NIM : 14061062
SEMESTER : VI / KELAS B
Rasa sakit atau nyeri saat kencing atau saat berhubungan seksual.
Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
Keluarnya lendir pada vagina.
Keputihan berwarna putih susu, bergumpal, dan disertai rasa gatal pada kelamin.
Keputihan berbusa dan berbau busuk.
Bercak-bercak darah setelah berhubungan seks.
Istilah penyakit menular seksual (PMS) mencerminkan definisi setiap mikroba yang
ditularkan seseorang kepada orang lain melalui kontak yang dekat dan intim (Spense, 1989).
Penyakit menular seksual:
Bakteri: Chlamydia, Gonore, Sifilis, Chancroid, Limfogranuloma venereum,
Gardnerella, Sigelosis, Salmonelosis, Mikroplasma genital, Streptokokus grup B.
Virus: Human immunodeficiency virus, Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2,
Sitomegalovirus, Virus hepatitis A dan B, Virus papiloma-manusia.
Protozoa: Trikomoniasis, Giardiasis, Amebiasis.
Parasite: Pedikulosis, Skabies.
Jamur: Kandidiasis.
Infeksi Klamidia
Chlamydia trachomatis patogen bakteri yang paling umum ditularkan melalui
hubungan seksual, dapat hidup hanya di dalam sel hidup dan transmisi terjadi melalui
kontak seksual secara langsung atau pemaparan saat lahir. Lima belas tipe-imun
C.trachomatis menyebabkan infeksi pada orang dewasa dan neonatus. Peran
C.trachomatis dalam mencetuskan aborsi spontan, persalinan premature, berat lahir
rendah, dan endometritis pasca partum perlu diteliti lebih lanjut. Efek infeksi yang
terjadi kemudian mencakup salpingitis, kehamilan ektopik, penyakit radang pinggul
(PRP), infertilitas dan sterilitas.
Masa tanpa gejala ber-langsung 7 - 21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan
pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, gejalanya bisa berupa :
Keluarnya cairan dari alat kelamin atau sering disebut keputihan encer berwarna
kuning kecoklatan.
Rasa nyeri di rongga pinggul.
Pendarahan setelah hubungan seksual.
Gonorea
Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri jenis diplokokus.
Meskipun gonore merupakan suatu PMS, penyakit ini juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan lesi terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda mati atau
fomites. Penularan-sendiri (self-inoculation) sering terjadi melalui tangan yang
terkontaminasi. Gonore seringkali hanya menimbulkan gejala ringan pada wanita satu
muncul secara tak terduga di traktus genetalia bagian bawah. Periode inkubasi ialah dua
sampai lima hari. Gejala infeksi pada traktus urogenetalia bagian bawah mencakup
dysuria dan sering berkemih, rabas purulent hijau-kuning dalam jumlah banyak di os
servikalis, nyeri tekan di servikal, vulvovaginitis, bartolinitis, dyspareunia, dan
perdarahan pasca koitus. Bengkak dan nyeri pada kelenjar bartolin dan nyeri tekan pada
kelenjar getah bening dilipat paha biasanya menyertai infeksi. Nyeri pada abdomen
bagian bawah, nyeri tekan pada serviks, mual dan muntah menyertai gejala. Infeksi
anorektal didiagnosis melalui adanya peradangan lokal, adanya rasa terbakar saat
berkemih dan pruritus. Infeksi orofaring dapat terjadi tanpa gejala atau mengakibatkan
dan sakit tenggorokan. Infeksi sistemik menyebabkan gonokosemia, ruam pada kulit,
artritis, pericarditis, dan meningitis. Komplikasi pada ibu gonore yang tidak diobati
meliputi endometritis gonokokus, salpingitis akut, dermatitis dan artritis.
Ceftriakson ialah dosis tunggal terapi yang direkomendasikan. Spektinomisin
ialah terapi alternative yang lebih disukai. Diantara wanita beresiko tinggi, khususnya
wanita yang memiliki banyak pasangan, berbagai PMS sering timbul.
Semua pasangan seksual harus diobati dan menggunakan kondom saat melakukan
hubungan seksual oral dan genital.
Sifilis
Sifilis disebabkan oleh spirokeata Treponema palidung setelah suatu periode
inkubasi beberapa minggu. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang
sampai 13 minggu. Kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang
disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa
diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks.
Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan seringkali penderita tidak memperhatikan
hal ini. Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, atau
disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan syaraf
otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan
kepada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental.Beberapa metode pengkajian klinis sifilis tersedia. Setiap
pemeriksaan antibodi dapat menjadi tidak reaktif jika individu sedang terinfeksi karena
system imun tubuh memerlukan waktu untuk membentuk antibody untuk setiap
antigen.
Sifilis yang tidak diobati pada tahap primer dan sekunder menyebabkan bayi lahir
premature. Tahap tersier dan tahap laten sifilis yang tidak diobati menyebabkan sifilis
sekunder (sifilis kongenital) pada bayi baru lahir.
Penicillin lebih dipilih untuk pengobatan sifilis, pada individu yang alergi
terhadap penicillin, pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisilin, eritromisin, dan
ceftriakson. Tetrasiklin dikontraindikasikan pada kehamilan karena efek obat-obatan itu
pada fungsi hati ibu dan perubahan warna gigi, serta penurunan pertumbuhan tulang
pada janin.
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu
TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-
sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita bagi ibu hamil.
a) Toxoplasma
Definisi
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada
umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Toxoplasma
yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise,
demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila
terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan system kekebalan tubuh terganggu.
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasama maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%), atau bayi menderita Toxoplasma bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
Etiologi
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma gondi.
Toxoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan hamper pada semua hewan dan
ungags berdarah panas. Tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing dan
makanan yang berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari
toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Infeksi ini juga dapat terjadi pada
siapa saja, perempuan atau laki-laki yang kontak dengan sumber/ tempat berkembangnya
parasite tersebut.
Patofisiologi
Toxoplasma gondi mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi lagi menjadi
5 tingkat siklus: Fase proliferative, stadium kista, fase schizogoni, gametologi dan fase
ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat
terjadi dalam bermacam-macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik hanya
terdapat pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti
tikus yang terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat terbentuk setelah terjadi beberapa
siklus proliferasi dimana terbentuk tropozit. Kista ini dapat terbentuk selama infeksi
kronis yang berhubungan dengan imunitas tubuh. Kista terbentuk intra sel kemudia
terdapat secara bebas didalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap
dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi inflamasi. Kista pada binatang yang terinfeksi
menjadi infeksius, jika termakan oleh karnivora dan toxoplasma tersebut masuk melalui
usus. Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang,
sayuran-sayuran yang tidak dimasak, makanan yang terkontaminasi kotoran kucing
melalui lalat atau serangga. Juga ada kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang
terdapat ookista yang beterbangan. Cara penularan lain yang sangat penting adalah pada
jalur maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat
menularkannya pada janin melalui plasenta. Imunitas maternal tampaknya memberikan
perlindungan terhadap penularan transplasental parasite tersebut. Dengan demikian,
toxoplasmosis kongenital dapat terjadi jika ibu mendapatkan infeksi tersebut selama
kehamilannya.
Tanda dan Gejala
Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gejala
influenza, timbul rasa lelah, malise, dan demam.
Pyrexia of unknow origin (PUO)
Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash, myalgia perasaan umum (tidak
nyaman atau gelisah)
Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang sel retina
mata.
Pada janin
Pada awal kehamilan infeksi toxoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya
terjadi secara berulang. Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka dapat
mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah:
Lahir mati (still birth)
Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
Anemia
Perdarahan
Radang paru
Penglihatan dan pendengaran kurang.
Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat
merusak otak janin.
Resiko terburuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat infeksi
maternal akut terjadi di trimester ketiga.
Penatalaksanaan
Bila ternyata sudah pasti janin tertular toxoplasma, tergantung pada umur kehamilan,
apakah perlu dilakukan terminasi atau tidak, tentu dokter akan mendiskusikannya. Atau
dokter akan memberikan pengobatan antibiotic untuk mengurangi resiko kelainan pada
janin yang dikandung. Selain itu perlu dilakukan pencegahan terhadap toxoplasma ini
denga hal-hal berikut:
Mengguanakan sarung tangan saat berkebun. Karena kucing mencari tempat
buang air besar di pekarangan atau gundukan pasir atau tempat bak sampah.
Mencuci tangan yang bersih setelah selesai mengolah tanaman dan tanah di
perkarangan.
Bila mengolah daging mentah, bersihkan dengan baik papan tempat pengolahan,
pisau, dan alat-alat yang lain kontak dengan daging. Cuci tangan dengan air dan
sabun setelah selesai mengolah daging mentah.
Masaklah daging dengan sempurna, jangan mencicipi daging yang belum matang
sempurna.
b) Rubella
Rubella, yang juga dikenal dengan sebutan campak Jerman, adalah suatu infeksi virus
yang ditransmisi melalui droplet. Demam, ruam, dan limfedema ringan biasanya terlihat pada
ibu terinfeksi. Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus spontan, anomaly
congenital (disebut juga sindrom rubella congenital), dan kematian. Pencegahan infeksi
rubella maternal dan efek pada janin adalah focus utama program imunisasi rubella.
Vaksinasi ibu hamil di kontraindikasikan karena infeksi rubella bisa terjadi setelah vaksin
diberikan. Vaksin rubella diberikan pada ibu yang tidak imun terhadap rubella dan mereka
dianjurkan memakai kontrasepsi selama miniman 3 bulan setelah vaksinasi (Bobak dkk,
2004)
Infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi; pada
wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari.
Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah, demam
ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis
karena rubela hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama,
makin awal (trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi
yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian
besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung, hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang.
Sedangkan infeksi setelah masa itu dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya
khorioretinitis bertahun-tahun setelah bayi lahir.
Pencegahan antara lain dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan,
pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang
berwenang.
c) Sitomegalovirus ( Cytomegalovirus=CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus, famili
herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang
terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit ini
antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi,
infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga
hingga ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
Bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan
menyebabkan manifestasi gejala klinik seperti infeksi janin bawaan sebagai berikut :
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
khorioretinitis
optic atrophy
mikrosefali
letargia
kejang
hepatitis
jaundice
infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan
kalsifikasi intracranial
Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan
pendengaran.
Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan
terutama sesudah buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu
seronegatif dengan darah yang berasal dari donor seropositif, dan menghindari
transplantasi organ tubuh dari donor seropositif ke resipien seronegatif.
Pencegahan antara lain dengan cara menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan
kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas
seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius
3. HUMAN PAPILOMA VIRUS
Infeksi kondilomata akuminata, lesi yang ditularkan melalui hubungan seksual dan
disebabkan oleh HPV adalah infeksi yang paling sering ditularkan melalui hubungan seksual
sampai 3 kali lebih sering daripada herpes genetal (Oriel, 1990). Lebih dari 50 HPV menginfeksi
kulit dan permukaan mukosa dengan HPV-6, HPV-11, dan HPV-16 paling sering menginfeksi
traktus genitalia (Oriel, 1990;Shah, 1990).
Penyakit timbul pada tempat masuk virus setelah masa inkubasi 2-3 bulan. HPV
diseminasi melalui kontak kulit ke kulit, tidak melalui pertukaran cairan tubuh. Pemaparan pada
virus terjadi melalui kontak seksual dengan pasangan terinfeksi. Berganti-ganti pasangan
meningkatkan kemungkinan infeksi HPV. Kelompok lain yang beresiko ialah perokok dan
pengguna pil KB.
Pada banyak orang keadaan ini sulit diobati. Terapi yang tersedia terutama bersifat
sitotoksit atau dekstruktif. Agen sitotoksik ialah podovilin dan 5 fluorourasil (5-FU) podivilin
20%-30% dalam tingtur benzoin, dipakai untuk lesi 2cm atau kurang, tetapi tidak digunakan
dalam vagina atau pada serviks. Petrolatum digunakan untuk melindungi sekitarnya karena
pedovilin bersifat membakar kulit dan sitotoksik. Wanita tersebut harus membersihkan obat ini
setelah 4 jam atau lebih cepat jika timbul rasa terbakar. Podivilin tidak boleh digunakan selama
masa hamil. Penggunaan obat ini dikaitkan dengan kematian janin dan persalinan premature.
Metode destruksi yang paling efektis ialah suatu laser karbon dioksida yang digunakan
bersama anastesi local. Metode ini akurat dan steril dan hanya menimbulkan perdarahan
minimum dan trauma. Daerah yang diobati tidak akan kembali ke pigmen normalnya selama
beberapa tahun. Instruksi pasca terapi laser adalah sebagai berikut :
1. Pertahankan daerah tetap bersih dengan mengirigasinya dengan air hangat 2 kali sehari.
2. Keringkan dengan pengering rambut listrik
3. Beri crim anti bakteri 2 kali sehari
4. Gunakan kasa untuk mencegah gesekan pada pakaian
5. Gunakan salep lidokain 5% bila terasa sakit
6. Kembali ke klinik sesuai intruksi
7. Gunakan kondom lateks sampai penyakit ada wanita sembuh. Dewasa ini kondom cukup
baik untuk mencegah penularan virus.
Beberapa wanita hamil mengalami HPV pada saluran genitalia. Pengaruh kehamilan
terhadap infeksi HPV meliputi ploriferasi dan peningkatan friabilitas lesi. Banyak ahli
menganjurkan untuk mengangkat lesi besar yang tumbuh keluar selama masa hamil.
Terapi laser karbondioksida melalui dipakai saat usia gestasi antara 30 dan 32 minggu.
Pengobatan biasanya diikuti kelahiran per vaginam tanpa komplikasi (Ferenczy, 1984).
Kelahiran sesaria merupakan indikasi ketika saluran panggul terobstruksi atau bila
kelahiran pervaginam dapat menimbulkan banyak perdarahan.
4. INFEKSI TRAKTUS GENETALIA
1. Infeksi Vagina
Tiga infeksi vagina yang paling sering ialah bacterial vaginosis, kandidiasis, dan
trikomoniasis. Infeksi vagina bias menular melalui hubungan seksual.
Infeksi harus dibedakan dari secret vagina, leukorea, rabas berwarna keputihan.
Perubahan fisiolis vagina selama masa hamil bias memudahkan timbulnya vaginitis.
Rabas vagina bertambah dan vagina menjadi kurang asam selama masa hakil. Keadaan
ini menciptakan lingkungan yang mempermudah pertumbuhan mikroba.
Penyebab paling sering keluhan divagina selama masa hamil adalah bacterial
vaginosis, disebut juga vaginosis tidak spesifik. Rabas vagina yang homogen berbau amis
bila bercampur dengan kalium hidroksida 10%. Clue Cells terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik rabas vagina.
Efek infeksi bacterial pada ibu biasanya adalah timbulnya penyakit ringan. Tanda
dan gejala bias meliputi pengeluaran rabas seperti susu dan timbulnya rasa gatal, terbakar,
dan nyeri divagina dan sekitar introitus. Komplikasi obstetric meliputi infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, kelahiran dan persalinan premature, dan endometritis nifas.
Bacterial vaginosis bias juga merupakan factor resiko PID.
2. Kandidiasis Vulvovaginalis.
Kandidiasis vulvovaginalis atau kandida vaginitis terjadi di seluruh dunia.
Kebnyakan orang beranggapan bahwa penyakit ini meningkat, antara lain di sebabkan
oleh penggunaan agens antimikrobia secara luas.
Disuria dan dispareunia adalah keluhan yang sering muncul. Pada pemeriksaan
dengan spikulum biasanya di temukan bercak tebal dan putih, seperti keju, yang
melekat pada mukosa vagina yang pucat, kering, dan kadang-kadang sianosis.
Efek vaginal kandidiasis pada ibu biasanya tidak mengancam kesehatan, tetapi
ibu yang terkena bisa merasa sangat tidak nyaman akibat nyeri, rasa gatal, dan rabas
vagina. Kehamilan merupakan predisposisi wanita, bukan saja untuk mengalami
peningkatan angka infeksi, tetapi juga peningkatan kekambuhan dan kegagalan
pengobatan. Kekambuhan vaginitis kandidah pada masa ante partum pemicu perlunya
scrining terhadap dibetas destasional dan infeksi HIV jika di anggap perlu.
Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala dan obat anti jamur topical,
misalnya klotrimazol.
3. Trikomoniasis.
Tricomonas vaginalis adalah protozoa yang tumbuh subur di lingkungan yang
bersifat basa. Kontak seksual berperan dalam transmisi T. vaginalis, trikomaniasis
terjadi pada sekitar 30% wanita yang aktif secara seksual (Rein, Mullor, 1990).
Vaginalis memiliki afinitas terhadap membrane mukosa dan 75% wanita
terinfeksi melaporkan rabas vagina yang banyak, berbusa, dan bisa berbau, biasanya
berwarna abu-abu dan kuning kehijauan, dan mengalir dari vagina ketika speculum di
pasang.
Trikomoniasis tampaknya menimbulkan sedikit efek maternal selain
ketidaknyamanan. Vaginalis merupakan bentuk transmisi penyakit tanpa hubungan
seksual (nonvenereal) yang paling sering muncul. Efek pada janin neonates ialah
demam dan iritabilitas. Pengobatan terpilih, pemberian metrinidazole harus diberika
kepada wanita hamil pada trimester ke 2 dan 3.
4. Sterptococus Group B
Infeksi bakteri streptococcus group B (SGB) telah di kenal sebagai penyeba
utama infeksi perinatal yang mengancan jiwa di Amerika Serikat (ACOG, 1992 b).
angka transmisi ifeksi ini dari ibu ke janin pada waktu janin lahir berkisar antara 50%
dan 75% (Hills,1990). Ibu dengan persalinan premature atau ketuban pecah dini
memiliki resiko yang paling tinggi untuk mengidap infeksi, begitu juga dengan
janinnya. Efek pada ibu ialah keguuran, kematian janin, kelahiran premature, demam,
septicemia, dan infeksi puerperal.
Pengobatan infeksi SGB di lakukan dengan penisilin, ampicilin, sefalotin atau
peritromicin. Pemberian antibiotic intra partum kemoprfelaksis pada ibu karier GBS
menurunkan frekuensi penyakit SGB (ACOG, 1992.b).
Korioamnionitis bias menjadi penyebab atau terjadi akibat ketuban pecah dini (PROM
[premature rupure of membrane]. Korioamneonitis bias diikuti dengan plasentitis dan
pneumonia congenital janin, omfalitis, atau septicemia. Plasentitis dan korioamnionitis bias
diikuti dengan endometritis. Suatu endometritis, biasanya dilokasi plasenta, memungkinkan
dimulainya infeksi. Infeksi local bias disertai salpinitis, periotinitis, dan pembentukan abses
pelvis. Bias terjadi septicemia. Abses sekunder bias timbul pada tempat yang jauh seperti
paru-paru atau hati. Embili pada paru-paru atau syok septic yang sering disertai DIC akibat
infeksi genitalia berat seringkali terbukti fatal. Tromboflebitis femoral pasca partum (kaki
susu) bias menyebebkan tungkai bengkak dan nyeri jika tidak diobati, bias menjadi
tromboflebitis septic.
Gejala infeksi puerperal bias ringan atau berat. Suhu tubuh 38C atau lebih selang 2hari
berturut-turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh
infeksi pasca partum jika idk ada penyebab lain yang ditemukan. Ibu juga bias juga
menunjukan gejala keletihan dan latergi, kurang napsu makan, dan menggigil. Nyeri
perineum atau distress diabdomen bawah, mual dan muntah bisa segera terjadi. Lokia dalam
jumlah besar dan bau biasanya ditemukan. Biakan bakteri intrauterine atau intraservikal
harus menunjukan agens pathogen penyebab dalam 36-48 jam.
Penanganan infeksi pascapartum yang paling efektif dan paling murah adalah upaya
pencegahan. Tindakan pencegahan adalah dengan mengajarkan pasien nutrisi prenatal yang
untuk mengendalikan anemia dan perdarahan intranatal. Hygiene perineal ibu yang benar
juga perlu ditekankan. Semua tenaga kesehatan harus menaati teknik-teknik aseptic saat
bersalin dan pada masa pascapartum.
Mardiana, L. 2009. Mencegah dan Mengobati Kanker Pada Wanita Dengan Tanaman Obat.
Maria A. wijayarini, S.Kp, MSN & dr. peter I. Anugrah. 2004. BUKU AJAR KEPERAWATAN
MATERNITAS. Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52137/4/Chapter%20II.pdf. 07/02/2017