: Maulyda Awwaliyah.P
NIM
: 1414142006
Kelas
:B
Kelompok
: II (Dua)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan/ Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.
Koordinator Asisten
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Praktikum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu,
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi
tanaman lengkap kembali. Yang menjadi dasar kultur jaringan ini adalah teori
totipotensi sel dimana setiap sel organ tanaman akan mampu tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna jika ditempatkan di lingkungan yang sesuai.
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. jaringan yang digunakan sebagai
eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan adalah jaringan muda yang belum
mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi ditemukan pada tunas apikal,
tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman khusunya untuk tanaman yang sulit dikembangkan secara generatif.
Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam
waktu yang relatif singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvesional.
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah
dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman
mahasiswa
dapat
mengetahui
(Chrysanthemum morifolium).
teknik
sub
kultur
krisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Lestari,
2011).
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang
dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang
berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman
yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan,
alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. Untuk
tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur dapat
dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan
penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang
satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan
pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman
perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan
beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan
dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah (Maryani, 2005).
Krisan (Chrysanthemum morifolium) merupakan salah satu tanaman hias
yang sangat populer di Indonesia. Bunga ini dibudidayakan oleh petani kecil
hingga pengusaha besar pada lahan dengan ketinggian 600-1.200 m dpl. Petani
kecil membudidayakan krisan dengan menerapkan teknologi sederhana,
sedangkan pengusaha besar menggunakan teknologi modern berbasis agribisnis.
Pengembangan krisan juga berdampak positif terhadap perekonomian di daerah
pedesaan, khususnya terhadap peningkatan pendapatan petani dan masyarakat
yang terlibat dalam pengembangannya (Dwimahyani, 2007).
Krisan (Chrysanthemum morifolium) adalah tanaman bunga hias berupa
perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower). Pada
budidaya krisan untuk bunga potong, kualitas benih sangat mempengaruhi hasil
pembungaannya. Banyak kasus menunjukkan bahwa kualitas tanaman induk yang
buruk berkaitan dengan rendahnya kualitas stek yang dihasilkan. Dalam produksi
bunga, biasanya benih yang dipakai adalah benih sebar (generasi keempat). Akan
tetapi dikalangan petani tidak mengetahui generasi ke berapa benih yang
digunakan untuk ditanam dan diproduksi menjadi bunga potong, sehingga jika
benih yang digunakan yaitu benih generasi tua maka kualitas bunga potong
menjadi menurun (Istianingrum, 2013).
Krisan (Chrysanthemum morifolium) merupakan salah satu komoditas
penghasil bunga potong yang banyak dibudidayakan secara komersial di
Indonesia. Pada perdagangan internasional, komodinatas krisan mempunya posisi
yang strategis. Hal ini terbukti pada tahun 2003 Indonesia mengalami surplus
sekitar US $ 1 juta. Nilai eskpor krisan ini pun meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga proyeksi ekspor tahun 2007 diperkirakan mencapat US $ 15 juta
(Budiarto, 2008).
Benih yang sehat dan prima berpotensi untuk menghasilkan tanaman yang
tumbuh secara optimal dan responsif terhadap agro-input, selanjutnya dapat
menghasilkan kualitas bunga yang memadai. Banyak kasus menunjukkan bahwa
kualitas tanaman induk yang buruk berkaitan dengan rendahnya kualitas benih
(stek) yang dihasilkan. Semakin sering tanaman induk dipanen steknya, maka
kecepatan dan kualitas pertumbuhan tunas aksiler akan semakin menurun karena
distribusi karbohidrat yang tidak merata, sehingga kualitas stek yang dihasilkan
pun akan semakin rendah (Istianingrum, 2013).
Regenerasi tanaman dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu organogenesis
(pembentukan organ langsung dari eksplan) dan embriogenesis somatic (melalui
pembentukan embrio somatik). Dibanding dengan embriogenesis, organogenesis
mempunyai keunggulan, yaitu peluang terjadinya mutasi lebih kecil, metodenya
lebih mudah dan tidak memerlukan subkultur berulang sehingga tidak
menurunkan daya regenerasi dari kalus (Purnamaningsih, 2006).
Krisan dapat diperbanyak secara generative dan vegetative. Perbanyakan
bunga krisan secara generative jarang dilakukan karena sulit dan bersifat
neterozigot (keturunan dari biji tidak sama dengan induknya). Selain itu,
perbanyak secara generative membutuhkan waktu yang lama dan penanganan
khusus serta biaya operasional yang besar (Maryani, 2005). Tanaman krisan
merupakan tanaman hari pendek. di daerah asalnya secara alamiah tanaman akan
mengalami pertumbuhan vegetatif pada hari panjang yaitu saat musim panas dan
perkembangan generatif pada hari pendek yaitu pada saat musim gugur
(Dwimahyani, 2007).
Perbanyakan krisan secara vegetative biasanya melalui setek pucuk,
anakan dan kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat
menghemat waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan banyak. Tanaman
krisan dapat dikembangkan dengan kultur jaringan melalui teknik mesristem
culture yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan bagian tanaman jaringan
muda atau meristem (Malaure, 1991). Selain itu, kelebihan kultur meristem adalah
mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan induknya. Kultur meristem
juga mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, memperbaiki
mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahanlan sifat-sifat morfologi
yang positif (Maryani, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal
Waktu
Tempat
C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi ruangan
Membersihkan ruangan kultur jaringan dengan menggunakan pembersih
(sapu, kemoceng, kain pel dan lap)
2. Sterilisasi Alat
a.Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.
b.
3. Sub-kultur Krisan
a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alcohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Planlet Krisan diambil dari dalam botol kultur kemudian diletakkan ditas
cawan petri.
f. Planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur kemudian dipotong
dibagian dekat aksilar batang.
g. Hasil potongan planlet kemudian dipindahkan kedala botol kultur baru
dengan cara menanamnya 3-4 bagian.
h. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
i. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO
Gambar
Keterangan
Botol I
Hari ke-0
(14/12/2016)
Medium Growmore 1g
+ 40g Sukrosa
Botol II
Hari ke-0
(14/12/2016)
Medium Growmore 1g
2
+ 40g Sukrosa
Botol III
Hari ke-0
(14/12/2016)
Medium Growmore 1g
3
+ 40g Sukrosa
Botol I
Hari ke-5
(19/12/2016)
Medium Growmore 1g
+ 40g Sukrosa
Medium tetap bening
(tidak terkontaminasi)
belum ada perubahan
pada planlet.
Botol II
Hari ke-5
(19/12/2016)
Medium Growmore 1g
+ 40g Sukrosa
Medium tetap bening
(tidak terkontaminasi),
belum ada perubahan
pada planlet.
Terjadi browning
Botol II
Hari ke-5
(19/12/2016)
Medium Growmore 1g
+ 40g Sukrosa
Ada sedikit bagian
yang terkontaminasi,
belum ada perubahan
pada planlet.
B. Pembahasan
Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat
kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan
secara aseptis di dalam enkas atau Laminar Air Flow (LAF). Pada dasarnya
subkultur kita memisahkan, memotong, membelah dan menjadi inokulum serta
menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan
bertambah banyak. Tujuannya adalah supaya kultur tetap mendapatkan unsur hara
atau nutrisi untuk pertumbuhannya (Hendaryono, 1994).
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui
kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam
kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah
banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah
dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan. Kegiatan subkultur
dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman
memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara
dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Subkultur dilakukan karena beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol
2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya
berkurang
3. Tanaman mulai kekurangan hara
4. Media dalam botol sudah mongering
Menurut Kusdianti (2006) teknik aseptik dalam kultur jaringan meliputi:
1. Sterilisasi Peralatan
Sterilisasi ini dilakukan agar alat tersebut bebas dari mikroba baik
dalam bentuk vegetatif maupun spora, sterilisasi peralatan meliputi:
a. Sterilisasi Basah, dengan cara pengaturan tekann dalam autoklaf. Cara
ini dipakai untuk sterilisasi media yang tahan terhadap pemanasan
tinggi. Biasanya dijalankan dengan menggunakan panas 120oC selama
10 20 menit tergantung kebutuhan.
b. Sterilisasi Kering, cara ini menggunakan udara yang dipanaskan dan
kering serta berlangsung dalam sterilisator udara panas (Oven).
dan
perkembangan
pada
eksplan.
Perisitiwa
pencoklatan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulkan bahwa:
1. Sterilisasi Ruangan yang akan digunakan dalam kultur jaringan lebih
mudah di kendalikan dibanding ruang terbuka. Sterilisasi ruangan
dilakukan dengan menyemprotkan alkaholol 90 % dengan hand-sprayer.
2. Sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur jaringan. dilakukan agar
alat tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora,
sterilisasi peralatan dibagi menjadi
belum
mengalami
perubahan
yang
signifikan
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Astutik. 2007. Kajian Zat Pengatur Tumbuh dalam Perkembangan Kultur Jaringan
Krisan. Buana Sains Vol 7 No 2: 113-121 2007
Budiarto., K.Y Sulyo., I.B Rahardjo., dan D.Pramanik. Pengaruh Durasi
Pemanasan terhadap Keberadaan Chrysanthemum morifolium Virus-B
pada Tiga Varietas Krisan Terinfeksi. Jurnal Hort Vol 18 No 2: 185-192
Budiyanti, HKL., Niken Kenadarini., dan Lita Soetopo. Pengaruh Pupuk
Majemuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman Krisan Secara In Vitro. Jurnal
Produksi Tanaman Vol 4 No 5: 352-360, 2016
Dwimahyani, Ita. 2007. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Pertumbuhan
dan Pembungaan Stek Pucuk Krisan (Chrysanthemum morifolium)
CV.Pink Fiji. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 2 No 1: 2007
Istianingrum, Putri., Damanhuri., dan Lita Soetopo. 2013. Pengaruh Generasi
Benih Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Krisan (Chrysanthemum
morifolium) Varietes Rhini. Jurnal Produksi Tanaman Vol 1 No 3: 2013
Lestari. Endang G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan
Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen Vol 7 No 1: 63-68
Malaure, R.S., Barclay, J.B, Power., dan M.R Davey. The Production of Novel
Plants from Florets of Chrysanthemum morifolium Using Tissue Culture
Shoot Regeneration from Ray Florets and Somaclonal Variation Exhibited
by the Regenerated Plants. Jurnal Plant Physiol Vol 139: 1991
Maryani, Yekri., dan Zamroni. 2005. Penggandaan Tunas Krisan Melalui Kultur
Jaringan. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 12 No 1: 51-55, 2005
Schenk, RU., dan C.Hildebrandt. Medium and techniques for induction and
growth of monocotyledonous and dicotyledonous plant cell cultures.
Canadian Journal of Botany Vol 50: 1972
Purnamaningsih, Ragapadmi. 2006. Induksi Kalus dan Optimal Regenerasi Empat
Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen Vol 2 No 2: 74
Wattimena, G.A. 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Laboratorium
Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. IPB.
Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. New Jersey: Avery
Publishing Group Inc.
Hendaryono dkk. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
LAMPIRAN
Memotong Eksplan
Krisan
Meletakkan diatas
cawan petri
Proses penanaman
sub kultur eksplan
Proses penanaman
sub kultur eksplan
Proses penanaman
sub kultur eksplan