Di Indonesia transisi epidemiologi menyebabkan terjadinya pergeseran
pola penyakit yang dulunya lebih disebabkan oleh penyakit infeksi atau penyakit menular sekarang lebih sering disebabkan oleh penyakit yang sifatnya kronis atau tidak menular dan penyakit-penyakit degeneratif (Suiraoka, 2012). Menurut World Health Organisation (WHO), hingga saat ini penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir 17 juta orang di seluruh dunia. Jumlah ini menempatkan penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian terbesar di dunia (KMK No. 264, 2010). Meningkatnya kemajuan ekonomi mempengaruhi pola hidup masyarakat yang cenderung mengadopsi pola hidup yang kurang sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nursanyoto, dkk (1991) menyatakan telah terjadi pergeseran pola konsumsi sumber energi dari karbohidrat ke lemak sehingga dapat memberikan konstribusi yang cepat untuk menimbulkan hiperkolesterolemia (Suiraoka, 2012). Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana terdapat kelebihan kolesterol didalam darah (Dorland, 2000) dan dianggap sebagai faktor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis (Kumar, 2007). Diet tinggi kolesterol juga berpotensi sebagai sumber radikal bebas yang dapat meningkatkan stres oksidatif pada berbagai jaringan, yang banyak timbul pada berbagai penyakit degeneratif (Chen et al, 2009). Kelebihan produksi dari spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, ROS), memiliki efek merusak pada pada tingkat seluler termasuk kerusakan DNA oksidatif (oxidative DNA damage) yang menyebabkan mutasi berupa oksidasi protein dan lipid yang menyebabkan kematian sel (Kampkotter et al, 2008). Paparan radikal bebas yang mengenai pembuluh darah meyebabkan lemak darah teroksidasi. Lemak yang teroksidasi khususnya Low Density Lipoprotein (LDL) akan merusak dinding pembuluh darah sehingga terjadi peradangan pada jaringan endotel dan memicu terjadinya stress oksidatif (Lingga, 2012). Low Density Lipoprotein adalah adalah lipoprotein yang mengandung 60-70% kolesterol ester. Kolesterol dan ester yang terdapat dalam LDL mengandung ikatan tidak jenuh yang sangat rentan terhadap reaksi peroksidasi oleh radikal bebas. Proses oksidasi ini dikenal dengan perokidasi lipid (Yuan&Brunk, 1998). Pada umumnya semua sel memiliki sejumlah mekanisme untuk menangkal atau melindungi diri terhadap kerusakan akibat pembentukan spesies oksigen reaktif yang secara alami terjadi tiada henti karena didalam sel terdapat enzim khusus yang mampu melawannya (Winarsi H, 2007). Superoksida dismutase (SOD) mengeluarkan radikal bebas superoksida, sedangkan katalase dan Glutathione Peroxidase (Gpx) mengeluarkan hydrogen peroksida dan peroksida lemak (Lingga, 2012). Hidrogen peroksida, setelah terbentuk juga harus dikeluarkan untuk mencegah pembentukan radikal hidroksil. Rute utama untuk melaksanakan hal tersebut melibatkan dekomposisi hydrogen peroksida menjadi air oleh katalase dan Gpx (Marks, 2012). Penggunaan senyawa antioksidan, baik dalam bentuk olahan makanan, minuman dalam kemasan maupun suplemen kesehatan kini telah banyak dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat perkotaan, karena dianggap banyak memiliki manfaat baik untuk kesehatan dan kecantikan. Untuk memenuhi hal tersebut perlu dilakukan pencarian senyawa antioksidan alami yang baru dengan memanfaatkan sumber daya alam laut yang sangat melimpah di Indonesia, salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut (seaweeds) secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhopdophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Zat kimia yang terkandung dalam alga merah adalah agar, karaginan, alginat, dan pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin (Nafed, 2011). Selain itu alga merah juga memiliki kandungan dietary fiber yang bermanfaat sebagai antioksidan, anti kanker,metabolisme lipid dan menurunkan tekanan darah (Zatnika, 2007). Rumput laut Eucheuma cottonii (Rhodophyceae) telah banyak dimanfaatkan masyarakat pesisir sebagai sayuran. Di Indonesia seluruh produksinya berasal dari budidaya, antara lain dikembangkan di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi dan Maluku (DKP, 2006). Eucheuma cottonii memiliki pigmen berupa klorofil a, fikosianin, fikoeritin, dan karoten (Aslan, 1998). Karoten merupakan salah satu golongan senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh (Lingga, 2012). Namun hingga saat ini belum ada laporan mengenai pengaruh konsumsi Eucheuma Cottonii terhadap status oksidatif seperti pengaruhnya terhadap aktivitas enzim katalase dan enzim antioksidan lainnya. . Rumusan Masalah Apakah pemberian ekstrak Eucheuma cotonii meningkatkan aktivitas enzim katalase pada tikus yang diberi diet tinggi lemak?
. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak Eucheuma Cottonii meningkatkan aktivitas enzim katalase pada tikus yang diberi diet tinggi lemak
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini sebagai dasar teoritis terhadap penelitian tentang pengaruh ekstrak Eucheuma cotonii pada aktivitas antioksidan enzim katalase. 1.4.2. Manfaat Praktis Hasil penlitian ini dapat digunakan sebagai dasar ilmiah untuk pengolahan pembuatan bahan pangan berbahan dasar Eucheuma cotonii pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi diet tinggi lemak