Anda di halaman 1dari 83

BUKU AJAR

Belajar dan Pembelajaran

Disusun Oleh:
1. Mohamad Jamhari, M.Pd NIP. 19630201 199103 1 003
2. Yulia Windarsih, S.Pd.,M.Pd. NIP. 19920720 202012 2 030Dr.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas terselesaikannya Buku
Ajar Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran ini.

Buku Ajar mata kuliah Belajar dan Pembelajaran ini disusun dalam rangka
mengembangkan Buku Ajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNTAD,
khususnya di Program Studi Pendidikan Biologi untuk membantu mahasiswa dalam
mengikuti kuliah agar lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan. Dengan
penyediaan buku ajar ini, selama tatap muka mahasiswa telah mempunyai bekal
materi yang akan dibicarakan sehingga dalam kelas mahasiswa lebih aktif dalam
diskusi atau tanya jawab. Setelah mempelajari buku ini diharapkan mahasiswa akan
dapat memecahkan masalah umum yang terkait dengan teori belajar dan
pembelajaran.

Terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan staf dosen Program Studi Pendidikan
Biologi dan Dekan Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan UNTAD atas segala
bantuannya, baik moril maupun dorongan semangat sehingga penyusunan Buku Ajar
ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi berkat
bagi usaha mulia semua pihak demi lebih kondusifnya suasana dan atmosfir
akademik di Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan UNTAD. Walau disadari
bahwa Buku Ajar ini masih jauh dari yang diharapkan karena keterbatasan penyusun,
namun diharapkan Buku Ajar ini ada manfaatnya bagi yang membutuhkan, dan tidak
lupa kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaannya.

Palu, Februari 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………...…………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ii

BAB I HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN I ..…………… 1


BAB II HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN II ..... 9
…………
BAB III TEORI BELAJAR KOGNITIF ..................................................... 15
BAB IV TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK I ...................................... 23
BAB V TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK II ..................................... 28
BAB VI TEORI BELAJAR HUMANISTIK ............................................. 32
BAB VII TEORI BELAJAR GESTALT .................................................... 42
BAB VIII TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK .............................. 46
BAB IX CIRI-CIRI, TUJUAN DAN UNSUR DINAMIS DALAM
BELAJAR .................................................................................... 52
BAB X PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA ................................ 57
BAB XI MOTIVASI BELAJAR ................................................................ 63
BAB XII MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ..................... 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 81

BAB I
HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN I

Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan pengertian belajar;
2. Mengidentifikasi ciri-ciri belajar;
3. Menjelaskan jenis-jenis belajar;
Uraian Materi:

Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar seorang ibu yang mengatakan
bahwa anaknya sedang belajar berjalan atau sedang belajar berbicara. Sesekali kita
juga mendengar seorang ibu yang kecewa karena, walaupun anaknya sudah
belajar semalaman tetapi hasil ujiannya kurang memuaskan. Apakah kegiatan
yang dilakukan anak-anak tersebut merupakan kegiatan belajar? Apabila Anda
melihat seorang siswa sedang asyik membaca buku di perpustakaan atau
sekelompok siswa sedang mengerjakan tugas kelompok, atau seorang siswa sedang
memperhatikan penjelasan guru dengan serius, apakah Anda beranggapan bahwa
mereka sedang belajar. Jawaban atas kedua pertanyaan tersebut bisa ya, bisa juga
tidak. Untuk dapat menyatakan bahwa seseorang melakukan belajar atau tidak,
kita perlu memahami tentang apa itu belajar dan apa ciri-cirinya untuk menunjukkan
bahwa orang tersebut belajar.
A. KONSEP BELAJAR
Untuk memahami konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana
para pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan
kedua kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar
merupakan ontologi atau bidang telaah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar
psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam
interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat
perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan
adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang disengaja diciptakan.
Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler (1986:1)
yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh
secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua
melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu
dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal,
keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal.
Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik
dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses
belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian
dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdomadalah ungkapan verbal dalam
bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau puisi
yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan manusia. Sebagai contoh: Iqra bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam
semesta ini dengan nama tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri China sekalipun
(Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana saja); Bend the willow when
it is young (Didiklah anak selagi masih muda); Berakit-rakit ke hulu berenang-renang
ke tepian (Belajar lebih dahulu nanti akan dapat menikmati hasilnya). Dalam
pandangan yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber
seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli filsafat telah mengembangkan
konsep belajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar dan logis tentang
realita kebenaran, kebajikan dan keindahan. Karena itu filsafat merupakan
pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan alam semesta.
Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu
yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles
melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam dunia fisik bukan dalam
pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan
tentang belajar. Bagi penganut filsafat idealisme hakikat realita terdapat dalam
pikiran, sumber pengetahuan adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar
adalah pengembangan ide yang telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut
realisme, realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah
pengalaman sensori, dan belajar merupakan kontak atau interaksi individu
dengan lingkungan fisik.
Pandangan lain tentang belajar, selain dari pandangan para filosof idealisme dan
realisme tersebut di atas, berasal dari pandangan para ahli psikologi, yang antara
lain dirintis oleh Wiliam James, John Dewey, James Cattel, dan Edward Thorndike
tahun 1890-1900 (Bell-Gredler, 1986:20-25). Pada dasarnya para ahli psikologi
melihat belajar sebagai proses psikologis yang disimpulkan dari hasil penelitian
tentang bagaimana anak berpikir (Hall:1883), atau disimpulkan dari bagaimana
binatang belajar (Thorndike: 1898) atau dari hasil pengamatan praktek pendidikan
(Dewey:1899). Sejalan dengan mulai berkembangnya disiplin psikologi pada
awal abad ke-20 berkembang pula berbagai pemikiran tentang belajar yang
digali dari berbagai penelitian empiris. Pada zaman itu mulai berkembang dua
kutub teori belajar, yakni teori behaviorisme dan teori gestalt. Kunci dari teori
behaviorisme yang digali dari penelitian Ivan Pavlov pemenang hadiah Nobel tahun
1904, dan V.M. Bechtereve serta A.B. Watson adalah proses relasi antara
stimulus dan respon (S-R), sedang teori gestalt adalah relasi antara bagian
dengan totalitas pengalaman. Sejak itu maka berkembang berbagai teori belajar
yang bertolak dari ontologi penelitian yang berbeda-beda tetapi semua bertujuan
untuk menjelaskan bagaimana belajar sesungguhnya terjadi.
Beberapa teori belajar secara signifikan banyak mempengaruhi pemikiran tentang
proses pendidikan, termasuk pendidikan jarak jauh. Teori Operant Conditioning atau
Pengkondisian Operant dari B.F. Skinner yang menekankan pada konsep
reinforcement atau penguatan (Bell-Gredler, 1986: 77-91), dan teori Conditions of
Learning dari Robert Gagne yang menekankan pada behavior development atau
perkembangan perilaku sebagai produk dari cumulative effects of learning atau efek
kumulatif (Bell-Gredler, 1986: 117130) mempengaruhi pandangan tentang
bagaimana menata lingkungan belajar. Sementara itu teori Information Processing
yang menekankan pada proses pengolahan informasi dalam berpikir (Bell-
Gredler, 1986: 153-169), dan teori Cognitive Development atau Perkembangan
Kognitif dari Jean Piaget yang menekankan pada konsep ways of knowing atau
jalan untuk tahu (Bell-Gredler, 1986: 193-209) mempengaruhi pandangan
tentang bagaimana mengembangkan proses intelektual peserta didik. Di lain
pihak teori Social Learning atau Belajar Sosial dari Albert Bandura yang
menekankan pada pemerolehan complex skills and abilities atau kemampuan dan
keterampilan kompleks melalui pengamatan modeled behavior atau perilaku
yang diteladani beserta konsekuensinya terhadap perilaku individu (Bell-Gredler,
1986: 235-253) dan teori Attribution atau Atribusi dari Bernard Werner yang
menekankan pada relasi antara ability, effort, task difficulty, and luck dalam
keberhasilan atau kegagalan belajar (Bell-Gredler, 1986: 276-291) mempengaruhi
pandangan tentang bagaimana melibatkan individu dalam konteks sosial.
Sedangkan teori Experiential Learning atau Belajar melalui Pengalaman dari David
A. Kolb, yang menekankan pada konsep transformation of experiencesatau
transformasi pengalaman dalam membangun knowledge atau pengetahuan (Kolb,
1984: 21-38), teori Social Development atau Perkembangan Sosial dari L.
Vygostky yang menekankan pada konsep zone of proximal development atau arena
perkembangan terdekat melalui proses dialogis dan kebersamaan (Cheyne dan Taruli,
2005:1-10), dan Web-based Learning Theory atau Teori Belajar Berbasis Jaringan
yang menekankan pada interaksi individu dengan sumber informasi berbasis jaringan
elektronik (Suparman, Winataputra, Hardhono, dan Sugilar, 2003:1-5)
mempengaruhi pandangan tentang bagaimana memanfaatkan lingkungan belajar
yang bersifat multipleks guna menghasilkan belajar yang lebih bermakna. Semua
konsep belajar yang dibangun dalam masing-masing teori tersebut melukiskan
bagaimana proses psikologis-internal-individual atau psikososial atau
psikokontekstual yang relatif bebas dari konteks pedagogik yang sengaja dibangun
untuk menumbuhkembangkan potensi belajar individu.
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional konsep belajar harus
diletakkan secara substantif-psikologis terkait pada seluruh esensi tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain konsep belajar yang
secara konseptual bersifat content free atau bebas-isi secara operasional-
kontekstual menjadi konsep yang bersifat content-basedatau bermuatan. Oleh
karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus
dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang: beriman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, ber-akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena
pendidikan memiliki misi psiko pedagogic dan sosio pedagogic maka pengembangan
pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai keberagamaan
dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; keberagamaan
dalam konteks berakhlak mulia; ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat;
kebenaran dan kejujuran akademis dalam konteks berilmu melekat; terampil dan
cermat dalam konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif, ketekunan
dan percaya diri dalam konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan
patriotisme dalam konteks warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
seyogianya dilakukan dalam rangka pengembangan kemampuan belajar peserta
didik.
Belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman
pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Secara konseptual Fontana
(1981), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap
dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne
(1985) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan
yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Learning is a
change in human disposition or capability that persists over a period of time and is
not simply ascribable to processes of growth (Gagne, 1985: hal. 2). Pengertian ini
senada dengan pengertian belajar dari Gagne (1985) tersebut dikemukakan oleh
Bower dan Hilgard (1981), yaitu bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku
atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak
disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Persisnya
dikatakan bahwa: Learning refers to the change in a subject's behavior or behavior
potential to a given situation brought about by the subject's repeated
experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be
explained on the basis of the subject's native response tendencies, maturation, or
temporary states (such as fatigue, drunkenness, drives, and so on). (Bower dan
Hilgard, 1981: hal. 11).
B. CIRI-CIRI BELAJAR
Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajar
tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh
kemampuan individu. Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan
perhatiannya pada tiga hal.
Pertama,  belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri
individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja
tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan
(psikomotor).
Kedua,  perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan
perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan
lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan
mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada
lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat
diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati
menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak kendaraan.
Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya yang menyilaukan
atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan bukan merupakan
hasil belajar. Di samping itu, perubahan perilaku karena faktor kematangan
tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara sampai cukup
umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat tergantung pada
rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan kemampuan berjalan.
Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-
obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai
perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah
melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil
belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar
akan bersifat cukup permanen.
C. JENIS-JENIS BELAJAR
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (1985)
mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning) Belajar melalui isyarat adalah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya
berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai
tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor di
perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning) Belajar stimulus-
respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Misalnya,
menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada
komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di
belakang, dan sebagainya
3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning) Belajar rangkaian terjadi melalui
perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari
sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti
konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan sebagainya
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning) Belajar asosiasi
verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat
menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan
itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti
bulan kesiangan.
5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning) Belajar diskriminasi terjadi
bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang
luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu.
Misalnya, membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya, suku
bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat
kemajuannya.
6. Belajar Konsep (Concept Learning) Belajar konsep terjadi bila individu
menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam
suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan
dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-negara yang maju termasuk
developed-countries; aturan-aturan yang mengatur hubungan antar-negara
termasuk hukum internasional.
7. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning) Belajar aturan/hukum terjadi
bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat
data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau
menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya,
ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat
dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi,
harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning) Belajar pemecahan
masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip
untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga bahan bakar
minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses
pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.

BAB II
HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN II
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran;
2. Menjelaskan pola dasar pembelajaran;
3. Menjelaskan berbagai paradigma baru dalam pembelajaran.
Uraian Materi:

A. KONSEP PEMBELAJARAN
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi,
memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta
didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk
menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan
pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar
tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar
terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi
sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat.
Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah,
sebagian besar terjadi di kelas dan lingkungan sekolah. Sebagian kecil
pembelajaran terjadi juga di lingkungan masyarakat, misalnya, pada saat kegiatan
ko-kurikuler (kegiatan di luar kelas dalam rangka tugas suatu mata pelajaran), ekstra-
kurikuler (kegiatan di luar mata pelajaran, di luar kelas), dan ekstramural (kegiatan
dalam rangka proyek belajar atau kegiatan di luar kurikulum yang diselenggarakan
di luar kampus sekolah, seperti kegiatan perkemahan sekolah). Dengan demikian
maka proses belajar bisa terjadi di kelas, dalam lingkungan sekolah, dan dalam
kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi sosial-kultural melalui
media massa dan jaringan. Dalam konteks pendidikan nonformal, justru
sebaliknya proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat,
termasuk dunia kerja, media massa dan jaringan internet. Hanya sebagian kecil
saja pembelajaran terjadi di kelas dan lingkungan pendidikan nonformal seperti pusat
kursus. Yang lebih luas adalah belajar dan pembelajaran dalam konteks
pendidikan terbuka dan jarak jauh, yang karena karakteristik peserta didiknya
dan paradigma pembelajarannya, proses belajar dan pembelajaran bisa terjadi di
mana saja, dan kapan saja tidak dibatasi oleh jarak, ruang, dan waktu. Secara
diagramatis, kompleksitas dari praksis belajar dan pembelajaran dapat digambarkan
sebagai berikut.
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan
kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita menggunakan istilah “proses belajar-
mengajar” dan “pengajaran“. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata
“instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Instruction is a set of events that affect learners in such a way that
learning is facilitated. (Gagne, Briggs, dan Wager, 1992, hal. 3).
Kita lebih memilih istilah pembelajaran karena istilah pembelajaran mengacu
pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa.
Kalau kita menggunakan kata “pengajaran“, kita membatasi diri hanya pada
konteks tatap muka guru-siswa di dalam kelas. Sedangkan dalam istilah
pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. Siswa
dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televisi, atau
media lainnya. Tentu saja, guru tetap memainkan peranan penting dalam
merancang setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pengajaran merupakan
salah satu bentuk kegiatan pembelajaran.
Kini, kita sudah memiliki konsep dasar pembelajaran seperti hal itu dirumuskan
dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.” Dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep,
yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Marilah kita kaji dengan cermat satu per satu. Dalam kamus Ilmiah Populer (Tim
Prima Pena, 2006:209), kata interaksi mengandung arti pengaruh timbal balik;
saling mempengaruhi satu sama lain. Peserta didik, menurut Pasal 1 butir 4
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sementara itu dalam Pasal 1
butir 6 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sumber
belajar atau learning resources, secara umum diartikan sebagai segala sesuatu
yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan
pembelajaran. Jika dikelompokkan sumber belajar dapat berupa sumber belajar
tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan, dan lingkungan (alam, sosial, budaya,
spiritual). Lingkungan belajar atau learning environment adalah lingkungan yang
menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat
kursus, warnet, keluarga, masyarakat, dan alam semesta.
Dari pengertian di atas, kita mengetahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah
inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Ini menunjukkan bahwa
unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang melakukan proses belajar,
dalam hal ini pendidik secara perorangan atau secara kolektif dalam suatu
sistem, merupakan ciri utama dari konsep pembelajaran. Perlu diingat bahwa tidak
semua proses belajar terjadi dengan sengaja. Di samping itu, ciri lain dari
pembelajaran adalah adanya interaksi yang sengaja diprogramkan. Interaksi
tersebut terjadi antara peserta didik yang belajar dengan lingkungan belajarnya,
baik dengan pendidik, siswa lainnya, media, dan atau sumber belajar lainnya. Ciri
lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen yang saling berkaitan
satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau
kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran
tertentu. Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan
teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain
membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Proses pembelajaran dalam arti yang
luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,
membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
pencerdasan kehidupan bangsa.
B. PARADIGMA DASAR PEMBELAJARAN
Memperhatikan Pola Dasar Pembelajaran dari masing-masing aliran psikologi
belajar tersebut, marilah kita kaji bersama paradigma pembelajaran yang bersumber
dari keenam teori psikologi belajar tersebut. Berturut-turut akan kita bahas paradigma
pembelajaran Model Pengkondisian Operant dari B.F. Skinner, Model Kondisi
Belajar dari Robert Gagne, Model Pemrosesan Informasi, Model Perkembangan
Kognitif dari Jean Piaget, Model Belajar Sosial dari Albert Bandura, dan Model
Atribusi dari Bernard Weiner.
BAB III
TEORI BELAJAR KOGNITIF

Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan mengenai teori belajar kognitif
2. Menjelaskan prinsip dasar teori blajar kognitif
3. Menjelaskan teori belajar kognitif menurut para ahli
4. Menjelaskan teori belajar kognitif dalam pembelajaran
Uraian Materi:

A.PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI BELAJAR KOGNITIF


Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada pembelajarannya.
Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti belajar behaviatoristik yang
mempelajarai proses belajar dengan hubungan stimulus dan respon, model beljar
kognitif merupakan suatu benntuk teori belajar yang sering di sebut sebgai model
prseptual. Model beljar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang di
tenukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan peresepsi dan pemahaman yang
yang tidak selalu dapat terlihat sebgai tingkah laku yang nampak.Teori kognitif Juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan
konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi pelajran
menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secra
terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengelohan
informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.Belajar merupakan aktivitas
yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan
stimulus yang di teriimah dan menyesuaikan dengan strukttur kognitif yang sudah
di miliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemikiran dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
B.PRINSIP-PRINSIP TEORI BELAJAR KOGNITIF
Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengann memfokuskan pada perubahan-
perubahan proses mental dan struktur yang terjadi sebagai hasil upaya untuk
memehami dunia. Teori belajara kognitif di gunakan untuk menjelaskan tugas-tugas
yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan kompleks seperti
pemecahan masalah yang tidak jelas.
Teori belajar kognitif di dasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu:
 •Pembelajaran aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman
 •Pemahaman bahwapelajar mengembangkan tergantunganpada apa yang telah
mereka ketahui
 •Belajar membangun pemahaman dari catatan
 •Belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang
Adapun prinsip umum terori belajar kognitif, antara lain:
1. Lebih mementingkann proses belajar dari pada hasil.
2. Di sebut model perseptual.
3. Tingkah laku seseorang di tentukan oleh persepsi seta pemahaman tentang
situasi yang berhubungan dengan tingkah tujuan pembelajaran.
4. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat di lihat sebagai tingkah laku yang tampak.
5. Memisah-misahkan attau membagi-bagi situasi dan materi pembelajarran
mmenjadi komponen-keomponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara
terpisah-pisah, akan kehilanangan makna.
6. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
7. Belajar merupaakan aktinvitas berfikir sangat kompleks
8. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan
(J. Piaget). Advance Organizer (Ausubel), pemahaman konsep (Bruner),
Hiererki Belajar (Gagne), Webteaching (Norman).
9. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat di pentingkan.
10. Materi pembelajaran di susun dengan pola dari sederhana ke kompleks.
11. Perbedaan individu siswa perlu di perhatiakn karena sangat mempengaruhi
keberhasilan siswa belajar.
C.TEORI BELAJAR KOGNITIF MENURUT PARA AHLI
1..Teori kognitif menurut Jean Piaget, teorinya disebut“Cognitive Developmental”.
Teori jean piaget di kenal dengan teori adaptasi kognitif,Teori nya berbunyi sama hal
nya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk
dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia,manusia
berhadapan dengan tantangan,pengalaman,gejala baru,dan persoalan yang harus di
tanggapinya secara kognitif,untuk itu manusia harus mengembangkan skema
pikiran lebih umum atau rinci atau perlu perubahan menjawab dan
menginterprestasikan pengalaman- pengalaman tersebut. kaitanya dengan
perkembangan kognitif, jean pieget mengemukakan tahap-tahap yang harus di lalui
seoang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal.teori ini
tidak hanya di terima secara luas dalam bidang psikologi tetapi juga sangat besar
pengaruhnya di bidang pendidikan.Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahap:
•Tahap sensory –motor  yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih
sederhana.Ciri-ciri tahap sensorimotor :
1)Didasarkan tindakan praktis. 2)Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
3)Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek. 4)Mengenai periode
sensorimotor: 5)Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak
faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik. 6)Urutan periode
tetap.7)Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
•Tahap pre –operational  yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa
tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstrak.
•Tahap concrete –operational  yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini
dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan
logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
•Tahap formal –operational  yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi
secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan
dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya
penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.
Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi langkah-
langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut Piaget, antara lain:
1)menentukan tujuan pembelajaran
2)memilih materi pembelajaran
3)menentukan topik-topik yang dapat dipelajari oleh peserta didik
4)menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran sesuai topic
5)mengembangkanmetodepembelajaran
6)melakukan penilaian proses dan hasil peserta didik.
2.Teori Kognitif menurut Jerome Bruner (discovery learning)Menurut Jerome
Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk
menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut
pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk
meningkatkan kualitas output
6pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap
jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, bahwa jenjang belajar
bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap
penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau
keahlian yang sedang dipelajari. Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat
bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan
menjadi tiga tahap, yaitu :1.Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru2.Tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.3.Tahap evaluasi,
yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak. Jerome Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme”
yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam
pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran
mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin
bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang
memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi.3.Teori belajar menurut David
paul Ausubel (meaningfull learning).Berikut ini konsep belajar bermakna David
Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
1.Belajar bermakna (meaningful learning) dan2.belajar menghafal (rote
learning).Belajar bermakna adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang,struktur kognitif tersebut
7meliputi fakta-fakta ,konsep-konsep,dan generalisasi yang telah di pelajari dan
diingat siswa.. sedangakan belajar mengahfal adalah siswa berusaha menrima dan
menguasai bahan yang di berikan oleh guru atau yang di baca tanpa Sebagai ahli
psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam
belajar melalui bahasa (meaningfull learning).Kebermaknaan diartikan sebagai
kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau
bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap
sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa
menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri
semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan
banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang
sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam
mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak
ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat
bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan
dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi
kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan
mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa
di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.Belajar dikatakan menjadi
bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi
yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :•Materi yang secara
potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.•Diberikan dalam situasi
belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal
ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila
mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
8melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut
Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan
informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar
pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna
sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar
yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan
belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari
oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar
penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.4.Teori belajar kognitif menurut Kurt lewinMenurut
lewin belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif,lewin juga berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar
kekuatan yang baik yang berasal dari individu seperti tujuan kebutuhan,tekanan
kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan
permasalahan.. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space
mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya; orang-
orang yang dijumpainya, objek material yang dihadapi, serta fungsi kejiwaan yang di
miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam
struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam
kekuatan yaitu struktur medan dan kebutuhan motivasi internal.Ciri –ciri teori kurt
lewin yaitu:1. tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu
tingkah laku itu terjadi.2. analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari
mana bagian-bagian komponennya di pisahkan3.orang yang kongkrit dalam situasi
yang kongkrit dapat di gambarkan secara matematis.
D.Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran
1)Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasanya
2)Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamanya
3)Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4)Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan siswa.
5)Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6)Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Implikasi teori belajar kognitif menurut para ahli:
1.Implikasi teori belajar kognitif jean piaget dalam pembelajaran.
a)Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiriMaksudnya adalah
pengetahuan yang di miliki oleh setiap individu dapat di bentuk dan di kembangkan
oleh individu sendiri melalui interaksi dengan lingkungan yang terus menerus
berubah,sehingga terjadi perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan,
wawasan dan pemahamanya semakin berkembang.
b)Individuallisasi dalam pembelajaran Dalam proses pembelajaran ,perlakuan
terhadap individu harus di dasarkan pada perkembangan kognitif nya dalam
proses pembelajaran juga harus di sesuaikan dengan tingkat perkembangan
individu ,sehingga proses belajar anak akan lebih berhasil karna di sesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif pesertadidik,sehingga memungkinkan
kemampuannya meningkat.Dalam proses pembelajaran harus memperhatikan
tingkat perkembangan peserta didik, karna bahasa dan cara berfikir anak dengan
orang dewasa itu berbeda,oleh karna itu dalam proses pembelajaran guru harus
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2.Implikasi teori belajar menurut Jerome Bruner
Yaitu bruner lebih menekankan bagaimana mengeksplorasi potensi yang dimiliki
individu. Ada beberapa hal yang penting untuk di perhatikan dalam
pembelajaran terkait dengan teori kognitf bruner diantaranya yaitu:
a)Parisipasi aktif individu dan mengenal perbedaanYaitu proses pembelajaran harus
menekankan pada cara individu apa yang telah di alami dan di pelajari,sehingga
individu mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep,teori-teori,dan
prinsip-prinsip melalui contoh yang di jumpai dalam kehidupannya.
pembelajaran terhadap individu tidak harus menunggu individu mencapai
tahap perkembangan tertentu. individu dapat mempelajari sesuatu meskipun
umurnya belum memadai,asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan urutan isi
dan disesuaikan dengan karakteristik kognitifnya.
b)Guru sebgai tutor, fasilitator, motivator, dan evaluator. Guru bukan lagi pusat
pembelajaran ,tetapi guru memiliki peran sebgai berikut:
a.Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk di selidiki oleh para siswa.
b.Menyajikan materi pelajaran, diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah
c.Guru harus memperhatikan tiga cara penyajian pembeljaran yaiti cara
enaktif(melakukan aktifitas),cara ikonik(dengan gambar atau visualisasi),dan cara
simbolik.atau dengan kata lain perkembangan kognitif individu dapat
ditingkatkan dengan cara menata strategi pembelajaran sesuaidengan isi bahan akan
dipelajari dan karakteristik kognitif individu.
d.Guru berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor,sebgai seorang tutor,guru
sebaiknya memberikan umpam balik ,yaitu impan balik sebagai perbaikan
hendaknya di berikan hendaknya di berikan dengan cara sedemikian rupa
,hingga siswa tidak tergantung pada perlotongan guru,akhirnya siswa harus
melakukan sendiri fungsi tutor itu
e.Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip
dasar mengenai suatu bidang studi,dan kemampuan siswa untuk menerapkan
prinsip-prinsip itu pada situasi baru.
Dari uraian diatas dapat di ketahui bahwa guru berperan sebagai
tutor,fasilitator,motivator,dan evaluator, dengan kata lain guru tidak harus
mengendalikan proses pembelajaran.guru hendaknya mengarahkan pelajaran
pada penemuan dan pemecahan masalah.penilaian hasil belajar meliputi
tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
3.Implikasi teori belajar kognitif menurut ausubel
Dari uraian tentang teori Ausubel dapat diambil beberapa catatan penting terkait
dengan pembelajaran,diantaranya adalah:
a.Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
di terima atau yang di pelajari oleh siswa. Oleh karna itu dalam proses
pembelajaran guru harus mampu memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna ini ,guru sangat di tuntut untuk
mampu menggali dan mengeksplorasi segala potensi yang dimiliki oleh siswa dengan
berbagai macam strategi, model, metode, dan pendekatan pembelajaran sehingga
siswa terbantu dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara
berfikir, dan mengespresikan dirinya guna mendapatkan sesuatu yang
bermakna dari proses pembelajaran.
b.Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi instrinsik dari dalam diri
siswa.Menurut Ausubel ,belajar bermakna akan terjadi apabila siswa memiliki minat
dan kesiapan untuk belajar,minat dan kesiapan erat kaitannya dengan
motivasi.motivasi yang terpenting dalam individu yaitu motivasi instrinsik,motivasi
instrinsik sesusngguhnya dapat di bentuk melalui motivasi ekstrinsik (yang datang
dari luar) diri individu,seperti dorongan orang tua,guru,teman,dan
sebgainya.karna dorongan dan kasih sayang mereka merupakan salah satu factor
yang akan menumbuhkan motivasi intrinsic dalam diri siswa terkait dengan
belajar.karna Dengan adanya motivasi instrinsik akan menumbuhkan minat
dalam diri individu untuk mempersiapkan diri untuk belajar
4.Implikasi teori belajar menurut kurt lewin
Kurt lewin mengembangkan teori belajar “cognitive field” yaitu belajar
berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif,yaitu hasil dua
macam kekuatan satu struktur medan kognisi itu sendiri dan lainya merupakan
kebutuhan dan motivasi internal individu.
BAB IV
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK I

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar behavioristik
2. Untuk mengetahui bagaimana teori belajar menurut Thordinke
3. Untuk mengetahui bagaimana teori belajar menurut Watson
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi teori belajar behavioristik dalam
pembelajaran
Uraian Materi:
 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat
terukur,diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan
terhadap rangsangan dapat melewati dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan.Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Pengukur dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikandan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau kebiasaan sendiri.
 Teori belajar menurut Thordike
Menurut Thorndike (Budiningsih, 2005: 21) belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Thorndike dalam teori belajarnya mengungkapkan bahwasanya setiap tingkah laku
makhluk hidup itu merupakan hubungan antara stimulus dan respon, adapun teori
Thorndike ini disebut teori konesionisme. Belajar adalah pembentukan hubungan
stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dengan artian dengan adanya stimulus itu
maka diharapkan timbul respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan
teori trial dan error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan
respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang
berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon
ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.
Dalam teori trial dan error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila
organisme ini dihadapkan dengan keadaan atau situasi yang baru maka secara
otomatis organisme ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat
coba-coba atau bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus
itu pasti ditemui respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu
menimbulkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan
ini akan disimpan dalam benak seseorang atau organisme lainnya karena dirasa
diantara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah tindakan itu, selama yang telah
dilakukan dalam menanggapi stimulus adalah situasi baru. Jadi dalam teori ini
pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau
stimulus baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu
menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus-menerus agar lebih tajam
dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus.
Dalam membuktikan teorinya Thorndike melakukan percobaan terhadap
seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh di kandang, yang mana kandang
tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat
makanan yang berada di luar kandang dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri
apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji yang terdapat dalam kandang
tersebut. Mula-mula kucing tersebut mengitari kandang beberapa kali sampai ia
menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang, kucing ini melakukan respon
atau tindakan dengan cara coba-coba, ia tidak mengetahui jalan keluar dari kandang
tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga
menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada.
Thorndike melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi
yang sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut dalam menemukan jalan
keluar memerlukan waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumlah
yang banyak pula, akan tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang
tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing
tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari
kandang, ia pegang tindakan ini sehingga kucing ini dapat keluar untuk mendapatkan
makanan dan tidak perlu lagi mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak
cocok. Akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa
keluar untuk makan.
 Teori belajar menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Watson mengakui adanya peran pewarisan melalui keturunan atau hereditas,
di samping pengakuanya yang sudah atas adanya refleks-refleks bawaan. Ia
mengemukakan ada tiga pola reaksi emosional yang berifat bawaan. Pola-pola reaksi
ini lebih kompleks dari pada refleks pada umumnya. Tiga pola reaksi emosional itu
pada pokoknya adalah takut, marah dan cinta. Ketiganya merujuk pada pola-pola
gerak bukan pada perasaan-perasaan sadar.
Pembelajaran emosi berwujud pengkondisian ketiga pola respon emocional
ini terhadap stimuli baru. Watson menyatakan bahwa semua perilaku kita cenderung
untuk melibatkan seluruh bagian tubuh. Kita berpikir, kita mungkin mengetuk-
ngetukan kaki ke lantai atau mengerutkan kening kita. Kita mengungkapkan pendapat
dengan menggerakkan tangan atau tersenyum selain dengan kata-kata. Segala hal
yang yang kita pikirkan, rasakan, katakan, atau kerjakan dalam berbagai kadarnya
melibatkan aktivitas segenap tubuh. Ini barangkali yang menjadi doktrin fundamental
behaviorisme.
Watson memandang semua pembelajaran sebagai pengondisian klasik. Kita
terlahir dengan koneksi-koneksi stimulus-respon yang disebut sebagai refleksi. Kita
bisa membangun berbagai koneksi stimulus-respon yang baru melalui proses
pengkondisian. Jika sebuah stimulus baru terjadi berbarengan dengan stimulus bagi
respon refleks, setelah beberapa kali berpasangan seperti itu maka stimulus yang baru
itu sendiri saja akan menghasilkan respon. Proses pengondisian ini, mungkin setiap
respon dalam perbendaharaan refleks bawaan untuk muncul ketika ada stimulus baru
selain yang semula memunculkannya. Hal inilah yang menurut watson merupakan
cara kita belajar merespon situasi-situasi baru.
Bagaimanapun juga, pengkondisian semacam itu hanya bagian dari proses
pembelajaran. Kita bukan hanya harus belajar merespon situasi-situasi baru,
melainkan kita juga harus mempelajari respon-respon itu. Pembentukan rangkaian
semacam ini dimungkinkan karena masing-masing respon menghasilkan sensasi otot
yang menjadi stimuli bagi respon berikutnya. Dengan demikian perilaku baru yang
kompleks diperoleh melalui kombinasi berurutan dari refleks-refleks yang sederhana.
Watson juga mengemukakan bentuk pembelajaran melalui dua prinsip yaitu
frekuensi dan resensi. Prinsip frekuensi menyatakan semakin sering kita melakukan
sesuatu respon terhadap stimulus tertentu, semakin cenderung kita menjadikan respon
tersebut sebagai stimulus lagi. Begitu pula, prinsip resensi menyatakan bahwa
semakin baru atau terkini kita melakukan respon terhadap stimulus tertentu, semakin
cenderung kita melakukannya lagi. Apa yang membuat kita bisa belajar hubungan
stimulus dan respon adalah semata-mata karena keduanya berlangsung beriringan.
Karena itulah Watson disebut sebagai seorang teoritas kontiguitas, yakni bahwa
pembelajaran bisa dihasilkan melalui keberiringan belaka, tanpa penguatan.
Di teori ini Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan
takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci putih. Watson mengadaakan
eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Albert adalah
seorang bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus
putih berbulu halus. Dalam eksperimennya, Watson memulai proses pembiasaannya
dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati
dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi
takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda putih,
termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjenggot putih. Eksperimen Albert
dengan tikus putih kesayangannya bukan saja membuktikan betapa mudahnya
membentuk atau mengendalikan manusia, tetapi juga melahirkan metode pelaziman
klasik (classical conditioning). Diambil dari Sechenov (1829 - 1905) dan Pavlov
(1849- 1936), pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli
yang terkondisi (tikus putih) dengan stimuli tertentu (yang tak terkondisikan
unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu (unconditioned response).
Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan
respons terkondisikan. Dalam eksperimen di atas, tikus yang netral berubah
mendatangkan rasa takut setelah setiap kehadiran tikus, dilakukan pemukulan
batangan baja (unconditioned stimulus).Dari hasil percobaannya dapat ditarik
kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak
percobaan Watson yang mula-mula tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut
kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut
lagi kepada kelinci. Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita
memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori
conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori
ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis. Penganut teori ini mengatakan
bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning.
Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam
kehidupannya.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa
belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam
tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita
tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata
tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang
peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan
dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan
kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecakapan-
kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
 Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, antara lain :
1. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang
belajar.
2. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik
3. Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri
4. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi
dan teratur, maka Peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
5. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta
didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes
6. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test.
BAB V
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK II

Tujuan Pembelajaran:
1. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Clark Hull.
2. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Edwin Guthrie.
3. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Skiner.
4. Dapat mengetahui dan memahami implikasi teori belajar behavoristik dalam
pembelajaran.
Uraian Materi:

 Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark L. Hull (1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat
dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang
berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull,
kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943, 1952), kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri,
dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan denagan kebutuhan biologis ini,
meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya. Teori ini terutama setelah
Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis,
meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam laboratorium. Hull
juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis.
Teori belajar yang dikembangkan oleh Hull sama dengan para ahli fungsionalis
lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan Stimulus-Respon (S-R). Menurut
pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi karena adanya hubungan S-
R. Namun menurut Hull, selain hubungan antara S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh
suatu proses yang terjadi dalam diri organisme, yang tidak dapat diamati. Variabel ini
kemudian dikenal dengan nama variabel intervening (intervening variable). Clark
Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar.
Prinsip-prinsip yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para
behavior, yaitu dasar stimulus dan adanya penguat (reinforcement). Clark Hull
mengemukakan teorinya yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh
motif, tujuan, maksud, aspirasi dan ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang
belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan.
Dalam hal ini, efesiensi belajar tergantung oada besarnya tingkat pengurangan dan
kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar oleh respon-respon yang
dibuat individu tersebut.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Hull adalah adanya motivasi
intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimilus pendorong (drive stimulus
reduction). Penggunaan secara praktis teori belajar Hull untuk kegiatan di dalam
kelas adalah sebagai berikut :
a. Teori belajar didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus reduction.
b. Instruksional objektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
c. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
d. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah menuju kepada yang
kebih kompleks atau sulit.
e. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar. Latihan harus
didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi (kelelahan tidak boleh
mengganggu belajar).
f. Urutan mapel harus diatur sedemikian rupa sehingga mapel yang terdahulu tidak
menghambat, tapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar mapel
berikutnya.
 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin Guthrie menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana
yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus
dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Edwin Guthrie juga mengemukakan, agar
respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah
kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan
mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya,
maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

 Teori Belajar Menurut Skiner


Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Dikatakan bahwa respon yang dinerikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana
itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan
saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon
yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi
atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami
tingkah laku seorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara
stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan
dan berbagai konsukuensi yang mungkin akan timbul akibat dari respon tersebut.
Skinner juga menggemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab, setiap alat yang digunakanperlu penjelasan lagi, demikian dan
seterusnya.
 Implikasi Teori Belajar Behavioristik dalam pembelajaran
Berangkat dari asumsi bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai
akibat interaksi antara stimulus dengan respons, maka pembelajaran kemudian
dipandang sebagai sebuah aktivitas alih pengetahuan (transfer of knowledge) oleh
guru kepada siswa. Dalam perspektif semacam ini, terlihat bahwa peran guru
dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Kedudukan siswa dalam
konteks pembelajaran behaviorisme menjadi “orang yang tidak tahu apa-apa” dan
karena itu perlu diberitahu oleh guru. Dengan demikian perubahan perilaku siswa
mesti bersesuaian dengan apa yang dikehendaki oleh guru. Jika terjadi perubahan
perilaku yang tidak sesuai maka hal tersebut dipandang sebagai error behavior yang
perlu diberikan ganjaran. Pembelajaran dengan demikian dirancang secara seragam
dan berlaku untuk semua konteks, tanpa mempersoalkan perbedaan karakteristik
siswa maupun konteks sosial dimana siswa hidup. Kontrol belajar dalam
pembelajaran behavioristik tidak memberi peluang bagi siswa untuk berekspresi
menurut potensi yang dimilikinya melainkan menurut apa yang ditentukan.
Mengacu pada berbagai argumentasi yang telah dipaparkan, maka secara
ringkas implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
2. Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan
3. Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang
terisolasi dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
5. Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih
ditekankan pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
6. Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan
keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah.
7. Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil
test dan menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian,
evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara
keduanya.
BAB VI
TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik.
2. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik.
3. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Teori Belajar humanistik.
4. Untuk mengetahui Implikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran.
Uraian Materi:

A. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik


Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk
yang paling ideal.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa
belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan
terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau
merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia
dan mencapai tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu tokoh teori pembelajaran
humanistik bernama Carl Ransom Rogers menyatakan bahwa:
a. Menurutnya, setiap individu adalah positif.
b. Tokoh ini memiliki anggapan dasar, yaitu adanya kesamaan formatif dan kesamaan
aktualisasi
c. Menurutnya, diri (self) terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi. Diri (self) terdiri
atas dua subsistem. Yaitu konsep diri dan diri ideal.
d. Adapun kebutuhan individu menurutnya mencakup empat hal. Empat hal yang
dimaksud di antaranya, adanya suatu bentuk pemeliharaan, adanya kebutuhan buat
peningkatan potensi diri, adanya kebutuhan akan penghargaan diri sendiri nan positif
(positive self-regard).
Sementara menurut Gage dan Berliner, terdapat beberapa prinsip dasar dari
pendekatan teori pembelajaran humanistik yang bisa digunakan buat
mengembangkan pendidikan, di antaranya.
a. Peserta didik akan belajar dengan baik terhadap apa yang mereka inginkan dan
butuh buat diketahuinya. Ketika peserta didik telah mampu mengembangkan
kemampuan dalam menganalisa apa dan mengapa tentang sesuatu yang krusial buat
mereka, maka mereka akan belajar dengan lebih mudah dan lebih cepat
b. Peserta didik maupun guru bisa mengetahui bagaimana cara belajar yang baik.
Alasannya yaitu cara belajar lebih krusial daripada membutuhkan banyak
pengetahuan.
c. Evaluasi diri merupakan satu-satunya penilaian yang berarti buat tugas para peserta
didik. Adapun penekanan akan hal ini yaitu pada perkembangan internal dan regulasi
diri.
d. Para guru yang berorientasi humanistik akan membuat sumbangan yang berarti
buat dasar pengetahuan peserta didiknya.
e. Para peserta didik akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang nyaman
dan menyenangkan.
Beberapa psikolog humanistik yang mengamati penerapan teori pembelajaran
humanistik berpendapat bahwa sebenarnya manusia memiliki suatu keinginan.
Adapun keinginan tersebut, misalnya keinginan buat lebih baik maupun keinginan
buat belajar. Oleh sebab itu, global pendidikan seperti sekolah, harus hati-hati agar
tak memiliki kesan memaksakan peserta didik mempelajari sesuatu hal sebelum
mereka merasa siap belajar hal tersebut. Sementara peran guru dalam hal ini yaitu
sebagai fasilitator yang akan membantu para peserta didik buat memenuhi
kebutuhannya.
Teori pembelajaran humanistik dalam global pendidikan menekankan pada
perkembangan yang positif. Artinya lebih mengutamakan potensi manusia agar bisa
mencari, menemukan, kemudian mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam hal
ini, meliputi kemampuan interpersonal sosial serta metode dalam pengembangan diri.
Keduanya memiliki tujuan buat memperkaya diri dan menikmati hidup. Teori ini
berupaya buat memahami konduite belajar, baik dari segi cara pandang pelaku,
ataupun pengamatnya.
Teori pembelajaran humanistik bisa diterapkan pada materi dengan sifat buat
membentuk suatu kepribadian. Selain itu, akan terbentuk suatu perubahan dalam
sikap dan analisis terhadap kenyataan sosial maupun hati nurani. Adapun
keberhasilan penerapan teori ini yaitu siswa senang, memiliki semangat, memiliki
inisiatif dalam belajar, mengalami perubahan pola pikir, serta meningkatnya
kepercayaan diri. Adapun ciri guru dalam teori pembelajaran humanistik yaitu
memiliki rasa humor, adil, menarik, mampu berinteraksi dengan peserta didiknya
secara mudah dan wajar, menguasai kelas, serta mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan. Sedangkan kriteria guru yang tak efektif menurut teori ini yaitu guru yang
memiliki rasa humor rendah, tak sabar, melukai perasaan peserta didik dengan
komentar menyakitkan, tindakannya otoriter, serta kurang respons dengan perubahan
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar humanistik
1. Abraham Harold Maslow
Abraham Harold Maslow lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York .
Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari imigran Yahudi
Rusia. Relatif tidak berpendidikan sendiri mereka melihat belajar sebagai kunci untuk
anak-anak mereka berhasil di tanah air baru mereka. Dengan demikian semua anak-
anak mereka didorong untuk belajar; Abraham anak tertua didorong sangat keras
karena ia diakui sebagai seorang intelektual di usia muda. Maslow sendiri merasa
bahwa masa kecilnya relatif bahagia, sendirian di lingkungan aneh dia berlindung
dalam mempelajari dan buku-bukunya. Maslow menghabiskan masa kecilnya di
Brooklyn.
Di sekolah Maslow adalah murid ilmiah, dan berhasil mendapatkan tempat di
City College of New York . Maslow awalnya belajar hukum untuk memenuhi
keinginan orang tuanya, tapi ia menghadiri kuliah di Universitas Wisconsin. Di
Wisconsin ia berubah tunduk ke psikologi, menerima gelar BA pada tahun 1930,
gelar MA pada tahun 1931 dan Ph.D pada tahun 1934. Di Wisconsin ia dibimbing
oleh Harry Harlow, seorang psikolog terkenal untuk karyanya pada monyet rhesus
dan perilaku. Maslow mengembangkan melihat perilaku dominasi primata dan
seksualitas.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik
(Wirawan, 2002:174-178). Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.Teorinya yang sangat terkenal
sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki
Kebutuhan (Wirawan, 2002:174-178). Kehidupan keluarganya dan pengalaman
hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang
dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog
sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia
memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat
untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan
aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap
situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow
mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari
seseorang dengan masalah kesehatan mental (Maslow, 1986:260). Hal ini
menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami “puncak pengalamannya”
saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya (Maslow, 1986:280).
Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat
memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang
mengaktualisasi dirinya (Maslow, 1986:299).
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga
ia dapat menerima diri sendiri (self).
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik.
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya
sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori
tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat
dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki
kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis/ dasar
b. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
c. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
d. Kebutuhan untuk dihargai
e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal, yaitu suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan kekuatan untuk melawan
atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-
masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha
atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga
ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh
hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh
guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
Kontribusi utama Maslow dengan psikologi adalah tangga / piramida
kebutuhan dasar, bukti menunjukkan bahwa ia awalnya datang dengan ide di tahun
1940-an. Menampilkan piramida yang beberapa kebutuhan yang lebih kuat daripada
yang lain, mulai dari yang paling mendesak untuk yang paling canggih. Kelima
kategori yang fisiologis (jenis kelamin, tidur, air, dll makanan), keamanan (keamanan
tubuh, kesehatan, dll kerja), milik / cinta (persahabatan, keluarga dan keintiman
seksual), harga diri (rasa percaya diri, menghormati orang lain dan oleh orang lain ),
dan aktualisasi diri (moralitas, kreativitas dll).
Teorinya adalah bahwa meskipun tidak memenuhi syarat dari segmen bawah
tangga / piramid akan mencegah seseorang naik ke tingkat berikutnya. Mereka yang
mencapai puncak piramida adalah orang-actualising diri. Hirarki Kebutuhan Maslow
menjadi gagasan diterima di bidang psikologi dan antropologi, serta menyeberang ke
bidang kemanusiaan lainnya.
Maslow adalah tokoh terkemuka dari psikologi humanistik sekolah, yang
menjadi kekuatan ketiga di belakang teori Freud dan behaviorisme. Salah satu
pekerjaan utama, hirarki kebutuhan, telah memastikan bahwa generasi mahasiswa
psikologi dan kemanusiaan telah menemukan kebutuhan dasar setiap manusia.
Maslow tidak melakukan revisi teori dan ini berarti bahwa karya-karya besar lainnya
Motivation and Personality ‘(1954) dan Menuju Psikologi Menjadi’ (1962) telah
diabaikan untuk sebagian besar. Maslow juga mengkritik psikologi mainstream untuk
overusing patologi dan tidak melihat individu, diri otentik. Dalam tahun kemudian
tahun 1960-an, Maslow masuk ke semi pensiun dan menghabiskan lebih banyak
waktu di rumahnya di California. kesehatan III meskipun blighted semi-Nya-pensiun
dan pada usia 62, Maslow meninggal pada 8 Juni 1970 dari serangan-jantung.
2. Aldous Huxley (1894-1963)
Aldous Huxley lahir 26 Juli 1894 dari pasangan Leonard Huxley, pakar
zoologis dan botanis terkenal, dan Julia Arnold, seorang penyair, Huxley kecil
tumbuh di lingkungan yang kaya akan intelektualitas dan kreativitas. Hingga dewasa,
pemikiran petualang religi yang brilian sekaligus mengundang banyak pro-kontra ini
membuat sosok Aldous Huxley dianggap sebagian besar kalangan sebagai anggota
keluarga Huxley yang paling berhasil. Memulai pendidikannya di laboratorium sang
ayah dan sekolah dasar Hillside, perjalanan Huxley kecil ternyata tidak semudah yang
banyak dikira orang.
Semasa menjalani pendidikan di sekolah tinggi Eton College, Huxley
menderita kelainan penglihatan yang membuatnya mengalami kebutaan pada 1911
serta membuatnya terlepas dari wajib militer untuk Perang Dunia I. Beberapa tahun
kemudian, penyakit tersebut berangsur-angsur pulih, meski tidak kembali normal, dan
Huxley mulai belajar sastra serya bekerja sebagai editor untuk majalah Oxford
Poetry. Sebelum sukses sebagai penulis, Huxley sempat mengajar di Eton College,
bekas sekolahnya dulu. Mungkin tersebab pandangan hidupnya yang cenderung
humanis, satiris dan pasifis, Huxley sering dianggap kurang disiplin dan tidak terlalu
cakap dalam mengajar. Tapi, tentunya, tidak menurut sebagian besar mahasiswanya.
Beberapa murid yang bakal menjadi setenar gurunya di kemudian hari, seperti Eric
Blair dan Stephen Runciman, justru mengaku sangat terkesan dengan gaya mengajar
dan kata-kata sastrawan penerima banyak penghargaan atas berbagai karya dan
kontribusinya ini.
Huxley sendiri sudah mulai menulis berbagai karya dan esai sejak berusia 17
tahun dan mulai serius menerbitkan karya pada usia 20 tahun. Karya pertamanya,
sebuah satir sosial berjudul Crome Yellow, terbit pada 1921. Babak berikutnya
kehidupan sastrawan kelahiran 1894 ini diisi dengan bekerja pada sebuah
laboratorium kimia di Billingham, tempat dan pengalaman kerja yang sekaligus
menjadi sumber inspirasi salah satu karya kanon Huxley yang paling terkenal, Brave
New World (terbit 1932).
Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan
disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam
mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses
pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan semua
pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan perencana
pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang
juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud pelajaran
senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat diluar
materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang.
Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai
tingkat tinggi. Betapapun, agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam
kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan
hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah yang bijaksana.
Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh arti.
Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki banyak strategi untuk lebih
tenang dalam menapaki hidup karena memiliki kemampuan untuk menghargai setiap
pengalaman hidupnya dengan lebih menarik. Akhirnya apabila setiap manusia
memiliki kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang berarti bagi kebudayaan dan
moral kemanusiaan.
3. Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu
kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari
peristiwa tersebut,
b. Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara
aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan
suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori
atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan
deduktif.
4. Carl Sam Rogers
Carl Sam Rogers mengemukakan Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan,
(2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard) dan (4) Penghargaan
diri yang positif (positive self-regard).
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman
dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
5. Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah
mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah
salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan
tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan orang
lain. untuk mengerti orang lain, yang terpentng adalah melihat dunia sebagai yang dia
lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau
dunianya
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai
relevansi dengan maksud tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu
kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh
cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang
mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk
mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa
prinsip belajar yang penting yaitu:
1. Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu
alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru
2. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan peserta didik
3. Belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar
4. Belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan
orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri,
5. Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan
6. Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan
dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting.
D. Implikasi Teori Belajar Humanistic Dalam Pembelajaran.
Psikologi humanistik Carl Rogers memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi
para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai
kualitas fasilitator, yaitu:
 Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
 Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
 Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
 Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai
tujuan mereka.
 Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
 Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok
 Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
 Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
 Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
 Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri
Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik
dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Seorang pendidik hendaknya mampu
membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar mandiri. Ia juga hendaknya
mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri.
Implikasi teori belajar humanistik Rogers terhadap metode pembelajaran sains
dimana dalam pembelajaran sains lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam proses
pembelajaran sains yang lebih menekankan pada pembawaan metodenya. Seperti
metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode
demonstrasi. Sehingga posisi guru menjadi fasilitator, motivator, dan stimulator.
Guru hanya memfasilitasi pembelajaran peserta didiknya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Wartawarga (2009) mengemukakan Kelemahan atau kekurangan pandangan
Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri
dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers
berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat
dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di
dalamnya. Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons
secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang
tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak
tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku
manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan,
bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik
yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis. Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas si fasilitator.
BAB VII
TEORI BELAJAR GESTALT

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk menjelaskan Pengartian Belajar Menurut Psikologi Gestalt
2. Untuk mengetahui Tokoh-Tokoh Belajar Psikologi Gestalt
3. Untuk memahami Prinsip-Prinsip Teori Belajar Gestalt
4. Untuk memahami Implikasi Teori Belajar Gestalt Dalam Pembelajaran
Uraian Materi:

A. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt


Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari
suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi
Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling
dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan
filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat
secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek
merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek
tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek
itu.
B. Tokoh-Tokoh Belajar Psikologi Gestalt
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran
psikologi Gestalt. Konsep pentingnya: Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek
statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu
singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.
Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima.
Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental
sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan
eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang
berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di
dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua
gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang
kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang
muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini
merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak
melainkan dimunculkan secara bergantian.
Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam
bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara
lain:
 Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
 Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
 Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Sumbangan Koffka kepada
psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip
Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai
kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan
pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi
Gestalt.
Teori Koffka tentang belajar antara lain :
a. Jejak ingatan (memory traces)
Adalah suatu pengalaman yang membekas di otak Jejak-jejak ingatan ini
diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul
kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan
tadi.
b. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak
dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih
baik dalam ingatan.
c. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler pernah
melakukan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku
bertajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah: seekor simpanse
diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar
terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat
untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak
membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk
mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian
menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk
mencapai pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem,
maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai
masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat
ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah
keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa
organisme–dalam hal ini simpanse–dalam memperoleh pemecahan masalahnya
diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.
4. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin.
Lewin lahir di Jerman. Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi
kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin
kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi
gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah pendekatan yang Galilean, yaitu yang
mementingkan fungsi kejiwaan.
Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat
individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek
psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama
psikologi adalah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis
yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas
bagian-bagian yang memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah
hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan
(goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces)
yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila
terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Salah
suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya
vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam
suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang
jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidak seimbangan.
Berdasarkan kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik
dalam 3 jenis:
 Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict) Konflik ini terjadi
jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
 Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict) Konflik ini terjadi
kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai
negative tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.
 Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict) Konflik ini terjadi
jika ada satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negatif sekaligus.
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Gestalt
a. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia
sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan
fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini
mempengaruhi makna yang dibentuk.
b. Prinsip-prinsip pengorganisasian:
 Principle of Proximity : bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
 Principle of Similarity: individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang
sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk,
warna, ukuran dan kecerahan.
 Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah
terbentuk sebelumnya.
 Principle of Continuity : Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah
melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus
yang didapat tidak lengkap.
 Principle of Closure/ Principle of Good Form : Bahwa orang cenderung akan
mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang
akan cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana
agar mudah diingat.
 Principle of Figure and Ground : Yaitu menganggap bahwa setiap bidang
pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang).
Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih
dari serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang
dianggap sebagai ground.
 Principle of Isomorphism : Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak
dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan struktural antara daerah-
daerah otak yang terktivasi dengan isi alam sadarnya.
D. Implikasi Teori Belajar Gestalt Dalam Pembelajaran
a. Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi
dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi
dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak,
namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi
memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah
murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah
murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul
di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer
yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan mereka
menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan
menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu
metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai
dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.
b. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan
menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher
mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif
dimana proses-proses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi.
Tokoh : Tolman (dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan
simpanse sebagai hewan coba).

BAB VIII
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

Tujuan Pembelajaran :
1. Untuk mengetahui pembelajaran dan prosen pembelajaran menurut teoru
konstuktivistik.
Uraian Materi :

A. Teori Belajar Konstruktivistik


Teori belajar Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari.
Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan
yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yangdiketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi
dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema
yang baru.
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan
terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam
proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek
untuk aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri.
Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Adapun tujuan dari Teori belajar
Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu
konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng
mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu
berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya,
dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya
Teori belajar Konstruktivisme ini lebih menekankan perkembangan konsep
dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat
siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua
tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap
benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan
harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan
pengetahuannya. Unsur-unsur penting dalam Teori belajar Konstruktivisme:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan social yang kondusif
4. Adanya dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Adapun Secara garis besar, prinsip prinsip Teori belajar Konstruktivisme
adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi
berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa
B. Proses Belajar Konstruktivistik
Dalam sebuah pembelajaran, memerlukan waktu dan proses untuk belajar.
Berikut proses Belajar dengan teori konstruktivistik:
1) Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses
belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta
interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa
tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa
dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah
diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5) Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan
proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui
seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa

C. Bagaimana Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivistik


1. Hakikat Pendekatan Konstruktivistik
Harus dipahami bahwa pendekatan konstruktivisme adalah pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Jika ditelisik lebih dalam, maka dapat diakatakan jika konstruktivisme bukanlah
gagasan yang baru apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
pengetahuan yang dimiliki seseorang bersifat dinamis dan terus berkembang.
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun dan terbangun dalam
pikiran siswa sendiri ketika ia berusaha mengorganisasikan pengalaman barunya
berdasarkan pada kerangka kognitif yang sudah ada pada pikirannya. Dengan
demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari pengajar ke
para murid. Analoginya, transfer ilmu sangat berbeda dengan transfer uang.
Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan dalam proses dalam
pembelajaran dimana siswa aktif dalam mencari wawasan, ilmu dan keterampilan.
Berlandaskan hal ini, maka jangan heran jika banyak orang menilai pendekatan
konstruktivisme secara fundamental berbeda dengan pendekatan tradisional dimana
pengajar adalah seseorang yang selalu mengikuti jawabanya. Didalam kelas
kostruktivisme para siswa diberdayakan oleh wawsan, keterampilan dan kesadaran
yang berada pada diri mereka. Mereka berbagi tips, trik, formula, konsep, strategi,
dan penyelesaiannya dengan debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara
kritis tentang cara terbaik untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah
2. Konsep Umum Pendekatan Konstruktivistik
Beberapa konsep umum pada pendekatan konstruktivisme, diataranya:
- Pelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah ada.
- Dalam satu konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
- Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik minat pelajar.
- Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran baru.
- Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.
Dengan berdasarkan kepada landasan konstuktif dari Piaget, Kamii
(1989,1994) telah mendemonstrasikan bagaimana siswa-siswa sekolah dasar dapat
menemukan prosedur sendiri dalam memecahkan soal-soal multidigit dalam bilangan
cacah. Jadi dari penemuan ini berarti bahwa ketika para siswa tidak diajari algoritma
seperti membawa dan meminjam pengetahuan mereka tentang bilangan dan nilai
tempat jauh lebih unggul daripada siswa yang diajari konsep dan materi algoritma
tersebut.
Werrington dan Kamii memperluas kerja ini pada kelas tinggi di level sekolah
dasar dan menjelaskan suatu pendekatan pembelajaran pembagian dengan
menggunakan pecahan tanpa mengajarkan algoritma tentang mengali dan membagi.
Di dalam kelas pengajar tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Terdengar
cukup revolusioner memang, tetapi inilah jalan untuk memberi kesempatan peserta
didik mengembangkan dan membangun konsep dalam pemikiran mereka
3. Tujuan Pendekatan Konstruktivistik
• Membangun Kesadaran Siswa
Dengan landasan teori konstruktivisme sebagai pijakannya, pendekatan ini sangat
cocok untuk membangun kesadaran murid akan pentingnya memahami, bukan
sekedar menghapal semata.
• Menanamkan Konsep Dasar
Jika hanya menghapal, siswa akan gagal untuk merasakan hakikat dari pendidikan itu
sendiri. Dengan pendekatakan ini, maka murid tidak hanya berusaha sebagai
penghafal, melainkan benar-benar menanamkan formula dasar di dalam dirinya
• Memotivasi Peserta Didik
Siswa akan termotivasi untuk menggapai target pembelajaran bahkan melebihinya.
Inilah alasan kenapa pembelajaran konstruktif cocok untuk mencapai standar
pendidikan yang lebih tinggi.
• Membiasakan Belajar Mandiri
Belajar menjadi insan mandiri adalah salah satu upaya agar tetap eksis di zaman yang
sarat dengan persaingan ini. Maka tidak salah jika tipe pendekatan ini yang dipilih
4. Penerapan Pendekatan Konstruktivistik
Seperti yang dikutip dari (Knuth & Cunningham,1996), dikatakan juga bahwa
pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa
prinsip, yaitu:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan.
2. Proses pmembelajaran yang ada dikaitkan dengan apa yang terjadi di dunia
nyata.
3. Kegiatan belajar mengajar selalu punya hubungan dengan pengalaman, dunia
nyata dan hal-hal yang terjadi di lapangan.
4. Berpotensi meningkatkan motivasi anak-anak sebagai peserta didik untuk lebih
memahami hal-hal yang mereka temui di dunia nyata.
5. Proses belajar dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social
peserta didik;
6. Kegiatan belajar mengajar menggunakan barbagai sarana;
7. Pada akhirnya pendekatan ini memacu insting peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan peserta didik.
BAB IX
CIRI-CIRI, TUJUAN DAN UNSUR DINAMIS DALAM BELAJAR

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui ciri-ciri belajar
2. Untuk mengetahui tujuan dalam belajar
3. Untuk mengetahui unsur-unsur dinamis dalam belajar
Uraian Materi:

A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan
perilaku. Pengertian belajar sendiri sangatlah beragam, mengingat persepsi orang
yang berbeda-beda mengenai pengertian belajar dilihat dari sudut pandang tertentu
namun memiliki kesamaan. Berikut paparan dari beberapa ahli tentang pengertian
belajar. Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Burton (1984)
mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology mengartikan belajar
sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.
Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan
bahwa learning is shown by a change in behavior as a result of experience (Cronbach,
1954: 47), yaitu belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan memahami, dan dalam
mengalami itu si peserta didik mempergunakan pancaindranya.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses yang membawa perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya
usaha. Belajar bukanlah suatu tujuan utama, tetapi merupakan suatu sarana untuk
mencapai tujuan. Hasil dari proses belajar sendiri adalah bertambahnya ilmu
pengetahuan, adanya penerapan pengetahuan, muncul kemampuan baru pada paserta
didik atau perubahan tingkah laku berupa pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotor), serta nilai dan sikap (afektif).
B. Ciri-Ciri Belajar
Belajar memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut
bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan
sikap (afektif).
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat
disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Ciri-Ciri Belajar Menurut Surya (1997) dalam Rusman.2015:13-16) Surya
menyampaikan bahwa terdapat 8 ciri-ciri dari belajar.
1. Perubahan yang didasari dan disengaja (intensional) Ciri tersebut menjelaskan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disadari atau disengaja oleh
individu tersebut. Dia juga menyadari hasil dari perubahan tersebut. Individu tersebut
memahami bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan atau keterampilan dari hasil
iya belajar.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinu) Perubahan yang berkesinambungan
memiliki arti bahwa perubahan yang terjadi pada individu merupakan perubahan
lanjutan dari keterampilan, pengetahuan yang telah dia miliki sebelumnya. Misalkan :
Si X sudah memiliki pengetahuan tentang penjumlahan dan pengurangan, kemudian
dia belajar tentang perkalian dan pembagian. Maka dia dapat memanfaatkan
pengetahuan terdahulunya untuk mempelajari pengetahuan barunya.
3. Perubahan yang fungsional Hasil dari perubahan belajar adalah perubahan yang
fungsional, artinya hasil dari perubahan tersebut berguna. Hasil perubahan tersebut
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masa sekarang atau yang akan datang,
Misalkan seorang mahasiswa fakultas pendidikan mempelajari mata kuliah teori
pembelajaran, suatu saat materi tersebut akan bermanfaat untuk keperluannya
menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri
individu, perubahan tersebut harus bersifat positif atau kearah kebaikan. Jika
sebaliknya maka itu bukan belajar. Misal: Seorang guru yang belajar tentang tipe tipe
cara belajar anak. Setelah dia belajar dia paham bahwa setiap anak memiliki cara
belajar yang berbeda, sehingga kini dia selalu menggnakan metode yang disesuaikan
dengan siswa untuk belajar mereka.
5. Perubahan bersifat aktif Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada individu
akibat belajar diperoleh dari kegiatan aktif individu tersebut untuk mendapatkan hasil
dari perubahan tersebut.
6. Perubahan yang bersifat permanen Hasil belajar merupakan hasil yang permanen.
Jadi orang dikatakan belajar jika dia memperoleh perubahan tingkah laku yang
sifatnya permanen (bertahan lama). Misalnya seorang mahasiswa yang belajar
tentang komputer, kemudian dia bisa mengoperasikan komputer. Kemampuan
tersebut selanjutnya bertahan untuk waktu yang lama.
7. Perubahan yang terjadi berarah atau bertujuan Seseorang dikatakan belajar jika ia
sadar, termasuk dikatakan sadar jika ia punya tujuan. Jadi belajaar harus terarah untuk
meraih tujuan. Misalnya seseorang yang belajar bermain bola, ia punya tujuan agar
mahir bermain sepak bola atau punya kehidupan yang sehat.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan Maksudnya adalah bahwa hasil dari belajar
mempengaruhi perubahan secara keseluruhan individu. Tidak hanya pengetahuannya
yang berubah, tetapi juga keterampilan dan sikapnya.
C. Tujuan Dalam Belajar
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa peserta
didik telah melakukan tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh peserta didik.
Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh peserta didik setelah berlangsungnya proses belajar. Dalam usaha
pencapaian tujuan belajar perlu adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih
kondusif. Sistem lingkungan belajar itu sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai
komponen-komponen yang masing-masing akan saling memengaruhi. Komponen-
komponen tersebut misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang
ingin diajarkan, guru dan peserta didik yang memainkan peranan serta dalam
hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar
mengajar yang tersedia.
(Sudirman, 2008:28) mengemukakan tujuan belajar sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan
berfikir sebagai yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat
mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan ialah yang memiliki
kecenderungan lebih besar perkembanganya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini
peran guru sebagai pengajar lebih menonjol.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan.
Keterampilan itu memang dapat di didik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.
3. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih
bijak dan hati-hati dalam pendekatanya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan
mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu
sendiri sebagai contoh.
D. Unsur- unsur Dinamis Dalam Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah
dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dari tidak ada
menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit
menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi,
bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar.
1. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5. Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.

- Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah:
 Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan
mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya.
Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan
tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha
menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi
belajarnya.
 Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan
tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan
aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha
untuk mencapainya.
 Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi
pencapaian tujuan belajar.
 Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat
“menghidupkan kembali” hasrat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang
demikian besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
 Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan.
Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan
memperlemah motivasi saja.
 Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab,
evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong
siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
 Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah
dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas
belajarnya yang benar dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai
dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.

- Bahan Belajar dan Upaya Penyediaannya Faktor-faktor yang harus menjadi


pertimbangan adalah :
• Cukup menarik
• Isinya relefan.
• Mempunyai sekuensi yang tepat.
• Informasi yang dibutuhkan ada.
• Ada soal latihan
• Ada jawaban kunci untuk soal latihan.
• Ada tes yang sesuai.
• Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan.

- Alat Bantu Belajar dan Upaya Penyediaanya


Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar yaitu:
1. Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
2. Faktor keterjangkauannya
3. Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
4. Keefektifan dan keefisienan alat bantu
- Suasana Belajar dan Upaya Pengembangannya
• Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
• Rancanglah aktivitas belajar siswa
• Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
• Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana
beraktivitas.
• Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
• Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada
siswa yang belum tentu bersalah.
• Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode baru
- Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan Dan Peneguhannya
• Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
• Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa
aman.
• Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan. Menerima mereka apa
adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek belajar tidak
merasa tertolak oleh lingkungunya.

BAB X
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui apa saja prinsip belajar dalam proses pembelajaran
2. Untuk mengetahui apa itu pengulangan belajar
3. Untuk mengetahui bagaimana itu umpan balik dan penguatan belajar
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi prinsip-prinsip belajar
Uraian materi:

A. Prinsip-Prinsip Belajar Dalam Proses Pembelajaran


Prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan oleh Rothwal (1961) sebagai berikut:
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau
readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan
dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas
khusus. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam
belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini
ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil
belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan
seseorang dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah
suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu
dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan
melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya
didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua
anak.
3. Prinsip Persepsi
“ Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami
situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu
melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini
mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-
muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu
situasi tertentu.
4. Prinsip Tujuan
“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat
proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a) Tujuan sepatutnya mewadahi kemampuan yang harus dicapai.
b) Dalam menetapkan tujuan sepatutnya mempertimbangkan kebutuhan individu
dan masyarakat
c) Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi
kebutuhannya.
d) Tujuan guru dan murid seyogianya sesuai aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang
ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi
perilaku.
e) Tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang
dicanangkannya dan yang dapat ia capai.
f) Perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi
perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau
prestasinya menurun.
g) Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk para
pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan dapat
diterima para pelajar.
5. Prinsip Perbedaan Individual
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”
Proses pengajaran sepatutnya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas
sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-
tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal
memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan
latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi
pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
6. Prinsip Transfer dan Retensi
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil
belajar dalam situasi baru”.
Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam
situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan
seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang
dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
7. Prinsip Belajar Kognitif
“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.
Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan
masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk
perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental
yang berkaitan dengan proses belajar kognitif.
8. Prinsip Belajar Afektif
“ Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan dirinya
dengan pengalaman baru”.
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal
pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektif
meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan,
minat dan sikap individu.
9. Proses Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan
aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspek mental dan fisik.
10. Prinsip Evaluasi
Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan
selanjutnya.
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji
kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya
dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu
mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang
berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan
hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai
pengalamannya.
B. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang
paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini
belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya
mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan
sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan
berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-
daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi
sempurna.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi
Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari
salah satu hukum belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti
kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei,
Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51). Psikologi Conditioning yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan
pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning
respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang
dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya
siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti
ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat
dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku
atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-
ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak
perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus
penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam
belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk
melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons
yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat
menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori
tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun
prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap
diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar
yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259)
C. Umpan Balik dan Penguatan Belajar
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama
ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori
conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning
yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect -
nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan
yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namum
dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner,
1984: 272).
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam
ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang
baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak
yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik
kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai
buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar
lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar
dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut
escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode
penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan
terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar
melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar
lebih giat dan bersemangat. Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip
pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama
pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga
pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan.
Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang
dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan
semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar
pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan
stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan
Berliner, 1984: 259).

D. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar


1. Perhatian dan motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian yang mengarah pada pencapaian tujuan
belajar. Adanya tuntutan untuk sekaku memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa
harus membangkitkan perhatianya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-
pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk suara, warna, bentuk, gerak,
dan rangsangan lain yang berhubungan dengan panca indra. Dengan demikian siswa
diharapkan bisa melatih indranya untuk mengembangkan atau meningkatkan
minatnya yang dapat mempengaruhi motivasi.
2. Keaktifan
Dalam proses belajar mengajar siswa dituntut untuk selalu aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk memperoleh pembelajaran yang efektif perilaku mencari-cari
informasi itu sangatlah penting dan dibutuhkan. Implikasi prinsip keaktifan siswa
lebih menuntut pada keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
3. Keterlibatan langsung
Implikasi dari prinsip ini dituntut bagi para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan
tugas belajar yang diberikan kepadanya. Dengan keterlibatan secara langsung ini
maka secara otomatis akan membuat mereka memperoleh pengalaman atau
berprngalaman.
4. Pengulangan
Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan
diantaranya, siswa diarahkan misalkan menghafal, mengerjakan soal-soal, dan
sebagainya dengan cara itu maka siswa akan selalu ingat apa yang pernah mereka
dapatkan.
5. Tantangan
Implikasi prinsip tantangan, yaitu tuntutan yang ada pada dirinya bahwa dia harus
memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya.
Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan yaitu
melakukan eksperimen atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
6. Perbedaan individual
Implikasi adanya perbedaan individual yaitu, pada umumnya perbedaan individual
siswa itu dapat berupa perilaku fisik maupun psikis., semua ini dapat dilihat dalam
setiap kegiatan atau perilaku dari siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
BAB XI
MOTIVASI BELAJAR

Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui Pengertian dan pentingnya motivasi
2. Untuk mengetahui Sifat motivasi intrinsik dan ekstrinsik
3. Untuk mengetahui Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi
4. Untuk mengetahui Upaya meningkatkan motivasi belajar
Uraian Materi:

A . Pengertian dan pentingnya motivasi


a .Definisi Motivasi Belajar Secara Umum
Pengertian motivasi belajar secara umum adalah keseluruhan daya penggerak
baik dari dalam diri maupun dari luar siswa yang menjamin kelangsungan dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar itu dapat tercapai.
b .Pengertian Motivasi Belajar Menurut Para Ahli
Berikut akan dibahas mengenai definisi dan pengertian motivasi belajar
menurut pendapat para ahli.
- Menurut Sardiman (1986)
Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subyek belajar itu dapat tercapai.
- Menurut Djamarah (2008)
Menurut Djamarah, motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang disebut
motivasi intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar.
- Menurut Afifudin (2008)
Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak
yang mampu menimbulkan kesemangatan atau kegairahan belajar
c. Pentingnya motivasi
Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, seperti yang sudah
saya bahas dalam tulisan terdahulu, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses
belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan
juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam
menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang
siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44),
kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan
80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan
emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri,
mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood),
berempati serta kemampuan bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya
motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan
melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar;
seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil
dengan maksimal.
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow
(1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai
kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan
berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada
keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan
timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan
karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu
kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut
tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara
waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan
termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow,
1954).

B . Sifat motivasi intrinsik dan ekstrinsik


a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu, yang
disebabkan oleh faktor dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri tanpa
dipengaruhi orang lain karena adanya hasrat untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh,
seseorang termotivasi untuk bekerja agar mendapatkan penghasilan sehingga dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
disebabkan oleh faktor dorongan dari luar diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan
yang menguntungkan dirinya. Contoh, seseorang termotivasi untuk bekerja lebih giat
karena adanya peluang yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan karir
kepada pegawai berprestasi.
C. Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah:
- Cita-cita atau aspirasi siswa. Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak
kecil. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat,
bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan. Dari segi emansipasi
kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat
belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan
dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-
cita.
- Kemampuan siswa. Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan
atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
- Kondisi siswa. Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat
mempengaruhi motivasi belajar.
- Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan
tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi
lingkungan tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan
motivasi belajar mudah diperkuat.
- Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran. Siswa memiliki perasaan,
perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman
hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar.
- Upaya guru dalam membelajarkan siswa. Guru adalah seorang pendidik profesional.
Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Sebagai pendidik, guru
dapat memilil dan memilah yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang
baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan dan memotivasi siswa.

D. Upaya meningkatkan motivasi belajar


Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi
dalam belajar. Oleh karena itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan
motivasi belajar siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa petunjuk untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa.
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham kearah mana ia ingin dibawa.
Pemahaman siswa terhadap tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa
untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi nbelajar
siswa (Sanjaya, 2009:29). Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai
hendaknya guru menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai.
b. Membangkitkan minat siswa
Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk
belajar. Oleh karena itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu
teknik dalam mengembangkan motivasi belajar (Sanjaya, 2009:29). Salah satu cara
yang logis untuk momotivasi siswa dalam pembelajaran adalah mengaitkan
pengalaman belajar dengan minat siswa (Djiwandono, 2006:365). Pengaitan
pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, dan karena itu tunjukkanlah
bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Demikian
pula tujuan pembelajaran yang penting adalah membangkitkan hasrat ingin tahu
siswa mengenai pelajaran yang akan datang, dan karena itu pembelajaran akan
mampu meningkatkan motivasi instrinsik siswa untuk mempelajari materi
pembelajaran yang disajikan oleh guru (Anni, dkk., 2006:186).
c. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar
Siswa hanya mungkin dapat belajar baik manakala ada dalam suasana yang
menyenangkan, merasa aman, bebas dari takut. Usahakan agar kelas selamanya
dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-kali
dapat melakukan hal-hal yang lucu.
d. Mengguanakan variasi metode penyajian yang menarik
Guru harus mampu menyajikan informasi dengan menarik, dan asing bagi
siswa-siswa. Sesuatu informasi yang disampaikan dengan teknik yang baru, dengan
kemasan yang bagus didukung oleh alat-alat berupa sarana atau media yang belum
pernah dikenal oleh siswa sebelumnya sehingga menarik perhatian bagi mereka untuk
belajar (Yamin, 2009:174). Dengan pembelajaran yang menarik, maka akan
membangitkan rasa uingin tahu siswa di dalam kegiatan pembelajaran yang
selanjutnya siswa akan termotivasi dalam pembelajaran.
Motivasi instrinsik untuk belajar sesuatu dapat ditingkatkan melalui
penggunaan materi pembelajaran yang menharik, dan juga penggunaan variasi
metode pembelajaran. Misalnya, untuk membAngkitkan minat belajar siswa dapat
dilakukan dengan cara pemutaran film, mengundang pembicara tamu, demonstrasi,
komputer, simulasi, permaianan peran, belajar melalui radio, karya wiasata, dan
lainnya (Anni, dkk., 2006:186-187 : Hamalik, 2009:168).
e. Berilah pujian yang wajar setiap keberhasilan siswa
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Dalam pembelajaran,
pujian dapat dimanfaatkan sebagai alat motivasi. Karena anak didik juga manusia,
maka dia juga senang dipuji. Karena pujian menimbulkan rasa puas dan senang
(Sanjaya, 2009:30 ; Hamalik, 2009:167). Namun begitu, pujian harus sesuai dengan
hasil kerja siswa. Jangan memuji secara berlebihan karena akan terkesan dibuat-buat.
Pujian yang baik adalah pujian yang keluar dari hati seoarang guru secara wajar
dengan maksud untuk memberikan penghargaan kepada siswa atas jerih payahnya
dalam belajar (Djamarah dan Zain, 2006:152).
f. Berikan penilaian
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu
mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang
kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar
siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara
objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing (Sanjaya, 2009:31).
Penilaian secara terus menerus akan mendorong siswa belajar, oleh karena
setiap anak memilki kecenderungan untuk memmperoleh hasil yang baik. Disamping
itu, para siswa selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus dihadapi dan
dipecahkan, sehingga mendorongnya belajar lebih teliti dan seksama (Hamalik,
2009:168).
g. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan mmemberikan
komentar yang positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya
berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “ bagus” atau
“teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang positif dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa (Sanjaya, 2009:21).
Penghargaan sangat efektif untuk memotivasi siswa dalam mengerjakan
tugas-tugas, baik tugas-tugas yang harus dikerjakan segera, maupun tugas-tugas yang
berlangsung terus menerus (Prayitno, 1989:17). Sebaliknya pemberian celaan kurang
menumbuhkan motivasi dalam belajar. Bahkan menimbulkan efek psikologis yang
lebih jelek.
h. Ciptakan persaingan dan kerjasama
Persaingan yang sehat dapat menumbuhkan pengaruh yang baik untuk
keberhasilan proses pemebelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik (Sanjaya,
2009:31). Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan
siswa untuk bersaing baik antar kelompok maupun antar individu.

Namun demikian, persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama


untuk siswa yeng memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu
pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan
persaingan antar kelompok. Selain persaingan antar siswa lebih banyak pengaruh
buruknya daripada baiknya terhadap perkembangan kepribadian siswa. Persaingan
antara diri sendiri dapat dialakukan dengan cara memeri kesempatan kepada siswa
untuk mengenal kemajuan-kemajuan yang telah diucapai sebelumnya dan apa yang
dapat dicapai pada pada waktu berikutnya (Prayitno, 1989:22-230). Misalnya guru
membuat dan memberi tahu grafik kemajuan belajar siswa.
Disamping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar diatas,
adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya
negatif seperti memberikan hukuman, teguran dan kecaman, memberikan tugas yang
sedikit berat dan menantang (Sanjaya, 2009:31). Namun, teknik-teknik semacam itu
hanya bisa digunakan dalam kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan
mmemmbangkitkan motivasi dengan cara-cara negatif lebih banyak merugikan siswa.
Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya
membangkitkakn motivasi dengan cara negatif dihindari.
BAB XII
MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran :
a.Mendeskripsikan pengertian masalah belajar
b.Mendeskripsikan jenis-jenis masalah belajar
c.Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab masalah belajar
d.Mendeskripsikan prosedur atau langkah-langkah penanganan masalah belajar siswa.
Uraian Materi:

Belajar merupakan perubahan ke arah positif yang dialami oleh individu


setelah melalui proses interaksi dengan lingkungan. Purwanto (2002) menyatakan
bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang. Penyediaan sistem lingkungan
yang mendukung proses belajar itu sendiri didefinisikan sebagai
pembelajaran. Paradigma lama menempatkan pembelajaran sebatas proses transfer
informasi dari guru ke siswa. Guru menjadi satu-satunya sumber belajar.
Hal ini menyebabkan siswa tidak dianggap sebagai seorang individu yang
dinamis, tetapi hanya sebagai obyek yang pasif sehingga potensi potensi yang
dimiliki oleh siswa tidak berkembang secara maksimal (Aunurahman, 2009).
Sebaliknya paradigma baru tentang pembelajaran menyatakan pentingnya proses
pembelajaran untuk memberdayakan manusia sehingga dapat menjadi manusia
yang berpikir kreatif, mandiri, dapat membangun dirinya dan masyarakat.
Proses pembelajaran berlangsung dengan melibatkan unsur guru,
siswa, aktivitas guru dan siswa, interaksi antara guru dan siswa, bertujuan kearah
perubahan tingkah laku siswa dan proses maupun hasil telah direncanakan.
Pembelajaran sendiri merupakan sebuah sistem yang dapat diartikan bahwa
pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir dan saling
berhubungan. Komponen di dalamnyaantara lain berupa tujuan
pembelajaran,materi pembelajaran, strategi dan metodepembelajaran, media
pembelajaran,pengorganisasiankelas, evaluasipembelajaran, dan tindak lanjut
pembelajaran.Keberhasilan proses dan tujuan pembelajaran di kelas
bergantung pada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, termasuk guru.
Guru memiliki tugas untuk terus mengembangkan proses pembelajaran dikelas.
Guru perlu melakukan refleksi dan evaluasi terhadap keberlangsungan
pembelajaran. Melalui refleksi dan evaluasi, guru dapat menggali permasalahan-
permasalahan yang terjadi sehingga dapat dengan segera mencari solusinya.
Penting bagi guru untuk terus melakukan refleksi dan evaluasi berkaitan
dengan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi sehingga dapat segera
diperoleh solusi yang tepat. Selain itu, Siregar dan Nara (2010)
mengungkapkan guru perlu melakukan diagnosis masalah belajar secara
sistematis dan terarah dengan cara mengidentifikasi kesulitan dan masalah
belajar. Masalah belajar dapat dilihat dari adanya perilaku menyimpang dan
menurunnya hasil belajar. Setelah itu guru dapat menelaah status siswa dengan
melihat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dan memperkirakan sebab
terjadinya masalahbelajar. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Hackling, Goodrum
&Rennie(2001)menyatakan kualitas pembelajaransains bergantung pada
seberapa besar kemampuan guru untuk menganalisis apa yang telah dikerjakan
oleh siswa, mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan, dan menentukan cara yang
dapat menjadikan siswa lebih baik. Selain itu guru dapat melakukan
kolaborasi dengan guru lain untuk merancang suatu pembelajaran yang baik.
A. Pengertian Masalah Belajar
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada
yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula
yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno
(1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai
adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau
perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan "Belajar ialah sesuatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya".
"Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya" ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).Menurut ( Garrydan Kingsley,
1970 : 15 ) "Belajar adalah proses tingkah laku(dalam arti luas), ditimbulkan atau
diubah melalui praktek dan latihan".Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa
"belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman". Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar
dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
"Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan".
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat
menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.Dalam interaksi belajar
mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama
prosesbelajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis
berkenaan dengan bahan belajar.
B. Jenis-jenis Masalah Belajar
Dalam pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan jenis-jenis
siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai
dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang
sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa
siswa dikatakan lulusatau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap
guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di
dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut,
maka yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang
diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan
kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat dalam
satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan
kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang
menyebabkan si siswa cerdas ini harus menyesuaikan kebutuhan
asupan kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman sekelasnya, sehingga
siswa yang seharusnya sudah berhak diatas teman-teman sebayanya
dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat
IQ yang diatas rata-rata).Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi
diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal.
Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang
dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang
bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang
memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan
untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang
mengalami kondisi seperti ini yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di
bawah rata-rata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran.
Seringkali Guru kehabisan ide untuk menangani siswa yang seperti ini,
bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif
penyelesaian masalah semacam ini.
5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi
siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-
malasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau
lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa.
Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar
anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi
kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan
media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu
sendiri.
6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu
kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari
antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-
ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak
diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru
untuk menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang
seharusnya diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu
disiplin dan berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya
perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu
siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka
waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan
belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru pada
pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntutuntuk mengikuti dan
menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan
si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.
8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama)
dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak
seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak
atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang
serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang
lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat.
Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut
kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman
lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun
dalam memperlakukan orang lain.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar


Faktor-Faktor yang dialami dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap proses belajar:
Faktor-Faktor Internal Belajar
Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika
siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik.
1. Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tenyang sesuatu,
yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu
memberikan sikap menerima, menolak atau mengabaikannya begitu saja. Selama
melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari
pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan
membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap
siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakan belajar. Sikap yang salah
akan membawasiswa merasa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak
akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan sangat
menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan menentukan
proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak peduli terhadap belajar
maka upaya pembelajaran yang dilakukan akan sia-sia. Maka siswa
sebaiknya mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
2. Motivasi Belajar
Tidak diragukan bahwa dorongan belajarmempunyai peranan besar dalam
menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena seorang siswa meski
memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap
ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas
semangat ini harus dipelihara secara terus menerus.Motivasi belajar merupakan
kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi
atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya
mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri
siswa perlu diperkuat terus menerus.Motivasi yang diberikan dapat meliputi
penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa
mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran
bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu.
Selain itu bagaimana seorang guru mampu membuat siswanya merasa
membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan ilmu maka tanpa
disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri. Sehingga semangat siswa untuk
menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan memudahkan proses belajar.

3.Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun
proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan
berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta
selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan oleh guru ketika memulai proses
belajar ialah sebaiknya seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran
namun seorang guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk
melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih
terpecah-pecah dengan berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk melakukan
pemusatan perhatian dengan berbagai strategi.Menurut seorang ilmuan ahli
psikologis,kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami
penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa
menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan
ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan
selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
4.Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi
dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan
belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai
kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan
pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar.
Misalnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang
disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang telah
disampaikan. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa
materi yang diampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya
menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan memusatkan
perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
5.Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan
isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat
berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang
panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali
dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam
jangka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini akan terjadi
jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang telah diberikan oleh
seorang guru.Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi
yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk
mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali
buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan
dalam jangka panjang akan semakin kuat.
6.Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan
pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan
dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalamhal
pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembali pesan dan
pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa
mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut
bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri.
Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan
penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan
maka siswa tidak memiliki apa apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh
maka siswa tidak akan memiliki keterampilan (intelektual, sosial, moral, dan
jasmani) dengan baik.
7.Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu
proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia
lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas
belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah
diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik.
Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan,
pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk
pembangkitan pesan dan pengalaman.
8.Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya
pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi
merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan
sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi
maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.
9.Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan
untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan
lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa
memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.Dengan perolehan
hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau
kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu
rendah . Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada
tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar di bidang keterampilan.
10.Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampuannya
dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru.
Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar
tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk
bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok,
kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh
ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.
D. Penanganan Masalah Belajar
1. Guru melakukan sosialisasi tentang motivasi kepada siswa, motivasi yang
diberikan bisa dalam bentuk ceramah singkat yang diberikan sebelum
memulai proses pembelajaran. Selain itu, guru bersama guru mata
pelajaran secara aktif berdiskusi dalam rangka menciptakan motivasi
sehingga siswa-siswanya tidak mengalami kekurangan motivasi. Guru
Bimbingan Konseling juga memiliki peranan yang cukup besar dalam hal
memotivasi siswa, guru secara berkelanjutan memberikan penyuluhan dan
motivasi kepada siswa baik secara perorangan (individu) maupun secara
kelompok.
2. Perubahan strategi/metode belajar sesuai dengan kondisi real siswa. Saat ini,
metode belajar yang populer di Indonesia yang dikenal dengan
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan).Aktif artinya ketika proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovatif artinya
bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang bisa membuat siswanya
berpikir bahwa learning is fun, sehingga tertanam didalam pikiran
siswanya tidak akan ada lagi perasaan tertekan dengan tenggat waktu
pengumpulan tugas dan rasa bosan tentunya. Kreatif artinya agar guru
menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai
tingkat kemampuan siswa. Efektif artinya bagaimana guru mampu
menciptakan apa yang harus dikuasai oleh siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung tanpa menyia-nyiakan waktu. Dan Menyenangkan
artinya suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah
perhatiannya (“time on task”) tinggi.
3. Penggunaaan media belajar yang inovatif, yang mampu menarik perhatian dan
meotivasi siswa. Penggunaan perangkat tambahan seperti LCD Projector
atau OHP selain merupakan sarana untuk mempermudah penyampaian
guru juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan perhatian belajar
siswa. Sebab ada siswa yang mampu belajar cepat secara audio visual dan
nonaudio visual.
4. Orang tua, dalam hal ini orang tua memiliki peranan yang paling penting
dalam memotivasi anaknya. Sebab sebagian besar waktu yang dihabiskan
anak setelah sekolah yaitu di rumah. Setiap orang tua memiliki cara yang
berebeda-beda dalam hal memotivasi anak-anaknya. Ada orang tua yang
menunjang anaknya dengan sarana pelengkap belajar seperti pengadaan
komputer, buku referensi, maupun peralatan tambahan yang mampu
digunakan untuk mengakses internet. Adapula orang tua yang memberikan
motivasi atau dorongan kepada anak-anaknya melaui wejangan-wejangan,
penggunaann model, dan lain sebagainya.
5. Masyarakat, dalam hal ini peranannya dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif, aman, nyaman dan tenteram. Seminimal mungkin tidak
menciptakan suasana buruk yang bisa mempengaruhi bahkan merubah
mental anak dalam hal ini siswa. Melakukan aksi-aksi yang dapat merubah
tatanan paradigma dalam kehidupan bermasayarakat, sehingga dapat
mengubah cara pandangan anak terhadap cara berperilaku. Lingkungan
masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, bagaimana lingkungan
memciptakan suasana bahwa siswa tidak hanya merasakan suasana belajar di
dalam lingkungan sekolah, tetapi juga merasakannya di dalam
lingkungan sekitar. Contohnya, Jogjakarta dan Malang merupakan kota
dengan tujuan Pelajar dan Mahasiswaterbanyak. Kita bisa melihat
bagaimana masyarakatnya menjaga kondusifitas suasana lingkungannya dan
menjaga seminimal mungkin agar pelajarnya merasa bahwa
lingkungan saya mendukung untuk belajar dan saya harus belajar, karena
tidak ada masyarakat yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap
mereka.
Motivation is an essential condition of learning. Sehubungan dengan hal tersebut
ada tiga fungsi motivasi:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa
yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan
kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu
atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar (siswa)
dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan
memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahuibahwa cara dan jenis menumbuhkan
motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-
kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa tidak kurang sesuai. Hal ini guru
harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar
para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi
justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah.
1.Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak
siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga
siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport
angkanya baik-baik.Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan
motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, banyak siswa bekerja atau belajar
hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang
dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang
menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru
bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang
sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang
ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat
dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang
diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga
keterampilan dan afeksinya.
2.Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklahselalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi
seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan
tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat
menggambar.

3.Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur
persaingan ini banyak dimanfaatkan dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi
juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4.Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup
tinggi. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai
prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan
baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek
belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5.Memberi ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh
karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang
harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa
membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus terbuka,
maksudnya kalau ada ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.
6.Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan
mendorong siswa untuk giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil
belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar,
dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
7.Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan
baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang
positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.Dengan pujian yang tepat
akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempeartinggi gairah belajar
serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
8.Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami
prinsip-prinsip pemberian hukuman.
9.Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan
yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu
memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentuhasilnya akan lebih
baik.
10.Minat
Motivasi sangat erat hubungannyadengan unsur minat. Motivasi
muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau
minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar
kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan
dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
b.Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
c.Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
d.Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar

DAFTAR PUSTAKA

Desy FajarPriyayi, Natalia Rosa Keliat,Susanti Pudji Hastuti. 2018. Masalah Dalam
Pembelajaran Menurut Perspektif Guru Biologi Sekolah Menengah Atas (Sma)
Di Salatiga Dan Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi
(2018), 2 (2), 85-92.

Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta
Yossita wisman,2020 ,teori kognitif menurut para ahli dan
implikasinya dalam pembelajaran,jurnal ilmiah Fkip universitas palangka
raya.

Anda mungkin juga menyukai