Anda di halaman 1dari 20

TUGAS 3 SISTEM REPRODUKSI II

NAMA :ANDANI R. B. AREROS

NIM : 14061062

SEMESTER : VI / KELAS B

1. PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)


Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seks. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. PMS dapat menyebabkan
infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi
dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan
bahkan kematian. Wanita lebih beresiko untuk terkena PMS lebih besar daripada laki-laki
sebab mempunyai alat reproduksi yang lebih rentan. Dan seringkali berakibat lebih parah
karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih
parah.Oleh karena letak dan bentuk kelaminnya yang agak menonjol, gejala PMS pada laki-
laki lebih mudah dikenali, dilihat, dan dirasakan. Sedangkan pada perempuan sebagian besar
gejala yang timbul hampir tak dapat dirasakan.
Gejala-gejala umum PMS pada laki-laki adalah :
Bintik-bintik berisi cairan, borok, atau lecet pada daerah sekitar kelamin.
Luka tidak sakit, keras dan berwarna merah pada sekitar daerah kelamin.
Adanya kutil yang tumbuh seperti jengger ayam.
Rasa gatal yang sangat hebat di sekitar kelamin.
Sakit luar biasa saat kencing.
Kencing nanah/darah dengan bau busuk.
Bengkak panas nyeri pada pangkal paha yang akhirnya menjadi borok.
Kehilangan berat badan secara drastis, diare berkepanjangan, dan berkeringat saat
malam.

Sedangkan pada perempuan meliputi :

Rasa sakit atau nyeri saat kencing atau saat berhubungan seksual.
Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
Keluarnya lendir pada vagina.
Keputihan berwarna putih susu, bergumpal, dan disertai rasa gatal pada kelamin.
Keputihan berbusa dan berbau busuk.
Bercak-bercak darah setelah berhubungan seks.
Istilah penyakit menular seksual (PMS) mencerminkan definisi setiap mikroba yang
ditularkan seseorang kepada orang lain melalui kontak yang dekat dan intim (Spense, 1989).
Penyakit menular seksual:
Bakteri: Chlamydia, Gonore, Sifilis, Chancroid, Limfogranuloma venereum,
Gardnerella, Sigelosis, Salmonelosis, Mikroplasma genital, Streptokokus grup B.
Virus: Human immunodeficiency virus, Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2,
Sitomegalovirus, Virus hepatitis A dan B, Virus papiloma-manusia.
Protozoa: Trikomoniasis, Giardiasis, Amebiasis.
Parasite: Pedikulosis, Skabies.
Jamur: Kandidiasis.

Infeksi Klamidia
Chlamydia trachomatis patogen bakteri yang paling umum ditularkan melalui
hubungan seksual, dapat hidup hanya di dalam sel hidup dan transmisi terjadi melalui
kontak seksual secara langsung atau pemaparan saat lahir. Lima belas tipe-imun
C.trachomatis menyebabkan infeksi pada orang dewasa dan neonatus. Peran
C.trachomatis dalam mencetuskan aborsi spontan, persalinan premature, berat lahir
rendah, dan endometritis pasca partum perlu diteliti lebih lanjut. Efek infeksi yang
terjadi kemudian mencakup salpingitis, kehamilan ektopik, penyakit radang pinggul
(PRP), infertilitas dan sterilitas.
Masa tanpa gejala ber-langsung 7 - 21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan
pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, gejalanya bisa berupa :
Keluarnya cairan dari alat kelamin atau sering disebut keputihan encer berwarna
kuning kecoklatan.
Rasa nyeri di rongga pinggul.
Pendarahan setelah hubungan seksual.

Sedangkan pada laki-laki, gejalanya bisa berupa:


Keluar cairan bening dari saluran kencing.
Rasa nyeri saat kencing.
Infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan banyak cairan keluar dan bercampur
nanah.Tidak jarang pula, gejala tidak muncul sama sekali, padahal proses infeksi
sedang berlangsung. Oleh karena itu penderita tidak sadar sedang menjadi
pembawa PMS dan menularkannya kepada pasangannya melalui hubungan
seksual. Akibat terkena Klamidia pada perempuan adalah cacatnya saluran telur
dan kemandulan, radang saluran kencing, robeknya saluran ketuban sehingga
terjadi kelahiran bayi sebelum waktunya (prematur). Sementara pada laki-laki
akibatnya adalah rusaknya saluran air mani dan mengakibatkan kemandulan, serta
radang saluran kencing. Pada bayi, 60% - 70% terkena penyakit mata atau saluran
pernafasan (pneumonia).
Terapi antimikroba yang dipilih untuk menangani infeksi uretra, serviks, klamidia
rectum adalah doksisiklin atau azitromisin. Eritromisin menjadi obat pilihan jika wanita
sedang mengandung dan seluruh pasangan seksual harus diperiksa dan diterapi.

Gonorea
Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri jenis diplokokus.
Meskipun gonore merupakan suatu PMS, penyakit ini juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan lesi terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda mati atau
fomites. Penularan-sendiri (self-inoculation) sering terjadi melalui tangan yang
terkontaminasi. Gonore seringkali hanya menimbulkan gejala ringan pada wanita satu
muncul secara tak terduga di traktus genetalia bagian bawah. Periode inkubasi ialah dua
sampai lima hari. Gejala infeksi pada traktus urogenetalia bagian bawah mencakup
dysuria dan sering berkemih, rabas purulent hijau-kuning dalam jumlah banyak di os
servikalis, nyeri tekan di servikal, vulvovaginitis, bartolinitis, dyspareunia, dan
perdarahan pasca koitus. Bengkak dan nyeri pada kelenjar bartolin dan nyeri tekan pada
kelenjar getah bening dilipat paha biasanya menyertai infeksi. Nyeri pada abdomen
bagian bawah, nyeri tekan pada serviks, mual dan muntah menyertai gejala. Infeksi
anorektal didiagnosis melalui adanya peradangan lokal, adanya rasa terbakar saat
berkemih dan pruritus. Infeksi orofaring dapat terjadi tanpa gejala atau mengakibatkan
dan sakit tenggorokan. Infeksi sistemik menyebabkan gonokosemia, ruam pada kulit,
artritis, pericarditis, dan meningitis. Komplikasi pada ibu gonore yang tidak diobati
meliputi endometritis gonokokus, salpingitis akut, dermatitis dan artritis.
Ceftriakson ialah dosis tunggal terapi yang direkomendasikan. Spektinomisin
ialah terapi alternative yang lebih disukai. Diantara wanita beresiko tinggi, khususnya
wanita yang memiliki banyak pasangan, berbagai PMS sering timbul.
Semua pasangan seksual harus diobati dan menggunakan kondom saat melakukan
hubungan seksual oral dan genital.

Sifilis
Sifilis disebabkan oleh spirokeata Treponema palidung setelah suatu periode
inkubasi beberapa minggu. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang
sampai 13 minggu. Kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang
disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa
diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks.
Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan seringkali penderita tidak memperhatikan
hal ini. Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, atau
disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan syaraf
otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan
kepada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental.Beberapa metode pengkajian klinis sifilis tersedia. Setiap
pemeriksaan antibodi dapat menjadi tidak reaktif jika individu sedang terinfeksi karena
system imun tubuh memerlukan waktu untuk membentuk antibody untuk setiap
antigen.
Sifilis yang tidak diobati pada tahap primer dan sekunder menyebabkan bayi lahir
premature. Tahap tersier dan tahap laten sifilis yang tidak diobati menyebabkan sifilis
sekunder (sifilis kongenital) pada bayi baru lahir.
Penicillin lebih dipilih untuk pengobatan sifilis, pada individu yang alergi
terhadap penicillin, pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisilin, eritromisin, dan
ceftriakson. Tetrasiklin dikontraindikasikan pada kehamilan karena efek obat-obatan itu
pada fungsi hati ibu dan perubahan warna gigi, serta penurunan pertumbuhan tulang
pada janin.

Human Immunodificiency Virus/ Acquired Immunodificiency Syndrome


AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Penyakit ini
adalah kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena
seseorang terinfeksi virus HIV. HIV sendiri adalah singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus. Orang yang terinfeksi oleh virus ini tidak dapat mengatasi
serbuan penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya menurun terus secara drastis.
Virus ini tergolong unik karena daur hidupnya. Virus HIV yang hidup bebas di
luar tidak dapat berkembang biak. Namun, jika virus tersebut hinggap di sel hidup, ia
akan mengubah sel tersebut menjadi pabrik virus HIV. HIV hanya akan mengikatkan
diri pada reseptor khusus di permukaan sel. Reseptor ini hanya terdapat di sel darah
putih, sel pencernaan, dan sel otak. HIV menembus dinding sel melalui reseptor
tersebut dan melepaskan seluruh isi virus ke dalam sel tersebut Enzim yang ada dalam
tubuh virus merubah RNA (Ribonucleat acid) rantai tunggal menjadi rantai ganda
(DNA) agar sesuai dengan DNA inangnya. (Gambar 3). DNA virus bergabung dengan
DNA inang. Sel inang tidak dapat mengetahui apa yang terjadi padanya. Sel inang lalu
akan menginstruksikan organel-organelnya untuk mereplikasi RNA guna membentuk
HIV baru. Dan pada akhirnya, virus HIV baru akan keluar dari sel inang dan siap untuk
menyerang sel lain. Sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan
gejala-gejala khusus. Baru beberapa minggu sesudah itu orang yang terinfeksi sering
kali menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Penderita sering kali
merasa sehat dan memang dari luar memang tampak sehat. Sering kali 3-4 tahun
penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudahnya, tahun ke 5 atau 6 mulai
timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di
mulut, dan terjadi pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kekebalan tubuh
semakin lemah dan akhirnya penderita mudah terjangkit berbagai macam penyakit.
Transmisi human Immunodificiency Virus (HIV) suatu retro virus, terjadi terutama
melalui pertukaran cairan tubuh (darah, semen, perisiwa perinatal). Diduga bahwa HIV
dari wanita terinfeksi ditransmisi ke janin dan bayi baru lahir melalui tiga cara:
1. Janin pada awal trimester pertama melalui sirkulasi maternal
2. Kebayi selama persalinan dan kelahiran melalui inokulasi atau darah ibu dan
cairan terinfeksi lain yang ditelan janin
3. Kebayi melalui air susu ibu.
Bayi yang lahir dari ibu sero positif tampaknya memiliki resiko lebih tinggi untuk
mengidap infeksi HIV dan AIDS dari pada bayi yang lahir dari ibu sero negative, yang
kemudian mengalami konversi. Sampai nanti penderita meninggal perlahan. Belum
ditemukan obat bagi penderitannya sampai saat ini. Obat yang tersedia hanya dapat
menolong penderita untuk mempertahankan kesehatan tubuhnya.
2. INFEKSI TORCH

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu
TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-
sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita bagi ibu hamil.

a) Toxoplasma
Definisi
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada
umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Toxoplasma
yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise,
demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila
terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan system kekebalan tubuh terganggu.
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasama maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%), atau bayi menderita Toxoplasma bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
Etiologi
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma gondi.
Toxoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan hamper pada semua hewan dan
ungags berdarah panas. Tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing dan
makanan yang berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari
toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Infeksi ini juga dapat terjadi pada
siapa saja, perempuan atau laki-laki yang kontak dengan sumber/ tempat berkembangnya
parasite tersebut.
Patofisiologi
Toxoplasma gondi mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi lagi menjadi
5 tingkat siklus: Fase proliferative, stadium kista, fase schizogoni, gametologi dan fase
ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat
terjadi dalam bermacam-macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik hanya
terdapat pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti
tikus yang terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat terbentuk setelah terjadi beberapa
siklus proliferasi dimana terbentuk tropozit. Kista ini dapat terbentuk selama infeksi
kronis yang berhubungan dengan imunitas tubuh. Kista terbentuk intra sel kemudia
terdapat secara bebas didalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap
dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi inflamasi. Kista pada binatang yang terinfeksi
menjadi infeksius, jika termakan oleh karnivora dan toxoplasma tersebut masuk melalui
usus. Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang,
sayuran-sayuran yang tidak dimasak, makanan yang terkontaminasi kotoran kucing
melalui lalat atau serangga. Juga ada kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang
terdapat ookista yang beterbangan. Cara penularan lain yang sangat penting adalah pada
jalur maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat
menularkannya pada janin melalui plasenta. Imunitas maternal tampaknya memberikan
perlindungan terhadap penularan transplasental parasite tersebut. Dengan demikian,
toxoplasmosis kongenital dapat terjadi jika ibu mendapatkan infeksi tersebut selama
kehamilannya.
Tanda dan Gejala
Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gejala
influenza, timbul rasa lelah, malise, dan demam.
Pyrexia of unknow origin (PUO)
Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash, myalgia perasaan umum (tidak
nyaman atau gelisah)
Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang sel retina
mata.
Pada janin
Pada awal kehamilan infeksi toxoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya
terjadi secara berulang. Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka dapat
mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah:
Lahir mati (still birth)
Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
Anemia
Perdarahan
Radang paru
Penglihatan dan pendengaran kurang.
Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat
merusak otak janin.
Resiko terburuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat infeksi
maternal akut terjadi di trimester ketiga.
Penatalaksanaan
Bila ternyata sudah pasti janin tertular toxoplasma, tergantung pada umur kehamilan,
apakah perlu dilakukan terminasi atau tidak, tentu dokter akan mendiskusikannya. Atau
dokter akan memberikan pengobatan antibiotic untuk mengurangi resiko kelainan pada
janin yang dikandung. Selain itu perlu dilakukan pencegahan terhadap toxoplasma ini
denga hal-hal berikut:
Mengguanakan sarung tangan saat berkebun. Karena kucing mencari tempat
buang air besar di pekarangan atau gundukan pasir atau tempat bak sampah.
Mencuci tangan yang bersih setelah selesai mengolah tanaman dan tanah di
perkarangan.
Bila mengolah daging mentah, bersihkan dengan baik papan tempat pengolahan,
pisau, dan alat-alat yang lain kontak dengan daging. Cuci tangan dengan air dan
sabun setelah selesai mengolah daging mentah.
Masaklah daging dengan sempurna, jangan mencicipi daging yang belum matang
sempurna.
b) Rubella
Rubella, yang juga dikenal dengan sebutan campak Jerman, adalah suatu infeksi virus
yang ditransmisi melalui droplet. Demam, ruam, dan limfedema ringan biasanya terlihat pada
ibu terinfeksi. Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus spontan, anomaly
congenital (disebut juga sindrom rubella congenital), dan kematian. Pencegahan infeksi
rubella maternal dan efek pada janin adalah focus utama program imunisasi rubella.
Vaksinasi ibu hamil di kontraindikasikan karena infeksi rubella bisa terjadi setelah vaksin
diberikan. Vaksin rubella diberikan pada ibu yang tidak imun terhadap rubella dan mereka
dianjurkan memakai kontrasepsi selama miniman 3 bulan setelah vaksinasi (Bobak dkk,
2004)
Infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada
wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari.
Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah, demam
ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis
karena rubela hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama,
makin awal (trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi
yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian
besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung, hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang.
Sedangkan infeksi setelah masa itu dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya
khorioretinitis bertahun-tahun setelah bayi lahir.
Pencegahan antara lain dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan,
pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang
berwenang.

c) Sitomegalovirus ( Cytomegalovirus=CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus, famili
herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang
terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit ini
antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi,
infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga
hingga ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
Bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan
menyebabkan manifestasi gejala klinik seperti infeksi janin bawaan sebagai berikut :
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
khorioretinitis
optic atrophy
mikrosefali
letargia
kejang
hepatitis
jaundice
infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan
kalsifikasi intracranial
Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan
pendengaran.
Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan
terutama sesudah buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu
seronegatif dengan darah yang berasal dari donor seropositif, dan menghindari
transplantasi organ tubuh dari donor seropositif ke resipien seronegatif.

d) Herpes simplex Herpervirus hominis


Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu tipe 1 dan
2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena adanya
kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis
yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi.
Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari. Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali
misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada mata (Enny Muchlastriningsih, 2006)
Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini
mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin.
Gejala pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-
kadang baru pada minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya :
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
Khorioretinitis
Mikrosefali
miokarditis

Pencegahan antara lain dengan cara menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan
kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas
seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius
3. HUMAN PAPILOMA VIRUS

Infeksi kondilomata akuminata, lesi yang ditularkan melalui hubungan seksual dan
disebabkan oleh HPV adalah infeksi yang paling sering ditularkan melalui hubungan seksual
sampai 3 kali lebih sering daripada herpes genetal (Oriel, 1990). Lebih dari 50 HPV menginfeksi
kulit dan permukaan mukosa dengan HPV-6, HPV-11, dan HPV-16 paling sering menginfeksi
traktus genitalia (Oriel, 1990;Shah, 1990).

Penyakit timbul pada tempat masuk virus setelah masa inkubasi 2-3 bulan. HPV
diseminasi melalui kontak kulit ke kulit, tidak melalui pertukaran cairan tubuh. Pemaparan pada
virus terjadi melalui kontak seksual dengan pasangan terinfeksi. Berganti-ganti pasangan
meningkatkan kemungkinan infeksi HPV. Kelompok lain yang beresiko ialah perokok dan
pengguna pil KB.

Infeksi kondiloma akuminata menyebabkan pertumbuhan massa sepertil kutil kering


divulva, vagina, serviks atau rectum. Massa ini bias kecil atau besar, tunggal atau banyak, atau
memiliki penampilan seperti kembang kol. Rabas vagina kronis, pruritus, atau dispreunia dapat
timbul.

Pada banyak orang keadaan ini sulit diobati. Terapi yang tersedia terutama bersifat
sitotoksit atau dekstruktif. Agen sitotoksik ialah podovilin dan 5 fluorourasil (5-FU) podivilin
20%-30% dalam tingtur benzoin, dipakai untuk lesi 2cm atau kurang, tetapi tidak digunakan
dalam vagina atau pada serviks. Petrolatum digunakan untuk melindungi sekitarnya karena
pedovilin bersifat membakar kulit dan sitotoksik. Wanita tersebut harus membersihkan obat ini
setelah 4 jam atau lebih cepat jika timbul rasa terbakar. Podivilin tidak boleh digunakan selama
masa hamil. Penggunaan obat ini dikaitkan dengan kematian janin dan persalinan premature.

Metode destruksi yang paling efektis ialah suatu laser karbon dioksida yang digunakan
bersama anastesi local. Metode ini akurat dan steril dan hanya menimbulkan perdarahan
minimum dan trauma. Daerah yang diobati tidak akan kembali ke pigmen normalnya selama
beberapa tahun. Instruksi pasca terapi laser adalah sebagai berikut :

1. Pertahankan daerah tetap bersih dengan mengirigasinya dengan air hangat 2 kali sehari.
2. Keringkan dengan pengering rambut listrik
3. Beri crim anti bakteri 2 kali sehari
4. Gunakan kasa untuk mencegah gesekan pada pakaian
5. Gunakan salep lidokain 5% bila terasa sakit
6. Kembali ke klinik sesuai intruksi
7. Gunakan kondom lateks sampai penyakit ada wanita sembuh. Dewasa ini kondom cukup
baik untuk mencegah penularan virus.
Beberapa wanita hamil mengalami HPV pada saluran genitalia. Pengaruh kehamilan
terhadap infeksi HPV meliputi ploriferasi dan peningkatan friabilitas lesi. Banyak ahli
menganjurkan untuk mengangkat lesi besar yang tumbuh keluar selama masa hamil.
Terapi laser karbondioksida melalui dipakai saat usia gestasi antara 30 dan 32 minggu.
Pengobatan biasanya diikuti kelahiran per vaginam tanpa komplikasi (Ferenczy, 1984).
Kelahiran sesaria merupakan indikasi ketika saluran panggul terobstruksi atau bila
kelahiran pervaginam dapat menimbulkan banyak perdarahan.
4. INFEKSI TRAKTUS GENETALIA
1. Infeksi Vagina

Tiga infeksi vagina yang paling sering ialah bacterial vaginosis, kandidiasis, dan
trikomoniasis. Infeksi vagina bias menular melalui hubungan seksual.

Infeksi harus dibedakan dari secret vagina, leukorea, rabas berwarna keputihan.
Perubahan fisiolis vagina selama masa hamil bias memudahkan timbulnya vaginitis.
Rabas vagina bertambah dan vagina menjadi kurang asam selama masa hakil. Keadaan
ini menciptakan lingkungan yang mempermudah pertumbuhan mikroba.

Penyebab paling sering keluhan divagina selama masa hamil adalah bacterial
vaginosis, disebut juga vaginosis tidak spesifik. Rabas vagina yang homogen berbau amis
bila bercampur dengan kalium hidroksida 10%. Clue Cells terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik rabas vagina.

Efek infeksi bacterial pada ibu biasanya adalah timbulnya penyakit ringan. Tanda
dan gejala bias meliputi pengeluaran rabas seperti susu dan timbulnya rasa gatal, terbakar,
dan nyeri divagina dan sekitar introitus. Komplikasi obstetric meliputi infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, kelahiran dan persalinan premature, dan endometritis nifas.
Bacterial vaginosis bias juga merupakan factor resiko PID.

Pengobatan bacterial vaginosis paling efektif dilakukan dengan metronidazole


oral. Akan tetapi, karena potensi teratogeniknya, metronidazole hanya diberikan trimester
ke 2 dan ke 3.

2. Kandidiasis Vulvovaginalis.
Kandidiasis vulvovaginalis atau kandida vaginitis terjadi di seluruh dunia.
Kebnyakan orang beranggapan bahwa penyakit ini meningkat, antara lain di sebabkan
oleh penggunaan agens antimikrobia secara luas.
Disuria dan dispareunia adalah keluhan yang sering muncul. Pada pemeriksaan
dengan spikulum biasanya di temukan bercak tebal dan putih, seperti keju, yang
melekat pada mukosa vagina yang pucat, kering, dan kadang-kadang sianosis.
Efek vaginal kandidiasis pada ibu biasanya tidak mengancam kesehatan, tetapi
ibu yang terkena bisa merasa sangat tidak nyaman akibat nyeri, rasa gatal, dan rabas
vagina. Kehamilan merupakan predisposisi wanita, bukan saja untuk mengalami
peningkatan angka infeksi, tetapi juga peningkatan kekambuhan dan kegagalan
pengobatan. Kekambuhan vaginitis kandidah pada masa ante partum pemicu perlunya
scrining terhadap dibetas destasional dan infeksi HIV jika di anggap perlu.
Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala dan obat anti jamur topical,
misalnya klotrimazol.

3. Trikomoniasis.
Tricomonas vaginalis adalah protozoa yang tumbuh subur di lingkungan yang
bersifat basa. Kontak seksual berperan dalam transmisi T. vaginalis, trikomaniasis
terjadi pada sekitar 30% wanita yang aktif secara seksual (Rein, Mullor, 1990).
Vaginalis memiliki afinitas terhadap membrane mukosa dan 75% wanita
terinfeksi melaporkan rabas vagina yang banyak, berbusa, dan bisa berbau, biasanya
berwarna abu-abu dan kuning kehijauan, dan mengalir dari vagina ketika speculum di
pasang.
Trikomoniasis tampaknya menimbulkan sedikit efek maternal selain
ketidaknyamanan. Vaginalis merupakan bentuk transmisi penyakit tanpa hubungan
seksual (nonvenereal) yang paling sering muncul. Efek pada janin neonates ialah
demam dan iritabilitas. Pengobatan terpilih, pemberian metrinidazole harus diberika
kepada wanita hamil pada trimester ke 2 dan 3.

4. Sterptococus Group B
Infeksi bakteri streptococcus group B (SGB) telah di kenal sebagai penyeba
utama infeksi perinatal yang mengancan jiwa di Amerika Serikat (ACOG, 1992 b).
angka transmisi ifeksi ini dari ibu ke janin pada waktu janin lahir berkisar antara 50%
dan 75% (Hills,1990). Ibu dengan persalinan premature atau ketuban pecah dini
memiliki resiko yang paling tinggi untuk mengidap infeksi, begitu juga dengan
janinnya. Efek pada ibu ialah keguuran, kematian janin, kelahiran premature, demam,
septicemia, dan infeksi puerperal.
Pengobatan infeksi SGB di lakukan dengan penisilin, ampicilin, sefalotin atau
peritromicin. Pemberian antibiotic intra partum kemoprfelaksis pada ibu karier GBS
menurunkan frekuensi penyakit SGB (ACOG, 1992.b).

5. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi Saluran Kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan untuk mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Wanita dengan PMS kronis,
terutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteri uria asimtomatik terjadi
pada sekitar 5% - 15% wanita hamil. Jika tidak di obati akan terjadi pielolefritis pada
kira-kira 30% wanita hamil. Kelahiran dan persalinan preamatur dapat sering terjadi.
5. INFEKSI PASCA PARTUM
Infeksi pasca partum (sepsis puerperal atau demem setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bias timbul
akibat bacteria yang sering kali di temukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat
pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus). Episisotomi atau laserasi pada
vagina atau serviks bias membuka jalan timbulnya sepsis. Penyakit obstetri termasuk PROM,
persalinan yang lama dan melelahkan, kelahiran dengn bantuan alat, perdarahan, dan retensi
produksi konsepsi meningkatkan kemungkinan dan berat sepsis puerperal.

Korioamnionitis bias menjadi penyebab atau terjadi akibat ketuban pecah dini (PROM
[premature rupure of membrane]. Korioamneonitis bias diikuti dengan plasentitis dan
pneumonia congenital janin, omfalitis, atau septicemia. Plasentitis dan korioamnionitis bias
diikuti dengan endometritis. Suatu endometritis, biasanya dilokasi plasenta, memungkinkan
dimulainya infeksi. Infeksi local bias disertai salpinitis, periotinitis, dan pembentukan abses
pelvis. Bias terjadi septicemia. Abses sekunder bias timbul pada tempat yang jauh seperti
paru-paru atau hati. Embili pada paru-paru atau syok septic yang sering disertai DIC akibat
infeksi genitalia berat seringkali terbukti fatal. Tromboflebitis femoral pasca partum (kaki
susu) bias menyebebkan tungkai bengkak dan nyeri jika tidak diobati, bias menjadi
tromboflebitis septic.

Gejala infeksi puerperal bias ringan atau berat. Suhu tubuh 38C atau lebih selang 2hari
berturut-turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh
infeksi pasca partum jika idk ada penyebab lain yang ditemukan. Ibu juga bias juga
menunjukan gejala keletihan dan latergi, kurang napsu makan, dan menggigil. Nyeri
perineum atau distress diabdomen bawah, mual dan muntah bisa segera terjadi. Lokia dalam
jumlah besar dan bau biasanya ditemukan. Biakan bakteri intrauterine atau intraservikal
harus menunjukan agens pathogen penyebab dalam 36-48 jam.
Penanganan infeksi pascapartum yang paling efektif dan paling murah adalah upaya
pencegahan. Tindakan pencegahan adalah dengan mengajarkan pasien nutrisi prenatal yang
untuk mengendalikan anemia dan perdarahan intranatal. Hygiene perineal ibu yang benar
juga perlu ditekankan. Semua tenaga kesehatan harus menaati teknik-teknik aseptic saat
bersalin dan pada masa pascapartum.

Pengendalian infeksi dilakukan untuk mencapai penyembuhan dan rasa nyaman.


Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting. Antibiotic spectrum luas diberikan
sampai organism penyebab infeksi ditemukan. Menyusui dapat terus dilanjutkan, bergantung
pada obat antibiotic yang diberikan.
Virolensi organisme, resistensi ibu, dan responnya terhadap pengobatan mempengaruhi
prognosis. Pencegahan, terapi suportif, dan pemberian antibiotic yang segera telah
menurunkan mortalitas martenal dimerika serikat sampai kurang dari 4%.
6. SADARI
SADARI adalah pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kanker payudara pada wanita. Kemungkinan timbulnya benjolan pada payudara
sebenarnya dapat diketahui secara cepat dengan pemeriksaan sendiri. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menggunakan cermin dan dilakukan oleh wanita yang berumur 20
tahun ke atas. Meskipun sebelum umur 20 tahun benjolan pada payudara bisa dijumpai,
tetapi potensi keganasannya sangat kecil (Setiati, 2009). Sebaiknya pemeriksaan sendiri ini
dilakukan secara berkala, yaitu satu bulan sekali. Ini dimaksudkan agar yang bersangkutan
dapat mengantisipasi secara cepat jika ditemukan benjolan pada payudara (Mardiana, 2009).
Cara melakukan pemeriksaan sendiri
1. Buka baju dan tanggalkan pakaian-bra anda dan berdiri tegak di depan cermin
dengan kedua lengan lurus ke bawah. Perhatikan ada-tidaknya perubahan ukuran
dan bentuk dari payudara anda, seperti lekukan atau kerutan dari kulit.
2. Melihat Perubahan di Hadapan Cermin.
Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak).
Cara melakukan :
Melihat perubahan bentuk dan besarnya, perubahan puting susu, serta kulit
payudara didepan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan
lurus ke bawah disamping badan. Perhatikan bentuk dan ukuran payudara.
Normal jika ukuran satu dengan yang lain tidak sama. Kemudian, perhatikan
juga bentuk puting dan warna kulit. Rata-rata payudara berubah tanpa kita
SADARI. Perubahan yang perlu diwaspadai adalah jika payudara berkerut,
cekung kedalam, atau menonjol ke depan karena benjolan. Puting yang berubah
posisi dimana seharusnya menonjol keluar, malahan tertarik ke dalam, dengan
warna memerah, kasar, dan terasa sakit.
Periksa payudara dengan tangan diangkat diatas kepala. Dengan maksud untuk
melihat retraksi kulit, perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya
atau kelainan pada kedua payudara. Kembali amati perubahan yang terjadi pada
payudara anda, seperti perubahan warna, tarikan, tonjolan, kerutan, perubahan
bentuk putting atau permukaan kulit menjadi kasar.
Berdiri tegak didepan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang/tangan menekan
pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla. Lalu perhatikan
apakah ada kelainan seperti di atas. Masih dengan posisi demikian, bungkukkan
badan dan tandai apakah ada perubahan yang mencurigakan perubahan atau
kelainan atau puting.
Dimulai dari payudara kanan, baring menghadap ke kiri dengan
membengkokkan kedua lutut anda. Letakkan bantal atau handuk mandi yang
telah dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk menaikan bagian yang akan
diperiksa. Kemudian letakkan tangan kanan Anda di bawah kepala. Gunakan
tangan kiri anda untuk memeriksa payudara kanan. Gunakan telapak jari-jari
anda untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. Periksa payudara
anda dengan menggunakan Vertical Strip dan Circular membentuk sudut 90
derajat.
Memeriksa seluruh bagian payudara dengan cara vertical, dari tulang selangka
dibagian atas ke bra-line di bagian bawah, dan garis tengah antara kedua
payudara ke garis tengah bagian ketiak anda. Gunakan tangan kiri untuk
mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat untuk
merasakan benjolan. Gerakkan tangan anda perlahan-lahan ke bawah bra line
dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian bawah bra
line, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang
selangka dengan memutar dan menekan. Bergeraklah ke atas dan ke bawah
mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk.
Berawal dari bagian atas payudara anda, buat putaran yang besar. Bergeraklah
sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah
sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke putting payudara. Lakukan
sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat.
Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae. Tekanan payudara memutar
searah jarum jam dengan bidang datar dari jari-jari anda yang dirapatkan.
Dimulai dari posisi jan 12.00 pada bagian puting susu.
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara anda untuk melihat
adanya cairan abnormal dari puting payudara.
Letakkan tangan kanan anda ke samping dan rasakan ketiak anda ke samping
dan rasakan ketiak anda dengan teliti, apakah teraba benjolan abnormal atau
tidak.
Cara Melakukan SADARI
1. Semasa Mandi
Angkat sebelah tangan. Dengan menggunakan satu jari, gerakkan secara mendatar
perlahan-lahan ke serata tempat bagi setiap payudara. Gunakan tangan kanan untuk
memeriksa payuadara sebelah kiri dan tangan kiri untuk memeriksa payuadara kanan.
Periksa dan cari bila terdapat gumpalan/ kebetulan keras, menebal di payudara.
2. Berdiri di hadapan cermin
Dengan mengangkat kedua tangan ke atas kepala, putar-putar tubuh perlahan lahan
dari sisi kanan ke sisi kiri. Cetak pinggang anda, tekan turun perlahan-lahan ke bawah
untuk menegangkan otot dada dan menolak payudara anda ke depan. Perhatikan
dengan teliti segala perubahan seperti besar, bentuk dan kontur setiap payudara. Lihat
pula jika terdapat kekakuan, lekukan atau putting tersorot ke dalam. Dengan
perlahan-lahan, picit kedua putting dan perhatikan jika terdapat cairan keluar. Periksa
lanjut apa cairan itu kelihatan jernih atau mengandungi darah.
3. Berbaring
Untuk memeriksa payudara sebelah kanan, letakkan bantal di bawah bahu kanan dan
tangan kanan diletakkan di belakang kepala. Tekan jari Anda mendatar dan bergerak
perlahan-lahan dalam bentuk bulatan kecil, bermula dari bagian pangkal payudara.
Selepas satu putaran, jari digerakkan 1 inci (2,5 cm) ke arah puting. Lakukan
putaran untuk memeriksa setiap bagian payudara termasuk puting. Ulangi hal yang
sama pada payudara sebelah kiri dengan meletakkan bantal di bawah bahu kiri dan
tangan kiri diletakkan di belakang kepala. Coba rasakan sama ada terdapat sebarang
gumpalan di bawah dan di sepanjang atas tulang selangka.
7. PAP SMEAR dan IVA
A. Pap Smear
Definisi Pap Smear
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat
adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai
tanda awal keganasan serviks atau prakanker. Pap Smear merupakan suatu metode
pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah
mikroskop.
Manfaat Pap Smear
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Diagnosis dini keganasan
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker
korpusendometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan
ovarium.
b. Perawatan ikutan dari keganasan
Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah
mendapat kemoterapi dan radiasai.
c. Interpretasi hormonal wanita
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau
tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan
kemungkinan keguguran pada hamil muda.
d. Menentukan proses peradangan
Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai
infeksi bakteri dan jamur.
Kapan Melakukan Pap Smear?
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan paling tidak setahun sekali bagi wanita yang
sudah menikah atau yang telah melakukan hubungan seksual. Para wanita sebaiknya
memeriksakan diri sampai usia 70 tahun. Pap Smear dapat dilakukan kapan saja
kecuali padamasa haid. Persiapan pasien untuk melakukan Pap Smear adalah tidak
sedang haid, tidak koitus 1-3 hari sebelum pemeriksaan dilakukan dan tidak sedang
menggunakan obat-obatan vaginal.
Teknik pemeriksaan Pap smear
Dua hari menjelang pemeriksaan, ibu dilarang melakukan senggama maupun
memakai obat-obatan yang dimasukkan ke dalam liang senggama. Waktu yang baik
untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi. Terlebih dahulu
mengisi informed consent dan formulir Pap Smear secara lengkap dan sesuaikan
dengan nomor urut pengambilan. Ibu dalam posisi litotomi, pasang spekulum vagina
tanpa menggunakan pelican, dan tanpa melakukan periksa dalam sebelumnya.
Setelah portiotampak, maka spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, lalu
spatula diputar 180 searah jarum jam. Spatula dengan ujung pendek diusap 360
pada permukaan serviks. Lendir yang didapat dioleskan pada objek glass
berlawanan arah jarum jam. Apusan hendaknyadilakukan sekali saja, lalu difiksasi
atau direndam dalam larutan alkohol 96% selama 30 menit. Sediaan dapat dikirim
secara basah (tetap direndam dalam alkohol) atau dikirim secara kering dengan
mengeringkan sediaan setelah direndam dalam alcohol. Selanjutnya sediaan tadi
dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk diperiksa.

B. IVA (INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)


Pengertian
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk
mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin. IVA merupakan pemeriksaan leher
rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher Rahim
setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%.
Siapa yang harus menjalani tes IVA?
Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30-45
tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia antara
40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih
mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Cara Penggunaan
a. IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada permukaan
mulut Rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang
disebut aceto white epithelium.
b. Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA
positi. Maka jika hal itu ter!adi maka dapat dilakukan biopsy.
c. Untuk mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan.
d. Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di
Puskesmas ataudi tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih
ekonomis.
Kategori IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:
a. IVA negative = menunjukkan leher rahim normal.
b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polipserviks).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena
temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks pra kanker (dispalsia ringan-
sedang-berat atau kanker serviks in situ).
DAFTAR PUSTAKA

Sukarni, Icemi & Wahyu P. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Mardiana, L. 2009. Mencegah dan Mengobati Kanker Pada Wanita Dengan Tanaman Obat.

Jakarta : Penebar Swadaya

Maria A. wijayarini, S.Kp, MSN & dr. peter I. Anugrah. 2004. BUKU AJAR KEPERAWATAN

MATERNITAS. Jakarta.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52137/4/Chapter%20II.pdf. 07/02/2017

Anda mungkin juga menyukai