Dosen Pembimbing
Kelas
: VII B / S1 Terapan
Kelompok
: V (Lima)
13 644 023
13 644 057
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
BIOETHANOL
Disusun Oleh :
Nama / NIM
13 644 008
2. Fitrianingsih
13 644 023
13 644 026
4. Fitri Rosiana
13 644 057
Kelas
: VII B / S1 Terapan
Kelompok
: V (Lima)
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Percobaan
- Dapat melakukan fermentasi polisakarida untuk menghasilkan glukosa
- Membuat bioetanol dari hasil fermentasi polisakarida
dapat berbentuk padat, cair dan gas, dari segi estetika sangat kotor, tidak enak
dipandang dan juga dari segi bau sangat mengganggu. Dengan demikian secara
langsung maupun tidak langsung limbah menimbulkan ketidaknyamanan di
sekitarnya sebab pembuangan limbah ke lingkungan umumnya tidak diikuti
dengan upaya penanganan dan pengolahan limbah yang baik, karena selalu
dikaitkan dengan teknologi dan pengolahan yang relatif mahal. Menurut Nigam,
(1999) saat ini banyak industri yang memanfaatkan limbah untuk pembuatan
produk baru yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya seperti kulit buah
pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol, dimana
dengan memanfaatkan kulit buah pisang dapat mengurangi pencemaran terhadap
lingkungan.
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak
makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang
cukup banyak akan memiliki nilai jual
dimanfaatkan
(2000) jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu kira- kira 1/3 dari buah
pisang yang belum dikupas. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C
dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan
antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988).
Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya.
Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme
karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya
glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja
dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki
kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil
analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung
air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %. Komposisi zat gizi kulit
pisang dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini :
Tabel 1.1 Kandungan Gizi Buah Pisang dalan 100 gram Bahan
Zat Gizi
Air (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)
Kadar
68.90
18.50
2.11
0.32
715
117
1.60
0.12
17.50
Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah
amilum. Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat
kompleks). Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan
tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh
penduduk dunia, terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai
bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga
mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya. (Johari
dan Rahmawati, 2006)
Hidrolisa
Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan
lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan
porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan
mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa
turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa,
heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula
Saccharomyces cerevisiae
Glukosa
2 C2H5OH + 2 CO2
etanol
Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur
minuman, bir, roti dan lain lain.
Keasaman (pH)
Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan bakteri.
Kondisi keasaman yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4 5.
b Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan
kering atau dibekukan. Berbagai macam jasad renik dapat digunakan untuk
proses fermentasi antara lain yeast. Yeast tersebut dapat berbentuk bahan
murni pada media agar-agar atau dalam bentuk dry yeast yang diawetkan.
c
Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan
selama fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan
optimal, yaitu suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan
perbanyakan diri secara tercepat. Pada suhu 30oC mempunyai keuntungan
terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu itu.
d Oksigen
Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin
untuk memperbanyak atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba
membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau
membentuk sel sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh lebih baik pada keadaan aerobik,
tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada
keadaan anaerobik. ( Winarno, 1984 )
e
Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan:
1
2
semua
atau
beberapa
vitamin
yang
dibutuhkan
6 Bioetanol
Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh lewat proses
fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan
bioetanol dapat berupa ubi kayu, jagung, ubi jalar, tebu dan lain-lain. Semuanya
merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang sangat mudah ditemukan di
Indonesia karena iklim dan keadaan tanah Indonesia yang mendukung
pertumbuhan tanaman tersebut. Bioetanol adalah biofuel yang tidak beracun,
biodegradable dan diproduksi dari sumber terbarukan dan memberikan kontribusi
minimal jumlah gas rumah kaca bersih, seperti CO2, SO2 dan tidak ada emisi ke
atmosfer. (Haadel, A et.al., 2011)
Bioetanol (etil alkohol, alkohol gandum, CH3-CH2-OH atau ETOH) adalah
biofuel cair yang dapat dihasilkan dari beberapa bahan baku biomassa yang
berbeda dan teknologi konversi. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang
menarik karena merupakan sumber daya berbasis bio terbarukan sehingga
memberikan potensi untuk mengurangi emisi partikulat di mesin kompresipenyalaan. (Balat, M et.al., 2008)
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair,
tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur
dengan air dengan segala perbandingan.
Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioethanol harus
berbeda sesuai dengan penggunaannya. Besarnya grade bioethanol yang
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul
kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioethanol
harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100%. (Hambali, 2007)
Sifat-sifat fisis etanol
1 Rumus molekul : C2H5OH
2 Berat molekul : 46,07 gram / mol
3 Titik didih pada 1 atm : 78,4C
4 Titik beku : -112C
5 Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
(Perry, R. H., 1984)
Sifat-sifat kimia etanol
1 Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2 Diperoleh dari fermentasi gula
Pembentukan etanol
C6H12O6
glukosa
enzim CH3CH2OH
etanol
Pembakaran etanol
CH3CH2OH + 3O2
Uap yang terbentuk dalam kolom dialirkan ke kondensor, setelah dingin akan
mengkondensasi dan hasilnya terpisah dari residunya yang tertinggal dalam
kolom (Kristianingsih, 2006).
Terdapat 2 metode utama dalam proses destilasi yaitu :
1
zat cair yang kembali kedalam bejana didih. Jadi, tidak ada refluks.
Metode yang didasarkan atas pengembalian sebagian dari kondensat ke
bejana didih dalam suatu kondisi tertentu sehingga zat cair yang
dikembalikan ini mengalami kontak akrab dengan uap yang mengalir
menuju kondensor.
Kedua metode tersebut dapat dilaksanakan dalam proses kontinu
(sinambung) maupun dalam proses tumpak (batch) (McCabe dkk, 1999). Suatu
contoh proses batch yang biasa kita temui adalah destilasi sederhana (flash
distillation). Campuran yang akan dipisahkan dimasukkan kedalam pemanas atau
pendidih ulang, kalor dimasukkan melalui gelungan atau melalui dinding bejana
untuk menaikkan suhu zat cair ke titik didihnya dan mendidihkan sebagian dari
tumpak itu. Dalam metode operasinya yang paling sederhana, uap hasil dibawa
langsung dari pemanas ke kondensor.
akan komponen yang lebih mudah menguap, komposisi uap maupun zat cair itu
tidaklah konstan (Purwono dkk, 2005).
8 Analisa Gas Chromatography (GC)
Kromatografi gas atau gas chromatography adalah teknik kromatografi
yang bias digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap.
Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperature
pengujian, utamanya dari 50-3000C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau
tidak stabil pada temperature pengujian, maka senyawa tersebut bias
diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas (Purba dkk, 2010).
Dalam kromatografi gas atau KG, fase gerak berupa gas lembam seperti helium,
nitrogen, argon, bahkan hydrogen digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang
berisi fase diam. Waktu retensi (tR) adalah perbedaan waktu antara penyuntikan
komponen sampel dengan puncak maksimum yang tercatat pada kromatogram.
Cara pemisahan dari system ini sangat sederhana sekali, cuplikan yang akan
dipisahkan diinjeksikan kedalam injector, aliran gas pembawa yang inert akan
membawa uap cuplikan kedalam kolom. Kolom akan memisahkan komponenkomponen yang telah terpisah tadi dapat dideteksi oleh detector sehingga
memberikan sinyal yang kemudian dicatat pada rekorderr dan berupa puncakpuncak (kromatogram).
Adapun system peralatan GC yaitu gas pembawa, tempat injeksi, kolom,
detector dan recorder (pencatat). FID aau detector ionisasi nyala merupakan
detector yang paling banyak digunakan. Detektor ini peka terhadap senyawa
hidrokarbon. Gas H2O atau CO2 tidak memberi respon pada FID, sedangkan
halogen dan amin memberi respon yang lemah.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Labu leher dua 1000 mL
2. Gelas ukur 500 mL
3. Gelas kimia 1000 mL
4. Erlenmeyer 250 mL
5. 1 set peralatan destilasi
6. Hot plate
7. Botol aquadest
8. Blender
9. Motor pengaduk
2.1.2. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Ragi roti (Haan)
2. Aquadest
3. Kulit buah pisang
4. H2SO4 1%
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa
Bahan Massa
Baku (gram)
500
(ml)
181,0208
Bioethanol
Yield (%)
36.20
3.2 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk dapat melakukan fermentasi polisakarida dari
kulit pisang untuk menghasilkan glukosa yang selanjutnya akan dibuat menjadi
bioethanol. Bahan baku yang digunakan adalah kulit pisang yang mengandung
serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, yaitu amilum. Fermentasi kulit pisang
menghasilkan bioetanol yang dibuat melalui proses anaerob dengan bantuan
mikroba Saccharomyces cerevisiae.
Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap
pertama pengambilan pati dari kulit pisang dimana kulit pisang dipotong kecilkecil kemudian diblender. Tahap kedua yaitu melakukan proses hidrolisis dengan
cara memanaskan kulit pisang yang telah halus dan direndam dalam larutan asam
sulfat 1% dengan perbandingan 1:3. Hidrolisis tersebut bertujuan untuk
mempermudah pemecahan polisakarida yang terkandung pada kulit pisang
menjadi glukosa selama 2 jam. Senyawa glukosa tersebut yang akan difermentasi
oleh mikroorganisme menghasilkan ethanol.
Tahap ketiga yaitu melakukan fermentasi pada kulit pisang yang telah
dihidrolisis dengan menggunakan ragi roti (Haan). Fermentasi adalah suatu proses
perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung
karena aksi katalisator biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobamikroba tertentu baik bersifat aerobik maupun anaerobik. Pada praktikum ini
dilakukan fermentasi secara anaerobik karena mikroorganisme yang digunakan
yakni Saccharomyces cerevisiae dari ragi roti (Haan) dapat mencerna energi tanpa
adanya oksigen. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari pada suhu ruangan
(25-30oC). Proses ini mengubah glukosa menjadi bioetanol dari Saccharomyces
cerevisiae sehingga dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 dengan
bantuan mikroorganisme dari ragi melalui reaksi sebagai berikut:
Saccharomyces cerevisiae
C6H12O6
2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa
Etanol
Tahap keempat adalah destilasi yang bertujuan untuk memisahkan air dari
bioetanol dilakukan pada suhu 80-1000C agar ethanol dapat menguap (titik didih
ethanol 78,4oC) dan akhirnya terpisah dari air. Destilasi dilakukan sampai tidak
terdapat lagi tetesan destilat namun pada tahap ini terjadi kesalahan teknis karena
temperatur yang digunakan cukup tinggi sehingga mencapai titik didih air,
akibatnya air yg seharusnya terpisah ikut menguap menyebabkan nilai yield yang
diperoleh cukup tinggi yaitu 36.20%. Hasil destilasi ini kemudian dianalisa kadar
ethanolnya dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).
Pada analisa GC dilakukan dua uji yaitu uji kualitatif dan uji kuantitatif. Uji
kualitatif dilakukan dengan cara melihat kromatogram hasil dari analisa GC.
Kromatogram menunjukkan luas area larutan standar ethanol 98% yaitu
3326256,6 V.min dan retention time (RT) 1 menit 24 detik sedangkan untuk
sampel destilat diperoleh luas area 3108,1 V.min dan RT yaitu 1 menit 22 detik.
Uji kualitatif tersebut membuktikan bahwa sampel mengandung ethanol ditandai
dengan nilai RT sampel yang mendekati nilai RT pada standar.
Uji kuantitatif dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ethanol yang
terkandung dalam sampel dengan menggunakan data yang telah diperoleh pada uji
kualitatif. Perbandingan luas area sampel dengan luas area standar dikali
konsentrasi standar menghasilkan konsentrasi sampel. Dari hasil perhitungan
diperoleh konsentrasi ethanol pada sampel sebesar 0,092%.
Kadar ethanol yang rendah tersebut menunjukkan bahwa fermentasi yang
dilakukan belum berhasil karena kadar alkohol yang dapat dihasilkan oleh
saccharomyces cerevisiae sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
diantaranya kandungan glukosa pada bahan baku, tingkat kemurnian mikroba dan
nutrisi mikroba. Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur
murni yang dihasilkan di laboratorium dapat berbentuk murni pada media agaragar. Semakin tinggi tingkat kemurnian mikroba yang digunakan maka semakin
tinggi pula kadar ethanol yang dapat dihasilkan sedangkan pada percobaan ini ragi
yang digunakan diperoleh dari pasar bukan dari hasil laboratorium sehingga tidak
diketahui tingkat kemurniannya.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2015.
Makalah
Pemanfaat
Limbah
Kulit
Pisang.
http://emmakhairaniharahap.blogspot.com/2014/06/makalah-pemanfaatankulit-pisang-jadi.html.
technologies
from
sugar
and
starch
feedstocks.
Perry, R.H., 1984, Perrys Chemical Engineers Handbook, 6 ed., Mc.Graw Hill
Book Company, Inc., New York.
Prihandana, R. dkk. 2007. Bioetanol Ubi kayu : Bahan Bakar Masa Depan.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Purba, Dhenny, Eryan Alif U., danYohanes Ricky R. 2010. Penetapan Kadar
Etanol Dalam Obat Eliksir Secara Eksternal Standar. Laporan
Praktikum Al SMK-SMAKBo
Purwono, S., dan Arief, B., 2005, Pengantar Operasi Stage Seimbang, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :
Yogyakarta
Tjokroadikoesoemo,S.,1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 1984, Pengantar Teknologi Pangan, PT Gramedia, Jakarta.
PERHITUNGAN
Konsentrasi sampel
3108,1 V .min
3326256,6 V . min
x Konsentrasi standar
x 98 %
= 0,092 %
Yield Bioetnol
Yield bioetanol =
massa bioetanol
massabahan baku
Yield bioetanol =
181,0208 g
500 g
= 36,20 %
x % 100%
x 100%