Anda di halaman 1dari 7

Produksi Bi-Modal dan Dualisme Regional

Teori yang diformulasikan untuk menjelaskan penyebab negara-negara yang telah


menjalankan tehnik modernisasi produksi dengan baik, dan ekspansi sektor ekspor modern
secara besar-besaran, tapi tetap masih banyak penduduknya yang hidup dalam kemiskinan.
Bentuk Dualisme Teknologi merupakan bentuk asli yang digunakan oleh teori ini; ungkapan
produksi bi-modal ditemukan setelah bentuk terdahulunya ada. Urutan tersebut sangat
disayangkan karena, dibalik usaha untuk membedakan dualisme teknologi dari budaya,
kekeliruan memaknai keduanya justru terjadi. Teori Dualisme sosial dihubungkan dengan nama
Jan Boeke, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Belanda yang tinggal selama 13 tahun di
Indonesia sebagai pegawai pemerintahan, sebelum menjadi seorang Profesor Ekonomi di Leiden.
Sebagai salah satu dari sedikit ahli ekonomi yang terlatih dengan baik dengan pengalaman
membangun negara-negara, Boeke memasukkan pengaruh baiknya pada tahun 1950an, yang
menjadi cikal bakal semua ekonomi ketimuran di Holland. Teorinya telah dianggap sebagai
teori permintaan maaf kaum penjajah, tapi interpretasi itu tidak cukup fair. Menurutnya hal
terbaik yang dapat dilakukan oleh kaum kolonialis bagi penduduk asli adalah meninggalkan
mereka sendiri, membangun dengan batasan dinamika intern budaya mereka, bukan
menghancurkan budaya dengan hubungan yang berlebihan dengan dunia barat.
Teori Dualisme Teknologi, yang menolak Dualisme Sosial dari Boeke, muncul dari
diskusi-diskusi antara ahli-ahli ekonomi, ilmuwan antropologi, sosiologi dan politik yang
tergabung dalam Institut Massachusetts proyek Tekonologi Indonesia di pertengahan tahun
1950an. Dasar dari teori ini adalah ledakan penduduk yang mengikuti kolonisasi orang Eropa
dimanapun mereka tinggal, sebagai hasil dari perbaikan kesehatan masyarakat dan pemeliharaan
hukum dan peraturan (mencegah perang antar suku, kerajaan dan kesultanan). Yang juga
mendasar yaitu ide bahwa teknologi di sektor-sektor modern dengan modal-intensif yang
berkembang sepanjang waktu, sehingga kemampuan untuk menyerap tenaga kerja yang
bertumbuh menjadi terbatas (di Indonesia, setelah 350 tahun dibawah aturan Belanda, hanya 7 %
tenaga kerja yang terserap ke dalam sektor modern). Akibatnya, mayoritas penduduk harus
berusaha hidup semampunya dalam sektor tradisional; tekanan penduduk semakin berat yang
mengakibatkan kemiskinan yang terjadi di sektor tradisional.
Teori Produksi Bi-modal atau Dualisme Teknologi menjelaskan kondisi berkembang
secara umum tapi juga menjelaskan Disparitas Ekonomi, atau Dualisme Regional, karena
kecenderungan perusahaan-perusahaan menggunakan teknologi unggul yang terkonsentrasi di
beberapa wilayah, dan perusahaan yang menggunakan teknik produksi yang terbelakang, kuno
dan tradisional yang terkonsentrasi di wilayah-wilayah lainnya.
Di negara-negara industri, istilah tradisional dan modern bisa memiliki arti yang
agak berbeda dari tipikalnya dalam membangun negara. Tradisional bisa merujuk kepada
industri bercerobong asap yang tumbuh di akhir abad ke 19 dan awal abad 20, seperti besi dan
baja, tekstil, mobil, dan jasa-jasa umum lainnya di periode yang sama. Moderen bisa merujuk
kepada manufaktur berteknologi tinggi seperti elektronik, hardware dan software komputer,
teknik biologi, dan servis-servis canggih. Penerapan prinsip-prinsip yang sama bagaimanapun
juga; wilayah dimana sektor modern yang dalam hal ini terkonsentrasi relatif akan menjadi kaya,
dan wilayah dimana sektor tradisional diterapkan akan relatif miskin- sebagaimana kita saksikan
saat ini sangat kontras antara wilayah Green Lake dan New England atau wilayah tenggara
Amerika, atau kontras antara provinsi Atlantik dan segitiga emas Ontario di Canada.
Cerita mengenai Dualisme Teknologi dijelaskan dengan gambar 8.1 dan 8.2. Di kedua
gambar itu garis vertikal menunjukkan modal K dan tanah L. Dengan asumsi bahwa Tanah dan
Kapital (modal) digunakan dalam proporsi yang sama. Pada garis horizontal diukur sebagai
Tenaga Kerja dan Waktu; seiring waktu tenaga kerja pun tumbuh, modal terakumulasi dan output
bertambah. Kurva di tiap gambar merupakan isopod yang menunjukkan beragam kombinasi
tenaga kerja dengan tanah-dan-modal yang akan memproduksi output. Bergerak keatas dari 01
ke 02, dst. Bergerak ke level output yang lebih tinggi. Kurva yang bertanda EE adalah jalur
ekspansi, menunjukkan kombinasi aktual tenaga kerja dan Tanah-dan-Modal, dan total output
aktual, bergerak seiring waktu.
Dengan diberikannya sifat asli sektor modern yang secara koefisien tehnik dan
berkembang secara modal-intensif, hanya sebagian kecil dari populasi berkembang yang dapat
diserap ke dalam sektor itu. Sebagian besar pertambahan penduduk dipaksa menjalani
kehidupannya di sektor tradisional. Hasil akhirnya adalah output manusia per tahun level tinggi
dalam sektor modern, walapun rata-rata pendapatan tinggi tidak penting bagi para pekerja
industri. Di sektor tradisional hasilnya adalah pembagian output yang terbatas dalam kemiskinan
yang jumlahnya terus meningkat.
Sementara analisis ini menyediakan inti dari teori dualism teknologi, ada elemen-
elemen lain di dalamnya. Proses ekspansi kolonialisme tidak hanya mengarah pada dualisme
teknologi, tapi juga menghilangkan tradisi penduduk pribumi, merampas banyak dinamika
internal. Secara khusus asumsi bertahap bangsa-bangsa Eropa mengenai tanggung jawab untuk
semua aspek manajemen dalam sektor modern mencegah evolusi alami wirausaha pribumi yang
efektif. Lagipula dalam banyak kasus pengabaian pendidikan oleh kekuasaan colonial mengarah
pada penolakan pasar di tingkat pendidikan di banyak negara berkembang.
Teori dualisme teknologi secara luas melihat ke belakang, sebuah teori sejarah. Yang
menjelaskan mengapa konsentrasi usaha pembangunan di sektor ekspor modern, gagal
membawa kemakmuran bagi banyak penduduk, sedangkan pertumbuhan sektor tersebut sangat
spektakuler. Mungkin ada benarnya pemikiran kebanyak ahli dualism yang mengatakan bahwa
Big Push didesain untuk mempercepat ekspansi di sektor modern (tanpa mengabaikan
kesempatan untuk meningkatkan produksi di sektor tradisional) ke arah perubahan structural
secara signifikan. Tapi perubahan kebijakan, penekanan investasi dan penciptaan lapangan kerja
di daerah tertinggal tidak membatalkan teori tersebut. Penjelasan masa lalu tetap sama.
Bentuk modern-tradisional diartikan sebagai bentuk teknis, sebuah simbol untuk
menggambarkan kondisi di dua sektor besar tersebut. Meninjau kembali, beberapa bentuk selain
tradisional yang mungkin lebih disukai karena mudah bagi para pembaca untuk masuk ke
pemikiran bahwa bentuk tersebut mengimplikasikan bahwa masyarakat sektor tersebut adalah
tadisional dalam arti menjadi lebih atau kurang tersentuh oleh kolonialisme dan berhubungan
dengan sektor modern. Bahkan Jan Boeke mengatakan yang sebaliknya ; dan tentunya dalam
versi M.I.T, inti dari argumen tersebut bahwa hubungan budaya pribumi dengan budaya impor
Eropa mengarah pada perubahan dan kemunduran secara esensial (involusi) dari budaya pribumi.
Hanya teknologi yang harus tetap tradisional bagi teori tersebut untuk bertahan. Itu merupakan
revolusi agraris, lebih dari revolusi industry, yang telah gagal menyentuh kehidupan banyak
penduduk di negara-negara berkembang. Mungkin sektor teknologi maju dan teknologi
terbelakang akan menimbulkan kesalahpahaman. Teori tersebut adalah salah satu interaksi
diantara dua sektor secara esensial.
Telah dipahami sejak awal bahwa berurusan dengan ekonomi tertinggal dengan model
dua sektor adalah abstraksi yang mudah. Terdapat aktivitas-aktivitas ekonomi menengah, seperti
petani karet dan kopra di wilayah pedesaan atau oplet dan jeepney (bus kecil) di dalam kota,
yang tidak sesuai dengan dikotomi modern-tradisional. Bagaimanapun juga, proporsi
penduduk yang melakukan aktivitas tersebut sangat kecil sehingga ada bahaya dari perhatian
yang mengganggu dari fenomena inti negara-negara berkembang, dan membuat analisis sulit
digunakan, dengan memperkenalkan sektor ketiga, sektor transisi. Apakah kebijakan yang
tepat dapat mengkonversikan sektor transisi kecil kedalam instrument bagi pertumbuhan
ekonomi yang dinamis secara keseluruhan.
Teori Dualisme Regional berasal dari teori dualism teknologi. Alasannya adalah
wilayah kaum miskin dimana sektor tradisional terkonsentrasi, dan wilayah kaum kaya dimana
sektor modern terkonsentrasi. Proses historis penciptaan wilayah kaya dan miskin identik
terhadap proses yang menciptakan sektor modern dan tradisional.
Oswaldo Sunkel memberi penekanan pada dualisme regional dan tumpang tindih
teknologi. Proses intern polarisasi dapat dipandang sebagai suatu divisi berkembang di antara
dominasi modern aktivitas ekonomi utama, kelompok sosial dan wilayah di satu sisi, dan
terbelakang, aktivitas ketergantungan dan marjinal, kelompok dan wilayah di sisi lainnya.
Kenyataannya, pusat modernisasi dan pembangunan geografis, ekonomi, sosial, politik dan
budaya berhubungan erat dengan bangkit dan jatuhnya aktivitas yang lebih berhubungansecara
langsung atau tidak langsungdengan negara-negara berkembang. Ini adalah permasalahan
wilayah, kota atau pelabuhan yang berkenaan langsung pengaruh investasi dan ekspansi dari
aktivitas ekspor tradisional, dan juga kota-kota atau wilayah lainnya yang karena merupakan
pusat administrasi atau area input produksi bagi sektor ekspor dan me-redistribusikannya ke
wilayah lain dan kelompok sosial lain. Ketika polarisasi penduduk ini dihubungkan dengan
penurunan aktivitas ekonomi dalam ekspor tradisional dan/atau aktivitas pertanian maka akan
mengarah pada ketidakseimbangan pertumbuhan secara spasial yang akut. Contohnya di
wilayah paling terbelakang di Amerika Latin sebagai contoh tepat yang dulunya merupakan
wilayah yang sangat makmur, kehidupan sosial tinggi, mengedepankan kehidupan berpolitik dan
berbudaya: Kawasan Timur Laut Brazil; wilayah sumber metal berharga di Mexico, Peru,
Bolivia, Brazil dan Chile ; ladang garam di Chile; ladang henequen di Yucatan; ladang nenas
yang terbengkalai di Amerika Tengah, dan kebun tua kopi dan coklat di Brazil. Mungkin juga
bisa ditambahkan wilayah Appalachia dan Great Lakes dan provinsi Atlantik dan Gaspesie-Bas-
St. Laurent di Canada.
Apakah produksi bi-modal merupakan penjelasan disparitas regional ? Teori Dualisme
Teknologi utamanya menjelaskan mengapa investasi skala besar dan keunggulan teknologi
substansial di negara-negara terbelakang, khususnya rezim negara jajahan (atau
neokolonialisme), gagal menerapkan tingkat toleransi kemakmuran kepada mayoritas
penduduknya. Jika teori tersebut benar dalam kerangka kerjanya, dan jika pada saat bersamaan
sektor modern dikonsentrasikan pada beberapa wilayah dan sektor tradisional di wilayah lainnya,
maka teori tersebut juga merupakan penjelasan dari dualisme regional.
Tapi mengapa konsentrasi semacam itu harus diterapkan? Pada dasarnya teori neoklasik
mengatakan bahwa hal itu tidak harus dilakukan. Kecenderungan teknologi tinggi, aktivitas
ekonomi produksi tinggi berkumpul di beberapa wilayah dan teknologi rendah, produktivitas
rendah akan berkumpul di wilayah lainnya, menurut teori tersebut, membawa ke daya
penyeimbang permainan yang akan mengembalikan keseimbangan, atau ekuilibrium spasial.
Kenyataannya bahwa di beberapa negara sektor modern dan tradisional tumpang tindih dengan
wilayah yang memimpin dan wilayah tertinggal bukan merupakan bukti akhir bahwa tumpang
tindih tersebut tidak dapat dihindari. Penganut paham neoklasik meyakini bahwa keberadaan
disparitas regional adalah bukti intervensi pemerintah yang menyesatkan dan membahayakan.
Satu-satunya alasan kenapa batas regional tidak dihilangkan adalah karena pemerintah mencegah
terjadinya pasar bebas.
Keunggulan teori untuk menjelaskan keterbelakangan negara-negara di dunia ketiga
yang dapat diterapkan tanpa modifikasi ke negara industry. Disparitas regional di negara-negara
industri terkait dengan pembedaan dalam struktur pekerjaan, produk-campuran, dan tingkat
teknologi. Tapi kenapa pembedaan seperti itu harus terjadi? Akan ada sedikit alasan bagi hal
tersebut bagi negara industri daripada bagi negara berkembang, karena tingkat superioritas secara
umum di bidang sains dan teknologi, pendidikan dan pelatihan, transport dan komunikasi,
informasi, institusi politik dan administrasi. Apakah mungkin kebijakan pemerintah akan lebih
buruk di negara industri daripada di negara terbelakang?
Ada kenyataan yang membutuhkan penjelasan, bahwa kurva pendapatan per kapita
regional dan indikator sosial lainnya, tidak hanya mampu menyatukan dalam satu kondisi, tapi
juga lintas kondisi. Seperti di tenggara Brazil, dalam beberapa dekade yang sekarang menjadi
masalah besar bagi wilayah tersebut, dulu adalah yang terkaya. Harry W. Richardson
mengajukan pertanyaan apakah fenomena seperti itu tidak bisa terjadi di AS, wilayah tenggara
dan barat daya yang tertinggal tidak hanya mengejar ketertinggalan tapi juga menjadi wilayah
terkaya di negaranya, sementara wilayah Great Lakes yang kuat industrinya, dan bahkan
mungkin New England, menjadi relatif miskin: Pertanyaan kuncinya adalah apakah pendapatan
per kapita regional akan menstabilkan mendekati keseimbangan (i.e; sebuah perkiraan
ekuilibrium neoklasik) atau akan melampaui empat wilayah berpendapatan rendah lainnya
(Atlantik Utara, Sentral timur selatan, Sentral Barat Selatan dan Pegunungan) menjadi lebih kaya
secara progresif disbanding empat wilayah Timur laut dan Barat Laut. Benjamin Higgins telah
menyarankan bahwa Quebec, wilayah yang paling diperhatikan di Canada, beberapa waktu lalu,
bisa jadi provinsi terkaya di Canada, yang dengan dinamika saat ini dimana wirausaha-
wirausaha muda keturunan Prancis-Canada dan pertumbuhan yang pesat, dikombinasikan
dengan permasalahan Ontario sebagai hasil dari ikatan dengan Great Lake industri cerobong
asap, dan masalah Alberta dan Kolombia-Inggris yang menghadapi pembangunan sumber daya
alam mereka.
Tidak bisa dikatakan bahwa kita memiliki teori yang ketat dan diterima secara umum
untuk menjelaskan dualisme regional. Teori produksi bi-modal memberi petunjuk berharga atas
apa yang kita cari, tapi tidak rinci menjelaskan mengapa batasan regional harus terjadi, atau
kenapa harus ada konvergensi, atau perlintasan. Bagaimanapun juga, suatu sudut pandang yang
bermaksud untuk menjelaskan keniscayaan dualism regional dalam sebuah system capital: teori
ketergantungan.

Anda mungkin juga menyukai