Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

TINNITUS

Oleh:
Wahyu Aprillia G99141087

Pembimbing :
dr. Antonius Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2014
1. Kumpulan symptom di bidang THT-KL
a. Telinga :
1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
2) Suara berdenging/berdengung (tinnitus)
3) Pusing berputar (vertigo)
4) Nyeri di dalam telinga (otalgia)
5) Keluar cairan dari telinga (otorea)
6) Corpus alienum
b. Hidung :
1) Sumbatan hidung (nasal obstruksi)
2) Pilek (rhinorrhea)
3) Sekret di hidung dan tenggorok
4) Bersin
5) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
6) Perdarahan dari hidung (epistaksis)
7) Gangguan penghidung
8) Corpus alienum di hidung
9) Suara sengau (nasolalia)
c. Tenggorok :
1) Nyeri tenggorok
2) Nyeri menelan (odinofagia)
3) Rasa banyak dahak di tenggorok
4) Sulit menelan (disfagia)
5) Suara sengau (nasolalia)
6) Rasa sumbatan di leher
d. Kepala leher :
1) Pusing (vertigo)
2) Batuk
3) Disfagia
4) Rasa ada sesuatu di tenggorok
5) Suara serak (hoarsness)
6) Benjolan di leher
7) Benda asing di tenggorok
(Soepardi et al., 2010)

2. Mekanisme patofisiologi telinga berdengung (tinnitus)


Tinnitus berasal dari bahasa latin tinnire yang berarti nada (Crummer
& Hassan, 2004). Tinnitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran
berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, biasanya
terlokalisasi, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan ini
dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam
bunyi lainnya (Soepardi et al., 2010; Crummer & Hassan, 2004)
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri.
Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah,
seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus
menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti
penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga
terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo
dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan
tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali (Bashiruddin J
dan Sosialisman, 2010).
Tinnitus dapat dibagi menjadi dua yaitu tinnitus subjektif dan tinnitus
objektif (Crummer & Hassan, 2004).
a. Tinnitus subjektif
Sebagian besar tinnitus sebyektif disebabkan oleh hilangnya
kemampuan pendengaran (hearing loss), baik sensorineural ataupun
konduktif. Gangguan pendengaran yang paling sering menyebabkan
tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced hearing loss) karena
adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat impedansinya. Sumber
suara yang terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus subyektif
dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan impedansi
diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi
secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon
oleh pusat pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara
tersebut berhenti maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi
semula dalam beberapa menit atau beberapa jam. Namun jika impedansi
terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-ulang (continous
exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan
stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan ketulian (hearing loss)
ataupun tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan
hiperaktivitas sel rambut yang berakibat adanya impuls terus-menerus
kepa ganglion saraf pendengaran.
Neoplasma berupa acoustic neuroma juga dapat menyebabkan
terjadinya tinnitus subyektif. Neoplasma ini berasal dari sel schwann yang
tumbuh dan menyelimuti percabangan NC VIII (Nervus Oktavus) yaitu n.
vestibularis sehingga terjadi kerusakan sel-sel saraf bahkan demyelinasi
pada saraf tersebut. Gangguan neurologis ataupun trauma leher dan
kepala juga dapat menyebabkan adanya tinnitus subyektif, namun
demikian patofisiologi ataupun mekanisme terjadinya tinnitus karena hal
ini belum jelas. Gangguan tidur, deperesi, dan gangguan konsentrasi lebih
banyak ditemukan pada penderita tinnitus subyektif dibandingkan dengan
yang tidak mengalami gangguan psikologis.
b. Tinnitus objektif
Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kelainan pada tuba auditiva (patulous Eustachian tube) akan
menyebabkan terdengarnya suara bergemuruh terutama pada saat bernafas
karena kelainan muara tuba pada nasofaring. Biasanya penderita tinnitus
dengan keadaan ini akan menderita penurunan berat badan, dan mendengar
suaranya sendiri saat berbicara atau autophony. Tinnitus dapat hilang jika
dilakukan valsava maneuver atau saat penderita tidur terlentang dengan
kepala dalam keadaan bebas atau tergantung melebihi tempat tidurnya
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada
gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body
tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.

3. Diagram penanganan pasien dengan keluhan tinnitus


Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien
bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinnitus juga dapat didengar oleh
pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara
tersebut. Jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka kemungkinan
besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar
sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar
tinnitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan
venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinue, maka kemungkinan
tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu (Saunders,
2009).
Berikut adalah algoritma untuk pendekatan diagnosis dengan keluhan utama
tinnitus (Crummer & Hassan, 2004).
4. Differential diagnosis penyakit dengan keluhan tinnitus dan
penatalaksanaannya.
a. Meniere disease
Terapi :
Fase Akut : tirah baring, obat-obatan sedative vestibuler (misal :
dimenhidrinat, promethazine), diazepam, vasodilator.
Fase Kronis: Prochlorperazine, asam nikotinik, Betahistine, diuretic,
Propantheline bromide.
b. Tuli Sensorineural/ SNHL (Sensoryneural hearing loss)
c. Gangguan Konduksi
d. Presbiskusis
Terapi : Alat bantu dengar, terapi wicara
e. Intoksikasi obat-obat ototoksik
Terapi : Hentikan obat-obatan, alat bantu dengar, implant koklea.
f. Trauma bising/ noise induce hearing loss (NIHL)
Terapi : alat bantu dengar, latihan pendengaran, implant koklea.
g. Otitis Eksterna Furunkulosa
Terapi : Polymixin B/Bacitracin, analgesik, insisi.

Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat
bantu dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,
antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral.
4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan
oleh akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat
keras terdengar dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut
literatur, dikatakan bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan
pada pasien. Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve
section merupakan tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan
(Bashiruddin & Sosialisman, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Bashiruddin J dan Sosialisman (2010). Tinitus dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Crummer RW dan Hassan GA. Diagnostic Approach to Tinnitus (2004). Am Fam


Physician. 69(1):120-126.

Saunders WB. 2009. Diakses di http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html


pada Juni 2014.

Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD (2010). Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai