Disusun Oleh:
1. Mohamad Jamhari, M.Pd NIP. 19630201 199103 1 003
2. Yulia Windarsih, S.Pd.,M.Pd. NIP. 19920720 202012 2 030Dr.
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas terselesaikannya Buku
Ajar Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran ini.
Buku Ajar mata kuliah Belajar dan Pembelajaran ini disusun dalam rangka
mengembangkan Buku Ajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNTAD,
khususnya di Program Studi Pendidikan Biologi untuk membantu mahasiswa dalam
mengikuti kuliah agar lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan. Dengan
penyediaan buku ajar ini, selama tatap muka mahasiswa telah mempunyai bekal
materi yang akan dibicarakan sehingga dalam kelas mahasiswa lebih aktif dalam
diskusi atau tanya jawab. Setelah mempelajari buku ini diharapkan mahasiswa akan
dapat memecahkan masalah umum yang terkait dengan teori belajar dan
pembelajaran.
Terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan staf dosen Program Studi Pendidikan
Biologi dan Dekan Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan UNTAD atas segala
bantuannya, baik moril maupun dorongan semangat sehingga penyusunan Buku Ajar
ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi berkat
bagi usaha mulia semua pihak demi lebih kondusifnya suasana dan atmosfir
akademik di Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan UNTAD. Walau disadari
bahwa Buku Ajar ini masih jauh dari yang diharapkan karena keterbatasan penyusun,
namun diharapkan Buku Ajar ini ada manfaatnya bagi yang membutuhkan, dan tidak
lupa kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaannya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………...…………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ii
BAB I
HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN I
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan pengertian belajar;
2. Mengidentifikasi ciri-ciri belajar;
3. Menjelaskan jenis-jenis belajar;
Uraian Materi:
Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar seorang ibu yang mengatakan
bahwa anaknya sedang belajar berjalan atau sedang belajar berbicara. Sesekali kita
juga mendengar seorang ibu yang kecewa karena, walaupun anaknya sudah
belajar semalaman tetapi hasil ujiannya kurang memuaskan. Apakah kegiatan
yang dilakukan anak-anak tersebut merupakan kegiatan belajar? Apabila Anda
melihat seorang siswa sedang asyik membaca buku di perpustakaan atau
sekelompok siswa sedang mengerjakan tugas kelompok, atau seorang siswa sedang
memperhatikan penjelasan guru dengan serius, apakah Anda beranggapan bahwa
mereka sedang belajar. Jawaban atas kedua pertanyaan tersebut bisa ya, bisa juga
tidak. Untuk dapat menyatakan bahwa seseorang melakukan belajar atau tidak,
kita perlu memahami tentang apa itu belajar dan apa ciri-cirinya untuk menunjukkan
bahwa orang tersebut belajar.
A. KONSEP BELAJAR
Untuk memahami konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana
para pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan
kedua kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar
merupakan ontologi atau bidang telaah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar
psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam
interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat
perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan
adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang disengaja diciptakan.
Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler (1986:1)
yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh
secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua
melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu
dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal,
keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal.
Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik
dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses
belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian
dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdomadalah ungkapan verbal dalam
bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau puisi
yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan manusia. Sebagai contoh: Iqra bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam
semesta ini dengan nama tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri China sekalipun
(Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana saja); Bend the willow when
it is young (Didiklah anak selagi masih muda); Berakit-rakit ke hulu berenang-renang
ke tepian (Belajar lebih dahulu nanti akan dapat menikmati hasilnya). Dalam
pandangan yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber
seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli filsafat telah mengembangkan
konsep belajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar dan logis tentang
realita kebenaran, kebajikan dan keindahan. Karena itu filsafat merupakan
pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan alam semesta.
Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu
yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles
melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam dunia fisik bukan dalam
pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan
tentang belajar. Bagi penganut filsafat idealisme hakikat realita terdapat dalam
pikiran, sumber pengetahuan adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar
adalah pengembangan ide yang telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut
realisme, realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah
pengalaman sensori, dan belajar merupakan kontak atau interaksi individu
dengan lingkungan fisik.
Pandangan lain tentang belajar, selain dari pandangan para filosof idealisme dan
realisme tersebut di atas, berasal dari pandangan para ahli psikologi, yang antara
lain dirintis oleh Wiliam James, John Dewey, James Cattel, dan Edward Thorndike
tahun 1890-1900 (Bell-Gredler, 1986:20-25). Pada dasarnya para ahli psikologi
melihat belajar sebagai proses psikologis yang disimpulkan dari hasil penelitian
tentang bagaimana anak berpikir (Hall:1883), atau disimpulkan dari bagaimana
binatang belajar (Thorndike: 1898) atau dari hasil pengamatan praktek pendidikan
(Dewey:1899). Sejalan dengan mulai berkembangnya disiplin psikologi pada
awal abad ke-20 berkembang pula berbagai pemikiran tentang belajar yang
digali dari berbagai penelitian empiris. Pada zaman itu mulai berkembang dua
kutub teori belajar, yakni teori behaviorisme dan teori gestalt. Kunci dari teori
behaviorisme yang digali dari penelitian Ivan Pavlov pemenang hadiah Nobel tahun
1904, dan V.M. Bechtereve serta A.B. Watson adalah proses relasi antara
stimulus dan respon (S-R), sedang teori gestalt adalah relasi antara bagian
dengan totalitas pengalaman. Sejak itu maka berkembang berbagai teori belajar
yang bertolak dari ontologi penelitian yang berbeda-beda tetapi semua bertujuan
untuk menjelaskan bagaimana belajar sesungguhnya terjadi.
Beberapa teori belajar secara signifikan banyak mempengaruhi pemikiran tentang
proses pendidikan, termasuk pendidikan jarak jauh. Teori Operant Conditioning atau
Pengkondisian Operant dari B.F. Skinner yang menekankan pada konsep
reinforcement atau penguatan (Bell-Gredler, 1986: 77-91), dan teori Conditions of
Learning dari Robert Gagne yang menekankan pada behavior development atau
perkembangan perilaku sebagai produk dari cumulative effects of learning atau efek
kumulatif (Bell-Gredler, 1986: 117130) mempengaruhi pandangan tentang
bagaimana menata lingkungan belajar. Sementara itu teori Information Processing
yang menekankan pada proses pengolahan informasi dalam berpikir (Bell-
Gredler, 1986: 153-169), dan teori Cognitive Development atau Perkembangan
Kognitif dari Jean Piaget yang menekankan pada konsep ways of knowing atau
jalan untuk tahu (Bell-Gredler, 1986: 193-209) mempengaruhi pandangan
tentang bagaimana mengembangkan proses intelektual peserta didik. Di lain
pihak teori Social Learning atau Belajar Sosial dari Albert Bandura yang
menekankan pada pemerolehan complex skills and abilities atau kemampuan dan
keterampilan kompleks melalui pengamatan modeled behavior atau perilaku
yang diteladani beserta konsekuensinya terhadap perilaku individu (Bell-Gredler,
1986: 235-253) dan teori Attribution atau Atribusi dari Bernard Werner yang
menekankan pada relasi antara ability, effort, task difficulty, and luck dalam
keberhasilan atau kegagalan belajar (Bell-Gredler, 1986: 276-291) mempengaruhi
pandangan tentang bagaimana melibatkan individu dalam konteks sosial.
Sedangkan teori Experiential Learning atau Belajar melalui Pengalaman dari David
A. Kolb, yang menekankan pada konsep transformation of experiencesatau
transformasi pengalaman dalam membangun knowledge atau pengetahuan (Kolb,
1984: 21-38), teori Social Development atau Perkembangan Sosial dari L.
Vygostky yang menekankan pada konsep zone of proximal development atau arena
perkembangan terdekat melalui proses dialogis dan kebersamaan (Cheyne dan Taruli,
2005:1-10), dan Web-based Learning Theory atau Teori Belajar Berbasis Jaringan
yang menekankan pada interaksi individu dengan sumber informasi berbasis jaringan
elektronik (Suparman, Winataputra, Hardhono, dan Sugilar, 2003:1-5)
mempengaruhi pandangan tentang bagaimana memanfaatkan lingkungan belajar
yang bersifat multipleks guna menghasilkan belajar yang lebih bermakna. Semua
konsep belajar yang dibangun dalam masing-masing teori tersebut melukiskan
bagaimana proses psikologis-internal-individual atau psikososial atau
psikokontekstual yang relatif bebas dari konteks pedagogik yang sengaja dibangun
untuk menumbuhkembangkan potensi belajar individu.
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional konsep belajar harus
diletakkan secara substantif-psikologis terkait pada seluruh esensi tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain konsep belajar yang
secara konseptual bersifat content free atau bebas-isi secara operasional-
kontekstual menjadi konsep yang bersifat content-basedatau bermuatan. Oleh
karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus
dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang: beriman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, ber-akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena
pendidikan memiliki misi psiko pedagogic dan sosio pedagogic maka pengembangan
pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai keberagamaan
dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; keberagamaan
dalam konteks berakhlak mulia; ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat;
kebenaran dan kejujuran akademis dalam konteks berilmu melekat; terampil dan
cermat dalam konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif, ketekunan
dan percaya diri dalam konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan
patriotisme dalam konteks warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
seyogianya dilakukan dalam rangka pengembangan kemampuan belajar peserta
didik.
Belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman
pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Secara konseptual Fontana
(1981), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap
dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne
(1985) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan
yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Learning is a
change in human disposition or capability that persists over a period of time and is
not simply ascribable to processes of growth (Gagne, 1985: hal. 2). Pengertian ini
senada dengan pengertian belajar dari Gagne (1985) tersebut dikemukakan oleh
Bower dan Hilgard (1981), yaitu bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku
atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak
disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Persisnya
dikatakan bahwa: Learning refers to the change in a subject's behavior or behavior
potential to a given situation brought about by the subject's repeated
experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be
explained on the basis of the subject's native response tendencies, maturation, or
temporary states (such as fatigue, drunkenness, drives, and so on). (Bower dan
Hilgard, 1981: hal. 11).
B. CIRI-CIRI BELAJAR
Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajar
tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh
kemampuan individu. Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan
perhatiannya pada tiga hal.
Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri
individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja
tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan
(psikomotor).
Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan
perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan
lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan
mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada
lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat
diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati
menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak kendaraan.
Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya yang menyilaukan
atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan bukan merupakan
hasil belajar. Di samping itu, perubahan perilaku karena faktor kematangan
tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara sampai cukup
umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat tergantung pada
rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan kemampuan berjalan.
Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-
obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai
perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah
melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil
belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar
akan bersifat cukup permanen.
C. JENIS-JENIS BELAJAR
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (1985)
mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning) Belajar melalui isyarat adalah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya
berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai
tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor di
perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning) Belajar stimulus-
respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Misalnya,
menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada
komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di
belakang, dan sebagainya
3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning) Belajar rangkaian terjadi melalui
perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari
sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti
konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan sebagainya
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning) Belajar asosiasi
verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat
menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan
itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti
bulan kesiangan.
5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning) Belajar diskriminasi terjadi
bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang
luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu.
Misalnya, membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya, suku
bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat
kemajuannya.
6. Belajar Konsep (Concept Learning) Belajar konsep terjadi bila individu
menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam
suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan
dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-negara yang maju termasuk
developed-countries; aturan-aturan yang mengatur hubungan antar-negara
termasuk hukum internasional.
7. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning) Belajar aturan/hukum terjadi
bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat
data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau
menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya,
ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat
dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi,
harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning) Belajar pemecahan
masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip
untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga bahan bakar
minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses
pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.
BAB II
HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN II
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran;
2. Menjelaskan pola dasar pembelajaran;
3. Menjelaskan berbagai paradigma baru dalam pembelajaran.
Uraian Materi:
A. KONSEP PEMBELAJARAN
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi,
memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta
didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk
menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan
pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar
tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar
terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi
sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat.
Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah,
sebagian besar terjadi di kelas dan lingkungan sekolah. Sebagian kecil
pembelajaran terjadi juga di lingkungan masyarakat, misalnya, pada saat kegiatan
ko-kurikuler (kegiatan di luar kelas dalam rangka tugas suatu mata pelajaran), ekstra-
kurikuler (kegiatan di luar mata pelajaran, di luar kelas), dan ekstramural (kegiatan
dalam rangka proyek belajar atau kegiatan di luar kurikulum yang diselenggarakan
di luar kampus sekolah, seperti kegiatan perkemahan sekolah). Dengan demikian
maka proses belajar bisa terjadi di kelas, dalam lingkungan sekolah, dan dalam
kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi sosial-kultural melalui
media massa dan jaringan. Dalam konteks pendidikan nonformal, justru
sebaliknya proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat,
termasuk dunia kerja, media massa dan jaringan internet. Hanya sebagian kecil
saja pembelajaran terjadi di kelas dan lingkungan pendidikan nonformal seperti pusat
kursus. Yang lebih luas adalah belajar dan pembelajaran dalam konteks
pendidikan terbuka dan jarak jauh, yang karena karakteristik peserta didiknya
dan paradigma pembelajarannya, proses belajar dan pembelajaran bisa terjadi di
mana saja, dan kapan saja tidak dibatasi oleh jarak, ruang, dan waktu. Secara
diagramatis, kompleksitas dari praksis belajar dan pembelajaran dapat digambarkan
sebagai berikut.
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan
kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita menggunakan istilah “proses belajar-
mengajar” dan “pengajaran“. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata
“instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Instruction is a set of events that affect learners in such a way that
learning is facilitated. (Gagne, Briggs, dan Wager, 1992, hal. 3).
Kita lebih memilih istilah pembelajaran karena istilah pembelajaran mengacu
pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa.
Kalau kita menggunakan kata “pengajaran“, kita membatasi diri hanya pada
konteks tatap muka guru-siswa di dalam kelas. Sedangkan dalam istilah
pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. Siswa
dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televisi, atau
media lainnya. Tentu saja, guru tetap memainkan peranan penting dalam
merancang setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pengajaran merupakan
salah satu bentuk kegiatan pembelajaran.
Kini, kita sudah memiliki konsep dasar pembelajaran seperti hal itu dirumuskan
dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.” Dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep,
yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Marilah kita kaji dengan cermat satu per satu. Dalam kamus Ilmiah Populer (Tim
Prima Pena, 2006:209), kata interaksi mengandung arti pengaruh timbal balik;
saling mempengaruhi satu sama lain. Peserta didik, menurut Pasal 1 butir 4
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sementara itu dalam Pasal 1
butir 6 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sumber
belajar atau learning resources, secara umum diartikan sebagai segala sesuatu
yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan
pembelajaran. Jika dikelompokkan sumber belajar dapat berupa sumber belajar
tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan, dan lingkungan (alam, sosial, budaya,
spiritual). Lingkungan belajar atau learning environment adalah lingkungan yang
menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat
kursus, warnet, keluarga, masyarakat, dan alam semesta.
Dari pengertian di atas, kita mengetahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah
inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Ini menunjukkan bahwa
unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang melakukan proses belajar,
dalam hal ini pendidik secara perorangan atau secara kolektif dalam suatu
sistem, merupakan ciri utama dari konsep pembelajaran. Perlu diingat bahwa tidak
semua proses belajar terjadi dengan sengaja. Di samping itu, ciri lain dari
pembelajaran adalah adanya interaksi yang sengaja diprogramkan. Interaksi
tersebut terjadi antara peserta didik yang belajar dengan lingkungan belajarnya,
baik dengan pendidik, siswa lainnya, media, dan atau sumber belajar lainnya. Ciri
lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen yang saling berkaitan
satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau
kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran
tertentu. Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan
teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain
membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Proses pembelajaran dalam arti yang
luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,
membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
pencerdasan kehidupan bangsa.
B. PARADIGMA DASAR PEMBELAJARAN
Memperhatikan Pola Dasar Pembelajaran dari masing-masing aliran psikologi
belajar tersebut, marilah kita kaji bersama paradigma pembelajaran yang bersumber
dari keenam teori psikologi belajar tersebut. Berturut-turut akan kita bahas paradigma
pembelajaran Model Pengkondisian Operant dari B.F. Skinner, Model Kondisi
Belajar dari Robert Gagne, Model Pemrosesan Informasi, Model Perkembangan
Kognitif dari Jean Piaget, Model Belajar Sosial dari Albert Bandura, dan Model
Atribusi dari Bernard Weiner.
BAB III
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan mengenai teori belajar kognitif
2. Menjelaskan prinsip dasar teori blajar kognitif
3. Menjelaskan teori belajar kognitif menurut para ahli
4. Menjelaskan teori belajar kognitif dalam pembelajaran
Uraian Materi:
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar behavioristik
2. Untuk mengetahui bagaimana teori belajar menurut Thordinke
3. Untuk mengetahui bagaimana teori belajar menurut Watson
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi teori belajar behavioristik dalam
pembelajaran
Uraian Materi:
Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat
terukur,diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan
terhadap rangsangan dapat melewati dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan.Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Pengukur dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikandan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau kebiasaan sendiri.
Teori belajar menurut Thordike
Menurut Thorndike (Budiningsih, 2005: 21) belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Thorndike dalam teori belajarnya mengungkapkan bahwasanya setiap tingkah laku
makhluk hidup itu merupakan hubungan antara stimulus dan respon, adapun teori
Thorndike ini disebut teori konesionisme. Belajar adalah pembentukan hubungan
stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dengan artian dengan adanya stimulus itu
maka diharapkan timbul respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan
teori trial dan error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan
respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang
berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon
ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.
Dalam teori trial dan error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila
organisme ini dihadapkan dengan keadaan atau situasi yang baru maka secara
otomatis organisme ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat
coba-coba atau bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus
itu pasti ditemui respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu
menimbulkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan
ini akan disimpan dalam benak seseorang atau organisme lainnya karena dirasa
diantara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah tindakan itu, selama yang telah
dilakukan dalam menanggapi stimulus adalah situasi baru. Jadi dalam teori ini
pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau
stimulus baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu
menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus-menerus agar lebih tajam
dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus.
Dalam membuktikan teorinya Thorndike melakukan percobaan terhadap
seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh di kandang, yang mana kandang
tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat
makanan yang berada di luar kandang dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri
apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji yang terdapat dalam kandang
tersebut. Mula-mula kucing tersebut mengitari kandang beberapa kali sampai ia
menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang, kucing ini melakukan respon
atau tindakan dengan cara coba-coba, ia tidak mengetahui jalan keluar dari kandang
tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga
menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada.
Thorndike melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi
yang sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut dalam menemukan jalan
keluar memerlukan waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumlah
yang banyak pula, akan tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang
tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing
tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari
kandang, ia pegang tindakan ini sehingga kucing ini dapat keluar untuk mendapatkan
makanan dan tidak perlu lagi mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak
cocok. Akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa
keluar untuk makan.
Teori belajar menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Watson mengakui adanya peran pewarisan melalui keturunan atau hereditas,
di samping pengakuanya yang sudah atas adanya refleks-refleks bawaan. Ia
mengemukakan ada tiga pola reaksi emosional yang berifat bawaan. Pola-pola reaksi
ini lebih kompleks dari pada refleks pada umumnya. Tiga pola reaksi emosional itu
pada pokoknya adalah takut, marah dan cinta. Ketiganya merujuk pada pola-pola
gerak bukan pada perasaan-perasaan sadar.
Pembelajaran emosi berwujud pengkondisian ketiga pola respon emocional
ini terhadap stimuli baru. Watson menyatakan bahwa semua perilaku kita cenderung
untuk melibatkan seluruh bagian tubuh. Kita berpikir, kita mungkin mengetuk-
ngetukan kaki ke lantai atau mengerutkan kening kita. Kita mengungkapkan pendapat
dengan menggerakkan tangan atau tersenyum selain dengan kata-kata. Segala hal
yang yang kita pikirkan, rasakan, katakan, atau kerjakan dalam berbagai kadarnya
melibatkan aktivitas segenap tubuh. Ini barangkali yang menjadi doktrin fundamental
behaviorisme.
Watson memandang semua pembelajaran sebagai pengondisian klasik. Kita
terlahir dengan koneksi-koneksi stimulus-respon yang disebut sebagai refleksi. Kita
bisa membangun berbagai koneksi stimulus-respon yang baru melalui proses
pengkondisian. Jika sebuah stimulus baru terjadi berbarengan dengan stimulus bagi
respon refleks, setelah beberapa kali berpasangan seperti itu maka stimulus yang baru
itu sendiri saja akan menghasilkan respon. Proses pengondisian ini, mungkin setiap
respon dalam perbendaharaan refleks bawaan untuk muncul ketika ada stimulus baru
selain yang semula memunculkannya. Hal inilah yang menurut watson merupakan
cara kita belajar merespon situasi-situasi baru.
Bagaimanapun juga, pengkondisian semacam itu hanya bagian dari proses
pembelajaran. Kita bukan hanya harus belajar merespon situasi-situasi baru,
melainkan kita juga harus mempelajari respon-respon itu. Pembentukan rangkaian
semacam ini dimungkinkan karena masing-masing respon menghasilkan sensasi otot
yang menjadi stimuli bagi respon berikutnya. Dengan demikian perilaku baru yang
kompleks diperoleh melalui kombinasi berurutan dari refleks-refleks yang sederhana.
Watson juga mengemukakan bentuk pembelajaran melalui dua prinsip yaitu
frekuensi dan resensi. Prinsip frekuensi menyatakan semakin sering kita melakukan
sesuatu respon terhadap stimulus tertentu, semakin cenderung kita menjadikan respon
tersebut sebagai stimulus lagi. Begitu pula, prinsip resensi menyatakan bahwa
semakin baru atau terkini kita melakukan respon terhadap stimulus tertentu, semakin
cenderung kita melakukannya lagi. Apa yang membuat kita bisa belajar hubungan
stimulus dan respon adalah semata-mata karena keduanya berlangsung beriringan.
Karena itulah Watson disebut sebagai seorang teoritas kontiguitas, yakni bahwa
pembelajaran bisa dihasilkan melalui keberiringan belaka, tanpa penguatan.
Di teori ini Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan
takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci putih. Watson mengadaakan
eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Albert adalah
seorang bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus
putih berbulu halus. Dalam eksperimennya, Watson memulai proses pembiasaannya
dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati
dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi
takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda putih,
termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjenggot putih. Eksperimen Albert
dengan tikus putih kesayangannya bukan saja membuktikan betapa mudahnya
membentuk atau mengendalikan manusia, tetapi juga melahirkan metode pelaziman
klasik (classical conditioning). Diambil dari Sechenov (1829 - 1905) dan Pavlov
(1849- 1936), pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli
yang terkondisi (tikus putih) dengan stimuli tertentu (yang tak terkondisikan
unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu (unconditioned response).
Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan
respons terkondisikan. Dalam eksperimen di atas, tikus yang netral berubah
mendatangkan rasa takut setelah setiap kehadiran tikus, dilakukan pemukulan
batangan baja (unconditioned stimulus).Dari hasil percobaannya dapat ditarik
kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak
percobaan Watson yang mula-mula tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut
kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut
lagi kepada kelinci. Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian
menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita
memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori
conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori
ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis. Penganut teori ini mengatakan
bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning.
Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam
kehidupannya.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa
belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam
tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita
tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata
tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang
peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan
dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan
kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecakapan-
kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, antara lain :
1. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang
belajar.
2. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik
3. Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri
4. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi
dan teratur, maka Peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
5. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta
didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes
6. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test.
BAB V
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK II
Tujuan Pembelajaran:
1. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Clark Hull.
2. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Edwin Guthrie.
3. Dapat memahami definisi dari teori belajar menurut Skiner.
4. Dapat mengetahui dan memahami implikasi teori belajar behavoristik dalam
pembelajaran.
Uraian Materi:
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik.
2. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik.
3. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Teori Belajar humanistik.
4. Untuk mengetahui Implikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran.
Uraian Materi:
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk menjelaskan Pengartian Belajar Menurut Psikologi Gestalt
2. Untuk mengetahui Tokoh-Tokoh Belajar Psikologi Gestalt
3. Untuk memahami Prinsip-Prinsip Teori Belajar Gestalt
4. Untuk memahami Implikasi Teori Belajar Gestalt Dalam Pembelajaran
Uraian Materi:
BAB VIII
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Tujuan Pembelajaran :
1. Untuk mengetahui pembelajaran dan prosen pembelajaran menurut teoru
konstuktivistik.
Uraian Materi :
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui ciri-ciri belajar
2. Untuk mengetahui tujuan dalam belajar
3. Untuk mengetahui unsur-unsur dinamis dalam belajar
Uraian Materi:
A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan
perilaku. Pengertian belajar sendiri sangatlah beragam, mengingat persepsi orang
yang berbeda-beda mengenai pengertian belajar dilihat dari sudut pandang tertentu
namun memiliki kesamaan. Berikut paparan dari beberapa ahli tentang pengertian
belajar. Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Burton (1984)
mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology mengartikan belajar
sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.
Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan
bahwa learning is shown by a change in behavior as a result of experience (Cronbach,
1954: 47), yaitu belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan memahami, dan dalam
mengalami itu si peserta didik mempergunakan pancaindranya.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses yang membawa perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya
usaha. Belajar bukanlah suatu tujuan utama, tetapi merupakan suatu sarana untuk
mencapai tujuan. Hasil dari proses belajar sendiri adalah bertambahnya ilmu
pengetahuan, adanya penerapan pengetahuan, muncul kemampuan baru pada paserta
didik atau perubahan tingkah laku berupa pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotor), serta nilai dan sikap (afektif).
B. Ciri-Ciri Belajar
Belajar memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut
bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan
sikap (afektif).
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat
disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Ciri-Ciri Belajar Menurut Surya (1997) dalam Rusman.2015:13-16) Surya
menyampaikan bahwa terdapat 8 ciri-ciri dari belajar.
1. Perubahan yang didasari dan disengaja (intensional) Ciri tersebut menjelaskan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disadari atau disengaja oleh
individu tersebut. Dia juga menyadari hasil dari perubahan tersebut. Individu tersebut
memahami bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan atau keterampilan dari hasil
iya belajar.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinu) Perubahan yang berkesinambungan
memiliki arti bahwa perubahan yang terjadi pada individu merupakan perubahan
lanjutan dari keterampilan, pengetahuan yang telah dia miliki sebelumnya. Misalkan :
Si X sudah memiliki pengetahuan tentang penjumlahan dan pengurangan, kemudian
dia belajar tentang perkalian dan pembagian. Maka dia dapat memanfaatkan
pengetahuan terdahulunya untuk mempelajari pengetahuan barunya.
3. Perubahan yang fungsional Hasil dari perubahan belajar adalah perubahan yang
fungsional, artinya hasil dari perubahan tersebut berguna. Hasil perubahan tersebut
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masa sekarang atau yang akan datang,
Misalkan seorang mahasiswa fakultas pendidikan mempelajari mata kuliah teori
pembelajaran, suatu saat materi tersebut akan bermanfaat untuk keperluannya
menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri
individu, perubahan tersebut harus bersifat positif atau kearah kebaikan. Jika
sebaliknya maka itu bukan belajar. Misal: Seorang guru yang belajar tentang tipe tipe
cara belajar anak. Setelah dia belajar dia paham bahwa setiap anak memiliki cara
belajar yang berbeda, sehingga kini dia selalu menggnakan metode yang disesuaikan
dengan siswa untuk belajar mereka.
5. Perubahan bersifat aktif Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada individu
akibat belajar diperoleh dari kegiatan aktif individu tersebut untuk mendapatkan hasil
dari perubahan tersebut.
6. Perubahan yang bersifat permanen Hasil belajar merupakan hasil yang permanen.
Jadi orang dikatakan belajar jika dia memperoleh perubahan tingkah laku yang
sifatnya permanen (bertahan lama). Misalnya seorang mahasiswa yang belajar
tentang komputer, kemudian dia bisa mengoperasikan komputer. Kemampuan
tersebut selanjutnya bertahan untuk waktu yang lama.
7. Perubahan yang terjadi berarah atau bertujuan Seseorang dikatakan belajar jika ia
sadar, termasuk dikatakan sadar jika ia punya tujuan. Jadi belajaar harus terarah untuk
meraih tujuan. Misalnya seseorang yang belajar bermain bola, ia punya tujuan agar
mahir bermain sepak bola atau punya kehidupan yang sehat.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan Maksudnya adalah bahwa hasil dari belajar
mempengaruhi perubahan secara keseluruhan individu. Tidak hanya pengetahuannya
yang berubah, tetapi juga keterampilan dan sikapnya.
C. Tujuan Dalam Belajar
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa peserta
didik telah melakukan tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh peserta didik.
Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh peserta didik setelah berlangsungnya proses belajar. Dalam usaha
pencapaian tujuan belajar perlu adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih
kondusif. Sistem lingkungan belajar itu sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai
komponen-komponen yang masing-masing akan saling memengaruhi. Komponen-
komponen tersebut misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang
ingin diajarkan, guru dan peserta didik yang memainkan peranan serta dalam
hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar
mengajar yang tersedia.
(Sudirman, 2008:28) mengemukakan tujuan belajar sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan
berfikir sebagai yang tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat
mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan ialah yang memiliki
kecenderungan lebih besar perkembanganya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini
peran guru sebagai pengajar lebih menonjol.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan.
Keterampilan itu memang dapat di didik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.
3. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih
bijak dan hati-hati dalam pendekatanya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan
mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu
sendiri sebagai contoh.
D. Unsur- unsur Dinamis Dalam Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah
dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dari tidak ada
menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit
menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi,
bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar.
1. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5. Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
- Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah:
Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan
mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya.
Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan
tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha
menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi
belajarnya.
Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan
tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan
aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha
untuk mencapainya.
Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi
pencapaian tujuan belajar.
Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat
“menghidupkan kembali” hasrat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang
demikian besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan.
Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan
memperlemah motivasi saja.
Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab,
evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong
siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah
dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas
belajarnya yang benar dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai
dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.
BAB X
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui apa saja prinsip belajar dalam proses pembelajaran
2. Untuk mengetahui apa itu pengulangan belajar
3. Untuk mengetahui bagaimana itu umpan balik dan penguatan belajar
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi prinsip-prinsip belajar
Uraian materi:
Tujuan Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui Pengertian dan pentingnya motivasi
2. Untuk mengetahui Sifat motivasi intrinsik dan ekstrinsik
3. Untuk mengetahui Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi
4. Untuk mengetahui Upaya meningkatkan motivasi belajar
Uraian Materi:
Tujuan Pembelajaran :
a.Mendeskripsikan pengertian masalah belajar
b.Mendeskripsikan jenis-jenis masalah belajar
c.Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab masalah belajar
d.Mendeskripsikan prosedur atau langkah-langkah penanganan masalah belajar siswa.
Uraian Materi:
3.Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun
proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan
berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta
selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan oleh guru ketika memulai proses
belajar ialah sebaiknya seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran
namun seorang guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk
melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih
terpecah-pecah dengan berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk melakukan
pemusatan perhatian dengan berbagai strategi.Menurut seorang ilmuan ahli
psikologis,kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami
penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa
menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan
ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan
selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
4.Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi
dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan
belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai
kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan
pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar.
Misalnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang
disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang telah
disampaikan. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa
materi yang diampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya
menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan memusatkan
perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
5.Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan
isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat
berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang
panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali
dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam
jangka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini akan terjadi
jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang telah diberikan oleh
seorang guru.Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi
yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk
mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali
buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan
dalam jangka panjang akan semakin kuat.
6.Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan
pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan
dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalamhal
pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembali pesan dan
pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa
mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut
bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri.
Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan
penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan
maka siswa tidak memiliki apa apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh
maka siswa tidak akan memiliki keterampilan (intelektual, sosial, moral, dan
jasmani) dengan baik.
7.Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu
proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia
lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas
belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah
diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik.
Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan,
pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk
pembangkitan pesan dan pengalaman.
8.Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya
pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi
merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan
sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi
maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.
9.Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan
untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan
lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa
memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.Dengan perolehan
hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau
kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu
rendah . Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada
tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar di bidang keterampilan.
10.Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampuannya
dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru.
Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar
tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk
bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok,
kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh
ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.
D. Penanganan Masalah Belajar
1. Guru melakukan sosialisasi tentang motivasi kepada siswa, motivasi yang
diberikan bisa dalam bentuk ceramah singkat yang diberikan sebelum
memulai proses pembelajaran. Selain itu, guru bersama guru mata
pelajaran secara aktif berdiskusi dalam rangka menciptakan motivasi
sehingga siswa-siswanya tidak mengalami kekurangan motivasi. Guru
Bimbingan Konseling juga memiliki peranan yang cukup besar dalam hal
memotivasi siswa, guru secara berkelanjutan memberikan penyuluhan dan
motivasi kepada siswa baik secara perorangan (individu) maupun secara
kelompok.
2. Perubahan strategi/metode belajar sesuai dengan kondisi real siswa. Saat ini,
metode belajar yang populer di Indonesia yang dikenal dengan
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan).Aktif artinya ketika proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovatif artinya
bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang bisa membuat siswanya
berpikir bahwa learning is fun, sehingga tertanam didalam pikiran
siswanya tidak akan ada lagi perasaan tertekan dengan tenggat waktu
pengumpulan tugas dan rasa bosan tentunya. Kreatif artinya agar guru
menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai
tingkat kemampuan siswa. Efektif artinya bagaimana guru mampu
menciptakan apa yang harus dikuasai oleh siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung tanpa menyia-nyiakan waktu. Dan Menyenangkan
artinya suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah
perhatiannya (“time on task”) tinggi.
3. Penggunaaan media belajar yang inovatif, yang mampu menarik perhatian dan
meotivasi siswa. Penggunaan perangkat tambahan seperti LCD Projector
atau OHP selain merupakan sarana untuk mempermudah penyampaian
guru juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan perhatian belajar
siswa. Sebab ada siswa yang mampu belajar cepat secara audio visual dan
nonaudio visual.
4. Orang tua, dalam hal ini orang tua memiliki peranan yang paling penting
dalam memotivasi anaknya. Sebab sebagian besar waktu yang dihabiskan
anak setelah sekolah yaitu di rumah. Setiap orang tua memiliki cara yang
berebeda-beda dalam hal memotivasi anak-anaknya. Ada orang tua yang
menunjang anaknya dengan sarana pelengkap belajar seperti pengadaan
komputer, buku referensi, maupun peralatan tambahan yang mampu
digunakan untuk mengakses internet. Adapula orang tua yang memberikan
motivasi atau dorongan kepada anak-anaknya melaui wejangan-wejangan,
penggunaann model, dan lain sebagainya.
5. Masyarakat, dalam hal ini peranannya dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif, aman, nyaman dan tenteram. Seminimal mungkin tidak
menciptakan suasana buruk yang bisa mempengaruhi bahkan merubah
mental anak dalam hal ini siswa. Melakukan aksi-aksi yang dapat merubah
tatanan paradigma dalam kehidupan bermasayarakat, sehingga dapat
mengubah cara pandangan anak terhadap cara berperilaku. Lingkungan
masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, bagaimana lingkungan
memciptakan suasana bahwa siswa tidak hanya merasakan suasana belajar di
dalam lingkungan sekolah, tetapi juga merasakannya di dalam
lingkungan sekitar. Contohnya, Jogjakarta dan Malang merupakan kota
dengan tujuan Pelajar dan Mahasiswaterbanyak. Kita bisa melihat
bagaimana masyarakatnya menjaga kondusifitas suasana lingkungannya dan
menjaga seminimal mungkin agar pelajarnya merasa bahwa
lingkungan saya mendukung untuk belajar dan saya harus belajar, karena
tidak ada masyarakat yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap
mereka.
Motivation is an essential condition of learning. Sehubungan dengan hal tersebut
ada tiga fungsi motivasi:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa
yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan
kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu
atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar (siswa)
dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan
memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahuibahwa cara dan jenis menumbuhkan
motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-
kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa tidak kurang sesuai. Hal ini guru
harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar
para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi
justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah.
1.Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak
siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga
siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport
angkanya baik-baik.Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan
motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, banyak siswa bekerja atau belajar
hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang
dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang
menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru
bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang
sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang
ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat
dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang
diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga
keterampilan dan afeksinya.
2.Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklahselalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi
seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan
tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat
menggambar.
3.Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur
persaingan ini banyak dimanfaatkan dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi
juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4.Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup
tinggi. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai
prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan
baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek
belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5.Memberi ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh
karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang
harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa
membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus terbuka,
maksudnya kalau ada ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.
6.Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan
mendorong siswa untuk giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil
belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar,
dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
7.Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan
baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang
positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.Dengan pujian yang tepat
akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempeartinggi gairah belajar
serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
8.Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami
prinsip-prinsip pemberian hukuman.
9.Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan
yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu
memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentuhasilnya akan lebih
baik.
10.Minat
Motivasi sangat erat hubungannyadengan unsur minat. Motivasi
muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau
minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar
kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan
dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
b.Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
c.Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
d.Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar
DAFTAR PUSTAKA
Desy FajarPriyayi, Natalia Rosa Keliat,Susanti Pudji Hastuti. 2018. Masalah Dalam
Pembelajaran Menurut Perspektif Guru Biologi Sekolah Menengah Atas (Sma)
Di Salatiga Dan Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi
(2018), 2 (2), 85-92.
Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta
Yossita wisman,2020 ,teori kognitif menurut para ahli dan
implikasinya dalam pembelajaran,jurnal ilmiah Fkip universitas palangka
raya.