Anda di halaman 1dari 30

SIKLUS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

NEGARA (APBN)

Mata Kuliah
Pengantar Pengelolaan Keuangan Negara

Disusun Oleh Kelompok 5:


Andhika Anggie Hutomo (4)
Fauzi Dito Yuwono (14)
Fredy S Yatakila (15)
Wiwit Priyambudi (35)
Yudha Saputra (37)

Kelas 4-A Program Studi Diploma III


Akuntansi Alih Program
Politeknik Keuangan Negara STAN
Tangerang Selatan
1

2016

DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL

......................................................................... i

DAFTAR ISI

......................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah

......................................................................... 2

C. Tujuan

......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ....................4
B. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara .........................9
C. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ......................11
D. Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ......................15
E. Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara .........19
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

.........................................................................27
28

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Pada era orde baru (1969 1998) bangsa Indonesia memiliki
pola perencanaan pembangunan dalam rangka mencapai masyarakat
adil dan makmur sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 melalui
Pembangunan jangka menengah sesuai masa kepresidenan yaitu 5
tahun terkenal dengan sebutan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN). GBHN memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan
negara

untuk

mencapai

cita-cita

bangsa

sebagaimana

yang

diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945.
Sayangnya, pada krisis moneter pada tahun 1997 yang
berkembang menjadi krisis multidimensi menyebabkan kejatuhan orde
baru, dan timbul orde reformasi. Reformasi tidak hanya pada satu
bidang tertentu, tetapi pada seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara. Reformasi memberikan semangat politik dan cara
pandang baru sebagaimana tercermin pada perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak terkecuali
dalam bidang perencanaan pembangunan keuangan.
Perubahan substansial dalam Undang-Undang Dasar Negara
terkait dengan perencanaan pembangunan antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak diamanatkan lagi
untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN);
b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat;

c. Desentralisasi dan penguatan otonomi Daerah.


Tidak adanya GBHN ini berakibat tidak ada lagi rencana
pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Sebagai
gantinya presiden terpilih leluasa membuat RPJM melalui visi, misi,
dan program pembangunan capres/cawapres saat berkampanye.
Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan
pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ke
masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya. Untuk itu,
seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem perencanaan
pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang di
dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka
menengah (5 tahun), dan pembangunan tahunan.

B.

Rumusan Masalah
Setelah memaparkan

latar

belakang

lahirnya

sistem

perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai
akibat reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara, maka
permasalahan dalam penulisan paper ini adalah:
Bagaimana siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) setelah era reformasi, yaitu sesuai dengan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
C.

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai
melalui penulisan paper ini adalah :

1.

Memahami siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


(APBN) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional .


2. Memahami tahapan-tahapan pengelolaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) mulai dari tahap perencanaan
sampai dengan tahap pertanggungjawaban.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
Perencanaan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Pembangunan
Nasional (SPPN) merupakan suatu proses untuk mementukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan
sangat penting sebagai salah satu proses dalam pengelolaan
keuangan negara. Perencanaan sangat bermanfaat dalam (a)
mengurangi ketidakpastian serta perubahan di masa datang; (b)
mengarahkan semua aktivitas pada pencapaian visi dan misi
organisasi; (c) sebagai wahana untuk mengukur tingkat keberhasilan
atau kegagalan kinerja suatu organisasi.
Dalam cakupan waktu, SPPN disusun dalam cakupan tiga
periode perencanaan, yaitu:
a.

Jangka panjang dalam


bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan
jangka waktu 20 tahun;

b.

Jangka

menengah

dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)


yang berjangka waktu 5 tahun, dan
c.

Jangka pendek dalam


bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan periode tahunan.
SPPN disusun dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut :

a.

menjamin adanya koordinasi di antara pelaku pembangunan,


baik ditingkat pusat, pusat dengan daerah maupun antar daerah;

b.

menjamin terciptanya intergrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik


antar daerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah
maupun antara Pusat dan daerah;

c.

menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,


penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

d.

mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

e.

menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,


efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada
empat tahapan yang dilalui, yakni:

a.

penyusunan rencana;

b.

penetapan rencana;

c.

pengendalian pelaksanaan rencana; dan

d.

evaluasi pelaksanaan rencana.

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan
suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode
20 (dua puluh) tahun. Perencanaan ini bersifat makro yang memuat
penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah
pembangunan Nasional. Proses penyusunan RPJP dilakukan
secara

partisipatif dengan

melibatkan seluruh

unsur pelaku

pembangunan.
Penyusunan RPJP dilakukan dalam 4 tahap, yaitu

a. Penyiapan Rancangan RPJP, dimana kegiatan ini dibutuhkan guna


mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan
nasional.
b. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka
panjang yang dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan
komitmen

dari

seluruh

pemangku

kepentingan/stakeholders

terhadap rancangan RPJP.


c. Penyusunan Rancangan Akhir RPJP. Seluruh masukan dan
komitmen

hasil

Musrenbang

menjadi

masukan

utama

penyempurnaan rancangan.
d. Penetapan undang-undang tentang RPJP, di bawah koordinasi
Bappenas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas
dan fungsi hukum. Rancangan akhir RPJP beserta lampirannnya
disampaikan kepada DPR sebagai inisiatif Pemerintah, untuk
diproses lebih kanjut menjadi undang-undang tentang RPJP
Nasional.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program kepala negara terpilih yang wajib disusun dalam waktu tiga
bulan setelah dilantik. Dalam penyusunannya, RPJMN harus
berpedoman

pada

RPJP

Nasional,

yang

memuat

strategi

pembangunan Nasional, kebijakan umum, program baik di dalam


maupun lintas Kementerian/Lembaga, dalam satu maupun lintas
kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro. Termasuk di dalamnya
adalah arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Tahapan penyusunan RPJM yaitu:
a. Penyiapan

Rancangan

awal

RPJM

Nasional

oleh

Menteri

Perencanaan dalam hal ini dilaksanakan oleh Bappenas sebagai

lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan perencanaan


pembangunan secara nasional.
b. Penyiapan rancangan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga
(rancangan Renstra-KL), yang dilakukan oleh seluruh kementerian
dan lembaga. Penyusunan rancangan Renstra ini bertujuan untuk
merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tugas dan fungsi
kementeria/lembaga, agar selaras dengan program prioritas kepala
negara terpilih.
c. Penyusunan

rancangan

RPJM

Nasional

oleh

Kementerian

Perencanaan. Tahap ini merupakan upaya mengintegrasikan


rancangan awal RPJM Nasioal dengan rancangan Renstra-KL, yang
menghasilkan rancangan RPJM Nasioal.
d. Penyelenggaraan
(Musrenbang)

Musyawarah

jangka

Perencanaan

menengah

nasional.

Pembangunan
Kegiatan

yang

dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah presiden dilantik ini


dilaksanakan guna memperoleh berbagai masukan dan komitmen
dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) atas rancangan
RPJM Nasional.
e. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional, dimana seluruh
masukan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah
Nasional menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan
RPJM Nasional.
Penetapan Peraturan Presiden tentang RPJM Nasional, di bawah
koordinasi

keenterian

yang

bertanggung

jawab

terhadap

pelaksanaan tugas dan fungsi hukum.


3. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan

Rencana Pembangunan Jangka Tahunan adalah perencanaan yang


meliputi periode satu tahun yang dalam hal ini disebut sebagai
Rencana Kerja Pemerintah dan merupakan penjabaran dari RPJM
Nasional. RKP berisi prioritas pembangunan, rancangan kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian yang
menyeluruh termasuk kebijakan fiskal, serta program K/L, lintas K/L,
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang masih bersifat indikatif.
Selain RKP, pada tingkat kemeterian/lembaga disusun Rencana
Kerja

Kementerian/Lembaga

(Renja-KL).

Renja-KL

disusun

berpedoman pada Renstra-KL yang telah ada lebih dulu dan


mengacu pada prioritas pembangunan Nasional. Penyusunan
Renja-KL dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan RKP
karena keduanya saling terkait. Adapun tahap penyusunan RKP
adalah sebagai berikut:
a. penyiapan rancangan awal RKP sebagai penjabaran RPJM
Nasional;
b. penyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKP;
c. Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan
menggunakan rancangan Renja-KL;
d. musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang);
e. penyusunan rancangan akhir rencana kerja berdasarkan hasil
Musrembang; dan
f. Penetapan RKP dengan Peraturan Presiden.
Selanjutnya, RKP ini menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Renja-KL menjadi

pedoman

untuk

menyusun

Rencana

Kerja

dan

Anggaran

Kementerian/Lembaga (RKA-KL).

B. Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja


Negara
Ketentuan

mengenai

penyusunan

dan

penetapan

APBN

tercantum dalam Bab III, Pasal 11 sampai dengan pasal 15 UU


No. 17 Tahun 2003 meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian

sistem

akuntabilitas

kinerja

dalam

sistem

penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan


anggaran,

dan

penggunaan

kerangka

pengeluaran

jangka

menengah dalam penyusunan anggaran.


1. Tujuan dan Fungsi Klasifikasi APBN (Pasal 11)
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang
ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang, terdiri atas anggaran
pendapatan,

anggaran

belanja,

dan

anggaran

pembiayaan.

Pendapatan negara terdiri atas pajak, penerimaan bukan pajak, dan


hibah.

Belanja

penyelenggaraan

negara
tugas

dipergunakan

pemerintah

untuk

pusat

dan

keperluan
pelaksanaan

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.


Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
2. Ketentuan Umum Penyusunan APBN (Pasal 12)
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan
pendapatan

negara
negara.

dan

kemampuan

Rancangan APBN

dalam

menghimpun

berpedoman

kepada

rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya

10

tujuan

bernegara.

Tentang

pembiayaan

isinya

antara

lain

disebutkan, dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan sumbersumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UUAPBN. Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik
Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk
Domestik

Bruto.

Dalam

hal

anggaran

diperkirakan

surplus,

pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus


anggaran kepada DPR. Penggunaan surplus anggaran perlu
mempertimbangkan

prinsip

pertanggungjawaban

antargenerasi

sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,


pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
3. Mekanisme Penyusunan APBN (Pasal 13 dan Pasal 14)
Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan,
kemudian dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat
dengan DPR untuk membahas kebijakan umum dan prioritas
anggaran

untuk

dijadikan

acuan

bagi

setiap

kementerian

negara/lembaga dalam penyusunan anggaran.


Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang, menyusun
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun
berikutnya, berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya.
Rencana kerja dan anggaran tersebut disertai perkiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun,

disampaikan

kepada

DPR

untuk

dibahas

dalam

pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, dan hasil pembahasan


tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan

11

penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun


berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
4. Mekanisme Penetapan APBN (Pasal 15)
Pemerintah Pusat mengajukan rancangan UU-APBN, disertai
Nota Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
DPR bulan Agustus tahun sebelumnya. DPR dapat mengajukan usul
yang

mengakibatkan

perubahan

jumlah

penerimaan

dan

pengeluaran dalam RUU-APBN. Perubahan Rancangan Undangundang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
mengakibatkan

peningkatan

defisit

anggaran

Pengambilan

keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum


tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang
disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyutujui
RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya

sebesar

angka

APBN

tahun

anggaran

sebelumnya.

C. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


Pelaksanaan APBN dilakukan oleh K/L dan Bendahara Umum
Negara dengan mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) sebagai alat pelaksanaan APBN. Pelaksanaan tahun
anggaran baru APBN adalah dari 1 Januari sampai 31 Desember
tahun APBN bersangkutan.
UU APBN yang disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden
disusun rinci sampai dengan unit Organisasi, fungsi, program,

12

kegiatan, dan jenis belanja. Artinya, apabila terjadi pergeseran


anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, antar jenis belanja
harus

mendapat

persetujuan

DPR.

Selanjutnya

UU

APBN

dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai


pedoman bagi kementerian Negara/ lembaga Negara dalam
melaksanakan anggaran.
Keputusan Presiden yang disusun memuat hal-hal yang belum
dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor
pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga Negara, pembayaran
gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang
menjadi beban kementerian/lembaga Negara. Selain itu, penuangan
tersebut

juga

meliputi

provinsi/kabupaten/kota

alokasi
dan

dana

alokasi

perimbangan

subsidi

sesuai

untuk
dengan

keperluan perusahaan/badan yang menerima.


Berdasarkan Keputusan Presiden tentang rincian APBN sampai
unit organisasi maka satuan kerja selaku institusi/unit organisasi
terkecil

menyampaikan

konsep

DIPA

yang

berisi

rencana

penerimaan dan pengeluaran satuan kerja tersebut untuk satu


anggaran. Pengajuan konsep DIPA selambat-lambatnya minggu
pertama bulan Desember untuk memperoleh pengesahan. DIPA
akan disahkan oleh DIrektur Jenderal Anggaran bertindak atas nama
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Penyampaian
DIPA oleh Kementerian/Lembaga yang memiliki BLU (Badan
Layanan Umum) dilampiri dengan Rencana Bisni dan AnggaranBLU.DIPA sekurang-kurangnya memuat sasaran yang hendak
dicapai, pagu anggaran yang dialokasikan, dan fungsi program dan
jenis belanja, lokasi kegiatan, kantor bayar, rencana penarikan dan
penerimaan dana.
Perubahan atau penyesuaian terhadap APBN dimungkinkan
untuk dilakukan berdasarkan UU No.17 tahun 2003 tentang

13

Keuangan Negara. Perubahan APBN dilakukan bila terjadi: (i)


Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi
yang digunakan dalam APBN; (ii) Perubahan pokok-pokok kebijakan
fiskal; (iii) Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antara unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja; dan (iv) Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih
(SAL) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran pada tahun yang berjalan. Kemungkinan perubahan
APBN dan hal-hal yang menjadi syarat dilakukannya perubahan
APBN tersebut diatur dalam Pasal 27 ayat (3).
Selain itu, Pasal 161 UU No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD, diatur juga mengenai perubahan APBN tahun
anggaran berjalan. Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi
makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan,
Pemerintah

mengajukan

rancangan

undang-undang

tentang

perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Perubahan


asumsi ekonomi makro yang sangat signifikan berupa prognosis:
a. Penurunan pertumbuhan ekonomi, minimal 1% di bawah
asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau
b. Deviasi asumsi ekonomi makro lainnya minimal 10% dari
asumsi yang telah ditetapkan; kecuali lifting dengan deviasi
paling rendah 5%.
Sementara itu, perubahan postur APBN yang sangat signifikan
berupa prognosis:
a. Penurunan penerimaan perpajakan minimal 10% (sepuluh
persen) dari pagu yang telah ditetapkan;
b. Kenaikan atau penurunan belanja kementerian/lembaga
minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah
ditetapkan;
c. Kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan belum
tersedia pagu anggarannya; dan/atau;

14

d. Kenaikan defisit minimal 10% (sepuluh persen) dari rasio


defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang
telah ditetapkan.
Pembahasan

dan

penetapan

rancangan

undang-undang

tentang perubahan APBN dilakukan oleh Pemerintah bersama


dengan Badan Anggaran dan komisi terkait dalam waktu paling lama
1 (satu) bulan dalam masa sidang, setelah rancangan undangundang tentang perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada
DPR. Proses pembahasan RUU perubahan APBN sama dengan
APBN induk, namun tidak melalui tahap pemandangan umum fraksi
dan jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi.
Proses ini melalui tahapan penyampaian Nota Keuangan dan
Rancangan APBN Perubahan (APBN-P), Rapat Kerja Panitia
Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur BI, Rapat Kerja
Komisi dengan Mitra Kerjanya, Rapat Kerja Komisi VII dan Komisi
XI, Rapat Panitia Kerja, dan diakhiri dengan Rapat Paripurna DPR
RI.
Berdasarkan Pasal 27 ayat (5) UU No.17 tentang Keuangan
Negara, Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang
tentang

Perubahan

APBN

tahun

anggaran

berjalan

untuk

mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran berjalan


berakhir. Setelah UU APBN P disahkan, UU APBN P ini
menggantikan UU APBN tahun berjalan sebagai kelanjutan
pelaksanaan anggaran negara hingga tahun berjalan berakhir.
Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan
Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan dan pencatatan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga
menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang

15

terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan


Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

D. Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) didasari oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara;
b. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;
c. Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
e. Bagian IX Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 72
tahun 2004 tentang perubahan atas Keputusan Presiden nomor
42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Pengawasan pelaksanaan APBN tersebut dilakukan baik oleh
internal pemerintah maupun eksternal pemerintah. Pengawasan
Intern adalah alat pengawasan dari pimpinan organisasi yang
bersangkutan untuk mengawasi apakah kegiatan telah dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan yang ditentukan. Sedangkan Pengawasan

16

Ekstern dilaksanakan oleh masyarakat atau organisasi yang


berkepentingan dengan lembaga atau organisasi yang diawasi.
Lembaga terkait atas pengawasan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dalam lingkup internal pemerintah meliputi:
a. Pengawasan oleh Pejabat Satker
Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dilakukan sebagai
berikut :
Atasan Kepala kantor/satuan kerja menyelenggarakan pengawasan
terhadap pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh kepala kantor
satuan kerja dalam lingkungannya;
Atasan langsung bendaharawan melakukan pemeriksaan kas
bendaharawan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali
Kepala biro keuangan departemen/lembaga melakukan verifikasi
Surat

Perintah

Membayar

(SPM)

mengenai

proyek

dalam

lingkungan departemen/lembaga bersangkutan.


b. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan);
Merupakan aparat pengawas intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada presiden.
Pengawasan yang dilakukan oleh instansi ini meliputi kegiatan yang
bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum Negara
berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari
Presiden.
c. Inspektorat Jenderal Departemen;
Merupakan aparat pengawas intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal yaitu
melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka

17

penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga


yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Kegiatan pengawasan Intern yang dilakukan oleh lembaga yang
disebutkan di atas

meliputi seluruh proses kegiatan audit, reviu,

evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap


penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan
tata kepemerintahan yang baik.
Lembaga pengawasan eksternal pemerintah yaitu BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) yang merupakan suatu lembaga negara yang
bebas dan mandiri bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan Negara. Anggota BPK dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
kemudian diresmikan oleh presiden.
Kegiatan

pemeriksaan

tersebut

yaitu

proses

identifikasi

masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,


objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai

kebenaran,

kecermatan,

kredibilitas,

dan

keandalan

informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan


negara.
Dalam hal ini, Independen mengandung arti bahwa aparat
pengawas pemerintah yang berdiri sendiri dan memiliki kebebasan
tanpa adanya faktor kepentingan yang mempengaruhinya. Objektif
mengandung arti bahwa aparat pengawas pemerintah dalam

18

melaksanakan tugasnya harus bebas dari pengaruh pihak manapun.


Profesional mengandung arti bahwa aparat pengawas pemerintah
harus memiliki pengetahuan kemampuan dan kemahiran dalam
pelaksanaan tugas serta tidak menyimpang dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK mencakup:
a. Pemeriksaan keuangan
Pemeriksaan keuagan atas Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuagan Pemerintah Daerah
(LKPD). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari pemerintah pusat.
b. Pemeriksaan kinerja
pemeriksaan atas aspek dan efisiensi serta efektifitas yang
lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen. Secara khusus
pemeriksaan ini bertujuan untuk: Bagi Legislatif mengidentifikasi halhal yang perlu menjadi perhatian lembaga legislatif dan bagi
eksekutif bertujuan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan
negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien dan
efektif. Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD dan presiden sesuai dengan kewenangannya.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam

19

pemeriksaan ini ada pemeriksaan investigatif. Laporan

hasil

pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD dan


presiden sesuai dengan kewenangannya.
Apabila hasil temuan BPK terdapat unsur pidana, BPK
melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai
ketentuan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak
diketahui adanya unsur pidana tersebut.

E. Pertanggungjawaban

Anggaran

Pendapatan

dan

Belanja

Negara
Menurut

Mustopadidjaja

(2003),

pertanggungjawaban

merupakan ujung dari siklus anggaran, setelah perencanaan dan


pelaksanaan. Inti dalam pertanggungjawaban adalah evaluasi,
evaluasi

kinerja,

dan

akuntabilitas.

Dalam

mempertanggungjawabkan keuangan Negara yang dipercayakan


Rakyat, Pemerintah menggunakan Laporan Keuangan sebagai alat
pertanggung jawaban. Informasi yang terkandung dalam Laporan
Keuangan yang dibuat Pemerintah dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat umum, wakil rakyat, serta Pemerintah sendiri.
Pertanggungjawaban keuangan negara sebagai upaya konkrit
untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan Negara. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945
bahwa Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan menurut
Undang-Undang
kepemerintahannya,

Dasar.

Dalam

Presiden

(dalam

melaksanakan
hal

ini

tugas

Pemerintah)

memerlukan dana untuk pembiayaannya dalam bentuk APBN. Pada


hakekatnya APBN tersebut merupakan mandat yang diberikan oleh
DPR

RI

kepada

Pemerintah

untuk

melakukan

penerimaan

pendapatan negara dan menggunakan penerimaan tersebut untuk

20

membiayai pengeluaran dalam melaksanakan kepemerintahannya


mencapai tujuan-tujuan tertentu dan dalam batas jumlah yang
ditetapkan dalam suatu tahun anggaran tertentu. APBN ditetapkan
tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang dan setiap Undang-Undang
menghendaki persetujuan bersama DPR RI dengan Presiden.
Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah
berkewajiban memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
APBN yang telah disetujui oleh DPR (pasal 30 ayat 1 dan 2 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 dan ketentuan dalam setiap UndangUndang APBN).
Mandat

yang

diberikan

oleh

DPR

itu

harus

dipertanggungjawabkan. Sebelum terbitnya Undang-Undang No.17


tahun

2003,

pertanggungjawaban

atas

pelaksanaan

APBN

diwujudkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN).


Dalam menyusun PAN ini, Menteri Keuangan ditugasi untuk
Mempersiapkan PAN berdasarkan laporan keuangan departemenlembaga. Hal ini mengacu pada pasal 69 ICW yang menyatakan
bahwa Pemerintah membuat suatu Perhitungan Anggaran dengan
menyebutkan tanggal penutupannya. Setelah terbitnya UndangUndang No.17 tahun 2003 pertanggungjawaban atas pelaksanaan
APBN berubah dari PAN menjadi Laporan Keuangan. Laporan
Keuangan ini disusun dengan menggunakan standar akuntansi
pemerintahan yang mengacu pada international public sector
accounting standard (IPSAS).
Sesuai dengan pasal 30 UU nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan ketentuan dalam Undang-Undang APBN
tahun

anggaran

bersangkutan,

menyampaikan
pertanggungjawaban

Presiden

rancangan
pelaksanaan

berkewajiban

undang-undang
APBN

berupa

untuk
tentang

Laporan

Keuangan.

21

Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan kepada DPR


tidaklah sama dari suatu tahun anggaran dibandingkan dengan
tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004
batas waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai
tahun anggaran 2005 batas waktunya diperpendek menjadi 6 bulan.
Pemeriksaan

atas

Laporan

Keuangan

sebagai

pertanggungjawaban keuangan dari Pemerintah atas pelaksanaan


APBN, selain yang disebut di atas, diatur juga dalam pasal 23 ayat 5
UUD45, pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 dan
pasal 2 ayat 1 Undang- Undang No.15 tahun 2004.
PROSEDUR PENYUSUNAN RUU PERTANGGUNG JAWABAN
PELAKSANAAN
APBN Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai
pasal 55 dari Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Pengelola
Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban

pelaksanaan

APBN.

Sebelumnya

Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna


Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan
Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing
kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai entitas pelaporan, laporan
keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut sebelumnya telah
diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan. yang
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran

22

informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini


adalah sebagai berikut:
a Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
b Kecukupan pengungkapan atas laporan keuangan;
c

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan

d Efektivitas sistem pengendalian intern.


Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada
empat macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu:
a Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c

Tidak wajar (adversed opinion);

d Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).


Oleh

Menteri

pertanggungjawaban

Keuangan
pengguna

laporan-laporan
anggaran/pengguna

atas
barang

tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah


Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden kepada DPR.
DPR melalui alat kelengkapannya yaitu komisi akan membahas
RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak
pemerintah. Pembahasan dilakukan dengan memperhatikan hasil
pemeriksaan semester dan opini BPK. Berdasar hasil pembahasan
tersebut, DPR memberikan persetujuannya dan menyampaikan
persetujuan

atas

RUU

tersebut

kepada

Pemerintah

untuk

diundangkan.
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah

23

sebagaimana ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi


Pemerintah (PSAP) yang disusun oleh suatu komite yang
independen, yaitu Komite Standar Akuntansi Pusat dan Daerah, dan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Saat ini
telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP).
Tujuan Laporan Keuangan, sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun
2010, adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para
pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik
keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a. menyediakan

informasi

tentang

sumber,

alokasi,

dan

penggunaan sumber daya keuangan;


b. menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan

periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;


informasi mengenai jumlah sumber daya

c. menyediakan

ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan


serta hasil-hasil yang telah dicapai;
d. menyediakan informasi mengenai

bagaimana

entitas

pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi


kebutuhan kasnya;
e. menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan
kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber
penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;
f. menyediakan
informasi mengenai perubahan posisi
keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan
atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan;

24

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, komponen pokok yang


terdapat dalam Laporan Keuangan Pemerintah adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Realisasi APBN
Laporan

realisasi

APBN

mengungkap

berbagai

kegiatan

keuangan pemerintah untuk satu periode yang menunjukkan


ketaatan

terhadap

ketentuan

perundang-undangan

melalui

penyajian ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya


yang dikelolanya. Laporan realisasi anggaran akan memberikan
informasi mengenai keseimbangan antara anggaran pendapatan,
anggaran belanja dan pembiayaan dengan realisasinya. Unsur yang
dicakup secara langsung dalam Laporan Realisasi Anggaran, terdiri
dari Pendapatan (LRA), Belanja, Transfer, dan Pembiayaan
(financing). Selain itu juga disertai informasi tambahan yang berisi
hal-hal

yang

mempengaruhi

pelaksanaan

anggaran

seperti

kebijakan fiscal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan


yang material antara anggaran dan realisasinya, dan daftar yang
memuat rincian lebih lanjut mengenai angka-angka yang dianggap
perlu untuk dijelaskan.
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan informasi
kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
3. Neraca
Neraca

menggambarkan

posisi

keuangan

suatu

entitas

pelaporan mengenai asset baik lancar maupun tidak lancar,


kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang, dan
25

ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca tingkat Pemerintah


Pusat

merupakan

konsolidasi

dari

neraca

tingkat

Kementerian/Lembaga. Dalam neraca tersebut harus diungkapkan


semua pos asset dan kewajiban yang didalamnya termasuk jumlah
yang diharapkan akan diterima dan dibayar dalam jangka waktu dua
belas bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah uang yang
diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu dua belas
bulan.
4. Laporan Operasional
Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi
yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh
pemerintah

pusat/

daerah

untuk

kegiatan

penyelenggaraan

pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup


secara

langsung

dalam

Laporan

Operasional,

terdiri

dari

Pendapatan (LO), Beban, Transfer, dan Pos-pos Luar Biasa.


5. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan
dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, dana
cadangan,

pembiayaan,

dan

transaksi

non-anggaran

yang

menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo


akhir kas pemerintah selama periode tertentu. Laporan arus kas
ditujukan untuk memberikan informasi mengenai arus masuk dan ke
keluar kas dari pemerintah dalam suatu periode laporan. Laporan
Arus Kas diperlukan untuk memberi informasi kepada para
pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas-aktivitas
tersebut terhadap posisi kas pemerintah. Disamping itu, informasi
tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan
antara aktivitas operasi, investasi, pembiayaan, dan non anggaran.

26

6. Laporan Perubahan Ekuitas


Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
7. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan Atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif
atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca,
Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan
Ekuitas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan
dan

informasi

lain

yang

diharuskan

dan

dianjurkan

untuk

diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta


ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
laporan keuangan secara wajar.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa orde baru

perencanaan pembangunan nasional

Indonesia, tata urutannya dimulai dari:


a. Pembangunan Jangka Panjang (25 Tahun);

27

b. Pembangunan lima tahun/Pelita dalam bentuk GBHN dibuat


oleh MPR dilaksanakan oleh Mandataris MPR

(Presiden)

dan diaplikasikan pertahun dalam bentuk APBN;


Kemudian setelah masa reformasi, urutan sistem perencanaan
pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN)
yaitu menjadi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan
perencanaan jangka panjang (20 tahun);
b. Rencana

Pembangunan

Jangka

Menengah

(RPJM)

perencanaan jangka menengah (5 tahun);


c. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan atau Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) perencanaan tahunan (1 tahun);
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tahapan siklus anggaran keuangan negara terbagi menjadi 5
(lima) tahap yaitu:
a. Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
d. Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
e. Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran 2014.Pokokpokok Siklus APBN di Indonesia.Jakarta:Kementerian Keuangan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.

28

29

Anda mungkin juga menyukai