Anda di halaman 1dari 22

NATIONAL YOUTH CONVENTION, TGL.

29 JULI
1998
YOUTH CULTURE TOWARD THE 21st CENTURY
PDT. JOSHUA LIE, S.Th.

I Samuel 15 34-35; 16:1-3, 11, 7

34) Kemudian Samuel pergi ke Rama, tetapi Saul


pergi ke rumahnya, di
Gibea-Saul.
35) Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul
lagi, tetapi Samuel
berduka cita karena Saul. Dan Tuhan menyesal,
karena Ia menjadikan Saul
raja atas Israel.
1) Berfirmanlah Tuhan kepada Samuel, "Berapa
lama lagi engkau berduka
cita karena Saul? Bukankah ia telah Ku-tolak sebagai
raja atas Israel?
Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan
pergilah. Aku mengutus engkau
kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara
anak-anaknya telah
Ku-pilih seorang raja bagi-Ku."
2) Tetapi Samuel berkata, "Bagaimana mungkin aku
pergi? Jika Saul
mendengarnya, ia akan membunuh aku." Firman
Tuhan, "Bawalah seekor
lembu muda dan katakan: Aku datang untuk
mempersembahkan korban kepada
Tuhan."
3) Kemudian undanglah Isai ke upacara
pengorbanan itu, lalu Aku akan
memberitahukan kepadamu apa yang harus kau
perbuat. Urapilah bagi-Ku
orang yang akan Ku-sebut kepadamu."
11) Lalu Samuel berkata kepada Isai, "Inikah
anakmu semuanya?"
Jawabnya, "Masih tinggal yang bungsu, tetapi
sedang menggembalakan
kambing domba." Kata Samuel kepada Isai,
"Suruhlah memanggil dia, sebab kita
tidak akan duduk makan, sebelum ia datang
kemari."
7) Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel,
"Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang
tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang
dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat
apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati."

Masa Transisi
Di dalam sepanjang yang Alkitab nyatakan kepada
kita, beberapa kali Tuhan memimpin umat Israel
melalui masa yang boleh disebut sebagai masa
transisi. Masa transisi adalah suatu masa yang sukar,
masa yang memerlukan kesungguhan hati untuk
melaluinya, Masa transisi adalah masa dimana kita
perlu memahami kehendak Tuhan, sehingga kita
tidak sekedar diarahkan oleh masa dan jaman itu,
tetapi kita boleh dipakai Tuhan untuk memimpin
dalam masa transisi itu menuju ke tempat yang
Tuhan kehendaki.

Transisi Pertama
Di dalam perjalanan sejarahnya, umat Israel berasal
dari satu keluarga (Abraham) yang
kemudian mau dipimpin oleh Tuhan menjadi satu
bangsa yang besar. Ini satu masa transisi yang tidak
mudah. Bagaimana mungkin dari satu keluarga yang
berpindah-pindah (nomaden), Tuhan pimpin untuk
menjadi satu bangsa? Maka Tuhan Allah
membangkitkan seorang yang bernama Yusuf untuk
memimpin transisi yang sukar ini. Tuhan memimpin
Yusuf untuk pergi terlebih dahulu ke Mesir. Di Mesir,
Yusuf dipakai Tuhan menjadi seorang yang penting.
Maka lahirlah satu bangsa, Israel, yang dalam
kelahirannya ini boleh kita pakai istilah "dari dalam
rahim negara Mesir".
Dari satu keluarga, sebelum dilahirkan menjadi satu
bangsa, perlu dipelihara, dikandung terlebih dahulu.
Dalam proses itu, Tuhan Allah memakai seorang
yang bernama Yusuf untuk memimpin masa yang
sukar itu. Yusuf dibentuk Tuhan, dari seorang anak
yang dicintai ayahnya, menuju ke penjara, kepada
hidup yang tidak berpengharapan, sampai akhirnya
dipakai Tuhan di negara yang besar pada waktu itu,
yaitu Mesir. Inilah transisi pertama.

Transisi Kedua.
Setelah Israel menjadi satu bangsa, maka Israel
dipersiapkan Tuhan untuk menjadi satu kingdom
atau kerajaan. Dari satu bangsa mau dijadikan satu
kerajaan, juga merupakan masa yang sukar, masa
transisi yang sulit sekali. Di dalam masa transisi
yang sukar itu, Tuhan membangkitkan seorang yang
bernama Samuel. Dari satu bangsa yang diakhiri
dengan masa hakim-hakim, masa yang paling rumit,
paling mengerikan. Masa dimana setiap orang boleh
melakukan apa yang dipandangnya baik; Kalau dia
anggap membunuh orang itu baik, maka dia
kerjakan itu; Kalau dia mau berbuat apa yang
dianggap baik, dia kerjakan itu. Masa hakim-hakim
adalah masa yang paling rumit, paling mengerikan,
di dalam sejarah Israel.
Dari keadaan yang seperti itu, mau dipimpin menuju
kepada satu kerajaan yang teratur, yang tertib, yang
ada rajanya, yang memimpin, mengelola satu
kerajaan,... Itu masa yang tidak mudah. Dan Tuhan
mempersiapkan Samuel untuk melewati masa yang
sukar itu.

Transisi Berikutnya
Kemudian muncul lagi masa transisi sukar yang
berikutnya, yaitu Israel dari satu kerajaan yang
merdeka, yang besar dan hebat, sekarang
ditaklukkan oleh Babel.
Mereka dibuang ke Babel. Ini cara penghancuran
satu bangsa yang paling mengerikan. Kalau Israel
hanya ditawan oleh Babel di tempatnya sendiri, itu
sudah mengerikan. Tetapi belum seberapa, karena
itu berarti Israel masih ingat bahwa mereka berada
di tanahnya sendiri, berada di rumahnya sendiri.
Israel akan dapat mempertahankan identitasnya.
Namun Israel dibuang ke Babel, itu dilakukan supaya
Israel lupa siapa dirinya, sehingga boleh menjadi
Babel; supaya Israel lupa bahwa mereka adalah
umat Allah.

Setelah 70 tahun di Babel, mereka bingung, mereka


bergumul, menangis di tepi sungai, seperti yang
dikatakan dalam Mazmur. Melalui tangisan-tangisan
itu, Tuhan memimpin mereka kembali ke kota
Yerusalem. Di situ Tuhan membangkitkan Ezra dan
Nehemia, serta khususnya Jerubabel. Ezra dan
Nehemia dipakai Tuhan untuk memimpin Israel yang
sudah kacau balau di Babel. Puji Tuhan, masih ada
Daniel dan teman-temannya. Namun kebanyakan
dari mereka sudah menjadi kacau tentang siapakah
dirinya. Mereka sudah lupa panggilan akan Tuhan.
Masa transisi yang sukar berikutnya di dalam Alkitab
adalah setelah Nabi Maleakhi selesai menyampaikan
Firman Tuhan, selama 400 tahun kemudian sepi;
tidak ada nabi lagi yang dibangkitkan Tuhan. Masa
yang sepi sekali. Pada masa itu Tuhan
mempersiapkan datangnya Mesias, Anak Allah yang
tunggal datang ke dalam dunia. Itu masa transisi
yang sukar dan di situ Tuhan membangkitkan
Yohanes Pembaptis.

Mengapa saya mengajak kita memikirkan transisi-


transisi ini? Karena sekarang pun kita sedang
mengalami masa transisi yang sukar dalam
memasuki milenium yang kedua, milenium yang
akan datang, milenium yang baru, abad yang baru.
Jikalau kita mempelajari sejarah, maka kita melihat
penggantian abad bukan sekedar suatu permainan.
Sejak jaman Before Christ, sudah terjadi perubahan
yang dahsyat. Dari segala konsep pemikiran, dengan
kedatangan Allah, dari tahun 900, tahun 1000
menuju ke tahun 1001, ke abad berikutnya; maka
dunia barat khususnya, mengalami goncangan yang
dahsyat sekali. Satu persatu muncul sistem demi
sistem. Sistem memasuki zaman scholastic, mediafel
yang panjang sekali. Kita tidak akan membicarakan
hal itu di sini. Dari tahun 1900-an masuk ke tahun
2000 dan 2001, kita masuki abad yang baru. Ini
saat yang paling rumit di dalam sejarah.

Saya tidak tahu apakah Saudara menyadari atau


tidak. Sekarang ini telah terjadi benturan-benturan
pengetahuan, terjadi perombakan-perombakan
dahsyat di dalam pengetahuan, terjadi kekacauan-
kekacauan. Saya sadar satu hal, kekeacauan yang
terjadi di Asia ini merupakan agenda-agenda menuju
abad yang akan datang di seluruh dunia.
Jikalau Saudara membaca buku Fukuyama yang
berjudul "The End of the History of the Last Man",
maka itu tergantung analisa-analisa dari agenda
abad yang akan datang.
Goncangan terjadi, negara-negara Asia terkena
imbasnya melalui ekonomi, merambat ke politik,
merambat ke aspek-aspek yang lain, sampai mulai
timbul kecurigaan antar-etnis, dan sebagainya. Apa
masalah sebenarnya? Mengapa masalahnya bisa
meluas kemana-mana, bisa kacau di mana-mana?
Sebetulnya ada masalah apa di dalam negara kita?
Kenapa masalahnya menjadi rumit tidak karuan?
Akhirnya segala keindahan yang Tuhan berikan
dalam keragaman, menjadi kerumitan yang tidak
habis-habisnya. Kalau Saudara mendengar berita di
radio atau televisi, membaca koran atau majalah;
semakin baca bisa semakin mumet, karena begitu
rumit, begitu banyak pendapat.

Menuju abad yang akan datang, kita diperkenalkan


dengan post-modernisme. Seluruh pengertian abad
ke-21 diawali dengan satu imbuhan awalan, yaitu
Post (pasca, sesudah) dan diawali dengan The End of
Philosophy. diawali dengan The death of economic,
The death of Philosophy, The death of Culture,
diawali dengan Post, Post Modern, Post..., Post...., ini
satu zaman yang rumit luar biasa yang harus kita
lalui.
Saya berdoa supaya Tuhan membangkitkan orang-
orang Kristen, pemuda-pemuda Kristen, yang tidak
dikuasai oleh urusan-urusan yang dibuat oleh dunia,
yang membuat kita tidak bisa melangkah, tidak
dapat berdiri tegak menghadapi abad yang akan
datang. Dengan segala agenda yang penuh dengan
air mata, tersimpan bom waktu bagi umat manusia
di dalam dunia yang berdosa, tanpa pengharapan.
Jangan sampai kita disibukkan oleh pikiran-pikiran
yang sebetulnya hanya mengganggu panggilan kita,
mengganggu perjalanan kita, mengganggu apa yang
seharusnya kita kerjakan bagi Tuhan. Kita hanya
disodorkan masalah-masalah yang dibuat oleh dunia
yang berdosa. Itu bukan masalah kita. Orang
percaya seharusnya jangan selalu disibukkan dengan
masalah dari dunia. Kita harus membuat masalah
bagi dunia, supaya dunia sadar, dirinya bermasalah.
Gereja sebetulnya tidak ada masalah, karena gereja
mau dibentuk terus oleh Tuhan. Tetapi yang
menyedihkan, masalah-masalah dunia dibawa masuk
ke dalam gereja. Ini membuat gereja dibebani
dengan beban yang banyak, yang berat, sehingga
untuk berjalanpun menjadi sulit. Akhirnya gereja
akan tersingkir dari dalam perjalanan sejarah.

Ketika saya khusus mempelajari post-modern, saya


hanya kagum satu hal, namun sekaligus juga hati
saya menangis. Saya bertanya: Tuhan kenapa orang
post-modern yang bisa menantang modern? Kenapa
bukan gereja? Kenapa bukan orang Kristen yang
berkata: 'Hai modern, terlalu banyak kesalahan dan
masalahmu!'? Kenapa orang post-modern yang
berani menantang orang modern, bukan gereja dan
orang Kristen? Orang Kristen malah sudah berjiwa
modern. Timbulnya pemecahan-pemecahan, konflik-
konflik, itu karena agenda orang modern. Bagi saya,
masalah pri dan non-pri hanya muncul dalam
agenda-agenda modern yang rumit dan tidak
karuan, bukan urusan agenda kita sebetulnya,
tetapisudah menular ke dalam hidup kita. Sekarang
orang post-mo yang berani berkata: Hai orang
modern, terlalu banyak korban yang kau lakukan
selama engkau berkuasa! Dalam dunia modern
terlalu banyak kesenjangan terjadi, kaya dan miskin,
... sekarang terlalu banyak orang yang menganggur,
terlalu banyak RS Jiwa yang dibangun, karena
banyak orang sakit jiwa di dalam dunia modern. Hai
orang modern, selama engkau berkuasa, berapa
banyak perang sudah terjadi? Perang Dunia I, PD II,
perang-perang lokal. Hai orang modern, berapa
banyak darah sedang kau alirkan? Siapa yang
berseru begitu? Bukan gereja, tapi orang post-mo.
Di mana suara gereja? Di mana suara orang Kristen?
Kita dibuatkan problem oleh dunia. Oleh karena itu
kita hanya sekedar ikut-ikutan bicara tentang
problem yang diberikan dunia dan tentang agenda-
agenda yang rumit di dalam dunia yang berdosa. Ini
transisi yang sulit.

Kita tidak cukup banyak waktu menguraikan hal ini,


tapi mari kita kembali kepada prinsip dari Kitab
Samuel. Kita lihat masa ketika Samuel dipanggil
Tuhan untuk mempersiapkan umat Allah. Dari masa
hakim-hakim yang sukar, kacau-balau, rumit.
Masing-masing bertindak sendiri tanpa hukum
karena menganggap dirinya adalah hukum.
Kekacauan-kekacauan yang mengerikan terjadi.
Sekarang Israel mau dipimpin masuk ke dalam masa
kerajaan. Celakanya pada permulaan kerajaan ini
ketemunya Saul, bukan langsung ketemu Daud yang
diperkenan Tuhan, harus melalui Saul. Terjadilah
masa transisi dobel. Dari masa hakim-hakim masuk
ke dalam masa kerajaan terjadi dalam kesukaran.
Sewaktu Israel berteriak: Kami mau raja! Kami mau
Raja! Samuel sampai menangis di hadapan Tuhan.
Tetapi Tuhan menghibur Samuel dengan berkata,
"Samuel, jangan engkau bersedih." Samuel
berhadapan dengan Saul, yang telah ditolak Tuhan.
Kemudian, Samuel juga dipimpin kepada Daud. Ini
dobel transisi yang sukar sekali yang dialami
Samuel, tapi Tuhan membangkitkan Samuel. Saya
percaya, di masa akhir milenium ini, Tuhan akan
membangkitkan pemuda-pemudi Kristen yang
mencintai Tuhan untuk mengambil-alih seluruh
perjalanan berikutnya. Gereja di abad yang akan
datang, jangan hanya diurus, dipermasalahkan
dengan masalah-masalah sendiri; masih banyak
masalah dunia yang harus kita terima dan
pertobatkan agar kembali kepada Tuhan.

Siapa yang akan Tuhan bangkitkan itu? Mari


sekarang kita melihat ada beberapa persiapan dari
seorang yang boleh dipakai Tuhan untuk memimpin
umat Allah melewati masa milenium yang sukar ini.
Prinsip-prinsip tersebut dinyatakan dari kitab Samuel
yang pertama. Saya akan membahasnya dari
pertanyaan-pertanyaan yang Tuhan berikan kepada
Samuel.

Pertanyaan I:
Berapa lama lagi engkau berduka cita karena Saul ?
Bukankah ia telah Ku-tolak sebagai raja atas Israel?
Sebagai orang yang dipersiapkan Tuhan untuk
memimpin masa yang sukar itu menuju masa yang
berikutnya, Samuel mengalami kegentaran yang
dahsyat, kekacauan, kebingungan, serta
kedukacitaan. Pertanyaan Tuhan yang pertama: Mau
berapa lama lagi engkau berduka cita karena Saul?
Seorang yang mau dipakai Tuhan melewati setting
culture yang berubah dahsyat ini, harus mendengar
suara Tuhan bertanya pertanyaan pertama ini.
Maksudnya adalah: Hai Samuel, berapa lama lagi
segala perasaanmu, pergumulanmu, kekuatanmu,
hanya diikat oleh problema yang baru kau hadapi,
yaitu problema Saul? Kalau perasaanmu, tenagamu,
kekuasaanmu sudah habis diikat oleh problema Saul,
bagaimana engkau bisa memimpin umat Allah
menuju ke satu era yang baru? Mengapa engkau
berduka cita karena Saul? Samuel menjawab:
Mengapa tidak boleh berduka cita, Tuhan? Karena
memang Saul sudah Ku-tolak sebagai raja! Yang
ditolak Tuhan harus kita tolak. Yang diterima Tuhan,
tidak boleh kita tolak. Kalau engkau berduka cita
karena Saul, berarti engkau tidak setuju kepada
kehendak Tuhan! Berarti engkau menangis berduka
cita karena kehendak Tuhan mau dijalankan. Lucu
sekali, bukan? Itulah sebabnya tadi saya katakan,
berapa banyak problema-problema di pemuda, di
remaja, di hidup kita sehari-hari, di masyarakat, itu
hanya agenda-agenda dunia yang berdosa yang kita
ambil, kita lekatkan menjadi problema kita, sehingga
kita tidak bisa berdaya lagi berjalan, taat kepada
Tuhan, mengerjakan pekerjaan yang lebih besar,
karena terikat oleh problema-problema yang dibuat
oleh dunia yang berdosa.
Berapa lama lagi engkau berduka cita karena Saul?

Saudara-saudara yang dikasihi dalam Tuhan Yesus


Kristus, harap pertanyaan ini juga boleh kita
renungkan. Berapa lama lagi engkau berduka cita
atau mungkin engkau bersuka cita, karena dunia
modern atau dunia post-modern? Atau karena
hidupmu yang sudah enak, tiba-tiba terganggu, tiba-
tiba terjadi krisis moneter, tiba-tiba terjadi problema
hidupmu, lalu engkau curahkan problemamu
menjadi problema banyak orang, sehingga kita
sebagai gereja tidak bisa lagi bekerja bagi Tuhan?
Kadang-kadang kita sendiri merasa berproblema,
lalu kita tidak rela kalau hanya sendiri. Maka kita
menjadikan problema kita itu problema juga bagi
orang di dalam gereja. Akhirnya semua gereja mirip
problema. Berapa lama lagi kita berduka cita,
ataupun bersuka cita, karena hal-hal yang tidak
diperkenan Tuhan? Bagaimana kita bisa dipakai
Tuhan melewati masa yang sukar itu? Kalau kita
tidak siap menghadapi, tidak rela dibentuk Tuhan,
tidak mungkin kita memahami seperti apakah jaman
kita itu, tidak mungkin! Itu pertanyaan yang
pertama.
Pertanyaan II:
Dalam pertanyaan yang kedua ini, sekarang giliran
Samuel yang bertanya kepada Tuhan: Bagaimana
mungkin aku pergi? Tuhan, sekali lagi saya mau taat,
saya betul-betul mau taat, tapi bagaimana mungkin
saya pergi? Kalau Saul tahu bahwa saya pergi untuk
mengurapi Daud, maka Saul pasti akan menganggap
saya kudeta, menganggap saya pemberontak.
Kepala saya akan dipenggal. Bagaimana saya bisa
pergi?

Nah, biasanya orang mengatakan: Nah, Tuhan


mengajari Samuel untuk berbohong kepada Saul.
Sebetulnya bukan di situ konteksnya dan
permasalahannya. Apakah Samuel berbohong
kepada Saul? Tidak! Kenapa tidak? Karena Saul
sudah ditolak oleh Tuhan! Kalau Saul sudah ditolak
oleh Tuhan, berarti Saul bukan lagi raja. Siapakah
yang mengangkat Saul menjadi raja? Bukankah
Tuhan? Jadi kalau Tuhan sudah menolak Saul, tidak
akan ada gunanya Saul seakan-akan menjadi Raja,
petantang-petenteng di situ. Tuhan sudah menolak
Saul! Kalau Saul sudah bukan lagi raja, buat apa
Samuel melapor kepada Saul?

Nah, di sini kita masuk pelajaran yang agak sedikit


sulit. Pada waktu kita mau dipersiapkan Tuhan, kita
tahu problema yang ada, tapi aku sekarang terbuka
terhadap dipimpin Tuhan. Sekarang aku bertanya
kepada Tuhan: Bagaimana aku mengerjakan ini?
Adalah hal yang tidak mudah pada waktu kita mau
taat pada Tuhan. Kita betul-betul harus mengerjakan
pekerjaan Tuhan dengan cara Tuhan.
Contohnya seperti ini:

Jika Saudara main catur dengan seorang yang jago


catur, sepintar-pintarnya Saudara, siapa sebenarnya
yang lebih pintar? Yang lebih pintar adalah si
pembuat catur. Apa sebabnya? Sebab sepintar-
pintarnya seorang pemain catur, dia harus tunduk
kepada catur itu, betul tidak?

Saudara mau menghadapi modern; Saudara mau


menghadapi post-modern, menghadapi culture dunia
yang berdosa ini, tapi Saudara masuk ke dalamnya,
bagaimana bisa?

Engkau tidak bisa mengerjakan sesuatu di dalam


dunia yang sudah dibelenggu oleh sistem kerangka,
sementara engkau tidak sadar apa kerangkanya, apa
sistemnya. Engkau hanya main-main di situ, dan
akibatnya bisa tenggelam di dalamnya, karena
engkau tidak berdayanya menghadapi dunia ini. Itu
sebabnya Saudara tidak bisa melakukan kehendak
Tuhan.

Saudara harus tahu culture yang sedang terjadi.


Saudara harus tahu jaman apa yang sedang Saudara
alami. Tapi kita tidak boleh memberikan kekuatan
kita, suka-duka kita ke dalam keadaan itu. Kita
harus tahu, harus mengerti pergumulan itu. Kalau
kita mau jujur, sebetulnya apa yang Saudara anggap
senang, apa yang Saudara anggap susah, semua
sudah didefinisikan oleh dunia modern. Apa itu
susah? Susah kalau tidak ada uang. Kenapa kalau
tidak ada uang susah? Ya, semua orang berkata
begitu di kota-kota.

Suatu ketika, ada seorang mahasiswa di Brawijaya


memberi kesaksian di dalam satu pertemuan: Hari
ini saya mau bersaksi. Tadi siang saya disuruh bos
saya untuk menyetor uang ke bank, di alun-alun
kota Malang. Setelah saya setor uangnya, saya
pulang lewat alun-alun. (Ketika saya studi di SAAT,
alun-alun masih gelap, masih suka banyak orang
gila, orang jahat di situ). Tiba-tiba saya ditodong:
uang atau nyawa? Aduh Pak! Baru hari itu saya
senang sekali kalau saya tidak ada uang! Saya
mengeluarkan dompet, tidak ada uang. Yang
menodong bingung, mungkin dia berpikir saya gila!
Biasanya orang takut-takut, ini saya mengeluarkan
semua, tapi tidak ada uangnya. Lalu yang menodong
kabur. Dia berkata: Pak, hari ini saya belajar satu
hal, tidak ada uang senangnya bukan main!

Kenapa tidak ada uang susah? Karena hidup di dunia


modern, di kota besar, semua
diukur dengan uang, jadi senang susahmu pun
sudah diatur oleh itu. Ketika saya pergi ke
Sungkung, pedalaman Kalimantan Barat, dekat
Sarawak, saya bertanya, "Apa kebutuhan kalian di
sini, dua kebutuhan yang paling utama?" Jawabnya,
"Garam dan minyak." Saya bertanya lagi, "Kalau
engkau dapat dua itu senang?" Mereka senang,
betul-betul senang! Jangan dikira orang-orang di
kota lebih bahagia daripada orang di pedalaman.
Hari ini, di dalam krisis moneter, semua orang di
kota lebih susah daripada orang di desa. Apa itu
senang, apa itu susah?
Kedua, kalau kita sudah menyadari culture
pergumulan kesulitan itu, lalu sekarang akan
bertindak untuk bersaksi bagi Tuhan, engkau tidak
boleh cemplung di situ. Engkau tidak boleh memakai
cara remoke system yang di situ. Engkau tidak akan
berdaya menghadapi itu, karena semua permainan
kita sudah dibelenggu di situ.
Contoh yang bersifat future, yaitu contoh di dalam
hidup rumah tangga. Saya memikirkan satu hal, di
dalam pernikahan, kenapa suami istri kalau beda
pendapat langsung bertengkar? Karena mereka
sadar tidak sadar memakai frame work, memakai
pattern menangkal. Jadi akhirnya kalau beda
pendapat langsung masing-masing memakai stand
point menang atau kalah! Lho....ini bukannya
peperangan, ini rumah tangga! Ini pernikahan,
bukan peperangan! Peperangan saja ada gencatan
senjata, orang cape, bukan? Kalau pernikahan, tiap
hari ketemu mukanya, kapan gencatan senjatanya?
Tidak bisa karena ini memang bukan peperangan!

Terkadang saya mengamati anak saya. Sedalam-


dalamnya, sejujur hati saya, saya tidak pernah
terpikirkan kalau suatu hari nanti dia besar dan
menjadi kaya, saya akan menumpang di rumah dia.
Tidak pernah saya terpikir begitu. Saya berbuat baik
kepada dia, karena saya ayahnya! Kalau sudah besar
dia juga tidak perlu membalas. Pa, saya bales, deh!
Papa baik-baik sama saya, jangan omelin saya. Nanti
kalau saya menjadi konglomerat, beres hidup papa.
Kalau berani marah-marah sekarang, giliran nanti
sebodoh teuing! Kita tidak pernah terpikirkan hal
seperti itu!
Engkau mau perang melawan modern, melawan
post-modern? Engkau sendiri tidak tahu apa
polanya? Apa kerangka pemikirannya? Bagaimana
engkau bisa mengalahkan mereka? Engkau harus
betul-betul menggumuli, memahami, ini jaman apa,
masalah apa? Bagaimana cara berpikirnya?
Bagaimana kerangkanya?
Yang terakhir, saya akan memberikan beberapa ciri
mengenai jaman yang kita hadapi. Ayat yang ke 7
adalah jawaban Tuhan atas pertanyaan Samuel.
Tuhan berkata kepada Samuel : bukan yang dilihat
manusia yang dilihat Allah, manusia melihat apa
yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.
Bagaimana kita dipakai Tuhan untuk memimpin satu
jaman transisi yang sukar? Bagaimana kita dipimpin,
dipakai Tuhan untuk melewati masa yang sukar ini?
Pertama-tama, kita sendiri harus betul-betul
sedalam hati kita mau dipakai Tuhan, sedalam hati
kita yang paling dasar harus sungguh bersandar
kepada Tuhan dan kita juga harus mampu
melihat 'hati dari kebudayaan kita'.

Kita harus memahami radik pergumulan manusia


yang berdosa di setiap jaman. Tuhan melihat hati.
Apakah ketika kita melihat problema-problema dunia
kita sekarang, kota kita, bangsa kita, kita tahu betul,
apa sebetulnya akar masalahnya? Apa permulaan
dari seluruh pergumulan ini? Apa sebetulnya yang
menjadi pergumulan-pergumulan nanti? Bunga-
bunganya begitu banyak, tapi apakah kita
menangkap permasalahannya? Samuel tergoda
melihat anak-anak Isai yang tampan-tampan dan
gagah perkasa, tapi Tuhan melihat sedalam hati.
Karena yang akan dihadapi masa yang sukar, masa
kerajaan yang akan Tuhan pimpin, bukan hanya
membutuhkan orang yang mempunyai penampilan
secara kasat mata yang hebat, tetapi orang yang
mempunyai bijaksana, hati yang betul-betul
mencintai Tuhan. Sudahkah kita menyerahkan hati
kita untuk dipakai oleh Tuhan, hati kita hanya satu
untuk Tuhan? Dan sudahkah kita memahami, apa
sebetulnya akar permasalahan di dalam dunia ini?
Saya mengamati satu hal di dalam banyak
perdebatan kita. Kita sebetulnya tidak suka mencari
kebenaran. Manusia yang berdosa tidak suka
mencari kebenaran. Manusia yang berdosa tidak
suka kembali kepada dasar kebenaran Tuhan.
Manusia yang berdosa lebih suka berbicara
mengenai makna: apa artinya buat saya?
Perdebatan-perdebatan ekonomi sekarang semuanya
berbicara tentang apa artinya konglomerat, apa
artinya buat saya? Dari orang yang tidak punya, apa
artinya buat saya? Dari orang kelas menengah, apa
artinya buat saya? Tapi kita sukar sekali disuruh
berbicara tentang di mana kebenaran? Di mana
keadilan? Di mana kebenaran? Di mana segala
kebenaran Tuhan yang harus kita pegang? Masing-
masing orang hanya berbicara mengenai apa artinya
buat saya, apa untungnya buat saya, apa maknanya
buat saya. Tuhan melihat sedalam hati kita. Kita
tidak bisa hanya melihat, "Oh..., kalau nanti dunia
abad ke-21 menyenangkan, saya terima, saya pakai
untuk gereja, yang penting bermakna buat saya.
Kalau gereja perlu seperti orang dunia, tidak apa-
apa kita pakai; tanpa kita memikirkan, mengevaluasi
dan melihat dengan mata yang sesungguhnya."

Paul Telly, salah satu tipe orang yang disebut


belakangan ini, mempunyai ide semacam ini: Kalau
engkau ingin membuat kekristenan cepat maju,
kalau engkau ingin membuat kekristenan cepat
tersebar di dunia, amati! Kuda apa yang sedang lari
pesat di dalam dunia? Maksudnya adalah ide apa,
filsafat apa, life style apa yang sekarang sedang
disukai oleh dunia? Tunggangi dia, maka kekristenan
bisa cepat larinya! Masalahnya, kuda yang kita mau
tunggangi bukan kuda jinak, tapi kuda rodeo!
Silahkan naik, tapi kalau kau tidak hati-hati akan
terpental, akan terlempar! Tidak semudah itu hal
yang sedang kita hadapi. Orang kristen harus lebih
kreatif dari orang berdosa untuk bisa bercahaya bagi
Tuhan.
Saya mengamati Saudara membuat being, knowing,
doing, putar-putar akhirnya cuma frame work-nya
yang berbeda. Kita kurang ada waktu untuk
memikirkan, menggumuli keseriusan panggilan
Tuhan dalam hidup kita. Kita belum menemukan,
sebetulnya seluruh perjalanan bangsa kita menuju
apa? Ekonomi kita akan apa? Kondisi akan
bagaimana? Lalu akan menuju apa? Jika kita sudah
mendapatkan jawabannya, di situ kita boleh
memberikan kebenaran Tuhan yang tidak akan
habis-habisnya, karena kita menemukan pangkal,
pokok, fokus di dalam kebenaran Tuhan.

Terakhir, saya akan menggambarkan satu hal. Di


abad ke-21, kita bukan hanya menghadapi
serangan-serangan secara langsung. Orang post-
modern tidak pernah mau menjadi lawan dari
modern. Secara akademik, orang post-modern tidak
pernah mau menjadi lawan orang modern, meskipun
mereka mengkritik dengan tajam. Karena apa?
Karena jikalau mereka menjadi lawan orang modern,
seperti yang sudah diungkapkan oleh filsuf modern,
maka berarti mereka tetap dikuasai oleh orang
modern! Di dalam modern, Hegel berkata: di dalam
dunia selalu ada tesis, anti-tesis, kemudian menjadi
sintesis. Sintesis kemudian menjadi tesis yang baru
dilawan oleh antinya, muncul sintesis yang baru.
Sintesis menjadi tesis yang baru, ada lawannya.
Kalau post-modern menjadi anti-tesis dari modern,
orang modern akan tertawa: engkau sudah
menggenapi 'nubuat' dari 'nabi'-ku, 'nabi' Hegel.

Menghadapi post-modern jauh lebih sukar daripada


menghadapi modern. Saya ambil contoh yang
ringan, mungkin bisa mendekati. Sebagai ilustrasi,
saya beri perbandingan modern dengan post-modern
secara sederhana melalui film. Film modern dengan
film post-modern berbedanya di mana? Beberapa
perbedaan: film modern selalu dimulai dengan
adanya kasus, contohnya Hunter. Ada mayat
tergeletak, gelas pecah, kaca retak, dan ada lobang
bekas peluru di kaca, maka Hunter datang bersama
patnernya. Lalu Hunter menyelihat, menyelidiki,
menganalisa. Ada bau atau tidak, ada sidik jari,
pelajari, pakai scientific, maka seluruh film modern
adalah film yang mencoba menyelesaikan kasus. Itu
film modern. Dalam film post-modern tidak ada
kasus, contohnya film Forrest Gump. Isi dari
setengah film itu, dia cuma duduk. Hey Forrest
Gump, apa kasusmu? Tidak ada, I just want to tell
my story. Engkau mau dengar boleh, tidak mau
dengar juga tidak apa-apa. I just want to tell my
story. Apa kasus Forrest Gump? Tidak ada kasus,
cuma cerita. Engkau saja dibodohin mau dengar!
Cuma duduk! Lalu seorang bapak datang duduk di
situ lagi, dia cerita. He...he... dia
mentertawakannya. Sesudah bapak itu pergi Forrest
Gump tetap tenang-tenang saja. Dia mengeluarkan
sebuah majalah. Ada gambar dia di majalah terkenal
di Amerika itu. Dia masuk majalah menjadi cover
printing. Engkau boleh mentertawakan saya,
sekarang giliran saya mentertawakan kamu. Saya
memang orang terkenal, I just want to tell my story!

Kedua: film modern selalu diakhiri dengan happy


end. Kalau jagoan ditembak, lolos terus, tapi kalau
jagoan tembak, pasti kena. Lalu biasanya film
ditutup dengan jagoan berpelukan dengan pacarnya,
film selesai. Tapi film post-modern the unending
story. Kalau jagoannya ditembak, tidak kena. Giliran
jagoan menembak, dor...penjahatnya kena, mati.
Nah, selesai. Tapi, eh... kita tunggu-tunggu daftar
nama pemain tidak keluar-keluar. Lalu tiba-tiba si
camera-man memindahkan setting-nya dari tempat
peristiwa, ke kamar mayat. Seorang bapak
tergopoh-gopoh membawa mayat masuk ke rumah
sakit, ke kamar mayat. Kita menunggu terus belum
keluar daftar nama. Ada apa ini? Tiba-tiba kain
penutup mayat terbuka, si penjahatnya bangun,
berdiri. Dia tersenyum. Baru kemudian daftar nama
muncul. Itu adalah film Interview with the Vampire,
satu-satunya film yang saya tonton selama di
Canada. Saya diajak oleh profesor saya, Calvin
Shelfel untuk menonton film ini lalu menganalisanya.
Dia seorang estetik teorisis, dan sudah pensiun.
Sebelum fiilm dimulai, anak-anak muda datang beli
popcorn. Wah, ramai deh! Tapi begitu selesai pukul 9
malam, bioskop itu sepi! Karena apa? Karena the
unending story! Vampire-nya masih hidup!
Ini akan mempengaruhi cara berpikir hidupmu.
Dalam jaman modern, pemuda-pemudi berjuang,
berjuang untuk mencapai target, menjadi orang
hebat. Jaman post-modern, hidup ini datar. Tiba-tiba
saja....dret....dret..., hidup saja, belajar, belajar,
sekali-sekali pacaran, ...dret...menikah, dret....
punya anak, dret..... ikut retreat. Begitu pulang,
datar lagi. Tahun depan dret.....datar lagi. Seluruh
gaya hidup post-modern diawali dengan bulu yang
terbang diawal film Forrest Gump, dan diakhiri
dengan bulu yang terbang pula di akhir film, tidak
tahu ke mana..... Ini membentuk gaya hidup kita di
abad yang akan datang. Di mana pemuda-pemudi
gereja hadir? Apakah dalam persekutuanmu hanya
engkau pikirkan: yang penting orang datang 2
jam....dret.... kembali lagi .....dret ....datang...
dret .....kembali lagi? Atau engkau sekedar
memaksa orang untuk melakukan sesuatu, tapi dia
sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan?

Kita menghadapi jaman yang sukar. Bukan sekedar


ide yang baru, tapi perubahan dahsyat sedang kita
alami. Kita bukan sekedar menghadapi ide-ide yang
baru, tapi menghadapi wacana yang baru, discourse
yang baru, cara berpikir yang baru, paradigma yang
baru, dan menghadapi gelombang jaman yang
sukar. Termasuk kita lihat di Indonesia, negara kita
yang mengalami krisis ekonomi begini, mengalami
perubahan-perubahan yang dahsyat dalam cara
berpikir. Jangan ditipu oleh dunia ini! Banyak
kesulitan-kesulitan dunia bukan kesulitan kita,
karena kita memiliki paradigma di dalam penebusan
Yesus Kristus. Orang modern sangat menekankan
optimisme manusia. Orang post-modern
menekankan pesimisme manusia. Orang Kristen
menekankan penebusan di dalam Yesus Kristus,
dengan kuasa darah-Nya yang kudus. Itu panggilan
kita. Saya harap ini menjadi dorongan bagi kita
untuk memikirkan lebih serius, bahwa apa yang kita
kerjakan bukanlah perkara yang sederhana, tapi
perkara dimana Tuhan sedang memakai engkau dan
saya, melewati transisi yang sukar menuju abad
yang akan datang. Kalau Tuhan mengijinkan engkau
dan saya hidup di penghujung abad ini dan diberi
kesempatan melewati abad ini, tanggung jawab kita
dituntut lebih banyak oleh Tuhan, seperti Samuel,
Yusuf, Ezra, Nehemia dan Yohanes Pembaptis.

Anda mungkin juga menyukai