Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. U

Umur : 68 Tahun

Alamat : Ciuyah

Masuk RS : 30/08/2018 (03.15)

No. Rekam Medis : 18016573

2. Anamnesis

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang ke Igd dengan diantar keluarga dengan keadaan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi 4 jam SMRS secara mendadak. Sebelumnya
pasien diketahui merasa lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari terakhir. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien memiliki sakit gula sejak 2 tahun terakhir dan jarang control ke
dokter atau puskesmas, selama beberapa hari terakhir tidak mengonsumsi obat sakit gulanya.
Pasien juga sempat mengeluh pusing dan lemas sebelum pingsan. Dari penuturan keluarganya
beberapa hari terakhir pasien hanya makan sedikit Karena pasien takut gula darahnya naik lagi.(-
) Demam (-) mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki Riwayat darah tinggi sejak 1 tahun.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Tingkat Kesadaran : Compos menits

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

b) Tanda vital

Tekanan darah : 130/80mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Pernafasan : 26 kali/menit

Suhu : 36 C

c) Pemeriksaan Fisik

1
1. Kepala : Nyeri tekan (-)

2. Mata : Conjungtiva Anemis -/-, sklera ikterik -/-

3. Leher : Limfadenopati (-),

4. Dada :

thorax :

• Inspeksi : Simetris kiri = kanan, normochest

• Palpasi: Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus kiri=kanan

• Perkusi : Sonor

• Auskultasi : VBS +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-

Cor:

• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

• Palpasi: Ictus cordis tidak teraba

• Perkusi : Pekak, ukuran jantung membesar.

• Batas kanan : Linea parasternalis kanan

• Batas kiri : 2 jari lateral linea midklavikularis kiri

• Batas atas : ICS II parasternalis

• Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen :

• Inspeksi : Datar, ikut gerak napas

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

• Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba, epigastric pain (-)

• Perkusi : Timpani (+), ascites (-)

6. Ekstremitas : Edema: pretibial -/-, dorsum pedis -/

2
4. pemeriksaan Penunjang

f) Diagnosis Kerja

Penurunan Kesadaran e.c Hipoglikemi

g) Penatalaksanaan

- O2 4 lpm via nasal kanul


- IVFD D10% 500cc
- Bolus Dex.40% 2 flakon
- EKG

3
- Foto Thorax
- Cek DR, ur, cr, gds

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi, Diagnosis dan Klasifikasi.


Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.1 kadar glukosa
darah < 70mg/dl dengan gejala klinis.3 Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal
jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar < 108 mg% (6 mmol/L) masih dianggap
normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relative lebih rendah. Kadar
glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena.1
Pada individu normal, sesudah puasa semalaman kadar glukosa darah jarang lebih rendah
dari 4 mmol/L, tetapi kadar kurang dari 50 mg% (2,8 mmol/L) pernah dilaporkan dijumpai
sesudah puasa yang berlangsung lebih lama.1
Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang mensekresi insulin
atau insulin-like growth factor (IGF). Dalam hal ini diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila
kadar glukosa < 50 mg% atau bahkan 40 mg%. Walaupun demikian berbagai studi fisiologis
menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55
mg% (3 mmol/L). lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55 mg% yang terjadi
berulang kali merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat. 1
Gejala hipoglikemi dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang.4
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa darah 63-
65 mg% (3,5-3,6 mmol/L). oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnosa hipoglikemia
ditegakkan bila kadar glukosa plasma ≤ 63 mg% (3,5 mmol/L).1
Klasifikasi

4
Pada diabetes, hipoglikemia juga didefinisikan sesuai dengan gambaran klinisnya.
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dari Triad Whipple merupakan panduan klasifikasi klinis
hipoglikemia yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi : 1,2
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah yang rendah.
b. Kadar glukosa darah yang rendah (< 3 mmol/L, hipoglikemia pada diabetes).
c. Hilangnya secara cepat keluhan-keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
Akan tetapi pada pasien diabetes dan insulinoma dapat kehilangan kemampuannya untuk
menunjukkan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah kriteria klinis pada
pasien diabetes yang mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan,
sedang dan berat (tabel 1).1
Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut.1
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada
gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri,
menimbulkan gangguan aktivitas sehari-
hari yang nyata.
Berat Sering (tidak selalu) tidak simtomatik,
karena ganguan kognitif pasien tidak
mampu mengatasi sendiri.

II. 2 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian hipoglikemia
dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk mencatat
kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap timbulnya
hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat dibandingkan. Dalam
The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes
tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat
terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi
konvensional. Sebaliknya dengan kriteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat
kejadian hipoglikemia yang berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17
dengan terapi konvensional.1

5
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap
sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia
yang lebih berat.1

II. 3 Etiologi
Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang
tepat, naik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang menyebabkan
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu dijumpai saat-saat dan keadaan
tertentu dimana pasien diabetes mungkin mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini
pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan pola sekresi insulin yang fisiologis.
Makan akan meningkatkan glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak sesudah 1
jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat, bila diberikan subkutan belum mampu
menirukan kecepatan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak
konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap
hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh sebab itu
waktu dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan
malam hari.1
Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin dan sebagian besar pasien yang
mendapat sulfonilurea, pernah mengalami keadaan dimana kadar insulin di sirkulasi tetap tinggi
sementara kadar glukosa darah sudah dibawah normal. Untuk menghindari timbulnya
hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan
waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa
darah, tanda-tanda dini hipoglikemia dan cara penanggulangannya. Resiko hipoglikemia terkait
dengan penggunaan sulfonilurea dan insulin.1
Pada pasien diabetes tipe 2 kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit. Dari the United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar HbA1c yang setara dengan DCCT
dalam 10 tahun pertama kejadian hipoglikemia berat dengan terapi klorpropamid timbul pada
0,4%, glibenklamid 0,6% dan insulin 2,3%. Kejadian hipoglikemia berat juga meningkat dengan
penggunaan insulin yang makin lama.1

6
Tabel 2. Faktor Yang Merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia1
Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau presipitasi hipoglikemia adalah :
1. Kadar insulin yang berlebihan
 Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidaksesuaian dengan kebutuhan
pasien atau gaya hidup.
 Peningkatan bioavabilitas insulin : absorbs yang lebih cepat (aktivitas jasmani), suntik
diperut, perubahan ke human insulin ; antibody insulin ; gagal ginjal..
2. Peningkatan sensitivitas insulin
 Defisiensi hormone counter-regulatory : penyakit Addison ; hipopituitarisme
 Penurunan berat badan
 Latihan jasmani, postpartum ; variasi siklus menstruasi.
3. Asupan karbohidrat kurang
 Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
 Diet slimming, anoreksia nervosa
 Muntah, gastroparesis
 Menyusui
4. Lain-lain
 Absorpsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
 Alkohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonilurea ; penyekat β non
selektif, pentamidin)

II. 4 Proteksi Fisiologi Melawan Hipoglikemia


Mekanisme kontra regulator. Glukagon dan epinefrin merupakan 2 hormon yang disekresi
pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dihati. Glukagon mula-mula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epineferin selain meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis dihati juga menyebabkan lipolisis dijaringan lemak serta

7
glikogenolisis dan proteolisis diotot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan
baku glukogenesis.1
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal yang pada keadaan tertentu
merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil
hati juga menunjukkan kemampuan otoregulasi.1
Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama,
dengan cara melawan kerja insulin dijaringan perifer serta meningkatkan glukoneogenesis.
Defisiensi growth hormone dan kortisol pada individu menimbulkan hipoglikemia yang
umumnya ringan.1
Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah
hipoglikemia yang diinduksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan epinefrin
dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak terjadi.1
Sel β pankreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan
turunnya kadar insulin didalam sel β berperan dalam sekresi glikagon oleh sel α. Studi
eksperimental pada hewan menunjukkan bahwa respon fisiologi utama terhadap hipoglikemia
terletak dineuron hipotalamus ventromedial (VMH). Neuron-neuron di VMH responsive
terhadap glukosa, sebagian responsive terhadap hipoglikemia.1
Neuron-neuron tersebut diproyeksi kearea yang berkaitan dengan aktivitas pituitary adrenal
dan system simpatis. Tampaknya respon fisiologiutama terhadap hipoglikemia terjadi sesudah
neuron-neuron di VMH yang sensitive terhadapglukosa teraktivasi dan kemudian mengaktifkan
system saraf otonomik dan melepaskan hormone-hormon kontra regulator.1

II. 5 Keluhan dan Gejala Hipoglikemi


Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah
ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan asupan
glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan system saraf pusat, dengan
gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat
memanfaatkan sumber energy alternative, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang
disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar
yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energy alternative.1

8
Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah tidak
hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai
keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar mengenai
keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-
tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat “refined” yang lain.
Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi pasien diabetes yang mendapat terapi
insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati
normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada
waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola
tertentu, sesuai komponen fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat Bingung Mual
Jantung berdebar Mengantuk Sakit kepala
Tremor Sulit berbicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan
biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh
neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan
merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan
otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang
progresif aktivasi system saraf otonomik. 1

9
Hypoglicemic
Patofisiologi:
DM Gula darah masih Konsumsi Antidiabetik
type 2 terkonrol, sebelum
sarapan

HYPOGLICE Gula darah turun


MIC drastis

Asupan Hipothalamus
glukosa di otak merangsang sistem Merangsang ginjal
tidak cukup mengeluarkan
Katekolamin

Otak Aktivasi reseptor


berhenti adrenergik
berfungsi
ssp Ganglion Vasokontriksi Jantun
Sebacea pd perifer g
KOM (kulit)
A
Anxiet Sweatin Palpitatio
y col
g d n

Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5

Pengenalan hipoglikemia
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan akut
sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut adalah 65-68
mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system simpatoadrenal. Bila

10
kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi
kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi psikomotor yang lain, mulai
terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang masih mempunyai kesiagaan
(awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal terjadi sebelum disfungsi serebral
yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar yang mempunyai kemampuan kognitif
yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.1

11
Hipoglike Hypoglycemic coma (fase I and II)
mia
+
Sel Hipotala Jalur
alfa mus simpatis
Hipofi
sis
Epinefrin +
aktivitas saraf Tachyc
CTH
simpatik ardia
GH
Glukag Vasopre Kortis
Output kardiak
Vasodilatasi otot
Glukoneogenesis Vasokonstriksi
+ Penghambat
Glikogenolisis kulit dan usus
sekresi insulin

Aliran darah
Metabolis Peningkatan ke :
m↓ gula darah -Otak
-Otot
Tempera Vasodilat Failed to -Hati
ture ↓ ation compesate
Hypote Failed to
nsionn Blood
compesate
Glucose still
Low Blood Glucose
for the brain
SH
OC

Hypoglycem
ia Coma

Gambar 2. Koma hipoglikemia.3

12
Hipoglikemi Yang Tidak Disadari (UNAWARENESS)
1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.
Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang
mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap hipoglikemia
yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1
Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal. Pada
pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun hampir
semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat ini belum
diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa
darah yang ketat. Sel alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak dapat
menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi glukagon, walaupun sekresi
yang glukagon masih dapat dirangsang oleh perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling
meyakinkan adalah gangguan tersebut timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk
didalam islet cell, akibat produksi insulin endogen yang turun.1
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang
walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan yang
lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon glukagon,
kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan
terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena
hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1

2. Hipoglikemia yang tidak disadari


Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin.
Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan mengenal
hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal hipoglikemia mungkin
tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial juga dijumpai. Dari sekitar
25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak mengalami hipoglikemia unawareness
ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang
tidak didasari kemungkinan pasien mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat,
peningkatan tersebut juga terjadi pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya

13
tidak diberikan terapi yang intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga
tidak diperkenankan untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien
selayaknya juga diberikan tentang kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara
penanggulangannya. Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak
disadari dapat dilihat dalam tabel 4.1

Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller,
2003)
Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme
Diabetes yang lama  Tidak diketahui
 Hipoglikemia yang berulang
merusak neuron glukosensitif
Kendali metabolic yang ketat  Regurgitasi transport glukosa
neuronal yang meningkat
 Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi
neuron
Alcohol  Penekanan respon otonomi respon
 Gangguan kognisi
Episode nocturnal  Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
 Posisi berbaring mengurangi respon
simpatoadrenal
 Kemampuan abstrak belum cukup
Usia muda (anak)
 Perubahan perilaku
 Gangguan kognisi
Usia lanjut
 Respon otonomik berkurang
 Sensitivitas adrenergic berkurang

3. Alkohol

14
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alkohol. Alkohol
meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia sesudah
meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap mabuk
hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1

4. Usia muda dan usia lanjut


Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak umumnya
tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang teratur serta
aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi masalah yang besar
bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia
yang berulang terutama yang disertai kejang dapat mengganggu kemampuan intelektual anak di
kemudian hari.1
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap
sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide. Pada
usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang.
Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.1
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan oleh
sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang bekerja
lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1
Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan
karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β yang
selektif dapat digunakan dengan aman.1

II. 6 Terapi Hipoglikemia


Bila hipoglikemia telah terjadi maka pengobatan harus segera dilaksanakan terutama
gangguan terhadap otak yang paling sensitive terhadap penurunan glukosa darah. Berdasarkan
stadium terapi hipoglikemi:3,4
1. Stadium permulaan (sadar)
 Berikan gula murni ± 30 gr (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula dan makanan yang mengandung karbohidrat.

15
 Stop obat anti diabetik
 Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
 Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
 Cari penyebab

2. Stadium lanjut (koma hipoglikemi atau tidak sadar + curiga hipoglikemi)


a. Berikan larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon (= 50 ml) bolus intravena
b. Diberikan cairan dextrose 10% per infuse. 6 jam per kolf
c. Periksa GD sewaktu, kalau memungkinkan dengan glukometer.
 Bila GDs < 50 mg/dl, bolus dextrose 40% 50 ml IV
 Bila GDs < 100 mg/dl, tambah bolus dextrose 40% 25ml IV
d. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian dextrose 40% :
 Bila GDs < 50 mg/dl , tambah bolus dextrose 40% 50 ml IV
 Bila GDs < 100 mg/dl, bolus dextrose 40% 25 ml IV
 Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus dextrose 40%
 Bila GDs >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dextrose 10%.
e. Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200mg/dl, pertimbangkan mengganti
infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.

Glukosa oral
Sesudah diagnosa hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-
20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150-200 ml
minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan non diet cola. Sebaiknya coklat
manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorpsi glukosa. Bila
belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat
kompleks.1
Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan terlalu gawat, pemberian madu atau
gel glukosa lewat mukosa rongga mulut mungkin dapat dicoba.1

16
Glukagon intramuscular
Glukagon 1 mg intramuscular dapat diberikan oleh tenaga professional yang terlatih dan
hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan
pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan
pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk
tepung untuk mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia
yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektivitas glukagon
tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.1

Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi
50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10%
dianggap lebih aman. Ekstravasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan
amputasi.1

17
GD 
70

INFUS
ME D10%
KESADARAN
NU BOLUS

CE
BI B K
15-20 g GD
S A
KH
A
TD
CE K KESADARAN
K BIS
GD

INFUS
ME
D10% ME NU
GD > GD  BOLUS MB
70 70
MONITO
R KETAT
- SNACK ULANG :
15-20 g INFUS
DLM 30 KH
MNT D10%
- BOLUS
CE BI TD
K S K
GD A BIS
15-20 g
GD > GD  17 KH
70 70 ORAL
Gambar 3. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.

18
BAB III
KESIMPULAN

Untuk mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemia


merupakan faktor limitasi utama dalam kendali glikemia pada pasien DMT 1 dan DMT 2 yang
mendapat terapi insulin. Dengan mengenal gejala awal hipoglikemia, pasien dan keluarga dapat
mencegah kejadian hipoglikemia yang lebih berat. Ketidakmampuan pasien mengenal gejala dini
hipoglikemia menyebabkan hipoglikemia pada pasien. Hipoglikemia unawareness timbul akibat
gangguan respon fisiologi simpatoadrenal dan sekresi glukagon yang sering didapatkan pada
pasien diabetes yang mendapat terapi insulin. Hipoglikemia akut harus segera diterapi dngan
pemberian glukosa oral 10-20 g dalam bentuk larutan. Bila glukosa oral tidak dapat diberikan,
pemberian glukagon 1 mg IM atau 75-100 ml larutan glukosa intravena 20% merupakan terapi
yang efektif.1

19
DAFTAR PUTAKA

1. Harrison`s. Principles of Internal Medicine. 17thEdition. United State of America. 2008


2. Sudoyo A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006
3. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi ke
6. Vol II. Jakarta :EGC. 2003
4. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.
2006
5. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah). Diakses melalui
URL: http://www.medicastore.com.

20

Anda mungkin juga menyukai