Anda di halaman 1dari 10

Tuli Sensorineural Mendadak Idiopatik

Seorang wanita usia 58 tahun menjawab panggilan telepon dan menyadari


bahwa pendengarannya sebelah kiri berkurang. Dia merasa telinga penuh dan
tinnitus nada tinggi pada telinga yang kiri. Pada hari itu dia juga merasa pusing
berputar ringan yang hilang pada pagi hari berikutnya. Beberapa hari kemudian,
dia membersihkan telinganya sendiri dengan menggunakan alat pembersih
telinga namun gejalanya belum reda. Bagaimana wanita ini dievaluasi dan
diterapi?

MASALAH KLINIS
Tuli sensorineural idiopatik yang mendadak (yaitu tuli sensorineural
unilateral dengan onset kurang dari 72 jam) memiliki insidensi 5 sampai 20 per
100.000 orang per tahun. Hal ini mungkin menjadi sedikit disepelekan mengingat
banyak yang sembuh tanpa mendapat pengobatan medis. Beberapa kasus besar,
termasuk di dalamnya hampir 7500 kasus di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang,
menunjukkan bahwa kasus tuli sensorineural yang mendadak biasanya terjadi
pada usia 43-53 tahun, dengan distribusi jenis kelamin yang sama. Gejala
vestibuler terjadi pada 28-57% pasien.
Kemungkinan pendengaran bisa sembuh bervariasi tergantung tingkat
keparahan gangguan pendengaran yang terjadi : pasien dengan gangguan
pendengaran ringan biasanya sembuh total, pasien yang mengalami gangguan
pendengaran sedang biasanya sembuh spontan, tetapi jarang sembuh total jika
tidak diobati, dan pasien dengan gangguan pendengaran berat jarang
menunjukkan perbaikan spontan atau sembuh total. Prognosis kesembuhan
pendengaran juga lebih buruk pada pasien dengan usia yang lebih tua dan yang
mempunyai gejala vestibuler.
Sekitar 1% kasus tuli sensorineural yang mendadak adalah karena gangguan
retrokoklear yang mungkin berhubungan dengan schwannoma vestibular, penyakit
demielinasi, atau stroke. 10 sampai 15% disebabkan oleh penyebab lain yang
tidak dapat diidentifikasi, seperti penyakit Meniere, trauma, penyakit autoimun,
sifilis, penyakit Lyme, atau fistula perilymphatic. Sisanya idiopatik dan hampir
secara eksklusif unilateral. Kasus tuli mendadak bilateral yang jarang terjadi
paling sering adalah karena gangguan kejiwaan (fungsional) yang disebabkan oleh
gangguan proses neurologis (misalnya, infiltrasi dural neoplastik pada fossa
kranialis posterior, sindrom paraneoplastik, atau ensefalitis); tuli sensorineural
bilateral mendadak dapat merupakan hasil dari penurunan tiba-tiba tekanan
intracranial selama spinal tap atau setelah operasi intrakranial.
Masalah yang sering terjadi pada tuli sensorineural mendadak adalah
keterlambatan diagnosis. Telinga penuh, gejala yang biasanya muncul sering

1
diartikan oleh pasien dan klinisi sebagai impaksi dari serumen atau kongesti
gangguan saluran napas atas atau alergi. Sejauh ini, bukti menunjukkan bahwa
dapat terjadi gangguan pendengaran permanen apabila pengobatan tertunda, hal
ini menunjukkan bahwa diagnosis tuli sensorineural mendadak harus dirujuk ke
dokter spesialis THT.

STRATEGI DAN BUKTI


Diagnosis
Tuli sensorineural mendadak sering disertai dengan perasaan telinga terasa
penuh, serta tinnitus. Jika pasien memiliki pendengaran parsial di telinga yang
terkena, suara mungkin terdengar lebih keras dan terdistorsi (seolah-olah ditiup
dari loudspeaker). Karena telinga penuh bukan merupakan gejala spesifik, dan
sering memiliki penyebab nonotologic (misalnya, disfungsi sendi
temporomandibular atau disfungsi saluran napas atas), langkah pertama dalam
diagnosis adalah menentukan apakah gejala yang timbul disebabkan oleh
gangguan pendengaran atau bukan.
Skrining gangguan pendengaran dapat dilakukan melalui telepon (misal
oleh perawat klinik). Pasien harus secara eksplisit ditanya apakah pendengarannya
berkurang. Pasien dapat memindahkan telepon dari telinga satu ke telinga lainnya
atau menutupi dengan beberapa helai rambut untuk mengecek asimetri
pendengaran. Untuk mengetahui apakah asimetri pendengaran mengindikasikan
tuli sensorineural, pasien diminta mengatakan dimana suara lebih keras terdengar.
Pada tuli konduksi lateralisasi ke arah telinga yang sakit sedangkan pada tuli
sensorineural lateralisasi ke arah telinga yang sehat.
Evaluasi pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata
sederhana atau angka secara halus pada tiap telinga dan meminta pasien
mengulanginya kembali dengan suara keras. Inspeksi liang telinga dan membrane
timpani dengan menggunakan pneumatic bulb untuk menilai mobilitas gendang
telinga (untuk menyingkirkan kemungkinan efusi telinga tengah). Apabila
serumen tidak bisa dikeluarkan untuk melihat membrane timpani, maka
diperlukan konsultasi ke spesialis THT. Tes Weber dan tes Rinne dilakukan
menggunakan garpu tala frekuensi 512 Hz. Pemeriksaan neurologis dilakukan
untuk membuktikan adanya gangguan di sentral dan disfungsi vestibuler.
Pemeriksaan yang relevan terutama adalah pemeriksaan gerakan bola mata dan
pandangan sinusoid dimana pasien harus memandang fokus pada suatu target dan
kepala digerakkan secara pasif ke samping, atas, dan bawah (Nervus II, III, IV,
dan VI, batang otak, dan cerebellum); sensasi wajah terhadap sentuhan halus dan
tusukan jarum (Nervus V), gerakan meniru ekspresi wajah (Nervus VII), adanya
nistagmus spontan, tatapan-bangkitan, atau nistagmus yang dipengaruhi posisi
(nervus VIII, cerebellum, dan batang otak); koordinasi ekstremitas dan gerakan

2
balik cepat (cerebellum) dan stabilitas postural selama Romberg tes dan tandem
gait.
Audiometri
Audiogram lengkap termasuk pengukuran ambang pendengaran konduksi
tulang dan konduksi udara nada murni dan audiometri tutur dibutuhkan untuk
diagnosis definitif pasien dengan suspek asimetri gangguan pendengaran. Ambang
pendengaran dan audiometri tutur digunakan untuk menilai tingkat kekerasan dan
kejelasan pendengaran. Pada tuli sensorineural, sensitivitas terhadap suara yang
dikirimkan sebagai hantaran konduksi tulang dan sebagai hantaran udara sama
pada telinga yang sakit tetapi keduanya berkurang (ambang batas tinggi). Pada tuli
konduksi, hantaran konduksi tulang normal tetapi hantaran konduksi udara buruk
(tinggi) pada telinga yang sakit.
Gadolinium- magnetic resonance imaging (MRI) pada tulang temporal otak
diperlukan pada kasus tuli sensorineural akut untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya abnormalitas retrokoklear. Pada pasien yang tidak bisa dilakukan
pemeriksaan MRI otak, dapat menggunakan CT Scan, respon audiometri sistem
batang otak, atau keduanya, meskipun kurang sensitif jika dibandingkan dengan
MRI untuk deteksi adanya abnormalitas retrokolear.
TATALAKSANA
Kortikosteroid oral
Pengobatan standar untuk tuli sensorineural adalah dengan penurunan dosis
kortikosteroid oral (prednisone atau metil pednisolon). Namun, data yang
mendukung hal ini masih terbatas. Sebuah inisial random dengan placebo dan
kontrol yang melibatkan 67 subjek dengan tuli sensorineural menunjukkan
perkembangan yang signifikan lebih tinggi pada pasien yang diberi penurunan
dosis metilprednisolon oral atau dexametason (penurunan dosis selama 10 sampai
12 hari) daripada pasien placebo (61% vs 32%, P<0.05). Namun, rata-rata
perkembangan pada terapi kortikosteroid secara kohort menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan rata-rata kesembuhan tanpa pengobatan (65%) yang
dilaporkan di tempat lain. Baru-baru ini, penelitian lain dengan kortikosteroid
gagal menunjukkan perbaikan pendengaran jika dibandingkan dengan
penggunaan carbogen (vasodilator inhalasi yang terdiri dari 5% carbon dioxide
dan 95% oksigen) atau placebo. Penelitian ini kekuatannya sangat lemah. Dari 41
subjek yang secara random dipilih menjadi 4 kelompok (kortikosteroid oral,
placebo oral, carbogen inhalasi, atau inhalasi placebo) yang terdiri dari 9-11
subjek pergrup selama 5 hari terapi.
Review Cochrane terbaru berdasarkan dua kali percobaan, serta meninjau
penelitian lain, keduanya menyimpulkan bahwa terapi kortikosteroid oral untuk
tuli sensorineural mendadak belum terbukti. Namun, karena pemberian

3
kortikosteroid oral umumnya dikaitkan dengan tarif merugikan dapat diterima dan
dapat memberikan manfaat, praktek rutin saat ini adalah untuk mengelola program
kortikosteroid oral dengan tapering off selama 10 sampai 14 hari (misalnya, 60
mg prednisone per hari selama 4 hari, diikuti penurunan dosis menjadi sebesar 10
mg setiap 2 hari). Data perbandingan perbedaan dosis dan durasi pemberian
kortikosteroid terbatas. Sebuah penelitian double-blind yang dilakukan secara
random membandingkan 7 hari pemberian prednison yang diturunkan dengan 3x
pemberian 300 mg dexametason per hari (diikuti 4 hari placebo) menunjukkan
perbedaan yang tidak signifikan pada tingkat kesembuhan pendengaran. Efek
samping dari pengobatan kortokosteroid adalah kenaikan kadar gula darah atau
tekanan darah, perubahan perilaku, penambahan berat badan, gastritis, dan
gangguan tidur. Bila hal ini terjadi maka penanganannya adalah dengan
menurunkan dosis secara bertahap (tappering off) atau menghentikan pemakaian
kortikosteroid tersebut.
Suatu penelitian menunjukkan adanya pemulihan spontan dari tuli sensori
mendadak pada 2 minggu pertama sejak munculnya gejala klinis. Penelitian
tersebut menilai hubungan antara durasi dari tuli sensori mendadak dengan
pemberian kortokosteroid dan menunjukkan hasil bahwa pemulihan terbaik
didapat pada pemberian kortikosteroid saat awal minggu ke 1 atau minggu ke 2
sejak munculnya gejala, dan pemberian saat minggu ke 4 atau lebih tidak
memberikan manfaat yang sedikit. Beberapa pasien mengalami pemulihan
pendengaran yang sangat cepat yaitu hanya dalam 48 sampai 72 jam setelah
pemberian kortikosteroid, beberapa pasien yang lain mengalami pemulihan
bertahap dan terus mengalami peningkatan sampai selesai pengobatan, sebagian
pasien yang lain tidak mengalami pemulihan. Jumlah dari masing-masing
kelompok pasien tersebut tidak diketahui pasti. Semakin cepat respon terlihat,
semakin baik prognosisnya. Pasien yang tidak ada perbaikan setelah selesai
pemberian kortikosteroid bisa dipastikan prognosisnya buruk. Gejala berupa
telinga penuh dan tinnitus cenderung menghilang secara bertahap.
Terapi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin karena waktu efektif pengobatan
adalah hanya 2 sampai 4 minggu. Idealnya, pemeriksaan audiogram harus
dilakukan sebelum atau dalam jangka waktu 24 hingga 48 jam setelah memulai
terapi untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari tuli sensori tersebut. Foto
radiologi juga dibutuhkan untuk mengevaluasi terapi, bila pemeriksaan radiologi
tidak ada, maka evaluasi sulit dilakukan. Walaupun didapati ada peningkatan
pendengaran setelah terapi dengan kortikosteroid, pemeriksaan radiologi masih
diperlukan.
Injeksi Steroid Intratimpanikal
Sebagai pengganti kortikosteroid oral, beberapa ahli otolaringologi
merekomendasikan terapi kortikosteroid lokal untuk tuli sensorineural mendadak,
diberikan baik berupa suntikan intratimpanikal (metilprednisolon atau

4
deksametason) atau sebagai obat tetes telinga melalui suatu tabung ventilasi yang
dialirkan melewati membran timpani ke dinding lateral telinga tengah. Prinsip
dari terapi injeksi steroid intratimpanikal adalah memberikan steroid dosis tinggi
ke jaringan target dengan paparan sitemik minimal. Keberhasilan penggunaan
injeksi steroid intratimpanikal sebagai terapi primer masih didukung data yang
sedikit dibanding dengan pemberian secara oral. Diantaranya terdapat kasus
berupa perbaikan fungsi pendengaran meskipun terapi inisiasi diberikan setelah 6
minggu atau lebih. Beberapa laporan menyatakan bahwa injeksi steroid
intratimpanikal dapat dijadikan terapi penyelamatan untuk pasien yang tidak
membaik setelah diberi terapi oral, walaupun bukti yang mendukung sangat
sedikit. Terapi intratimpanikal jauh lebih mahal dibanding terapi oral, dengan
biaya lebih dari $2000.
Terapi yang Lain
Percobaan yang dilakukan secara random yang membandingkan terapi
kortikosteroid dengan terapi kortikosteroid ditambah antiviral untuk terapi tuli
sensori mendadak tidak dapat membuktikan bahwa penambahan antiviral dapat
memberi manfaat, begitu juga placebo. Pengobatan lain seperti dengan volume
ekspander, antikoagulan, vasodilatator inhalan, obat herbal, O2 hiperbarik telah
diusulkan. Namun hal tersebut tidak memiliki bukti klinis yang kuat. Sebuah studi
retrospektif observasional dari 112 pasien dengan tuli sensori mendadak yang
diterapi menggunakan kortikosteroid dosis tinggi (bolus i.v. 600 mg ataupun
1200mg hidrokortison) dengan dosis tappering off menunjukkan hasil signifikan
pemulihan dari grup yang diberi dosis lebih tinggi, namun data tersebut masih
kurang untuk dijadikan bukti ilmiah.
Ada beberapa anjuran bagi pasien dengan tuli sensori monoaural untuk
mengurangi risiko serupa pada telinga yang masih baik. Pertama, dilarang untuk
melakukan penyelaman karena berisisko terjadinya cidera telinga seperti ruptur
membran timpani (terjadi pada 5,9% dari 709 penyelam) serta cacat permanen
seperti tuli, tinitus, dan gangguan keseimbangan (2,3% dari 709 penyelam).
Pasien dengan riwayat perforasi membran timpani juga harus berhati-hati
walaupun membran timpani sudah menutup sempurna, karena lebih rentan terjadi
penurunan pendengaran atau gangguan telinga lainnya. Kedua, melindungi telinga
dari kebisingan. Trauma akustik bisa timbul karena paparan suara musik yang
keras atau suara bising mesin atau alat kebun. Penyumbat telinga atau penutup
telinga yang dirancang untuk melindungi dari kebisingan sudah tersedia secara
luas, murah, dan sangat efektif bila digunakan dengan benar. Terakhir, penilaian
fungsi pendengaran harus dilakukan segera (yaitu sekitar 24 jam setelah timbul
gejala) untuk menilai fungsi telinga yang masih baik.

5
Prognosis
Meskipun tidak didukung bukti data yang kuat, ada kekhawatiran bahwa orang-
orang yang memiliki riwayat tuli sensori mendadak mungkin memiliki risiko
tinggi terjadi gangguan fungsi pendengaran yang berkaitan dengan usia di masa
depan. Penelitian cohort baru-baru ini mengatakan bahwa pasien dengan riwayat
tuli sensori mendadak lebih berisiko terkena stroke dari pada pasien dengan
riwayat apendectomy, walaupun hal ini belum bisa dikonfirmasi kebenarannya.
Pasien yang tidak mengalami perbaikan fungsi pendengaran secara permanen
tidak dapat melokalisir sumber bunyi. Pasien ini memiliki kemampuan yang
buruk pada keadaan bising yang tinggi, suara akustik yang lemah, pembicaraan
banyak orang (multiple talkers), atau berdialog dengan orang yang memiliki logat
asing. Pada keadaan ini dapat dipasangkan alat untuk menerima gelombang bunyi
oleh telinga yang sakit dan akan di hantarkan ke telinga yang baik. Penggunaan
alat bantu dengan konvensional tidak begitu membantu bila telinga kontralateral
normal. Namun penggunaannya pada salah satu atau kedua telinga akan
bermanfaat bila telinga kontralateral tidak normal.
Hal yang umumnya disarankan bagi pasien dengan tuli sensori mendadak adalah
melakukan kembali pemeriksaan audiogram setelah satu tahun (misalnya pada 2
bulan, 6 bulan, atau 12 bulan setelah gejala penurunan fungsi pendengaran
dirasakan) guna memantau pemulihan, membantu rehabilitasi pendengaran
(terutama untuk memasang alat bantu dengar), dan memonitor tanda-tanda adanya
kekambuhan pada telinga yang memiliki riwayat atau menilai adanya gangguan
pendengaran pada telinga kontralateral, yang dapat digunakan untuk
mempertimbangkan adanya penyakit lain (misalnya, penyakit Meniere atau
penyakit autoimun) yang mungkin telah salah diagnosis sebagai tuli sensori
mendadak. Khususnya pada pasien dengan tuli pendengaran pada frekuensi
rendah, hilangnya fungs pendengaran secara tiba-tiba mungkin merupakan
manifestasi awal dari penyakit Meniere. Jika memang demikian, kelainan
pendengaran lebih lanjut dan serangan vertigo biasanya muncul setelah 3 tahun.
Penyakit Meniere juga telah dilaporkan terjadi sebagai hasil akhir dari kasus tuli
sensori mendadak (4% - 8% kasus) yaitu 1 tahun setelah gejala awal muncul.
HAL YANG BELUM PASTI
Penyebab tuli sensori mendadak belum dapat dipastikan, sebagaimana belum
pastinya letak kerusakan pada telinga dalam. Terapi paling umum digunakan
untuk tuli sensori mendadak adalah kortikosteroid oral, walaupun data yang
mendukung masih sedikit. Begitu pula penggunaan injeksi steroid intratimpanikal
sebagai terapi primer atau terapi untuk pasien yang tidak ada pemulihan setelah
diberai terapi inisiasi pada tuli sensori mendadak, belum ada bukti kuat.
Percobaan klinis yang disponsori oleh National Institute of Health yang
membandingkan terapi oral dengan intratimpanikal kortikosteroid masih sedang

6
dilakukan. Percobaan yang dilakukan secara random juga diperlukan untuk
menilai berbagai rejimen kortikosteroid lain dan untuk mengevaluasi perawatan
selain kortikosteroid.
GUIDELINE/PEDOMAN
Belum ada pedoman yang diterbitkan yang dapat digunakan untuk evaluasi dan
manajemen pada kasus tuli sensori mendadak.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Seorang wanita yang digambarkan pada kasus di awal dengan salah satu telinga
yang terasa penuh harus segera dievaluasi untuk memstikan kemungkinan adanya
tuli sensori mendadak. Tuli sensori mendadak menurut ahli otolaringologi adalah
suatu kegawatdaruratan mengingat bahwa pemulihan akan sulit bila terapi
terlambat dilakukan. Gangguan pendengaran dapat dinilai melalui telepon
(misalnya, dengan meminta pasien untuk memindahkan ponsel dari telinga ke
telinga untuk perbandingan). Jika pendengaran berkurang, pasien diminta untuk
mendengung dan melaporkan di telinga sebelah mana suara terdengar lebih keras;
meskipun tes ini tidak sempurna, suara biasanya terdengar keras pada telinga tuli
konduksi atau terdengar lebih pelan pada telinga dengan tuli sensori. Pemeriksaan
audiogram lengkap diindikasikan jika ada kecurigaan gangguan pendengaran
sensorineural. Jika hasil pemeriksaan audiogram didapatkan hasil tuli sensori
unilateral, maka diperlukan pemeriksaan MRI dengan gadolinium untuk
menyingkirkan kelainan retrocochlear, seperti penyakit demielinasi, neoplasma,
atau stroke. Dengan tidak ditemukannya hal tersebut, maka diagnosisnya adalah
suspek tuli sensori mendadak, pengobatan tidak harus menunggu hasil foto
radiologi.
Meskipun data pendukung yang terbatas, terapi kortikosteroid adalah standar
untuk penatalaksanaan tuli sensori mendadak, hasil suatu penelitian menunjukkan
bahwa pemberian kortikosteroid dapat meningkatkan atau memulihkan
pendengaran, selain itu dikarenakan tidak adanya terapi efektif lain. Injeksi
kortikosteroid Intratimpanikal mungkin bisa menjadi terapi alternatif, terutama
untuk pasien yang berisiko mengalami komplikasi bila diberi terapi oral,
meskipun bukti untuk mendukung strategi ini bahkan lebih terbatas.
Bila tuli sensori mendadak telah menyebabkan kerusakan pada satu telinga, sangat
penting untuk melindungi telinga yang masih baik dari tekanan yang berlebihan
(misalnya menyelam, harus dihindari) atau paparan kebisingan. Terjadinya
penurunan pendengaran, tinitus, nyeri, atau keluar cairan pada telinga yang baik
mengharusnya dilakukan pemeriksaan telinga sesegera mungkin.

7
REFERENSI
1. Byl FM Jr. Sudden hearing loss: eight years experience and suggested
prognostic table. Laryngoscope 1984;94:647-61.
2. Simmons FB. Sudden idiopathic sensorineural hearing loss: some
observations.Laryngoscope 1973;83:1221-7.
3. Shaia FT, Sheehy JL. Sudden sensorineural hearing impairment: a report
of 1,220 cases. Laryngoscope 1976;86:389-98.
4. Mattox DE, Simmons FB. Natural history of sudden sensorineural hearing
loss. Ann Otol Rhinol Laryngol 1977;86:463-80.
5. Fetterman BL, Saunders JE, Luxford WM. Prognosis and treatment of
sudden sensorineural hearing loss. Am J Otol 1996;17:529-36.
6. Megighian D, Bolzan M, Barion U, Nicolai P. Epidemiological
considerations in sudden hearing loss: a study of 183 cases. Arch
Otorhinolaryngol 1986;243:250-3.
7. Alexiou C, Arnold W, Fauser C, et al. Sudden sensorineural hearing loss:
does application of glucocorticoids make sense? Arch Otolaryngol Head
Neck Surg 2001; 127:253-8.
8. Kallinen J, Laurikainen E, Laippala P, Grnman R. Sudden deafness: a
comparison of anticoagulant therapy and carbogen inhalation therapy. Ann
Otol Rhinol Laryngol 1997;106:22-6.
9. Nakashima T, Itoh A, Misawa H, Ohno Y. Clinicoepidemiologic features
of sudden deafness diagnosed and treated at
10. university hospitals in Japan. Otolaryngol Head Neck Surg 2000;123:593-
7.
11. Yanagita N, Nakashima T, Ohno Y, Kanzaki J, Shitara T. Estimated annual
number of patients treated for sensorineural hearing loss in Japan: results
of a nationwide epidemiological survey in 1987. Acta Otolaryngol Suppl
1994;514:9-13.
12. Minoda R, Masuyama K, Habu K, Yumoto E. Initial steroid hormone dose
in the treatment of idiopathic sudden deafness. Am J Otol 2000;21:819-25.
13. Wilson WR, Byl FM, Laird N. The efficacy of steroids in the treatment of
idiopathic sudden hearing loss: a doubleblind clinical study. Arch
Otolaryngol 1980;106:772-6.
14. Hughes GB, Freedman MA, Haberkamp TJ, Guay ME. Sudden
sensorineural hearing loss. Otolaryngol Clin North Am 1996; 29:393-405.
15. Jaffe BF. Sudden deafness: an otologic emergency. Arch Otolaryngol
1967;86:55- 60.
16. Cinamon U, Bendet E, Kronenberg J. Steroids, carbogen or placebo for
sudden hearing loss: a prospective double-blind study. Eur Arch
Otorhinolaryngol 2001; 258:477-80.
17. Wei BPC, Mubiru S, OLeary S. Steroids for idiopathic sudden
sensorineural hearing loss. Cochrane Database Syst Rev
2006;1:CD003998.
18. Conlin AE, Parnes LS. Treatment of sudden sensorineural hearing loss: I.
A systematic review. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2007;133:573 81.

8
19. Idem. Treatment of sudden sensorineural hearing loss. II. A meta-analysis.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2007;133: 582-6.
20. Westerlaken BO, de Kleine E, van der Laan B, Albers F. The treatment of
idiopathic sudden sensorineural hearing loss using pulse therapy: a
prospective, randomized, double-blind clinical trial. Laryngoscope
2007;117:684-90.
21. Parnes LS, Sun AH, Freeman DJ. Corticosteroid pharmacokinetics in the
inner ear fluids: an animal study followed by clinical application.
Laryngoscope 1999; 109:1-17.
22. Taylor DM, OToole KS, Ryan CM. Experienced scuba divers in Australia
and the United States suffer considerable injury and morbidity. Wilderness
Environ Med 2003;14:83-8.
23. Lefebvre PP, Staecker H. Steroid perfusion of the inner ear for sudden
sensorineural hearing loss after failure of conventional therapy: a pilot
study. Acta Otolaryngol 2002;122:698-702.
24. Gianoli GJ, Li JC. Transtympanic steroids for treatment of sudden hearing
loss. Otolaryngol Head Neck Surg 2001; 125:142-6.
25. Banerjee A, Parnes LS. Intratympanic corticosteroids for sudden idiopathic
sensorineural hearing loss. Otol Neurotol 2005;26:878-81.
26. Fitzgerald DC, McGuire JF. Intratympanic steroids for idiopathic sudden
sensorineural hearing loss. Ann Otol Rhinol Laryngol 2007;116:253-6.
27. Ho HG, Lin HC, Shu MT, Yang CC, Tsai HT. Effectiveness of
intratympanic dexamethasone injection in sudden-deafness patients as
salvage treatment. Laryngoscope 2004;114:1184-9.
28. Herr BD, Marzo SJ. Intratympanic steroid perfusion for refractory sudden
sensorineural hearing loss. Otolaryngol Head Neck Surg 2005;132:527 31.
29. Choung YH, Park K, Shin YR, Cho MJ. Intratympanic dexamethasone
injection for refractory sudden sensorineural hearing loss. Laryngoscope
2006;116:747-52.
30. Haynes DS, OMalley M, Cohen S, Watford K, Labadie RF. Intratympanic
dexamethasone for sudden sensorineural hearing loss after failure of
systemic therapy. Laryngoscope 2007;117:3-15.
31. Stokroos RJ, Albers FW, Tenvergert EM. Antiviral treatment of idiopathic
sudden sensorineural hearing loss: a prospective, randomized, double-
blind clinical trial. Acta Otolaryngol 1998;118:488-95.
32. Tucci DL, Farmer JC Jr, Kitch RD, Witsell DL. Treatment of sudden
sensorineural hearing loss with systemic steroids and valacyclovir. Otol
Neurotol 2002;23:301-8.
33. Westerlaken BO, Stokroos RJ, Dhooge IJ, Wit HP, Albers FW. Treatment
of idiopathic sudden sensorineural hearing loss with antiviral therapy: a
prospective, randomized, double-blind clinical trial. Ann Otol Rhinol
Laryngol 2003;112:993-1000.
34. Aoki D, Takegoshi H, Kikuchi S. Evaluation of super-high-dose steroid
therapy for sudden sensorineural hearing loss. Otolaryngol Head Neck
Surg 2006;134: 783-7.

9
35. Kopke RD, Hoffer ME, Wester D, OLeary MJ, Jackson RL. Targeted
topical steroid therapy in sudden sensorineural hearing loss. Otol Neurotol
2001;22:475-9.
36. Lin HC, Chao PZ, Lee HC. Sudden sensorineural hearing loss increases
the risk of stroke: a 5-year follow-up study. Stroke (in press).
37. Hallberg OE. Sudden deafness of obscure origin. Laryngoscope
1956;66:1237-67.

10

Anda mungkin juga menyukai