Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR PENGESAHAN

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


BIOETHANOL

Dosen Pembimbing

: Muh. Irwan ST.,MT

Kelas

: VII B / S1 Terapan

Kelompok

: V (Lima)

Nama Mahasiswa / NIM

: 1. Mifthahul Nur Jannah 13 644 008


2. Fitrianingsih

13 644 023

3. Pungky Ramadhani P.A 13 644 026


4. Fitri Rosiana

13 644 057

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal .............................. 2016


Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Muh. Irwan ST.,MT


NIP. 19740310 200212 1 010

LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
BIOETHANOL

Disusun Oleh :
Nama / NIM

: 1. Mifthahul Nur Jannah

13 644 008

2. Fitrianingsih

13 644 023

3. Pungky Ramadhani P.A

13 644 026

4. Fitri Rosiana

13 644 057

Kelas

: VII B / S1 Terapan

Kelompok

: V (Lima)

Dosen Pembimbing : Muh. Irwan ST.,MT

PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Percobaan
- Dapat melakukan fermentasi polisakarida untuk menghasilkan glukosa
- Membuat bioetanol dari hasil fermentasi polisakarida

1.2 Dasar Teori


1 Buah Pisang
Pisang merupakan tanaman asli daerah asia tenggara termasuk Indonesia.
Nama latinnya adalah Musa Paradisiaca. Tanaman pisang ini oleh masyarakat
dapat dimanfaatkan mulai dari bunga, buah, daun, batang sampai bonggol pun
dapat dimanfaatkan untuk dibuat sayur. Pisang merupakan tanaman hortikultura
yang penting karena potensi produksinya yang cukup besar dan produksi pisang
berlangsung tanpa mengenal musim. Sejak lama pisang sudah dikenal sebagai
buah yang lezat dan berkhasiat bagi kesehatan, karena pisang mengandung gizi
sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibanding dengan buahbuahan lain. Walaupun demikian, pemanfaatan pisang masih terbatas. Selain dapat
dimakan langsung sebagai buah segar, pisang juga dapat diolah dalam keadaan
mentah maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung dan
keripik, sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah, pisang
goreng, pisang rebus, kolak, getuk dan lain sebagainya. Dalam proses pengolahan
buah pisang seperti disebutkan diatas tentunya terdapat limbah kulit pisang.
Masyarakat pedesaan memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak. Padahal
kulit pisang mengandung 18,90 g karbohidrat pada setiap 100 g bahan (Susanto
dan Saneto,1994). Karbohidrat tersebut yang nantinya akan diubah menjadi
alkohol. Untuk mengurangi limbah kulit pisang dan seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kini kulit pisang dapat difermentasi menjadi
minuman. Caranya kulit pisang diolah dengan bantuan Saccharomyces
Cereviceae. (Lintal Muna, 2007)

Limbah Kulit Pisang


Limbah merupakan sisa pembuangan dari suatu proses kegiatan manusia

dapat berbentuk padat, cair dan gas, dari segi estetika sangat kotor, tidak enak
dipandang dan juga dari segi bau sangat mengganggu. Dengan demikian secara
langsung maupun tidak langsung limbah menimbulkan ketidaknyamanan di
sekitarnya sebab pembuangan limbah ke lingkungan umumnya tidak diikuti
dengan upaya penanganan dan pengolahan limbah yang baik, karena selalu
dikaitkan dengan teknologi dan pengolahan yang relatif mahal. Menurut Nigam,
(1999) saat ini banyak industri yang memanfaatkan limbah untuk pembuatan
produk baru yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya seperti kulit buah
pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol, dimana
dengan memanfaatkan kulit buah pisang dapat mengurangi pencemaran terhadap
lingkungan.
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak

jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara

nyata, hanya dibuang

sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai

makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang
cukup banyak akan memiliki nilai jual
dimanfaatkan

yang menguntungkan apabila bisa

sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006). Menurut Basse

(2000) jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu kira- kira 1/3 dari buah
pisang yang belum dikupas. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C
dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan
antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988).
Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya.
Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme
karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya
glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja
dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki
kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil
analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung

air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %. Komposisi zat gizi kulit
pisang dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini :
Tabel 1.1 Kandungan Gizi Buah Pisang dalan 100 gram Bahan
Zat Gizi
Air (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)

Kadar
68.90
18.50
2.11
0.32
715
117
1.60
0.12
17.50

Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1982

Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah
amilum. Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat
kompleks). Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan
tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh
penduduk dunia, terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai
bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga
mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya. (Johari
dan Rahmawati, 2006)

Hidrolisa
Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan

lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan
porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan
mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa
turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa,
heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula

sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan


etanol (Osvaldo, 2012). Walaupun terdapat berbagai macam metode hidrolisa
untuk bahan-bahan lignosellulosa, hidrolisa asam dan hidrolisa enzimatik
merupakan dua metode utama yang banyak digunakan khususnya untuk bahanbahan lignosellulosa dari limbah pertanian dan potongan-potongan kayu.
Hidrolisa sellulosa secara enzimatik memberi yield etanol sedikit lebih tinggi
dibandingkan metode hidrolisa asam. Namun proses enzimatik tersebut
merupakan proses yang paling mahal. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah
dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin. Pada suhu dan tekanan tinggi,
glukosa dan xylosa akan terdegradasi menjadi furfural dan hidroksimetilfurfural
(Osvaldo, 2012). Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul
menjadi dua bagian dengan penambahan molekul air (H 2O), dengan tujuan untuk
mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian
dari molekul memiliki ion hidrogen (H+) dan bagian lain memiliki ion hidroksil
(OH-). Umumnya hidrolisis ini terjadi saat garam dari asam lemah atau basa
lemah (atau keduanya) terlarut di dalam air. Reaksi umumnya yakni sebagai
berikut:
AB + H2O AH + BOH
Akan tetapi, dalam kondisi normal hanya beberapa reaksi yang dapat terjadi
antara air dengan komponen organik. Penambahan asam, basa, atau enzim
umumnya dilakukan untuk membuat reaksi hidrolisis dapat terjadi pada kondisi
penambahan air tidak memberikan efek hidrolisis. Asam, basa maupun enzim
dalam reaksi hidrolisis disebut sebagai katalis, yakni zat yang dapat mempercepat
terjadinya reaksi (Lowry, 1923).
4 Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses perubahan perubahan kimia dalam suatu
substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu
enzim yang dihasilkan oleh mikrobia mikrobia tertentu. (Tjokroadikoesoemo,
1986)
Untuk memperoleh etanol fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi
anaerobic, yaitu fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen.

Karena mikroorganisme yang digunakan yakni Saccharomyces cerevisiae dapat


mencerna energinya tanpa adanya oksigen. Fermentasi merupakan proses
pembebasan energi tanpa adanya oksigen yang bersifat anaerobik. Apabila kadar
gula substrat rendah maka dibutuhkan kondisi anaerob, sehingga sel-sel ragi dapat
melakukan fermentasi yang akan mengubah tetes yang mengandung gula menjadi
alcohol. Proses fermentasi ini menyebabkannya terjadi peningkatan panas. Agar
panas yang timbul dapat diserap maka diperlukan pendingin untuk menjaga suhu
yang tetap pada 300C selama proses fermentasi yang berlangsung selama 30 40
jam (Sudarmadji, 1996). Proses fermentasi pada umumnya membutuhkan waktu
berkisar 4 20 hari untuk memperoleh hasil fermentasi yang sempurna. Biasanya
ditandai dengan tidak terbentuknya karbon dioksida. (Faizal, 2012)
Fermentasi gula oleh ragi, misalnya Saccharomyces cerevisiae dapat
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai berikut :
C6H12O6

Saccharomyces cerevisiae
Glukosa

2 C2H5OH + 2 CO2
etanol

Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur
minuman, bir, roti dan lain lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi :


a

Keasaman (pH)
Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan bakteri.
Kondisi keasaman yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4 5.

b Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan
kering atau dibekukan. Berbagai macam jasad renik dapat digunakan untuk

proses fermentasi antara lain yeast. Yeast tersebut dapat berbentuk bahan
murni pada media agar-agar atau dalam bentuk dry yeast yang diawetkan.
c

Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan
selama fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan
optimal, yaitu suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan
perbanyakan diri secara tercepat. Pada suhu 30oC mempunyai keuntungan
terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu itu.

d Oksigen
Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin
untuk memperbanyak atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau
membentuk sel sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh lebih baik pada keadaan aerobik,
tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada
keadaan anaerobik. ( Winarno, 1984 )
e

Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan:

1
2

Energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon.


Nitrogen untuk sintesis protein. Salah satu contoh sumber nitrogen yang

dapat digunakan adalah urea.


Mineral yang dipergunakan mikroorganisme salah satunya adalah asam

phospat yang dapat diambil dari pupuk NPK.


Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami sudah
mengandung

semua

atau

beberapa

vitamin

yang

dibutuhkan

mikroorganisme (Gaman, 1992)

Mikroorganisme pada Fermentasi


Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan

bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis

reaksi biokimia pada perubahan substrat organik. Mikroorganisme yang dapat


digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir, jamur, dan bakteri.
Mikroorganisme tersebut tidak mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi
makanannya dengan cara fermentasi, dan menggunakan substrat organik untuk
sebagai makanan. Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakan untuk
memproduksi alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur.
Di antara banyak mikroorganisme yang telah dimanfaatkan untuk produksi etanol,
Saccharomyces cerevisiae masih tetap sebagai spesies utama. Zymomonas mobilis
juga telah dipelajari secara intensif selama tiga dekade terakhir dan berulang kali
diklaim oleh beberapa peneliti untuk menggantikan S. cerevisiae dalam produksi
etanol, karena spesies ini memiliki beberapa sifat-sifat unggul dibandingkan
dengan S. cerevisiae. (Bai, F. W et.al., 2008)
Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi
alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang
tinggi. Kadar alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum.
Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan
racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak
banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial, karena
kebanyakan bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi
(Sudarmadji., 1996).

6 Bioetanol
Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh lewat proses
fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan
bioetanol dapat berupa ubi kayu, jagung, ubi jalar, tebu dan lain-lain. Semuanya
merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang sangat mudah ditemukan di
Indonesia karena iklim dan keadaan tanah Indonesia yang mendukung
pertumbuhan tanaman tersebut. Bioetanol adalah biofuel yang tidak beracun,
biodegradable dan diproduksi dari sumber terbarukan dan memberikan kontribusi

minimal jumlah gas rumah kaca bersih, seperti CO2, SO2 dan tidak ada emisi ke
atmosfer. (Haadel, A et.al., 2011)
Bioetanol (etil alkohol, alkohol gandum, CH3-CH2-OH atau ETOH) adalah
biofuel cair yang dapat dihasilkan dari beberapa bahan baku biomassa yang
berbeda dan teknologi konversi. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang
menarik karena merupakan sumber daya berbasis bio terbarukan sehingga
memberikan potensi untuk mengurangi emisi partikulat di mesin kompresipenyalaan. (Balat, M et.al., 2008)
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair,
tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur
dengan air dengan segala perbandingan.
Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioethanol harus
berbeda sesuai dengan penggunaannya. Besarnya grade bioethanol yang
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul
kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioethanol
harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100%. (Hambali, 2007)
Sifat-sifat fisis etanol
1 Rumus molekul : C2H5OH
2 Berat molekul : 46,07 gram / mol
3 Titik didih pada 1 atm : 78,4C
4 Titik beku : -112C
5 Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
(Perry, R. H., 1984)
Sifat-sifat kimia etanol
1 Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2 Diperoleh dari fermentasi gula
Pembentukan etanol
C6H12O6
glukosa

enzim CH3CH2OH
etanol

Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O

Pembakaran etanol
CH3CH2OH + 3O2

2CO2 + 3H2O + energi

(Fessenden & Fessenden, 1997)


Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai
berikut :
1
2

Grade industry dengan kadar alkohol 90-94%


Netral dengan kadar alcohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk

minuman keras atau behan baku farmasi


Grade bahan bakar dengar kadar alcohol di atas 99,5%

(Prihardana,R., dkk. 2008)


7 Destilasi
Destilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang
dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi
fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil
fermentasi glukosa/dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari
komponen-komponen tertentu yang mudah tercampur. Umumnya destilasi
berlangsung pada tekanan atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem alcohol
air, yang pada tekanan atmosfer memiliki titik didih sebesar 78,6 0C.
(Tjokroadikoesoemo, 1986)
Prinsip kerja destilasi adalah dimana suatu cairan pada mulanya diuapkan
dan kemudian uap tadi diembunkan menjadi cairan kembali dengan pendinginan.
Pemisahan ini berdasarkan pada perpindahan massa dari fase yang homogen ke
fase lainnya karena efek panas. Komposisi uap yang terbentuk karena
mendidihnya larutan biasanya berbeda dengan komposisi uap larutannya. Tetapi
pada beberapa macam campuran, hal ini tidak berlaku. Misalnya seperti pada
campuran etanol dengan air pada perbandingan 95% etanol dan 5% air,
pemanasan tidak memberikan komposisi uap yang berbeda dengan komposisi
larutannya. Campuran seperti ini disebut azeotrop.
Komponen yang banyak terdapat dalam uap disebut komponen yang lebih
mudah menguap (more volatile component), sedangkan yang banyak terdapat
dalam larutan disebut komponen yang sukar menguap (less volatile component).

Uap yang terbentuk dalam kolom dialirkan ke kondensor, setelah dingin akan
mengkondensasi dan hasilnya terpisah dari residunya yang tertinggal dalam
kolom (Kristianingsih, 2006).
Terdapat 2 metode utama dalam proses destilasi yaitu :
1

Metode yang didasarkan atas pembuatan uap dengan mendidihkan


campuran zat cair yang akan dipisahkan dan mengembunkan uap tanpa ada

zat cair yang kembali kedalam bejana didih. Jadi, tidak ada refluks.
Metode yang didasarkan atas pengembalian sebagian dari kondensat ke
bejana didih dalam suatu kondisi tertentu sehingga zat cair yang
dikembalikan ini mengalami kontak akrab dengan uap yang mengalir
menuju kondensor.
Kedua metode tersebut dapat dilaksanakan dalam proses kontinu

(sinambung) maupun dalam proses tumpak (batch) (McCabe dkk, 1999). Suatu
contoh proses batch yang biasa kita temui adalah destilasi sederhana (flash
distillation). Campuran yang akan dipisahkan dimasukkan kedalam pemanas atau
pendidih ulang, kalor dimasukkan melalui gelungan atau melalui dinding bejana
untuk menaikkan suhu zat cair ke titik didihnya dan mendidihkan sebagian dari
tumpak itu. Dalam metode operasinya yang paling sederhana, uap hasil dibawa
langsung dari pemanas ke kondensor.

Gambar 1.1 Rangkaian alat destilasi sederhana


Uap hasil yang keluar dari pemanas selalu berada dalam keseimbangan
dengan zat cair yang terdapat didalam pemanas, tetapi karena uap itu lebih kaya

akan komponen yang lebih mudah menguap, komposisi uap maupun zat cair itu
tidaklah konstan (Purwono dkk, 2005).
8 Analisa Gas Chromatography (GC)
Kromatografi gas atau gas chromatography adalah teknik kromatografi
yang bias digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap.
Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperature
pengujian, utamanya dari 50-3000C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau
tidak stabil pada temperature pengujian, maka senyawa tersebut bias
diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas (Purba dkk, 2010).
Dalam kromatografi gas atau KG, fase gerak berupa gas lembam seperti helium,
nitrogen, argon, bahkan hydrogen digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang
berisi fase diam. Waktu retensi (tR) adalah perbedaan waktu antara penyuntikan
komponen sampel dengan puncak maksimum yang tercatat pada kromatogram.
Cara pemisahan dari system ini sangat sederhana sekali, cuplikan yang akan
dipisahkan diinjeksikan kedalam injector, aliran gas pembawa yang inert akan
membawa uap cuplikan kedalam kolom. Kolom akan memisahkan komponenkomponen yang telah terpisah tadi dapat dideteksi oleh detector sehingga
memberikan sinyal yang kemudian dicatat pada rekorderr dan berupa puncakpuncak (kromatogram).
Adapun system peralatan GC yaitu gas pembawa, tempat injeksi, kolom,
detector dan recorder (pencatat). FID aau detector ionisasi nyala merupakan
detector yang paling banyak digunakan. Detektor ini peka terhadap senyawa
hidrokarbon. Gas H2O atau CO2 tidak memberi respon pada FID, sedangkan
halogen dan amin memberi respon yang lemah.

Gambar 1.2 Gas Chromatography

BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Labu leher dua 1000 mL
2. Gelas ukur 500 mL
3. Gelas kimia 1000 mL
4. Erlenmeyer 250 mL
5. 1 set peralatan destilasi
6. Hot plate
7. Botol aquadest
8. Blender
9. Motor pengaduk
2.1.2. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Ragi roti (Haan)
2. Aquadest
3. Kulit buah pisang
4. H2SO4 1%

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1. Pembuatan Bioetanol
1. Menimbang kulit buah pisang sebanyak 500 gram
2. Menghaluskan kulit buah pisang dengan menggunakan blender
3. Memasukkan kulit buah pisang yang telah dihaluskan kedalam gelas
kimia 1000 mL dan menambahkan H2SO4 1 % sebanyak 600 mL
4. Menghidrolisis kulit buah pisang selama 2 jam sambil dipanaskan
5.
6.
7.
8.

dan diaduk dengan menggukana motor pengaduk


Menyaring kulit buah pisang yang telah dihidrolisis
Memasukkan filtrat hasil saringan ke dalam fermentor
Menambahkan ragi sebanyak 22 gram ke dalam fermentor
Menyimpan selama 7 hari ditempat yang tidak terkena sinar matahari

dan mengocok setiap hari


9. Mendestilasi hasil fermentasi sampai tidak terdapat tetesan lagi
10. Menganalisa
kadar
etanol
dengan
menggunakan
Gas
Chromatography

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 3.1 Data Pengamatan sebelum dan setelah fermentasi
Massa
Kulit Buah
Pisang
(gram)
500

Massa Ragi Volume Filtrat Volume Filtrat


/
Starter sebelum
setelah
(gram)
Fermentasi (ml) Fermentasi
(ml)
22
1000
1000
Tabel 3.2 Data Hasil Yield

Massa

Bahan Massa

Baku (gram)
500

(ml)
181,0208

Bioethanol

Yield (%)
36.20

Tabel 3.3 Data Hasil Analisa dengan menggunakan kromatografi gas


Luas Area
Konsentrasi Luas Area Sampel Konsentrasi Etanol
Standar
Standar (%)
(V.Min)
Sampel (%)
(V.Min)
3326256.6
98
3108.1
0.092 %

3.2 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk dapat melakukan fermentasi polisakarida dari
kulit pisang untuk menghasilkan glukosa yang selanjutnya akan dibuat menjadi
bioethanol. Bahan baku yang digunakan adalah kulit pisang yang mengandung
serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, yaitu amilum. Fermentasi kulit pisang
menghasilkan bioetanol yang dibuat melalui proses anaerob dengan bantuan
mikroba Saccharomyces cerevisiae.
Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap
pertama pengambilan pati dari kulit pisang dimana kulit pisang dipotong kecilkecil kemudian diblender. Tahap kedua yaitu melakukan proses hidrolisis dengan
cara memanaskan kulit pisang yang telah halus dan direndam dalam larutan asam
sulfat 1% dengan perbandingan 1:3. Hidrolisis tersebut bertujuan untuk
mempermudah pemecahan polisakarida yang terkandung pada kulit pisang
menjadi glukosa selama 2 jam. Senyawa glukosa tersebut yang akan difermentasi
oleh mikroorganisme menghasilkan ethanol.
Tahap ketiga yaitu melakukan fermentasi pada kulit pisang yang telah
dihidrolisis dengan menggunakan ragi roti (Haan). Fermentasi adalah suatu proses
perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung
karena aksi katalisator biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobamikroba tertentu baik bersifat aerobik maupun anaerobik. Pada praktikum ini
dilakukan fermentasi secara anaerobik karena mikroorganisme yang digunakan
yakni Saccharomyces cerevisiae dari ragi roti (Haan) dapat mencerna energi tanpa
adanya oksigen. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari pada suhu ruangan
(25-30oC). Proses ini mengubah glukosa menjadi bioetanol dari Saccharomyces
cerevisiae sehingga dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 dengan
bantuan mikroorganisme dari ragi melalui reaksi sebagai berikut:
Saccharomyces cerevisiae
C6H12O6

2 C2H5OH + 2 CO2

Glukosa

Etanol

Tahap keempat adalah destilasi yang bertujuan untuk memisahkan air dari
bioetanol dilakukan pada suhu 80-1000C agar ethanol dapat menguap (titik didih
ethanol 78,4oC) dan akhirnya terpisah dari air. Destilasi dilakukan sampai tidak
terdapat lagi tetesan destilat namun pada tahap ini terjadi kesalahan teknis karena
temperatur yang digunakan cukup tinggi sehingga mencapai titik didih air,
akibatnya air yg seharusnya terpisah ikut menguap menyebabkan nilai yield yang
diperoleh cukup tinggi yaitu 36.20%. Hasil destilasi ini kemudian dianalisa kadar
ethanolnya dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).
Pada analisa GC dilakukan dua uji yaitu uji kualitatif dan uji kuantitatif. Uji
kualitatif dilakukan dengan cara melihat kromatogram hasil dari analisa GC.
Kromatogram menunjukkan luas area larutan standar ethanol 98% yaitu
3326256,6 V.min dan retention time (RT) 1 menit 24 detik sedangkan untuk
sampel destilat diperoleh luas area 3108,1 V.min dan RT yaitu 1 menit 22 detik.
Uji kualitatif tersebut membuktikan bahwa sampel mengandung ethanol ditandai
dengan nilai RT sampel yang mendekati nilai RT pada standar.
Uji kuantitatif dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ethanol yang
terkandung dalam sampel dengan menggunakan data yang telah diperoleh pada uji
kualitatif. Perbandingan luas area sampel dengan luas area standar dikali
konsentrasi standar menghasilkan konsentrasi sampel. Dari hasil perhitungan
diperoleh konsentrasi ethanol pada sampel sebesar 0,092%.
Kadar ethanol yang rendah tersebut menunjukkan bahwa fermentasi yang
dilakukan belum berhasil karena kadar alkohol yang dapat dihasilkan oleh
saccharomyces cerevisiae sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
diantaranya kandungan glukosa pada bahan baku, tingkat kemurnian mikroba dan
nutrisi mikroba. Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur
murni yang dihasilkan di laboratorium dapat berbentuk murni pada media agaragar. Semakin tinggi tingkat kemurnian mikroba yang digunakan maka semakin
tinggi pula kadar ethanol yang dapat dihasilkan sedangkan pada percobaan ini ragi
yang digunakan diperoleh dari pasar bukan dari hasil laboratorium sehingga tidak
diketahui tingkat kemurniannya.

Ketersediaan nutrisi juga mendukung tingkat keberhasilan mikroba dalam


proses fermentasi antara lain energi dari substansi yang mengandung karbon,
nitrogen, mineral (asam phosphat dari pupuk NPK) dan vitamin. Sementara pada
praktikum ini tidak ada penambahan nutrisi sebagai makanan mikroba sehingga
kemungkinan mikroba yang terdapat dalam fermentor mengalami fase kematian
sehingga tidak dapat menghasilkan etanol secara maksimal.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :


1. Yield yang dihasilkan sebesar 36,20 % dikarenakan air yang seharusnya
terpisah dalam proses destilasi juga ikut menguap karena suhu destilasi
yang mencapai 1000C.
2. Konsentrasi etanol yang terdapat pada sampel sangat kecil yakni sebesar
0,092% disebabkan oleh tingkat kemurnian ragi yang rendah dan tidak
adanya ketersediaan nutrisi sebagai makanan mikroba pasa proses
fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2015.

Makalah

Pemanfaat

Limbah

Kulit

Pisang.

http://emmakhairaniharahap.blogspot.com/2014/06/makalah-pemanfaatankulit-pisang-jadi.html.

Bai, F. W., Anderson, W. A dan Moo-Young, M. 2008. Ethanol


fermentation

technologies

from

sugar

and

starch

feedstocks.

Biotechnology Advances 26 (2008) 89105.


Balat, M., Balat, H dan Oz, C. 2008. Progress in bioethanol processing.
Progress in Energy and Combustion Science 34 (2008) 551573
Brooks, A. A. 2008. Ethanol Production Potential of Local Yeast Strains Isolated
from Ripe Banana Peels. African Journal of Biotechnology Vol.7 (20).
Departement of Microbiology, Universitas Kalabar : Nigeria
Faizal, M., Ozvaldo Z. S., Panca Putra S. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam
dan Waktu Pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol
Dari Alang alang. Jurnal Vol. 2 JurusanTeknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sriwijaya : Palembang.
Fessenden dan Fessenden, 1997, Kimia Organik edisi ketiga, PT Erlangga,
Jakarta. Perry, R.H., 1984, Perry Chemical Engineering Hands Book,
Mc Grow Hill, Singapore.
Gaman, P.M., 1992, Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadeel, A., Hossain, A. B. M. S., Latifa, K., ALNaqeb, H., Abear, J., dan Norah,
A., 2011, Bioethanol fuel production from rambutan fruit biomass as
reducing agent of global warming and greenhouse gases. African Journal
of Biotechnology Vol. 10(50), pp. 10157-10165. ISSN 16845315
Hambali dan Eliza. 2007. Teknologi Bioenergi. Agro Media : Jakarta.

Kristianingsih, E., 2006, Pembuatan Etanol Dari Proses Fermentasi Onggok


Singkong, Politeknik Negeri Samarinda, Samarinda

Perry, R.H., 1984, Perrys Chemical Engineers Handbook, 6 ed., Mc.Graw Hill
Book Company, Inc., New York.
Prihandana, R. dkk. 2007. Bioetanol Ubi kayu : Bahan Bakar Masa Depan.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Purba, Dhenny, Eryan Alif U., danYohanes Ricky R. 2010. Penetapan Kadar
Etanol Dalam Obat Eliksir Secara Eksternal Standar. Laporan
Praktikum Al SMK-SMAKBo
Purwono, S., dan Arief, B., 2005, Pengantar Operasi Stage Seimbang, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :
Yogyakarta
Tjokroadikoesoemo,S.,1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 1984, Pengantar Teknologi Pangan, PT Gramedia, Jakarta.

PERHITUNGAN

Konsentrasi Etanol dalam Sampel


Konsentrasi sampel

Luas area sampel


Luas area standar

Konsentrasi sampel

3108,1 V .min
3326256,6 V . min

x Konsentrasi standar
x 98 %

= 0,092 %

Yield Bioetnol
Yield bioetanol =

massa bioetanol
massabahan baku

Yield bioetanol =

181,0208 g
500 g

= 36,20 %

x % 100%

x 100%

Anda mungkin juga menyukai