 2005

JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga


di Indonesia
Oleh: Ria Lumintuarso

A. Pendahuluan

ndonesia pernah mengalami krisis multidimensi pada tahun 1997, kondisi


politik, ekonomi dan sosial menghadapi masalah yang sulit dipecahkan.
Masalah ini merambah ke berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk
prestasi olahraga yang perlahan tapi pasti mengalami penurunan. Indonesia
tidak lagi menjadi Raja olahraga di Asia tenggara. Isu utama olahraga
selain menurunnya prestasi adalah rendahnya profesionalisme, hal itu
menyebabkan perjuangan panjang sebelum Indonesia mampu menjadi
juara umum kembali pada SEA games 2012 sebagai tuan rumah.
Salah satu masalah besar olahraga di indonesia adalah pada saat
Indonesia menjadi penyelenggara SEA Games pada tahun 1997, dimana
penggalangan dana dilakukan melalui penjualan stiker yang digabungkan
dengan pembayaran iuran listrik, telepon dan air bersih. Masyarakat pada
saat itu dengan keras mempertanyakan penarikan dana tersebut. KONI
sebagai pihak yang bertanggung jawab saat itu tidak dapat memberikan
penjelasan yang mampu meredam protes masyarakat. Hal ini sebenarnya
tidak perlu terjadi bila sistem komunikasi antara pusat organisasi olahraga
tersebut dengan masyarakat direncanakan dan diolah dengan strategi
komunikasi yang tepat.
Kompleksnya permasalahan di atas tidak hanya menunjukkan
kurangnya komunikasi yang baik. Lebih jauh menunjukkan bahwa citra
olahraga di Indonesia masih belum menggembirakan, baik ditinjau dari sisi
internal maupun eksternal. Dalam hal ini organisasi olahraga di Indonesia
101

102 | Ria Lumintoarso


merupakan salah satu pihak yang paling bertanggung jawab, karena di
tangan organisasi inilah mekanisme kegiatan olahraga dirancang dan
dijalankan.
Salah satu faktor penting untuk menyelesaikan permasalahan di
atas adalah memperbaiki citra olahraga di mata masyarakat melalui
organisasi keolahragaan di Indonesia. Perbaikan citra olahraga ini hanya
dapat di tingkatkan bila organisasi olahraga memiliki situasi hubungan
dan komunikasi yang harmonis baik ke dalam (internal) maupun ke luar
(eksternal).
Sehubungan dengan hal tersebut, Goldhaber (1990:16) menyatakan
perlunya komunikasi organisasi yang dipaparkan dengan batasan sebagai
berikut: ......the process of creating and exchanging messages within a network
of interdependent relationships to cope with environtmental uncertainty.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan
dengan lingkungan (internal dan eksternal) merupakan suatu faktor
penting bagi setiap organisasi. Hubungan ini akan meningkatkan naluri
untuk mengatasi krisis (ketidakpastian) pada sebuah organisasi.
Sementara itu, situasi olahraga internasional telah mengalami revolusi
yang sangat cepat sejak olympiade Los Angeles pada tahun 1984 dimana
prinsip-prinsip amatirisme telah mulai ditinggalkan dan muncul fenomena
baru Bisnis olahraga. Pieter Uberroth berhasil menciptakan keuntungan
besar dari dunia olahraga, baik keuntungan material maupun keuntungan
terhadap aspek komunikasi dalam dunia olahraga. Sejak saat itu setiap
event olahraga menjadi suatu komoditi yang mendatangkan keuntungan
bagi penyelenggara.
Melihat situasi tersebut, dunia olahraga Indonesia harus mengakui
telah ketinggalan beberapa tahun ke belakang. Amatirisme (dalam arti
manajemen yang tidak profesional) masih menjadi jiwa yang membebani
perkembangan olahraga di Indonesia, sementara untuk beranjak ke
profesionalisme, kenyataan menunjukkan bahwa dari berbagai sisi olahraga
Indonesia belum siap.
Sudah menjadi hal yang wajar bila ada beberapa event olahraga
nasional, tidak ditonton atau bahkan tidak diketahui masyarakat. Karena
tidak ada informasi apapun dari panitia penyelenggara ke masyarakat,
tidak ada kerja sama dengan pihak-pihak sponsor, tidak ada liputan media
JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 103

yang signifikan, akhirnya event tersebut hanya dilaksanakan dan dilihat


oleh kalangan internal saja.
Prinsip-prinsip Hubungan Masyarakat (humas) dan pemasaran
dalam organisasi olahraga nampaknya masih menjadi hal yang perlu
dipertanyakan, bagaimana keberadaan bidang humas, bagaimana pola
dan sistem kerjanya, dan bagaimana pengaruhnya dalam organisasi untuk
mengangkat citra organisasi? Semua itu masih menjadi pertanyaan yang
belum terjawab.
Hubungan masyarakat sangat terkait erat dengan komunikasi
organisasi baik secara internal maupun eksternal seperti yang telah
disampaikan Goldhaber di atas. Onong Uchyana Effendy juga menyatakan
bahwa, komunikasi merupakan wujud utama untuk menghubungkan
praktisi humas dengan publiknya, baik itu pubik internal yaitu komunikasi
antara praktisi humas dengan anggota organisasi, maupun komunikasi
dengan publik eksternal yaitu komunikasi antara praktisi humas dengan
masyarakat luas. (Onong, 1994:135).
Sampai saat ini belum diketahui adanya penelitian mengenai Humas
dan pemasaran dalam organisasi olahraga di Indonesia. Bagaimana ruang
lingkup kerjanya dan pada struktur yang mana mereka berada. Keberadaan
humas dalam struktur organisasi olahraga memang telah ada, namun tidak
diketahui sejak kapan organisasi olahraga di Indonesia mulai memasukkan
humas ke dalam struktur organisasinya.
Di dalam organisasi olahraga tingkat internasional, seperti IAAF
(International Association of Athletics Federations) misalnya, dalam
buku pedomannya: Member Federation Management and Administration
manual, dimasukkan beberapa unsur penting kegiatan komunikasi
yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan marketing
(marketing plan), Team Marketing, measuring success, hubungan dengan
media, dan hal-hal yang berkaitan dengan kerja kehumasan. (IAAF, 1998:
99-104) Lebih lanjut dibahas bagaimana organisasi melakukan pengadaan
dana dengan kegiatan komersial dan berhubungan dengan pihak luar
seperti sponshorship dan donatur. (IAAF, 1998:121-126)
Masuknya unsur-unsur marketing dalam kegiatan komunikasi
organisasi menunjukkan bahwa organisasi tersebut sudah melangkah dari
prinsip-prinsip dasar kehumasan yang non profit menuju ke manajemen
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

104 | Ria Lumintoarso


komunikasi organisasi yang profit seperti bisnis dan pemasaran. Konsep
organisasi olahraga yang non profit telah mulai ditinggalkan menjadi
organisasi yang profit dan profesional. Bidang humas dan marketing
merupakan primadona dalam struktur organisasi yang dapat menghidupi
jalannya kegiatan organisasi olahraga.
B. Hakikat Humas dan Marketing
Beberapa ahli yang memberikan batasan dan pernyataan yang berbedabeda mengenai batasan humas dari yang sederhana sampai pada batasan
yang komplek. Namun semuanya mengandung pengertian yang saling
mendukung dan mengarah pada satu pemahaman.
Menurut Smith Hubungan masyarakat (Humas) adalah pengembangan
dan pemeliharaan hubungan yang baik dengan pihak-pihak (publics) yang
berbeda (Smith, 1996:272) Public tersebut termasuk di dalamnya adalah:
karyawan, investor, khalayak, pemerintah, dll.
Sedangkan Frazier Moore mengajukan definisi humas dengan lebih
komplek yaitu, merupakan suatu filsafat sosial dari manajeman yang
dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya, yang melalui
interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada
komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh
saling pengertian dan itikad baik. (Moore: 1981:6)
Public Relation Society of America (PRSA) dan dua organisasi Humas
penting di Amerika mengambil definisi resminya dari Edward Barneys,
yang pada intinya terdiri dari tiga elemen penting dalam Humas yaitu:
informing people, persuading people, and fostering cooperative among people.
(Hierbert,1991:150)
Dari banyak definisi Rex Harlow mencoba untuk menyampaikan
kesimpulan yang diambil dari 470 definisi dari tahun 1900 sampai 1976,
yang kemudian dijadikan sebagai definisi kerja IPRA (International Public
Relation Assosiation). Definisi tersebut dikutip oleh Onong U Effendy
(1993:118) dan Cutlip, Scott. M (2000:4) sebagai berikut:
Public Relations is a distinctive management function which help establish
and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance, and
cooperation between an organization and its publics; involves the management of
problems or issues; helps management to keep informed on and rresposnsive to
JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 105

public opinion; defines and emphasizes the responsibility of management to serve the
public interest; helps management to keep abreast of and effectively utilize change,
serving as an early warning system to help anticipate trends, and used research and
sound and ethical communication techniques as its principal tools

Definisi di atas mencakup berbagai aspek dalam Kehumasan, dari


fungsi manajemen, kebersamaan antara organisasi dan publiknya, tanggung
jawab dan pelayanan sampai pada etika komunikasi sebagai sarana utama.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik benang merah yang
merupakan aspek dan ruang lingkup kerja humas sebagai berikut:
1. Publik relation merupakan fungsi dari manajemen
2. Proses hubungan antara organisasi dengan publiknya (informasi
persuasi,)
3. Proses pelayanan organisasi terhadap publiknya dalam rangka saling
percaya dan memperoleh pengertian dengan itikad baik.
4. Analisis terhadap opini publik untuk menjadi informasi bagi organisasi.
5. Pelaksanaan dan penindakan program kegiatan yang terencana melalui
penelitian dan evaluasi.
6. Upaya menjaga citra dan reputasi organisasi. (Rosady, 1998:18)
Dari butir-butir di atas menunjukan bahwa harmonisasi hubungan
ini akan membuat citra organisasi terbina, sedangkan harmonisasi dalam
aplikasinya memiliki prinsip komunikasi dengan etika yang baik sebagai
tools seperti yang disampaikan Harlow.
Dalam perkembangannya istilah humas sering tercampur aduk dengan
marketing, Curtlip menyampaikan fenomena ini dengan confusion with
marketing Walaupun Curtlip tetap menyatakan bahwa humas berbeda
dengan marketing namun diakui bahwa pada kenyataannya banyak kerja
humas yang mendukung kerja marketing seperti memperkenalkan produk
baru dan pelayanan, publisitas dan meningkatkan aspek strategi pemasaran.
(2000:7)
Berkaitan dengan hal tersebut di atas Thomas L. Harris menulis buku
yang di dalamnya memunculkan istilah MPR (Marketing Public Relation)
dimana Philip Kotler, seorang profesor marketing di Northwestern University
menyatakan PR is moving into an explosive growth stage because companies
realize that mass advertising is no longer the answer and that organizations are
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

106 | Ria Lumintoarso


merging PR into marketing,..... (Harris, 1991:4)
Sejalan dengan kenyataan dan perkembangan maka ruang lingkup
humas inipun berkembang dari hanya sebagai hubungan dengan publik
yang bersifat non profit kepada bidang bidang yang profit seperti
marketing yang mencakup juga komunikasi pemasaran.
Di bawah ini definisi pemasaran sendiri menurut beberapa ahli
yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Harsuki M.A. dalam bukunya Olahraga
Terkini sebagai berikut: Kotter & Andreasen (1987) menyatakan bahwa,
The focus of marketing is what the customer need & want not the marketer.
Sedangkan Drucker (1974) menyatakan, The objective of marketing is to know
and understand customer so that product and service well sold. Mullin (1985)
memberikan definisi dengan lebih spesifik ke pemasaran olahraga: Sport
marketing include all planned activities to fulfill the customers (partisipans
& spectators) need and want through exchanges Pitts & Stotlar (1996)
memberikan definisi dengan mengacu pada pelanggan dan organisasi
sebagai berikut: The process of planning and acting of product activities, giving
price, promotion and distribution of sport products to satisfy the customer need
and want and to reach the institution objectives
Komunikasi Pemasaran, menurut The Chartered Institute of Marketing
yang dikutip oleh Smith menyatakan bahwa: Marketing is the management
process responsible for identifying, anticipating and satisfying customer
requirements profitably. (Smith, 1993: 17). Definisi lain yang ditemukan
oleh American Marketing Association secara simpel adalah; marketing is
the selling of goods that dont come back to people that do Dalam kaitannya
dengan Komunikasi pemasaran Smith menyatakan bahwa Marketing
Communication adalah komunikasi yang berkaitan dan relevan dengan
pemasaran. (Smith, 1993: 18)
Di bawah ini disajikan bagaimana kegitan pemasaran dikaitkan
dengan komunikasi yang disajikan oleh PR Smith. Dari fisualisasi di bawah
ini secara jelas dapat disaksikan bagaimana kegiatan-kegiatan komunikasi
berfungsi dan meliputi kegiatan pemasaran, sehingga disebut dengan
marketing mix

JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

Selling

Product

Advertising

Place

Sales Promotion

Price

Direct marketing

Promotion

Publicity
Sponsorship

| 107

(The Marketing Mix)

Exhibition
Corporate Identity
Packaging
Point-of-sale and Merchandising
Word of Mouth
The Communications Mix (The Promotions mix) (Sumber:Smith:1993:18)

Sementara American Association of Advertising Agencies (4 As)


memberikan batasan tentang Integrated Marketing Communication
(IMC) sebagai berikut:
..a concept of marketing communication planning that recognizes the added
value of a comprehensive plan that evaluates the strategic roles of variety of
communications disciplines - for example, general advertising, direct response, sales
promotion and public relation and combines these disciplines to provide clarity,
consistency, and maximum communication impact through the seamless integration
of discrete messages. (Kotler, 1994: 622)

Dari pengertian di atas nampak bahwa ada kesamaan persepsi antara


dua batasan yang masing-masing menekankan pada aktifitas komunikasi
yang menekankan pada bidang pemasaran seperti, advertensi, promosi,
dan public relation yang merupakan bagian dari aktivitas komunikasi
pemasaran. Walaupun seperti yang telah disebutkan di atas antara
Komunikasi Pemasaran dan Humas memiliki beberapa kesamaan tetapi
untuk Komunikasi Pemasaran lebih menekankan kepada produknya,
sedangkan Humas lebih berorientasi pada pengenalan dan peningkatan
citra organisasinya.
Komunikasi pemasaran berusaha untuk memberikan jawaban mengapa
seseorang mengkonsumsi suatu produk dan bagaimana membuat masyarakat
memperhatikan tertarik dan mengambil keputusan untuk mengkonsumsi
suatu produk barang atau jasa. Dengan demikian komunikasi pemasaran
ini secara fungsional sangat diperlukan untuk menciptakan situasi yang
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

108 | Ria Lumintoarso


kondusif untuk memasarkan suatu produk dengan proses yang tepat.
Beberapa teori telah diperkenalkan untuk memahami mengapa
seseorang mengkonsumsi suatu produk.
Bentuk-bentuk kegiatan Komunikasi Pemasaran menurut Smith
adalah sebagai berikut: (a) Selling and sales management, (b) Advertising, (c)
Sales Promotion, (d) Direct Marketing, (e) Publicity and Public Relation, (f)
Sponshorship, (g) Exhibition, (h) Corporate identity and Corporate Image, (i)
Packaging, (j) Merchandising, (k) Word of Mouth (Smith, 1996: 18)
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan humas
sangat erat hubungannya dengan kegiatan marketing. Masing-masing
bentuk dan ciri organisasi memiliki kekhasan dlam melaksanakan
kegiatan ini. Pada organisasi pemerintah (humas government) biasanya
lebih menekankan diri pada kegiatan humas untuk meningkatkan
citra pemerintah, sedangkan pada organisasi humas bertujuan untuk
meningkatkan dan mempublikasikan korporat dengan tujuan akhir
meningkatkan marketing.
C. Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia
Menurut Harsuki, pada dasarnya kegiatan pemasaran olahraga di
Indonesia sudah dirintis sejak lama. Beberapa organisasi olahraga telah
memulainya melalui berbagai kegiatan seperti: PSSI dengan Liga Bank
Mandiri dari tahun 1980 sampai dengan 2004 yang kemudian dilanjutkan
dengan Liga Jarum pada tahun 2005. Sementara PERBASI dengan
KOBATAMA nya mulai tahun 1982, yang kemudian dengan kemunculan
stasiun TV swasta menjual hak siarnya kepada SCTV. Persatuan Bola
Voli Indonesia/PBVSI yang menyelenggarakan kompetisi LIGAPRO,
menggunakan agen pemasaran P.T. M. Ling. Untuk menjual event tersebut
ke sponsor dan masyarakat. Sementara itu banyak cabang lain yang telah
mencoba melakukannya walaupun dengan cara dan hasil yang berbeda
sesuai dengan kecabangannya.
Dari data di buku Induk KONI pusat tahun 2001 ada 43 Induk Organisasi
Cabang Olahraga, dimana 35 (82%) diantaranya telah memiliki bidang
kehumasan/pemasaran dalam struktur organisasinya. Meskipun demikian
tidak semua organisasi yang memiliki kehumasan tersebut meletakkan
bidang humas ini dalam strata yang sama. Ada yang meletakannya pada
JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 109

manajemen inti (bidang/pimpinan) tetapi banyak yang meletakannya pada


bagian yang tidak penting dalam ruang lingkup bidang lain (komisi, seksi,
dan lain-lain).
Dengan adanya perbedaan-perbedaan struktur tersebut dapat diduga
bahwa setiap organisasi memiliki pola kerja kehumasan yang berbeda
pula. Apa lagi setiap Induk organisasi cabang olahraga memiliki kekhasan
dan tingkat prestasi serta segment peserta dan penonton yang berbeda.
Misalnya, dapat kita bandingkan antara PGI (Persatuan Golf Seluruh
Indonesia) dengan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia).
Keduanya memiliki segmen peserta dan penonton yang sangat berbeda.
Ciri dan sifat kompetisi kedua cabang ini juga sangat khusus dan berbeda
antara satu dengan yang lain.
Namun demikian perbedaan ini tidak berarti membuat strategi
komunikasi mereka atau pola kerja kehumasan mereka harus berbeda,
mungkin mereka menggunakan kegiatan yang berbeda dalam berhubungan
dengan masyarakat tetapi dengan pola yang sama atau sebaliknya.
Kegiatan humas merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat
dihindarkan oleh setiap organisasi yang sehat, apa lagi organisasi yang
mempunyai skala nasional dan internasional. Organisasi olahraga di
Indonesia tidak terkecuali harus melakukan kegiatan humas. Apa lagi
dalam perkembangan situasi politik, ekonomi dan sosial yang tidak
menguntungkan seperti saat ini.
Tantangan profesionalisme dan pemulihan citra olahraga merupakan
suatu yang harus segera mendapatkan jawaban. Kendala kendala dari
luar seperti perhatian pemerintah yang menurun, sponsor yang enggan
berkiprah di olahraga, masyarakat yang apatis terhadap kegiatan olahraga
serta ekspose media yang minim harus segera dicari solusinya. Sementara
hambatan dari dalam (internal) seperti tidak padunya pengurus dan
komunikasi organisasi yang lemah menjadi momok tenggelamnya organisasi
olahraga di masa datang.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2001
pengelolaan humas dan pemasaran di organisasi olahraga di Indonesia
menunjukkan beberapa temuan yang cukup menarik yang akan dipaparkan
berikut ini.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

110 | Ria Lumintoarso


Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah
penulis lakukan sebagai berikut:
1. Organisasi olahraga di Indonesia secara umum telah menyadari
perlunya keberadaan humas di dalam struktur organisasinya. Dari hasil
penelitian ini diketahui bahwa hampir seluruh organisasi olahraga
(91%) telah memiliki humas dalam organisasi nya. Namun keberadaan
humas ini tidak diimbangi dengan penyusunan dan pelaksanaan
program kerja yang terencana dengan baik. Sebagian besar organisasi
masih belum dapat melaksanakan program dengan baik (60%),
bahkan 9% tidak memiliki program humas. Hanya 31% organisasi yang
dapat merencanakan dan melaksanakan program kerja dengan baik.
Ketimpangan ini terjadi karena berbagai faktor seperti, posisi dalam
struktur organisasi tidak kuat dan humas sering kali dijabat oleh orang
yang tidak ahli.
2. Dari dua aspek pokok kegiatan humas dan pemasaran terdapat
perbedaan kinerja yang jelas. Organisasi olahraga di Indonesia memiliki
aktifitas humas internal seperti komunikasi dengan pemerintah (induk),
komunikasi internal, dan pembinaan anggota yang relatif cukup baik.
Hal ini dibuktikan dengan persentase pelaksanaan kegiatan yang tinggi.
Namun dari aspek kegiatan eksternal seperti publisitas, penyelenggaraan
events, penelitian, dan sponsorship masih belum menggembirakan.
Secara umum aktifitas mereka baru pada tingkat insidental yang tidak
terencana secara matang. Dengan kondisi ini sangat sulit dicapai
misi organisasi untuk mendapatkan tempat yang baik di masyarakat.
Dari seluruh kegiatan humas, sponsorship merupakan faktor yang
paling rawan dan lemah dalam organisasi olahraga. Secara kumulatif
sangat sedikit induk organisasi yang dapat menarik sponsor ke dalam
kegiatan organisasi. Hal ini sangat kontradiktif dibanding dengan
perkembangan olahraga internasional dimana setiap induk organisasi
memiliki sponsorship yang mendatangkan banyak keuntungan bagi
kegiatan olahraga.
3. Lemahnya kegiatan eksternal dan ketidakmampuan humas dan
pemasaran sebagian besar organisasi olahraga untuk merangkul
sponsor memberikan posisi yang sulit bagi organisasi olahraga dalam
meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Ini berarti bahwa citra
olahraga masih akan mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat
JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 111

dalam waktu yang cukup panjang. Dari kondisi aktifitas humas yang
seperti sekarang ini, masih sulit bagi humas untuk menempatkan diri
sebagai posisi kunci peningkatan citra olahraga Indonesia. Kecuali bila
organisasi olahraga mampu mengaktifkan kegiatan humasnya secara
menyeluruh dan terencana.
4. Melalui analisis cluster, ditemukan tiga kelompok organisasi dengan
pola kerja kehumasan yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
Kelompok pertama disebut sebagai Kelompok Amatir yang merupakan
kelompok paling lemah dalam aktifitas humas dan pengaruhnya sangat
kecil terhadap kinerja organisasi. Pola kerja pada kelompok ini masih
sangat jauh dari prinsip kerja professional dan bekerja hanya bila perlu
dan ada kesempatan. Pada organisasi olahraga di Indonesia kelompok
ini ada 10 organisasi.
Kelompok kedua disebut sebagai Kelompok Birokrat yang mempunyai
struktur cukup baik tetapi belum mampu memberikan keputusan yang
dapat mewarnai dan membawa arah jalannya organisasi, kegiatan
yang dilakukan masih kurang terencana dan masih bersifat insidental,
mereka belum dapat menjadi tulang punggung organisasi. Kelompok
ini memerlukan personal yang tepat dan perencanaan program yang
lebih baik agar dapat meningkatkan kinerjanya. Anggota kelompok ini
ada 10 organisasi.
Sedangkan kelompok ketiga yang disebut Kelompok Professional
merupakan kelompok yang sangat potensial untuk menjadikan humas
sebagai kunci pengembangan organisasi menuju organisasi yang
mandiri. Humas pada kelompok ini memiliki personal yang berkualitas
dan aktif dalam mencari peluang terhadap hubungan dengan pihak
luar. Humas pada kelompok inilah yang menjadi humas ideal untuk
organisasi olahraga Indonesia saat ini. Kelompok professional ini terdiri
dari 12 organisasi.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

112 | Ria Lumintoarso


Cluster 1 (Amatir)
IKASI
PABSI
PERBAKIN
GABSI
PERKEMI
PRSI
PERSANI
PSI
PTMSI
PERTINA

Cluster 2 (Birokrat)
PASI
ISSI
PODSI
PGSI
PJSI
PERPANI
POSSI
PERSEROSI
PERSETASI
PBWI

Cluster 3 (Profesional)
POBSI
PBVSI
PERBASI
PORDASI
PERBASASI
PERCASI
PGI
FORKI
PSSI
PSASI
PBTI
PELTI

Cluster organisasi olahraga berdasarkan faktor eksternal (Sumber Ria L:2001)

Tabel di atas menunjukkan kelompok organisasi cabang olahraga


berkaitan dengan kegiatan humas dan pemasaran berdasarkan hasil
penelitian dari penulis pada tahun 2001.
Dari hasil penelitian di atas dapat disampaikan bahwa kebutuhan
akan humas pada organisasi olahraga telah disadari oleh para pembina
olahraga di Indonesia. Hampir semua organisasi olahraga di Indonesia
telah memiliki lembaga humas walaupun keberadaannya masih
memiliki keanekaragaman baik dari segi bentuk, fungsi maupun
kinerjanya. Sampai saat ini sebagian besar humas organisasi olahraga di
Indonesia masih belum mampu bekerja optimal, mereka baru mampu
berprestasi baik pada kegiatan internal. Hanya sebagian dari organisasi
olahraga yang humasnya dapat berjalan dengan baik dan berpotensi
menjadi humas yang ideal.
D. Penutup
Kegiatan Hubungan Masyarakat dan Pemasaran Olahraga di Indonesia
pada dasarnya telah dirintis sejak lama walaupun dalam bentuk yang relatif
masih sederhana. Masing-masing cabang olahraga memiliki kekhasan
dalam aktivitas humas dan pemasarannya, namun pada umumnya aktivitas
humas di Indonesia masih cenderung kepada internal organisasinya dan
belum secara optimal melakukan kegiatan eksternal yang diprogram
dengan baik.
Beberapa cabang olahraga telah melakukan kegiatan humas dan
marketing yang cukup profesional dengan melakukan hubungan aktif
JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 113

dengan berbagai pihak seperti sponsorship perusahaan, penyiaran ke media


massa dan berbagai kegiatan lain seperti melakukan transfer pemain dan
kontrak pemain dan pelatih serta kontrak dengan perusahaan tertentu
untuk mendukung kegoiatan organisasi.
Beberapa kendala organisasi olahraga dalam upaya mengiatkan
aktivitas humas dan pemasaran olahraga ini adalah popularitas beberapa
cabang olahraga, minat masyarakat yang rendah untuk menyaksikan event
dalam cabang tertentu dan prestasi yang belum dapat dibanggakan. Faktor
prioritas masyarakat Indonesia yang masih menomor sekiankan olahraga
merupakan alasan lain mengapa aktivitas humas dan marketing olahraga
di Indonesia mengalami hambatan yang besar.
Lepas dari permasalahan tersebut di atas, potensi masyarakat dengan
populasi yang besar merupakan aset yang harus diperhatikan untuk
mengembangkan kegiatan humas dan pemasaran olahraga di Indonesia
ke depan. Jalinan kerja sama dengan seluruh stakeholder olahraga dan
dengan terbentuknya kembali Kementerian Pemuda dan Olahraga semoga
dunia olahraga di Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan dari
berbagai aspek termasuk humas dan pemasaran olahraga.

Daftar Pustaka
Barkin, O. & Aronoff, C. 1992. Public Relation: The Profession and the
practice. Madison, WI: Brown & Benchmark.
Beard, Mike. 2001. Running a Public Relation Department. London. The
Institute of Public Relation. Kogan Page Ltd.
Belch, George E, Belch Michael A. Michael.1999. Advertising and Promotion.
An Integrated Marketing Communications Perspective. Boston. Irwin Mc
Graw Hill.
Bidang Organisasi KONI Pusat. 2000. Kalender Kegiatan Induk Organisasi
Cabang Olahraga dan Badan Keolahragaan Fungsional Tahun 2000.
Jakarta. KONI Pusat.
Brody, E.W. 1988. Public Relations Programming and Production. New York:
Preager.
Caywood L. Clarke. 1997. The handbook of Strategic Public Relation and
Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

114 | Ria Lumintoarso


Integrated Communication. New York. Mc Graw-Hill.
Cutlip, Scott M. Center, Allen H. Broom, 2000. Glen M. Effective Public
Relations. New Jersey, Upper Saddle River. Prentice-Hall, Inc.
Dozier, D.M. 1992. The Organizational Role of Communication and Public
Relations Practifioners. Disunting J.E. Grunig dalam Excellence in Public
Relations and Communication Management. Hilldate, N.J: Lawrence
Earlbaum.
Effendy, Onong Uhjana. 1993. Human Relation dan Public Relation.
Bandung. CV Mandar maju.
Graham Stedman, Goldblatt, Joe Jeff. Deply, Lisa.1995. The Ultimate Guide
to Sport Event management and Marketing. Chicago. Irwin profesional
Publishing.
Grunig, J.E. & Hunt. T. 1994. Managing Public Relations. For Worth: Holt,
Richard & Winston.
Harris, Thomas L. 1991. Marketing Guide to Public Relation. New York,
Chister, Brisbane, Toronto, Singapore. John Willey & Sons, Inc.
Harsuki, Prof. Dr. H. M.A, 2003. Perkembangan Olahraga Terkini. Jakarta.
PT. Rajawaligrafindo Persada.
IAAF. 1998. Member federation Management and Administration Manual.
Monaco. Multiprint.
KONI Pusat. 2002. Rancangan Penyempurnaan Anggaran Dasar KONI.
Jakarta. Pokja AD & ART KONI Pusat.
Kotler Philip. 2000. Marketing Management The Millenium edition. New
Jersey. Prentice Hall, Inc
-----. 1994. Marketing Management, Analysis, planning, Implementation, and
Control. New Jersey. Prentice Hall, Inc
Lumintuarso, Ria. 2001. Hasil Penelitian: Kegiatan Humas dalam Organisasi
Olahraga di Indonesia. Jakarta. Universitas Indonesia.
Moore Frazier. Penyunting. Onong U Effendy. 1987. Hubungan Masyarakat,
prinsip, kasus dan masalah. Bandung. Pt Remaja Rosdakarya.
NewYork University. 1992. Summer Institute in Sport and Special Event
Markrting. New York. Don Smith and Steven Tischler.
Rogers, Evert M. 1989. Komunikasi dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

JUARA

| Januari April 2013

Humas dan Pemasaran Olahraga di Indonesia

| 115

Ruslan, Rosady. 1995. Praktek dan Solusi Public Relations dalam Suatu Krisis
dan Pemulihan Citra, Seri Management Public Relations 1. jakarta. Ghalia
Indonesia.
Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi.
Jakarta. CV. Remaja Karya.
Seitel, Fraser P. 2001. The Practice of Public Relation. New Jersey. Prentice
Hall, Inc, Upper Saddle River.
Shimp, Terence A. 1997. Advertising, promotion, and Supplemental. Aspect
of Integrated marketing Communications. United States of America. The
Dryden Press.
Smith, PR. 1996. Marketing Communications, An Integrated Approach.
London. Kogan Page Limited.

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I

| No. 1

Petunjuk Bagi Penulis


1.
Artikel belum pernah dimuat
dalam media cetak lain, diketik
spasi rangkap pada kertas kuarto
sepanjang 10-20 halaman, dalam
bentuk disket program Microsoft
Word beserta hasil cetaknya
(print out) sebanyak 1 eksemplar.
Diserahkan paling lambat 3 bulan
sebelum bulan penerbitan.
2. Artikel merupakan hasil penelitian
atau non penelitian (gagasan
konseptual, kajian teori, aplikasi
teori bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Olahraga).
3. Artikel ditulis dalam bentuk essai,
disertai judul subbab (heading).
Peringkat judul subbab dinyatakan
dengan jenis huruf yang berbeda:
PERINGKAT 1 (huruf besar semua
rata dengan tepi kiri)
Peringkat 2 (huruf besar-kecil dan
dicetak tebal)
Peringkat 3 (huruf besar-kecil dan
dicetak tebal miring)
4. Artikel hasil penelitian memuat:
Judul
Nama Penulis
Abstrak (memuat tujuan, metode,
dan hasil penelitian: 5075 kata)
Kata-kata Kunci
Pendahuluan
(tanpa
subjudul,
memuat latar belakang masalah,

perumusan masalah, dan rang


kuman kajian teoritik)
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpilan dan Saran
Daftar Pustaka
5. Artikel Non Penelitian memuat:
Judul
Nama Penulis
Abstrak (5075 kata)
Kata-kata Kunci
Pendahuluan (tanpa sub judul,
memuat pengantar topik utama
diakhiri dengan rumusan tentang
hal-hal pokok yang akan dibahas)
Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)
Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)
Subjudul (sesuai dengan kebutuhan)
Penutup (atau Keseimpulan dan
Saran)
Daftar Pustaka
6. Daftar Pustaka hanya mencantum
kan sumber yang dirujuk dalam
uraian saja, diurutkan alfabetis.
Disajikan seperti contoh berikut:
Annarino, A.A., Cowell, C.C., and
Hazelton, H.W. 1980. Curriculum
Theory and Design in Physical.
London: Cv. Mosby Company.

116

Jl. Pintu I Senayan Jakarta 10270


Telp
: (021) 5712594 (Direct)
(021) 5737494 (hunting), ext. 64
Email
: konipusat@yahoo.com
Homepage : http://www.koni.or.id
Facebook : KONI Pusat
Twitter
: @KONIPusat

Anda mungkin juga menyukai