Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFARK MIOKARD AKUT

Mata Kuliah : Komunitas II

Oleh:

1. EKO DWI PURNOMO NIM.I31112087


2. ANDRE NIM.I31112089
3. HERA VIOLITA F NIM.I31112090
4. JOKO PRIYONO NIM.I31112091
5. ANGGI CLAUDYA F NIM.I31112092
6. ELSA PERRNANDA U NIM.I31112093
7. SUCIPTO NIM.I31112094
8. YOSEPHA NIM.I31112095
9. ANDERYANI NIM.I31112096
10. RATMAWATI NIM.I31112097
11.FRI ASWANDI NIM.I31112098
12.RIZKY ANANDA PUTRI NIM.I31112099
13.VIVI MELIANA SITINJAK NIM.I31112100

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014/2015

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Infark
Miokard Akut.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur
Mata Kuliah Komunitas II Tahun Akademik 2014/2015 di Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :
1 Ns. Dewi Sefti, S.kep. Selaku Dosen Mata Kuliah Komunitas II.
2 Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran
Universitas TanjungPura.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang
sifatnya membangun.

Pontianak, Mei 2015

Tim Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................................

1. Latar belakang...........................................................................................................2
2. Rumusan Masalah......................................................................................................3
3. Tujuan.........................................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................................

a. Definisi.......................................................................................................................4
b. Etiologi.......................................................................................................................4
c. Klasifikasi...................................................................................................................5
d. Manifestasi.................................................................................................................5
e. Patofisiologi................................................................................................................6
f. Pemeriksaan diagnostik..............................................................................................8
g. Penatalaksanaan........................................................................................................12
h. Komplikasi...............................................................................................................16
i. Asuhan keperawatan.................................................................................................21

BAB III

1. Kesimpulan ..............................................................................................................25

Daftar Pustaka......................................................................................................................26

2
Triggered Case

KASUS 1

Ny. M 69 tahun seorang pensiunan guru dirawat di ruang CICU dengan diagnosa medis CAD
STEMI anterior luas. Klien datang dengan keluhan nyeri dada 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan
di bagian tengah dada, nyeri seperti ditekan benda berat, timbul saat pasien sedang istirahat,
lama nyeri selama 30 menit, disertai keringat dingin dan menjalar ke punggung dan lengan
kiri. Klien mengaku memiliki riwayat hipertensi, DM, riwayat kolesterol tidak dikertahui,
klien mengalamni menopause sejak 20 tahun yang lalu. Klien mulai mengalami nyeri dada
sudah sekitar 3 bulan lalu, nyeri dada dirasa berkurang apabila dipijat, sesak berkurang
apabila klien istirahat dan bertambah jika beraktivitas. Pada saat itu, klien tidak menganggap
hal itus serius karena merasa sudah merupakan penyakit usia tua. Saat ini klien terpasang
binasal kanul, pemberian O2 3 liter/menit, pulse 110x/menit, suara napas ronchi (+) dibasal
paru, wheezing (-), sekret (-). Bunyi jantung S1 S2 normal, gallop (-), murmur (-), HR
100x/menit, TD 110/70 mmHg, gambaran EKG sinus takikardi pada saat datang ST elevasi,
Q Patologis V1-V9. Saat ini, gambaran EKG, ST elevasi tanpa Q Patologis di I, Avl, V5. CRT
> 2 Detik, kardiomegali (+), JV 5+3 cm H2O, edema ekstremitas (-), nyeri dada (-), akral
dingin, konjungtiva anemis, sianosis (-).

Anak klien datang ke RS pada sore hari, klien lebih sering ditemani pembantu Rtnya. Klien
tampak gelisah, terlihat sering mengeluhkan penyakitnya, pada saat dianjurkan untuk shalat
klien melaksanakan shalat dan berdoa. Klien mengaku sejak menderita nyeri dada jadi sulit
beraktivitas karena mudah lelah dan tidak bersemangat sejak suaminya meninggal 5 bulan
lalu.

Penatalaksanaan : PCI dan pemasangan 2 stant BMS di LAD proksimal mid (tanggal 29
April 2015)

Terapi:

Aspilet 81 mg Gastrofer 40 mg

Plavix 75 mg KSR 600 mg

Diazepam 5 mg Calos 3 tab

Laxadine 15 cc Captopril 25 mg

Atorpastatin 40 mg Spironolakton 1x25 mg

Furosemid 10 mg (1cc/jam) Concor 1,25 mg

Dobutamin 15 mg (1,5cc/jam)

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sekitar 64,5 juta orang Amerika memiliki tipe penyakit kardiovaskuler atau lebih.
Walaupun angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler menurun sebesar 9,2% antara
tahun 1991 dan 2001, penyakit kardiovaskuler tetap menjadi pembunuh nomor satu dan
terhitung sebesar 38,5 % dari semua kematian di Amerika serikat. Kurang lebih 2600
orang Amerika meninggal setiap hari akibat penyakit kardiovaskuler, yang
menggambarkan rata-rata satu kematian setiap 34 detik. Dari mereka yang meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler, mayoritas (54%) meninggal akibat penyakit jantung
coroner (infark miokardium [IM] dan angina pektoris).
Kurang lebih 565.000 orang Amerika mengalami IM baru setiap tahun dan sekitar
300.000 mengalami IM ulang setiap tahun. Usia rata-rata pada saat IM pertama kali
adalah 65,8 tahun pada pria dan 70,4 tahun pada wanita. Sekitar 25% pria dan 38%
wanita akan meninggal dalam satu tahun setelah IM awal.
Di Indonesia, sejak sepuluh tahun terakhir dan dengan adanya fasilitas-fasilitas
penunjang diagnostic serta unit perawatan untuk penyakit jantung, infark miokard sudah
banyak yang terdiagnosa atau dengan kata lain, Indonesia menunjukkan angka kenaikan
yang jelas terhadap penyakit infark miokardium ini.
Infark miokard atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung, adalah keadaan di
mana terjadi nekrosis pada miokardium akibat terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Secara umum, infark miokard dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat mengancam hidup
seseorang. Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan cepat dan
tepat, dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, syok kardiogenik dan kematian.
Seperti besarnya angka statistic mortalitas dan morbiditas yang muncul, banyak
kemajuan yang telah dibuat dalam pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan proses
rehabilitasi untuk klien dengan infark miokard ini.
Untuk itu, satu diantara peran perawat yang berpikir kritis adalah menurunkan
mortalitas yang berkaitan dengan penyakit jantung, khususnya yang dibahas dalam
makalah ini adalah infark miokardium. Perawat perlu keterampilan dan pengetahuan yang
diwujudkan dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa melupakan usaha

2
rehabilitasinya. Penyuluhan terhadap pasien dan dukungan psikologis yag diberikan oleh
perawat memungkinkan pasien dan keluarga mereka untuk kembali kerumah dan
memaksimalkan status kesehatan mereka.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dpat di buat adalah :
2.1 Bagaimana pengertian infark miokardium ?
2.2 Bagaimana etiologi infark miokardium ?
2.3 Apa saja klasifikasi dari infark miokardium ?
2.4 Bagaimana manifestasi klinis pada klien dengan infark miokardium ?
2.5 Bagaimana pathway dari infark miokardium ?
2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk infark miokardium ?
2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari infark miokardium ?
2.8 Apa saja komplikasi dari infark miokardium ?
2.9 Bagaimana asuhan keperawatan dari infark miokardium ?

3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah :
3.1 Mengetahui bagaimana pengertian infark miokardium ?
3.2 Mengetahui bagaimana etiologi infark miokardium ?
3.3 Mengetahui apa saja klasifikasi dari infark miokardium ?
3.4 Mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada klien dengan infark miokardium ?
3.5 Mengetahui bagaimana pathway dari infark miokardium ?
2.6 Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik untuk infark miokardium ?
2.7 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari infark miokardium ?
2.8 Mengetahui apa saja komplikasi dari infark miokardium ?
2.9 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari infark miokardium ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Infark miokard akut adalah penumpukan plak yang menyebabkan sumbatan
penuh pada arteri coroner sehingga terjadi jaringan nekrosis pada jantung.
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati.
Infark miokardium akut didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koronerr
yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki, 2004).
Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan pada arteri coroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik
pada dinding arteri coroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung
(Sudoyo Aru, dkk 2009)

B. Etiologi
Tidak dapat dirubah :
Usia
Usia yang semakin tinggi menyebabkan keretanan terjadinya aterosklerosis
karena menurunnya elastisitas dan kemampuan pembuluh darah. Pada usia 40-
60 tahun kejadian infark miokard meningkat 5 kali lipat (Silvia, Lorraine, 2006).
Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah penurunan fungsi dari
pembuluh darah akiba peningkatan usia.
Riwayat keluarga
Keluarga yang mengalami penyakit Infark Miokard keturunannya beresiko
tinggi terkena infark miokard juga.
Jenis kelamin
Menurut Silvia dan Lorraine (2006) enderita PJK berdasarkan jenis kelamin
terbanyak adalah kaum pria karena merupakan faktor resiko yang tak dapat
diubah. Namun seiring berjalannya usia, kejadian PJK antara pria dan wanita
pada usia > 60 tahun menjadi setara. Ada perbedaan kejadian antara pria dan
wanita diakibatkan oleh efek dari hormon estrogen, sehingga saat wanita
memasuki masa menopause waita menjadi sama rentannya dengan pia. Hormon
estrogen diektahui dapat menurunkan LDL serta dapat meningkatkan HDL
sehingga dapat menurunkan resiko aterosklerosis pada wanita (Silbernagl, Lang,
2007).
Dapat dirubah:
Dislipidemia
Smoking
Penyakit metabolic (diabetes)
DM dapat menyebabkan komplikasi ke pembuluh darah. Mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke miokardium menurun
dan dapat menyebabkan iskemia hingga infark miokard (Silvia, Lorraine, 2006).
Obesitas (IMT > 30 kg/m2)
Penyakit ginjal kronik
Penggunaan alkohol berlebihan
Penggunaan obat NSAID

C. Klasifikasi

Ada dua tipe dasar infark miokard akut:


a. Transmural
Yang berhubungan dengan aterosklerosis melibatkan arteri koroner utama. Hal
ini dapat subclassified ke anterior, posterior, atau lebih rendah. infarcts Transmural
memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya akibat dari
oklusi lengkap suplai darah daerah tersebut.
b. Subendocardial
Melibatkan sejumlah kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri,
septum ventrikel, atau otot papiler. infarcts Subendocardial dianggap akibat dari
suplai darah lokal menurun, mungkin dari penyempitan arteri koroner. Daerah
subendocardial terjauh dari suplai darah jantung dan lebih rentan terhadap jenis
patologi.

D. Manifestasi Klinis
- Nyeri dada (angina pectoris), jika miokardium tidak mendapatkan cukup darah
(suaatu keadaan yang disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan
hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. angina
merupakan perasaan sesak di dada atau perasaaan dada diremas-remas, yang
timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya
nyyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang
yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali
(suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
- Sesak nafas, merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru
(kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
- Kelelahan atau kepenatan, jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah
ke otot selama melakukan aktivitas akan berrkurang, menyebabkan penderita
merrasa lelah dan lemah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk
mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau
mengira gejala ini sebagai bagian dari penuaan.
- Pusing dan pingsan, penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung
yang abnormal serta kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan
pusing dan pingsan.
- Palpitasi (jantung berdebar-debar)
- Mual dan/atau nyeri abdominal sering hadir dalam infark yang melibatkan dinding
inferior
- Ansietas
- Batuk
- Mual dan muntah
- Diaforesis
- Wheezing
E. Patofisiologi/ pathway
F.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
H. Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard
ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik.
Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada
daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan
abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus
infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal.
Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun
hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena
normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).
I. Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir
proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang
positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di
daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang
negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada
injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah
normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi (Chou, 1996).
J. Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik
menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor
T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik
merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi (Chou, 1996).
K. Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi
segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi
infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1

L. Lokasi M. Perubahan Gambaran EKG


N. Anterior O. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V4/V5
P. Anteroseptal Q. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V3
R. Anterolateral S. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V1-V6 dan I dan
aVL
T. Lateral U. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T/elevasi ST/gelombang
Q di I dan aVL
V. Inferolateral W. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-
V6 (kadang-kadang I dan aVL).
X. Inferior Y. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, dan aVF
Z. Inferoseptal AA. Elevasi segmen ST dan/atau
gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
AB. True Posterior AC. Gelombang R tinggi di V1-V2
dengan segmen ST depresi di V1-V3.
Gelombang T tegak di V1-V2
AD. RV Infraction AE. Elevasi segmen ST di
precordial lead (V3R-V4R). Biasanya
ditemukan konjungsi pada infark
inferior. Keadaan ini hanya tampak
dalam beberapa jam pertama infark.
AF.

b. Ekokardiogram
AG. Dengan menggunakan suara untuk menghasilkan gambar jantung.
Selama proses ini dokter dapat menentukan apakah semua dinding jantung
berkontribusi biasa dalam aktivitas memompa jantung. Bagian yang bergerak
lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima sedikit
oksigen.
c. Pemeriksaan enzim jantung
AH. Pemeriksaan rangkaian enzim meliputi kreatin kinase dan laktat
dehidrogenase.
a) Kreatin kinase dan isoenzimnya
AI. Kreatin kinase ( CK, dengan isoenzimnya CK-MB ) dipandang
sebagai indikasi yang paling sensitif dan dapat dipercaya diantara semua
enzim jantung dalam menegankkan diagnosa infark miokardium. Terdapat tiga
macam isoenzim CK, yaitu CK-MM (otot skeletal), CK-MB (otot jantung) dan
CK-BB (jaringan otak).
AJ. CK-MB adalah isoenzim yang hanya ditemukan pada sel
jantung dan akan meningkat apabila terjadi kerusakan pada sel-sel jantung.
b) Laktat dehidrogenase dan isoenzimnya
AK. LDH kurang bisa dipercaya sebagai indikator kerusakan
jantung seperti CK. Tetapi, karena reaksinya lebih lambat dan meningkat lebih
lama dari enzim jantung lainnya, LDH sangat berguna untuk mendiagnosa MI
pada pasien yang mengalami MI akut tetapi terlambat dibawa kerumah sakit.
c) Troponin T & I Merupakan protein tanda paling spesifik cidera otot jantung,
terutama Troponin T (TnT) yang sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran
serial enzim jantung diukur selama 3 hari pertama.
d. Elektrolit, ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas.
e. Sel darah putih, leukosit (10.000-20.000) tampak pada hari kedua sehubungan
dengan proses inflamasi.
f. GDA atau oksimetri nadi, dapat menunjukkan hipoksia.
g. Kolesterol atau trigliserida serum : meningkat menunjukkan arterisklerosis.
h. Foto dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK.
i. Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.

AL.

Kadar normal hasil laboratorium


Kalium
- 3.8 sampai 5.5 mEq/liter
- Kadar diatas normal : obstruksi usus tingkat tinggi penurunan sekresi
natrium (kemungkinan karena gagal ginjal), asidosismetabolik, luka bakar
parah.
- Kadar dibawah normal : kehilangan cairan tubuh, aldosteronisme, poliuria
dan terapi diuretik.
Magnesium
- 1.52.5 mEq/L
- Diatas normal : gagal ginjal, insufisiensi adrenal, kelebihan magnesium.
- Dibawah normal : diare kronik, aldosterorisme primer, terapi diuretik,
malnutrisi, sindrom malabsorbsi, gangguan konservasi ginjal.
Kreatinin kinase
- CK total pria : 25 sampai 130 unit/liter
- CK total wanita : 10-150 unit/liter
- Diatas normal: pascakonvulsi; kardiomiopati alkoholik; infark pulmoner,
infark serebral, atau infark miokard; hipokalemia berat; keracunan karbon
monoksida; hipertermia malignan.
- Dibawah normal: tidak ada makna klinisnya.
CKMB (Creatinkinase Label M dan B)
- Kadar normal : tidak terdeteksi sampai 7 unit/liter.
- Diatas normal : infark miokard, cedera hebat pada otot skelet.
- Dibawah normal : tidak ada makna klinisnya.
Troponin I
AM. Menurut Kosasih (2008), nilai rujukan untuk Troponin I
(metode immunoassay) :
- Nilai antara 0,04 dan 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai tak pasti
- Nilai di atas o,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai nekrosis sebagian sel
otot jantung
- Pada operasi jantung dan takikardia yang berlangsung lama, nilai
dapat sedikit lebih tinggi
- Pada orang normal nilai kurang dari kurang dari 0,2 ng/mL
- Batas pengukuran Ultra Troponin I mulai 0,01 sampai 30,00 g/L
dengan sensitivitas 98,23% dan spesifisitas 95,29%.
- Kadar Troponin I Normal < 0,01 g/L.
Troponin T
- Nilai normal troponin T adalah 0-0.10 ng/Ml
AN.
AO.
AP.Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologis
AQ. Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik
dengan menambah suplai oksigen maupun mengurangi kebutuhan miokardium
akan oksigen. Jenis antiangina meliputi hal-hal berikut:
a) Morfin sulfat
AR. Morfin sulfat merupakan suatu anlagetik nakrotik, biasanya
digunakan untuk mengobati angina yang berkaitan dengan infark miokardium
akut. Morfin menghilangkan sakit, memperlebar pembuluh vena dan
mengurangi beban jantung. Dosis standar morfin sulfat adalah 2-5 mg IV,
diulang setiap 5-30 menit sampai sakit dada hilang.
b) Nitrat
AS. Nitrat atau vasodilator koroner merupakan agen-agen pertama yang
digunakan untuk meredakan angina. Nitrat bekerja langsung pada otot polos
pembuluh darah, menyebabkan relaksasi, dan dilatasi.
AT. Efek samping : pusing, hipotensi, lemah dan ingin pingsan.
c) Penghambat beta
AU. Penghambat beta dapat mengurangi denyut jantung dengan
menghambat reseptor beta 1, sehingga kebutuhan akan oksigen juga
berkurang. Obat ini digunakan sebagai anti angina, antiaritmia dan
antihipertensi.
Antiplatelet
AV. Pemberian terapi antiplatelet dikelompokkan dalam tiga
kategori sebagai berikut:
1 Bila dilakukan PTCA Primer
a Aspirin oral dengan dosis 150-325 mg
b Clopidogrel dosis pembebanan (loading dose) 300-600mg
c GPIIb/IIIa inhibitor (abciximab)
2 Bila diberikan trombolitik
a Aspirin oral dosis 150-325 mg
b Clopidogrel 300 mg bila usia < 75 thn dan 75 mg bila usia > 75
3 Bila tidak diberikan trombolitik
a Aspirin oral dgn dosis 150-325 mg
b Clopidogrel oral 75 mg
AW.
Antikoagulan (Antitrombin)
1 Bila dilakukan PTCA Primer
AX. Diberikan heparin bolus 100 UI/kgBB dan selama tindakan
ACT dipertahankan sekitar 250-300. Bivalirudin diberikan bolus 0,75
mg kgBB intravena dan diteruskan infus 0,75 mg/KgBB/jam.
2 Bila diberikan trombolitik
a Enoxaparin
AY. Bila usia <75 thn dan kreatinin < 2,5 mg/dL maka
diberikan bolus ntravena 30 mg dan dilanjukan 1 mg/kgBB per
12 jam. Bila usia di atas 75 thn dan CCT < 30 ml maka dosis
bolus 0,75 mg/kgBB dan dosis pemeliharaan diberikan satu kali
sehari.
b Heparin
AZ. Bolus 60 UI/kgBB dengan dosis maksimum 4000UI
dan diikuti dengan infus drip 12 UI/kgBB maksimum 1000
UI/jam diteruskan selama 24-48 jam.
c Fondaparinux
BA. Diberikan 2,5 mg bolus intravena dan diikuti dosis
pemeliharaan 2,5 mg per hari selama 8 hari.
BB. Antikoagulan diberikan untuk menghambat pembekuan darah. Obat ini
tidak melarutkan bekuan darah yang sudah ada, tapi mencegah
pembentukan bekuan darah baru. Trombolitik digunakan untuk menambah
mekanisme fibrinolitik yang mengubah fibrinogen menjadi plasmin,
kemudian menghancurkan fibrin didalam bekuan darah.
d) Antagonis Ca
BC. Penghambat rantai kalsium untuk pengobatan angina pectoris, aritmia
dan hipertensi. Kalsium megaktivasi miokardium, menaambah beban kerja
jantung. Contoh obat : verapamil.
BD.
b. Terapi Reperfusi
A. Reperfusi Farmakologik
BE. Diberikan pada pasien STEMI yang tidak mungkin atau tidak
ada fasilitas untuk reperfusi mekanik (primary PTCA). Obatobat trombolitik
yang dapat diberikan :
1 Streptokinase : 1,5 juta unit intravena dalam 30-60 menit
2 Alteplase (t-PA): 15 mg bolus intravena dan dilanjutkan o,75 mg/kgBB
dalam 30 menit, lalu 0,5 mg/kgBB dalam 60 menit
BF.
B. Reperfusi Mekanik
BG. Reperfusi mekanik dengan PTCA lebih unggul dalam keberhasilan
melnacarkan kembali aliran koroner dibandingkan dengan reperfusi
farmakologik. Ada tiga jenis reperfusi mekanik:

BH.
BI. 1. PTCA primer
BJ. Pelebaran arteri koroner dgn PTCA pada STEMI dengan mula
terjadi < 12 jam dengan rentang waktu antara pasien datang ke rumahsakit
sampai balon koroner dikembangkan (door to balloon time) < 2 jam. Biasanya
diindikasikan pada pasien dengan renjatan (syok) atau kontraindikasi terhadap
trombolitik.
BK. 2. Rescue PTCA
BL. Bila trombolitik gagal pada pasien dengan infark luas dan onset <
12 jam. Parameter klinik kegagalan trombolitik adalah turunnya elevasi segment
ST <50% dalam 60-90 menit pasca pemberian trombolitik.
BM. 3. Facilitated PTCA
BN. Untuk mengurangi efek keterlambatan tindakan PTCA, diberikan
trombolitik dosis penuh sebelum dilakukan PTCA terencana.
BO.
c. Rehabilitasi Jantung
BP.Program rehabilitasi jantung adalah suatu proses pemulihan dan penyembuhan
seseorang yang mengalami kelainan jantung, ketingkat yang optimal baik secara
phisik, mental, sosial dan vokasional. Terdapat 3 fase Rehabilitasi Jantung
(Wilson, 1991).
BQ.
A Fase I
Tujuan Fase I ; rehabilitasi pada fase ini untuk mengembalikan kondisi
(Reconditioning) yaitu mengatasi akibat negatif dari tirah baring
(Deconditiong) yang disebabkan karena sakitnya dan karena tindakan
pembedahan. Lamanya antara 7-14 hari. Penderita dipulangkan setelah
uji latih jantung dengan beban (Predischarge exercise test).
Target Fase I: mencapai kapasitas aerobik 3 mets yaitu mampu jalan 1,5
km selama 30 menit, kenyataan, tidak selalu tepat 1,5 km/30 kadang
kurang lebih.
Yang dikerjakan pada Fase I Ruang ICU: ROM-Chest
Fisiotherapi/Breathing exercise Ruang Intermendiate: Latihan ADL-
Latihan duduk-Latihan berdiri-Latihan jalan Ruang Rehab (GP.2):
Latihan jalan di kamardiluar kamar Gymnasium: Latihan jalan dengan
dosis yang meningkat, hingga mencapai 1,5 km/30 latihan sepeda 5
tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya
keluhan. Fase I diakhiri dengan Evaluasi Tread Mill Test. Selanjutnya
masuk ke F.II.
BR.
B Fase II
Tujuan Fase II, untuk menghindari progresifitas penyakit lebih jauh.
Dilakukan edukasi, evaluasi psikososial, vokasional dan seksual.
Penderita sudah pulang dari Rumah Sakit, masih latihan di UPF
Rehabilitasi. Waktu latihan 4-8 minggu.
Target Fase II: Mencapai kapasitas aerobik 6 Mets yaitu mampu jalan 3
km selama 30 dan mampu.
Yang dikerjakan pada fase II ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis
yang meningkat, hingga mencapai 3 km selama 30 menit latihan sepeda
10 tanpa beban.Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya
keluhan Fase II diakhiri dengan Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak
masuk ke F.III bekerja kembali.
BS.
C Fase III
Tujuan Fase III (pemeliharaan): Maintenence, memelihara hasil yang
dicapai supaya tidak mundur. Mencegah progresifitas, memberikan
latihan dan pengaturan diet. Dalam waktu 6 bulan diharapkan regresi
terjadi. Fase III dihubungkan dengan upaya Prevensi sekunder yaitu
Target Fase III: Mencapai kapasitas aerobik 6-8 Mets, yaitu mampu jalan
3-4 km selama 30 kenyataan, tidak selalu tepat 3-4 km/ 30 kadang
kurang kadang lebih.
Yang dikerjakan pada fase III ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis
yang meningkat, hingga mencapai 3-4 km selama 30 menit latihan
sepeda 15 tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan
adanya keluhan Fase II diakhiri Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak
masuk ke F.III
BT.
BU. Aktivitas pada Rehabilitasi Jantung, dilakukan latihan : ROM,
Breathing exercise, ADL, Latihan duduk, Senam, latihan berdiri, latihan jalan,
sepeda dan penyuluhan (P.K.Wilson,1991)

BV.

BW. Komplikasi
- Aritmia
BX. Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut.
Akibatnya, terjadi pengentian sirkulasi efektif. Pada aritmia, semua kerja jantung
berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak seirama, terjadi kehilangan kesadaran
mendadak, tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata
berdilatasi selama 45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat interval waktu
sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak
menetap. Intervalnya dapat bervariasi tergantung usia klien. Selama periode
tersebut, diagnosis henti jantung harus sudah ditegakkan dan sirkulasi harus
segera dikembalikan.
BY. Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan jenis komplikasi yang
paling sering terjadi pada infark miokardium. Insiden gangguan ini sekitar 90%.
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi, yaitu
rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan
meningkatkan depolarisasi spontan, sehingga meningkatkan kecepatan denyut
jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia ditegakkan berdasarkan pada interpretasi
elektrokardiogram.
BZ. Beberapa faktor predisposisi tingginya insiden aritmia pada penyakit
aterosklerosis koroner adalah sebagai berikut:
a) Iskemia jaringan
b) Hipoksemia
c) Pengaruh sistem saraf otonom
d) Gangguan metabolisme
e) Kelainan hemodinamik
f) Obat-obatan
g) Ketidakseimbangan elektrolit
CA.
- Defek septum ventrikel
CB. Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptum dinding
septyum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Pada hakikatnya, ruptur
membentuk saluran keluar ke dua dari ventrikel kiri pada tiap kontraksi
ventrikel, kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu melalui aorta dan
melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar
dari pada jantung kanan, maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri
ke kanan, dari daerah lebih besar tekanan nya menuju daerah yang lebih
rendah tekanan nya. Darah yang dapat dipindahkan ke jantung kanan cukup
besar jumlah nya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi
berkurang. Akibatnya, curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan
kerja ventrikel kanan dan kongesti paru.
CC.
- Syok Kardiogenik
CD. Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
CE. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat
yang ireversibel dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut:
a) Penurunan perfusi perifer
b) Penurunan perfusi koroner
c) Peningkatan kongesti paru-paru
d) Hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia yang selanjutnya makin
menekan fungsi miokardium.
CF.
- Gagal jantung Kongestif
CG. Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi setelah serangan infark. Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat
disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
CH.
- Perikarditis
CI. Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan perikardium dan
menimbulkan reaksi peradangan. Kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau
penimbunan cairan antara kedua lapisan. Penimbunan cairan ini biasanya tidak
sampai menyebabkan terjadinya temponade jantung.
CJ.
- Difungsi otot papilaris
CK. Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkin eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograd dari
ventrikel kiri kedalam atrium kiri dengan dua akibat, yaitu pengurang aliran ke
aorta, sertapeningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis
meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris dapat juga terjadi pada
ventrikel kanan. Hal ini akan mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis yang
berat dan gagal ventrikel kanan.
CL.
- Edema paru akut
CM. Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik
dirongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler, merembes keluar dan menimbulkan disritmia yang sangat berat. Kongesti
paru terjadi jika dasar vaskular paru menerima darah yang berlebihan dariventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit
ketidakseimbanga antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran kleluar pada sisi
kiri jantung tersebut mengakibatkan konsekuensi yang berat.
CN. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak
dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia
berat. Kemqatian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Apabila segera
dilakukan tindakan yang tepat, serangan dapat dihentikan serta klien dapat selamat
dari komplikasi ini dan kekambuhan dapat dicegah. Untung nya edema paru tidak
terjadi mendadak, tetapi didahului oleh gejala kongesti yang dipantau sebelumnya.
CO.
- Ruptur jantung
CP.Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah,sehingga terjadi perdarahan
terjadi kedalam kantong perikardium yang relatif tidak elastis dapat berkembang.
Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehimgga
menimbulkan apa yang dinamakan tamponade jantung . secara normal, kantong
perikardium berisi cairan sebanyak 50 ml. Cairan perikardium akan terakumulasi
secara lambat tanpa menyebabkan gejala nyata.namun, perkembangan efusi yang
cepat dapat meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan
penurunan curah jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik
vena dan curah jantung.
CQ.
- Aneurisma ventrikel
CR. Penonjolan miokardium paradoks yang bersifat sementara pada
iskemia miokardium sering terjadi, dan pada sekitar 15% klien aneurisme
ventrikel akan menetap. Aneurisme ini biasanya terjadi pada permukaan arterior
atau apeks jantung. Aneurisme ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistol dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
CS.
CT.
- Tromboembolisme
CU. Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel mejadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan trombus.pecahan trombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
CV. Kurangnya mobilitas klien penyakit jantung dan adanya gangguan
sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan trombus
intrakarnial dan intravaskular. Begitu klien meningkatkan aktifitasnya setela
mobilitas yang lama, sebuah trombus dapat terlepas (trombus yang terlepas
dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginja, usus dan paru.
CW. Emboli sistemik ,emboli ini dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan
vaskular dapat menyebabkan struk atau infark ginjal,juga dapat menganggu suplai
darah ke ekstremitas.
CX.

CY.

CZ.
DA.
DB.
DC.
DD.
DE.
DF.
DG.
DH.
DI.
DJ.
DK.
DL.
DM.
DN.
DO.
DP.

DQ.

DR. Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
DS. (Terlampir)
DT.
B. ANALISA DATA

DU. N DV. DATA DW. MASALA DX. ETIOLO


O H GI
DY. 1 DZ. DS: klien EB. Penurunan EC. Perubahan
mengatakan nyeri curah jantung faktor-faktor,
EA. DO: penurunan
sinus takikardi karakteristik
CRT >2 detik miokard
Kardiomegali
Distensi JV 5+3 cm
Akral dingin
Konjugtiva anemis
ED. 2 EE. Ds : EG. Gangguan EH. Gangguan
kien mengatakan pertukaran gas aliran darah ke
sesak alveoli
Klien mengatakan
sulit beraktivitas
EF. Do : kardiomegali
EI. 3 EJ. Ds : EM. Nyeri EN. Iskemia
klien mengatakan jaringan sekunder
nyeri terhadap
Klien mengatakan
sumbatan arteri
sulit beraktivitas
EK.
EL. Do : klien tampak
gelisah
EO. 4 EP. Ds : ES. Intoleransi ET. nyeri
klien mengatakan sulit aktivitas dada, penurunan
beraktivitas suplai oksigen ke
Nyeri dada
EQ. Do : jaringan
sinus takikardi
Sesak nafas
ER.
EU. 5 EV. Ds :klien EX. ansietas EY. kurang
mengatakan tidak informasi tentang
bersemangat penyakit,
EW. Do :
prognosis, dan
klien tampak gelisah
Klien sering penyembuhan

mengeluhkan
penyakitnya
EZ.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan
karakteristik miokard.
2. Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan aliran darah ke alveoli.
3. Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
ditandai dengan : penurunan curah jantung.
4. Intoleransi aktivitas b.d nyeri dada, penurunan suplai oksigen ke jaringan.
5. Ansietas b.d kurang informasi tentang penyakit, prognosis, dan
penyembuhan.

FA.
C. INTERVENSI

FB.Diagnosa FC.Tujuan dan Kriteria FD. Intervensi


Keperawatan Hasil
FE.Penurunan curah FF. NOC FH. NIC
jantung b.d. Efektifitas pompa FI. Perawatan jantung:
perubahan faktor- jantung Evaluasi adanya nyeri
faktor listrik, Status sirkulasi dada (intensitas, lokasi,
penurunan Status tanda vital durasi)
karakteristik FG. Kriteria hasil: Catat adanya disritmia
miokard. Tanda vital dalam jantung
rentang normal (tekanan Catat adanya tanda dan
darah, nadi, respirasi) gejala penurunan cardiac
Dapat mentoleransi output
aktivitas, tidak ada Monitor status pernapasan
kelelahan yang menandakan gagal
Tidak ada edema paru, jantung
perifer, dan tidak ada Monitor abdomen sebagai
asites indicator penurunan
Tidak ada penurunan perfusi
kesadaran Monitor adanya
perubahan tekanan darah
Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas
pasien
Anjurkan untuk
menurunkan stress
FJ. Memonitor tanda vital:
Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
FK. Gangguan FL.NOC FN. NIC
pertukaran gas Status pernapasan: FO. Manajemen jalan
b.d. gangguan pertukaran gas napas:
aliran darah ke Status pernapasan: Posisikan pasien untuk
alveoli. ventilasi memaksimalkan ventilasi
Status tanda vital Monitor respirasi dan
FM. Kriteria hasil: status O2
Mendemonstrasikan FP. Memonitor pernapasan:
peningkatan ventilasi Monitor rata-rata
dan oksigenasi yang kedalaman, irama dan
adekuat usaha respirasi
Tanda-tanda vital dalam Monitor pola napas:
rentan normal bradipnea, takipnea,
kussmaul, hiperventilasi
FQ. Nyeri akut FR.NOC FT. NIC
b.d. iskemia Tingkat nyeri FU. Manajemen nyeri:
jaringan sekunder Kontrol nyeri Lakukan pengkajian nyeri
terhadap Tingkat kenyamanan secara komprehensif
sumbatan arteri FS. Kriteria hasil: termasuk lokasi,
ditandai dengan : Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
penurunan curah nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
jantung. nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan teknik Observasi reaksi non-
non-farmakologi untuk verbal dari
mengurangi) ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa nyeri Gunakan teknik
berkurang dengan komunikasi terapeutik
menggunakan untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
Mampu mengenali nyeri Kaji kultur yang
(skala, intensitas, mempengaruhi respon
frekuensi, dan tanda nyeri
nyeri) Evaluasi pengalaman
Menyatakan rasa nyeri masa lampau
nyaman setelah nyeri Kontrol lingkungan yang
berkurang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non-
farmakologi, dan
interpersonal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik
non-farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
FV.
FW. Manajemen analgetik:
Tentukan
lokasi,karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
pertama kali
Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgetik, tanda dan gejala
FX.

FY.

FZ.

GA.

GB.

GC.

GD.
GE.

GF.

GG.

GH.

GI.

GJ.

GK. BAB III


GL. PENUTUP
GM.
GN.
1 Kesimpulan
GO. Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan pada arteri coroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik
pada dinding arteri coroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung
GP. Infark miokard atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung, adalah
keadaan di mana terjadi nekrosis pada miokardium akibat terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Secara umum, infark miokard dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat
mengancam hidup seseorang. Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat
dengan cepat dan tepat, dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, syok kardiogenik
dan kematian.
GQ. Di Indonesia, sejak sepuluh tahun terakhir dan dengan adanya fasilitas-fasilitas
penunjang diagnostic serta unit perawatan untuk penyakit jantung, infark miokard sudah
banyak yang terdiagnosa atau dengan kata lain, Indonesia menunjukkan angka kenaikan
yang jelas terhadap penyakit infark miokardium ini.
GR.
GS.
GT.
GU.

GV.

GW.

GX.

GY.
GZ.

HA.

HB.

HC.

HD. DAFTAR PUSTAKA

HE.

HF.Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2.
Jakarta:EGC.
HG. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol 2 Ed 6. Jakarta: EGC.
HH. Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
HI. wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48
HJ.
HK.
HL.
HM.
HN.
HO.
HP.
HQ.
HR.
HS.
HT.
HU.
HV.
HW.
HX.
HY.
HZ.
IA.
IB.
IC.
ID.
IE.
IF.
IG.
IH.

Anda mungkin juga menyukai