Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan


sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya
meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan
yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan
kepentingan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu perwujudan good
governance yang diagendakan dalam reformasi birokrasi pemerintah. Untuk
mewujudkan good governance diperlukan kapebiltas aparatur birokrasi
pemerintah yang berarti keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari pengaruh
kualitas kemampuan (kapabilitas) aparatur birokrasi pemerintah dalam
pelaksanaan tugas, bertanggungjawab (responsibility), baik tanggungjawab
obyektif maupun tanggungjawab subyektif.

Pembangunan yang dilakukan negara-negara berkembang secara umum


merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai
peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat.

Dalam pelaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang tidak


terlepas pula dari teori-teori pembangunan yang dipergunakan sebagai acuan
dalam perencanaan, pelaksanaan maupun menilai dan mengukur kinerjanya. Teori
pembangunan yang diterapkan adalah teori pembangunan yang berusaha
memecahkan masalah yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang
yang tentunya berbeda dengan teori pembangunan di negara yang telah maju,
karena berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya misalnya untuk negara
miskin (sedang berkembang) menghadapi persoalan bagaimana mempertahankan
hidup sedangkan di negara yang sudah maju (adi kuasa) yang telah mencapai
kemapanan sosial ekonominya.

1
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA/ APARATUR


1. Disiplin
Disiplin harus ditanamkan pada seluruh pegawai melalui cara:
a. Mengenal diri sendiri;
b. Mendisiplinkan diri;
c. Memimpin dengan keteladanan;
d. Mananamkan semangat kemandirian;
e. Menghindari sikap dan perilaku negative;
f. Anggaplah disiplin sebagai cermin ibadah.
Masalah kedisiplinan tidak terlepas dari tiga unsure
kebudayaan yang ada pada diri setiap manusia yang dapat berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku orang dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya. Kedisiplinan aparatur, tidak lepas dari berbicara
mengenai keseluruhan nilai budaya kerja yang diharapkan dapat
dikembangkan oleh setiap aparatur, sehingga antara nilai-nilai (yang
diyakini) dan kerja (sebagai bentuk aktualisasi keyakinan) akan
menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan
produktivitas kerja.
2. Prinsip Meritokrasi
Meritokrasi yang berkaitan dengan reward (hadiah),
merupakan factor yang sangat menentukan kelancaran dari kewenangan
atau tugas yang harus dijalankan, karena manusia mempunyai
kebutuhan materiil, spiritual, atau jasmani dan rohani.
Penerapan meritokrasi yang mendorong peningkatan
kontribusi dari golongan birokrat professional ini, diharapkan mewarnai
birokrasi pemerintahan di pusat dan di daerah mana pun mereka
bertugas, dalam tingkat dan jenis jabatan apa pun, sebagai pelaku utama
pembangunan yang menerapkan prinsip kepemerintahan yang baik.
Penerapan prinsip meritokrasi sangat menentukan keberhasilan
birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintah merupakan tulang
punggung eksistensi dan kejayaan bangsa. Demikian pula sumber daya
manusia aparatur merupakan tulang punggung birokrasi pemerintah.

2
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
Penerapan dengan sungguh-sungguh prinsip meritokrasi pasti dapat
meningkatan jumlah sumber daya manusia aparatur yang berkualitas.
3. Budaya Malu
Segala hal yang dicantumkan dalam misi bangsa dan kebijakan
nasional menyangkut manusia (aparatur) diharapkan membudaya
termasuk sifat rasa malu (afektif) yang melekat pada profesionalisme
(psikomotorik), bermuatan logika pengetahuan (kognitif) yang ingin
dibudayakan atau menjadi budaya bangsa. Jadi berkembang budaya
malu yang menyatu pada sifat budaya professional sejati, budaya
pengetahuan dan lain-lain yang terus dibudidayakan pada kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia.

B. KAPABILITAS APARATUR PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN


Pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari perubahan dan
perkembangan kondisi ekologi administrasi publik, terutama yang terjadi di
Indonesia saat ini sebagai tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dan
penyesuaian-penyesuaian dalam penerapan strategi pembangunan. Dalam
hubungan ini, tantangan yang dimaksudkan meliputi :
1. Penerapan Otonomi Daerah;
2. Globalisasi informasi;
3. Netralitas Pegawai Negeri;
4. Penerapan multi partai dalam sistem politik;
5. Perdagangan bebas dan;
6. Semangat reformasi dengan segala implikasinya.

Dalam hubungan ini kualitas perencanaan pembangunan


diharapkan dapat menjawab tantangan perubahan tersebut dengan tetap
berpijak pada strategi pembangunan berkelanjutan yang didukung dengan
konsep pembangunan manusia. Perencanaan pembangunan menghasilkan
rencana pembangunan dengan strategi untuk menjawab segala tantangan serta
sasaran yang diinginkan yang didukung oleh tingkat kemampuan (capabelity)
aparat birokrasi pemerintah mengantisipasi faktor-faktor yang berpengaruh
baik internal berupa kekuatan dan kelemahan maupun eksternal berupa
berbagai peluang maupun ancaman yang dapat dimanfaatkan dalam proses
pembangunan.
3
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
Penerapan paradigma pembangunan, tidak terlepas pula dari
paradigma baru Administrasi Publik terutama di Indonesia dengan agenda
reformasi administrasi yang perlu diarahkan pada tujuh (7) wilayah
penyempurnaan utama (Tjokroamidjojo: 1985 dalam Islamy: 1998) yaitu :

1. Penyempurnaan dalam bidang pembiayaan pembangunan;

2. Penyempurnaan dalam bidang penyusunan program-program


pembangunan di berbagai bidang ekonomi dan non-ekonomi dengan
pendekatan integratif (integrative approach);

3. Reorientasi kepegawaian negeri ke arah produktivitas, prestasi dan


pemecahan masalah;

4. Penyempurnaan administrasi untuk mendukung pembangunan daerah;

5. Administrasi partisipatif yang mendorong kemampuan dan kegairahan


masyarakat;

6. Kebijaksanaan admninistratif dalam rangka menjaga stabilitas dalam


proses pembangunan;

7. Lebih bersihnya pelaksanaan administrasi negara.

Reformasi administrasi publik salah satunya adalah


mengagendakan terwujudnya Good Governance yaitu sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan
profesional yang ditandai adanya aparat birokrasi pemerintah yang senantiasa
mengedepankan terpenuhinya public accountability and responsibility
(diadaptasi dari Islamy: 1998).

Dalam hubungan ini setiap aparat birokrasi pemerintah perlu


senantiasa mengembangan rasa kepekaan (responsiveness) terhadap
kepentingan masyarakat (public interest) maupun masalah-masalah
4
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
masyarakat (public affairs) yang harus dipecahkan, bertanggungjawab
(responsibility) dalam pelaksanaan tugas pekerjaan apapun pada level
manapun dan representatif (representativeness) dalam pelaksanaan tugas yang
berarti tidak menyalahgunakan wewenang (power abuse) ataupun melampaui
wewenang (excessive power) yang dimiliki baik ditinjau dari berbagai
peraturan yang berlaku maupun dari nilai-nilai etika pemerintahan. Lebih
lanjut perlu ditekankan bahwa Good Governance dapat terwujud apabila
setiap aparat birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas senantiasa
dilandasi pertimbangan-pertibangan ekonomi (economy), senantiasa berupaya
menghasilkan sesuatu yang tepat (effectiveness) dan melakukan tindakan
dengan cara yang tepat (efficiency) sebagai perwujudan tanggung jawab yang
bersifat obyektif (objective responsibility). Di samping adanya tanggung
jawab yang bersifat subyektif (subjective responsibility) yaitu sikap tidak
membedakan (equality) kelompok sasaran (target group) pembangunan dan
senantiasa berupaya mewujudkan keadilan (equity) serta adanya
keterbukaan/kejujuran (fairness) (diadaptasi dari Islamy: 1998).

Dalam perencanaan pembangunan perlu adanya penekanan


orientasi pada tugas pokok atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah yaitu yang pada dasarnya mencakup kewajiban melindungi rakyat
(to protect the people), mengatur rakyat (to regulate the people) dan melayani
rakyat (to serve the people).

Tugas pokok pemerintah tersebut dapat dijabarkan kedalam


berbagai urusan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah yaitu :

1. Pemenuhan kepentingan masyarakat (public interest) maupun


mengatasi masalah-masalah masyarakat (public affairs);

2. Pemberdayaan masyarakat (public empowerment);

5
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
3. Peningkatan kemampuan finansial pemerintah (revenue improvement);
dan

4. Kewenangan mengatur (regulate).

Keberhasilan pelaksanaan kewajiban pemerintah tersebut dapat


diukur dari keberhasilan pelaksanaan urusan-urusan tersebut, terlebih dalam
mengukur eksistensi kewenangan penyelenggaraan otonomi daerah bagi
setiap daerah. Dalam hubungan ini pengukuran kinerja pemerintah daerah
dengan didasarkan pada standard pengukuran yang mencakup :

1. Standard Normatif : yaitu ketataatan pada peraturan perundang-


undangan yang berlaku yaitu UUD 1945, Ketetapan MPR, UU, PP dan
lain sebagainya;

2. Standard Substantif : yaitu penilaian publik terhadap kualitas pelayanan


yang diberikan oleh pemerintah daerah yang menjadi pendapat umum.
(diadaptasi dari Muchayat : ceramah ilmiah dalam Orientasi Good
Governance pada tgl 31 Oktober 2001 di Surabaya).

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance)


berarti pula penerapan nilai-nilai demokrasi yang mantap. Untuk mendukung
terwujudnya Good Governance, diperlukan pula adanya keseimbangan
aktualisasi peran dari elemen-elemen Trias Politica yang artinya tidak ada
dominasi dari salah satu elemen apakah itu eksekutif legislatif maupun
yudikatif. Ketiganya memiliki dan mengaktualisasikan fungsinya secara
seimbang, serasi, terpadu dan proporsional serta terbuka. Sebagaimana Mayo
(1960) diadaptasi dari Agus Suryono (2001: 96) menjelaskan bahwa untuk
melaksanakan nilai-nilai demokrasi diperlukan adanya beberapa hal sebagai
berikut :

1. Pemerintahan yang bertanggungjawab (accountabelity);

6
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang berkualitas;

3. Organisasi politik yang mencakup dua atau lebih partai politik;

4. Pers dan media masa yang bebas untuk menyatakan pendapat;

5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak azasi dan


mempertahankan keadilan.

C. PENGEMBANGAN KAPASITAS UNTUK MEWUJUDKAN TATA


PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Konsep pengembangan kapasitas (capacity building) sebenarnya
masih menyisakan sedikit perbedaan terminilogi yang digunakan. Sebagian
ilmuwan memaknai capacity building sebagai capacity development atau
capacity strengthening, mengisaratkan suatu prakarsa pada pengembangan
kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sedangkan yang lain lebih
merujuk pada contructing capacity, sebagai proses yang kreatif membangun
kapasitas yang belum nampak (not yetexist). Dalam kuliah ini saya akan
memaknai keduanya dalam kaitan dengan pengembangan kapasitas (capacity
building).
Brown (2001:25) mendefinisikan capacity building sebagai suatu
proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi atau
suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan. Sedangkan
Morison (2001:42) melihat capacity building sebagai suatu proses untuk
melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam
individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam
rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi
sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada.
Dalam konteks ini akan menggunakan teminologi Kapasitas sebagai
kemampuan dari seorang individu, sebuah organisasi atau sebuah sistem

7
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
untuk melaksanakan fungsi-fungsi dan mencapai tujuan-tujuan secara efektif
dan efisien.
Prinsip Dasar dalam pengembangan kapasitas meliputi:
1. Bersifat multidimensi, berorientasi jangka panjang;
2. Melibatkan multi stakeholder;
3. Bersifat deman driven;
4. Mengacu pada Kebijakan Nasional.

Tingkatan Pengembangan Kapasitas, meliputi:

D. PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DAERAH


Menjadikan aparatur yang profesional dalam rangka menunjukkan
kapasitas, identitas serta potensi tersembunyi yang ada dalam setiap aparatur
menjadi bahan pemikiran yang penting dalam pengembangan sumber daya
manusia khususnya di pemerintah daerah pada saat ini. Aparatur dituntut
untuk mampu memaksimalkan kapasitas potensial yang dimilikinya,
kemudian diaplikasikan secara langsung ke dalam ketugasan pokok dan
fungsi mereka sebagai sosok customer atau pelayan yang responsif terhadap
keinginan, keperluan atau kebutuhan para pelanggannya baik internal maupun
eksternal.
Pengembangan kapasitas atau capacity building aparatur
pemerintah daerah akan lebih mengena apabila diawali dari inventarisasi
permasalahan kaitannya dengan harapan-harapan yang diinginkan oleh para
pengguna jasa layanan pemerintah daerah, diantaranya adalah kemudahan
8
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
dalam berbagai pengurusan kepentingan, tidak membeda-bedakan antara
pelanggan satu dengan pelanggan yang lain, perlakuan yang adil, jujur,
transparan dan wajar. Dari inventarisasi permasalah-permasalahan tersebut
diharapkan akan didapatkan standar atau ukuran tingkat kepuasan masyarakat
minimal yang diinginkan. Bertolak dari hal tersebut kemudian ditindaklanjuti
dengan pemecahan permasalahan dengan menggunakan metoda-metoda
analisis manajemen. Di dalam manajemen terpadu aparatur hanyalah salah
satu bagian saja di dalam sistem atau ruang lingkup di pemerintah daerah,
sehingga faktor-faktor lain di luar aparatur itu sendiri perlu direspon sebagai
bahan pertimbangan dalam pengembangan kapasitas aparatur pemerintah
daerah.
Menurut H.A.S. Moenir (2002) ada 6 (enam) faktor pendukung
dalam pelayanan umum, yaitu:
1. Faktor Kesadaran, yaitu suatu proses berpikir melalui metoda renungan
pertimbangan dan perbandingan, sehingga menghasilkan keyakinan,
ketenangan, ketetapan hati dan keseimbangan dalam jiwanya sebagai
pangkal tolak untuk perbuatan dan tindakan yang akan dilakukan
kemudian.
2. Faktor Aturan, merupakan sesuatu yang harus dibuat, dipatuhi dan
diawasi sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
3. Faktor Organisasi, termasuk di dalamnya bagaimana sistem dan
prosedur serta metodanya.
4. Faktor Pendapatan, yaitu seluruh penerimaan seseorang sebagai
imbalan atas tenaga dan atau pikiran yang telah dicurahkan untuk orang
lain atau badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, natura maupun
fasilitas, dalam jangka waktu tertentu.
5. Faktor Kemampuan dan Ketrampilan
6. Faktor Sarana Pelayanan, meliputi sarana kerja dan fasilitas pelayanan.
Ke enam faktor tersebut mempunyai bobot yang sama kecuali
faktor kesadaran yang berbobot lebih tinggi dari yang lain. Menurut Stephen
R. Covey (1994) kesadaran diri dapat dipisahkan menjadi diri sendiri yaitu
sikap dan perilaku kita sendiri serta bagaimana cara kita melihat diri sendiri
dan orang lain atau disebut juga dengan istilah paradigma diri sendiri. Cara

9
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
pandang kepada orang lain sering tanpa sadar memberikan hasil yang
berlainan dengan kenyataannya, memproyeksikan maksud kita pada perilaku
mereka (orang lain). Hal tersebut sangat membatasi potensi dan kemampuan
pribadi untuk dapat berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga
seorang aparatur harus selalu melakukan recheck atau pencermatan kembali
terhadap paradigmanya apakah paradigma diri pribadi mereka sudah
didasarkan atas realitas atau prinsip atau hanya merupakan fungsi dari
pengkondisian dan kondisi yang diciptakan sendiri akibat penafsiran yang
salah terhadap cara pandang orang lain kepada dirinya
Teknologi informasi (TI) memegang peranan yang penting dalam
pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah. Teknologi tersebut
mutlak harus dikuasai oleh setiap aparatur pemerintah daerah yang
berkeinginan untuk melangkah maju serta profesional. Tuntutan masyarakat
mendapatkan proses pelayanan secara cepat dan tepat memerlukan tindak
lanjut secara nyata yaitu komputerisasi dalam setiap kegiatan penyediaan jasa
layanan. Pemusatan pemikiran dalam proses pembangunan yang selalu
berorientasi kepada pengembangan teknologi khususnya teknologi informasi
harus tetap berorientasi pada keinginan masyarakat atau pelanggan yang
memerlukan data, informasi, pelayanan perizinan, kesehatan, maupun jasa
pelayanan lainnya dengan akses yang mudah, tidak berbelit-belit, aman,
efisien, adil, terbuka, cepat dan akurat.

E. PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK


Bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, responsif
dan bertanggungjawab. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain,
meliputi

1. Membangun pemahaman, penghayatan dan pelaksanaan prinsip-prinsip


penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, antara lain; keterbukaan,
kebertanggungjawaban atau akuntabilitas dan akuntabilitas, dan
ketaatan hukum, serta membuka partisipasi publik seluas-luasnya pada
semua kegiatan pembangunan

10
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
2. Menerapkan nilai-nilai aparatur guna membanguan budaya kerja yang
mendukung produktifitas kerja yang tinggi dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi penyelenggaraan negara, khususnya dalam rangka
pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

F. PERUBAHAN SIKAP BIROKRASI


Hal yang perlu menjadi perhatian adalah memperbaiki sikap
birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya. Di dalamnya terkandung
berbagai unsure, antara lain sebagai berikut :
1. Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat;
2. Birokrasi hendaknya tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus
lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya;
3. Peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi
mengarahkan dan dari memberi menjadi memberdayakan;
4. Mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban.

G. HAMBATAN TERHADAP PEMBARUAN BIROKRASI


Ada beberapa kesulitan dalam upaya pembaruan kapasitas birokrasi,
antara lain disebabkan hal-hal berikut :
1. Kurangnya kesadaran atau pengetahuan mengenai betapa buruknya
kinerja birokrasi atau bagaimana perbaikan harus dilakukan;
2. Perubahan yang diperlukan untuk perbaikan mendapat tantangan dari
birokrat yang sudah mapan dan ingin mempertahankan kemapanannya;
3. Sasaran, rencana, atau program penyempurnaan administrasi acap
terlalu umum, kabur, dan tidak jelasm serta sulit diterapkan secara
konkret;
4. Terkait dengan hal itu, mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas
perubahan tidak terlalu memahami apa yang sedang terjadi atau apa
yang harus dilakukan;
5. Kegagalan sebelumnya menyebabkan keputusan atau sikap acuh tak
acuh karena menganggap apa pun yang diusahakan tidak juga akan
berhasil.

BAB III
PENUTUP

11
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
Pada akhirnya dengan terlaksananya pengembangan kapasitas aparatur
pemerintah daerah secara umum diharapkan dapat menciptakan aparatur
pemerintah yang mempunyai kemampuan, kepekaan dan antisipatif terhadap
perubahan yang terjadi, tertingkatkannya kemampuan dalam mengambil tindakan
yang cepat, tepat dan akuntabel terhadap permasalahan yang muncul. Serta
teroptimalkannya fungsi instansi dalam memberikan pelayanan publik.
Apabila hal-hal tersebut di atas dapat terpenuhi dengan landasan
komitmen bersama untuk introspeksi diri kemudian melakukan perubahan segera,
maka tidak mustahil masyarakat sejahtera adil dan makmur yang sementara ini
hanya sebatas visi saja akan segera dapat tercapai.
Di lingkungan birokrasi pemerintahan dikenal berbagai jenis pendidikan
dan pelatihan seperti pendidikan dan pelatihan prajabatan, pendidikan dan
pelatihan penjenjangan yang diperuntukkan bagi mereka yang menduduki jabatan
structural, pendidikan dan pelatihan fungsional yang menyangkut bidang tugas
fungsional suatu instansi tertentu dan pendidikan dan pelatihan yang bersifat
teknis.

DAFTAR PUSTAKA

12
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013
Hakim, Lukman. 2011. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jogjakarta : Ar-
Ruzz Media.
Kapasitas Birokrasi. http://wuriantos.blogspot.com/2012/10/kapasitas-birokrasi-
antara.html. (Tanggal Akses, 11 April 2013)
Pengembangan Kapasitas Aparatur.
http://totoksuharto.blogspot.com/2010/02/pengembangan-kapasitas-
aparatur.html. (Tanggal Akses, 11 April 2013)
Sedarmayanti. 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan. Bandung : PT. Refika Aditama.
Siagian, Sondang P. 2012. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Bumi Aksara.

13
Kelompok III
STIA-LAN Makassar 2013

Anda mungkin juga menyukai