Anda di halaman 1dari 136

IDENTIFIKASI BAHAYA KESELAMATAN KERJA DAN

UPAYA PENGENDALIAN YANG DILAKUKAN


DENGAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)
PADA GEDUNG DEPARTEMEN PRODUCTION LOGISTIC (PLG)
PT. X TAHUN 2011

LAPORAN MAGANG

OLEH :
Farhan Ferdiansyah
NIM : 107101000287

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Magang, Februari 2011
Farhan Ferdiansyah, NIM : 107101000287
Identifikasi Bahaya Keselamatan Kerja dan Upaya Pengendalian yang Dilakukan
dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) pada Gedung Departemen Production
Logistic (PLG) PT. X Tahun 2011
xi+113 halaman, 11 tabel, 10 bagan, lampiran.
xv + 118 halaman, 9 tabel, 15 gambar, 12 lampiran.

Abstraksi
PT. X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri
otomotive yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor. Setiap sistem kerja dalam sebuah
perusahaan selalu mempunyai bahaya keselamatan kerja, begitu juga sistem kerja pada
PT. X mempunyai bahaya keselamatan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan
kerja, bahaya ini meliputi kecelakaan pada jari tangan (terjepit), tertimpa part jatuh, dan
lainnya.. Dalam kegiatan magang kali ini dilakukan proses identifikasi bahaya yang
akan difokuskan pada Departemen Production Logistic (PLG).
Kegiatan magang dilakukan selama bulan Februari 2011 yang bertujuan untuk
mengidentifikasi risiko keselamatan kerja dengan metode Job Safety Analysis (JSA)
pada setiap tahapan proses di Departemen PLG. Dalam magang kali ini mahasiswa
mendapatkan data sekunder berupa profil perusahaan dan laporan kecelakaan kerja, dan
dokumen aspec impac yang dilakukan perusahaan. Selain itu mahasiswa juga
mendapatkan data primer berupa observasi dan diskusi dengan sekertaris P2K3 serta
pekerja.
Hasil identifikasi risiko K3 yang ada pada pekerjaan di Departemen PLG adalah
tergelincir, pekerja tertabrak, gangguan pernapasan, luka tangan terkena alat, kejatuhan
part atau alat, keseleo, dan iritasi akibat cairan kimia. Upaya pengendalian yang
dilakukan perusahaan yaitu, bekerja sesuai dengan work instruction, pelatihan saat
pertama masuk kerja, pengecekan alat, maintenance peralatan. Untuk pekerja sendiri
harus menggunakan APD sesuai jenis bahaya pada setiap pekerjaan.
Untuk meminimalisir risiko K3, upaya pengendalian dapat ditambahkan dengan
mengganti diesel forklift dengan electric rofklift pada unloading, pengecekan kendaraan
sebelum digunakan, penempatan safety sign di tempat yang terlihat, pengecekan
peralatan kerja sebelum digunakan, penempatan tong sampah untuk limbah, pemasangan
local exhouse di proses fill battry, serta selalu mengingatkan pekerja untuk hati-hati. dan
pemakaian APD tambahan seperti masker.
Daftar bacaan : 25 (1987-2008)

10

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Magang

IDENTIFIKASI BAHAYA KESELAMATAN KERJA DAN UPAYA


PENGENDALIAN YANG DILAKUKAN DENGAN METODE Job Safety Analysis
(JSA) PADA GEDUNG DEPARTEMEN PRODUCTION LOGISTIC (PLG) PT. X
TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan layak mengikuti sidang magang dihadapan tim Penguji
Magang
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 9 Juni 2011

Mengetahui,

Iting Shofwanti, ST, MKKK

Ir. Ari Abriyarto

Pembimbing Fakultas

Pembimbing Lapangan

11

PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 9 Juni 2011

Penguji I,

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II,

Ir. Ari Abriyarto


Pembimbing lapangan

12

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama

: Farhan Ferdiansyah

TTL

: Sukabumi, 29 Desember 1988

Jenis Kelamin : Laki-laki


Status

: Belum Menikah

Agama

: Islam

No. Telp

: 089636939762

Alamat

: Jl. Sukabumi-Cianjur Kp. Cirumput Rt. 005/04 Kelurahan Selaawi


Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, JAWA BARAT 43192

E-mail

: ferdiansyahfarhan@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL
1995 2001

SD Negeri Pamoyanan

2001 2004

SLTP N 1 Sukaraja

2004 2007

SMA Negri 1 Sukaraja

2007 sekarang

S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

13

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat
dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya
hingga laporan magang ini dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang
terang benderang.
Laporan magang dengan judul Identifikasi Bahaya Keselamatan Kerja dan
Upaya Pengendalian yang Dilakukan dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) pada
Gedung PLG PT. X tahun 2011 ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
magang.
Penyusunan laporan magang ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis,
melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan
semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Keluarga Besar. Bapak, Mamah, terima kasih atas doa dan kesabaran yang tulus
mengiringi langkahku. Kakak-kakakku dan semua Saudara dan Adikku, terima
kasih telah memberikan semangat untuk terus kuliah, terima kasih untuk segala
motivasi dan semua kemudahan yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

14

5. Ibu Ir. Iting Shofwati, MKKK, selaku pembimbing Fakultas dalam penyusunan
laporan magang ini.
6. Bapak Ir. Ari Arbiyarto, selaku pembimbing lapangan sekaligus sekertaris P2K3
dan staf-staf bagian QPP

PT. X yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penulis selama melaksanakan kegiatan magang di perusahaan tersebut.


7. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 07 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca
lain.

Jakarta, Juni 2011


Penyusun

Farhan Ferdiansyan

15

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................

PERNYATAAN PERSETUJUAN................................................................

ii

PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG .......................................................

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang .....................................................................................

1.2

Tujuan Kegiatan ...................................................................................

1.2.1

Tujuan Umum ..........................................................................

1.2.2

Tujuan Khusus .........................................................................

Manfaat Kegiatan .................................................................................

1.3.1

Bagi Mahasiswa .......................................................................

1.3.2

Bagi Institusi ............................................................................

1.3.3

Bagi Perusahaan .......................................................................

Ruang Lingkup Kegiatan .....................................................................

1.3

1.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja .........................................

2.2

Kecelakaan Akibat Kerja .....................................................................

2.2.1

Definisi Kecelakaan Akibat Kerja ...........................................

2.2.2

Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja .......................................

10

16

2.2.3

Teori Kecelakaan Kerja............................................................

12

Bahaya ..................................................................................................

16

2.3.1

Definisi Bahaya ........................................................................

16

2.3.2

Sumber Sumber Bahaya di Lingkungan Kerja .....................

18

Manajemen Risiko ...............................................................................

21

2.4.1

Tujuan Manajemen Risiko .......................................................

22

2.4.2

Manfaat Manajemen Risiko .....................................................

23

Proses Manajemen Risiko ....................................................................

23

2.5.1

Menentukan Ruang Lingkup ....................................................

23

2.5.2

Identifikasi Bahaya...................................................................

24

2.5.3

Analisis Risiko .........................................................................

29

2.5.4

Evaluasi Risiko ........................................................................

32

2.5.5

Pengendalian Bahaya ...............................................................

33

2.5.6

Pemantauan dan Tinjauan Ulang .............................................

34

2.6

Safety sign ............................................................................................

35

2.7

Pesawat Angkut ....................................................................................

37

2.7.1

Mesin Forklift ...........................................................................

37

2.7.2

Hois Crane ................................................................................

40

2.3

2.4

2.5

BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN


3.1

Alur Kegiatan .......................................................................................

42

3.2

Jadwal Kegiatan ...................................................................................

43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1

4.2

Gambaran Umum Perusahaan ........................................................................

46

4.1.1

Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................

46

4.1.2

Uraian Tugas Kepegawaian ..............................................................

48

4.1.3

Tata Tertib .........................................................................................

48

Panitia Pelaksana Keselamatan Kesehatan Kerja (P2K3) ..............................

54

4.2.1

54

Tujuan ...............................................................................................

17

4.2.2

Janji (komitmen) ...............................................................................

54

4.2.3

Audit..................................................................................................

55

4.2.4

Kewajiban .........................................................................................

55

4.2.5

Hambatan dalam pelaksanaan K3 .....................................................

56

4.2.6

Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab .............................................

56

4.2.7

Struktur Organisasi ............................................................................

58

Proses Produksi.................................................................................................

60

4.3.1 Gambaran Umum PLG ...........................................................................

60

4.4

Gambaran Pelaksanaan Identifikasi Bahaya .....................................................

67

4.5

Gambaran penerapan Pengendalian yang Dilakukan di Departement PLG PT X 70

4.6

Identifikasi Bahaya dan Upaya Pengendalian pada Setiap Proses Pekerjaan pada

4.3

Departemen PLG PT X .................................................................................

71

4.6.1

Proses Unloading ..............................................................................

71

4.6.2

Proses Storage ...................................................................................

78

4.6.3

Proses Unboxing ..............................................................................

82

4.6.4

Proses Robbing Area .........................................................................

92

4.6.5

Proses Supply ...................................................................................

99

4.6.6

Proses Fill Battery ............................................................................

101

BAB V PENUTUP
5.1

Simpulan ..............................................................................................

105

5.2

Saran .....................................................................................................

110

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


LAMPIRAN

18

DAFTAR TABEL
Nomor Tabel

Halaman

2.1

Penilaian Resiko Hazard Matrix ..................................................

30

2.2

Tingkat Resiko Hazard Matrix .....................................................

31

2.3

Hubungan Antara Jarak Baca Aman Minimum Dengan Tinggi


Dan Ukuran Huruf .......................................................................

36

3.1

Jadwal Kegiatan Magang .............................................................

43

4.1

Hasil Identifikasi Bahaya (aspec impac) oleh PT X .................

69

4.2

Hasil identifikasi Bahaya Proses Unloading pada departemen PLG


PT X Tahun 2011 .....................................................................

4.3

Hasil identifikasi Bahaya Proses Storage pada departemen PLG PT


X Tahun 2011 ...........................................................................

4.4

97

Hasil identifikasi Bahaya Proses Supply pada departemen PLG PT


X Tahun 2011 ...........................................................................

4.7

89

Hasil identifikasi Bahaya Proses Robbing Area pada departemen


PLG PT X Tahun 2011 .............................................................

4.6

81

Hasil identifikasi Bahaya Proses Unboxing pada departemen PLG


PT X Tahun 2011 .....................................................................

4.5

76

100

Hasil identifikasi Bahaya Proses fill battery pada departemen PLG


PT X Tahun 2011 .....................................................................

104

19

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Halaman

2.1

Loss Causation Model Bird & Germain (1990) ..........................

14

2.2

Tahapan Manajemen Risiko Menurut AS / NZS 4360 : 1999 ......

22

2.3

Bagian-Bagian forklift ..................................................................

39

2.4

Hoise crane ..................................................................................

40

3.1

Alur Kegiatan Magang .................................................................

42

4.1

Struktur Organisasi Perusahaan PT. X .....................................

47

4.2

Struktur Organisasi P2K3 PT. X ..............................................

59

4.3

SOP Unloading ............................................................................

61

4.4

SOP Storage .................................................................................

63

4.5

SOP Supply ..................................................................................

66

20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penerapan teknologi maju di dalam proses produksi sampai saat ini telah

semakin intensif, sehingga efek samping yang berupa faktor fisik yang ditimbulkan juga
semakin beraneka ragam. Efek samping dari proses produksi, dapat berakibat buruk
kepada pekerjaan dan lingkungan kerja, sehingga pekerjaan dan lingkungan kerja tidak
memenuhi syarat-syarat kesehatan, yang terhadap tenaga kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan atau sakit. Efek samping yang dapat timbul diantaranya suhu
ekstrim, kebisingan, getaran, radiasi, penerangan di tempat kerja serta tekanan udara
ekstrim (soeripto, 2008). Untuk mengontrol bahaya-bahaya kesehatan dan bahayabahaya keselamatan maka harus ada manajemen kesehatan dan keselamatan kerja untuk
mengurangi potensi bahaya yang akan diterima oleh pekerja.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk tempat kerja yang aman dari bahaya kecelakaan, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktifitas kerja (eva, 2008).
K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan biaya (cost) perusahaan,

21

melainkan bentuk investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan yang


berlimpah di masa yang akan datang. Tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja dan kerja nyata.
Berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan kerja di Indonesia masih
tergolong tinggi, tahun 2000 terjadi 98.902 kasus, tahun 2001 terjadi 104.774 kasus,
tahun 2002 terjadi 103.804 kasus, tahun 2003 terjadi 105.846 kasus, tahun 2004 terjadi
95.418 kasus, tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, tahun 2006 terjadi 95.624 kasus dan
semester pertama 2007 terjadi 37.845 kasus. Kasus kecelakaan kerja pada 2008
sebanyak 93.823 orang dengan jumlah pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan
yang cacat total 44 orang (emi, 2010). Sedangkan berdasarkan data klinik perusahaan
PT. X, jumlah kecelakaan dari tahun 2008-2011 sebanyak 22 kasus dengan berbagai
macam jenis kecelakaan, misalnya luka sayat, luka robek, luka memar, luka bakar,
dislokasi, kejang otot, gram dimata, gigitan serangga, dll. (data kecelakaan PT X)
Kecelakaan kerja menurut PERMENAKER no 04 tahun 1993 diartikan sebagai
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah manuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang bisa
atau wajar dilalui. Sedangakan menurut Departemen Kesehatan adalah kejadian tidak
terduga dan tidak diharapkan yang biasa menyebabkan kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat. Untuk mengurangi
kecelakaan kerja di tempat kerja, salah satunya dengan melakukan identifikasi risiko
keselamatan kerja.

22

Banyak faktor penyebab terjadinya suatu kecelakaan, penyebab kecelakaan dapat


dikelompokan menjadi 2 kelompok, 1) kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang
tidak aman dari mesin, peralatan, bahan, dari lingkungan kerja, proses kerja, sifat
perkerjaan dan cara kerja. 2) perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan
berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan
keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak terlihat (bodily defect), ketelitian dan
kelemahan daya tahan tubuh, serta sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.
Proses identifikasi bahaya merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko.
Dalam praktiknya, suatu organisasi seringkali mengalami kesulitan dalam menentukan
bahaya. Hal ini disebabkan begitu banyak kegiatan-kegiatan yang harus di identifikasi.
Untuk itu perlu proses identifikasi bahaya berdasarkan kelompok seperti kegiatan,
lokasi, aturan-aturanm dan fungsi atau proses produksi.
PT. X sebagai produsen mobil mewah di Indonesia merakit 2 jenis kendaraan,
yaitu Passenger Cars dan Commercial Vehicle atau Chassis Bus. PT X terbagi
menjadi beberapa departemen, yaitu departemen APC (assembling passenger cars)
untuk perakitan Passenger Cars, departemen ACV (Assembling Commercial Vehicle)
untuk perakitan Commercial Vehicle atau Chassis Bus, dan Departemen Production
Logistic (PLG) untuk menyimpan komponen- komponen yang datang untuk di kelola
dan di supplay ke Departemen terkait.
Pada Departemen PLG komponen-komponen yang dikerjakan menggunakan
peralatan besar, seperti hois crane, forklif dieselt, forklift electric, towing, dan komponen
komponen yang di angkut cukup besar, sehingga dapat menimbulkan beberapa bahaya
seperti : terserempet Forklift karena diesel forklift, electric forklift, dan towing lalu

23

lalang untuk menyuplay komponen di area kerja PLG, bahaya tertimpa komponen saat
bekerja menggunakan hois crane, terluka tangan menggunakan cutter pisau, dan bahaya
ergonomi yang dapat kapan saja terjadi di area kerja tersebut.
Upaya perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan safety
inspection secara langsung ke lapangan oleh P2K3 perusahaan yang nantinya dilakukan
pencatatan potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja yang harus dilakukan
improvement. Selain itu supervisor masing-masing area melakukan identifikasi potensi
bahaya dalam benruk aspec impac.
1.2

Tujuan
1.2.1

Tujuan umum
Mengetahui gambaran identifikasi risiko keselamatan kerja di PT X Tahun

2011.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Diketahuinya gambaran umum di PT X tahun 2011.
2. Diketahuinya langkah-langkah proses produksi di PT X tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran pelaksanaan identifikasi risiko pada proses produksi
di PT X tahun 2011.
4. Diketahuinya bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada setiap proses
pekerjaan Unloading, Storage, Unboxing,

robbing (nonconpormance,

inspeksi, dan rework), supply, fill batrei, tyres di Departemen PLG PT X


tahun 2011.

24

5. Diketahuinya tingkat bahaya keselamatan dan kesehatan para pekerja


departemen PLG PT X tahun 2011.
6. Diketahuinya upaya pengendalian yang dilakukan terhadap bahaya
keselamatan kerja yang terdapat pada setiap proses pekerjaan Unloading,
Storage, Unboxing,

robbing (nonconpormance, inspeksi, dan rework),

supply, fill batrei, tyres di Departemen PLG PT X tahun 2011.

1.3

Manfaat
1.3.1

Manfaat bagi mahasiswa

1. Mengetahui karakteristik bahaya dan risiko pada proses produksi dan kondisi
lingkungan kerja.
2. Melatih kemampuan mahasiswa dalam hal identifikasi bahaya di tempat
kerja.
3. Menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja yang
nyata di perusahaan terutama dalam hel identifikasi bahaya.
1.3.2

Manfaat bagi PT X

1. Perusahaan mendapatkan gambaran tentang identifikasi risiko keselamatan


kerja pada pekerja.
2. Membantu kegiatan program keselamatan dan kesehatan kerja di PT X .
Khususnya mengenai risiko keselamatan kerja yang ada di perusahaan.

25

3. Memberikan solusi alternatif pada perusahaan mengenai pekalsanaan


program keselamatan dan kesehatan kerja, terutama hal berkaitan dengan
pencegahan kecelakaan kerja di PT X .

1.3.3

Manfaat bagi Program studi kesehatan masyarakat

1. Sebagai

sarana

pemantapan

keilmuan

bagi

mahasiswa

dengan

memperaktikan ilmu di dunia kerja.


2. Sebagai sarana pengembangan keilmuan K3.
3. Sebagai sarana untuk menjalin serta membina kerjasama yang saling
menguntungkan dan bermanfaat dengan perusahaan dibidang kesehatan dan
keselamatan kerja.
1.4

Ruang lingkup
Kegiatan magang ini dilakukan pada bagian PLG (Production logistic)
PT. X, selama bulan Februari. Kegiatan magang ini dilakukan oleh mahasiswa
semester VIII, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Objek dari kegiatan magang
ini adalah pekerja, termasuk supervisor dan operator yang ada di bagian PLG PT.
X. Dalam kegiatan magang ini mahasiswa mendapatkan data sekunder berupa
profil perusahaan, proses produksi, dan laporan kecelakaan pada saat jam kerja,
selain itu mahasiswa juga mendapatkan data primer berupa observasi langsung
dan wawancara tidak terstruktur dengan pekerja, termasuk supervisor dan
operator. Kegiatan magang ini dilakukan dengan cara melakukan identifikasi

26

dengan metode Job Safety Analysis (JSA) terhadap proses di bagian gedung PLG
PT. X untuk mengetahui bahaya keselamatan kerja dan upaya pengendalian
yang dilakukan pada proses kerja di gedung Departemen Production Logistic
(PLG).

27

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Mulya (2008) tentang definisi
keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja terdiri dari 2 komponen, yaitu keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Komponen kedua adalah kesehatan kerja yang merupakan
penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
masyarakat sekelilingnya agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk mencegah terjadinya
kecelakaan, cacat, dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang
baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja juga dapat
menimbulkan kerugian secara tidak langsung, seperti kerusakan mesin dan
peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, serta kerusakan
pada lingkungan kerja (Sumamur, 1995). Menurut Pasiak dalam Mulya (2008),
keselamatan kerja juga diartikan sebagai usaha untuk melaksanakan suatu
pekerjaan tanpa menimbulkan kecelakaan, hal ini berarti keselamatan kerja

28

membuat suasana kerja bebas dari segala macam bahaya sehingga akan tercapai
produktivitas kerja yang tinggi.

2.2 Kecelakaan Akibat Kerja


2.2.1 Definisi Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut Slote (1987), kecelakaan adalah produk akhir dari suatu
urutan tindakan atau kejadian yang berakhir pada konsekuensi yang tidak
diharapkan, seperti luka berat, luka ringan, kerusakan alat, gangguan
produksi, atau kerusakan lingkungan.
Menurut Sumamur (1995), definisi kecelakaan adalah kejadian tidak
terduga dan tidak diharapkan. Dikatakan tidak terduga karena dibelakang
peristiwa yang terjadi tidak terdapat unsur kesengajaan atau unsur
perencanaan, sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan
disertai kerugian material ataupun menimbulkan penderitaan dari skala
paling ringan sampai skala paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan
pekerjaan di suatu tempat kerja. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja
terkadang diperluas meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat
perjalanan ke dan dari tempat kerja.
Menurut UU RI Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, definisi kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan

29

dengan hubungan kerja, termasuk didalamnya penyakit yang timbul karena


hubungan kerja, serta kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat
dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kerja melalui jalan yang biasa
atau wajar dilalui.

2.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja


Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada
kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu
faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Menurut International Labour Organization (ILO)
tahun 1962 dalam Sumamur (1995), kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan
menjadi 4 macam penggolongan, yaitu :
1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan Akibat Kerja
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, kecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi.
g. Terkena arus listrik.
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

30

i.

Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau


kecelakaan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja


a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b. Alat angkut dan alat angkat.
c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat alat listrik.
d. Bahan-bahan atau zat-zat radiasi.
e. Lingkungan kerja.
f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut.
g. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut
atau data tak memadai.
3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan
a. Patah tulang.
b. Dislokasi atau keseleo.
c. Regang otot atau urat.
d. Memar dan luka dalam lain.
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
g. Luka di permukaan.
h. Gegar dan remuk.
i.

Luka bakar.

31

j.

Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca.
l.

Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.


n. Pengaruh radiasi.
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
4. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka Di Tubuh
a. Kepala.
b. Leher.
c. Badan.
d. Anggota atas.
e. Anggota bawah.
f. Banyak tempat.
g. Kelainan umum.
h. Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut.
2.2.3 Teori Kecelakaan Akibat Kerja
Sumamur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan akibat kerja
adalah suatu kecelakaan yang berkaitan antara hubungan kerja dengan
perusahaan. Hubungan kerja di sini berarti bahwa kecelakaan terjadi akibat
dari pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan akibat
kerja mencakup 2 permasalahan pokok, yaitu kecelakaan adalah akibat

32

langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang


dilakukan. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi
2 penyebab, yaitu perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak
memenuhi keselamatan, misalnya kelengahan, kecerobohan, kelelahan, dan
sebagainya. Penyebab kedua adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak
aman, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, mesin yang terbuka, dan
sebagainya.
Heinrich dalam Colling (1990) menemukan teori yang dinamakan
Teori Domino. Teori itu menyebutkan bahwa setiap kecelakaan yang
menimbulkan cedera, terdapat 5 faktor secara berurutan, yang digambarkan
sebagai efek domino yang berdiri sejajar, yaitu : kebiasaan, kesalahan
seseorang, perbuatan dan kondisi yang tidak aman, kecelakaan, serta
cedera.
Birds dan Germain (1990) memodifikasi teori domino Heinrich
dengan mengemukakan peranan manajemen dalam keselamatan dan
kesehatan kerja. Teori mereka dikenal dengan nama Loss Causation Model
yang

berisikan

memahami

petunjuk yang memudahkan

bagaimana

menemukan

faktor

penggunannya untuk

penting

dalam

rangka

mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian termasuk persoalan


manajemen. Mereka menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan
oleh serangkaian faktor berurutan yang terdiri dari :

33

1. Lack of Control by Management (Kurangnya Kendali)


Penyebab Lack of Control, yaitu :
a. Inadequate Programe (Program yang tidak bervariasi).
b. Inadequate Programe Standards (Standar yang tidak jelas).
c. Inadequate Compliance with Standards (Kurangnya pemenuhan
standar merupakan penyebab yang sering terjadi).
2. Basic Causes (Penyebab Dasar)
a. Personal Factor, faktor kepemimpinan atau pengawasan.
b. Job Factor, tidak sesuainya design engineering.
3. Immediate Causes
a. Faktor sub-standards act, contoh mengoperasikan unit tanpa izin.
b. Fakor sub-standards conditions, contoh kebisingan, iklim kerja,
ventilasi kerja, dan lain-lain.
4. Incident
a. Contact with Energy, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak
dengan energi.
b. Contact with Substance, kejadian incident terjadi akibat adanya
kontak dengan substansi.
5. Loss (Kerugian)
a. People, kerugian yang terjadi pada manusia atau pekerja.
b. Property, kerugian yang terjadi pada peralatan atau properti.

34

c. Process, kerugian yang terjadi pada proses produksi.

Lack of Control by Management

Basic Causes (Personal & Job Factors)

Immediate Causes (Sub-Standards Act & Conditions)


Incident (Contact with Energy or Substance)
Loss (People, Property, Process)

Gambar 2.1
Loss Causation Model
Bird & Germain (1990)
Ferrel dalam Colling (1990), menyatakan bahwa kecelakaan
merupakan hasil dari penyebab berantai, satu atau lebih dari penyebab
tersebut merupakan kesalahan manusia. Kesalahan manusia ini disebabkan
salah satu dari 3 situasi di bawah ini, yaitu :
1. Overload (beban yang berlebihan), yang merupakan ketidaksesuaian dari
kapasitas manusia dan beban yang ditujukan padanya. Overload dapat
dipelajari dalam model ini dengan melihat sumber-sumber dari beban,
seperti beban tugas, beban situasi, beban dari lingkungan sekitar, dan
beban dari dalam diri sendiri. Sumber dari beban ini kemudian bisa
dibandingkan dengan sumber-sumber dari kapasitas yang merupakan
dukungan alami seseorang, seperti keadaan fisiknya, pikirannya, tingkat

35

pelatihan, dan kelelahan. Dan semua ini terjadi saat seseorang berada
dalam dukungan tertentu yang mendorong dan memotivasinya.
2. Tanggapan yang salah oleh seseorang dalam situasi yang dikarenakan
ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan.
Ketidakcocokan dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat pada
dasar-dasar ketidakcocokan yang bisa jadi muncul di antara pendorong
dan tanggapan yang diminta atau dengan melihat ketidakcocokan di
dalam situasi kerja.
3. Aktivitas yang tidak semestinya yang ia lakukan karena ia tidak tahu apa
yang lebih baik, maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko.
Aktivitas yang tidak semestinya dapat dipelajari di dalam bagian bagian
dari apakah seseorang mengetahui atau tidak aktivitas yang benar dan
sengaja atau tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengambil
keputusan, bisa jadi karena ia merasa situasi tersebut memiliki
kemungkinan bahaya yang relatif rendah atau karena ia merasa potensi
untuk terjadi kecelakaan relatif rendah. Hal ini kemudian akan menjadi
masalah sifat situasi.
2.3 Bahaya
2.3.1 Definisi Bahaya
Menurut Ridley & Channing (1998), bahaya merupakan unsur
potensial yang dapat menyebabkan kerugian, bahaya biasanya digambarkan

36

dengan tingkat bahaya dan dapat diperhitungkan. Bahaya adalah sumber


risiko atau situasi yang berpotensi menimbulkan kerugian. Bahaya
merupakan sumber risiko apabila risiko tersebut diartikan sebagai sesuatu
yang negatif (Cross, 1998). Australian Standard / New Zealand Standard
4360 : 1999 memaparkan bahwa bahaya adalah sumber atau situasi yang
memiliki potensi menimbulkan kerugian. Bahaya merupakan segala sesuatu
yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta
benda, lingkungan, maupun manusia (Budiono, 2003). Bahaya adalah
sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup
substansi, proses kerja, dan aspek lain lingkungan kerja (Suardi, 2005).
Berdasarkan kelompoknya, bahaya dapat di bagi menjadi 2 jenis,
yaitu : (Mulya, 2008)
1. Bahaya Keselamatan (Safety Hazard)
Bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan
manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak
safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk
terjadi rendah. Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan
dampak cidera, kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan
kecelakaan di tempat kerja. Jenis-jenis safety hazard, antara lain :

37

a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses


yang bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk,
terpotong, terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair,
dan padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak,
dan korosif.
2. Bahaya Kesehatan (Health Hazard)
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan
manusia. Dampak health hazard bersifat kronis, konsekuensi rendah,
bersifat terus-menerus, dan probabilitas untuk terjadi tinggi. Jenis-jenis
health hazard, antara lain :
a. Physical Hazard, berupa energi seperti kebisingan, radiasi,
pencahayaan, temperature ekstrim, getaran, dan lain-lain.
b. Chemical Hazard, berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair,
dan padat yang mempunyai sifat toksik, beracun, iritan, dan
patologik
c. Biological Hazard, bahaya dari mikroorganisme, khususnya yang
patogen yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

38

d. Ergonomi, merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan


kesehatan sebagai akibat ketidaksesuaian desain kerja dengan
pekerja.

2.3.2 Sumber Sumber Bahaya di Lingkungan Kerja


Menurut Sahab (1997), kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya dan risiko yang ada di
lingkungan kerja. Sumber bahaya itu bisa berasal dari :
1. Bangunan, Instalasi, dan Peralatan
Proses bahaya yang berasal dari bangunan, instalasi, dan
peralatan yang digunakan bisa berupa konstruksi bangunan yang kurang
kokoh dan tidak memenuhi persyaratan yang ada. Selain itu desain
ruang dan tempat kerja serta ventilasi yang baik merupakan beberapa
hal yang harus diperhatikan.
2. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada proses produksi dapat memiliki
bahaya dan risiko yang sesuai dengan sifat bahan baku, antara lain :
a. Mudah terbakar.
b. Mudah meledak.
c. Menimbulkan alergi.
d. Bahan iritan.

39

e. Karsinogen.
f. Bersifat racun.
g. Radioaktif.
3. Proses Kerja
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung dari teknologi
yang digunakan. Proses yang ada pada industri ada yang sederhana,
tetapi ada juga yang prosesnya rumit. Ada proses yang berbahaya dan
ada juga proses yang kurang berbahaya. Dalam proses biasanya juga
digunakan suhu dan tekanan tinggi yang memperbesar risiko bahayanya.
Dari proses ini terkadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya
mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. Hal ini dapat
berakibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
4. Cara Kerja
Bahaya dari cara kerja yang dilakukan oleh pekerja yang dapat
membahayakan pekerja itu sendiri atau orang lain disekitarnya, yaitu :
a. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara
yang salah maka dapat menyebabkan cidera dan yang paling sering
adalah cidera pada tulang punggung.
b. Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam,
percikan api, serta tumpahan bahan berbahaya.

40

c. Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara


memakai yang salah.
5. Lingkungan
Bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat digolongkan
atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai
gangguan

keselamatan dan

kesehatan

kerja,

serta

penurunan

produktivitas kerja dan efisiensi kerja, bahaya-bahaya tersebut adalah :


a. Bahaya fisik adalah bahaya yang berasal dari lingkungan fisik di
sekitar kita dan berasal dari benda bergerak atau bersifat mekanis
seperti ruangnan yang terlalu panas, kebisingan, kurang penerangan,
getaran yang berlebihan, radiasi, mesin pemotong, dan lain-lain.
b. Bahaya kimia adalah substansi bahan kimia yang digunakan secara
tidak tepat baik dalam proses kerja, pengolahan, penyimpanan, dan
penanganan limbah. Biasanya bahaya yang bersifat kimia berasal
dari bahan baku yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan
selama proses produksi berlangsung.
c. Bahaya biologis adalah bahaya yang berasal dari makhluk hidup
selain manusia seperti bakteri, virus, dan jamur. Bahaya ini lebih
mengarah kepada kesehatan.
d. Bahaya ergonomi, biasanya gangguan yang bersifat faal atau
ergonomi ini karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan kerja

41

yang digunakan desainnya tidak sesuai dengan pekerja seperti kursi


yang terlalu rendah, meja yang terlalu tinggi, dan lain-lain. Bahaya ini
akan muncul dalam jangka waktu yang lama.
e. Bahaya psikologis adalah bahaya yang berhubungan dengan
timbulnya kondisi psikologis yang tidak baik yang berpengaruh
terhadap pekerjaan. Gangguan psikologis ini dapat terjadi karena
keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan
menimbulkan ketegangan jiwa pada pekerja, seperti keharusan
mengenai pencapaian target produksi yang terlalu tinggi di luar batas
kemampuan si pekerja.

2.4 Manajemen Risiko


Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999,
manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu
langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang
merugikan. Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004,
manajemen risiko merupakan suatu tahapan, proses, dan struktur yang dilakukan
untuk mengelola potensial bahaya dan efek yang merugikan secara efektif.
Menurut Kolluru (1996), manajemen risiko merupakan sebuah proses
evaluasi dan jika dibutuhkan dapat digunakan untuk mengendalikan sumber
paparan dan risiko. Manajemen risiko adalah pendeskripsian sejumlah prosedur

42

yang

berhubungan

dengan

identifikasi

bahaya,

penilaian

risiko,

upaya

pengendalian, dan peninjauan kembali hasil pengendalian.


Beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen risiko menurut
Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, yaitu :
1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen risiko.
2. Melaksanakan identifikasi bahaya.
3. Melakukan analisis risiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi
yang akan terjadi serta menetapkan tingkat risiko.
4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan
dengan kriteria yang ada.
5. Melakukan pengendalian risiko yang tidak dapat diterima.
6. Melakukan pemantauan dan tinjauan ulang program manajemen risiko yang
telah dilaksanakan.
7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen risiko yang
melibatkan pihak internal dan eksternal.

ANALYSE RISKS
EVALUATE RISKS
TREAT RISKS

MONITOR AND REVIEW

IDENTIFY RISKS

RISKS ASSESMENT

COMMUNICATE AND CONSULT

ESTABLISH CONTEXT

43

Gambar 2.2
Tahapan Manajemen Risiko Menurut AS / NZS 4360 : 1999

2.4.1 Tujuan Manajemen Risiko


Tujuan manajemen risiko menurut Australian Standard / New
Zealand Standard 4360 : 1999, yaitu :
1. Membantu meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi.
2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan
kerugian.
3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan
keuntungan bukan kerugian.
4. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level.
5. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat
terjadi kegagalan.
6. Menciptakan manajemen yang bersifat proaktif bukan bersifat reaktif.

2.4.2 Manfaat Manajemen Risiko

44

Manfaat manajemen risiko menurut Australian Standard / New


Zealand Standard 4360 : 2004, yaitu :
1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan
mengurangi efek yang ditimbulkan dari kemungkinan tersebut.
2. Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif,
lingkungan kerja, produksi, dan mencapai performa perusahaan yang
lebih baik.
4. Mendapat keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk
memenuhi target perusahaan dan perlindungan aset.
5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan.

2.5 Proses Manajemen Risiko


2.5.1 Menentukan Ruang Lingkup
Penentuan ruang lingkup merupakan parameter dasar proses
manajemen risiko. Ruang lingkup tersebut mencakup 3 komponen, yaitu
ruang lingkup eksternal, ruang lingkup internal, dan ruang lingkup
manajemen risiko di mana proses manajemen risiko akan diterapkan (AS /
NZS 4360 : 1999).

2.5.2 Identifikasi Bahaya

45

Identifikasi bahaya merupakan suatu tahapan yang dilakukan dengan


cara mengidentifikasi hal-hal tertentu (hazard) dalam pekerjaan yang dapat
menyebabkan sebuah risiko terjadi (Kolluru, 1996). Menurut Australian
Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004, identifikasi bahaya adalah
langkah dalam proses manajemen risiko untuk mengidentifikasi apa
penyebab atau kemungkinan terjadinya kegagalan dan bagaimana skenario
dari kegagalan tersebut terjadi.
Identifikasi bahaya dimulai dengan melakukan identifikasi semua
sumber bahaya pada area konsekuensi atau dampak. Dalam melakukan
sebuah identifikasi bahaya dibutuhkan metode yang logis dan terstruktur
untuk memastikan bahwa tidak ada area lain yang terlewatkan. Struktur
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menanyakan pertanyaan dengan
cara yang imajinatif tentang apa yang mungkin terjadi dan bagaimana hal itu
dapat terjadi (Cross, 1998).
Ada beberapa metode efektif yang dapat digunakan dalam
melakukan identifikasi bahaya. Beberapa contoh metode identifikasi
bahaya, yaitu :
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan
sebagai analisis awal (Budiono, 2003). Preliminary Hazard Analysis
dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem (Colling, 1990).

46

2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)


Hazard and Operability Study adalah suatu metode analisis yang
lebih detail pada desain dan operasi (Budiono, 2003). Hazard and
Operability Study digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
proses yang berhubungan dengan safety dan bahaya pada lingkungan,
serta memproses masalah yang dapat berdampak pada efisisensi operasi
(Kolluru, 1996).
3. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Failure Modes and Effects Analysis adalah suatu metode analisis
yang mendalam sebagai akibat kegagalan peralatan dan pengaruhnya
(Budiono, 2003). Failure Modes and Effects Analysis secara sistematis
menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem tersebut
dapat mengalami kegagalan, kemudian mengevaluasi efek yang terjadi
dari kegagalan tersebut dan tingkat bahaya yang dihasilkan akibat
kegagalan sistem, serta bagaimana kegagalan tersebut dapat dicegah
atau diminimalisasi (Colling, 1990).
4. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis adalah suatu model analisis desain, prosedur,
dan kesalahan pada faktor manusia (Budiono, 2003). Fault Tree Analysis
dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah terjadinya

47

kecelakaan atau alat investigasi setelah terjadinya kecelakaan (Geotsch,


1996).
5. Job Safety Analysis (JSA)
Menurut Soeripto (1997), Job Safety Analysis adalah suatu cara
yang digunakan untuk memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya
yang sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan pabrik atau
gedung dan di dalam rancang bangun masin-mesin, alat-alat kerja,
material, lingkungan tempat kerja, dan proses kerja. Terdapat 4 langkah
dalam membuat Job Safety Analysis :
a. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak
dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan
terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih
pekerjaan untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis,
pengawasan utama yang harus diikuti adalah :
1) Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan.
2) Kecelakaan yang menghasilkan luka berat.
3) Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat.
4) Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau
proses.
b. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan.
Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus di bagi

48

ke dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah


selesai dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu :

1) Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak


perlu menghasilkan sejumlah banyak langkah.
2) Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah
dasar tidak tertulis.
c. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang
potensial.
d. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan
bahaya

dan

mencegah

kemungkinan

terjadinya

kecelakaan.

Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman untuk :


1) Mencegah timbulnya kecelakaan.
2) Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu.
3) Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko.
4) Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur.
5) Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas.
Menurut Diberardinis (1999), beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh dengan menggunakan metode Job Safety Analysis adalah :

49

a. Pendekatan Job Safety Analysis sangat mudah dipahami dan tidak


membutuhkan suatu tahapan training, serta dapat dengan cepat
disesuaikan dengan pandangan individu yang berpengalaman.
b. Proses pada Job Safety Analysis dapat memberikan kesempatan pada
individu untuk mengenali atau memberikan pengetahuan mengenai
operasi.
c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang dapat
digunakan untuk melatih pekerja baru.
d. Dokumentasi Job Safety Analysis juga dapat digunakan sebagai
bahan audit.
Menurut Colling (1990), Job Safety Analysis berisikan beberapa
informasi yang berkaitan dengan suatu proses pekerjaan, yaitu :
a. Job (Pekerjaan), berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan
dalam unit produksi untuk diidentifikasi risikonya.
b. Task (Rincian Kegiatan), berisikan penjelasan mengenai rincian
kegiatan yang dilakukan untuk masing-masing tahapan kegiatan yang
dapat menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
c. Hazard (Bahaya), untuk mengetahui jenis bahaya apa yang
ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.

50

d. Probability (Kemungkinan), berisikan tentang kemungkinan pekerja


untuk terkena cidera dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan
pekerjaan.
e. Consequency (Konsekuensi), berisikan penjelasan mengenai dampak
yang ditimbulkan dari setiap kegiatan kerja.

2.5.3 Analisis Risiko


Analisis risiko adalah sebuah bentuk sistematika dalam penggunaan
informasi yang telah tersedia untuk mengidentifikasi bahaya (hazard) dan
untuk memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan,
dan lingkungan (Kolluru, 1996). Menurut Australian Standard / New Zealand
Standard 4360 : 1999, analisis risiko adalah suatu kegiatan sistematik
dengan menggunakan informasi yang ada untuk mendeterminasi seberapa
besar konsekuensi dan tingkat keseringan suatu kejadian yang ditimbulkan.
Analisis ini harus mempertimbangkan kisaran konsekuensi potensial dan
bagaimana risiko dapat terjadi. Tujuan melakukan analisis risiko adalah
untuk membedakan antara risiko kecil dengan risiko besar dan menyediakan

51

data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko. Terdapat 3 metode


dalam melakukan analisis risiko, yaitu :
1. Analisis Kualitatif, menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk
menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang
akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk
menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan
(AS / NZS 4360 : 1999). Parameter yang digunakan adalah likelihood
(kemungkinan) dan Consequence (konsekuensi). Dalam Analisis Kualitatif
ada 2 metode yang digunakan untuk menilai resiko yaitu dengan US
army chart dan Hazard matrix.

Tabel 2.1 Penilaian Resiko Hazard Matrix


Kemungkinan

Konsekuensi (Consequences) K

(Likelihood/Probability)
Tingkat 1(Insignificant)
Tidak ada cidera,
kerugian materi sangat
kecil

Tingkat 2 (Minor)
Memerlukan perawatan
P3K, on site-release
langsung dapat ditangani,
kerugian materi sedang

Tingkat 3 (Moderate)
Memerlukan perawatan
medis, on-site release
ditangani dengan pihak
bantuan luar, kerugian
materi cukup besar

Tingkat 4 (Major)
Cidera yang
mengakibatkan
cacat/hilang fungsi tubuh
secara total, off-site
relase
tanpa efek merusak
kerugian
materi besar

Tingkat 5 (Catastropic)
Menyebabkan kematian,
off-site
release bahan toksik dan
efeknya merusak,
kerugian
materi sangat besar

Significant Risk (S)

Significant Risk (S)

High Risk (H)

High Risk (H)

High Risk (H)

Tingkat B (Likely) =>


Dapat terjadi
secara berkala

Moderate Risk (M)

Significant Risk (S)

Significant Risk (S)

High Risk (H)

High Risk (H)

Tingkat C (Modetate)=>
Dapat terjadi
pada konsiai terntutu.

Low Risk (L)

Moderate Risk (M)

Significant Risk (S)

High Risk (H)

High Risk (H)

Tingkat D (Major) =>


Dapat Terjadi
tetapi Jarang

Low Risk (L)

Low Risk (L)

Moderate Risk (M)

Significant Risk (S)

High Risk (H)

Tingkat E (Rare) =>


Memungkinkan
tidak

Low Risk (L)

Low Risk (L)

Moderate Risk (M)

Significant Risk (S)

Significant Risk (S)

Tingkat A (Almost
Certain) =>
Kejadian yang dapat
terjadi kapan saja

pernah terjadi

Sumber : AS / NZS 4360 : 2004


Tabel 2.2 Tingkat Resiko Hazard Matrix

Kategori Keterangan

Kategori Keterangan

High Risk (H)

High Risk (H) Memerlukan penanganan/tindakan dengan segera

Significant Risk (S)

Significant Risk (S) Memerlukan perhatian pihak manajemen

Moderate Risk (M)

Moderate Risk (M) Harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait

Low Risk (L)

Low Risk (L) Memerlukan pengendalian berdasarkan prosedur yang ada


Sumber : AS / NZS 4360 : 2004

30
3

2. Analisis Kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap


konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi,
seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan adanya
sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki keakuratan lebih
tinggi dibandingkan dengan analisis risiko yang lain (Kolluru, 1996).
3. Analisis Semi Kuantitatif, metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi
parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau
skor tertentu. Menurut AS / NZS 4360 : 1999, analisis semi kuantitatif
mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen,
yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.

2.5.4 Evaluasi Risiko


Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004,
evaluasi risiko merupakan suatu proses membandingkan estimasi level risiko
dengan kriteria yang telah disusun terlebih dahulu dan mempertimbangkan
keseimbangan

antara

manfaat

potensial

dan

hasil

yang

tidak

menguntungkan untuk menilai dan menentukan prioritas pengendalian


risiko berdasarkan kriteria yang ditetapkan mengenai batasan risiko mana

46

47

yang bisa diterima, risiko mana yang harus dikurangi atau dikendalikan
dengan cara yang lain.

2.5.5 Pengendalian Bahaya


Menurut PERMENAKER No. 05 / MEN / 1996, pengendalian bahaya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam
metode, yaitu :
a. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,
insentif, penghargaan, dan motivasi diri.
d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
e. Penegakan hukum.
Menurut Suardi (2005), dalam melakukan langkah-langkah untuk
mengatasi bahaya yang timbul, dibutuhkan suatu skala prioritas yang dapat
membantu dalam pemilihan pengendalian suatu bahaya yang disebut
dengan hierarki pengendalian. Urutan prioritas atau hierarki tersebut, yaitu :

48

a. Eliminasi adalah langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi
pilihan pertama dalam melakukan pengendalian risiko. Eliminasi berarti
menghilangkan peralatan yang dapat menimbulkan bahaya.
b. Substitusi, prinsip dari alat kendali ini adalah mengendalikan sumber
risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah atau tidak ada.
c. Rekayasa Engineering dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja,
peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi tingkat risiko. Ciri khusus
dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam
bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan
pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan
kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi
dalam melakukan kegiatan berbahaya.
d. Pengendalian Administrasi, dalam tahap ini menggunakan prosedur,
standar operasi kerja, atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi
risiko. Akan tetapi banyak kasus yang ada, pengendalian administrasi
tetap membutuhkan sarana pengendalian risiko lainnya.
e. Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan
untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat

49

pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan


kesehatan personel akan lebih efektif.
2.5.6 Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Menurut Mulya (2008), pemantauan bertujuan untuk melakukan
survey rutin terhadap hasil yang dicapai, kemudian dibandingkan dengan
hasil yang diharapkan atau target yang telah di buat. Sedangkan tinjauan
ulang bertujuan melakukan investigasi secara berkala terhadap situasi
terkini. Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004,
pemantauan dan tinjauan ulang perlu dilakukan untuk memonitor efektifitas
seluruh tahapan proses manajemen risiko. Hal ini penting untuk perbaikan
berkelanjutan. Risiko dan efektifitas pengendalian risiko perlu dimonitor
untuk meyakinkan bahwa perubahan situasi tidak mengubah prioritas risiko.

2.6

Safety Sign

Dalam memasang safety sign di area kerja, selain harus memperhatikan warna,
jenis pictogram, dan jenis huruf yang digunakan, ada hal lain yang tidak kalah penting
untuk diperhatikan, yaitu keterbacaan safety sign. Alangkah sia-sianya jika kita sudah
membuat safety sign sesuai dengan standar yang berlaku tapi tidak dapat terbaca
dengan baik. (Safetysign.co.id)
Keterbacaan safety sign berhubungan dengan dua hal, yaitu : jarak baca aman
minimum dan tinggi huruf yang digunakan. Jarak baca aman minimum adalah jarak

50

terdekat yang memungkinkan seseorang membaca peringatan yang terdapat pada


safety sign dan masih punya waktu untuk menghindari bahaya tersebut. Sedangkan
untuk tinggi huruf yang digunakan, karena huruf memakai besaran point, maka harus
dilakukan konversi dari point ke mm, dimana diperoleh bahwa : 1 mm = 3.9 point.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara jarak baca aman
minimum dengan tinggi dan ukuran huruf yang digunakan pada safety sign.
a. Jarak baca aman
Jarak Minimum (dalam satuan meter) Tinggi huruf (dalam satuan cm) Ukuran
huruf (point)

Tabel 2.3
Hubungan Antara Jarak Baca Aman Minimum Dengan Tinggi Dan Ukuran Huruf
Jarak baca aman minimum

Tinggi huruf (cm)

Ukuran Huruf ( Point )

(m)
< 1,2

0,4

16

1,8

0,6

23

2,4

0,8

31

3,0

1,0

39

4,6

1,5

58

51

6,1

2,0

78

9,1

3,0

117

12,2

4,1

160

18,3

6,1

238

24,4

8,1

316

30,5

10,2

398

38,1

12,7

495

45,7

15,2

593

61

20,3

792

2.7

Pesawat Angkut

Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang dgunakan
untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang atau orang secara
vertikal dan atau horizontal dalam jarak yang ditentukan Pesawat angkat diantaranya
antara lain :
a) Peralatan angkat
b) Pita transport
c) Pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan
d) Alat angkutan jalan ril.

52

Peralatan angkat antara lain adalah lier, takel, peralatan angkat listrik, pesawat
pneumatic, gondola, keran angkat, keran magnit, keran lokomotif, keran dinding dan
keran sumbu putar.
Pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan antara lain adalah:
truk, truk derek, traktor, gerobak, forklift dan kereta gantung.
Peralatan berat yang digunakan di PT X yakni mesin froklift dan mesin crane
(keran angkat). Kedua mesin berat ini termasuk kedalam kategori peralatan berat untuk
crane dan pesawat angkutan untuk forklift.
2.7.1 Mesin Forklift
Forklift atau yang juga sering disebut sebagai lift truck adalah salah satu
material handling yang paling banyak digunakan di dunia logistic. Tujuan utama dari
penggunaan forklift adalah untuk transportasi dan mengangkat. Prinsip kerja
forklift merupakan proses pengangkatan dan penurunan beban, untuk itu diperlukan
stabilitas forklift dalam menerima beban. Menurut sumber energi yang digunakan, ada
2 macam jenis forklift yang saat ini populer digunakan yaitu bahan bakar diesel dan
electrik. Beberapa pertimbangan yang biasanya digunakan dalam memilih sebuah
forklift antara lain:

1. Jenis medan yang ditempuh oleh forklift


2. Jenis barang dan berat barang
3. Layout gudang

53

Sejarah forklift pertama kali diawali pada tahun 1906. Pennsylvania Railroad
memperkenalkan sebuah batery platform truck untuk memindahkan barang.
Perkembangan selanjutnya banyak terjadi pada saat perang dunia I. Konon menurut
sejarah, dunia logistik sangat dipengaruhi oleh adanya perang. (logisticology.com)
Forklift modern sekarang sudah berbeda jauh dengan sejarah awal forklift yang
ada. Forklift modern benar-benar difokuskan untuk kedua hal utama, yaitu transportasi
dan mengangkat. Bagian-bagian utama dari sebuah forklift adalah:
a) Fork
Bagian utama dari sebuah forklift yang berfungsi sebagai penopang untuk
membawa dan mengangkat barang. Fork berbentuk dua buah besi lurus dengan
panjang rata-rata 2.5 m. Posisi peletakan barang di atas pallet masuk ke dalam
fork juga menentukan beban maksimal yang dapat diangkat oleh sebuah forklift
b) Carriage
Carriage merupakan bagian dari forklift yang berfungsi sebagai penghubung
antara mast dan fork. Ditempat inilah fork melekat. Carriage juga berfungsi
sebagai sandaran dan pengaman bagi barang-barang dalam pallet untuk
transportasi atau pengangkatan.
c) Mast
Mast adalah bagian utama terkait dengan fungsi kerja sebuah fork dalam
forklift. Mast adalah satu bagian yang berupa dua buah besi tebal yang terkait

54

dengan hydrolic system dari sebuah forklift. Mast ini berfungsi untuk lifting dan
tilting.
d) Overhead Guard
Overhead guard merupakan pelindung bagi seorang forklift driver. Fungsi
pelindungan ini terkait dengan safety user dari kemungkinan terjadinya barang
yang jatuh saat diangkat atau diturunkan, juga sebagai pelindung dari panas dan
hujan.
e) Counterweight
Counterweight merupakan bagian penyeimbang beban dari sebuah forklift.
Letaknya berlawanan dengan posisi fork.

Gambar 2.3 Bagian-Bagian forklift


Forklift harus dilengkapi dengan atap pelindung operator dan bagian yang
bergerak atau berputar diberi tutup pengaman. Dalam keadaan jalan garpu harus
berjarak setinggi tingginya 15 cm dari permukaan jalan. Bila mengendarai forklift
dibelakang kendaraan lain harus berjarak sekurang-kurangnya 10 meter dari belakang

55

kendaraan depannya. Dilarang menggunakan forklift untuk tujuan lain selain untuk
mengangkat, mengangkut dan menumpuk barang. (PER.05/MEN/1985)

2.7.2 Hois crane


Crane Hoist adalah salah satu dari jenis pesawat angkat yang banyak dipakai
sebagai alat pengangkat dan pengangkut pada daerah-daerah industri, pabrik, maupun
bengkel. Pesawat angkat ini dilengkapi dengan roda dan lintasan rel agar dapat
bergerak maju dan mundur sebagai penunjang proses kerjanya. Crane Hoist digunakan
dalam proses pengangkatan muatan dengan berat ringan hingga muatan dengan berat
medium. Crane Hoist biasa digunakan untuk pengangkatan dan pengangkutan muatan
di dalam ruangan. Letak Crane Hoist berada di atas, dekat dengan atap ruangan.
Berbeda dengan jenis pesawat angkat yang digunakan di daerah terbuka yang struktur
rangka memiliki penopang yang berdiri tegak di tanah, pesawat angkat jenis ini
penopangnya adalah sisi kiri dan sisi kanan dari bangunan itu sendiri.
(ismantoalpha..com)

56

Gambar 2.4 Hoise crane


Pada Crane Hoist terdapat beberapa komponen utama yang mendukung
operasi kerja dari Crane Hoist tersebut. Komponen-komponen utama yang terdapat
pada Crane Hoist adalah sebagai berikut :
a) Motor listrik adalah salah satu komponen Crane Hoist yang berfungsi sebagai
penggerak dari Crane Hoist.
b) Rem Motor utama merupakan bagian dari sistem motor pada Crane Hoist.
c) Kotak terminal/sirkuit listrik adalah sitem elektrik pada Crane Hoist.
d) Drum adalah tempat lilitan tali kawat baja pada Crane Hoist.
e) Rem drum adalah bagian dari sistem kerja drum. Rem drum berfungsi untuk
menahan gerak drum supaya berhenti ketika Crane Hoist berhenti beroperasi.
f) Pengarah tali adalah bagian utama Crane Hoist untuk mengarahkan gerak tali
kawat baja pada Crane Hoist.
g) Electric Hoist sebagai pengatur gerakan Crane Hoist.
h) Tali kawat baja sebagai komponen pengangkat muatan.

57

BAB III
ALUR DAN JADWAL

3.1

Alur Kegiatan

Pengajuan Magang
PT. X

Sosialisasi dengan Pihak Perusahaan

Identifikasi risiko di Departement


APC dan PLG

Observasi
identifikasi risiko

Pengambilan data
sekunder aspec impac

Hasil Magang
Pembuatan Laporan

Gambar 3.1
Alur Kegiatan Magang
3.2

Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang

58

Hari
Selasa

Tanggal
1 Februari 2011

Kegiatan
- Perkenalan dengan pihak

Tempat
Ruangan QPP

perusahaan
- Ikut serta dalam safety plant
- Penjelasan area kerja di PT
X
Rabu

2 Februari 2011

- Membahas dan Mendalami

Ruangan QPP

P2K3 di PT X
Kamis

3 Februari 2011

- LIBUR NASIONAL

Ruangan QPP

- Studi literatur
Jumat

4 Februari 2011

- Perkenalan dan penjelasan

Departemen APC

proses kerja di APC


- Identifikasi risiko di APC
pada hang on body dan
trimming line station 0-4
Sabtu

5 Februari 2011

- Studi literatur

Ruangan QPP

Minggu

6 Februari 2011

- Studi literatur

Tempat istirahat

Senin

7 Februari 2011

- Briefing pagi dan Identifikasi

Departemen APC

risiko di trimming line station


5-7
Selasa

8 Februari 2011

- Briefing pagi & Identifikasi


risiko di trimming line station

Departemen APC

59

8-10
Hari
Rabu

Tanggal
9 Februari 2011

Kegiatan
- Kunjungan ke PT X yang

Tempat
- Ciputat

ada di Ciputat

Kamis

10 Februari 2011

- Bimbingan dengan dosen

- Kampus FKIK

- Briefing pagi & Identifikasi

Departemen APC

risiko di mechanical line


station 11-13
Jumat

11 Februari 2011

- Identifikasi risiko di

Departemen APC

mechanical line station 14-17


Sabtu

12 Februari 2011

- Studi literatur

Ruangan QPP

Minggu

13 Februari 2011

- Studi literatur

Tempat Istirahat

Senin

14 Februari 2011

- Bimbingan dengan

Perpustakaan FKIK

pembimbing akademik
- Studi literatur
Selasa

15 Februari 2011

- Libur nasional

Ruangan QPP

- Studi literatur
Rabu

16 Februari 2011

Briefing pagi & Identifikasi

Departemen APC

risiko di mechanical line station


18-20
Hari
Kamis

Tanggal
17 Februari 2011

Kegiatan
- Briefing pagi & Identifikasi

Tempat
Departemen APC

60

risiko di roller test dan water


test
Jumat

18 Februari 2011

- Briefing pagi & Identifikasi

Departemen APC

risiko di road test dan


finishing test
Sabtu

19 Februari 2011

- Studi literatur

Ruangan QPP

Minggu

20 Februari 2011

- Studi literatur

Tempat Istirahat

Senin

21 Februari 2011

- Identifikasi risiko di gudang

Departemen Cabin

(cabin store dan chemical

Storeage

store)
Selasa

22 Februari 2011

- Briefing pagi & Identifikasi

Departemen PLG

risiko di gudang (big part,


small part, store age)
Rabu

23 Februari 2011

Identifikasi risiko di gudang

Departemen PLG

(ESD, robbing area, power train)


Hari
Kamis

Tanggal
24 Februari 2011

Kegiatan
- Melihat data kecelakaan dan

Tempat
Klinik PT X

penyakit akibat kerja


Jumat

25 Februari 2011

- Studi literatur

QPP

Senin

28 Februari 2011

- Studi literatur

QPP

Selasa

1 Maret 2011

- Presentasi hasil magang

Ruang rapat di APC

61

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan


4.1.1.

Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur tertinggi organisasi PT X adalah President Director, yang
dibantu oleh Executive Assistant dan Corporate Secretary. Presodent Director
membawahi beberapa Departement yang di pimpin oleh Director, antara lain :
Director Sales & Marketing Departement, Director After-Sales Departement,
Deputy Director Network Departement, Director Technical Departement,
Director Finance Departement, Director Human Resources, dan Departement
Manager Compliance. Departement-Departement dibantu oleh Deputy
Director yan gsesuai dengan departementnya. Struktur Organisasi PT X dapat
dilihat secara terperinci pada gambar 4.1.

62

President Director

Executive Assistant

Corporate Secretary

Director
Sales & Marketing
Departement

Director
After-Sales Department

Director
Technical Department

Director
Finance Department

Director
Human Resources
Department

Deputy Director
Marketing

Deputy Director
After-Sales Technic &
Services

Deputy Director
Engineering &
Documentation

Deputy Director
Accounting

Deputy Director
Employee Relation

Deputy Director
Sales Operation
Commercial Vehicle

Deputy Director
After-Sales Marketing &
Logistic

Deputy Director
Production

Deputy Director
Corporate Planning &
Controlling
Department Manager
Compliance

Deputy Director
Sales Operation
Mercedes-Benz Cars

Deputy Director
Central Training

Deputy Director
Supply Chain Management

CIO & Deputy Director


Information Technology &
Facility Management

Deputy Director
Quality Management

Deputy Director
Global Procurement
SEA / Ina.

Deputy Director
Network Development

Gambar 4.1
Struktur Organisasi Perusahaan PT. X

63

4.1.2.

Uraian Tugas Kepegawaian

Staff Documentation and Quality Costs


Melakukan pemeliharaan dokumen ISO, pengarsipan dokumen
secara fisik dan elektronik, dan membuat laporan biaya kualitas dan
jaminan dalam target waktu, biaya dan kualitas yang telah disepakati.
4.1.3.

Tata Tertib
A.

Perusahaan
a)

Hari Jam Kerja Istirahat

1)

Hari Kerja
Hari kerja/waktu kerja dan jam kerja disesuaikan
dengan izin penyimpangan waktu kerja dan waktu
istirahat yang dikeluarkan/disetujui oleh Disnaker
setiap tahunnya.
Satu copy izin tersebut akan diberikan kepada serikat
pekerja dan agar karyawan/wati mengetahui izin
tersebut akan ditempelkan di papan pengumuman
perusahaan.

2)

Bagi karyawan tersebut (energy supply, keamanan)


yang waktu jam kerjanya di luar aturan jam kerja

64

normal, akan diatur sendiri sesuai dengan undangundang/peraturan pemerintah yang berlaku.

b)

Peraturan Jam Kerja dan Waktu Istirahat


1)

Jam kerja mulai dari 07.30 s/d 16.15 WIB (termasuk istirahat
45 menit).
Waktu istirahat Senin s/d Kamis: 11.45 s/d 12.30 WIB
Waktu istirahat hari Jumat: 11.45 s/d 13.00 WIB

2)

Jam tersebut dapat berubah sesuai keperluan perusahaan


yang terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan FSPMI dan
disepakati oleh kedua belah pihak serta diberitahukan
kepada Disnaker.

3)

Penggantian jam kerja shift diatur secara bergiliran sekurang


kurangnya 1 (satu) minggu sekali. Sedangkan shift untuk
karyawan keamanan dan energy supply, diatur secara
khusus.

c)

Aturan Disiplin
1)

Pasal 68; Kewajiban Umum

Kewajiban umum karyawan/wati adalah:


1.

Memperhatikan

kewajiban

dan

perusahaan dengan sebaik baiknya.

kepentingan

65

2.

Melaksanakan tugas pekerjaan dengan baik, sesuai


dengan petunjuk petunjuk yang diberikan oleh
atasannya.

3.

Menaati semua ketentuan ketentuan yang diatur


dalam perjanjian kerja bersama ini.

4.

Bertingkah laku dan bersikap sopan, beretika serta


tertib di dalam perusahaan.

2)

Pasal 69; Tata Tertib

Memelihara

dan

mematuhi

tata

tertib

yang

mengharuskan setiap karyawan/wati:


1.

Sudah berada di tempat kerja pada waktunya.

2.

Meng-clock-kan kartu absensi sebelum dan sesudah


masuk kerja.

3.

Dilarang memarap kartu absensi atau meng-clock-kan


kartu absensi karyawan/wati lain atau menyuruh
karyawan/wati lain meng-clock-kan kartu absensi atas
namanya.

4.

Menyimpan dan memelihara dengan baik semua


pakaian kerja, sepatu kerja dan barang lainnya di
tempat penyimpanan pakaian/locker

yang

telah

disediakan.
d)

Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Disiplin dan Tata Tertib


Perusahaan

66

1)

Pasal 78; Penegakan Disiplin


Baik perusahaan maupun serikat pekerja sependapat bahwa
disiplin dan tata tertib di perusahaan harus ditegakkan. Bagi
karyawan/wati

yang

melanggarnya

dikenakan

sanksi hukum yang diatur sebagai berikut:

2)

1.

Teguran tertulis dari atasan

2.

Surat peringatan A

3.

Surat peringatan B

4.

Schorsing

5.

Schorsing 1 minggu

6.

Schorsing 2 minggu

7.

Diberhentikan

8.

Diberhentikan surat

9.

Peringatan A

10.

Diberhentikan dan dilaporkan kepada yang berwajib

11.

Peringatan lisan

12.

Surat peringatan tertulis dari atasan

Pasal 79; Schorsing


1.

Setiap sanksi hukuman berupa surat peringatan atas


pelanggaran

yang disebut dalam pasal 78 di atas,

baik pelanggaran yang pertama dilakukan untuk


karyawan/wati diberi surat peringatan maupun atas
pelanggaran berikutnya, bila dianggap perlu sanksi

67

hukumannya dapat diperberat dengan sanksi lainnya


berupa schorsing yang lamanya maksimum 1 bulan.
Selama menjalankan

masa

chorsing

ini,

upah/gajinya dibayar 75%.


2.

Schorsing sebagai bagian dari pelaksanaan proses


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) paling lama 6
(enam) bulan dan upahnya dibayar 75% upah/gaji per
bulan.

3)

Pasal 81; Masa Berlakunya Surat Peringatan


Masa berlakunya surat peringatan A dan/atau B
ditetapkan masing - masing

menurut ketentuan sanksi

hukuman dan masa berlakunya.


4)

Pasal 82; Penahanan Oleh yang Berwajib


Karyawan/wati yang ditahan oleh yang berwajib sewaktu
melaksanakan tugasnya atas

pengaduan perusahaan,

perusahaan wajib segera memberitahukan kepada serikat


pekerja dan keluarganya.
B.

Prakerin/Magang

a)

Peserta praktek wajib hadir di perusahaan mulai pukul 07.30


WIB sampai dengan pukul 16.16 WIB setiap hari kerja (Senin
Jumat).

68

b)

Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan pada


pembimbing PKL paling lambat sehari sebelumnya (atau
paling tidak pada hari berjalan).

c)

Selama jam kerja tidak diperbolehkan meninggalkan


lingkungan PT X tanpa ijin dari pembimbing kerja praktek.

d)

Selama berada di lingkungan PT. X wajib mengenakan


tanda pengenal yang telah diberikan oleh PLD departemen.

e)

Makan siang disediakan oleh perusahaan di kantin karyawan.

f)

Selama melaksanakan kerja praktek wajib menggunakan


seragam atau baju praktek dari sekolah masing-masing.

g)

Wajib berpakaian rapi dan sopan serta memakai sepatu dan


kaos

kaki.

Tidak

diperbolehkan

memakai

sepatu

sandal/sandal
h)

Wajib mengikuti semua peraturan yang diberikan oleh


pembimbing di departemen masing-masing.

i)

Wajib mematuhi semua peraturan yang berkaitan dengan


pelaksanaan

manajemen

lingkungan

(ISO

14001)

di

lingkungan PT. X (seperti peraturan merokok dan waste


management, dsb).
j)

Setiap peserta kerja praktek harus telah memiliki


perlindungan Asuransi Kecelakaan Kerja.

69

k)

Apabila terjadi kecelakaan kerja, tanggung jawab perusahaan


hanya sebatas memberi pertolongan pertama. Selanjutnya
untuk

perawatan

lebih

lanjut,

perusahaan

akan

menghubungi orang tua/wali juga pihak sekolah.


l)

Pada hari pertama PKL harap membawa pas photo ukuran


2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar diserahkan ke PLD
departemen untuk pembuatan kartu pengenal.

m)

Setelah

waktu PKL selesai, wajib melapor ke PLD

Departeman. dan mengembalikan Kartu Pengenal.

4.2.

Panitia Pelaksana Keselamatan Kesehatan Kerja (P2K3)


4.2.1.

Tujuan
Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.

4.2.2.

Janji (komitmen)
Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:
a)

Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi


yang dapat menentukan keputusan perusahaan

70

b)

Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana


lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja

c)

Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan


kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan
kerja

d)

Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi

e)

Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan


dan kesehatan kerja.

4.2.3.

Audit
Audit sistem manajemen K3 meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

4.2.4.

a)

Pembangunan dan pemeliharaan komitmen

b)

Strategi pendokumentasian

c)

Peninjauan ulang disain dan kontrak

d)

Pengendalian dokumen

e)

Pembelian

f)

Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3

g)

Standar pemantauan

h)

Pelaporan dan perbaikan kekurangan

i)

Pengelolaan material dan pemindahan

j)

Pengumpulan dan penggunaan data

k)

Pemeriksaan sistem manajemen

l)

Pengembangan keterampilan dan kemampuan

Kewajiban

71

a)

Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin


komitmen terhadap penerapan sistem manajemen K3

b)

Menerapkan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan


keselamatan dan kesehatan kerja

c)

Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif


dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan
dan kesehatan kerja

d)

Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan


kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan

e)

Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem


manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

4.2.5.

4.2.6.

Hambatan dalam pelaksanaan K3


a)

Tidak lengkapnya peraturan-peraturan perburuhan tentang K3

b)

Tidak cukupnya pengawasan oleh P2K3

c)

Kurangnya kemampuan pengawasan peralatan kerja

d)

Tidak ada ahli keselamatan kerja

e)

Kurangnya pengetahuan pekerja akan bahaya yang akan timbul

Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab


a)

Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak dalam perusahaan. Bertanggung


jawab atas keseluruhan penerapan dan pemenuhan kebijakan, tujuan
dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

72

b)

Sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 sesuai dengan peraturan perundangan.


Bersama-sama ketua dan bidang kesehatan kerja secara teratur
meninjau dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen OHS secara
berkesinambungan

serta

menerima/merangkum

laporan

team

pembantu kordinator wilayah dengan tujuan meningkatkan kinerja


keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan referensi/data bagian
sistim dan prosedur.
c)

Kordinator wilayah atau Pimpinan Dept. dalam suatu perusahaan


bertanggung jawab atas kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
wilayahnya dalam penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
secara efektif dengan sistem management K3. ( sesuai pedoman no. 2 )

d)

Tim

yang

membantu

mengadministrasikan

hasil

kordinator
pantauan

atau
dan

pimpinan

pengukuran

dept.
terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan


dan pencegahan sedangkan bagian perencanaan lingkungan kerja
dibawah koordinasi kordinator wilayah mengevaluasi kinerja K3 dan
memberikan masukan kepada kordinator langkah-langkah apa yang
harus diambil untuk perbaikan lingkungan kerja ( sesuai pedoman no.4 )
e)

Kordinator

pelatihan

dan

kampanye

tentang

OHS

bertugas

mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang


diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3
4.2.7.Struktur Organisasi P2K3 PT X

73

Struktur organisasi P2K3 PT. X terbentuk pada bulan Juli 2009.


Struktur organisasi P2K3 PT. X terdiri dari steering committe, ketua
serta dibantu sekretaris P2K3. Anggota P2K3 PT. X berjumlah 21 orang
yang merupakan perwakilan dari tiap area maupun non-produksi yang
terdapat di PT X. Struktur organisasi P2K3 PT. X secara terperinci
dapat dilihat pada gambar 4.3.

74

Gambar 4.2

Struktur Organisasi P2K3 PT. X

4.3.

Proses Produksi

75

4.3.1.Gambaran Umum PLG ( Produktion Logistic)

Departemen ini sering disebut juga departemen Gudang,


Departemen ini merupakan bagian perusahaan yang mengurusi part
part dan bahan bahan yang diperlukan perusahaan. Terdapat beberapa
proses, yaitu unloading, storage, unboxing, robbing (nonconpormance,
inspeksi, dan rework), supply, fill batrei, tyres. Rincian kegiatannya
sebagai berikut :
A.

Unloading
Unloading adalah proses penurunan barang atau part-part untuk di
turunkan dari container ke gudang. Berdasarkan SOP penerimaan
(receiveing) barang ditangani berdasarkan jenis barang yang di supply
oleh supplier. Penanganan ini menggunakan alat berat, yaitu forklift
diesel yang dilakukan secara cepat karena menghindari pengantrian
container yang akan memakan biaya produksi. Barang-barang yang di
turunkan dari container ini merupakan barang yang akan di kerjakan dan
di supply ke departemen APC dan ACG.

Process Procedure Flow-Chart (Unloading)


Start / end

Schedule Production
material
-------------------------PP-158-12.1

Receive Incoming Goods

process

Assembly Commercial
vehicle
-------------------------PP-158-9.5

Sub Process/
link

Assembly Aggregate
-----------------------PP-158-9.8

Record/data

Procure Material
------------------------GP (SEA)

decision

Supplier

76

storage
unloading

Gambar 4.3
SOP Unloading
B.

Storage
Proses kerja yang dilakuakan setelah unloading dilakukan. Proses
ini berbarengan dengan unloading. Pada saat penurunan barang, alat

77

berat yang lain membereskan barang-barang itu untuk di simpan di area


storage berdasarkan jenis part.

Process Procedure Flow-Chart (Storage)


Start / end

process

Sub Process/
link

Record/data

decision

Receive goods
-----------------------PP-158-12.3

CKD?

Check FB5 part


-------------------------PLG

yes

no

SKD?

yes

yes

FB5-3 parts?

SKD body
handling
-----------------------PP-158-12.7

Issue unpacking report of


FB5 parts
-------------------------PLG

Non conformity parts


(NCP)

no

Create storage card


-------------------------PLG

storage
supply

Storage & identify


goods
-------------------------PLG

Need preventive
action?

yes

Continental
improvment
-----------------------PP-158-13.2

no

Proceed DOM
-----------------------PP-1258-12.4.1

no

Need correction
action?

no
Procced parts replacement
-------------------------PLG

yes

Schedule production
material
-----------------------PP 158-12.1

Deviation?

Conduct permitual
inventory
-------------------------PLG

no
no
Valid part?
Storage at lockable pack
-------------------------PLG

yes

Conection of part
ok?

yes

Continueal
improvement
-----------------------PP-15713.3

no
yes
Supply material
-----------------------PP-158-12.8

Conductmaterial,
cleaning, preservation/
derusting
-------------------------PLG

Page 1

Gambar 4.4
SOP Storage

63

C.

Unboxing
Merupakan proses pembukaan barang-barang yang akan di
supply ke berbagai area di departemen terkait. Barang diambil dari
storage area dengan menggunakan alat berat electric forklift yang di
distribusikan ke berbagai area unboxing. Ada beberapa area unboxing
yaitu :
a) Unboxing big part untuk part-part yang besar seperta :
kursi, bumper, pintu depan dan belakang.
b) Unboxing trimming untuk part-part yang di butuhkan di
station trimming line seperti fuel tank, breakset, cookpit,
dan part-part lainnya.
c) Unboxing power train untuk part-part mesin yang akaan
di rakit di area ACV. Proes ini menggunakan hoise crane
karena part-part yang dikerjakan sangat berat.
d) Unboxing small part dan ESD untuk part-part seperti
baut, plug dan part-part kecil lainnya yang di butuhkan
oleh semua proses produksi.

D.

Robbing Area

Robbing area merupakan area yang khusus mengerjakan partpart yang terkena gangguan atau adanya kerusakan sebelum di supply
departement yang terkait. Area ini terdapat beberapa bagian yaitu
noncomformance, yaitu penyerahan part yang mengalami gangguan,
pekerja memberikan part yang bermasalah di area noncomformance.
Inspeksi, yaitu pemeriksaan bagian yana mengalami kerusakan yang
nantinya akan di rework. Dan rework, yaitu pengerjaan pada part yang
mengalami gangguan sehingga dapat di terima oleh kuality kontrol untuk
di supply ke departement terkait.

E.

Supply
Supply yaitu proses pendistribusian part yang sudah di unboxing
untuk di buffer di setiap station di departement terkait. Proses ini
menggunakan towing, yaitu mobil kecil dengan pengait di belakangnya
untuk mengaitkan rangkaian trolli.

Process Procedure Flow-Chart (suplly)


Start / end

Sub Process/
link

process

Define & control monthnly


production sequence
-------------------------PP-158-1.2

Schedule production
material
-------------------------PP-158-12.1

Handle & store material


-----------------------PP-158-12.4

Production
material?

yes

Record/data

no
Material
requestion form

no

CKD?

SKD?

no
yes
SKD body
handling
-------------PP-158-12.7

Release pro based


on PO, production
order, yellow, MNK
MR & reservation
--------------PLG

decision

Maintain equipment
------------------------PP-158-5.4

Realease based on
reservation /order/ yellow MR
-------------------------PLG

Prepare material
based on pro
-------------------------PLG

Procedure material
-------------------------GP (SEA)

Material
requestion form

Handover material to
requestor
-------------------------PLG

yes

Check & unpack CKD boxes based


on procedure production sequence
--------------PLG

Noncoformity
part
-------------PP-158-9.1.1

Asking for approval by loc


----------------------------PLG

yes

yes

PKW?

Prepare material
based on PO
--------------PLG

descrepances?

no

Issue ON for external


delivery
-------------------------PLG

Dispatch note

end

no

Proceed part
replacement based on
NCP/ COD/ second
inspection
----------------------------PLG

Store CKD parts


intermediate area
----------------------------PLG

CKD claim
report, CKD EX33 oerder &
second
inspection

Receive, store
& delivery
vehicles
-------------PP-158-12.7

Receive replacement
part
----------------------------PLG

Report supply
part CKD
material packing
UST FBS-3
invoice

Deliver material
----------------------------PLG

Receive , store &


delivery vehicles
-------------PP-158-10.1

Assembly cemercial
vehille
-------------PP-158-0.5

Assembly passernger
car
-------------PP-158-9.5

Assembly aggregate
-------------PP-158-19.5

unboxing

Maintain equipment
-------------PP-158-6.4
Page 1

supply

Gambar 4.5
SOP supply
F.

Fill battery
Fill battery yaitu proses pengisian accu baterai dengan larutan
H2SO4. Proses ini menggunakan hoise crane tuntuk menghindari
tumpahan cairan kimia yang akan emngenai pekerja.

G.

Tyres
Pada area ini khusus menangani part ban dan velg semua jenis
kendaraan yang akan di produksi.

4.4

Gambaran Pelaksanaan Identifikasi Bahaya

Program identifikasi bahaya yang terdapat di PT. X dilakukan oleh setiap


departemen yang ada di perusahaan termasuk departemen PLG. Hasil dari
identifikasi tersebut disebut aspec impac yang di kumpulkan ke sekertaris P2K3.
Meskipun berjalan dengan baik namun belum dilaksanakan secara maksimal,
prosedur penanganan bahaya yang terdapat di perusahaan ini baru sebatas pada
identifikasi sumber kecelakaan secara umum, belum melaksanakan identifikasi

bahaya secara khusus pada bagian-bagian proses produksi yang ada. Tindakan
identifikasi sumber kecelakaan pada PT X dilakukan setelah proses produksi
dilakukan, diperbaharui apabila ada alat kerja yang baru yang menimbulkan
bahaya yang berbeda atau adanya kecelakaan.
Hal ini dikarenakan tidak adanya ahli K3 yang khusus mengatasi masalah
safety. Organisasi P2K3 yang berjalan baru lebih dari 1 tahun pun saat ini
dijalankan dengan multi jabatan. Tindakan identifiksi

sumber kecelakan

memerlukan waktu dan pemikiran serius untuk mendpatkan hasil yng maksimal.
Untuk itu, sebaiknya program identifikasi di PT. X dilakukan secara serius oleh
tenaga yang terampil dan ahli yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja dengan menggunakan metode identifikasi tertentu yang logis
dan terstruktur.

Tabel 4.1
Hasil Identifikasi Bahaya (Aspec Impac) oleh PT X *)

RUN NO.
PLG

001

AREA
Receiving - Bld.
7

ACTIVITY /
SERVICE
Diesel Forklift
Operation

OPERATIONAL
CONTROL
- Periodic maintenance
- safety sign
- Personel are train,
- related WI Available
- Personel are train,
- related WI Available
- Personel are train,
- related WI Available

- Not well design area of


work

- Wear Back Jack

Potential Problem

- Wear hand Glove

Potential Problem

- Wear hand Glove

Potential Problem

- Wear hand Glove

Potential Problem

- Wear helmet

Heavy Injury (hospitalized)

Potential Problem

- Wear helmet

Heavy Injury (hospitalized)

Potential Problem

- Wear safety shoes

Aspect
Health : Exhaust
Gas
Accident : Hit by
forklift

Potential Impact

ASSESSMENT

S/N

Permanent Sickness

No Problem, No
Impact

Light Injury (First aid treatment)

Potential Problem

Heavy Injury (hospitalized)

Potential Problem
No Problem, No
Impact

Death

PLG

`PLG

002

003

Parts Supply Bld. 7

Parts Supply Bld. 7

Unboxing &
preparing

Hoist Operation

Health: Muscular
pain / dislocation

Light Sickness (easy to cure)

Accident: injured
by tools

Permanent Sickness
Light Injury (First aid
treatment)

No Problem, No
Impact
No Problem, No
Impact

Health: None
Accident :
- Electric Shock
- Injured by
chain/sling/hook
- Hit by Hook /
material
- Material fall down

Light Injury (First aid


treatment)
Light Injury (First aid
treatment)
Light Injury (First aid
treatment)

69

Sumber: aspec impact PT X *)selanjutnya ada di lampiran

87

4.5

Gambaran Penerapan Pengendalian yang Dilakukan di Deprtement PLG PT X


Setelah

identifikasi

bahaya

dilakukan,

maka

diperlukan

pelaksanaan

pengendalian untuk mencegah terjadinya bahaya, paling tidak untuk mengurangi tingkat
resiko terjadinya kecelakaan atau kesehatan tersebut. Pengendalian yang telah dilakukan
oleh perusahaan yaitu engineering control, administrative control, dan pengendalian
dengan APD.
a) Pengendalian engineering control
Termasuk pengendalian secara engineering control oleh perusahaan
antara lain :
1. Area safety pejalan kaki
2. Pemasangan fire protection
b) Pengendalian administrative control
Sedangkan pengendalian secara administrative control oleh perusahaan
antara lain :
1. Pelatihan pekerja saat penerimaan
2. Pemasangan safety sign
3. Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan Work Instruction (lesson point)
4. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
c) Pengendalian APD
Pengendalian terakhir yang dilakukan perusahaan untuk semua kegiatan
di PLG yakni dengan penggunaan APD, antara lain : safety shoessarung tangan,
sarung tangan karet, kaca mata, masker, catridge masker, helm safety, dan back
jack.

88

4.6

Identifikasi Bahaya dan Upaya Pengendalian pada Setiap Proses Pekerjaan pada
Departemen PLG PT X
4.6.1

Proses Unloading

a. Mempersiapkan Diesel Forklift


Pada tahap persiapan, pekerja mempersiapkan diesel forklift dan
APD yang ada di area kerja. Dalam penyediaan APD, pihak perusahaan
telah menyediakan APD dengan cukup lengkap, tetapi pada
kenyataannya masih banyak pekerja yang belum menggunakan APD,
serta tidak adanya pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap pekerja
yang tidak menggunakan APD. Setelah itu pekerja membuka rolling door
untuk jalan keluar masuk diesel forklift dan mengangkat landasan diesel
forklift dengan sistem hydrolik.
Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada saat menyiapkan
alat tersebut tidak terlalu berat yakni bahaya mechanical berupa
tergelincir karena lantai forklif licin atau karena pekerja tidak hati-hati
melangkahkan kaki saat menaiki forklift. Bahaya mechanic lainnya yakni
tekanan hidrolik menurun sehingga anjlok saat forklift melintas.
Pada bahaya tergelincir penulis menilai kemungkinan terjadinya
pada tingkat E yaitu sangat jarang terjadi dengan konsekuensi tingkat 1
yaitu tidak ada cidera dan kerugian sangat sedikit. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat resiko Low yang artinya hanya

89

memerlukan pengendalian berdasarkan prosedur yang ada. Sedangkan


pada bahaya tekanan hidrolik menurun penulis menilai kemungkinan
terjadinya pada tingkat E yakni memungkinkan tidak terjadi dengan
tingkat konsekuensi 3, sehingga tingkat resikonya moderate risk,
perusahaan harus menentukan penanggung jawab manajemen terkait.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah dengan adanya Work Instrucion pada setiap area, upaya lainnya
yaitu melakukan training pada saat pertama kali bekerja tentang proses
produksi dan bahaya yang ada pada proses produksi serta training
penggunaan mesin forklift. Perusahaan juga menyediakan safety sign di
tiap area terkait potensi bahaya yang ada di tiap area. Upaya lainnya
yaitu pekerja menggunakan alat pelindung kaki (safety shoes) untuk
mengurangi keparahan dari bahaya mechanical seperti tergelincir.
Hal ini ditambah dengan tidak semua penempatan safety sign
yang di tempel di tempat yang kurang terlihat walaupun tempatnya
strategis.

Sehingga

adanya

kemungkinan

pekerja

yang

tidak

memperhatikan safety sign tersebut. Seharusnya pihak perusahaan


menempatkan safety sign tersebut di tempat yang terlihat oleh pekerja.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan untuk bahaya
tergelincir yakni dengan prosedur kerja, pekerja harus hati-hati dan
bekerja sesuai prosedur seperti memegang handrill saat menaiki diesel

90

forklift. Dengan pengendalian ini diharapkan kemungkinannya semakin


tidak mungkin terjadi. dan tingkat resikonya tetap.
Sedangkan upaya pengendalian untuk bahaya tekanan hidrolik,
yakni dengan pengawasan kunci hidrolik oleh pekerja sehingga dapat
terawasi.

Dengan pengendalian ini diharapkan kemungkinannya

semakin tidak mungkin terjadi.dan konsekuensinya berkurang menjadi


tingkat 2, dengan demikian tingkat resikonya menjadi low risk.

b. Pengoprasian Diesel Forklift


Rincian pekerjaan selanjutnya pada proses unloading adalah
pengoprasian diesel forklif untuk menurunkan barang dari dalam
container. Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada saat
pengoprasian diesel forklift ini adalah bahaya mechanical berupa
menyerempet pekerja lain yang melakukan pendataan barang yang ada
di dalam container, sehingga berpotensi menabrak atau menyerempet
pekerja lain dengan diesel forklift. Bahaya lainnya yaitu bahaya chemical
yaitu berupa gas yang keluar dari diesel forklift yang di keluarkan di
dalam container dan bau bahan kimia yang disemprotkan pada kayukayu dari peti sehingga dapat menggang pernapasan pekerja.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan
rekayasa subsitusi, yaitu dengan penggantian diesel forklift dengan

91

electric forklift yang digunakan untuk pengambilan barang ke area


unboxing. Selain itu dapat juga dilakukan dengan administrative control,
seperti menyisipkan safety talk pada setiap pagi sebelum melakukan
proses produksi, pelatihan terhadap pekerja tentang penggunaan APD
sehingga pekerja dapat dengan sadar akan menggunakan APD dan
mengkomunikasikan bahaya pada saat bekerja.
Pada bahaya Tertabrak / menabrak pekerja, penulis menilai
kemungkinan tingkat D, kecelakaan dapat terjadi karena pada saat
forklift berjalan terdapat pekerja yang akan mendata box di dalam
container namun dapat terjadi secara jarang. Konsekuensinya penulis
menilai pada tingkat

4, pekerja yang tertabrak dapat cidera yang

mengakibatkan kecacatan secara total dan kerugian ditanggung


perusahaan besar . Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat resiko
Signifcant, memerlukan pihak manajemen untuk mengatasi masalah ini.
Upaya pengendalian untuk mengurangi tingkat resiko bahaya ini bisa
dilakukan dengan pendataan (barcode) barang dilakukan di luar
container ditambah dengan penempatan safety sign ditempat yang
terlihat. Dengan pengendalian ini diharapkan menurunkan kemungkinan
terjadinya kecelakaan menjadi tingkat E (memungkinkan tidak terjadi
kecelakaan) dan konsekuensinya menjadi tingkat 2 (memerlukan

92

perawatan P3K) . Dengan demikian tingkat resiko untuk bahaya ini


manjadi low risk.
Pada

bahaya

gangguan

pernafasan,

penulis

menilai

kemungkinannya pada tingkat B karena gas buangan dari diesel forklift


dan bau dari kayu terjadi sepanjang kegiatan itu pekerjaan ini Sedangkan
tingkat konsekuensinya pada tingkat 1. Sehingga tingkat resikonya pada
tingkat moderate risk. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk
bahaya ini penulis menyarankan dengan substitusi, dengan mengganti
diesel forklift dengan electric forklift sehingga tidak ada gas buangan dari
bahan bakar. Dengan dilakukannya pengendalian tersebut, diharapkan
resiko yang ada menjadi Low (rendah), kemungkinan jarang terjadi
(tingkat E) dan konsekuensinya menjadi tingkat 1 yaitu hanya tidak ada
codera dan kerugian keuangan sangat kecil.

Tabel 4.2
Hasil Identifikasi Bahaya Proses Unloading
Pada departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan
unloading

Rincian
pekerjaan
Menaiki
diesel
forklift

Sumber daya
yang terlibat
Operator
forklift
Mesin forklift

Pekerja

Pengoprasia Operator
n diesel
diesel forklift
forklift
Mesin forklift

Bahaya
Tergelincir

Luka badan

Tertabrak /
menabrak
pekerja

penyebab
Mechanical :
lantai diesel
forklift licin, atau
tidak hati-hati
saat menaiki
tangga.

Penilaian resiko
P
K
E
1

Tingkat
resiko
L

Pengendalian
- Pelatihan
- Work
instruction

saran
- pekerja
memegang
handgrip saat
menaikin
forklift

- Safety shoes

Mechanical :
tekanan hicrolik
menurun
sehingga forklift
tidak bisa
melintas atau
terjatuh

Mechanical :
Tidak hati-hati
mengoprasikan
mesin dan

- Pelatihan
- Work
instruction
- Safety sign
terkait bahaya

- Pelatihan
- Work
instruction

- Safety sign
terkait bahaya
- mantanance
secara berkala
- pastikan
pekerja
mengunci
aliran udara
hidrolik
- pendataan
(barcode)
barang
sebaiknya

76

94
pekerja berjalan
didekat mesin
forklift

- Safety sign
terkait bahaya
- Safety shoes

Ganguan
pernafasan

Chemical: Gas
buangan diesel
forklift saat
masuk kedalam
container dan bau
kimia yang
menempel pada
kayu peti

- Pemeriksaan
kesehatan
berkala

diluar
container
- Penempatan
safety sign di
tempat yang
terlihat
- mengkomuni
kasikan bahaya
- Penggantian
diesel forklift
dengan
electric

- Mentanance
- safety sign
- Masker

- Pelatihan
penggunaan
APD pada
pekerja

77

95

4.6.2 Proses Storage


Proses kedua pada di Departemen PLG adalah proses storage atau
proses pemindahan barang yang telah di keluarkan pada proses unloading.
Pada proses ini merupakan lanjutan dari proses unloading yang dilakukan
secara bersamaan (estafet), sehingga kegiatan yang dilakukan pekerja
hanya pengoprasian mesin forklift. Barang disusun di area storage dengan
menggunakan diesel forklift yang nantinya barang-barang itu akan di data
dan digunakan pada waktu proses produksi selanjutnya.
a. Memindahkan Barang ke Area Storage
Proses storage ini merupakan rangkaian setelah proses unloading
dengan menggunakan diesel forklift. Barang yang telah di turunkan dari
container kemudian dilanjutkan dengan penyusunan barang di area
storage.
Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada pekerjaan ini
adalah bahaya electrical berupa tersengat listrik pada saat menyiapkan
electric forklift

dari ruang charger. Bahaya lainnya yaitu bahaya

mechanical berupa terserempet atau menabrak pekerja lain yang sedang


melakukan pekerjaan lain, atau menabrak forklift lain yang sedang
melakukan pekerjaan pemindahan barang dari sotrage ke unboxing area.
Upaya pengendalian yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah
cukup bagus, dengan adanya pelatihan pada saat pengankatan pekerja,

96

work instruci, safety sign dan APD seperti safety shoes dan sarung
tangan. Tetapi kondisi penempatan safety sign yang kurang ditempatkan
di tempat yang terihat oleh pekerja lain sehingga mengurangi
kewaspadaan pekerja terkait bahaya tersebut.
Pada bahaya electrical atau tersengat listrik pada saat persiapan
electric forklift, penulis menilai kemungkinannya pada tingkat D,
memungkinkan kecelakaan tidak terjadi. Untuk konsekuensinya penulis
menilai pada tingkat 3 yang membutuhkan perawatan pihak luar dan
kerugian cukup besar. Sehingga pada bahaya ini tingkat resikonya pada
Medium Risk.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan dengan pengecekan
secara berkala, safety talk yang di lakukan setiap pagi dengan materi
safety, pekerja mengeringkan tangan sebelum bekerja, menggunakan
sepatu safety. Dengan dilakukannya pengendalian tersebut, diharapkan
resiko yang ada menjadi Low (rendah), kemungkinan bisa saja terjadi
tetapi konsekuensinya menjadi level 2 yaitu tidak ada luka dan kerugian
rendah.
Pada Tertabrak/menabrak/terserempet forklift , penulis menilai
kemungkinan pada tingkat E, kecelakaan dapat terjadi namun jarang.
Konsekuensinya penulis menilai pada tingkat 2, pekerja yang tertabrak
langsung di tangangi dengan perawatan P3K. Sehingga pada bahaya ini

97

berada pada tingkat resiko Low, pengendalian yang dilakukan


berdasarkan prosedur yang ada.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan perbaikan posisi safety
sign, safety talk setiap pagi pada briefing pagi dan mengkomunikasikan
bahaya

misalnya

membunyikan

klakson.

Dengan

dilakukannya

pengendalian tersebut, diharapkan resiko yang ada menjadi Low


(rendah), kemungkinan bisa saja terjadi tetapi konsekuensinya menjadi
level 1 yaitu tidak ada luka dan kerugian rendah.

Tabel 4.3
Hasil Identifikasi Bahaya proses Storage
Pada Departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan
Storage

Rincian
pekerjaan
Mempersia
pkan diesel
forklift

Pemindaha
n box partpart hasil
unloading
ke storage
area

Sumber daya
Bahaya
yang terlibat
Pekerja
Tersengat
forklift
listrik

Operator
mesin
electric
forklift
Forklift
electric

Tertabrak/
menabrak/t
erserempet
forklift

Penyebab
Electrical :
Tangan operator
yang basah atau
kabel power
supply yang
terkelupas ketika
memeriksa
tegangan listrik.

Mechanical:
Tidak hati-hati
mengoprasikan
electric forklift
dan pakerja
berjalan di area
kerja

Penilaian resiko
K
P
D
3

Tingkat
resiko
M

Pengendalian
- Pelatihan
- Work
instruction
- Mantanance
- Safety sign

saran
- Pengecekan
Listrik Rutin
- Safety Talk
- Mengering
kan Tangan
sebelum
Melakukan
kegiatan

- Work
instruction

- sepatu safety
- Penempatan
safety sign di
tempat yang
terlihat

- Mantanance

- safety talk

- Safety sign

- mengkomuni
kasikan bahaya

- Pelatihan

81

4.6.3 Proses Unboxing


Proses unboxing ini merupakan proses yang dikerjakan oleh banyak
pekerja. Terdapat 4 area unboxing yaitu big part unboxing, trimming
unboxing, power train unboxing dan small part unboxing dan ESD. Pada
area big part unboxing, trimming unboxing dan small unboxing dan ESD
memiliki jenis bahaya yang sama karena pekerjaan dilakukan dengan proses
dan alat yang sama.
a. Pemindahan Peti dari Area Storage ke Area Unboxing
Proses pembongkaran dimulai dengan pemindahan barang dari
area storage ke area unboxing dengan menggunakan electric forklift.
Kegiatan ini dilakukan secara berbarengan di setiap area unboxing
dengan beberapa electrik forklift yang ada memindahkan barang dari
storage ke area unboxing masing-masing berdasarkan jenis part yang
akan di kerjakan.
Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada saat pemindahan
barang dari storage area ke area area unboxing yaitu bahaya mechanical
menyerempet atau menabrak pekerja.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah membuat jalur forklift, Work instruction, safety sign dan APD
seperti sarung tangan dan safety shoes.

Pada bahaya menyerempet atau menabrak pekerja penulis


menilai kemungkinan terjadinnya kecelakaan pada tingkat E yaitu sangat
jarang terjadi dengan konsekuensi tingkat 2, apabila pekerja mengalami
kecelakaan langsung ditangani dengan P3K dengan kerugian materi
sedang . Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat resiko Low yang
artinya hanya memerlukan pengendalian berdasarkan prosedur yang
ada.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan
administrative control, yaitu dengan mengubah penempatan safety sign
di tempat yang terlihat dan huruf di sesuaikan dengan jarak baca
minimum. Upaya pengendalian lainnya dengan mengkomunikasikan
bahaya.

Dengan dilakukannya pengendalian

tersebut, diharapkan

kemungkinan bisa saja terjadi tetapi konsekuensinya menjadi level 1


yaitu tidak ada luka dan kerugian rendah.

b. Membongkar Peti Barang


Pada proses unboxing big part, Unboxing trimming part, power
train small part dan ESD, sebagian besar pekerja melakukan
pekerjaannya dengan menggunakan alat seperti : cutter, linggis, dan palu
untuk membuka peti-peti.

Bahaya pada saat pembongkaran peti bahaya keselamatan


berupa mechanical yaitu berupa luka tangan dan luka kaki. Bahayabahaya tersebut dapat terjadi karena misalnya penggunaan alat seperti
linggis, pisau cutter dan palu yang tidak hati-hati kemudian karena
penyimpanan limbah paku/kayu yang berpotensi melukai pekerja,
kejatuhan peralatan yang dibawa pekerja.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah dengan pelatihan pada saat pertama masuk kerja, Work
instruction safety sign dan APD seperti sarung tangan dan safety shoes.
Namun dalam hal penggunaan APD kurang adanya pengawasan yang
ketat dari supervisor. Misalnya penggunaan sarung tangan, ada pekerja
yang tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan pekerjaan.
Pada bahaya luka tangan penulis menilai terjadinnya kecelakaan
dengan peralatan yang sering digunakan sehingga kemungkinan
terjadinya pada tingkat B yakni dapat terjadi secara berkala karena
pekerjaan dengan alat pisau cutter, palu, linggis sering dilakukan oleh
pekerja jadi pekerja terpapar setiap kali bekerja. Konsekuensinya pada
tingkat 1, kecelakaan yang terjadi pada pekerja tidak menimbulkan
cidera dengan kerugian materil sangat kecil. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat resiko M yang artinya perushaan harus menentukan
penanggung jawab menajemen terkait.

Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan untuk bahaya luka


tangan dengan engineering control yakni penempatan tong sampah
untuk membuang limbah paku/kayu dari unboxing di setiap area
unboxing. Administrative control, perawatan peralatan kerja seperti
pisau cutter, sehingga pekerja bekerja dengan peralatan yang aman, dan
memberikan materi safety talk setiap briefing pagi sebelum melakukan
proses produksi. Dengan upaya ini diharapkan tingkat resiko menjadi
Low (rendah) dengan kemungkinan tingkat E (memungkinkan tidak
pernah terjadi).
Sedangkan pada bahaya luka kaki, penulis menilai kemungkinan
terjadinya kecelakaan yaitu pada tingkat C, dapat terjadi pada saat
kondisi tertentu seperti pekerja tidak hati-hati membawa peralatan, atau
penempatan peralatan yang tidak rapi sehingga

kecelakaan dapat

terjadi. Konsekuensi tingkat 1, tidak ada cidera dan kerugian materi


sangat sedikit. Dengan demikian tingkat resiko pada tingkat Low,
memerlukan pengendalian berdasarkan pada prosedur yang ada.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan untuk bahaya luka
kaki yakni dengan engineering control, penyimpanan peralatan kerja
dengan benar dan menambahkan jarak aman untuk kaki pekerja. Dengan
dilakukannya

pengendalian

tersebut

dapat

kemungkinannya terjadi kecelakaan menjadi tingkat E.

menurunkan

Untuk pekerjaan di unboxing power train dan tyres, pekerja lebih


tidak jauh berbeda dengan unboxing big part, Unboxing trimming part,
small part dan ESD, namun pada kegiatan ini pekerja dibantu dengan
hoise crane unutuk mengangkat part-part yang berat pada saat unboxing
maupun pada saat pemindahan ke trolly untuk di supply.
Bahaya yang terdapat dalam penggunaan alat seperti pisau
cutter, linggis tidak begitu berbeda dengan kegiatan di unboxing big
part, Unboxing trimming part, small part dan ESD, sehingga penulis
menilainya dalam satu tabel. Bahaya lain yang ada yaitu pada saat
menggunakan hoise crane, bahaya yang bisa menimpa pekerja yakni
bahay mechanical, yaitu pekerja tertimpa part karena kabel hoise crane
putus atau karena pada saat mengaitkan part ke pin pengait tidak benar.
Upaya pengandalian yang dilakukan perusahaan yaitu dengan
Pelatihan, maintanance secara berkala, menyediakan work instruction,
Safety sign, dan APD. Upaya yang dilakukan cukup bagus namun dalam
hal pemakaian APD pekerja terlihat mengabaikan.
Pada bahaya ini penulis menilai kemungkinan terjadinya
kecelakaan pada tingkat D, memungkinkan tidak terjadi karena
perusahaan telah menjalankan program maintanance secara berkala dan
pelatihan pada pekerja. Konsekuensinya penulis menilai pada tingkat 3,
pekerja yang mengalami kecelakaan memerlukan perawatan medis

dengan bantuan pihak luar dan kerugian materi yang di tanggung


perusahaan cukup besar. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
resiko Moderate Risk, perusahaan harus menentukan tanggung jawab
manajemen terkait hois crane.
Upaya lain yang dapat dilakukan dengan engineering control yakni
membuat garis aman untuk kaki pekerja sekitar 30 cm sampai 50 cm dari
tempat tepat dimana part digantung dan dengan administrative control,
mengkomunikasikan bahaya dengan safety talk setiap pagi. Dengan
pengendalian ini diharapkan tingkat resiko menjadi Low (rendah),
dengan kemungkinan pada tingkat D dan konsekuensi pada tingakt 2.

c. Memindahkan part dari box ke trolly


Pekerjaan selanjutnya adalah memindahkan part yang ada
didalam box atau peti untuk di susun di trolly yang nantinya akan di
distribusikan ke setiap station.
Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada saat memindahkan
ke trolly ini adalah bahaya ergonomi berupa terjadi kelelahan pada
pekerja seperti keseleo pinggang maupun tangan, karena beban yang di
angkat banyak dan berat. Bahaya lainnya adalah mechanical, pekerja
terjatuh pada saat membawa part saat akan di susun di atas trolly.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan


pada pekerjaan ini adalah dengan melakukan pelatihan, menyediakan
Work instruction, back jak, area unboxing (garis untuk pekerja) dan APD.
Upaya pengendalian yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah cukup
bagus.
Pada bahaya ergonomi kemungkinan terjadinya kecelakaan pada
tingkat B, dapat terjadi secara bekala karena pekerjaan ini sering
dilakukan pekerja. Konsekuensinya penulis menilai pada tingkat

1,

pekerja tidak mengalami cidera dan kerugian perusahaan sangat kecil.


Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat resiko Moderate Risk,
perusahaan harus menentukan tanggung jawab manajemen terkait.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan
rekayasa engeenering, dengan memasang meja supaya pekerja tidak
membungkuk saat mengambil part yang ada di dalam box. Dengan
dilakukan pengendalian ini diharapkan kemungkinannya menurun
menjadi tingkat C (dapat terjadi pada kondisi tertentu) sehingga tingkat
resikonya menurun menjadi Low (rendah).
Sedangkan untuk bahaya terjatuh tingkat resiko ada pada tingkat
Low risk, memerlukan pengendalian berdasarkan prosedur yang ada
dengan kemungkinan pada tingkat E, memugnkinkan tidak pernah

terjadi dan konsekuensi pada tingkat 1, pekerja yang mengalami


kecelakaan ini tidak sampai cidera.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk bahaya terjatuh
dapat dengan administrative control, seperti melakukan pekerjaan
sesuai dengan prosedur seperti pekerja menempatkan box tidak di area
berjalan (area yang di sediakan ) dan safety talk setiap pagi sebelum
melakukan proses produksi. Tingkat resiko tetap tingkat Low (rendah)

Tabel 4.4
Hasil Identifikasi Bahaya proses Unboxing
Pada Departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan

Rincian
pekerjaan
Unboxing
Pemindaha
big part,
n box partUnboxing
part dari
trimming
storage ke
part, power setiap area
train small kerja
part dan
ESD

Sumber daya
Bahaya
yang terlibat
Operator
Menabrak/
mesin
menyeremp
electric
et pekerja
forklift
Forklift
electric

penyebab
Mechanical: Tidak
hati-hati
mengoprasikan
electric forklift dan
pakerja berjalan di
area kerja

Penilaian resiko
P
K
E
2

Tingkat
resiko
L

Pengendalian
- Pelatihan
- Work
instruction
- Mantanance
- Safety sign
terkait bahaya

saran
- Penempatan
safety sign di
tempat yang
terlihat
- penambahan
ukuran safety
sign
- Safety talk

Pembongka
ran peti

Pekerja
Pisau cutter
Linggis
palu

Luka
tangan,
tangan
tergores
peralatan
kerja dan
limbah Box

Mechanical :
penyimpanan
limbah dan
penggunaan alat
(cutter) tidak hatihati.

- Pelatihan
- Work
instruction
- Safety sign
- Sarung tangan

Luka kaki,

Mechanical:

- Pelatihan

- Penempatan
tong sampah
untuk limbah
- perawatan
peralatan kerja
- pelatihan
penggunaan
APD
- penyimpanan

89

108
kaki
tertimpa
peralatan
kerja

kejatuhan
peralatan. Tidak
hati-hati
membawa
peralatan.

- Work
instruction
- Safety sign
- Safety shoes

Unboxing
power train
part dan
tyres

Hoise crane

Tertimpa
part jatuh

Mechanical: rantai
crane putus atau
part tidak terkait
dengan benar

- Pelatihan
- Maintanance
- Work
instruction
- Safety sign

Pemindaha
n part dari
box ke troly

pekerja

keseleo

Ergonomic :
B
kelelahan pinggang
atau tangan karena
pekerja beban
yang diangkat
besar dan banyak

peralatan kerja
dengan benar
- menambah
kan jarak
aman untuk
kaki pekerja
- menambah
kan jarak
aman untuk
kaki pekerja
sekitar 3050cm

- Safety shoes

- pelatihan
penggunaan
APD

- Helm safety

- Safety talk

- Pelatihan

- menambah
kan meja
untuk box part

- Work
instruction
- Sarung tangan

- Pekerja
memanfaatkan
waktu istirahat

109
- Back jak

Terjatuh

Mechanical: tidak
hati-hati
melangkah
melewati box-box
pada saat
membawa part ke
troly

- Pelatihan
- work
instruction
- Sarung tangan
- Safety shoes

sebaik
mungkin
- Safety talk
- Pekerja
menempatkan
box tidak di
area berjalan
- pelatihan
penggunaan
APD
- Safety talk

110

4.6.4 Proses Robbing Area


Proses selanjutnya yang ada di departemen PLG yaitu robbing area untuk
pengerjaan part yang bermasalah yang terkena kerusakan. Terdapat tiga
area yaitu noncorformance area, pekerja unboxing area menyerahkan part
bermasalah di area ini. Inspection area, pekerja di robbing area melakukan
inspeksi part yang ada di noncomformance area untuk melihat masalah
permasalahan yang ada. Rework area, setelah di inspeksi pekerja
melakukan pengerjaan
a. Inspection Area
Proses yang ada di inspection area adalah pekerja melakukan
pengecekan terhadap part yang bermasalah, dilihat kerusakan apa yang
seharusnya diperbaiki.
Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada saat pengecekan
kerusakan ini adalah bahaya mechanical berupa luka tangan akibat
pekerja tidak hati-hati penggunaan alat seperti pisau cutter ditambah
dengan kondisi peralatan yang rusak atau karena pekerja tidak
menggunakan APD.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah menyediakan Work instruction dan menggunakan sarung tangan
untuk melindungi tangan dari sayatan pisau cutter.

111

Pada bahaya luka tangan kemungkinan terjadinya kecelakaan


pada tingkat C, dapat terjadi pada saat kondisi tertentu seperti pekerja
melakukan pekerjaan dengan alat yang tidak layak atau karena pekerja
tidak menggunakan APD. Konsekuensinya penulis menilai pada tingkat
1, pekerja tidak mengalami cidera dan kerugian perusahaan sangat
kecil. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat resiko Low Risk,
pengendalian yang dilakukan berdasarkan prosedur yang ada.
Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan
administrative control, perawatan alat kerja, seperti pisau cutter yang
layak digunakan, karena dalam beberapa tempat ditemukan pisau
cutter dengan pegangannya menggunakan lakban serta dengan
pengawasan penggunaan APD. Dengan pengendalian ini, diharapkan
dapat menurunkan tingkat kemungkinan menjadi tingkat D (dapat
terjadi tapi jarang), tingkat resikonya tetap Low (rendah).

b. Rework area
Setelah dari inspection area , part ditemukan kerusakannya maka
di perbaiki di rework area. Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
kerusakan yang ditemukan. sehingga peralatan dan bahan serta APD
yang digunakannya pun sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

112

Bahaya keselamatan kerja yang terdapat pada rework area ini


adalah bahaya mechanical

berupa luka tangan, jari tangan terkena

sayatan pisau cutter atau terkena gurinda ataupun amplas kompressor


karena ketidak hati-hatian pekerja. Bahaya mechanical lainnya adalah
pekerja kejatuhan part yang sedang dikerjakan, misalnya karena part
yang gurinda tidak di jepit di atas meja. Hanya memakai jepitan dari part
lain yang disusun secara manual. Bahaya lainnya yaitu bahaya chemical
yakni berupa iritasi kulit karena terkena cairan kimia yang di gunakan
untuk rework, misalnya saat mengerjakan part yang terkena karat yang
memakai cairan penghilang karat, tiner dan cat.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
adalah menyediakan Work instruction, pelatihan saat pertama kali
masuk, safety sign dan APD (menggunakan sarung tangan sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan di rework area, safety shoes dan masker).
Upaya pengendalian yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah cukup
bagus, tetapi kedisiplinan pekerja dan kelayakan peralatan dan APD yang
perlu di ganti secara berkala.
Pada bahaya luka tangan

kemungkinan terjadinya kecelakaan

pada tingkat C, dapat terjadi pada saat kondisi tertentu seperti pekerja
melakukan pekerjaan dengan alat yang tidak layak atau karena pekerja
tdak menggunakan APD. Konsekuensinya penulis menilai pada tingkat 1,

113

pekerja tidak mengalami cidera dan kerugian perusahaan sangat kecil.


Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko Low Risk,
pengendalian yang dilakukan berdasarkan prosedur yang ada. Upaya
pengendalian yang dapat dilakukan dapat dengan administrative
control, seperti melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur,
pemeriksanaan kelayakan peralatan kerja dan penggunaan APD pekerja
serta safety talk setiap pagi. Dengan upaya ini penilis berharap tingkat
kemungkinan menjadi D, dan tingkat resiko tetap Low (rendah).
Sedangkan pada bahaya luka kaki penulis menilai tingkat resiko
pada tingkat moderate risk, perlu di tentukan penanggung jawab
menejemen terkait. Dengan kemungkinan pada tingkat B, yaitu
kecelakaan dapat terjadi secara berkala ketika pekerja melakukan
pekerjaan

sesuai

dengan

jenis

pekerjaannnya,

seperti

bahaya

terjatuhnya part saat di gurinda karena tidak memakai penjepit part.


Konsekuesi pada tingkat 1, kecelakaan yang di alami pekerja tidak
menyebabkan cidera karena penggunaan APD pada pekerja seperti
safety shoes. Upaya pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah
dengan rekayasa engineering yaitu dengan membuat penahan part yang
dilakukan sehingga pekerja terhindar dari part yang jatuh saat
dikerjakan. Pengendalian lainnya dengan pelatihan penggunaan APD
pada pekerja sehingga pekerja disiplin dalam menggunakan APD dan

114

safety talk disisipkan pada briefing pagi. Dengan pengendalian ini tingkat
resiko menurun majadi Low (rendah) dengan tingkat kemungkinan D
(dapat terjadi tapi jarang) dan konsekuensi tingkat 1 (tidak ada cidera
dan kerugian materil sangat kecil).
Pada bahaya chemical, penulis menilai tingkat bahaya pada
tingkat M, persusahaan menentukan penanggung jawab manajemen
terkait. Dengan kemungkinan B dan konsekuensi 1. Upaya pengendalian
yang dapat dilakukan dengan administrative control, seperti melakukan
pekerjaan sesuai dengan prosedur, pemeriksanaan kelayakan peralatan
kerja dan pelatihan penggunaan APD pekerja serta safety talk setiap
pagi. Dengan upaya pengendalian ini dapat menurunkan tingkat
kemungkinan menjadi C (dapat terjadi pada kondisi tertentu) sehingga
tingkat resiko menurun menjadi Low risk.

Tabel 4.5
Hasil Identifikasi Bahaya Proses Robbing Area
Pada Departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan
Robbing
area

Rincian
pekerjaan
inspeksi

rework

Sumber daya
Bahaya
penyebab
yang terlibat
Pekerja
Luka tangan Mechanical :tidak
Pisau cutter
hati-hati dalam
menggunakan
peralatan.
Sehingga tersayat
pisau pada saat
membuka part
atau karena
peralatan tidak
layak pakai

Penilaian resiko
P
K
C
1

pekerja
Amplas
Gurinda
Sikat
kompressor
Cairan WD45
cat
iner

Luka tangan Mechanical :tidak


hati-hati dalam
menggunakan
peralatan.
Sehingga tersayat
pisau, gurinda,
sikat kompressor
atau amplas pada
saat bekerja

Tingkat
Pengendalian
resiko
L
- Pelatihan
-Work
instruction
- Safety sign

saran
- perawatan
alat yang rusak
- pelatihan
pekerja dalam
penggunaan
APD

- Sarung tangan
- safety talk

- Pelatihan
- Work
instruction
- Safety sign
- Pelindung
muka dan
Sarang tangan

-Pemeriksaan
alat yang rusak
- pelatihan
pekerja dalam
penggunaan
APD
- Perawatan
peralatan dan
APD

Luka kaki

- Pelatihan
-Work
instruction

97

Mechanic: part
terjatuh pada saat
menggurinda part,
karena tidak
memakai penjepit
part

- Safety sign
- safety shoes

Iritasi kulit

Chemical : kulit
terkena cairan
kimia wd45 cat,
atau tiner

- safety talk
- Penggunaan
alat penjepit
part yang akan
di gurinda

Work
instruction
Safety sign
Masker

- pelatihan
pekerja dalam
penggunaan
APD
- safety talk
- Perawatan
peralatan dan
APD
- pelatihan
pekerja dalam
penggunaan
APD
- safety talk

98

117

4.6.5 Proses Supply


a. Menyuplay part yang Telah Disusun di trolly
Selajutnya adalah pendistribusian part-part yang telah disusun di
trolly ke setiap station untuk di buffer. Kegiatan ini dilakukan dengan
mobil towwing untuk membawa rangkaian trolly. Bahaya keselamatan
adalah bahaya mechanical, pekerja tertabrak atau menyerempet pekerja
lain pada saat pendistribusian dengan menggunakan towwing.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
pada pekerjaan ini adalah Pelatihan pertama kali bekerja, maintenance
secara berkala terhadap mesin towing

dan

dengan menempatkan

safety sign untuk pejalan kaki dan jalur untuk kendaraan towwing.
Namun penempatan safety sign di beberapa tempat tidak terlihat atau
penempatannya tidak terlihat.
Bahaya ini memiliki tingkat resiko Low risk, pengendalian
dilakukan berdasarkan prosedur yang ada, kemungkinan terjadinya
tingkat memungkinkan E (tidak pernah terjadi) dan konsekuensinya 1
(tingkat cidera dan material rendah). Upaya pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan menempatkan safety sign di tempat yang
terlihat. Selain itu dapat juga dilakukan dengan safety talk setiap pagi
sebelum melakukan proses produksi.

Dengan pengendalian ini

diharapkan memperkecil tingkat resiko yang ada.

118

Tabel 4.6
Hasil Identifikasi Bahaya proses supply
Pada Departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan
supply

Rincian
pekerjaan
Pendistribusi
an part-part
yang telah di
susun diatas
troli

Sumber daya
Bahaya
yang terlibat
Towing
Tertabrak/
menabrak
towing/
Terserempe
t towing

penyebab
Tidak hati-hati
mengoprasikan
towing yang
berjalan di area
kerja

Penilaian resiko
P
K
E
1

Tingkat
Pengendalian
resiko
L
- Pelatihan

saran

- Work
instruction

- penempatan
safety sign di
tempat yang
terlihat

- maintenence

Safety talk

- Safety sign
- Safety shoes

100

120

4.6.6 Proses Fill Battery


a. Pengsian H2SO4 pada Accu
Proses ini dilakukan di ruangan yang sedikit terbuka, terpisah
diantara proses lainnya diatas. Kegiatan ini dilakukan dengan bantuan
hoise crane untuk mengangkat beban dirijen yang berisi H2SO4 yang
akan di tuangkan ke dalam accu. Bahaya keselamatannya adalah bahaya
mechanical, pekerja tertimpa dirijen yang terjatuh karena kabel hoise
crane putus atau karena pengatan dirijen dengan pengait hoise crane
tidak pas. Bahaya keselamatan lainnya adalah bahaya chemical berupa
iritasi terhadap kulit, mata dan pernafasan karena percikan bahan kimia
tersebut atau kerana uap yang terhirup atau terkena mata pekerja.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
pada pekerjaan ini adalah dengan menempatkan Work instruction,
pelatihan, safety sign dan APD yakni sarung tangan karet, sepaty karet
dan catrige masker. Namun perawatan terhadap APD sepertu catrige
masker tidak diganti filternya secara berkala.
Penilaian untuk bahaya chemical berupa iritasi terhadap kulit,
mata dan pernafasan karena percikan bahan kimia penulis menilai
kemungkinan yang terjadi pada tingkat B, karena pekerja melakukan
pekerjaan ini sepanjang dia bekerja sehingga keterpaparannya sangat
sering. Konsekuensinya pada tingkat 3, pekerja memerlukan perawatan

121

medis dengan bantuan pihak luar untuk penanganannya, sehingga


tingkat resiko untuk bahaya ini pada tingkat significan risk, memerlukan
pihak manajemen perusahaan. Upaya pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan rekayasa engineering mendesign ruangan yang
tertutup sehingga dapat dipasang local exhouse pada sumber bahaya,
dan administrative control peningkatan pengaawasan penggunaan APD
serta pelatihan penggunaan APD terhadap pekerja dan perawatan filter
catrige masker yang digunakan pekeja. pergantian filter catridge tidak
dapat dipastikan kapan harus diganti, perusahaan perodusen masker
juga tidak memastikan kapan filternya dapat di ganti. Bahkan dengan
penggunaan respirator/masker bertipe sama akan berbeda masa pakainya
kita tidak dapat memastikan kapan menggantinya. Selama ini belum
ditemukan teknologi yang dapat menjadi indikator jenuh atau tidaknya
(expired)

suatu

respirator/masker.

Ada

beberapa

yang

dapat

mempengaruhi masa pakai respirator (filter catridge-reuseable masker)


diantaranya ; 1) Tipe kontaminan yang ada. 2) besarnya konsentrasi
kontaminan diudara. 3) kelembaban udara, dan 4) volume nafas
pengguna. Dan pergantian filter catridge dapat diganti apabila kondisinya
apabila pekerja dapat mencium bau bahan kimia ketika pekerja
menggunakan masker tersebut. Dengan pengendalian ini diharapkan
tingakat bahaya menjadi medium risk, yakni menurunkan tingkat
kemengkinan dari B menjadi D, dapat terjadi namun jarang.

122

Sedangkan Penilaian tingkat resiko untuk bahaya mechanical,


pekerja tertimpa dirijen yang jatuh pada tingkat resiko medium risk,
perusahaan harus menentukan tanggung jawab menejemen terkait.
Kemungkin yang terjadi adalah Tingkat E dan konsekuensinya adalah
tingkat 3 yang membutuhkan perawatan pengobatan dan kerugian
keuangan tinggi. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah
dengan administrative control pekerja melakukan pekerjaan sesuai
dengan work intruction seperti mengaitkan dirijen dengan benar.
Degnan pengendalian ini diharapkan tingakat bahaya menjadi low risk,
yakni menurunkan tingkat konsekuensi dari 3 menjadi 1, tidak ada cidera
sehingga kerugian materi sangat kecil.

Tabel 4.7
Hasil Identifikasi Bahaya proses fill battrey
Pada Departemen PLG
PT. X Tahun 2011
Pekerjaan
Fill batre

Rincian
pekerjaan
Pengisian
cairan h2so4

Sumber daya
Bahaya
yang terlibat
Hois crane
Iritasi
H2so4
(mata, kulit,
pernafasan)

penyebab
Chemical: cairan
bahan kimia
menempel di kulit.
Atau uap bahan
kimia terhirup atau
kena mata

Penilaian resiko
P
K
B
3

Tingkat
Pengendalian
resiko
S
- Pelatihan
- Work
instruction
- Baju pelindung
(celemek)
- Masker catrige

Luka kaki

Mechanical : rantai
hoise crane putus,
atau pengaitan
jirigen tidak pas

- Sarung tangan
karet
- Pelatihan
- Work
instruction

saran
- Penggunaan
local exhouse
- Pergantian
filter catrigde
masker
- pelatihan
penggunaan
APD pada
pekerja
- Pekerja
memastikan
pengait terkait
dengan benar

- Sepatu karet

104

124

BAB V
PENUTUP

4.1 Simpulan
1. PT. X merupakan sebuah perusahaan yang terdiri dari beberapa Departement
yaitu APC, PLG, dan ACV. Dalam departemen PLG terdapat beberapa tahapan
kegiatan yaitu unloading, storage, unboxing, robbing, supply, dan fill battrey.

2. Departement PLG terjadi beberapa proses, yaitu unloading, storage , unboxing,


robbing (nonconpormance, inspeksi, dan rework), supply, fill batrei, tyres.

3. Program identifikasi bahaya yang terdapat di PT. X dilakukan oleh setiap


departemen yang ada di perusahaan termasuk departemen PLG. Hasil dari
identifikasi tersebut disebut aspec impac yang di kumpulkan ke sekertaris P2K3.
Meskipun berjalan dengan baik namun belum dilaksanakan secara maksimal,
prosedur penanganan bahaya yang terdapat di perusahaan ini baru sebatas
pada identifikasi sumber kecelakaan secara umum, belum melaksanakan
identifikasi bahaya secara khusus pada bagian-bagian proses produksi yang ada.

4. Hasil identifikasi bahaya terdiri dari 6 tahapan, yaitu :


a. Unloading

125

1) Tergelincir saat menaiki diesel forklift atau tidak hati-hati saat menaiki diesel
forklift.
2) Tertabrak / menabrak / terserempet forklift lain saat mengoprasikan diesel
forklift.
3) Ganguan pernafasan saat penurunan barang oleh diesel forklift yang masuk
ke dalam container.
b. Storage
1)

Tersengat listrik saat memerpesiapkan diesel electric karena tangan


pekerja basah atau ada kabel terkelupas ketika mempersiapkan saat
selesai mengisi daya.

2) Tertabrak/menabrak/terserempet

forklift

karena

tidak

hati-hati

mengoprasikan electric forklift dan adanya pekerja berjalan sekitar


pengoprasian forklift.
c. Unboxing
1) Luka tangan karena akibat penyimpanan limbah dan penggunaan alat
(cutter) tidak hati-hati saat membuka box.
2) Luka kaki saat mempersiapkan peralatan untuk membuka box.
3) Tertimpa part jatuh saat pemindahan part-part yang berat (unboxing power
train) ke trolly.
4) Keseleo saat memindahkan part secara manual dari box ke trolly.
5) Terjatuh saat memindahkan part secara manual dari box ke trolly.
d. Robbing Area

126

1) Luka tangan saat memeriksa part yang akan di lakukan rework di inspection
area dan saat melakukan rework di rework area.
2) Luka kaki saat melakukan rewoek karena terkena jatuhan part yang sedang
dilakukan rework.
3) Iritasi kulit saat melakukan rework dengan menggunakan cairan kimia.
e. Supply
1) Menabrak atau menyerempet pekerja lain pada saat pendistribusian partpart ke station.
f.

Fill battery
1) Iritasi mata, kulitm ataupun pernapasan saat menuangkan cairan H2SO4 ke
dalam accu.
2) Luka kaki karena terkena dirijen jatuh saat mengangkat dirijen cairan
H2SO4.

5.

Tingkat Bahaya yang teridentifikasi pada pekerja Departemen PLG PT X oleh


penyusun dimulai dari yang rendah seperti tergelincir, kejatuhan part atau alat,
tersayat, terjatuh (tersandung). Bahaya sedang seperti tersengat listrik,
gangguan pernafasan, tertimpat part pada unboxing train. sampai resiko tinggi
(significant) seperti iritasi karena cairan H2SO4 pada saat fill battery.

6. Pengendalian bahaya terdiri dari 6 tahapan, yaitu :


a. Tahap unloading
1) Rekayasa engineering

127

a) Maintenence mesin diesel forklift


b) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction
c) Safety sign terkait bahaya
c) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai safety shoes,
b) Sarung tangan
b. Tahap storage
1) Engineering Control
a) Maintenance mesin forklift
2) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction
c) Safety sign terkait bahaya
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai safety shoes
c. Tahap unboxing
1) Engineering Control
a) Maintenance hoise crane
2) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction

128

c) Safety sign terkait bahaya


3) Alat Pelindung Diri (APD)
b) Memakai safety shoes
c) Memakai sarung tangan
d) Memakai back jak
d. Tahap robbing
1) Engineering Control
a) Maintenance peralatan kerja
2) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction
c) Safety sign terkait bahaya
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai safety shoes
b) Memakai sarung tangan
c) Memakai pelindung muka
e. Tahap supply
1) Engineering Control
a) Maintenance mesin towing
2) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction
c) Safety sign terkait bahaya

129

3) Alat Pelindung Diri (APD)


a) Memakai safety shoes
b) Memakai helm
f.

Tahap fill battrey


1) Engineering Control
a) Maintenance mesin towing
2) Administrative Control
a) Training pada saat pertama bekerja
b) Work instruction
c) Safety sign terkait bahaya
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai safety shoes
b) Memakai helm

4.2 Saran
1. Perlu dilakukan identifikasi bahaya keselamatan kerja oleh perusahaan pada
masing-masing tahapan kegiatan yang ada pada departement PLG dan
memberikan pelatihan pada pekerja mengenai penggunaan APD sehingga
pekerja dapat mengetahui risiko bahaya yang ada di tempat kerja yang pada
akhirnya pekerja dapat dengan sadar mengenakan APD yang disediakan oleh
perusahaan. Sementara untuk pekerja untuk menjalankan proses produksi
sesuai dengan work instruction, disiplin dalam mengenakan APD, menjalankan

130

proses produksi dengan hati-hati seperti mengkomunikasikan bahaya, dan


memberitahukan bahaya dan potensi bahaya baik pada alat kerja, maupun pada
proses kerja pada perusahaan untuk dilakukan perbaikan atau pengendalian.

2. Untuk meminimalisir bahaya pada masing-masing tahapan yang ada pada


departemen PLG berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang telah dilakukan,
maka perlu dilakukan upaya pengendalian, yaitu dengan cara :
a. Tahap unloading
1) Substitusi
a) Mengganti diesel forklift dengan electric forklift
2) Administrative Control
a) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur
b) Melakukan pendataan di luar container
c) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi pada saat
briefing pagi.
d) Memasang safety sign di tempat yang terlihat
e) Peningkatan pengawasan penggunaan APD
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai APD safety shoe dan helm safety.
b. Storage
1) Engineering control
a) Memasang safety sign di tempat yang terlihat
2) Administrative Control

131

a) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur


b) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi pada saat
briefing pagi.
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai APD yang disediakan (helm safety)
c. Tahap unboxing
1) Engineering Control
a) Menambahkan meja untuk box-box part
b) Penambahan ukuran safety sign
2) Administrative Control
a) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur
b) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi pada saat
briefing pagi.
c) Penempatan safety sign di tempat yang terlihat
d) Peningkatan pengawasan penggunaan APD
3) Alat Pelindung Diri (APD)
a) Memakai APD yang disediakan
d. Tahap robbing
1) Engineering Control
a) Menambahkan penjepit part yang akan dikerjakan
2) Administrative Control
a) Melakukan perawatan peralatan kerja
b) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur

132

c) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi pada saat
briefing pagi.
d) Peningkatan pengawasan penggunaan APD
e. Tahap supply
1) Administrative Control
a) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur
b) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi
c) Penempatan safety sign ditemapt yang terlihat
d) Peningkatan pengawasan penggunaan APD
f.

Tahap fill battery


1) Engineering Control
a)

Menambahkan local exhouse

b) Administrative Control
a) Perawatan

APD

dengan

mengganti

filter

catridge

yang

telah

expired/jenuh.
b) Safety talk setiap pagi sebelum melakukan proses produksi pada saat
briefing pagi.
c) Memasang tanda peringatan tentang adanya tegangan tinggi
d) Mengeringkan tangan pada saat kondisi tangan basah

133

DAFTAR PUSTAKA

Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999. Risk Management Guidelines.
Sydney, 1999.
Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004. Risk Management Guidelines.
Sydney, 2004.
Bird, Frank E. and Germain, George L. Practical Loss Control Leadership. Atalanta USA,
1990.
Budiono, Sugeng A.M. Manajemen Risiko Dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Semarang : Universitas Diponegoro,
2003.
Colling, David A. Industrial Safety Management and Technology. Pentice Hall Inc, 1990.
Cross, Jean. Study Notes SESC9211 : Risk Management. Department of Safety Science
University of New South Wales, 1998.
Diberardinis, Louis J. Handbook of Occupational Safety and Health Second Edition. John
Wiley & Sons Inc, 1999.
Geotsch, David. Occupational Safety and Health : In Manager, Second Edition, 1996.
Hiklin Laundry. Jenis dan Manfaat Seterika Uap, serta Pengukuran Kadar pH Air. Rabu,
11 Maret 2009. hiklin.blogspot.com/2009/03/setrika-uap.html. (Diakses Tgl 2303-2009 Pkl. 17.30).
Ismantoalpha. Pesawat angkat crane hoist [ cited 2011 Mei 02 ]. Available :
http://ismantoalpha.blogspot.com

Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian


Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
Kolluru, Rao V, et. al. Risk Assessment and Mangement Handbook. New York : Mc Graw
Hill Inc, 1996.

134

Mulya, Adi. Analisis dan Pengendalian Risiko Keselamatan Kerja dengan Metode Semi
Kuantitatif pada Pekerja Pengelasan di Bengkel Pabrik PT. ANTAM Tbk. UBP
Emas Pongkor Bogor Tahun 2008. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Jakarta, 2008.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01 tahun 1988 tentang Klasifikasi dan Syarat
Syarat Operator Pesawat Uap.
Ridley and Channing, John. Risk Management Safety at Work. Butterworh-Heinemann :
Elsivier Science Ltd, 1998.
Sahab, Syukri. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina
Sumber Daya Manusia, 1997.
Slote, Lawrence. Handbook of Occupational Safety and Health. New York : New York
University, 1987.
Suardi, Rudi. Sistem Manajemen K3. Jakarta : PPM, 2005.
Sumamur. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : Haji Mas Agung, 1989.
Sumamur. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung Agung, 1995.
Soeripto, IR. Job Spafety Analysis. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Volume
XXXI : No. 1 Oktober Desember 1997.
Undang Undang RI Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Forklift. [ cited 2011 Mei 02 ]. Available : http://logisticology.com
Jarak baca aman minimum dan tinggi huruf safety sign [ cited 2011 Mei 02 ]. Available :
http://www.safetysign.co.id

Widi Atmaja, Bekti. Cara penggunaan dan perawatan respirator/masker, [ cited 2011
Mei 30 ]. Available : http://kerja-safety.blogspot.com

Kak emi
Kak eva

135

Kak ipung
Data kecelakaan PT X
PERMENAKER no 04 tahun 1993

Anda mungkin juga menyukai