Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

APENDISITIS INFILTRAT
Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog
dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum,
di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks.
8,9
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
3,10
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang
disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum
(inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia
anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8
yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis
yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene. 7
Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks


tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.7
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.7
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah
lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. 2
Definisi
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk
pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah
cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.13
Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan
cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy
dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi
obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan
pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan
rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempermudah terjadinya apendisits akut.7
Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya


sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang
dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangrene atau terjadi perforasi.2
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor. 1,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.1
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan


bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 7
Manifestasi klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk.7
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung
sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang
dari dorsal.7
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang.
Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. 7
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada
anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan.
Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian
akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada
bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 7
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal

Apenditis mukosa

Radang di seluruh
Ketebalan dinding

Apendisitis komplet radang


Peritoneum parietale apendiks

Radang alat/jaringan yang


Menempel pada apendiks
Perforasi
Pendindingan (Infiltrat)
Tidak berhasil

Berhasil

Abses Kurang enak ulu hati/daerah pusat,


mungkin kolik
nyeri tekan kanan bawah
(rangsaganan automik)
nyeri sentral pindah ke kanan bawah,
mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)


nyeri pada gerak aktif dan pasif,
defans muskuler lokal
genitalia interna, ureter, m.psoas, kantung kemih, rektum
demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis

s.d.a + demam tinggi, dehidrasi,


syok, toksik
massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. 7
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7
Gambar 5 : Gambaran klinik apendisitis akut
tanda awal
o nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney
o nyeri tekan
o nyeri lepas
o defans muskuler
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
o nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
o nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
o nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Demam C. Bila suhu lebihbiasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu C. Pada inspeksi
perut tidak ditemukanaksilar dan rektal sampai 1 gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat
atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.7
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan
cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka
kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga
pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada
RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.3
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada apendisitis pelvika. 7

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak
tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks
yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 7
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan
kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan
pada pinggul / pangkal paha kanan (tanda bintang). 14
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak
dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 14
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam. 14
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 14
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen
dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika.13

Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik
meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar
fekalit.1,3
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran
kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya
peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya
(diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti
inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckels,
endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif
palsu pada hasil USG.14
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain
dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari
6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk


apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena
dapat menyebabkan rupture apendiks.3

Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau
abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa,
dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis
dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis
yang khas.7
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in
loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa. 3
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13
Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
15
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi

untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa


perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.15
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih
bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu,
operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3
hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan
akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan
harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum. 13
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 7
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan
jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya

48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi
maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi
tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil
dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses
dan massa harus segera dibuka dan didrainase.3
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri
tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal,
bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi
sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang
dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1
inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi.
Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 3
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
rectal dan aksiler)
o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih
kecil dibanding semula.
o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
o Apakah penderita sudah bed rest total
o Pemberian makanan penderita
o Pemakaian antibiotik penderita
o Kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan
terapi adalah drainase.3
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus

halus.7
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.3
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.12

KESIMPULAN
1. Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis
infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4
sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks
lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya
tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang
dan tebal untuk membungkus proses radang.
2. Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis
akut. Dimulai dari acute focal gangrenous apendicitis acute suppurative
apendicitis apendicitis dapat(tahap pertama dari apendisitis yang mengalami
komplikasi) terjadi 3 kemungkinan :
o perforated apendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau
rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
o terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan
akan mengecil dan menghilang)
o apendisitis kronis, merupakan serangan ulang apendisitis yang telah sembuh.
3. Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya
riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan
penyakit lain pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor
cekum, lymfoma maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma,
penyakit crohn, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun
kista ovarium terpuntir.
4. Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila

massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan
massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.
5. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi apendisitis yang dapat
mengakibatkan peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan
kematian. Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan diagnosa apendisitis
akut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication.
3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
UNAIR. Surabaya.
4. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23
No.03 September 2004.
http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20
mass
5. Anonim, 2006. Appendix Mass.GP Note Book
http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm
6. Anonim, 2006. Appendicitis.
http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc_med?
Appendicitis/Natural.htm.
7. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
8. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
9. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
10. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines.
http://www.patholoyoutlines.com
11. Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body.www.Bartleby.com
12. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.
National Institute of Health. NIH Publication No. 044547.June 2004
www.digestive.niddk.nih.gov
13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
14. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center,
Temple, Texas http://www.aafg.org
15. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai