Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT GINJAL KRONIK (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

OLEH:
PUTU WIWIK WIJAYANTI
(NIM:

15.901.1326)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI PROFESI NERS (B6)
TA. 2015-2016
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT GINJAL KRONIK (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau yang sering disebut dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal menahun yang bersifat progresif dan
irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2002).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang
terjadi dalam waktu tiga bulan atau lebih yang dimanifestasikan melalui kerusakan ginjal
dengan atau tanpa penurunan Glomerulous Filtration Rate (GFR), baik karena kelainan
patologis atau adanya tanda kerusakan ginjal, seperti abnormalitas pada hasil pencitraan
dan komposisi darah atau urine, serta nilai GFR yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2
dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI), 2002 dalam Eknoyan, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses penurunan fungsi ginjal yang progresif
dan pada umumnya pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap
berupa dialisis dan transplantasi ginjal (Sudoyo, 2006).PGK merupakan suatu keadaan
klinis kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan menetap sehingga ginjal tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya (Situmorang, 2010).

Gambar 1. Fungsi Ginjal Normal


2. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, kejadian penyakit ginjal kronik di negara berkembang
didapatkan 40-60 kasus/1 juta penduduk/tahun.Pada pasien-pasien dengan penyebab

hipertensi berat, glomerulonefritis, dan obstruktif uropati, insidensinya menjadi lebih


tinggi bahkan dapat mencapai 100 kasus/1 juta penduduk/tahun.Di negara maju, angka
penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi.Di Amerika Serikat misalnya, angka
kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada tahun 1990, terjadi 166 ribu
kasus CKD dan pada tahun 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan
terus naik.Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6
juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami CKD fase awal, dan itu cenderung
berlanjut tanpa berhenti.
Saat ini, jumlah penderita penyakit ginjal kronik terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun.Saat ini belum ada penelitian
epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia.Dari data di
beberapa pusat nefrologi di Indonesia, diperkirakan insiden dan prevalensi penyakit
ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/1 juta penduduk dan 200-250/1 juta
penduduk. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di
Ruang Melati Lantai 2 Rumah Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama
kurun waktu bulan Januari sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal
ginjal kronik mencapai 22 orang dengan persentase 27,5%. Indonesia sendiri belum
memiliki sistem registri yang lengkap di bidang penyakit ginjal, namun di Indonesia
diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun
(Widiana, 2007).
3. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI
Penyebab penyakit ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi
delapan kelas, sebagai berikut (Silvia &Price, 2006):
1) Infeksi/peradangan, misal pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
2) Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis.
3) Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik, poliartritis
nodusa, sklerosis sistemik progresif.
4) Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal.
5) Penyakit metabolik, misal diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
3

6) Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.


7) Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah seperti hipertrofi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
8) Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolitiasis.
Ada beberapa faktor risiko penyakit ginjal kronik, antara lain pasien dengan
diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam
keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi CKDterbanyak yaitu
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
pada glomerulus.
b. Diabetes melitus
MenurutAmerican DiabetesAssociation (2003) dalam Soegondo (2005), diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya.Diabetes mellitus sering disebut sebagaithe great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
90 mmHg Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid.Polikistik berarti banyak kista.Pada keadaan ini dapat ditemukan kistakista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medulla.
4. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol.Hal ini menunjukkan adanya
mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya
mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit
ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi
nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan
jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut (Noer, 2006).
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi
dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan
percepatan filtrasi, beban solute, dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang
terdapat dalam ginjal turun di bawah normal.Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil
dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang rendah.Namun akhirnya bila 75% massa nefron telah hancur, maka
kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi, sehingga
keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada
proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik melibatkan dua mekanisme kerusakan yang
merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari
kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada
glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium. Mekanisme selanjutnya berupa kerusakan progresif, ditandai adanya
hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa yang diikuti dengan penurunan massa
ginjal terlepas dari penyebab yang mendasarinya. Respon dari pengurangan jumlah
nefron diikuti dengan vasoaktif hormon, sitokin dan faktor pertumbuhan.Akhirnya,
adaptasi jangka pendek dari hipertropi dan hiperfiltrasi menjadi maladaptasi berupa
5

peningkatan tekanan dan aliran pada nefron sehingga sebagai predisposis munculnya
sklerosis dan pengurangan jumlah nefron yang tersisa.Peningkatan aktivitas dasar reninangiotensin-aldosteron di intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Selanjutnya aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian menstimulasi perubahan growth factor . Proses ini menjelaskan
tentang penurunan massa ginjal dari penyakit di tempat yang kecil di dalam tubuh yang
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara progresif selama bertahun-tahun
(Skorecki & Bargman, 2010 dalam Jameson dan Loscalzo, 2010).
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh, sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring.Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefron-nefron rusak.Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi, yang berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya, karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak, oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80-90%.Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun
dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis (Smeltzer, 2002).
Dalam perjalanan klinis CKD, dapat terjadi:
a.

Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi
renal karena substansi ini diproduksi secara konsisten oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet dan
medikasi seperti steroid.

b.

Gangguan klirens renal


6

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).Produk akhir metabolisme protein yang
normalnya dieksresikan ke dalam urine tertimbun dalam darah,sehingga terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
c.

Retensi cairan dan natrium


Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal.Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan risiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktifitas renin angiotensin aldosteron.

d.

Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

e.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat


Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang (penyakit tulang uremik/osteodistopirenal). Selain
itu, metabolisme aktif vitamin D yang secara normal dibuat ginjal menurun seiring
dengan berkembangnya gagal ginjal.

f.

Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)


Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
(Smeltzer, 2002)

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD menurut NKF (National Kidney Foundation) adalah sebagai berikut:
1. Stadium I: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (90
mL/menit/1,73 m2)
2. Stadium II: Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan (60-89 mL/menit/1,73
m2)
3. Stadium III: GFR menurun sedang (30-59 mL/menit/1,73 m2)
7

4. Stadium IV: GFR menurun berat (15-29 mL/menit/1,73 m2)


5. Stadium V: Gagal ginjal (GFR 15 mL/menit/1,73 m2 atau dialisis)
6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suwitra (2007) dalam Wibowo (2010), pada keadaan stadium satu,GFR
masih normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Saat
GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Pada GFR di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium (Wibowo, 2010).
Pada GFR dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal (Wibowo, 2010).
Manifestasi klinik CKD menurut Smeltzer, 2002: 1449 antara lain:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin
- aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, anoreksia, mual,
muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti (Sukandar, 2006):
8

a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal
kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg%
atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dan muntah masih belum
jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus.Gejala gastrointestinal lain yang timbul diantaranya:
perdarahan saluran GI, ulserasi dan perdarahan mulut, serta nafas berbau amonia.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
penyakit ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost,
warna kulit abu-abu mengkilat, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan
kasar.
e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien CKD.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis Gagal Jantung Kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Pada sistem
kardiovaskuler sering ditemukan hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
pembesaran vena jugularis, danfriction rub pericardial.
h. Kelainan sistem pulmoner: krekels, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat.
i. Kelainan sistem muskuloskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
j. Kelainan sistem reproduksi: amenore, atrofi testis.

7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
10

Konjungtiva anemis

Mata nistagmus, miosis, pupil asimetris

Kulit tampak kering, bersisik, mengkilat, ekimosis

Kuku tipis dan rapuh

Edema tungkai

Pembesaran vena jugularis

Edema periorbital

Nafas dangkal

b. Palpasi
-

Pitting edema

Distensi vena jugularis

Kulit teraba kering dan bersisik

Kekuatan otot menurun

c. Auskultasi
-

Krekels pada paru

Friction rub pericardial

Disritmia jantung

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urin
-

Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat, atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria).

Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.

Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular


dan rasio urin: serum sering 1:1.

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan


glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.

11

Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.

b. Darah
-

Ht: menurun karena adanya anemia.

Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.

BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.

SDM: menurun, defisiensi eritropoetin.

GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2.

Protein (albumin): menurun.

Natrium serum: rendah.

Kalium: meningkat.

Magnesium: meningkat.

Kalsium: menurun.

c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg.
d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
e. Pielografi Intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.Pielografi retrograde dilakukan
bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
g. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor
selektif.
h. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
i. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.

12

j. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis.
(Doenges, 2000: 628- 629)
9. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit ginjal kronik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan
pada sistem gastrointestinal, kulit, hematologi, saraf dan otot, endokrin, dan sistem
lainnya.Pada anamnesis diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien, juga data yang
menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap.
Pendekatan diagnosis penyakit ginjal kronik (CKD) mempunyai sasaran sebagai berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (GFR)
b. Mengejar etiologi CKD yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).
10. PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia

dan

nausea

dari

uremia,

menyebabkan

penurunan

uremia,

13

menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.Hindari masukan berlebih


dari kalium dan garam.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat dengan
tujuan utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi, dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine,
dan pencatatan keseimbangan cairan.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari GFR
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simptomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
Selain itu, hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari),
diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium
(misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat,
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi darah harus hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada CKD.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
14

complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang

adekuat,

medikamentosa

atau

operasi

subtotal

paratiroidektomi.Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat


seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3.000
mg) pada setiap makan.
6) Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan
diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop,
selain obat antihipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
GFR kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien CKD yang belum tahap akhir karena akan memperburuk faal ginjal
(GFR). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif.Beberapa indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen
(BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu GFR antara 5

15

dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan asotemia berat (Sukandar,


2006).

Gambar 3. Proses Dialisis


2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir

ini

sudah

populer

Continuous

Ambulatory

Peritoneal

Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik


CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasienpasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunt, pasien dengan stroke, pasien GGT (Gagal Ginjal Terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat rehabilitasi ginjal (Sukandar, 2006).

16

Gambar 4. CAPD
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali.
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
11. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi
ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik, dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation,
2009).

17

Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang


mengalami insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang
pada waktu mengalami stres (infeksi, kehamilan).
12. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat penyakit ginjal kronis, antara lain:
1) Hiperkalemia
2) Perikarditis
3) Hipertensi
4) Gagal jantung kongestif
5) Anemia
6) Koagulopati
7) Asidosis metabolik
8) Osteodistropi ginjal
9) Neuropati perifer
10) Osteitis fibrosa sistika
11) Oedem Pulmo
13. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi
penyakit.Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia,
asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema,
edema paru, fluktuasi berat badan, penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefretis,
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya. Faktor umur, jenis kelamin
dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan sebagai penyebab kematian.

18

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
1) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS, dan respon verbal klien.
2) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: pada CKD, tekanan darah biasanya meningkat akibat retensi
natrium ( TD>120/80 mmHg).
2. Pulse rate: biasanya meningkat jika ada awitan nyeri yang dirasakan
(>100x/menit), namun bisa melemah jika terjadi kelainan kardiovaskuler
(<60x/mnt)
3. Respiratory rate: bisa meningkat (diatas 20x/menit) apabila terjadi komplikasi
pada paru, seperti edema paru.
4. Suhu: biasanya normal (36-37,5C), dapat terjadi peningkatan suhu yang
mengindikasikan terjadinya infeksi.
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan

sebelumnya

apakah

klien

pernah

gangguan

ginjal

seperti

glomerulonefritis atau ginjal polikistik, diabetes mellitus, atau hipertensi yang dapat
menjadi faktor predisposisi dari CKD.
4) Anamnesa dan observasi
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengkajian meliputi penjelasan status kesehatan, perlindungan kesehatan,
pemeriksaan diri sendiri, pengetahuan tentang pemeriksaan diri sendiri, riwayat
medis, riwayat perawatan di rumah sakit dan operasi, riwayat medis keluarga,
prilaku untuk mengatasi masalah kesehatan, factor-faktor risiko sehubungan

19

dengan kesehatanya.Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat tanda resep


dokter, dan kebiasaan sehari-hari yang berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
2. Nutrisi / Metabolik
Pengkajian meliputi kebiasaan jumlah makanan dan makanan kecil, tipe dan
banyaknya makanan dan minuman pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam
terakhir, kebiasaan belanja dan memasak, kepuasan akan berat badan, pengaruh
terhadap pemilihan makanan, persepsi akan kebutuhan metabolic, factor-faktor
yang berkaitan seperti aktivitas, penyakit, stress, factor-faktor pencernaan. Pada
pasien dengan CKD dapat mengalami penurunan nafsu makan akibat adanya
mual muntah, penurunan berat badan, mulut kering, mengeluh

haus,

peningkatan berat badan. .


3. Eliminasi
Pengkajian meliputi kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah, warna, bau,
nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya perubahan-perubahan lain),
kemampuan perawatan diri, penggunaan bantuan untuk ekskresi.Pasien dengan
CKD dapat mengalami gangguan pada sistem eliminasi yaitu oliguria atau
anuria.
4. Aktivitas dan Latihan
Pengkajian meliputi aktivitas kehidupan sehari-hari yu latang dilakukan,
olahraga

(tipe,

frekuensi,

lama

waktu

latihan,

intensitas),

aktivitas

menyenangkan, keyakinan tentang latihan fisik, kemampuan untuk merawat diri


sendiri (berpakaian, mandi, makan, ke kamar mandi secara mandiri, tergantung
atau perlu bantuan), penggunaan alat bantu, faktor-faktor yang mempengaruhi
seperti konsep diri.Pada pasien dengan CKD kemungkinan ditemukan gangguan
aktivitas dan latihan karena klien mengalami keletihan dan anemia
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pengkajian meliputi penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran, rasa,
sentuh,bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu dengar),
perubahan dalam penginderaan, persepsi akan kenyamanan, alat bantu untuk
menurunkan rasa tidak nyaman, tingkat pendidikan, kemampuan membuat

20

keputusan.Pada pasien dengan CKD dapat mengalami gangguan berupa rasa


nyeri, juga terdapat gatal akibat uremia.

6. Tidur dan Istirahat


Pengkajian meliputi kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur
dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah
tidur), keyakinan budaya, penggunaan alat mempermudah tidur, jadwal istirahat
dan relaksasi, gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi,
misalnya: nyeri.Pada pasiend engan CKD kemungkinan terjadi gangguan pola
tidur akibat adanya nyeri.
7. Konsep Diri
Pengkajian meliputi keadaan social (pekerjaan, situasi keluarga, kelompokkelompok social), identitass personal (menjelaskan tentang diri sendiri kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki), keadaan fisik (segala sesuatu yang berkaitan
dengan fisik, yang disukai maupun tidak), harga diri, ancaman terhadap konsep
diri (seperti sakit, perubahan peran).
Pasien dengan CKD tidak mengalami gangguan pada gambaran diri.
8. Peran dan Hubungan
Pengkajian meliputi peran berkaitan dengan (keluarga, teman-teman, rekan
kerja), kepuasan atau ketidakpuasan dalam menjalankan peran), efek terhadap
status kesehatan, pentingnya keluarga, struktur dan dukungan keluarga, proses
pengambilan keputusan keluarga, masalah dan atau keprihatinan keluarga, pola
membesarkan anak, hubungan dengan orang lain, hubungan dekat.
Pada pasien dengan CKD tidak mengalami gangguan pada peran dan hubungan.
9. Seksual dan Reproduksi
Pengkajian meliputi masalah atau problem seksual, gambaran perilaku seksual
seperti (perilaku seksual yang aman), pengetahuan tentang seksualitas dan
reproduksi, dampak pada status kesehatan, riwayat menstruasi dan reproduksi.
Pasien dengan CKD tidak mengalami gangguan
10. Koping Stres dan Adaptasi

21

Pengkajian meliputi penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat stress,


gambaran umum dan spesifik respon stress, strategi mengatasi stress yang biasa
digunakan dan efektifitasnya, perubahan kehidupan dan kehilangan, strategi
koping yang biasa digunakan, penilaian kemampuan pengendalian akan
kejadian-kejadian yang dialami, pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen
stress, hubungan antara manajemen stress terhadap dinamika keluarga.
Pasien dengan CKD tidak mengalami gangguan pada pola koping stress dan
adaptasi, namun kemungkinan juga mengalami masalah jika kurangnya
dukungan dari keluarga.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pengkajian meliputi latar belakang budaya atau etnik status ekonomi, perilaku
sehat yang berkaitan dengan kelompok budaya atau etnik, tujuan kehidupan, apa
yang penting bagi klien dan keluarga, pentingnya agama, dampak masalah
kesehatan pada spiritualitas.
Pada klien dengan pada CKD kemungkinan klien mengalami gangguan dalam
melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).

5) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
-

Konjungtiva anemis

Mata nistagmus, miosis, pupil asimetris

Kulit tampak kering, bersisik, mengkilat, ekimosis

Kuku tipis dan rapuh

Edema tungkai

Pembesaran vena jugularis

Edema periorbital

Nafas dangkal

b. Palpasi
-

Pitting edema

Distensi vena jugularis

Kulit teraba kering dan bersisik

Kekuatan otot menurun


22

c. Auskultasi
-

Krekels pada paru

Friction rub pericardial

Disritmia jantung

6) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Urin
-

Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat, atau urat sedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria).

Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat.

Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal


tubular dan rasio urin : serum sering 1:1.

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan


kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.

Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.

b. Darah
-

Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.

BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.

SDM: menurun, defisiensi eritropoetin.

GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2.

Protein (albumin) : menurun.

Natrium serum : rendah.

Kalium: meningkat.

Magnesium: meningkat.

Kalsium: menurun.

c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg.
d. Sistouretrogram berkemih
23

Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.


e. Pielografi Intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
g. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif.
h. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa.
i. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
j. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis.
(Doenges, 2000:628-629)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (BERDASARKAN PRIORITAS)
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan cairan ditandai
dengan ekstremitas edema, penurunan Hb (< 12-16 gr/dL) dan hematokrit (< 3646%), dispnea (RR > 24 x per menit), oliguria (volume urin < 300-700 ml), azotemia
(peningkatan BUN > 8-25 mg/dL), distensi vena jugularis
2. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia), ditandai dengan klien
mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan saliva,
klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (toksin uremik), ditandai dengan
klien mengeluh nyeri kepala dan nyeri otot, klien mengeluh nyeri dengan skala 1-10,
klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>120/80
mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), klien tampak memegangi bagian yang nyeri.
24

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak


adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan klien mengeluh
mual muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl, terjadi
penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
5. PK Anemia
6. PK Hipertensi
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan, ditandai
dengan terjadi kelelahan, kelemahan, peningkatan nadi dan tekanan darah saat
beraktivitas.
8. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur kulit akibat
substansi kimia (toksin uremik).
3. INTERVENSI
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan melemahnya mekanisme
pengaturan

ginjal,

ditandai

dengan

klien

mengalami

edema,

terjadi

peningkatan berat badan dengan cepat, distensi vena jugularis, oliguria.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x jam diharapkan tercapai
keseimbangan antara asupan dan haluaran cairan, dengan kriteria hasil:
a. Fluid balance
-

Tekanan darah normal (100-139/70-89 mmHg)

Denyut nadi normal (60-100x/menit)

Tercapai keseimbangan intake dan output cairan

Turgor kulit elastis

Membran mukosa lembab

Hematokrit normal

Tidak ada asites

Tidak ada hipotensi orthostatik

Tidak ada distensi vena jugularis

Tidak ada edema perifer

b. Cardiopulmonary status
-

Respiratory rate normal (16-20x/mnt)


25

Kedalaman dari inspirasi normal

Haluaran urine seimbang dengan input

Tidak terjadi intoleransi aktivitas

Tidak ada sianosis

Tidak ada edema perifer

Intervensi:
1) Fluid management
a. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: peningkatan berat badan dapat mengindikasikan terjadinya
edema.
b. Pertahankan keakuratan intake dan output.
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
c. Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan
BUN, peningkatan hematokrit, peningkatan osmolaritas urine)
Rasional : menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat menunjukkan
derajat edema sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
d. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : kelebihan volume cairan dapat menyebabkan perubahan tandatanda vital seperti peningkatan TD, nadi, dan respirasi rate.
e. Monitor indikasi dari kelebihan volume cairan/retensi seperti peningkatan
CVP, edema, distensi vena jugularis.
Rasional : tanda-tanda seperti peningkatan CVP, edema, distensi vena
jugularis dapat mengindikasikan terjadinya kelebihan volume cairan.
f. Kaji lokasi dan faktor pemicu edema.
Rasional: untuk mengetahui kondisi edema dan factor pemicunya
sehingga dapat memberikan intervensi selanjutnya.
2) Fluid monitoring
a. Monitor intake dan output tiap hari.
Rasional : untuk memantau cairan masuk dan keluar klien agar seimbang.
b. Monitor serum albumin dan total protein level.
Rasional : penurunan serum albumin dan level protein dapat
menyebabkan retensi cairan sehingga menimbulkan edema.
c. Monitor serum dan osmolalitas urine.
Rasional :retensi cairan dapat menyebabkan peningkatan osmolalitas
serum dan osmolaritas urine.
3) Hypervolemia management
a. Monitor perubahan pada edema perifer

26

Rasional :untuk mengetahui status edema sehingga dapat menentukan


intervensi selanjutnya.
b. Elevasi tungkai yang mengalami edema
Rasional :untuk melancarkan aliran darah balik dari tungkai sehingga
mengurangi edema.
c. Kolaborasi pemberian diet rendah garam.
Rasional: diet rendah garam untuk mengurangi retensi cairan sehingga
mengurangi edema.
d. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.
Rasional :untuk mengurangi penekanan pada tungkai.
e. Lakukan kompresi pada bagian tubuh yang edema.
Rasional :untuk mengurangi risiko peningkatan volume edema.
2) Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia), ditandai dengan
klien mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi
peningkatan saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang
disediakan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x jam diharapkan terjadi
penurunan derajat mual dan muntah, dengan kriteria hasil:
a. Nausea and vomiting severity
-

Klien mengatakan tidak ada mual

Klien mengatakan tidak muntah

Tidak ada peningkatan sekresi saliva

b. Appetite
-

Menunjukkan peningkatan nafsu makan, dengan kriteria hasil :

Keinginan klien untuk makan meningkat

Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan habis)

Intervensi :
Nausea management
a.

Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen


mual

27

Rasional: Dengan mendorong klien untuk mempelajari strategi manajemen


mual, akan membantu klien untuk melakukan manajemen mual secara
mandiri.
b.

Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, frekuensi,


presipitasi yang menyebabkan mual.
Rasional: Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan faktor-faktor
yang dapat menyebabkan atau meningkatkan mual muntah pada klien dan
membantu dalam memberikan intervensi yang tepat.

c.

Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai,


disukai, dan budaya makan.
Rasional:Untuk mengetahui makanan yang dapat menurunkan dan
meningkatkan nafsu makan klien selama tidak ada kontra indikasi.

d.

Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.


Rasional: Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak sedap saat
makan dapat meningkatkan perasaan mual pada klien.

e.

Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual


(relaksasi, guide imagery, distraksi).
Rasional:Teknik

manajemen

mual

nonfarmakologi

dapat

membantu

mengurangi mual secara nonfarmakologi dan tanpa efek samping.


f.

Dukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk meringankan


nausea.
Rasional:Tidur dan istirahat dapat membantu klien lebih relaks sehingga
mengurangi mual yang dirasakan.

g.

Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung


kenyaman dan mengurangi rasa mual.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
menimbulkan mual.

h.

Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.


Rasional: Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk
mengurangi rasa penuh dan enek di perut.
28

i.

Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.


Rasional:Kebutuhan

kalori

perlu

dipertimbangkan

untuk

tetap

mempertahankan asupan nutrisi adekuat.


3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (toksin uremik), ditandai
dengan klien mengeluh nyeri kepala dan nyeri otot, klien mengeluh nyeri
dengan skala 1-10, klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, TD
meningkat (>120/80 mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), klien tampak
memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama..x jam diharapkan nyeri
berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil:
a. Pain level
-

Klien tidak melaporkan adanya nyeri

Klien tidak merintih ataupun menangis

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

Klien tidak tampak berkeringat dingin

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

b. Pain control
-

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik


manajemen nyeri non farmakologis

Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi

Klien melaporkan nyeri terkontrol

Intervensi:
Pain management

29

a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi,


karasteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktorfaktor yang dapat memicu nyeri.
Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang dialami
klien meliputi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri klien sehinggga dapat
menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidaknyamanan.
Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non verbal
maka dapat membantu mengetahui tingkat dan perkembangan nyeri klien.
c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji pengalaman nyeri
dan menyampaikan penerimaan terhadap respon klien terhadap nyeri.
Rasional: membantu klien dalam menginterpretasikan nyerinya.
d. Kaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate, dan denyut nadi
umumnya menandakan adanya peningkatan nyeri yang dirasakan.
e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan,
seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari faktor-faktor yang dapat
meningkatkan ketidaknyamanan klien.
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, (mis: teknik
terapi musik, distraksi, guided imagery, masase dll).
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien, serta membantu
klien untuk mengontrol nyerinya.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan klien

30

mengeluh mual muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl,
terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan x jam diharapkan pemenuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil:
a. Nutritional Status: food intake
-

Masukan nutrisi adekuat

Masukan makanan dalam batas normal

Masukan kalori dalam batas normal

Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat,


serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium

b. Nutritional status : biochemical meassure


-

Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl)

Intervensi:
1) Nutrition therapy
a. Kaji status nutrisi klien
Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi klien dapat
menentukan intervensi yang tepat.
b. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori harian.
Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat
mengetahui apakah kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau belum.
c. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan aspek
agama dan budaya klien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan tetap memperhatikan
aspek agama dan budaya klien sehingga klien bersedia mengikuti diet yang
ditentukan.
d. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari diet yang
ditentukan.
e. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada klien/keluarga.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan.
31

f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhan klien.
5) PK: Anemia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selamax jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil:
-

TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-100 x/menit, suhu:
36-37,5C, RR: 16-20 x/menit).

Konjungtiva berwarna merah muda.

Hb klien dalam batas normal (12-16 g/dL).

Mukosa bibir berwarna merah muda.

Klien tidak mengalami lemas dan lesu.

Intervensi:
Mandiri:
a. Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.
Rasional:memantau gejala anemia klien penting dilakukan agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih lanjut.
b. Pantau tanda-tanda vital klien.
Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada kondisi
klien.
c. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi
dan vit B12.
Rasional:konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12 dan asam volat
dapat menstimulasi pemebntukan Hemoglobin.
d. Minimalkan prosedur yg bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional:prosedur yang menyebabkan perdarahan dapat memperparah
kondisi klien yang mengalami anemia.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
32

Rasional:transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia klien buruk untuk


menambah jumlah darah dalam tubuh.
6) PK: Hipertensi
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x jam diharapkan perawat dapat
meminimalkan komplikasi dari hipertensi, dengan kriteria hasil:
-

TTV dalam batas normal (TD= 120/80 mmHg, suhu 36-37,5oC, nadi = 60100 kali/menit, RR= 12-20 x/menit)

Tidak ada tanda-tanda komplikasi dari hipertensi seperti stroke.

Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital klien meliputi: TD, nadi, RR dan suhu.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien khususnya tekanan darah.
Pemantauan tekanan darah penting untuk deteksi dini komplikasi dari
hipertensi.
b. Anjurkan klien diet rendah natrium.
Rasional : kadar natrium yang tinggi akan menyebabkan terjadinya retensi air
sehingga meningkatkan osmolalitas darah yang pada akhirnya akan semakin
meningkatkan tekanan darah.
c. Anjurkan klien mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan tekanan
darah, seperti melon, mentimun, terong, kangkung.
Rasional: untuk menurunkan tekanan darah secara nonfarmakologik.
d. Kolaborasi obat-obat antihipertensi sesuai indikasi.
Rasional : membantu vasodilatasi pembuluh darah sehingga menurunkan
tekanan darah.

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O 2 ke jaringan,


ditandai dengan terjadi kelelahan, kelemahan, peningkatan nadi dan tekanan
darah saat beraktivitas.
Tujuan:
33

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x.jam diharapkan klien mampu


mentoleransi aktivitas, dengan kriteria hasil :
a. Activity Tolerance
-

Saturasi oksigen dalam rentang normal (>90%)

Tidak terjadi perubahan dalam warna kulit


Klien mampu berbicara sambil melakukan aktivitas fisik

b. Fatigue Level
-

Tidak terjadi penurunan motivasi beraktivitas


Tidak mengalami sakit kepala saat beraktivitas

c. Self Care Status


-

Klien mampu mandi, berpakaian, makan dan toileting secara mandiri

d. Vital Sign dalam Batas Normal


-

Suhu tubuh 36,5-37,5o C

Respirasi rate 16-20 x per menit

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 60-100 x per menit

Intervensi :
1) Activity therapy
a. Bantu klien dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan keemampuan fisik,
psikologi, dan sosial yang dimiliki.
Rasional : aktivitas yang sesuai dengan kemampuan dapat lebih mudah
dilakukan oleh klien.
b. Bantu klien untuk fokus terhadap satu aktivitas yang bisa dilakukan.
Rasional :

fokus terhadap satu aktivitas membantu klien untuk dapat

menyelesaikan aktivitas tersebut dengan baik.


c. Bantu klien dalam sebuah jadwal untuk membuat periode aktivitas dari yang
jarang dilakukan sampai yang rutin dilakukan.
Rasional :

menjadwalkan aktivitas membantu klien meningkatkan

kemampuan beraktivitas.
d. Instuksikan klien dan keluarga dalam membuat aturan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menyeimbangkan fungsi kesehatan.
34

Rasional :

untuk membantu menyeimbangkan fungsi kesehatan klien

sehubungan dengan aktivitas yang berkaitan.


e. Anjurkan klien untuk beristirahat dan bantu dalam aktivitas yang ringan
sesuai kebutuhan.
Rasional :

membantu klien dalam menggunakan oksigen secara efektif

dalam beraktivitas.
2) Energy Management
a. Kaji keterbatasan fisik klien.
Rasional :

untuk mengetahui seberapa besar keterbatasan klien dalam

beraktivitas.
b. Kaji penyebab kelemahan.
Rasional : untuk memudahkan mengetahui intervensi yang tepat.
c. Berikan intake makanan yang adekuat.
Rasional : intake makanan yang cukup memberikan energi yang cukup bagi
klien.
d. Awasi adanya perubahan TTV dan saturasi oksigen.
Rasional :

penurunan TTV dan saturasi oksigen dapat menunjukkan

penurunan kemampuan beraktivitas.


3) Self Care Assisten
a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri.
Rasional : mengetahui batasan aktivitas yang dapat dilakukan klien.
b. Kaji kebutuhan klien dalam perawatan diri seperti : kebutuhan kebersihan
diri, pakaian, makanan, dan kebutuhan toileting.
Rasional : mengetahui kebutuhan perawatan diri yang dapat dan tidak dapat
klien lakukan sendiri.
c. Ajarkan pada keluarga agar membantu klien bila klien memang benar-benar
tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Rasional : membantu kemandirian diri klien.
4) Vital SignMonitoring
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status respirasi.
Rasional : penurunan TTV dapat menunjukkan penurunan kemampuan klien
dalam beraktivitas.
35

b. Monitor vital sign sebelum, selama, dan sesudah beraktivitas.


Rasional : mengetahui aktivitas yang dilakukan apakah berat atau tidak
terhadap klien.
8) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur
kulit akibat substansi kimia (toksin uremik), gatal-gatal.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .....x jam diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil :
Tissue Integrity: Skin & mucous membran
-

Temperatur kulit normal

Sensasi kulit ada

Elastisitas kulit normal

Hidrasi kulit adekuat

Warna kulit normal

Tekstur kulit normal

Ketebalan kulit normal

Bebas lesi jaringan

Kulit intak (tidak ada eritema dan nekrosis)

Intervensi :
1) Skin surveillance
a. Pantau kulit terhadap warna, kehangatan, kemerahan, tekstur, edema, dan
laserasi.
Rasional:untuk mengetahui keadaan kulit secara umum serta tanda-tanda
kerusakan integritas kulit.

b. Monitor sumber tekanan dan gesekan.


Rasional: tekanan dan gesekan perlu dihindari untuk mencegah terjadinya
kerusakan kulit.
c. Monitor tanda-tanda infeksi, khususnya di area edema.
36

Rasional: adanya infeksi dapat meningkatkan risiko kerusakan integritas


kulit.
d. Catat perubahan kulit dan membrane mukosa.
Rasional: pencatatan perlu untuk mengetahui perkembangan kondisi kulit
klien.
e. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga bisa ikut
memantau terjadinya kerusakan integritas kulit.
f. Anjurkan klian dan keluarga untuk menghindari tekanan dan gesekan pada
kulit, misal jangan menggaruk.
Rasional: mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
2) Skin care: Topical treatments
a. Pantau integritas kulit klien setiap hari.
Rasional: mengevaluasi status kerusakan kulit sehingga dapat memberikan
intervensi yang tepat.
b. Cegah penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar linen tetap bersih,
tidak lembab, dan tidak kusut.
Rasional: keadaan yang lembab dapat meningkatkan perkembangbiakan
mikroorganisme dan untuk mencegah terjadinya lesi kulit akibat gesekan
dengan linen.
c. Lakukan perawatan kulit setiap hari.
Rasional: untuk menjaga kelembaban dan elastisitas kulit sehingga
mencegah terjadinya kerusakan kulit.
3) Pruritus Management
a. Monitoring karakteristik pruritus yang dirasakan klien
Rasional: untuk mengetahui karakteristik dari gatal sehingga memudahkan
intervensi yang akan diberikan
b. Monitoring kepatuhan pola hygiene klien. Edukasi klien untuk mandi air
hangat setidaknya 1x/hari, menggunakan sabunantiseptik berbahan dasar air.
Rasional: pola hygiene klien akan mempengaruhi proses perkembangan
penyakitnya

37

c. Monitoring

kemampuan

klien

Untuk

memotong

siklus

gatal

dan

garukan.Edukasi klien untuk tidak menggaruk/menggosok dengan kasar


bagian yang gatal,memberikan pelembab setelah mandi
Rasional : beberapa jenis gangguan kulit akan diperparah karena garukan
yang dilakukan klien
d. Anjurkan klien untuk mengganti pakaian setelah mandi
Rasional : untuk menunjang kebersihan kulit
e. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian dengan bahan yang menyerap
keringat.
Rasional : penumpukan keringat yang berlebih dapat menjadi media
pertumbuhan bakteri
f. Berikan lingkungan yang tenang untuk klien beristirahat
Rasional : istirahat pada pasien dengan pruritus biasanya susah untuk
dilakukan sehingga modifikasi lingkungan diperlukan pada pasien
g. Anjurkan klien untuk menghindari makanan, seperti telur ikan , kacangkacangan untuk sementara waktu
Rasional : jenis protein dapat meningkatkan proliferasi sel atau
meningkatkan pelepasan mediator kimia
h. Hindarkan pemakaian bedak untuk mengurangi gatal, terutama pada lesi
yang terbuka
Rasional : bedak dapat bersifat iritatif terhadap lesi
4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan intervensi/perencanaan
yang telah dibuat.

5. EVALUASI
No.
1

Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan

Evaluasi
Tercapai keseimbangan antara asupan dan haluaran cairan,

berhubungan dengan

dengan kriteria hasil:


38

melemahnya mekanisme

Tekanan darah normal(100-139/70-89 mmHg)

pengaturan ginjal, ditandai

Denyut nadi normal (60-100x/menit)

dengan klien mengalami edema,

Tercapai keseimbangan intake dan output cairan

terjadi peningkatan berat badan

Turgor kulit elastis

dengan cepat, distensi vena

Membran mukosa lembab

jugularis, oliguria.

Hematokrit normal

Tidak ada asites

Tidak ada hipotensi orthostatik

Tidak ada distensi vena jugularis

Nausea berhubungan dengan

- Tidak ada edema perifer


Terjadi penurunan derajat mual dan muntah, dengan kriteria

gangguan biokimia (uremia),

hasil:

ditandai dengan klien mengeluh

Klien mengatakan tidak ada mual.

mual muntah, terjadi penurunan

Klien mengatakan tidak muntah.

nafsu makan, terjadi

Klien mengatakan keinginannya untuk makan

peningkatan saliva, klien tidak

meningkat

dapat menghabiskan makanan

Tidak ada peningkatan produksi saliva.

sesuai porsi yang disediakan.

Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan

Nyeri akut berhubungan dengan

habis)
Nyeri berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil:

agen cedera kimia (toksin

Klien tidak melaporkan adanya nyeri

uremik), ditandai dengan klien

Klien melaporkan nyeri terkontrol

mengeluh nyeri kepala dan

Klien tidak merintih ataupun menangis

nyeri otot, klien mengeluh nyeri

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

dengan skala 1-10, klien

Klien tidak tampak berkeringat dingin

tampak gelisah, klien tampak

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

meringis kesakitan, TD

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

meningkat (>120/80 mmHg),

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan

nadi meningkat (>100x/mnt),


klien tampak memegangi
4

bagian yang nyeri.


Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

teknik manajemen nyeri non farmakologis


-

Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi.

Pemenuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:


-

Masukan nutrisi adekuat


39

berhubungan dengan tidak

Masukan makanan dalam batas normal

adekuatnya asupan akibat iritasi

Masukan kalori dalam batas normal

gastrointestinal ditandai dengan

Nutrisi dalam makanan cukup

klien mengeluh mual muntah,

mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat , vitamin,

penurunan BB >20%, kadar

mineral, ion, kalsium, sodium.

albumin serum < 3,4 g/dl,

terjadi penurunan intake

Serum albumin dalam batas normal (3,44,8 gr/dl)

makanan, nafsu makan


menurun, kelemahan.

PK Anemia

Perawat dapat meminimalkan komplikasi anemia yang


terjadi, dengan kriteria hasil:
-

TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg,


nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-37,5C, RR: 16-20
x/menit).

PK Hipertensi

Konjungtiva berwarna merah muda.

Hb klien dalam batas normal (12-16 g/dL).

Mukosa bibir berwarna merah muda.

Klien tidak mengalami lemas dan lesu.


Perawat dapat meminimalkan komplikasi dari hipertensi
dengan kriteria hasil:
-

TTV dalam batas normal (TD= 120/80 mmHg, suhu 3637,5oC, nadi = 60-100 kali/menit, RR= 12-20 x/menit)

Tidak ada tanda-tanda komplikasi dari hipertensi seperti


stroke.

Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan penurunan

Klien mampu mentoleransi aktivitas, dengan kriteria hasil:


-

suplai O2 ke jaringan, ditandai


dengan terjadi kelelahan,
kelemahan, peningkatan nadi

Klien melaporkan kelelahan dan kelemahannya sudah


hilang.

Klien mengatakan tidak pusing/sakit kepala saat


beraktivitas.
40

dan tekanan darah saat

beraktivitas.

Klien melaporkan tidak mengalami sesak setiap


beraktivitas.

Klien mengatakan mampu mandi, berpakaian, makan dan


toileting secara mandiri.

Risiko kerusakan integritas

Suhu tubuh 36,5-37,5o C

Respirasi rate 16-20 x per menit

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 60-100 x per menit

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil:

kulit berhubungan dengan

Temperatur kulit normal

perubahan struktur kulit akibat

Sensasi kulit ada

substansi kimia (toksin uremik).

Elastisitas kulit normal

Hidrasi kulit adekuat

Warna kulit normal

Tekstur kulit normal

Ketebalan kulit normal

Bebas lesi jaringan

Kulit intak (tidak ada eritema dan nekrosis)

DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications
(NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Doengoes, M, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
41

Eknoyan MD, Garabed. 2006. The Global Burden of Chronic Kidney DiseaseChallenges,
Opportunities, and Solutions to Improve Patient Care and Outcomes. Texas : Baylor
Jameson, J.L. & Loscalzo, J. (Eds). 2010. Harrisons : Nephrology and Acid-Base
Disorders. US : The McGraw-Hill Companies.Kader et al. 2009.Symptom Burden,
Depression, and Quality of Life in Chronic and End-Stage Kidney Disease, (online),
(http://cjasn.asnjournals.org/content/4/6/1057.short, diakses 29Desember 2013)
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
National Kidney Foundation. 2009. Association of Level of GFR with Indices ofFunctioning
and Well-being. New York: National Kidney Foundation,
(online),
(http://www.kidney.org/professionals/Kdoqi/guidelines_ckd/p6_comp_g12.htm,
diakses 29Desember 2013).
Situmorang, EY. 2010. Gambaran Pola Makan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang
Menjalani.Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun
2009.Medan : Universitas Sumatera Selatan
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo, A.W. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Sukandar, E. 2006.Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Fakultas Kedokteran UNPAD.
Sylvia & Price.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Widiana,
R.
2007.
Jurnal
Gagal
Ginjal
Kronis,
(online),
(http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2_edited.pdf, diakses 29Desember 2013).

42

Anda mungkin juga menyukai