Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perubahan Iklim merupakan isu yang sangat penting. Perubahan iklim disinyalir
berasal dari emisi gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia. Sejauh ini belum
diketahui bagaimana dampak pasti akibat dari perubahan iklim terhadap variabilitas iklim,
salah satunya adalah ENSO. ENSO menyebabkan anomali curah hujan negatif di daerah
Indonesia dan anomali curah hujan positif di daerah amerika selatan. Kejadian ENSO yang
berkepanjangan akan menyebabkan kekeringan di daerah Indonesia dan menurunnya
produksi pangan. Oleh karena itu, kajian tentang seperti apa perubahan karakteristik ENSO
terhadap perubahan iklim perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari ENSO yang
akan terjadi di masa depan.
1.2

Permasalahan
Perubahan Iklim sering kali didefinisikan sebagai cuaca ekstrem. Hal tersebut tidak
sepenuhnya salah, akan tetapi perubahan iklim lebih tepat jika didefinisikan sebagai
perubahan dari frekuensi, durasi, dan keekstreman dari cuaca itu sendiri. Contoh dari
penyebab cuaca ekstrem adalah El-Nino dan La-Nina. Perubahan dari karakteristik El-Nino
dan La-Nina tersebut terhadap perubahan iklim adalah topik yang akan dikaji dalam
makalah ini. Rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Apa itu perubahan iklim?
2. Apa dampak perubahan iklim terhadap karakteristik dari El-Nino dan La-Nina?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sebab dan akibat dari perubahan iklim
2. Mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap El-Nino dan La-Nina .

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perubahan Iklim
Atmosfer mengandung bermacam-macam gas. Segala emisi yang dikeluarkan oleh
makhluk hidup di bumi ke udara akan menjadi komposisi dari atmosfer itu sendiri. Bumi
dapat ditinggali oleh makhluk hidup, selain dari lokasinya yang relatif cocok dari matahari
untuk menunjang kehidupan, disebabkan juga oleh adanya berbagai gas rumah kaca yang
berkontribusi dalam efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah proses penyerapan radiasi
gelombang panjang dari bumi oleh gas-gas rumah kaca (Le Treut et al.2007.). Efek rumah
kaca ini membuat bumi seperti ditutupi oleh selimut dan membuat suhu udara di bumi
menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Konsep bahwa udara dapat memerangkap radiasi
termal berawal dari percobaan yang dilakukan oleh Saussure pada tahun 1760
menggunakan Heliotermometer untuk memberikan analogi tetntang efek rumah kaca.
Barulah pada tahun 1859, John Tyndall menmbuktikan dari eksperimen bahwa radiasi
termal dapat diserap oleh gas-gas seperti CO2 dan H2O (Le Treut et al 2007).
Perubahan iklim menurut IPCC (2007) adalah perubahan keadaan iklim yang dapat
diidentifikasi melalui tes statistik dengan melihat perubahan dari rata-rata dan/atau
variabilitasnya dan perubahan tersebut bertahan dalam periode yang cukup panjang,
biasanya satu dekade atau lebih. Perubahan iklim dapat disebabkan oleh variabilitas alam
atau aktivitas manusia. Menurut UNFCCC, perubahan iklim didefinisikan perubahan dari
iklim yang disebabkan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas
manusia yang mengubah komposisi dari atmosfer global. Menurut IPCC (2007), perubahan
iklim sangat mungkin terjadi dan diakibatkan oleh aktivitas manusia yang melepaskan gasgas rumah kaca ke atmosfer. Pengukuran peningkatan kadar CO2 di atmosfer yang akurat,
dilakukan pertama kali oleh Keeling (1958), yang melakukan dokumentasi deret waktu
terhadap perubahan kadar CO2 di Mauna Loa, Hawaii (Le Treut et al. 2007). Perubahan
CO2, menurut skenario IPCC tahun 2000 meningkat dari 354 ppm (1990) dan 367 ppm
(2000) menjadi 463-623 ppm (2050) dan 478-1099 ppm (2100) kadar CO2 juga meningkat
secara eksponensial pada era industri menjadi 367 ppm pada tahun 1999 (Neftel et al 1985;
Etheridge et al 1996; IPCC 2001). Peningkatan terhadap gas rumah kaca inilah yang
disinyalir menjadi sebab dari peningkatan suhu global dan menyebabkan perubahan iklim.
Peningkatan CO2 dan hubungannya dengan perubahan iklim masih menjadi topik
kajian yang belum tuntas. Masih banyak ketidakpastian dalam perubahan besar dan sifat
dari iklim terhadap peningkatan CO2. Dalam kajian dampak perubahan iklim, biasanya
digunakan pemodelan yang akan menjalankan scenario-skenario perubahan iklim.
Skenario-skenario ini dijalankan menggunakan model numerik yang disebut GCM
(General Circulation Model). Menurut Cai et al. (2014), dengan menggunakan model
GCM CMIP3 dan CMIP5, menemukan bahwa frekuensi El-Nino ekstrem meningkat akibat
dari pemanasan global.
2.2 El-Nino (ENSO)
El-Nino adalah fenomena pemanasan permukaan laut yang terjadi di seluruh zona
ekuator pada bagian tengah dan timur dari Samudera pasifik yang berdampak pada sirkulasi
atmosfer secara global (Kiladis dan Diaz 1989). El-Nino terjadi pada periode sekitar dua
hingga tujuh tahun dan berlangsung selama 12-18 bulan. Ada beberapa lokasi yang
dijadikan indikator kejadian ENSO di Samudera Pasifik Tropis, yaitu zona Nino 1+2 (90

80 BB, 0-10 LS), Nino 3 (150-90 BB, 5 LU- 5 LS) dan Nino 4 (160 BT- 150 BB, 5LU 5
LS). Ciri-ciri dari kejadian ENSO adalah rataan wilayah pada daerah tersebut melebihi
0.4oC selama 6 bulan berturut-turut atau lebih (Trenberth 2016).
Mekanisme El-Nino yang diusulkan oleh Bjerknes (1969), bahwa fenomena ElNino berhubungan dengan sirkulasi walker. Mekanisme ini memasukkan interaksi lewan
daerah suhu permukaan laut antara sirkulasi timur-barat atmosfer dimana Walkers
Southern Oscillation menjadi indicator dan variabilitas pool air hangat di daerah ekuatorial
samudera pasifik. Menurut Cane dan Zebiak (1985) ENSO diakibatkan oleh kejadian
penghangatan yang diakibatkan oleh timbal balik positif antara anomali di atmosfer dan
lautan. Suhu permukaan laut yang lebih hangat di timur akan menyebabkan peningkatan
pemanasan di atmosfer. Akibatnya, akan terjadi aliran angin baratan di sepanjang ekuator
di pasifik tengah. Perubahan dari kekuatan angin permukaan ini mengurangi upweilling,
yang akan menyebabkan arus timuran dan membuat termoklin di timur menjadi lebih dalam
dari sebelumnya. Asal dari anomali suhu di ekuator berasal dari propagasi ke barat dan
refleksi dari gelombang Rossby ekuatorial (Suarez dan Schopf 1998), rataan zonal dari
transpor massa lautan meridional Sverdrup (Li 1997; Jin 1997) dan adveksi dari air hangat
daerah luar ekuator menuju ekuator (Su et al. 2014).

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terjadi kecenderungan peningkatan frekuensi El-Nino dan penurunan frekuensi


La-Nina sejak akhir 1970. Hal ini berhubungan terhadap perubahan dekadal iklim di pasifik
(Trenberth 1990; Trenberth dan Hurrel 1994; Kumar et al. 1994; Graham 1995). Menurut
Trenberth dan Hoar (1995), ada kemungkinan bahwa perubahan ini sebagian disebabkan
terhadap peningkatan gas rumah kaca.

Gambar 1 Anomali musiman anomaly tekanan di Darwin selama 100 tahun


(1882-1991), Hasil Observasi (atas) dan hasil model ARMA (bawah) (Trenberth dan
Hoar 1996).
Dengan menggunakan anomali tekanan dari daerah Darwin dan Tahiti dari tahun
1882 hingga 1981, Trenberth dan Hoar (1996) menunjukkan bahwa tren negatif dari SOI
memiliki kemungkinan yang sangat rendah untuk terjadi. Hal ini dibuktikan dengan
menggunakan tes t untuk perbedaan anomali tekanan daerah darwin dari dua periode
berbeda dengan hipotesis nol bahwa keduanya adalah sama. Tes t yang dilakukan
menunjukkan hasil t=2.82 dengan derajat kebebasan 225 dan kepercayaan 95% untuk tes t
dua buntut antara periode Desember 1989 hingga Mei 1995 dan Januari 1882 hingga
November 1989. Selain menggunakan SOI, Trenberth dan Hoar (1996) juga menggunakan
model ARMA (AutoRegressive Moving Average) untuk anomali tekanan di Darwin selama
100 tahun. Model didapat dengan menggunakan maximum likelihood fitting procedure
(Jones 1980) dan Akaikes Information Criterion (Akaike 1974), dengan ordo 3 untuk
proses AR dan ordo 1 untuk proses MA, model ini kemudian akan digunakan untuk
mensintesis data deret waktu untuk pengecekan dampak natural terhadap anomali. Gambar
6 menunjukkan kesamaan karakteristik ENSO dari hasil observasi dengan hasil model
ARMA, dapat terlihat adanya tiga kejadian ENSO yang sekuensial. Kejadian tersebut
terpisah selama 3.5 tahun antara seasons 200 hingga 250 yang cukup mirip dengan kejadian
terobservasi pada tahun 1939-1942 (terletak di dekat season 240).
Analisis dari model ARMA menunjukkan bahwa kemungkinan untuk terjadinya
ENSO seperti pada tahun 1990-1995 adalah sekitar sekali dalam 1500 sampai 3000 tahun.
Perubahan yang dimulai pada tahun 1976 menuju ENSO yang lebih sering juga sangat tidak
mungkin, sekitar sekali dalam 2000 tahun. Berdasarkan hasil yang didapat oleh Trenberth
dan Hoar (1996) tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua kejadian tersebut tidak

independen dan hasilnya mengusulkan bahwa kedua kejadian tersebut berasal dari efek
perubahan iklim.

Gambar 2 Hubungan antara Nino 3 dengan austral summer total rainfall dan
austral summer meridional SST (Sea Surface Temperature) gradient untuk (c) kontrol
dan (d) periode dengan perubahan iklim (Cai et al. 2014)
Titik titik pada gambar 2 menggambarkan kejadian iklim. Titik merah
menunjukkan kejadian El-Nino Ekstrem (kejadian dimana austral summer rainfall lebih
dari 5mm per hari), titik hijau menunjukkan El-Nino sedang (moderate) yang didefinisikan
sebagai anomaly SST lebih dari 0.5 standar deciasi dari periode kontrol yang bukan
termasuk El-Nino ekstrem, dan titik biru menunjukkan La-Nina dan kejadian normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Cai et al. (2014) memperkuat argumen dari
Trenberth dan Hoar (1996). Dengan menggunakan data curah hujan dari tahun 1979 ,SST
dari reanalisis, rataan curah hujan DJF pada daerah Nino3 dan gradien meridional SST pada
pasifik timur. Dengan menggunakan model CMIP3 dan CMIP5, Cai et al. (2014)
menunjukkan bahwa terjadi kontras antara El-Nino sedang dengan El-Nino Ekstrem yang
terobservi, berhubungan dengan besarnya penurunan di gradien meridional dan zonal SST.
Jumlah total kejadian El-Nino berkurang, tetapi jumlah total kejadian El-Nino ekstrem
meningkat. Frekuensi El-Nino ekstrem berubah dua kali lipat dari satu kejadian dalam dua
puluh tahun (101 kejadian dalam 2000 tahun) di periode kontrol menjadi satu kejadian
dalam 10 tahun (212 kejadian dalam 2000 tahun) di periode perubahan iklim. Hasil ini,
menurut Bootstrap test (Austin 2004) adalah signifikan.

Gambar 3 Mekanisme peningkatan frekuensi kejadian El-Nino ekstrem saat


terjadi pemanasan akibat efek rumah kaca. (a) iklim saat ini, (b) iklim masa depan
Berdasarkan gambar 3, Zona konveksi di Pasifik Barat dan ITCZ berpindah dari
posisi normalnya (awan biru) menuju pasifik timur ekuatorial saat kondisi El-Nino ekstrem
(awan merah). Pewarnaan kontur dengan warna merupakan rataan SST dan kontur hitam
menunjukkan anomali. Saat terjadi pemanasan akibat peningkatan gas rumah kaca,
pemanasan terjadi di setiap tempat hanya saja dalam laju yang lebih cepat di pasifik timur
ekuatorial, menghilangkan variasi gradien SST zonal dan meridional. Kuatnya gradien SST
adalah halangan dalam perpindahan zona konveksi. Oleh karena itu, pada iklim di masa
depan, perpindahan zona konveksi dapat dimudahkan oleh perubahan SST dan gradien
SST yang lebih lemah dari iklim sekarang (Cai et al. 2014).
Pelemahan gradien SST dipaksa oleh pemanasan yang lebih cepat pada iklim masa
depan yang dipengaruhi pemanasan global. Perubahan gradien SST ini menyebabkan
peningkatan besar terhadap kejadian hilangnya atau terbaliknya gradien SST meridional.
Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kejadian SST maksimum, yang berpengaruh
terhadap konveksi di pasifik timur ekuatorial pada anomali SST tertentu menyebabkan
peningkatan kejadian El-Nino ekstrem (Cai et al. 2014).

IV.

KESIMPULAN

Perubahan iklim yang diakibatkan oleh penambahan gas rumah kaca yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat menyebabkan perubahan terhadap variabilitas
iklim. Peningkatan suhu rata-rata sangat mungkin diakibatkan oleh aktivitas manusia yang
mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Peningkatan dari pemanasan ini
mempengaruhi karakteristik dari variabilitas iklim terutama ENSO. Akibat dari terjadinya
pemanasan ini frekuensi dari ENSO ekstrem akan meningkat berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Cai et al. (2014), selain itu Trenberth dan Hoar (1996) menunjukkan bahwa
peningkatan frekuensi El-Nino sejak tahun 1970 sangat tidak memungkinkan terjadi secara
natural berdasarkan tes statistik. Perubahan iklim menyebabkan perubahan terhadap
gradien SST yang menjadi penghalang dalam perpindahan zona konveksi. Hilangnya
gradien SST akibat pemanasan global menyebabkan zona konveksi lebih mudah berpindah
dari tempat seharusnya sehingga memungkinkan terjadinya ENSO ekstrem yang lebih
sering.

V.

DAFTAR PUSTAKA

Akaike H.1994. A new look at the statistical model identification. IEEE Trans. Auto.
Control. 19: 716-723.
Austin P.2004. Bootstrap methods for developing predictive models. American Statistics
58: 131137
Bjerknes, J. 1969. Atmospheric teleconnections from the equatorial Pacific. Mon. Weather
Rev. 97:163172.
Cai W, Borlace S, Lengaigne M,van Rensch P,Collins M,Vecchi G,Timmermann A
,Santoso A, McPhaden M, Wu L, et al. .2014. Increasing frequency of extreme el
nino events due to greenhouse warming. Nature Climate Change. 5(2) : 1-16.
Cane M, Zebiak S.1985.A theory for el-nino and the southern oscillation. Science.
228 : 1085-1087.
Etheridge, D.M., et al., 1996: Natural and anthropogenic changes in atmospheric CO2 over
the last 1000 years from air in Antarctic ice. J. Geophys. Res. 101: 41154128.
Graham N.1995. Simulation of recent global temperature trends. Science. 267: 666-671,
[IPCC]Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change 2001:
Synthesis Report. A contribution of Working Groups I, II, and III to the Third
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change.Cambridge(UK) : Cambridge University Press.
Le Treut H, Somerville U, Cubasch Y, Ding C, Mauritzen A, Mokssit T, Peterson, Prather
M. 2007. Historical Overview of Climate Change. dalam Climate Change 2007:
The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change .Solomon
S, Qin M, Manning Z, Chen, M, Marquis K.B, Averyt M, Tignor , Miller H,editor
.Cambridge (UK) : Cambridge University Press
Jin F.1997.An equatorial ocean recharge paradigm for ENSO. Part I: Conceptual model. J.
Atmos. Sci., 54, 811829
Kumar A,Leetmaa A, Ji M.1994. Simulations of atmospheric variability induced by sea
surface temperatures and implications for global warming. Science, 266 : 632-634
Jones R..1980. Maximum likelihood fitting of ARMA models to time series with missing
observations. Technometrics.22, 389-395, 1980.
Li, T., 1997: Phase transition of the El NinoSouthern Oscillation: A stationary SST mode.
J. Atmos. Sci. 54 : 28722887.
Neftel A, Moor E,Oeschger E,Stauffer B. 1985. Evidence from polar ice cores for the
increase in atmospheric CO2 in the past 2 centuries. Nature, 315, 4547.
Su J, Li T, Zhang R.2014. The initiation and developing mechanisms of central pacific el
ninos. Journal of Climate. 27(12) : 4473-4485.
Suarez M ,Schopf P. 1988. A delayed action oscillator for ENSO. J. Atmos. Sci. 45:3283
3287.
Trenberth K.1990. Recent observed interdecadal climate changes in the Northern
Hemisphere. Bull. Amer. Meteor. Soc. 71:988-993.

Trenberth, K. ,Hurrell J.1994. Decadal atmosphere-ocean variations in the Pacific. Climate


Dynamics, 9: 303-319,
Trenberth K, Hoar J.1996. The 1990-1995 el-nino southern oscillation events : longest on
record. Geophysical Research Letters. 23(1) : 57-60.
Trenberth K.2016.The Climate Data Guide: Nino SST Indices (Nino 1+2, 3, 3.4, 4; ONI
and TNI).NCAR[internet].[diunduh 2017 Jan 09]; tersedia pada :
https://climatedataguide.ucar.edu/climate-data/nino-sst-indices-nino-12-3-34-4oni-and-tni.

Anda mungkin juga menyukai