Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber Daya Alam merupakan unsur yang sangat penting dalam
kehidupan ini,karena tanpa ada sumber daya alam kita mustahil untuk dapat
hidup di dunia ini,misalnya untuk makan maka kita mengambil makanan
tersebut dari alam,untuk membangun rumah kita menggunakan kayu, kayu
tersebut juga berasal dari sumber daya alam dan masih banyak yang lainnya
pokoknya semua kegiatan di bumi ini pasti tidak terlepas dari sumber daya
alam. Di Indonesia ini terdapat berbagai macam sumber daya alam yang
melimpah,namun kitasepertinya tidak memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dengan baik dan juga tidak bijaksana dalam menggunakannya.
Mengingat begitu pentingnya manfaat sumber daya alam ter sebut maka kita
seharusnya melakukan konservasi atau melestarikan sumber daya alam
tersebut untuk kelangsungan hidup kita.
Undang Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan konservasi sumber daya alam hayati adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan :
Perlindungan sistem penyangga kehidupan
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya
Pemanfaatan
ekosistemnya.

secara

lestari

sumberdaya

alam

hayati

beserta

Usaha untuk memperoleh manfaat yang setinggi-tingginya dari


sumber daya alam sering mengakibatkan menurunnya kemampuan sumber
daya alam yang bersangkutan bahkan terkadang dapat mengakibatkan
kepunahan dari sumber daya alam tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1) Bagaimanakah yang dimaksud dengan konservasi?
2) Apa dasar hukum konservasi sumber daya alam?
3) Bagaimana bentuk konservasi sumber daya alam?
4) Kendala untuk melakukan konservasi?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang mendasari disusunnya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1) Untuk menjelaskan pengertian dari konservasi sumber daya alam.
2) Untuk menjelaskan dasar hukum konservasi sumber daya alam
3) Untuk menjelaskan bentuk konservasi sumber daya alam
4) Untuk menjelaskan kendala untuk melakukan konservasi?

BAB II
ISI/PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam
Ditinjau dari bahasa, konservasi berasal dari kata conservation,
dengan pokok kata to conserve (Bhs inggris) yang artinya menjaga agar
bermanfaat, tidak punah/lenyap atau merugikan. Sedangkan sumber dalam
alam sendiri merupakan salah satu unsur dari liungkungan hidup yang
terdiri dari sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati, serta
seluruh gejala keunikan alam, semua ini merupakan unsur pembentuk
lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya.
Dari sedikit uraian tersebut diatas, maka konservasi sumber daya
alam dapat diartikan sebagai pengelolaan sumber daya alam yang dapat
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragamannya.
Pengertian konservasi sumber daya alam dapat mengandung tiga
aspek, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari
berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan
kehidupan makhluk. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan
bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan
kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut Pemerintah menetapkan:
a. Wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga
kehidupan;

b. Pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga


kehidupan;
c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga
kehidupan.
2. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman, jenis baik flora dan
fauna beserta ekosistemnya. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
bertujuan untuk:
a. Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan;
b. Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa;
c. Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada;
Agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara
berkelanjutan. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui
upaya:
a. Penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi;
b. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya;
c. Pemeliharaan dan pengembangbiakan.
3. Pemanfaatan secara lestari bagi terjaminnya sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Pemanfaatan

secara lestari

sumber

daya

alam hayati

dan

ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:


a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
2.2 Dasar Hukum Konservasi Sumber Daya Alam
Secara harfiah konservasi memang berasal dari bahasa Inggris
namun diterjemahkan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 Th. 1999
sebagai pengawetan, yaitu suatu upaya untuk menjaga agar keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di
luar habitatnya tidak punah. Hal penting adalah cara menafsirkan pengertian

pengawetan atau konservasi yang banyak dipakai dari berbagai disiplin


ilmu, misalnya pengawetan tanah dan air, konservasi flora dan fauna,
konservasi alam, dll. Aspek botani atau flora lebih cenderung kepada usahausaha pelestarian yang bertujuan jangka panjang atau tidak terhingga
(forever). Di Indonesia istilah konservasi merupakan hal yang sangat
penting berkaitan dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat
melimpah.
Berdasarkan data World Bank, bahwa hutan Indonesia dari aspek
keanekaragaman hayatinya menempati urutan ke 2 setelah hutan Amazon di
Brazil. Apabila dilihat dari aspek lokasinya maka kondisi kepulauan yang
ada di Indonesia sangat rentan terhadap proses perusakan. Selain itu proses
pengawasan menghadapi kendala baik sumberdaya manusia, biaya maupun
keamanannya. Pengawasan hanya dapat dilakukan secara efektif apabila
melibatkan masyarakat disekitar lokasi konservasi. Meskipun kerusakan
habitat tidak dapat dielakkan dan hal ini sebagai dampak dari pembangunan
industri, pemukiman dan fasilitas umum. Pembukaan lahan pertanian atau
perkebunan juga tidak dapat dihindari.
Perlindungan konservasi sumber daya alam hayati di Indonesia
diatur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-undang ini merupakan
lex specialis dari undang-undang kehutanan karena undang-undang
konservasi mengatur sebagian mengenai hutan dan kawasan hutan yang
telah diatur secara umum dalam undang-undang kehutanan.
Di dalam hal penegakkan hukum dan perlindungan terhadap
konservasi sumber daya alam hayati di indonesia itu sendiri baik itu sumber
daya alam nabati (tumbuhan) maupun sumber daya alam hewani (satwa)
saya mengacu pada ketentuan pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) yang mana
menyatakan sebagai berikut :
1. Setiap orang dilarang untuk :

1) Mengambil,

menebang,

memiliki,

merusak,

memusnahkan,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang


dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
2) Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
2. Setiap orang dilarang untuk :
1) menangkap,

memelihara,

melukai,
mengangkut,

membunuh,
dan

menyimpan,

memperniagakan

memiliki,
satwa

yang

dilindungi dalam keadaan hidup;


2) menyimpan,

memiliki,

memelihara,

mengangkut,

dan

memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;


3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagianbagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Terhadap pelaku Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya diatur pada UU RI No. 5 Tahun 1990 pasal 40
ayat: Ayat (1) menyatakan, bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat
(1), melakukan suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan
kawasan suaka alam, dan pasal 33 ayat (1), yaitu melakukan kegiatan yang
mengakibatkan perubahan keutuhan zona inti taman nasional, maka dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling
banyak dua ratus juta rupiah.

Ayat (2) menyatakan, bahwa apabila dengan sengaja dilakukan


pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(1) dan ayat (2), yaitu melakukan kegiatan terhadap tumbuhan dan satwa
yang dilindungi, serta pasal 33 ayat (3), yaitu melakukan kegiatan yang
tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, dipidana dengan pidana
penjara palig lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.
UU No 5 tahun 1990 ini memiliki beberapa turunan peraturan
pemerintah (PP) diantaranya:
1. PP 68 tahun 1998 terkait pengelolaan kawasan suaka alam (KSA) dan
kawasan pelestarian alam (KPA).
2. PP No 7 tahun 1999 terkait pengawetan/ perlindungan tumbuhan dan
satwa.
3. PP. No 8 tahun 1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
4. PP No 36 tahun 2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di suaka
marga satwa, taman nasional, taman hutan rakyat dan taman wisata alam
2.3 Bentuk konservasi Sumber Daya Alam
Konservasi sumber daya alam hayati dimaksudkan sebagai upaya
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya senantiasa
memperhitungkan kelangsungan persediaannya dengan tetap memelihara
serta meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tujuan
melakukan konservasi tersebut adalah untuk mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
mutu kehidupan manusia (Dephut, 1990 dalam Sudarmaji, 2002).
Strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah
dengan tiga P (3P), yaitu:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;

b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar beserta


ekosistemnya;
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Proses perlindungan, pengawetan

dapat dilakukan di kawasan

konservasi, taman hutan raya, dan taman wisata alam; mengingat kawasan
konservasi itu adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi (Dephut, 1990 dalam Sudarmaji, 2002).
Dari ketiga strategi tersebut satu dengan lainnya sangat berkait,
sehingga untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya harus dilakukan bersama-sama. Artinya kalau yang dilakukan
hanya satu aspek, misalnya perlindungan saja tanpa dibarengi dengan
pengawetan dan pemanfaatan, maka akan menimbulkan resiko biaya
pengelolaan yang sangat tinggi, dengan tanpa memperoleh hasil.
Sebaliknya, jika kegiatan tersebut hanya memfokuskan pada aspek
pemanfaatan dengan tanpa memperhatikan pada perlindungan dan
pengawetan, maka yang akan terjadi tentu saja pemusnahan sumber daya
alam hayati tersebut (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmaji, 2002).
Kegiatan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya ini meliputi
tiga kegiatan sebagaimana yang telah diutarakan di atas, yaitu perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis, dan
pemanfaatan sumber daya alam secara lestari (Dephut, 1990 dalam
Sudarmaji, 2002).
1. Perlindungan Sistem Penyangga
Perlindungan sistem penyangga ini dimaksudkan untuk memelihara
proses ekologi yang dapat menunjang kelangsungan dan mutu kehidupan,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Cara pemanfaatan wilayah
perlindungan dan sistem penyangga hendaknya senantiasa memperhatikan
kelangsungan dan fungsi perlindungan di wilayah tersebut.

Usaha-usaha

dalam

tindakan

perlindungan

sistem

penyangga

kehidupan, antara lain:


a. Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang berlereng curam dan
mudah terjadi erosi dengan membentuk hutan-hutan dilindungi.
b. Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang terkendali bagi
daerah hutan bakau dan hutan pantai serta daerah hamparan karang.
c. Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan tepi sungai,
danau dan ngarai (revine) dengan pengelolaan yang terkendali terhadap
vegetasi
d. Pengembangan

daerah

aliran

sungai

sesuai

dengan

rencana

pengembangan secara menyeluruh.


e. Perlindungan daerah hutan luas misalnya dijadikan taman nasional,
suaka marga satwa dan cagar alam.
f. Perlindungan tempat-tempat yang mempunyai nilai unik, keindahan
yang menarik atau memiliki ciri khas budaya (cagar budaya).
g. Mengadakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)sebagai
suatu syarat mutlak untuk melaksanakan semua rencana pembangunan
(Pramulardi (2002) dalam Anonim (tanpa tahun).
2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan, Satwa beserta
Ekosistemnya
Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta ekosistemnya.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan dengan cara menetapkan
jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Perlindungan terhadap ekosistem
dilakukan dengan cara penetapan kawasan suaka alam.
Kegiatan pengawetan ini dapat dilakukan melalui dua macam
kegiatan, yaitu:
a. Konservasi In-Situ

Konservasi in-situ merupakan upaya pengawetan jenis tumbuhan


dan satwa liar di dalam kawasan suaka alam yang dilakukan dengan jalan
membiarkan agar populasinya tetap seimbang menurut proses alami di
habitatnya. Sampai saat ini telah ditetapkan ada enam jenis kawasan yang
dipergunakan sebagai kawasan konservasi in-stu, yaitu kawasan konservasi,

taman wisata alam, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, dan
taman buru (Nurhadi, 2001).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan di dalam
habitatnya dapat dilakukan dalam bentuk identifikasi, inventarisasi,
pemantauan habitat dan populasinya, penyelamatan jenis, pengkajian,
penelitian dan pengembangan (Dephutbun(1999a) dalam Sudarmaji (2001) .
Upaya konservasi in-situ ini dikatakan paling efektif, karena
perlindungan dilakukan di dalam habitat aslinya, sehingga tidak diperlukan
lagi proses adaptasi bagi kehidupan dari jenis tumbuhan dan satwa liar
tersebut ke tempat yang baru (Nurhadi, 2001; Sudarmadji, 2002). Namun
demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi
secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit; kemudian tanpa
diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup jenis tersebut; begitu pula jika di daerah tersebut terjadi
bencana atau kebakaran, niscaya seluruh jenis yang terdapat di dalamnya
akan terancam musnah dan tidak ada yang dapat dicadangkan lagi. Oleh
karena itu, selain upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya
konservasi ex-situ (Nurhadi, 2001). Konservasi in situ mencakup kawasan
suaka alam (Cagar alam dan Suaka Margasatwa) dan kawasan pelestarian
alam (taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam).
1. Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi alam. Taman Nasional menurut pasal 1 UndangUndang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, pada ayat 14, diartikan sebagai kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Contoh: Taman Nasional Lore Lindu (TNLL)


2. Taman Hutan Raya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata
dan rekreasi.
Contoh: Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Kapopo
3. Taman wisata alam
Kawasan taman wisata alam adalah kawaan pelestarian alam dengan
tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata rekreasi
alam. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Taman Wisata
Alam ini merupakan objek dan kegiatan yang berkaitan dengan rekreasi
dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan
ekosistemnya, baik dalam bentuk asli (alami) maupun perpaduan hasil
buatan manusia.
Taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya. Suatu kawasan wisata alam dikelola berdasarkan satu
rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek
ekologi, tehnik, ekonomis dan sosial budaya.
Contoh: Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh (sumatera utara)
b. Konservasi Ex-Situ

Upaya konservasi ex-situ merupakan upaya pengawetan jenis di luar


kawasan yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakan jenis
tumbuhan dan satwa liar. Tempat yang cocok untuk melakukan kegiatan
tersebut misalnya di kebun binatang, kebun raya, arboretum, dan taman
safari.

Kegiatan

konservasi

ex-situ

ini

dilakukan

adalah

untuk

menghindarkan adanya kepunahan suatu jenis. Hal ini perlu dilakukan


mengingat terjadinya

berbagai tekanan terhadap populasi maupun

habitatnya (Nurhadi (2001) dalam Sudarmaji (2001).


Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya
dapat

dilakukan

dalam

bentuk

pemeliharaan,

pengembangbiakan,

pengkajian, penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa, penyelamatan


jenis tumbuhan dan satwa liar. Untuk melakukan kegiatan konservasi ex-situ
berbagai persyarataan yang perlu dipenuhi, yaitu: tersedianya tempat yang
cukup luas, aman dan nyaman, memenuhi standart kesehatan tumbuhan dan
satwa, serta mempunyai tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan.
Begitu pula kalau ingin melakukan perkembangbiakan jenis di luar
habitatnya, maka persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu: dapat menjaga
kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik, dapat melakukan penandaan
dan sertifikasi, serta dapat membuat buku daftar silsilah (Dephutbun, 1999b)
dalam Sudarmaji (2001).
Konservasi ek situ dilakukan oleh lembaga konservasi, seperti kebun
raya, arboretrum, kebun binatang, taman safari, dan tempat penyimpanan
benih dan sperma satwa.
1. Kebun raya,
Kebun raya adalah suatu kebun besar pada areal yang luas, di dalamnya
ditanami bermacam-macam flora atau tumbuhan langka dan tumbuhan
lain yang bermanfaat untuk dilestarikan. Selain itu, kebun raya juga
berfungsi sebagai tempat rekreasi penelitian.
Contoh: Kebun raya bogor; kebun raya cibodas
2. Arboretrum (kebun botani),
Kebun botani (botanical garden atau taman botani) adalah suatu lahan
yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan untuk keperluan
koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk
penelitian, kebun botani dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan
pendidikan bagi pengunjung. Arboretum adalah semacam kebun botani
yang mengkoleksi pepohonan. Dalam kebun botani, tumbuhan koleksi

dipelihara dan diberi keterangan nama dan beberapa informasi lainnya


yang berguna bagi pengunjung. Dua tambahan penting bagi suatu kebun
botani adalah perpustakaan dan herbarium.
Contoh: Kebun botani puspitek serpong
3. Kebun binatang,
Kebun binatang (sering disingkat bonbin,
atau taman

margasatwa adalah

dari kebon

tempat hewan dipelihara

binatang)
dalam

lingkungan buatan, dan dipertunjukkan kepada publik. Selain sebagai


tempat

rekreasi,

kebun

binatang

berfungsi

sebagai

tempat

pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah.


Binatang yang dipelihara di kebun binatang sebagian besar adalah
hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa air dipelihara di akuarium.
Contoh: kebun binatang jatim park.
4. Taman safari,
Taman Safari Indonesia adalah tempat wisata keluarga berwawasan
lingkungan yang berorientasi pada habitat satwa di alam bebas. Taman
Safari Indonesia terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor,Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan kawasan
Puncak. Taman ini berfungsi menjadi penyangga Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango di ketinggian 900-1800 m di atas permukaan
laut, serta mempunyai suhu rata-rata 16 - 24 derajat Celsius.
Keunikan tempat wisata ini dari kebun binatang lainnya di Indonesia
adalah pengunjungnya bisa berkeliling ke berbagai tempat untuk bisa
melihat dari dekat semua jenis binatang dengan memakai mobil pribadi
ataupun naik bus yang sudah disediakan pihak pengelola Taman Safari.
Pengunjung juga bisa berinteraksi langsung dengan memberi makan
hewan-hewan tersebut.
5. Tempat penyimpanan benih dan sperma satwa (kebun koleksi).
Kebun koleksi melestarikan plasma nutfah tanaman dalam keadaan
hidup. Biasanya yang dilestarikan bibit unggul, misalnya kebun koleksi
pisang di Bone- Bone dan tebu di Pasuruan.

Kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi


ex-situ menurut Nurhadi, (2001) dalam Sudarmaji (2001) antara lain :
1. Kelebihan :
a. Dapat mencegah kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan
akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia
b. Dapat dipakai untuk arena perkenalan berbagai jenis tumbuhan dan
wisata alam bagi masyarakat luas,
c. Berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis hewan dan
tumbuhan.
2. Kekurangan:
a. Konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi dan penelitian
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat adanya
kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut
dilakukan;
b. kegiatan konserasi eks situ membutuhkan pula dana yang cukup besar,
serta tersedianya tenaga ahli dan orang yang berpengalaman.
3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Secara Lestari
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam hendaknya
senantiasa

tetap

menjaga

kelestarian

fungsi

kawasan,

sedangkan

pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar harus selalu memperhatikan


kelangsungan potensi, daya dukung, keanekaragaman jenis tumbuhan, dan
satwa liar tersebut. Pemanfaatannya dapat dilakukan dalam bentuk
pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perburuan,
perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tanaman dan obat-obatan, dan
pemeliharaan untuk kesenangan (Dephutbun, 1999b).
Khusus untuk perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar dalam skala
kecil dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar
kawasan konservasi. Tentu saja jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut
adalah yang tidak dilindungi, sedangkan perdagangan dalam skala besar
hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memperoleh

rekomendasi Menteri, di samping harus memiliki berbagai persyaratan


tertentu lainnya (Dephut, 1990).
Ibid (tanpa tahun) dalam Anonim (tanpa tahun) menyebutkan
pemanfaatan secara lestari dilakukan melalui kegiatan:
a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam secara
nonkonsumtif seperti pariwisata, penelitian, pendidikan dan pemantauan
lingkungan.
b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar antara lain dengan
pengembangan perikanan, kehutanan dan pemunguntan hasil hutan
secara lestari, pengaturan perdagangan flora fauna melalui peraturan dan
pengawasan dalam menentukan jatah (quota) dan perijinan, memajukan
bududaya dan perbaikan selektif (permuliaan) semua jenis yang
mempunyai nilai langsung bagi manusia.
2.3. Upaya untuk melakukan konservasi sumber daya alam
Agar usaha pembangunan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Indonesia dapat mencapai harapan yang telah
ditetapkan secara garis besar perlu ditempuh upaya sebagai berikut :
1.

Intensifikasi pengelolaan kawasan konservasi

2.

Peningkatan dan perluasan kawasan konservasi sehingga mewakili


tipe-tipe ekosistem yang ada.

3.

Recruitment

dan

peningkatan

ketrampilan

personel

melalui

pendidikan dan latihan.


4.

Peningkatan sarana dan prasarana yang memadai.

5.

Peningkatan kerjasama dengan isntansi lain didalam dan luar negeri.

6.

Penyempurnaan peraturan perundang-undanagn dibidang konservasi


sumber daya alam dan lingkungan hidup.

7.

Peningkatan pengamanan dan pengawasan terhadap kawasan


konservasi (dengan pemberian pal-pal batas) peradaran flora dan fauna.

8.

Memasyarakatkan konservasi ke seluruh lapisan masyarakat


sehingga dapat berperan serta dalam upaya konservasi sumber daya alam
dan lingkungan

2.4. Kendala dalam konservasi sumber daya alam


Dalam melaksanakan pembangunan konservasi sumber daya alam,
dan ekosistemnya masih ditemui kendala pada umumnya diakibatkan oleh:
1.

Tekanan penduduk
Jumlah penduduk Indonesia yang padat sehingga kebutuhan akan sumber
daya alam meningkat.

2.

Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran ekologis dari masyarakat masih rendah, hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang belum
memadai. Sebagai contoh beberapa kawasan konservasi yang telah
ditetapkan banyak mengalami kerusakan akibat perladangan liar /
berpindah-pindah.

3.

Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi yang cukup pesat akan menyerap kekayaan
(eksploitasi sumber daya alam) dan kurangnya aparat pengawasan serta
terbatasnya sarana prasarana.

4.

Peraturan dan perundang-undangan


Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum cukup
mendukung pembentukan kawasan konservasi khususnya laut (perairan).

2.6. Contoh Konservasi sumber daya alam di Indonesia


1.

Kawasan suaka alam, adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik
didarat dan diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.

2.

Kawasan pelestarian alam, adalah kawasan dengan ciri khas tertentu


baik didarat maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatannya secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.

3.

Cagar alam, adalah hutan suaka alam yang berhubungan dengan


keadaan alam yang khas termasuk alam hewani dan alam nabati yang
perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
6. Konservasi adalah menjaga agar bermanfaat, tidak punah/lenyap atau
merugikan.
7. Menurut kemungkinan pemulihannya, kita mengenal 2 (dua) macam
sumber daya alam, yaitu :
1) Renevable, sumber daya alam yang dapat dipulihkan/ diperbaharui.
2) Anrenevable, yaitu sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui/

dipulihkan apabila dipakai terus menerus akan habis dan tidaka dapat
diperbarui.

8. Upaya untuk melakukan konservasi sumber daya alam:

Intensifikasi pengelolaan kawasan konservasi

Peningkatan dan perluasan kawasan konservasi sehingga mewakili


tipe-tipe ekosistem yang ada.

Recruitment

dan

peningkatan

ketrampilan

personel

melalui

pendidikan dan latihan.

Peningkatan sarana dan prasarana yang memadai.

Peningkatan kerjasama dengan isntansi lain didalam dan luar negeri.

Penyempurnaan peraturan perundang-undanagn dibidang konservasi


sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Peningkatan pengamanan dan pengawasan terhadap kawasan


konservasi (dengan pemberian pal-pal batas) peradaran flora dan
fauna.

Memasyarakatkan konservasi ke seluruh lapisan masyarakat


sehingga dapat berperan serta dalam upaya konservasi sumber daya
alam dan lingkungan

9. Kendala dalam konservasi sumber daya alam

10.

Tekanan penduduk

Tingkat kesadaran.

Kemajuan teknologi

Peraturan dan perundang-undangan


Prinsip-prinsip konservasi yang tengah berkembang tersebut:

1. Keanekaragaman spesies dan komonitas biologi harus dilindungi.

Pada umummnya, kebanyakan orang turut menikmati manfaat


keanekaragaman hayati, sehingga setuju dengan prinsip-prinsip ini.
2. Kepunahan spesies dan populasi yang terlalu cepat harus dihindari.

3. Kompleksitas harus dipelihara. Banyak hal yang sangat berharga dan


menarik dari keanekaragaman hayati hanya dapat ditemukan pada

lingkungan alami. Misalnya, tumbuhan dengan bunga-bunga yang


aneh dipolinasi oleh serangga-serangga yang khusus pula.
4. Evolusi harus berlanjut. Adaptasi evolusi merupakan proses yang

mengarah pad pembentukan spesies baru dan meningkatkan


keanekaragaman hayati.
5. Keanekaragaman hayati memiliki nilai intrinsik. Nilai ini tidak

didapat hanya dari sejarah evolusi mereka serta peran ekologinya yang
unik, namun juga dari keberadaannya.
11.

Contoh Konservasi sumber daya alam di Indonesia

Kawasan suaka alam


Kawasan pelestarian alam
Cagar alam

DAFTAR PUSTAKA
Sudarmono. 2005. Konservasi Tumbuhan dengan Pendekatan Genetik
Populasi. Jurnal Inovasi Vol. 4. XVII
Sudarmadji. 2002. Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Upaya
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Di Era Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 3 No. 1

Yudohartono, Tri Pamungkas. 2008. Peranan Taman Hutan Raya Dalam


Konservasi Sumber Daya Genetik : Peluang Dan Tantangannya.
Informasi Teknis, Vol. 6 No. 2
https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Safari_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_binatang
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_botani

Anda mungkin juga menyukai