Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EKONOMI MAKRO ISLAM TENTANG GAYA

HIDUP DAN BUDAYA KONSUMERISME

OLEH:

MAESARATURRIJAL

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NURUL HAKIM


KEDIRI LOMBOK BARAT NTB
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus
berkonsumsi. Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang
berasal dari produksi. Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhankebutuhan dasar dan fungsional manusia. Konsumsi telah menjadi budaya, budaya konsumsi.
Sistem masyarakat pun telah berubah, dan yang ada kini adalah masyarakat konsumen, yang
mana kebijakan dan aturan-aturan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebijakan pasar.
Seiring dengan berjalannya waktu, sekarang ini perubahan yang terjadi dalam
masyarakat berjalan sangat cepat sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat perlu diketahui sebab-sebab yang melatar
belakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu
perubahan masyarakat, mungkin karena adanya proses perubahan masyarakat beserta dengan
kebudayaan dari hal-hal yang bersifat tradisional ke modern yang sering disebut dengan
istilah modernisasi. Proses globalisasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan
komunikasi yang sering online setiap saat dan dapat dijangkau dengan biaya yang relatif
murah. Sebagai akibatnya adalah masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolaholah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan satu sistem budaya yang sama.
Karena ketidaksiapan manusia-manuusia tersebut dalam menghadapi perubahan sosial yang
terjadi di lingkungan sekitarnya menimbulkan adanya problema sosial.
Salah satunya yaitu timbulnya budaya konsumerisme. Bagi masyarakat yang belum
siap menerima perubahan-perubahan yang terjadi maka akan timbul goncangan dalam
kehidupan sosial dan budaya yang mengakibatkan seseorang individu menjadi tertinggal atau
frustasi. Kondisi demikian dapat menimbulkan suatu keadaan dan tidak serasi dalam
kehidupan. Misalnya di era globalisasi ini unsur-unsur budaya asing seperti pola pergaulan
hedonis (memuja kemewahan), pola hidup konsumtif berlebih sudah menjadi pola pergaulan
dan gaya hidup baru remaja kini membeli barang bukan dikarenakan ia membutuhkan barang
itu tetapi dikarenakan tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan bagi dirinya.

B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Apa penyebab budaya konsumerisme?


Pengertian gaya hidup dan budaya konsumerisme?
Faktor-factor terjadinya konsumerisme?
Faktor apa saja yang mempengaruhi budaya konsumerisme?
Faktor hubungan lingkungan dan konsumerisme?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengaruh budaya konsumerisme di masyarakat dan gaya hidup
2. Untuk mengetahui penyebab timbulnya perilaku budya konsumerisme dan gaya hidup

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern. Maksudnya adalah siapa pun yang
hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola
tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan
sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. Sementara itu, gaya
hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara menggunakan barang-barang,
tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok.
Dalam istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki
arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup yang khas dari berbagai
kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan
individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan
saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan, dan pilihan hiburan, dan
seterusnya di pandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik
atau konsumen.1
Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui persamaan gaya
hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan
erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan dalam pergaulan,
menurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan
monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material. Kelompok status di bedabedakan atas dasar gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi.
Gaya hidup menurut Weber, berarti persamaan status kehormatan yang di tandai
dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup yang sama. 2 Estetika realitas
melatarbelakangi arti penting gaya yang juga di dorong oleh dinamika pasar modern dengan
pencarian yang konstan akan adanya model baru, gaya baru, sensasi dan pengalaman baru.
1 Featherstone, Mike (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan Budaya
Konsumen. Hal 201. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
2 Ibid Hal: 93
4

Gaya hidup yang ditawarkan berbagai media pada saat sekarang ini adalah ajakan bagi
khalayaknya untuk memasuki apa yang disebut budaya konsumer.
Menurut Lury, budaya konsumer diartikan sebagai bentuk budaya materi yakni
budaya pemanfaatan benda-benda dalam masyarakat Eropa-Amerika kontemporer. Kini, apa
yang dinikmati oleh masyarakat Eropa-Amerika kontemporer tersebut yang notabene adalah
negara kaya di tiru oleh masyarakat dunia lain termasuk negara Indonesia. Budaya
consumer dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (lifestyle). Justru, menurut Lury, proses
pembentukan gaya hidup-lah yang merupakan hal terbaik yang mendefenisikan budaya
konsumer.
Menurut Hans Peter Muller terdapat 4 pendekatan dalam memahami gaya hidup yaitu :
1. Pendekatan psikolog perkembangan.
2. Pendekatan kuantitatif sosial struktur.
3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan.
4. Pendekatan kelas.3
Di dalam penelitian ini peneliti memakai salah satu pendekatan yaitu pendekatan
kualitatif dunia kehidupan. Pendekatan ini memandang gaya hidup sebagai lingkungan
pergaulan (milieu). Di mana meletakkan seseorang pada miliu yang ditentukan oleh keadaan
hidup dan gaya hidup subyektif yang dimiliki. Teori Milieu berpendapat bahwa bukan
turunan yang menetapkan sifat-sifat manusia, melainkan alam lingkungannya dimana
manusia itu hidup.
Teori milieu menggambarkan pengaruh lingkungan, yang meliputi lahir dan batin
manusia.4 Dalam teori sosialisasi juga mempunyai beberapa agen yang salah satunya di pakai
dalam penelitian ini adalah lingkungan kerja dan media.5 Ini di dukung juga oleh teori
kebutuhan, yang mana kebutuhan manusia sangatlah tidak terbatas. Sementara kaum kapitalis
beranggapan kebutuhan manusia tersebut harus senantiasa dipenuhi.

3 Ibid Hal: 120 dan 123


4 Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Hal 136. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
5 Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Hal: 72. Jakarta:
Kencana.
5

Kaum kapitalis senantiasa menciptakan kebutuhan baru yang menjamin bahwa


manusia akan terus didorong untuk melaksanakan jenis-jenis peran yang dibutuhkan guna
mempertahankan sistem kapitalis. Kebutuhan senantiasa di bentuk dan di eksploitasi untuk
memperbesar kesediaan para konsumen menyesuaikan diri dengan persyaratan sistem dan
mendukung bertahannya sistem itu.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN BUDAYA KONSUMEN
Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung
oleh Karl Marx yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang
merupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk
halusinasi, mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi
sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic
power) kapitalisme.
Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal abad ke19. Karl Marx menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari proses produksi.
Menurutnya, kesadaran manusia ditentukan oleh kepemilikan alat-alat produksi. Prioritas
ditentukan oleh produksi sehingga aspek lain dalam hubungan antarmanusia dengan
kesadaran, kebudayaan, dan politik dikatakan dikonstruksikan oleh relasi ekonomi.
Kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx adalah suatu cara produksi yang
dipremiskan oleh kepemilikan pribadi sarana produksi. Kapitalisme bertujuan untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya, terutama dengan mengeksploitasi pekerja. Realisasi nilai
surplus dalam bentuk uang diperoleh dengan menjual produk sebagai komoditas. Komoditas
adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar. Sedangkan komodifikasi adalah proses
yang diasosiasikan dengan kapitalisme di mana objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi
komoditas.6
C. BUDAYA KONSUMERISME

http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/17/budaya-konsumen/#more-133 (diakses

pada

tanggal

November 2014, pukul 22.00 WITA)

Budaya konsumen merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji karena terkait
dengan budaya pop karena budaya konsumen ini mengacu seperti budaya pop, yaitu bersifat
massal. Beberapa jenis budaya populer yang juga berhubungan dengan budaya konsumen,
antara lain iklan, televisi, radio, pakaian, internet, dan lain-lain. Budaya konsumen
diciptakan dan ditujukan kepada negara-negara berkembang guna menciptakan sebuah pola
hidup masyarakat yang menuju hedonisme. Budaya konsumen merupakan istilah yang
menyangkut tidak hanya perilaku konsumsi, tetapi adanya suatu proses reorganisasi bentuk
dan isi produksi simbolik di dalamnya. Perilaku di sini bukan sebatas perilaku konsumen
dalam artian pasif. Namun, merupakan bentuk konsumsi produktif, yang menjanjikan
kehidupan pribadi yang indah dan memuaskan, menemukan kepribadian melalui perubahan
diri dan gaya hidup. Budaya konsumen menekankan adanya suatu tempat di mana kesan
memainkan peranan utama. Saat ini dapat dilihat bahwa banyak makna baru yang terkait
dengan komoditi material melalui peragaan, pesan, iklan, industri gambar hidup serta
berbagai jenis media massa. Dalam pembentukannya, kesan terus menerus diproses ulang
dan makna barang serta pengalaman terus didefinisikan kembali. Tidak jarang tradisi juga
diaduk-aduk dan dikuras untuk mencari simbol-simbol kecantikan, roman, kemewahan,
dan eksotika.
Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus
berkonsumsi. Konsumsi telah menjadi budaya, yaitu budaya konsumsi. Bagi masyarakat
konsumen, saat ini hampir tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dari
serbuan berbagai informasi yang berurusan dengan kegiatan konsumsi. Di rumah, kantor,
ataupun tempat-tempat lain masyarakat tidak henti-hentinya disajikan berbagai informasi
yang menstimulasi konsumsi melalui iklan di tv, koran, ataupun majalah. Fenomena
masyarakat konsumsi tersebut, yang telah melanda sebagian besar wilayah dunia, saat ini
juga sudah terjadi pada masyarakat Indonesia, terutama di masyarakat perkotaan. Menurut
Yasraf Amir Piliang, fenomena yang menonjol dalam masyarakat Indonesia saat ini yang
menyertai kemajuan ekonomi adalah berkembangnya budaya konsumsi yang ditandai dengan
berkembangnya gaya hidup.
Berkembangnya gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, satu sisi bisa menjadi
pertanda positif meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat kota. Yang mana peningkatan
kegiatan konsumsi dipandang sebagai efek dari naiknya penghasilan dan taraf hidup
7

masyarakat. Namun di sisi lain, fenomena tersebut juga bisa dikatakan sebagai pertanda
kemunduran rasionalitas masyarakat, yang mana konsumsi dianggap sebagai faktor yang
menyebabkan hilangnya kritisme masyarakat terhadap berbagai hal yang vital bagi
kehidupan, kebijakan pemerintah maupun fenomena hidup lainnya. Pada makalah ini, akan
disampaikan mengenai sejarah awal mula budaya konsumen, budaya konsumen, faktor yang
berhubungan dengan budaya konsumen, serta dampak yang muncul dari adanya budaya
konsumen.
Budaya konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen. Adapun budaya konsumen menggunakan image, tanda-tanda, dan bendabenda, simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi, keinginan, dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal menyenangkan diri
sendiri bukan orang lain; secara narsistik. Dalam budaya konsumen terdapat tiga macam
perspektif, yaitu:
1. Pandangan bahwa konsumen dipremiskan dengan ekspansi produk komoditas kapitalis
yang memunculkan akumulasi besar-besaran budaya dalam bentuk barang-barang
konsumen dan tempat-tempat belanja dan konsumsi.
2. Pandangan bahwa masyarakat mempunyai cara-cara yang berbeda dalam menggunakan
benda-benda untuk menciptakan ikatan-ikatan atau perbedaan masyarakat.
3. Adanya masalah kesenangan emosional untuk konsumsi, mimpi-mimpi dan keinginan
yang ditampakan dalam bentuk budaya konsumsi dan tempat-tempat konsumsi tertentu
yang secara beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan
estetis.
Dalam mode-mode konsumsi terdapat logika konsumsi, yaitu cara yang terstruktur
secara sosial di mana benda-benda digunakan untuk membatasi hubungan sosial. Dalam
logika konsumsi ini, benda konsumsi sebagai komunikator yang mampu menunjukkan
identitas atau status sosial ketika konsumen mampu membelinya atau memilikinya.
Dalam masyarakat modern saat ini konsumsi telah menjadi suatu kebutuhan vital
yang tidak hanya berguna secara instrumental atau sekedar mengambil atau menghabiskan
nilai fungsional dari suatu komoditi. Saat ini pengertian konsumsi sendiri telah mengalami
perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Baron Isherwood bahwa konsumsi telah
merepresentasikan perolehan, penggunaan dan pertukaran. Saat ini, kebanyakan individu
8

mengkonsumsi bukan hanya memakai atau menghabiskan nilai fungsional suatu barang,
tetapi ketika seseorang mengkonsumsi suatu barang ia juga mengkomunikasikan secara laten
berapa penghasilannya, atau tergolong status sosial mana komoditi yang ia konsumsi atau ia
termasuk high class atau bukan. Jadi kegiatan konsumsi juga bertujuan untuk
mengidentifikasikan diri dalam kelas sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas
sosial yang lain. Fenomena konsumsi dimana individu mengkonsumsi sesuatu komoditi
secara ekspresif disebut dengan budaya konsumen.
Budaya konsumen sebagai bagian dari kajian sosiologis tidak berdiri secara
sendirinya. Budaya konsumen merupakan hasil kontruksi dari kapitalis, sehingga saat ini
berbelanja telah menjadi kegiatan rekreasi atau pengisi waktu luang ataupun hanya sekedar
windows shooping. Salah satu instrumen kapitalis dalam upaya penyebaran budaya
konsumen adalah melalui komoditifikasi dan spasialization. Komoditifikasi adalah usaha
kaum kapitalis dalam rangka mengubah segala sesuatu menjadi komoditi. Dikarenakan
proses ini saat ini berbagai produk telah tersebar, dan proses ini ditunjang pula dengan proses
spasialisasi atau usaha-usaha menghilangkan batas-batas demografis guna menghilangkan
hambatan ruang dan waktu melalui penciptaan teknologi mutakhir. Saat ini kita lebih
mengenal proses ini sebagai globalisasi.
Menurut Cellia Lurry, penyebab perkembangan budaya konsumen adalah:
1.

Berbagai jenis barang (komoditas) tersedia di pasar

2.

Pasar menempati posisi penting untuk mendapatkan komoditas

3.

Kegiatan berbelanja berubah menjadi kegiatan mengisi waktu luang

4.

Terciptanya beberapa inovasi dalam kegiatan berbelanja

5.

Berkembangnya model pembelian secara kredit

6.

Terjadinya manipulasi ruang dan waktu melalui media periklanan.


Pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen, dapat dilihat dari produk dan jasa

memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi budaya karena produk
mampu membawa pesan makna budaya. Di mana makna budaya tersebut nantinya akan
dipindahkan ke produk dan jasa, dan produk kemudian dipindahkan ke konsumen. Makna
budaya atau makna simbolik yang telah melekat kepada produk akan dipindahkan kepada
konsumen dalam bentuk pemilikan produk (possession ritual), pertukaran (exchange),
pemakaian (grooming ritual), pembuangan (divestment ritual).
9

Perkembangan televisi global sebagai bangunan bisnis utama telah menempatkan


budaya konsumen, iklan berbasis visual, di barisan depan aktivitasnya (Mattelart dan
Mattelart dalam Barker, 1992). Televisi menduduki posisi sentral dalam produksi dan
reproduksi budaya promosi yang terfokus pada pemakaian citra visual untuk menciptakan
merk dengan nilai tambah atau tanda komoditas. Frase budaya Coca-Cola menerangkan
jangkauan global budaya promosi ini dan menunjukkan kaitan antara kapitalisme global,
iklan, dan homogenitas kultural. Jadi, bagi beberapa kritikus, proses global mewakili bentuk
homogenisasi kultural, khususnya di bidang budaya konsumen di mana Coca Cola,
McDonalds, Nike, dan Microsoft Windows beredar ke seluruh dunia.
D. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BUDAYA KONSUMEN
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya budaya konsumen, antara
lain, Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Budaya Konsumen.
1. Faktor Lingkungan
Assael (1992) mengelompokkan faktor lingkungan yang mempengaruhi
konsumen terdiri atas:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Budaya dan kelas sosial,


Pengaruh sub-budaya,
Pengaruh global dan lintas budaya,
Pengaruh kelompok rujukan,
Pengaruh komunikasi dalam kelompok,
Pengaruh keluarga,
Pengaruh komunikasi antarkelompok, dan
Pengaruh situasional.

2. Gaya hidup
Perkembangan budaya konsumen telah mempengaruhi cara-cara masyarakat
mengekspresikan estetika dan gaya hidup. Dalam masyarakat konsumen, terjadi
perubahan mendasar berkaitan dengan cara-cara mengekspresikan diri dalam gaya
hidupnya. David Chaney mengemukakan bahwa gaya hidup telah menjadi ciri dalam
dunia modern, sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain. Dalam kaitannya dengan budaya
konsumen, gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas, ekspresi diri serta kesadaran
diri yang stylistic. Tubuh, busana, gaya pembicaraan, aktivitas rekreasi, dsb adalah

10

beberapa indikator dari individualisme selera konsumen. Gaya hidup adalah juga salah
satu bentuk budaya konsumen. Karena gaya hidup seseorang dilihat dari apa yang
dikonsumsinya, baik barang ataupun jasa. Konsumsi tidak hanya mencakup kegiatan
membeli sejumlah barang atau materi, seperti televisi dan handphone. Akan tetapi, juga
mengkonsumsi jasa, seperti rekreasi. Beberapa contoh dari gaya hidup yang nampak
menonjol saat ini adalah nge-mall, hang out, fitness, dll.
E. DAMPAK BUDAYA KONSUMEN
Perkembangan televisi global sebagai bangunan bisnis utama telah menempatkan
budaya konsumen, iklan berbasis visual, di barisan depan aktivitasnya. Dampak yang sangat
mencolok dari budaya konsumen, yaitu:
1. Dampak positif
-

Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga

kerja yang lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan agar bisa

membeli barang/jasa yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang
dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna
mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2. Dampak negatif
Pola hidup masyarakat, seperti hedonisme, konsumerisme, dan kapitalisme.
Budaya konsumen pada dasarnya merupakan cara berpikir atau memandang sesuatu yang
kemudian menginternalisasi dalam kehidupannya karena dibiasakan yang akhirnya
popular dan menjadi budaya massa. Contoh nyata dari budaya konsumen, yaitu TV di
mana pada mulanya tujuan dari adanya TV sebagai sumber/transfer informasi,
pengetahuan, dan pendidikan. Tujuan tersebut kini telah berubah seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi dan informasi khususnya TV, internet, dll. Tujuan semula yaitu
sebagai transfer informasi, pengetahuan, dan pendidikan, kini beubah tujuan menjadi
media hiburan yang semata-mata dilakukan untuk meraup keuntungan materiil oleh para
pelaku bisnis hiburan dan TV.
Senang dengan budaya-budaya atau kegiatan yang tidak memiliki banyak manfaat,
seperti mengalihkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting.
11

Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung


oleh Karl Marx yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang
merupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk
halusinasi, mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi
sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic
power) kapitalisme.
Budaya konsumen merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji karena terkait
dengan budaya pop karena budaya konsumen ini mengacu seperti budaya pop, yaitu bersifat
massal. Beberapa jenis budaya populer yang juga berhubungan dengan budaya konsumen,
antara lain iklan, televisi, radio, pakaian, internet, dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi budaya konsumen adalah faktor lingkungan dan gaya
hidup. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi pola konsumsi yaitu konsumen individu,
pengaruh lingkungan, dan marketing strategy.
Munculnya budaya konsumen menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak
positifnya adalah seperti Membuka dan menambah lapangan pekerjaan. Sedangkan, dampak
negatifnya adalah memunculkan hedonisme, konsumerisme, kapitalisme, dan budaya-budaya
yang dikonsumsi cenderung mengalihkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting.

12

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung
oleh Karl Marx yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang
merupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk
halusinasi, mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi
sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic
power) kapitalisme.
Budaya konsumen merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji karena terkait
dengan budaya pop karena budaya konsumen ini mengacu seperti budaya pop, yaitu bersifat
massal. Beberapa jenis budaya populer yang juga berhubungan dengan budaya konsumen,
antara lain iklan, televisi, radio, pakaian, internet, dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi budaya konsumen adalah faktor lingkungan dan gaya
hidup. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi pola konsumsi yaitu konsumen individu,
pengaruh lingkungan, dan marketing strategy.
Munculnya budaya konsumen menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak
positifnya adalah seperti Membuka dan menambah lapangan pekerjaan. Sedangkan, dampak
negatifnya adalah memunculkan hedonisme, konsumerisme, kapitalisme, dan budaya-budaya
yang dikonsumsi cenderung mengalihkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting.

13

DAFTAR PUSTAKA
Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Hal 136. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Hal: 72.
Jakarta: Kencana.
Featherstone, Mike (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan Budaya
Konsumen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Kencana. Jakarta.
Jones, Pit. 2010. Pengantar Teori-Teori Sosial. Yayasan Obor. Jakarta.
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/17/budaya-konsumen/#more-133 (diakses
pada tanggal 7 November 2014, pukul 22.00 WITA)
http://eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_KONSUMEN.doc
(diakses pada tanggal 7 November 2014, pukul 21.00 WITA)
http://novian-r-p-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-37217-Informasi%20dan%
20Masyarakat-Budaya%20Konsumen.html (diakses pada tanggal 8 November 2014, pukul
08.35 WITA).

14

Anda mungkin juga menyukai