Anda di halaman 1dari 16

EFUSI PLERA

PENDAHULUAN:
Plera terdiri dari dua membran yaitu plera parietalis yang menutup permukaan
paru dan plera visceralis yang menutup dinding dada bag ian dalam dan diafragma.
Keduanya akan bertemu bertemu di hilus paru. Pada domba ,binatang yang anatomi
pleranya mirip manusia,permukaan plera visceralis dari satu parunya,termasuk
invaginasi ke fissura paru,sama dengan plera parietalis pada salah satu parunya,kurang
lebih seluas 1000 cm2 . Ruang antar plera normal jaraknya akan berkisar antara 18-20
m. Jadi rongga antar plera betul2 ada dan kedua plera tak saling bersentuhan.

FUNGSI RUANG PLERA


Fungsi rongga antar plera adalah supaya gerakan gerak paru relatif lebih besar
dari dinding dada. Apabila kedua plera saling lekat maka gerak paru waktu inspirasi dan
ekspirasi tak akan bebas. Akan tetapi pada klinis dan penelitian perlekatan itu tak akan
banyak mempengaruhi faal paru. Sebagian besar peneliti membuktikan bahwa pengaruh
hanya pada satu sisi paru, hanya sebagian kecil yang membuktikan bahwa perlekatan
plera pada satu sisi akan mempengaruhi faal paru yang kontra lateral..Apabila didapat
penebalan plera pada perlekatan plera, kelainan paru lebih terpengaruh oleh penebalan
pleranya dibanding dengan perlekatan plera.
Plera visceralis akan merupakan suport mekanis paru sehingga mempengaruhi
bentuk paru serta membatasi ekspansi paru serta membantu ekspirasi paru. Oleh karena
jaringan ikat dibawah mesotel berhubungan dengan parenchim paru ,plera visceralis
membantu distribusi tekanan negatip plera keseluruh paru. Selain itu dihindari adanya

alveoli yang dekat plera akan menjadi overdistended sehingga dicegah timbulnya
pnemotorak.
Ruang antarplera merupakan jalan keluar dari edema paru. Pada penelitian
menunjukkan bahwa pada kenaikan tekanan hidrostatik atau perubahan permiabilitas
membran, edema parunya akan dicegah dengan adanya ruang antar plera. Pada
dekompensasi jantung akan terjadi efusi plera untuk mengeluarkan cairan dari edema
paru sehingga pengaruhnya pada faal paru lebih kecil.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI


Rongga plera,rongga pericard, dan rongga peritonium terbentuk dari mesoderm
dimulai pada 3 minggu kehamilan. Yang menarik perhatian adalah membesarnya rongga
plera tak tergantung dari pertumbuhan paru. Pada minggu ke 9 rongga plera terpisah dari
rongga pericard dan rongga peritonium. Bisa terjadi kista ,divertikula dan defek pada
saat pemisahan rongga tadi. Pada waktu ini terjadi invaginasi dari lung bud ke plera
visceralis sehingga nantinya paru tertutup plera visceralis.
Membrane plera akan menjadi penutup paru yang halus mengikuti gerakan paru..
Membran plera terdiri dari selapis sel mesothel. Sel ini bisa berbentuk cuboidal atau
columnar tergantung dari penarikan jaringan dibawah mesothel. Sel mesothel ini
merupakan sel terbanyak di plera dan memberikan peranan pada biologi plera. Mesothel
mengeluarkan komponen makromolekul dari matrik diluar sel dan mengorganisasinya
menjadi matrik yang matang.Juga bisa melakukan fagositosis,mengeluarkan fibrinolitik
dan faktor procoagulan serta mengeluarkan faktor chemotaktik untuk neutropil dan
monosit yang menimbulkan reaksi radang di plera. Pada plera permukaannya terdapat
mikrovili yang distribusinya tak merata. Pada plera visceralis jumlahnya lebih banyak

dibanding pada plera parietalis,sedang di bagian caudal lebih padat dari bagian cranial.
Mikrovili akan membuat permukaan yang berfungsi metabolik menjadi lebih luas ,akan
tetapi fungsinya sendiri tak jelas. Mesothel menghasilkan hyaluronan tapi bukan
mucin,mikrofilamen nya menunjukkan keratin,sedang pengecatan dengan epithelial
spesific antibodies ( Ber-EP4,B72.3,Leu.M1 dan CEA) negatip, tanda ini berguna dalam
pemeriksaan histochemical maupun imunohistochemical sel yang didapat dalam cairan
plera.
Sel terletak pada basement membrane tipis penutup jaringan penghubung yang
terdiri dari collaagen dan elastin. Plera parietalis tebalnya lebih rata dari pada plera
visceralis. Plera visceralis yang paling tipis didapat pada bagian craanial sedang yang
paling tebal didapat pada bagian caudal. Pada manusia plera visceralis mendapat
peredaran darah dari percabangan arteri bronchialis. Pada plera visceralis lebih banyak
mengandung collagen dibanding elastin.
Peredaraan darah :
Plera parietaaalis mendapaat peredaran darah dari arteri intercostalis,sedaaangkan
plera visceralis mendapaat darah dari arteri bronchialis.
Saluran Lymphe :
Pemberian partikel karbon pada rongga plera kambing akan menunjukkan bahwa
reabsobsinya kearah plera parietalis.

Plera visceralis banyak mengandung saluran

lymphe tapi tak ada hubungan dengan rongga plera. Hubungan antara rongga plera
dengan plera parietalis melewati stoma dengan garis tengah 8 10 m yang terjadi
mesothelium dari plera parietalis bersatu dengan endothel saluran lymphe. Stoma bisa
dilewati partikel yang seukuran dengan sel darah merah. Dari stoma cairan akan masuk

ke lacunae ( submesothel yaang berbentuk seperti laba laba ) kemudiaan ke saluran


lymphe dibawah costa dan seterusnya ke kelenjar lymphe para sternal dan periaortic
sebelum masuk ke pembuluh darah vena .
Sel lymphoid terletak sepanjang mediastinum berupa sel mesothel yaang
membentuk struktur yang disebut Kampmeiers focci. Foci ini berfungsi dalam
imunologi.
Persarafan:
Hanya pada plera parietalis yang didapatkan saraf sensorik, berasal dari n.
intercostalis dan n.phrenicus. Costa dan diafragma bagian tepi mendapat saraf dari
n.intercostalis, dan nyeri dari daerah ini akan menjalar ke dinding dada. Bagian
tengah diafragma mendapat saraf dari n.phrenicus sehingga nyeri dari daerah ini
menjalar ke pundak sisi yang sama.
Plera visceralis tidak mengandung saraf sensorik.

FISIOLOGI RUANG PLERA


Cairan plera normal dan pertukaran protein
1. Tekanan dalam ruang plera lebih rendah dari tekanan dari jaringan interstitial
plera. Hal ini bisa menerangkan adanya aliran cairan kedalam rongga plera.
2. Membran plera menahan cairan dan protein . Permeabilitas terhadap protein
sangat rendah.
3. Mesothelium tak mempunyai beda potensial yang semestinya didapat apabila
ada transport aktif yang melewati. Cairan plera lebih alkalis dengan bicarbonat
yang lebih tinggi dari pada plasma, perbedaan ini tak dipengaruhi oleh
mesothelium.

4. Masuknya cairan ke rongga plera lambat 0.5 ml /jam pada manusia.


5. Kadar protein cairan plera sangat rendah.
6. Cairan plera keluar melewati stoma pada plera parietalis dengan diameter 10-12
m dan kemudian masuk saluran lymphe plera.

Tekanan rongga plera:


Alat ukurnya adalah manometer terbuka air dengan pembagian skala 0.5 cm.

Apabila air disebelah kanan (berhubungan dengan rongga plera) naik 1 cm maka
air disebelah (berhubungan dengan udara luar) akan turun 1 cm sehingga berlaku rumus :
tip + 2cm H2O = 1 atm tip = 1 atm 2cm H2O
Pada keadaan ini tekanan pleranya disebut = - 2
Apabila air disebelah kanan (berhubungan dengan rongga plera) turun 1 cm maka
air disebelah (berhubungan dengan udara luar) akan turun 1 cm sehingga berlaku rumus :
tip = 1 atm + 2cm H2O

Pada keadaan ini tekanan pleranya disebut = + 2


Akan tetapi pada alat ukur yang sebenarnya angka sudah dibuat dengan skala nya
sehingga kita tinggal membaca angkanya saja.
Tekanan rongga plera dalam keadaan biasa (saat expirasi sampai functional
residual capacity / FRC ) 1 atm 5 cm H2O dan kesepakatan hanya ditulis 5
sedangkan pada saat inspirasi maksimal ( total lung capacity /TLC ) 30.

PATOFISIOLOGI RUANG PLERA


Efusi plera:
Efusi plera terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal (melewati
kapasitas maksimum ekskresi ) dan atau adanya gangguan pada absorbsinya.
Cairan plera :
1. Eksudat
2. Transudat
3. Chylus
Eksudat protein rasionya dengan plasma

> 0.50 sedangkan lactate

dehydrogenase rasionya > 0.60. Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan
mengandung banyak lemak . Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada
capillary bed di paru plera dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini didapat pada
keganasan ,infeksi maupun inflamasi.
Transudat bisa disebabkan oleh karena tekanan hydrostatik yang meningkat atau tekanan
osmotik yang menurun. Keadaan ini didapatkan pada kegagalan jantung ,
kadar protein yang rendah atau vena cava superior syndrome.
Absorbsi terhambat oleh karena :

1.Obstruksi pada stomata


2.Gangguan kemampuan kontraksi saluran lymphe.
3.Infiltrasi pada kelenjar getah bening.
4.Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran lymphe.

Efek cairan plera pada faal paru:


Dalam keadaan jaringan paru normal volume paru akan berkurang sebanyak 1/3
volume cairan plera sedangkan dinding thorak volumenya akan bertambah dengan 2/3
volume cairan.Sedangkan hypoxemia tak terjadi oleh karena ventilasi dan perfusinya
menurun seimbang. Hypoxemia kadang akan terjadi setelah dikeluarkan cairannya oleh
karena ada perbaikan perfusinya tapi ventilasinya tak membaik.
Keluhan yang sering ada adalah nyeri plera,batuk dan sesak.

Nyeri plera

menunjukkan adanya keradangan pada plera parietalis. Biasanya keadaan ini disertai
adanya friction rub yang didapat pada palpasi atau auskultasi.. Batuk disebabkan oleh
karena adanya distorsi paru,misalnya oleh karena adanya collaps paru pada pnemotorak.
Sesak disebabkan oleh karena otot nafas tidak efisien oleh karena otot nafas teregang
oleh pembesaran dinding dada dan otot diafragma yang rendah. Sesak nafas akan segera
hilang setelah pengambilan cairan meskipun penambahan volume paru dan oksigenasi
nya tak begitu meningkat.

PENATALAKSANAAN EFUSI PLERA:


Efusi dicurigai pada foto torak yang menunjukkan adanya peningkatan densitas
paru dibagian bawah yang membentuk garis dari craniolaterak ke mediocaudal. Cairan

bebas akan menempati bagian paru yang terendah yaitu posterior costophrenic sulcus
apabila penderitanya berdiri.
Diagnosa banding:
Penyebab efusi plera sangat banyak lihat daftar dibawah:
Efusi tansudat :

Cong heart failure

Pericardia dis

Cirrhosis hepatis

Nephrotic sy

Peritoneal dialisis

Myxedema

Pulmonary emboli

Sarcoidosis

Efusi eksudat:

Neoplastic dis

Infectious dis :
Pyogenic bact inf
Tuberculosis
Actinomycosis and nocrdiosis
Funngal inf
Viral inf
Parasitic inf

Pulmonary embolism

Gastrointestinal dis :
Esophageal perforation
Pancreatic disease
Abscess (intra abd)
Diaphragmatic hernia
Post abdominal surg
Postendosc variceal sclerotheraphy

Collagen vascular dis :


Rheumatoid pleuritis
SLE
Drug induced lupus
Imm.lymphadenopthy
Sjogrens sy
Churg Strauss sy
Wegeners gr.tosis

post pericardiectomy

post myocard infarct

Asbestosis

Sarcoidosis

Uremia

Meigs syndrome

drug induced pleural diseases:


Nitrofurantoin
Dantrolene
Methylsergid
Bromocriptine
Procarbacine
Amiodarone

radiotheraphy

hemothorax/chylothrx

Yellow nail syndrom

Trapped lung

Electric burn

Urinary tract obstruction

Iatrogenic injury

DD antara transudat dan eksudate:


Pada penderita dengan gagal jantung evaluasi cairan plera dikerjakan setelah
gagal jantungnya teratasi. Sedangkan pada febris,nyeri dada atau cairan kanan dan kiri
tak sama jumlahnya harus segera dievaluasi cairan pleranya.
Pertanyaan yang harus terjawab pertama kali adalah apakah cairan plera tersebut
eksudat atau transudat. Eksudat harus memenuhi paling sedikit satu kriteria :
1. protein cairan plera / plasma > 0.50
2. LDH cairan plera / plasma >0.60

3. LDH cairan plera > 2/3 nilai tertinggi LDH serum tertinggi.
4. Dalam keadaan yang meragukan bisa diukur perbedaan antara protein plasma
cairan plera dan serum . Apabila melebihi 1.2 g% maka cairannya transudat.
5. Cholesterol dan bilirubin hasilnya tak lebih baik dari kriteria diatas.
Kriteria 1 dan 2 biasanya sudah cukup untuk membedakan antara transudat dan eksudat.
Evaluasi efusi plera jenis eksudat:
Sifat cairan plera eksudat:
Apabila cairan eksudat berbau busuk kemungkinan penyebabnya adalah infeksi
kuman ( mungkin anaerob ).

Apabila baunya seperti urine kemungkinan ada

urinothorak. Eksudat yang kemerahan harus diperiksa hematokrit nya dan bila >50%
kesimpulannya adalah hematotorak. Apabila hematokrit kurang dari 1% arti klinisnya
tak ada,sedangkan apabila > 1% kemungkinan adalah keganasan,emboli paru atau efusi
plera oleh karena trauma.
Supernatan cairan plera harus diperiksa apabila ada kekeruhaan,cairaan seperti susu
atau mengandung darah. Kekeruhan yang hilaang setelah centrifuge disebabkan oleh
adanya sel atau jaringan rusak. Apabila dengan sentrifuge tetap keruh cairannya adalah
chylothorax atau pseudochylothorax. Cylothorax proses penyakitnya akut,plera tak
menebal,tak didapat kristal kolesterol serta kadar trigliserid nya melebihi 110 mg%.
Pseudochylothorax proses penyakitnya kronis,plera menebal,bis didapaat kristal
kolesterol serta trigliseridn pleranya tak meningkat.
Protein cairan plera:
Peningkatan protein pada efusi plera kadarnya sangat bervariasi akan tetapi tak bisa
dipakai sebagai pedoman diagnostik penyebabnya. Akan tetapi apaabila kadarnya

melebihi 5 g% kemungkinan kemungkinan tuberkulosa lebih besar. Kadar protein yang


kurang dari 0.5 g% kemungkinan didapat pada urinothorak,peritoneal diaalysis, atau
efusi plera yang timbul oleh karena kesalahan pemasangan intavascular catheter.

Lactate Dehydrogenase ( LDH ) cairan plera :


LDH menggambarkan permiabilitas membran yang bisa dipakai pedoman untuk
Melihat tingkat inflamasi dari membran tersebut. Dengan kata lain LDH bisa dipakai
sebagai sarana evaluasi aktifitaas penyakitnya.

Meskipun demikian LDH tak bisa

dipakai sebagai pedoman untuk diagnostik penyebabnya.


Glukosa cairan plera:
Kadar glukosa yang rendah disebabkan oleh karena adanya penebalan plera atau
kenaikan metabolisme di caairan plera. Kadar gula < 60 mg% bisa didapatkan pada
efusi parapnemoni, keganasan, tuberkulosa, rheuma, hematothorak, paragonimiasis,atau
Churg Straauss syndrome. Pada penderita parapnemoni efusi plera yang kadar gulanya
dibawah 40 mg% harus dipasang tube thoraaakostomi. Kebanyakan penderita rheuma
kadar gula cairaan pleranya dibawah 30 mg%. Akan tetapi pada penderita SLE kadar
gula pleraanya lebih besar dari 90 mg%. Pada penderita dengan efusi plera ganas dan
kadar glukosa cairan pleranya rendah, biasanya sel ganas dicairan plera positip dan atau
hasil biopsi pleranya didapat sel ganas. Pada penderita tersebut biasanya mean survival
nya dibawaah 2 bulan.

Amylase cairan plera:

Pemeriksaan amylase sangat berguna untuk mengetaahui penyebab efussi plera


eksudat. Peningkatan amylase didapat pada perforasi esophaguss, penyaaakit pankreas
dan kegaanasan. Peningkatan amylase terjadi 2 jam setelah adanya ruptur esophagus.
Didapat efusi plera sampai 50% pada pankreatitis akut. Pada umumnya gejala utama
pankreatitis akut adalah sesak nafas dan nyeri plera. Pada beberapa kasus terjadi
hubungan antara pseudo kista di pankreas dengan rongga antarplera sehingga
menimbulkan efusi plera kronis tanpa gejala abdomen. Pada efusi plera tersebut sering
dianggap oleh karena malignansi. Kadar amylasenya bisa sangat tinggi yaaaitu > 4000
IU/ml.
Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan plera:
Jumlaah sel darah putih pada cairaan plera mempunyaaai arti diagnosstik yang
terbatas. Apaabila jumlaah sel darah putihnya kurang dari 1000/l cairaannya adalah
transudat dan bila lebih biasanya cairannya eksudate. Apaabila lebih dari 10000/ l
cairannya empyema dan efusi para pnemoni

akan tetaapi bisa juga didapat pada

pancreaatitis, emboli paaru serta penyakit kolagen pembuluh darah dan kadang bisa
didaaapat pada keganasan serta tuberkulosa.
Hitung jenis sel darah putih lebih berarti dibanding dengan jumlah sel darah putih
cairaan plera. Kelainan akut yaitu pnemoni, emboli paru, pancreatitis, abscess abdomen,
dan tb paru tahap awal akan menunjukkan PMN yang dominan,sedangkan pada kelainan
kronis misal tb paru akan menunjukkan mononuclear sel yang dominan. Eosinophyl
10 % lebih sering disebabkan oleh karena radang akut tapi tidak bisa menyingkirkan
adanya proses tb atau keganasan. Sebagian besar cairan plera dengan banyak eosinophyl
biasanya juga didapat darah atau udara. Apabila pada pemeriksaan awal tak didapat

eosinophyl tapi pada pemeriksaan berikutnya jadi banyak, kemungkinan disebabkan oleh
adanya minimal pnemotorak pada waktu punksi.
Darah di cairan plera biasanya dikaitkan dengan adanya eosinophyl plera. Pada
hemotorak oleh karena trauma eosinophyl didapat pada minggu ke 2. Keadaan tersebut
disebabkan oleh karena produksi IL-5 oleh CD4+ T sel di rongga plera. Eosinophyl di
cairan plera oleh karena hematotorak ada hubungan dengan eosinophyl di darah. Cairan
plera mengandung darah yang timbul oleh karena emboli paru sangat banyak
mengandung eosinophyl.
Penyebab lain dari eosinophyl di plera adalah asbestosis ( 52% ), reaksi obat
nitrofurantoin atau dantrolene,paragonimiasis ( khas disertai glukosa rendah,pH rendah
dan LDH tinggi),serta Churg Strauss syndrome.
Mesothel jarang sekali didapat pada efusi plera oleh karena tb hanya 1 dari 65
penderita didapat 1 mesothel dalam 1000 sel. Mesothel juga jarang didapat pada keadaan
plera ditutup oleh fibrin misal pada prapnemoni.
Apabila lebih dari 50% sel darah putihnya adalah lymphocyt penyebabnya adalah tb.
( 94 % dari 94 kasus ). Apabila didapat lymphocyte lebih dari 50 % sel diagnosa tb bisa
dipastikan dengan biopsi plera. Membedakan T dan B lymphocyte di plera tak banyak
mempunyai arti diagnostik sebab biasanya cairan plera sel lymphocyte nya 70 % T, 10%
B dan 20% nul sel. Hanya pada chronic lymphocytic leukemia atau lymphoma
mempunyai arti diagnostik oleh karena pada keduanya tipe selnya sama.
Sitologi pada cairan plera:
Pemeriksaan sitologi dilakukan apabila dengan pemeriksaan lain tetap tak bisa
tegak diagnosanya. Sekali pemeriksaan pada keganasan akan mendapatkan sel ganas

pada 60% kasus sedang apabila pemeriksaannya diulang beberapa kali bisa meningkat
menjadi 90%. Pada malignant pleural efusion didapatkan 40-87% penyebabnya adalah
keganasan. Angka ini dipengaruhi oleh tipe sel. Hodgkins dis hanya 25% positip.
Sel ganas tak hanya didapat pada efusi plera, pada tumor paru stadium 1 yang
dilakukan lavage rongga plera 14 % nya didapat sel ganas. Hal ini memperjelas survival
rate yang rendah pada operasi tumor paru meskipun stadiumnya rendah.
Cara diagnostik lain pada cairan plera:
PH dan PCO2
Test untuk penyakit Collagen pembuluh darah
Adenosin deaminase
MRI
CT angiography
Test invasive untuk menegakkan diagnosa efusi plera:
FNAB
Bronchoscopy
Thoracoscopy
Open biopsi plera.
Kepustakaan:
Broaddus,VC and Light RW:
General principles and diagnostic approach
Text book of respiratory medicine.Muray and Nadel
W.B.Saunders London 2000.p 1995 -2012

Colt, H.G. and Mathur, P.N :


Manual of pleural procedure 1999.
Lippincot Williama & Wilkins A Wolter Kluwer Company Philadelphia

Light, R.W. :
Pleural diseases Forth Edition 2001
Lippincot Williama & Wilkins A Wolter Kluwer Company Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai