Oleh :
Amy Shientiarizki
Fitriamalia A. Zubaidi
Pembimbing :
dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed,Sp.KK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Referat yang berjudul
Hubungan Vaginal Douching dan Bacterial Vaginosis tepat pada waktunya. Tugas
ini merupakan salah satu prasyarat dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik
madya di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUDP Nusa Tenggara Barat
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
Tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
dari dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram dan jajaran RSUDP Nusa Tenggara Barat. Melalui kesempatan ini
penulis megucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. I Wayan Hendrawan, M. Biomed, Sp. KK selaku pembimbing dan juga
seluruh pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sekian.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN....................................................................................... 4
1.1
BAB I
PENDAHULUAN
faktor risiko yang dapat memicu terjadinya BV ini adalah vaginal douching atau
membersihkan vagina. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan memperjelas
hubungan antara praktik vaginal douching dan terjadinya bacterial vaginosis.
1.3 Kerangka Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
agar merasa bersih/segar, dengan 19% etnis Kaukasia, 30% etinis Afrika-Amerika,
dan 18% etnis Latina.14 Penelitian lain yang berupa prospective longitudinal
terhadap 3620 wanita di Alabama pada tahun 2008 menyebutkan beberapa alasan
mengapa wanita melakukan douching, yaitu17 :
a. Terasa bersih dan segar
b. Menghilangkan sisa darah menstruasi
c. Menghilangkan lendir vagina
d. Menghilangkan discharge
e. Memuaskan pasangan, vagina lebih wangi
f. Membersihkan vagina sebelum periksa ke dokter atau perawat
g. Mengencangkan vagina sebelum berhubungan seksual
h. Menghilangkan iritasi vagina
i. Mencegah kehamilan
Tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik, yaitu
membersihkan vagina setelah dilakukan tindakan pembedahan, dan untuk
mengurangi pertumbuhan bakteri setelah diberikan antiseptik. Akan tetapi bagi
wanita yang sehat, douching dengan berbagai bahan dan larutan akan mengubah
mucus/lendir yang alami sehingga mengganggu ekologi vagina15.
10
11
12
Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina pada
tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis. Pada
tahun 1980, Spiegel menganalisis cairan vagina dari 53 wanita dengan BV
menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi
untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora
vagina.8,15 Ditemukan bacteroides sp (sekarang disebut provotella dan
prophyromonas)
sebesar
75%
dan
peptococcus
(sekarang
suksinat
dan
asetat
pada
cairan
vagina.
Spiegel
streptococcus
stresptocccusmorbilorum.
viridians,
Suatu
streptococcus
analisis
asidominimus,
multivariat
dan
menemukan
13
14
15
2.2.6 Diagnosis BV
Sampai saat ini tidak terdapat etiologi tunggal pada BV sehingga
digunakanlah kriteria klinis Amsel29. Berdasarkan kriteria ini, dikatakan BV
positif bila terdapat 3 dari 4 temuan berikut :
1) Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di
vulva dan vagina.
2) Terdapat clue-cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang
tampak pada pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan
pembesaran 100 kali).
3) Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH 10%
(tes amin positif).
4) pH duh vagina lebih dari 4,5.
Penentuan pH vagina dalam kriteria Amsel adalah dengan menggunakan
kertas lakmus yang diletakkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas
16
dibandingkan dengan warna standar, dan pH vagina normal adalah 3,8 - 4,2. Pada
80-90% pasien vaginosis bakterial ditemukan pH vagina>4,5.7,8,28
Whiff test pada kriteria Amsel dinyatakan positif bila bau amis atau bau
amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina.
Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil dari alkalisasi
bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan BV.7,8
Clue cells adalah sel epitel yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina
dalam jumlah banyak sehingga batas sel menjadi tidak jelas, memiliki ukuran
yang lebih besar dari sel epitel vagina normal, bentuk ireguler, inti lebih dari satu,
dan memiliki sitoplasma yang keruh. Dalam mendiagnosis BV dengan
menggunakan kriteria Amsel, menunjukkan lebih dari 20 % clue cells dari total
populasi sel.
Gambaran pewarnaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut
modifikasi kriteria Spiegel dkk, sebagai berikut29 :
1) Diagnosis BV dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran jenis
bakteria termasuk morfotipe Gardnella dan bakteri gram positif
atau negatif yang lain atau keduanya. Terutama dalam jumlah
besar, selain itu degan mofotipe Lactobacillus dalam jumlah sedikit
atau tidak ada di antara flora vaginal dan tanpa adanya bentukbentuk jamur.
2) Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus di
antara flora vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnella dan
tidak ditemukan bentuk jamur.
3) Inderteminate kalau diantara kriteria tidak normal dan tidak
konsistensi dengan BV.
2.2.7 Komplikasi BV
Bacterial vaginosis paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada
obstetri dan ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi.25,26 BV
merupakan faktor resiko gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan
17
berat badan lahir rendah.26 Selain itu BV juga merupakan faktor resiko
mempermudah mendapat penyakit infeksi menular seksual lain, yaitu gonore,
klamidia, trikomoniasis, herpes genital dan Human Imunodeficiency Virus
(HIV).17 BV meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme
diantaranya
karena
pH
vagina
yang
meningkat,
berkurangnya
jumlah
Lactobacillus sp. Penghasil dan produksi enzim oleh flora BV yang menghambat
imunitas terhadap HIV.7,8,17,29
2.2.8 Tatalaksana BV
Pengobatan direkomendasikan pada wanita dengan gejala BV. Tujuan
terapi pada wanita tidak hamil adalah untuk menghilangkan tanda dan gejala
infeksi vagina dan mengurangi kemungkinan mendapatkan C. trachomatis, N.
gonorrhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.17,18 Pengobatan BV yang
direkomendasikan pada Sexual Transmitted Disease Treatment Guideline 2010
oleh Centre for Disease Control and Prevention (CDC) berupa metronidazol oral
2 x 500 mg selama 7 hari atau metronidazol gel 0,75% 1 aplikator penuh (5
gram), intra vagina sekali sehari selama 5 hari atau klindamisin krim 2% 1
aplikator penuh (5 gram) saat mau tidur, selama 7 hari. Selain metronidazol dapat
juga diberikan terapi berupa klindamisin oral dengan dosis 2 x 300 mg selama 7
hari. Pengobatan alternatif yang dianjurkan berupa tinidazol oral 1 x 2 gram
selama 2 hari, klindamisin ovules 100 mg intravagina saat mau tidur selama 3
hari.2,29,30 Pria pasangan seksual wanita dengan BV tidak perlu diterapi. Beberapa
penelitian memperlihatkan tidak ada efek yang bermakna dari pengobatan
terhadap pria pasangan seksual dalam hal keluhan dan gejala klinis.8,20,28,29
Pada masa kehamilan, pengobatan BV yang direkomendasikan pada
Sexual Transmitted Disease Treatment Guidelines 2010 oleh Centre for Disease
Control and Prevention (CDC) dapat diberikan metronidazol oral 2 x 500 mg
selama 7 hari, metronidazol 3 x 250 mg selama 7 hari, dan klindamisin oral 2 x
300 mg selama 7 hari. Keuntungan terapi BV pada wanita hamil adalah dapat
menurunkan gejala dan tanda-tanda infeksi pada vagina dan menurunkan risiko
infeksi komplikasi yang berhubungan BV pada wanita hamil.20
18
Nama produk
Resik V
Lactacid
Sumber Ayu
Beluna
Manorm
Betadine
Feminel
Wish estimate
The Body Shop Olive
Asam
Povidine
laktat
iodine
Douch
Absolute
Triclosan
Sodium
Sodium
benzoate
bicarbonat
19
20
seperti BV, preterm birth, BBLR, PID, chlamydia infection, tubal pregnancy, HIV
transmission, kanker serviks.17 Begitu pula pada penelitian cross-sectional di
Alabama pada tahun 2008, didapatkan bahwa douching meningkatan resiko
disrupsi dari normal flora vagina. Dari 12.349 kunjungan selama penelitian
terdapat 40,2% mengalami BV. Onderdonk et al menemukan bahwa melakukan
vaginal douching dengan saline atau asam asetat berakhir pada perubahan
mikroflora vagina dalam 10 menit, ditambah lagi, diperlukan 72 jam untuk normal
flora agar kembali seperti sebelum vaginal douching.32
Pada sebuah penelitian di Sub-Sahara Afrika didapatkan bahwa diantara
wanita yang datang dengan flora normal vagina pada awalnya, mereka yang
membersihkan
dengan
sabun
sedikit
lebih
mungkin
untuk
terjadinya
perkembangan flora vagina intermediet dan BV, mungkin karena pH basa memicu
pertumbuhan bakteri BV terkait. Kehadiran flora vagina intermediet dan BV juga
dikaitkan dengan peningkatan kejadian HIV dalam penelitian tersebut. 9,11,12
Vaginal douching diyakini mengubah flora dominan vagina dan dengan
demikian, meningkatkan kerentanan terhadap BV. Hal ini telah digambarkan
sebagai salah satu faktor risiko untuk BV. Dalam penelitian lainnya di sub-Sahara
Afrika, hubungan antara vaginal douching dan BV adalah tidak konsisten,
mungkin hal ini terkait heterogenitas teknik dan bahan yang digunakan dalam
praktiknya.11,12
Pada penelitian yang dilakukan pada 625 pekerja seksual di Bali, 99,1%
menggunakan pembersih seperti sabun atau pasta gigi, dan 69,3% nya melakukan
hal tersebut setelah berhubungan. Penggunaan vaginal douching dapat
mempengaruhi gejala genital yang timbul pada wanita, dan juga dari temuan yang
didapatkan dari pemeriksaan fisik pada saat penelitian. Wanita yang menggunakan
vaginal douching setelah berhubungan mengalami gejala genital yang lebih jarang
dibandingkan wanita yang menggunakannya tiap hari atau kurang. 27
21
22
ditemukan pada peserta yang terkena infeksi genital. Pada penelitian tersebut juga
dicari hubungan antara frekuensi vaginal douching dengan gejala vaginal. 65,6%
partisipan melakukan vaginal douching lebih dari 1x per hari. Frekuensi vaginal
douching berhubungan positif dengan gejala vaginal yang timbul seperti rasa
gatal, adanya discharge dan disuria.9
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya BV. Dalam
penelitian studi deskriptif mengenai faktor risiko BV pada wanita di Indonesia
pada tahun 2010, diadapatkan bahwa wanita dengan paritas >5 lebih rentan
terhadap BV dibandingkan wanita nulipara maupun wanita dengan paritas 1-5.
Prevalensi BV juga tiggi pada wanita dengan suami yang belum disirkumsisi,
wanita yang menggunakan pantyliner dan wanita yang tidak menggunakan
kontrasepsi. Usia >40 tahun dan pasangan yang tidak disirkumsisi merupakan
faktor determinan yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian BV.
Sedangkan riwayat DM, penggunaan antibiotik, riwayat STI, penggunaan sabun
tidak signifikan terhadap terjadinya BV.23
23
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1 Vaginal douching merupakan proses membersihkan intravagina dengan
cairan solusio. Douching digunakan untuk untuk alasan personal hygiene
atau kecantikan, untuk mencegah atau mengobati infeksi, untuk
membersihkan setelah menstruasi atau setelah berhubungan, dan untuk
2
mencegah kehamilan.
Vaginal douching meliputi eksternal douching dan internal douching.
Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina
dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi
memasukkan bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan
7
8
BV.
Penggunaan vaginal douching pada prakteknya masih kontroversial.
Terdapat berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi apakah
seseorang dengan aktivitas vaginal douching akan terkena BV, antara lain
durasi penggunaan, pasangan seksual, kondisi flora vagina, daya tahan
tubuh dan riwayat apakah sudah terkena BV sebelumnya atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
24
Daili, S.F., Makes, W.I., Zubier, F.,.Infeksi Menular Seksual. 2011. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Reproduksi
Terpadu.
Diperoleh
Jakarta:
dari:
Departemen
Kesehatan.
http://www.perpustakaan-
Sianturi.
2005.
Keputihan
Pada
Remaja.
Diunduh:
Mayangsari,
Diah.
Vaginal
douching.
Di
unduh:
http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Vaginal%20Douching.pdf.
2011. Akses : 28 Desember 2016.
6
Women.
1999.
Di
jamanetwork.com/data/Journals/PEDS/8484/poa8424.pdf.
unduh:
Akses:
28
Desember 2016.
7
Spiegel
A.
Carol.
Bacterial
Vaginosis.
1991.
Diunduh:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/.../pdf/cmr00045-0095.pdf.
Akses 28 Desember 2016. Akses: 28 Desember 2016.
9
25
11 Carter, Gallo, Anderson, Snead, Wiener, Bailey, Costenbader, LegardyWilliams, and Hylton-Kong. Intravaginal Cleansing among Women
Attending a Sexually Transmitted Infection Clinic in Kingston, Jamaica.
West Indian Med J. 2013 January ; 62(1): 5661.
12 Low, Chersich, Schmidlin, Egger, Francis, van de Wijgert, Hayes, Baeten,
Brown. Intravaginal Practices, Bacterial Vaginosis, and HIV Infection in
Women: Individual Participant Data Metaanalysis. Plosmedicine,
February 2011, Volume 8, Issue 2
13 Hilber., Francis, Chersich, Pippa Scott, Shelagh Redmond, Bender, Paolo
Miotti, Temmerman, Low. Intravaginal Practices, Vaginal Infections and
HIV Acquisition: Systematic Review and Meta-Analysis. Plosone,
February 2010, Volume 5, Issue 2
14 Brown JM, Poirot E, Hess KL, Brown S, Vertucci M, Hezareh M.
Motivations for Intravaginal Product Use among a Cohort of Women in
Los
Angeles.
2016.
PLoS
ONE
11(3):
e0151378.
doi:10.1371/journal.pone.0151378
15 Truter and Graz. Bacterial vaginosis: Literature review of treatment
options with specific emphasis on non-antibiotic treatment. 2013. Afr. J.
Pharm. Pharmacol. Vol. 7(48), pp. 3060-3067.
16 Fridayani B. Novi. Hubungan antara Perilaku Eksternal Douching
dengan Kejadian Keputihan pada Ibu Rumah Tangga di Kledung
Karangdalem
Banyuurip
Purworejo.
2015.
Diunduh:
http://opac.unisayogya.ac.id/655/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20NOVI
%20BELINDA%20FRIDAYANI%20201410104032.pdf.
Akses:
28
Desember 2016.
17 Cottrell
H.
Barbara.
Discourage
Douching.
2002.
Di
unduh:
to
Cessation
of
Douching.
2006.
Diunduh:
26
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/labs/articles/16614585.pdf.
Akses:
28
Desember 2016.
19 Rothman J. Kenneth, et al. Randomized Field Trial of Vaginal douching,
Pelvic
Inflammatory
Disease
and
Pregnancy.
2003.
Diunduh:
www.procto.ca/files/Randomized_Field_Trial_of_Vaginal_Douching.pd
f. Akses: 30 Desember 2016.
20 Luong Me-Linh, MD, et al. Vaginal douching, Bacterial Vaginosis, and
Spontaneous Preterm Birth. 2009. Diunduh: www.jogc.com/article/S17012163(16)34474-7/pdf. Akses: 30 Desember 2016.
21 Pujiastuti and Murtiastutik. Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial. 2014.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. 26 , No. 2.
22 Koumans EH, Sternberg M, Bruce C, McQuillan G, Kendrick J, Sutton M,
Markowitz LE. The prevalence of bacterial vaginosis in the United States,
2001-2004;
associations
with
symptoms,
sexual
behaviors,
and
risk
factors.
Sex
Transm
Infect
2009;85:370375.
doi:10.1136/sti.2008.035543
27 Reed, Ford, and Wirawan. The Bali STD/AIDS study: association between
vaginal hygiene practices and STDs among sex workers. Sex Transm Inf
2001;77:4652
27
Discussion
of
Current
Hypothese.
2016.
Diunduh:
Keputihan
Fisiologis.
2010.
Diunduh:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/70
3/708. Akses: 3 Januari 2017.
31 Suryandari F. Diah, et al. Hubungan Pemakaian Sabun Pembersih
Diunduh:
poltekkesmajapahit.ac.id/downlot.php?file...pdf.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2574994/.
in
The
Gambia,
West
Africa.
2005.
Diunduh:
http://bmcinfectdis.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2334-5-12.
Diakses: 30 Desember 2016.
34 Forcey S. Dana, et al. Factor Associated with Bacterial Vaginosis amon
Women Who Have Sex With Women: A Systematic Review. 2015. Diunduh:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4682944/.
Diakses:
30
Desember 2016.
35 Hutchinson B. Katherine, et al. Vaginal douching and Development of
Diunduh:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/labs/articles/
28
29