Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI


A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
No. RM
Tanggal masuk RS
DPJP

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. H
43 tahun
Wanita
Ds. Keupia, Bombana, Kendari
Ibu Rumah Tangga
Islam
48 26 04
02 Januari 2016
dr. Happy Handaruwati, Sp.S, M. Kes

B. Anamnesis
Keluhan utama
Anamnesis

: Nyeri kepala
: Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat

terpimpin

dengan VAS 8 sejak 6 jam sebelum masuk RS.


Keluarga pasien mengaku pasien habis terkena
sengatan genset saat akan mencolok genset tersebut
yang menyebabkan pasien terjatuh saat lepas dari
sumber listrik, dan muntah 2x pada saat pasien akan
dibawa ke RS, muntah pertama isi makanan, kedua
isi darah.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
Kesan
: Sakit berat
Kesadaran : Composmentis
63
Gizi
:
=24,6
160

Tensi
Nadi
Suhu
Pernapasan

:
:
:
:

120/80
60x/m
36,50C
20x/m

Anemis: (-)
Ikterus: (-)
Sianosis (-)
:

Overweight
Pemeriksaan toraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: IC tidak tampak
: IC tidak teraba
: Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternalis D
Batas jantung kiri: ICS V 2 jari linea
midclavicularis S
1

: BJ I/II murni reguler, murmur (-)


Auskultasi
Thoraks
Inspeksi
Palpasi

: Simetris ki=ka, tidak tampak tahanan bernapas


: Krepitasi(-), nyeri tekan(-), vokal fremitus
simetris kesan normal
:
Sonor, batas paru-hepar ICS V
:
Vesikular +/+, Rh -/- basal paru, wh -/-

Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Psikiatri
Emosi dan efek
Proses berfikir
Kecerdasan

: Baik
: Baik
: Baik

Penyerapan
Kemauan
Psikomotor

:
:
:

Baik
Baik
Baik

Status neurologis
GCS

: E3M6V5

1. Kepala
Posisi

: Ditengah

Penonjolan : Ada, pada bagian

Bentuk/ ukuran :

Bulat/

Auskultasi

normocephal
Normal

belakang kepala

2. Saraf Cranialis
N.I
Penghidu

: Tidak dilakukan pemeriksaan

N.II
Ketajaman penglihatan
Lapangan penglihatan
Funduskopi

OD
6/6
N
TDP

OS
6/6
N
TDP

Dextra

Sinistra

N.III, IV, VI

Celah kelopak mata


Ptosis
Exoftalmus
Ptosis bola mata
Pupil

(-)
(-)

(-)
(-)

(-)

(-)

2,5 mm/ bulat


isokor
(+)/(+)
SDN

Ukuran/bentuk
Isokor/anisokor
RCL/RCTL

2,5 mm/ bulat


isokor
(+)/(+)
SDN

Refleks akomodasi
Gerakan bola mata
(-)
(-)

Parese ke arah

(-)
(-)

Nistagmus
N.V
Sensibilitas
Motorik
Refleks dagu/masseter
Refleks kornea

: N.V1
N.V2
N.V3
: Inspeksi/palpasi
(istirahat/menggigit)
: Normal
: TDP

:
:
:
:

TDP
TDP
TDP
TDP

N.VII
Motorik
Istirahat

M.Frontalis
N
TDP

Mimik
Pengecap 2/3 depan :

M. Orbicularis oculi
N
TDP

M. Orbicularis oris
N
TDP

Tidak dilakukan pemeriksaan

N.VIII
Pendengaran
Tes rinne/weber
Fungsi vestibularis
Posisi arkus faring
Refleks telan/muntah
Pengecap 1/3 lidah belakang
Suara
Takikardi/bradikardi

:
:
:
:
:
:
:
:

Baik
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Baik
DBN

N.XI
3

Memalingkan kepala dengan/ tanpa tahanan


Angkat bahu

: Baik
: TDP

N.XII
Deviasi lidah
Fasikulasi
Atrofi
Tremor
Ataxia

:
:
:
:
:

DBN
DBN
DBN
DBN
DBN

3. Leher
Rangsang menings
: (-)
: (-)

Kaku kuduk
Kernigs sign
Kelenjar limfe
Arteri karotis
Kelenjar gondok

: Pembesaran (-)
: Bruit (-)
: Pembesaran (-)

4. Abdomen
Refleks dinding perut

: Tidak dilakukan pemeriksaan

5. Kolumna vertebralis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

:
:
:
:

Normal
Normal
Normal
Normal

6. Ekstremitas

Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Bentuk otot

Superior
Dextra
Sinistra
DBN
DBN
5
5
N
N
N
N

Inferior
Dextra
Sinistra
DBN
DBN
5
5
N
N
N
N

Refleks fisiologis
4

Dextra
Biceps
N
Triceps
N
Radius
N
Ulna
N
KPR
N
APR
N
Klonus
Lutut
:
Kaki
:
Laseq test
:
Patrick test
:
Kontrapetrick test
:
Refleks patologis
Ekstremitas Superior
Hoffmann
: -/Tromner
: -/-

Sinistra
N
N
N
N
N
N
DBN
DBN
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Inferior
Babinski
: +/+
Chaddock
: -/Gordon
:
-/-Schaefer

-/-Oppenheim : -/Sensibilitas
Ekstroseptif

: -Nyeri
Suhu
Rasa raba halus
Proprioseptif : - Rasa sikap
- Rasa nyeri dalam
Fungsi kortikal : - Rasa diskriminasi
- Stereognosis
Pergerakan abnormal spontan
: (-)
-

: DBN
: TDP
: DBN
: TDP
: TDP
: TDP
: TDP

Gangguan koordinasi
Tes jari hidung
Tes pronasi supinasi
Tes tumit
Tes pegang jari

: TDP
: TDP
: TDP
: TDP

Gangguan keseimbangan
Tes Romberg
Tes Gait

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan fungsi luhur :


Reaksi emosi
Fungsi bicara
Fungsi psikosensorik (gnosis)
Intelegensia

: Baik
: Baik
: Baik
: Baik

Fungsi psikomotorik (praksia) : Baik


D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin
Parameter

Hasil

Nilai rujukan

WBC

8,96

[10^3/uL]

3,6 11,0

RBC

4,21

[10^6/uL]

4,5 5,1

HGB

12,7

[g/dL]

12,3 15,3

HCT

37,5

[%]

36,0 45,0

MCV

83,1

[fl]

80,0 - 96,0

MCH

28,2

[pg]

28 33

MCHC

33,9

[g/dL]

33 36

PLT

177

[10^3/uL]

150 440

2. Kimia Darah
Parameter

Hasil

Nilai rujukan

GDS

105

mg/dl

<200

Ureum

13

mg/dl

15-40

Creatinin

0,3

mg/dl

0,5-1,0

SGOT

24

U/L

< 31

SGPT

31

gr/dl

< 31

3. Elektrolit
Elektrolit

Nilai

Rujukan

Natrium (Na)

133,5

135 145 mmol/L

Kalium (K)

4,39

3,5 5,5 mmol/L

Clorida (Cl)

99,6

98 108 mmol/L

E. Pemeriksaan Tambahan
1. EKG
- Sinus bradikardi
- Iskemia anterior
2. CT Scan Kepala
-

Hematoma dan contusion cerebri daerah frontal bilateral dan


hematoma subarachnoid

Deviasi septi nasi ke kanan

Fraktur frontall kiri

F. Diagnosis
1. Klinis
2. Topis
3. Etiologis

: Cepalgia + Iskemia anterior


: Cerebri lobus frontal
:Post electrical injury

G. Diferensial diagnosis
1. Hemoragik Stroke
H. Penatalaksanaan
Non-farmakologi
Farmakologi
1. Rawat ICU
1. Cairan Kristaloid: NaCl 0,9% 20 tpm
2. Pasangkan kateter
2. Analgetik: Ketorolac 30 mg 1A/8j/IV
3. Head up 30
3. H2Reseptor Antagonis: Ranitidin 50 mg
4. Oksigen 1-3 lpm
1A/12j/IV
5. Mengubah posisi
4. Nimodipine 60 mg oral/4jam
tidur tiap 2 jam
5. Terapi oklusi dan evakuasi perdarahan
I. PROGNOSA
Qua ad vitam

: Dubia ad malam

Qua ad functionam

: Dubia ad malam

Qua ad sanationam

: Dubia ad malam

J. ANJURAN
- Konsul bedah saraf

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I Pendahuluan
Cedera listrik tegangan tinggi dapat menyebabkan lesi pada organ yang
berbeda. Selain kerusakan jaringan local, cedera listrik dapat menyebabkan
deficit neurologis, kerusakan musculoskeletal, dan cedera cardiovascular.
Kerusakan pembuluh darah berat kemugkinan dapat menyebabkan thrombosis
dan rupture spontan. Ada beberapa laporan mengenai rupture arteri pada
cedera listrik tegangan tinggi termasuk brakialis, radialis, ulnaris, mammary
interna, obturator, dan arteri carotis komunis.1

Kerusakan neurologis

adalah komplikasi yang

umum. Beberapa

komplikasi neurologi termasuk cedera cerebral, lesi medulla spinalis, cedera


nervus perifer, dan neuropati motorik tergantung lokasi cedera.1
Tipe cedera yang ditimbulkan adalah fraktur tengkorak, pendarahan
intracranial, cedera parenkim otak. Bisa satu atau kombinasi.2
Pendarahan subarachnoid adalah salah satu yang tersering. Pendarahan
subarachnoid ini diduga akibat contusion hemorragik yang mengalir ke ruang
subarachnoid (contusion adalah patologi yang paling sering terdeteksi pada
pemeriksaan CT kepala) atau perdarahan sekunder dari intraventrikuler karena
robeknya tela choroidea. Penyebab lain dari pendarahan subarachnoid
traumatic namun jarang adalah rupturnya arteri cerebellar posterior inferior,
arteri vertebra ekstrakranial atau intracranial, arteri carotis internus, fistula
karotis caverosa, dan aneurisma traumatic pada cedera kepala akibat tusukan.3

II Anatomi
Otak terdiri dari cerebrum, cerebellum dan batang otak.4
1. Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri atas hemisfer kiri
dan kanan. Cerebrum memiliki banyak fungsi seperti menginterpretasi
sentuhan, penglihatan dan pendengaran, seperti berbicara, emosi, belajar,
dan mengontrol pergerakan.
2. Cerebellum berlokasi dibawah cerebrum. Fungsinya mengkoordinasi
pergerakan otot, mempertahankan posture dan keseimbangan.
3. Brainstem termasuk midbrain, pons, dan medulla. Brainstem bekerja untuk
menyampaikan pusat penghubung antara cerebrum dan cerebellum ke
medulla spinalis. Fungsinya otomatis antara lain pernafasan, detak

jantung, suhu tubuh, siklus bangun tidur, makan, bersin, batuk, muntah,
dan menelan. 10 dari 12 nervus cranialis berasal dari batang otak.
Lobus otak
Hemisfer serebral memiliki fissure yang berbeda, yang membagi otak
kedalam lobus. Setiap hemisfer terdiri atas 4 lobus : frontal, temporal, parietal,
dan oksipital. Setiap lobus akan dibagi menjadi beberapa area yang memiliki
fungsi spesifik. Setiap lobus tidak bekerja sendiri, mereka memiliki hubungan
kompleks antara lobus hemisfer kiri dan kanan.4

Gambar 3. Cerebrum yang dibagi kedalam empat lobus


Dikutip dari kepustakaan 4
Meninges
Meninges adalah kumpulan tiga membrane yang menutupi otak dan
medulla spinalis. Meaninges terdiri atas duramater, arachnoid, dan piamater.5
Permukaan terluar duramater melekat langsung dengan tengkorak,
sementara permukaan dalamnya terhubung dengan lapisan arachnoid. Kecuali

10

pada medulla spinalis, biasanya terdapat lapisan tipis lemak dan jaringan
pembuluh darah antara duramater dan bagian tulang vertebra. Normalnya
tidak terdapat ruang antara duramater dan tengkorak, duramater dan
arachnoid. Namun, biasanya terdapat ruang potensial yang disebabkan
keadaan abnormal sehingga terdapat ruang yang seharusnya tidak ada. Ruang
antara duramater dan tengkorak dinamakan epidural (diatas duramater), ruang
antara duramater dan arachnoid dinamakan subdural (dibawah duramater).5
Ruang antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut ruangan
subarachnoid.5
Pia mater adalah lapisan tipis dengan jaringan pembuluh darah yang kecil.
Bersentuhan langsung dengan otak dan medulla spinalis. Mengikuti alur,
lipatan, dan fissure lobus otak.5

Gambar 4. Meninges otak


Dikutip dari kepustakaan 5
Otak menerima darah yang dipompakan oleh jantung melalui arkus aorta
yang mempunyai tiga cabang, yaitu Trunkus brakhiosefalik, arteri karotis

11

komunis sinistra, dan arteri subklavia sinistra. Trunkus brakhiosefalik


selanjutya becabang menjadi arteri karotis komunis dekstra dan arteri
subklavia dekstra. Arteri karotis komunis dekstra dan sinistra masing-masing
bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (dekstra dan sinistra),
dan arteri subklavia dekstra dan sinistra masing-masing mempunyai salah satu
cabang yaitu arteri vertebralis dekstra dan sinistra. Cabang-cabang dari arteriarteri tersebut kemudian akan beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus
Willisi. Aliran darah ke susunan saraf pusat yang melalui arteri vertebralis
beserta cabangcabangnya disebut dengan sistem vertebrobasiler, dan yang
melalui arteri karotis interna beserta cabang-cabangnya disebut dengan sistem
karotis6
Sistem karotis terutama memperdarahi kedua hemisfer otak. Pada tingkat
kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna
dan arteri karotis interna.
Arteri Karotis Eksterna
Arteri karotis eksterna meruipakan percabangan dari arteri karotis komunis
pada region midservikal. Bagian proksimal dari arteri ini berjalan
anteromedial arteri karotis interna, namun selaras berjalan naik arteri ini
menuju posteromedial untuk mensuplai bagian-bagian wajah.
Arteri Karotis Interna
Arteri karotis interna dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1.
Pars servikalis : berasal dari arteri karotis komunitis dalam trigonum
2.

karotikum sampai ke dasar tengkorak.


Pars petrosa : Terletak dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus
venous karotikus internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi
depan ujung puncak piramid pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion

12

trigeminal yang terletak di sisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat
3.

atau menyerupai tulang pipih.


Pars kavernosa : Melintasi ujung kavernosus, membentuk lintasan berliku
menyerupai

4.

huruf

yang

sangat

melengkung,

dinamakan

Karotisspphon.
Pars serebralis : dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk
cabang arteri oftalmika, yang segera membelok ke rostraldan berjalan di
bawah nervus optikus dan ke dalam orbita.
Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah
kulit dahi, pangkal hidung, dan kelopak mata dan beranastomisis dengan arteri
fasialis serta arteri maksilaris interna.
Sistem Anastomose (Sirkulus Arteriosus Willisi)
Meskipun sistem karotis dan sistem vertebrobasiler merupakan dua sistem
arteria terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan
oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus
Willisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media (dan
arteri serebri anterior) lewat arteri komunikan posterior. Kedua arteri serebri
anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam arteri
komunikan hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana
terjadi perubahan tekanan arteri yang dramatis. Cabang-cabang sistem karotis
dan vertebrobasiler juga mempunyai pembuluh-pembuluh penghubungan.6

13

Gambar 5. Sirkulus wilisi


Dari kepustakaan 6
III Epidemiologi
Cedera listrik sangat jarang terjadi. Meskipun demikian, setiap dokter
setidaknya menghadapi satu kasus selama menjalani profesinya. Cedera listrik
menyebabkan 5000 pasien mencari pengobatan darurat tiap tahunnya dan
menyebabkan sekitar 1000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat.7
Perdarahan subarachnoid adalah penyebab sakit kepala yang jarang.
Sekitar satu sampai empat persen dari pasien dengan sakit kepala yang
ditemukan memiliki SAH. Sekitar 30.000 pasien memiliki SAH nontraumatic
di Amerika Serikat setiap tahunnya, sekitar 80% terjadi pecah aneurisma
sakular. Perdarahan ruang subarachnoid terutama di dasar otak. Sekitar 20%,

14

memiliki perdarahan nonaneurysmal peri-mesencephalic. Dan sekitar tiga


puluh lima persen pasien meninggal dalam waktu 3 bulan tanpa terapi medis
dan bedah. Selain itu, sekitar 40% akan memiliki defisit neurologis residual
termasuk gangguan kognitif.8
IV Patofisiologi
Tahap pertama cedera otak setelah cedera kepala ditandai dengan
kerusakan jaringan langsung dan regulasi gangguan CBF (Cerebrall Blood
Flow) dan metabolisme. Seperti pada iskemia terdapat akumulasi asam laktat
karena glikolisis anaerobik, peningkatan permeabilitas membran, dan
terjadinya edema. Karena metabolisme anaerobik tidak cukup untuk
mensuplai energi sel, cadangan ATP habis dan terjadinya kegagalan pompa
ion. Tahap kedua dari patofisiologi adalah cascade ditandai depolarisasi
membran terminal bersama dengan pengeluaran berlebihan neurotransmitter
(yaitu glutamat, aspartat), aktivasi N-methyl-D-aspartat, a-amino-3 hidroksi-5metil-4-isoxazolpropionate, dan Ca2+ dan Na-. Masuknya Ca2+ dan Namenyebabkan proses intraseluler (katabolik). Ca2+ mengaktifkan peroksidase
lipid, protease, dan phospholipases yang akan meningkatkan konsentrasi
intraseluler asam lemak bebas dan radikal bebas. Selain itu, aktivasi caspases
(seperti protein ICE), translocases, dan endonuklease memulai perubahan
struktural progresif membran biologis dan DNA nucleosomal (DNA
fragmentasi dan penghambatan perbaikan DNA). Hal ini menyebabkan
degradasi membran vaskular dan struktur selular dan akhirnya nekrotik atau
pemrograman kematian sel (apoptosis).9
V Diagnosa
1 Gejala

15

Gambaran klasik adalah keluhan tiba tiba nyeri kepala berat, sering
digambarkan oleh pasien sebagai nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya nyeri kepala yang paling berat dalam kehidupannya.
Sering disertai mual, muntah, fotophobia, dan gejala neurologis akut fokal
maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau
perubahan kemampuan konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien
mungkin akan mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian, baik
sesaat karena adanya peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel
pada kasus-kasus parah.10
Tabel 1. Tanda dan gejala pendarahan subarachnoid
-

Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,


dramatis, berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang

lebih 25% pasien didahului nyeri kepala hebat


Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah

terangsang, gelisah dan kejang,


Penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam beberapa menit sampai

beberapa jam,
Gejala-gejala meningeal,
Pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema papil
beberapa jam setelah perdarahan dan perdarahan retina berupa
perdarahan subhialoid (10%), yang merupakan gejala karakteristik
karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans anterior atau arteri

karotis interna,
Gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau takikardia,

hipotensi atau hipertensi, dan


Banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernapasan.
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subaraknoid berkisar antara

23% - 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu
dievaluasi lebih cermat. Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan

16

dengan status mental pasien yang masih normal, dan volume perdarahan
subaraknoid kecil.10
2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik cermat pada kasus - kasus nyeri kepala sangat
penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk
glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada
sekitar 70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri
komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis
N. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi
inferolateral.

Aneurisma

menyebabkan

paresis

di
N.

sinus
VI.

kavernosus
Pemeriksaan

yang

luas

dapat

funduskopi

dapat

memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena


peningkatan tekanan intrakranial.Adanya fenomena embolik distal harus
dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.10

Pemeriksaan penunjang
Pencitraan
Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan
utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi
perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan
dalam 12 jam pertama setelah serangan, tetapi akan turun 50% pada 1
minggu setelah serangan. Dibandingkan dengan magnetic resonance
imaging (MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya
lebih mudah, dan interpretasinya lebih mudah.10
Pungsi Lumbal

17

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostik


selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat
penting untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi
lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya
eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia.
Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL
akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ mL. Xantokromia adalah
warna kuning yangmemperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.10
Angiografi
Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan
karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi.
Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena
sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang
negatif harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua
tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun batang otak.10
VI Grading
Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi outcome dapat
dijadikan panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis, misalnya
skala Hunt dan Hess; skala ini mudah dan paling banyak digunakan dalam
praktik klinis. Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess merupakan indikasi
perburukan luaran. Skala ini juga mempunyai beberapa keterbatasan, seperti

18

beberapa gambaran klinis teridentifi kasi samar, sehingga sulit menentukan


nilai gradasi, dan tidak mempertimbangkan kondisi komorbiditas pasien.10
Tabel 2. Skala Hunt dan Hess

VII

0
I
II

Unruptured
Nyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku kuduk ringan
Nyeri kepala sedang/berat, kaku kuduk, tidak ada defisit neurologis,

III
IV

kecuali parese nervi kranialis


Mengantuk, bingung, defisit neurologis fokal Sedang
Stupor, hemiparesis sedang/ berat, mungkin terjadi rigiditas

deserebrasi dini
Koma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya tanda-tanda end state

Penatalaksanaan
Terdapat tiga komplikasi dari perdarahan subarachnoid :
1 Perdarahan ulang
2 Vasospasme serebral yang menyebabkan iskemia
3 Hidrosefalus
Manajemen ditargetkan pada pencegahan perdarahan ulang dengan cara
aneurisma oklusi, dan pengelolaan komplikasi. Tergantung pada keadaan
neurologis pasien, mereka harus ICU. Strategi neuroprotektif umum
digunakan pada ICU, khususnya; sedasi yang memadai, kontrol oksigenasi
dan ventilasi (tingkat CO2), menghindari hipotensi, pencegahan hipertermia,
dan normoglikemia
Terapi oklusi
Hal ini dapat dilakukan baik melalui pembedahan (kliping di kraniotomi)
atau menggunakan teknik endovascular (coiling). Oklusi awal mencegah
pendarahan ulang. Evakuasi darah subarachnoid juga dapat mengurangi
kejadian vasospasme. kliping atau coiling, dalam waktu 72 jam.
19

Pencegahan Iskemia serebral


Vasospasme serebral berkembang 3-12 hari pasca SAH, berlangsung
sekitar 2 minggu. Hal ini terjadi pada dua pertiga pasien SAH, dimana
setengahnya akan berkembang menjadi iskemia serebral yang menyebabkan
defisit neurologis dengan berbagai tingkat keparahan. Hal ini juga dapat
menyebabkan peningkatan ICP, infark sekunder. Hal ini dapat didiagnosis
secara klinis dan radiologis, angiografi, CT angiografi, dan Doppler
transkranial (TCD).
Profilaksis vasospasme termasuk nimodipin oral, keseimbangan cairan,
dan pencegahan hiponatremia. pengobatan simtomatik terdiri dari terapi tripleH, balon angioplasty, dan papaverine intraarteri.
Nimodipine
Pemberian nimodipin oral (CCB) meningkatkan prognosis SAH.
Diberikan dengan dosis 60mg oral setiap 4 jam, dan dilanjutkan selama 21
hari. Oral (atau NG) terbukti sama efektifnya dengan pemberian intravena.
Terapi Triple-H
Triple H mengacu pada hipertensi, hipervolemia, dan hemodilusi. Hal ini
didasarkan bahwa aliran darah otak tergantung pada autoregulasi mengalami
gangguan, oleh karena itu peningkatan tekanan darah, dan penurunan
viskositas darah, dapat membalikkan vasospasme. Tujuannya adalah untuk
mencapai tekanan darah sistolik 120-150 mmHg pada aneurisma tidak diobati
dan sampai 200 mmHg pada aneurisma yang telah kliping atau coiling,
hipervolemia dengan obat vasoaktif diperlukan. Cara ini banyak diterima,

20

meskipun belum terbukti dan komplikasi serius diakui, termasuk edema paru,
insufisiensi pernapasan, iskemia miokard, dan pada aneurisma unclipped
masih kontroversial karena berpotensi untuk menyebabkan perdarahan ulang.
Balon Angioplasty / Papaverine
Diberikan pada pasien dengan penurunan fungsi neurologis, tidak respon
terhadap pengobatan medis. Angiografi dapat dilakukan dengan atau tanpa
papaverine intra-arteri, yang berfungsi sebagai dilator arteri lokal. Tindakan
ini meiliki komplikasi serius termasuk diseksi arteri, pecah dan trombosis.
Terapi antifibrinolytic
Tidak ada bukti bahwa antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, atau anti
platelet, meningkatkan hasil. Potensi untuk mencegah perdarahan ulang
seimbang dengan peningkatan risiko thrombo-emboli dan iskemia serebral.
Relaksasi otak
Pemantauan ICP diindikasikan untuk beberapa pasien dengan gejala klinis
yang buruk atau hidrosefalus. Pengetahuan tentang ICP, dan kemampuan
untuk mengalirkan CSF untuk mengontrol ICP, sangat berguna pada periode
pasca operasi. saluran ventrikel menyediakan cara yang efektif untuk
mengurangi curah otak dengan drainase CSF perioperatif. Perawatan harus
diambil untuk tidak menguras volume terlalu besar dari CSF. Hal ini dapat
menyebabkan ketidakstabilan kardiovaskular, dan akan meningkatkan gradien
tekanan

transmural

di

dinding

aneurisma,

sehingga

meningkatkan

kemungkinan aneurisma pecah.

21

Manipulasi farmakologis ICP juga digunakan. Manitol, diuretik osmotik,


biasanya pilihan pertama, dan sering diberikan pasca induksi anestesi untuk
kliping bedah. Hal ini meningkatkan osmolalitas plasma, sehingga
menciptakan gradien tekanan osmotik melintasi sawar darah otak, sehingga air
bergerak keluar dari sel. Jika BBB rusak, seperti yang terjadi dengan
kerusakan otak, maka manitol dapat mengikuti gradien tekanan dan
memperburuk edema serebral. Manitol biasanya diberikan sebagai solusi 20%,
dengan dosis 0.5- 1.0 g/kg selama 20 menit. Jika diberikan terlalu cepat, dapat
menyebabkan penurunan mendadak ICP, yang dapat meningkatkan risiko
pecahnya

aneurisma.

Furosemide

(5-20mg)

kadang-kadang

diberikan

kombinasi dengan manitol (atau digunakan sendiri pada dosis yang lebih
tinggi) untuk meningkatkan efeknya, namun dapat menyebabkan over-diuresis
dan hipovolemia. Mekanisme utama furosemide dalam mengurangi ICP tidak
sepenuhnya dipahami.
Thiopentone kadang-kadang digunakan untuk efek cerebroprotective,
terutama jika klip proksimal sementara yang diperlukan untuk menutup
aneurisma. Diberikan bolus 500mg, dan perlu disertai dengan penggunaan
vasopresor untuk mencegah efek hipotensi.
VIII

Komplikasi
Kejang pasca trauma
Kejang pasca trauma sering terjadi setelah cedera kepala sedang atau berat.
Kejang

biasanya

umum

atau

parsial,

dan

jarang

terjadi.

Kejang

diklasifikasikan sesuai dengan waktu setelah cedera awal: kejang Segera

22

terjadi dalam 24 jam pertama. Awal kejang terjadi pada 2-7 hari pertama, dan
kejang terjadi setelah 7 hari.12
Insiden berkisar 5 - 18,9%. Faktor risiko termasuk alkoholik kronis, usia
yang lebih tua pada saat cedera, dan riwayat gangguan kejang. Sekitar satu
sampai dua pertiga pasien dengan faktor-faktor risiko akan menyebabkan
keang post trauma dalam tahun pertama setelah cedera.12
Temkin menunjukkan bahwa penggunaan profilaksis fenitoin efektif pada
minggu pertama setelah cedera kepala. Namun, penulis merekomendasikan
berhenti setelah 1 minggu jika tidak ada kejang berkembang.12
Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat obstruksi pada ventrikel sebelum cairan
serebrospinal keluar ke ventrikel keempat. Hidrosefalus comunikan adalah
bentuk paling umum pada cedera kepala akibat obstruksi dalam ruang
subarachnoid.12
Pasien dengan hidrosefalus dapat menyebabkan mual, muntah, sakit
kepala, edema papil, obtundation, demensia, ataksia, dan inkontinensia urin.12
Deep Vein Trombosis
Angka kejadian Deep vein thrombosis (DVT) pada orang dengan cedera
kepala sekitar 54%. Pada pasien dengan cedera kepala, faktor risiko DVT
meliputi imobilitas, fraktur ekstremitas bawah, kelumpuhan, gangguan
koagulasi dan fibrinolisis. Komplikasi DVT termasuk pulmonary embolism
(PE), sindrom pascatrombosis..12

BAB III

23

RESUME DAN ANALISIS KASUS


A Resume
Ny. H 43 tahun Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat dengan
VAS 8 sejak 6 jam sebelum masuk RS. Keluarga pasien mengaku pasien
habis terkena sengatan genset saat akan mencolok genset tersebut.terjatuh saat
lepas dari sumber listrik, dan muntah 2x pada saat pasien akan dibawa ke RS,
muntah pertama isi makanan, kedua isi darah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat,
dengan GCS 8 E4M6V5 . Tanda vital TD 120/80 mmHg, Nadi 60x/menit,
Pernapasan 20x/menit, Suhu 36.5C.
Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan kimia darah. Hasil pemeriksaan
darah rutin ditemukan WBC 8,93, HGB 12,7 dan kimia darah ditemukan
GDS 105 gr/dl.
Perempuan usia 40 tahun, setengah dari cedera listrik terjadi di tempat
kerja dan banyak menyebabkan ligitasi kelalaian, atau kompensasi pekerja.
Cedera listrik tegangan tinggi memiliki potensi untuk konsekuensi hukum
yang biasanya mengenai lelaki usia muda dengan kemampuan produktif yang
tinggi.
Penderita mengeluh nyeri kepala hebat, menurut Walker hampir 38% dari
pasien dengan cedera kepala sedang atau berat memiliki sakit kepala pasca
trauma akut, setiap hari dan paling sering di daerah frontal. Tension tipe
headache adalah bentuk yang paling umum, namun eksaserbasi seperti
migraine juga sering.
Terapi oklusi harus dilakukan dalam 72 jam setelah diketahui perdarahan
subarachnoid. Diberikan nimodipine untuk mengorangi vasospasme arteri otak
yang akan menyebabkan serebral iskemik. Jika dalam tiga hari tidak dilakukan

24

tindakan

oklusi

pertimbangkan

untuk

melakukan

terapi

komplikasi

vasospasme dan hydrochepalus.

25

BA B IV
KESIMPULAN
Cedera listrik tegangan tinggi dapat menyebabkan deficit neurologis salah
satunya fraktur tengkorak, contusion dan hematoma cerebral.
Fraktur tengkorak dibagi beberapa bentuk : linear, depresi, sirkumferential.
Fraktur ini dapat memicu komplikasi berat : infeksi, keluarnya cairan
secerebrospinal kedalam kavum hidung (rhinorrea) dan telinga (otorrhea),
masuknya udara ke ruang subdural, dan cedera nervus cranialis.
Pendarahan subarachnoid adalah salah satu yang tersering. Pendarahan
subarachnoid ini diduga akibat contusion hemorragik yang mengalir ke ruang
subarachnoid (contusion adalah patologi yang paling sering terdeteksi pada
pemeriksaan CT kepala) atau perdarahan sekunder dari intraventrikuler karena
robeknya tela choroidea. Penyebab lain dari pendarahan subarachnoid traumatic
namun jarang adalah rupturnya arteri cerebellar posterior inferior, arteri vertebra
ekstrakranial atau intracranial, arteri carotis internus, fistula karotis caverosa, dan
aneurisma traumatic pada cedera kepala akibat tusukan.
Tujuan penatalaksanaanya untuk mencegah terjadinya secondary brain injury
yang dapat menyebabkan perburukan neurologis : menyebabkan herniasi dan
kematian.

26

Anda mungkin juga menyukai