Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

BATU PYELUM RENAL DEXTRA

Oleh:
Yogi Saputra Rosadi, S.Ked
04114708082

Pembimbing:
dr. Arizal Agoes, SpB, SpU

BAGIAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOH. HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN

1
Presentasi Kasus yang Berjudul:

BATU PYELUM RENAL DEXTRA

Oleh
Yogi Saputra Rosadi, S.Ked
04114708082

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Juli
2013 23 September 2013.

Palembang,
September 2013
Pembimbing,

dr.
Arizal Agoes, SpB, SpU

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I LAPORAN KASUS ...............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
BAB III ANALISIS KASUS............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

BAB I

3
LAPORAN KASUS

I.1 Identifikasi
Nama : Tn. B
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Penukul
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
MRS : 12 Juni 2013
No. RM/Reg. : 728225

I.2 Anamnesis (autoanamnesis tanggal 20 Agustus 2013)


Keluhan Utama:
Nyeri dipinggang kanan yang dirasakan hilang timbul sejak 1
tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri pinggang
kanan dan nyeri dirasakan hilang timbul. Saat ini nyeri dirasakan oleh
pasien cenderung menetap. Nyeri dirasakan menyebar ke bokong kanan.
Keluhan nyeri saat BAK disangkal. Keluhan pancaran miksi kadang
terhenti kemudian lancar kembali dan sensasi tidak puas setelah miksi
disangkal. Keluhan urin berwarna merah disangkal, dan keluhan BAK
batu atau berpasir disangkal. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal.
Keluhan saat BAB Disangkal. Pasien lalu berobat ke RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat mengalami penyakit yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat trauma di pinggang kanan disangkal
Riwayat infeksi saluran kemih berulang disangkal

4
Riwayat menggunakan kateter uretra dalam penggunaan jangka
panjang disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus disangkal
Riwayat sering minum air dalam jumlah yang sedikit (+), dan
mulai minum banyak air setelah muncul keluhan
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam anggota keluarga
disangkal

Riwayat kebiasaan
Makan : 2 - 3x sehari
Minum air putih : 5 - 6 gelas/hari
Minum teh :(-)
Minum kopi : ( + ), 1 2 gelas sehari
Alkohol :(-)
Merokok : ( + ), 2 3 batang sehari
BAK : 5-6x/hari

I.3 Pemeriksaan Fisik (20 Agustus 2013)


Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 76x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
Kulit : Tidak ada kelainan
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP 5-2 cm H2O
Dada : Tidak ada kelainan
Paru-paru : Tidak ada kelainan
Jantung : Tidak ada kelainan

5
Abdomen : Tidak ada kelainan
Hati : Tidak ada kelainan
Limpa : Tidak ada kelainan
Genitalia : Lihat status lokalis
Anal : Tidak ada kelainan
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio CVA
Kanan
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Massa (-),ballotement (-)
Perkusi : Nyeri ketok (+)
Kiri
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Massa (-), ballotement (-)

Regio supra pubis


Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-)

Rectal Toucher :
TSA baik
Mukosa licin
Prostat tidak teraba, feses (-), darah (-)

I.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Tanggal: 26 Juni 2013
- Hb : 12,2 gr/dl (N: 14-18 g/dl)
- Ht : 43 vol% (N: 40-48 vol%)
- Leukosit : 7.600/mm3 (N: 5.000-10.000/mm3)
- Trombosit : 277.000/mm3 (N: 150.000-450.000/mm3)
- BSS : 81 mg/dl (N: <200 mg/dl)

6
- Ureum : 25 mg/dl (N: 15-39 mg/dl)
- Creatinin : 0,96 mg/dl (N: 0,9-1,3 mg/dl)
- Na : 136 mmol/l (N: 135-155 mmol/l)
- K : 4,5 mmol/l (N: 3,5-4,5 mmol/l)

Urinalisa
- Sel epitel : (-)/LPB
- Leukosit : 3 - 6/ LPB (N: 0-5/LPB)
- Eritrosit : 60 - 83/LPB (N: 0-1/LPB)
- Silinder : (-) (N: -)
- Kristal : (-) (N: -)
- Bakteri : (+) (N: -)
- Muccus : (-) (N: -)
- Jamur : (-) (N: -)

USG

Tidak ada pembesaran


prostat
Accoustic shadow: batu
pada pielum dextra (+)

BNO

7
Gambaran radioopak + 1,8cm yang terletak disisi kanan diantara L1 L2

IVP

8
- Eksresi renal normal
- Tampak bayangan Radioopaque di pielum renal dextra

I.5 Diagnosis Kerja


Batu pieulum renal dextra

I.6 Penatalaksanaan
Pyelolithotomi dextra

I.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

10
A. BATU PIELUM

1. Definisi2,6
Batu pielum adalah penyumbatan saluran kemih pada pielum oleh
batu. Batu yang terjebak di pielum menyebabkan nyeri yang dapat hilang
timbul (kolik), muncul dipinggang, ataupun nyeri nonkolik dan dapat
menyebar ke bokong, paha, abdomen dan daerah genitalia.

2. Epidemiologi6

Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak di bidang


urologi setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Batu bisa terdapat di
ginjal, ureter, buli-buli maupun uretra.
Penelitian yang dilakukan diluar negeri dari negara-negara Barat
lain menunjukkan bahwa batu ginjal jarang terjadi sebelum usia 20 tahun,
insiden meningkat antara usia 20 dan 30 tahun dan kemudian tetap relatif
konstan sampai usia 70 tahun, setelahnya insiden mengalami penurunan
kembali. Perkiraan kejadian batu ginjal pertama antara usia 30 dan 70
Tahun bervariasi antara sekitar 100 - 300/100.000/tahun pada pria dan 50 -
100/100.000/tahun pada wanita. Secara keseluruhan, prevalensi batu ginjal
adalah sekitar 6 - 9% pada pria dan 3 - 4% pada wanita dan ini tampaknya
mengalami peningkatan.4
Di Amerika Serikat, 5-10% dari populasi menderita penyakit ini,
sedangkan rata-rata di seluruh dunia 1 - 12% dari populasi keseluruhan
menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit utama
di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan BPH.5

3. Etiologi dan patogenesis2,6,7


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Ada beberapa beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih. Faktor-faktor tersebut adalah :
Faktor intrinsik meliputi:

11
Herediter (keturunan)
Usia: paling sering didapatkan pada usia 30 50 tahun
Jenis kelamin yaitu jumlah laki-laki dan perempuan 3 : 1.
Faktor ekstrinsik meliputi:
Geografi
Iklim dan temperatur
Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
Diet: diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktivitas.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah
timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli buli. Batu yang
ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan
yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi
keradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa
hidroureter atau hidronefrosis
.
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi
dari elemen-elemen yang secara normal berada dalam air kemih. Batu ureter
seringkali berasal dari batu daerah ginjal yang bergulir ke bawah dan
tertahan di ureter, normalnya batu yang ukurannya yang tidak terlalu besar
akan didorong oleh peristaltik otot-otot pelvicalices dan turun ke ureter akan
melalui ureter menuju vesica urinaria menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik

12
ureter akan mencoba mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu
yang ukurannya kurang dari 5 mm akan dapat keluar secara spontan
sedangkan yang lebih besar dapat mengakibatkan keradangan serta
menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter dan hidronefrosis. Jika
batu disertai dengan adanya infeksi sekunder maka akan menimbulkan
urosepsis, pyonefrosis, abses ginjal, abses paranefrik, abses perinefrik,
pielonefritis, serta timbul kerusakan ginjal bahkan gagal ginjal permanen
bila sudah lanjut.
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine
(stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli buli.
Teori pembentukan batu:
a. Teori inti (nukleus)
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut
tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urin jika tidak
ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk
inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar
untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh
suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut di
dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih.
b. Teori matrix
Matrix organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin
memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi
Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadi kristalisasi,
konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi. Ion magnesium (Mg2+) dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat akan
membentuk garam magnesiun oksalat sehingga jumlah oksalat yang

13
akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) membentuk kalsium oksalat
menurun.
Komposisi Batu:
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat dan kalsium fosfat (75%), magnesium-amonium-fosfat (MAP)
15%, asam urat (7%), sistin (2%) dan lainnya (silikat, xanthin) 1%.
a. Batu Kalsium
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat atau campuran kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya batu
kalsium adalah:
Hiperkalsiuri
Kadar kalsium dalam urin >250-300 mg/24 jam. Penyebab
terjadinya hiperkalsiuri antara lain:
o Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.
o Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
o Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan
resorpsi tulang.
Hiperoksaluri
Ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari. Keadaan
ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada
usus setelah menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, seperti: teh, kopi,
soft drink, kokoa, arbei, sayuran berwarna hijau terutama bayam

Hipositraturia
Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat
atau fosfat.
Hipomagnesuria
Di dalam urin, magnesium bereaksi dengan oksalat atau
fosfat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat.

b. Batu Struvit (batu infeksi)

14
Terbentuknya batu ini karena ada infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea (Proteus,
Klebsiellla, Pseudomonas, Stafilokokus) yang dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urin menjadi suasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, sehingga memudahkan membentuk
batu MAP.
c. Batu Asam Urat
Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien
penyakit gout, mieloproliferatif, terapi antikanker, dll. Sumber asam
urat berasal dari diet yang mengandung purin. Faktor yang
menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah urin yang terlalu
asam, dehidrasi dan hiperurikosuri.
d. Batu Sistin, Xanthin dan Silikat
Kebanyakan terjadinya batu buli pada laki-laki usia tua didahului
oleh BPH. BPH menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula dan divertikel buli-buli. Pada saat buli-buli berkontraksi untuk
miksi, divertikel tidak ikut berkontraksi, sehingga akan ada stasis urin
di dalam divertikel yang lama kelamaan mengalami supersaturasi dan
dapat membentuk batu
4. Manifestasi klinis

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau


letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa
berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga
terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

15
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang
hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini
merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya
ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari
timbulnya urosepsi dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan
pemberian antibiotika.
Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat
tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine dapat menunjukkan adanya: leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan
kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang
diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain
kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di
dalam urine).

5. Pemeriksaan penunjang

BNO
Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-
opasitas beberapa jenis batu saluran kemih:

Jenis batu Radioopasitas


Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak

IVP

16
Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak
terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi
divertikel, indentasi prostat.
USG
Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow) berupa
bayangan hiperekoik dengan reflektif yang tinggi disertai gambaran
bayangan di belakang batu yang khas disebut acoustic shadow;
hidronefrosis dan pembesaran prostat.

6. Penatalaksanaan2,8,9
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah telah menimbulkan: obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran
kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu
yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan
dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau
pembedahan terbuka
6.1 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya
kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Tindakan atau Terapi untuk Pencegahan Timbulnya Kembali Batu
Saluran Kemih

17
6.2 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan
tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan
batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
6.3 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

18
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Prose
pemecahanan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan enersi laser.
Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
6.3.1 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
PNL yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu mencadi fragmen-fragmen kecil.
6.3.2. Ureteroskopiatau uretero-renoskopi:
Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
6.4 Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,
atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.

7. Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya

19
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa: (1) menghindari dehidrasi
dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter
per hari, (2) diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk
batu, (3) aktivitas harian yang cukup, dan (4) pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah: (1) rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam, (2) rendah
oksalat, (3) rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri, dan (4) rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan
kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri absorbtif tipe II.

BAB III
ANALISIS KASUS

Tn. B, pria berusia 28 tahun, bekerja sebagai seorang petani, datang


berobat ke Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan
sakit di pinggang kanan.
Dari anamnesis, didapatkan keluhan berupa rasa nyeri menyebar ke
bokong kanan. Rasa sakit ini dirasakana hilang timbul tetapi cenderung untuk
menetap. Tidak ada nyeri saat berkemih. Pancaran miksi kadang terhenti
kemudian lancar kembali dan sensasi tidak puas setelah miksi disangkal. Tidak
ada darah dalam urin, dan keluhan BAK batu atau berpasir disangkal. Keluhan
demam, mual dan muntah disangkal. Keluhan saat BAB Disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan pada regio setempat mengungkapkan
ada rasa sakit pada perkusi di daerah CVA kanan.

20
Dari pemeriksaan laboratorium, tidak ada peningkatan leukosit. Dari
pemeriksaan BNO, ada penampilan radioopaque di tingkat L2 - L3 , ukuran 1,8
cm sekitar. Dari pemeriksaan USG, tidak ada kelainan pada prostat dan ada batu
di ginjal kanan.
Dari anamnesis, keluhan utama pasien dapat merujuk pada banyak
penyakit. Rasa sakit terasa di bagian pinggang kanan. Ini berarti bahwa rasa sakit
dapat disebabkan oleh masalah ginjal, penyakit punggung, masalah sistem
pencernaan. Tidak ada riwayat trauma dapat menyingkirkan penyakit pada tulang
belakang dan tidak ada kelainan pada buang air besar, mual dan muntah disangkal
dapat menyingkirkan masalah pada sistem pencernaan. Deskripsi rasa sakit dari
anamnesis berarti rasa sakit yang penyebab utama terletak pada ginjal. Jadi, rasa
sakit yang disebabkan oleh masalah pada ginjal ginjal. Hal ini dapat berupa batu
ginjal, pyeloneprhitis, gangguan ginjal polikistik, abses, infark ginjal dan tumor .
Berdasarkan penyakit sebelumnya, pasien tidak mengalami gejala saluran
kemih bawah (LUT). Ini berarti bahwa gejala timbul dari ginjal atau ureter .
Dari pemeriksaan fisik, tidak ada kelainan pada kecuali rasa sakit pada
perkusi di daerah CVA. Dari laboratorium, ada sedikit penurunan hemoglobin,
karena adanya iritsasi kronik pada dinding ginjal dengan batu dan menyebabkan
hematuria. Hasil urinalisa membuktikan adanya hematuria dengan ditemukannya
kadar eritrosit yang tinggi. Pada pemeriksaan BNO IVP dan USG didapatkan pada
pasien ini berupa diagnosis sebagai batu pyelum. Faktor risiko pada pasien ini
adalah kebiasaan sedikit minum air yang dapat mempertinggi risiko batu ginjal.
Pengobatan untuk pasien ini adalah pyelolithotomy. Prognosis Quo Vitam
bonam dan quo functionam prognosis bonam.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesian Urological Association. 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH


di Indonesia. Diunduh dari www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf

2. Purnomo, BB. 2009. Dasar dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
3. AUA practice guidelines committee. 2003. AUA guideline on management
of benign prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment
recommendations. J Urol 170: 530-547, 2003
4. Kirby. Management of benign prostatic hyperplasia (BPH) in a primary
care setting. Diunduh dari: www.urohealth.org/
5. Amalia, Rizki. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadimya Pembesaran Prostat
Jinak. Universitas Diponegoro.
6. Tanagho, Emil et al. Smiths General Urology, sixteen edition. New York:
McGraw Hill Publising Company.
7. University of California. Urinary Stone disease. 2006. Diunduh dari:
http://urology.ucsf.edu.
8. McLatchie, Greg; Borley, Neil; Chikwe, Joanna. Oxford Handbook of
Clinical Surgery, 3rd edition. Oxford University Press. 2007.

22
9. Urolithiasis, Ureteral Calculus.2007. Diunduh dari:
http://www.learningradiology.com

23

Anda mungkin juga menyukai