TL-4101
Kelompok B:
Fetrian (15313003)
Siti Karin Thalia Mirza (15313012)
Adnan Rafif Wijayarso (15313035)
Diana (15313047)
Eva Fatonah Yunus (15313050)
Asisten:
Dea Amelia, S.T.
BAB III ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
............................................................................................................................................. 17
Gambar 2.1 Daerah Perencanaan untuk Pelayanan Kebutuhan Air Bersih ..................... 5
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan senyawa yang penting bagi semua makhluk hidup. Senyawa tersebut
memiliki peranan dalam keberlangsungan hidup manusia. Sekitar 60% hingga 70% tubuh
manusia terdiri dari air. Apabila kebutuhan air tidak terpenuhi, maka dapat terjadi gangguan
terhadap tubuh manusia yang dapat menurunkan produktivitas kerja dan mungkin juga
terjangkit penyakit.
Air dapat diperoleh dari sumber sumber air yang tersebar di permukaan bumi, di dalam
tanah maupun air hujan. Air tersebut dapat diolah menjadi air baku dan air minum. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Sehingga penyediaan air minum harus memperhatikan kualitas serta
kuantitas dan kontinuitasnya. Syarat kualitas air minum meliputi syarat fisika, kimia, biologis
dan radiologis. Dari segi kuantitatif, air minum harus dapat memenuhi kebutuhan sesuai
dengan kebutuhan daerah yang dilayani. Sedangkan kontinuitas berarti air tersebut harus tetap
tersedia dan mudah diakses.
Jika diperlukan pengolahan, maka akan dapat timbul hasil sampingan berupa limbah yang
umumnya bersifat cair. Limbah tersebut tidak dapat dibuang begitu saja ke lingkungan. Oleh
karena itu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengatur mengenai pengelolaan kualitas
dan pencemaran air agar tidak merusak lingkungan.
Kebutuhan air minum dari suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi daerah pelayanan,
proyeksi jumlah penduduk, periode perencanaan, budaya masyarakat, kebutuhan air umum dan
kehilangan air. Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk akan terus bertambah. Hal ini
akan meningkatkan aktivitas penduduk di daerah tersebut. Bertambahnya jumlah penduduk
dan aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan akan air minum. Sehingga perencanaan sistem
pengolahan air minum harus direncanakan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan air
minum yang terus meningkat tiap waktunya.
1
Perencanaan dalam pengelolaan air minum kali ini direncanakan di daerah Klaten.
Berdasarkan artikel yang didapat dari solopos.com tanggal 11 Agustus 2016, terdapat belasan
desa di empat di Klaten mengalami krisis air bersih. Krisis ini menyebabkan warga terpaksa
membeli air bersih. Hal itu dikarenakan air sumur termasuk tidak layak konsumsi. Selain itu,
warga setempat sulit menemukan sumber air karena sumber air tanah disini tidak layak
dikonsumsi secara langsung. Oleh karena itu, PDAM Klaten memberikan bantuan air bersih
hingga berpuluh tangki isi 5.000 liter.
Dengan sumber artikel yang sama, ternyata pada pertengahan September 2015 juga terjadi
kekeringan di Klaten. Daerah yang mengalami kekeringan tersebar di dua puluh tiga desa di
tujuh kecamatan. Dalam mengatasi hal ini, hingga pertengah September BPBD Klaten telah
menyalurkan bantuan air bersih hampir 400 tangki. Selain BPBD Klaten, bantuan air bersih
juga datang dari instansi swasta.
2
BAB II
DATA PERENCANAAN
2.1 Umum
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air
minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang
memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan airminum. Adapun persyaratan yang dimaksud
adalah persyaratan dari segikualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan
radiologis, sehinggaapabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum
Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990)
Sumber air baku yang dapat digunakan oleh manusia untuk dimanfaatkan diantaranya air
tanah, air hujan, air laut, air sungai, dan lainnya. Karena tidak semua sumber air baku ini dapat
langsung dimanfaatkan, terutama dikonsumsi sebagai air layak minum, pengolahan mutlak
diperlukan. Sebelum pengolahan dilakukan, perlu diketahui karakteristik air baku yang akan
diolah sehingga perancangan unit pengolahan air minum menjadi efektif.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sistem distribusi air bersih
yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan. Kebutuhan air
bersih sangat ditentukan oleh kondisi wilayah perencanaan, pertambahan jumlah penduduk dan
tingkat sosial ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air. Penentuan
kebutuhan air bersih didasarkan pada beberapa hal yaitu:
1. Daerah pelayanan
2. Periode perencanaan
3. Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode
perencanaan
4. Pola pemakaian air di suatu wilayah
1. Pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu daerah
maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat
2. Tingkat sosial ekonomi penduduk. Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat
sosial ekonomi juga semakin meningkat
3
3. Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang ada
4. Ekonomi dan investasi pembangunan
5. Spesifikasi teknik material dan struktur sistem
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih antara lain adalah iklim, kondisi
masyarakat, jenis aktivitas dan ukuran kota.
1. Iklim
Kondisi iklim akan mempengaruhi jenis kegiatan, seperti mandi, menyiram tanaman,
dan sebagainya, sehingga daerah dengan kondisi iklim yang lebih hangat dan kering
akan mengakibatkan peningkatan dalam konsumsi air.
2. Kondisi Masyarakat
Konsumsi air dipengaruhi oleh status ekonomi dari para pelanggan, dalam hal ini
masyarakat di daerah tersebut. Pemakaian perkapita di daerah kurang mampu jauh lebih
rendah dibandingkan dengan daerah dengan kondisi ekonomi yang lebih baik, selain
itu tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi penggunaan air, terutama dalam hal
kesadaran untuk menghemat konsumsi air.
3. Jenis Aktivitas dan Ukuran Kota
Daerah yang memiliki aktivitas beragam dan tinggi, seperti industri dan transportasi,
akan mempengaruhi jumlah kebutuhan air per kapita daerah tersebut
Kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan sangat tergantung kepada kondisi daerah
pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Daerah pelayanan yang ditentukan dalam
perencanaan ini adalah wilayah Klaten Selatan dengan pertimbangan:
4
pelayanan dibagi menjadi 7 cakupan daerah pelayanan, yaitu kawasan Kota Klaten, serta 6
IKK(Ibu Kota Kecamatan), dengan kapasitas produksi serta sumber air baku yang berbeda-
beda. Untuk wilayah Kotip sendiri terdiri dari 12.073 sambungan rumah, serta 35 hidran umum
dengan tingkat cakupan pelayanan sebesar 61.33% meliputi daerah pelayanan Kecamatan
Klaten Utara, Kecamatan Klaten Tengah, serta Kecamatan Klaten Selatan.
Periode perencanaan merupakan jangka waktu yang diberikan kepada instalasi pengolahan
untuk dapat melayani kebutuhan air masyarakat di wilayah perencanaan. Periode perencanaan
instalasi pengolahan air minum pada umumnya adalah 20-25 tahun. Pada perencanaan ini
5
ditetapkan 20 tahun sebagai periode perencanaan. Periode perencanaan ini diambil dengan
pertimbangan bahwa perkembangan penduduk di masa mendatang hanya dapat diprediksi
dengan baik untuk periode 20 tahun. Periode perencanaan ini terbagi atas dua tahap dengan
durasi masing-masing tahap ialah 10 tahun. Rencana pengembangan sistem penyediaan air
minum dapat terdiri dari :
Proyeksi kebutuhan air bersih untuk suatu kota diperhatikan dengan memperhitungkan
beberapa faktor yang dapat menyebabkan bertambahnya jumlah kebutuhan air bersih. Faktor
tersebut adalah (Melati, 2005):
1. Pertambahan jumlah penduduk
2. Tingkat kehidupan dan aktivitas penduduk
3. Keadaan iklim daerah setempat
4. Rencana daerah pelayanan pada tiap tahapan perencanaan dan kemungkinan perluasannya
5. Keadaan sosial ekonomi daerah setempat
Proyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan dengan memprediksi jumlah air
yang akan digunakan untuk kebutuhan domestik, kebutuhan non-domestik, kehilangan air, dan
prediksi fluktuasi kebutuhan air.
1. Kebutuhan air domestik
Menurut J. Kindler dan C.S. Russel (1984), kebutuhan air untuk tempat tinggal
(kebutuhan domestik) meliputi semua kebutuhan air untuk keperluan penghuni, meliputi
kebutuhan untuk mencuci kendaraan, mempersiapkan makanan, toilet, mencuci pakaian,
6
mandi, dan untuk menyiram pekarangan. Tingkat kebutuhan air domestik dipengaruhi oleh
keadaan alam di area permukiman, jumlah penghuni rumah, gaya hidup penghuni rumah,
dan budaya masyarakat.
Tabel 2.1 Gambaran Kebutuhan Air Rata-Rata Domestik
7
perbedaan aktivitas penggunaan air oleh masyarakat. Fluktuasi kebutuhan air ini membagi
kebutuhan air menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Kebutuhan air rata-rata
Kebutuhan air harian maksimum
Kebutuhan pada jam puncak
Kebutuhan air harian maksimum dan kebutuhan pada jam puncak sangat perlu
diketahui dalam perhitungan jumlah kebutuhan air baku, yaitu untuk dapat memenuhi
kebutuhan air bersih pada hari-hari tertentu dan pada jam puncak pelayanan.
Berikut adalah proyeksi kebutuhan air bersih untuk daerah Klaten Selatan.
Tabel 2.3 Proyeksi Kebutuhan Air Klaten Selatan
2023 2033
Jenis Kebutuhan Air
(L/detik) (L/detik)
8
2023 2033
Jenis Kebutuhan Air
(L/detik) (L/detik)
Air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah
dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Air
baku adalah tahap paling awal dari proses penyediaan dan pengolahan air bersih. Oleh karena
itu, sumber air baku harus memenuhi dua persyaratan tersebut.
1. Syarat kualitatif
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IX/2010 menyatakan
bahwa terdapat tiga syarat kualitatif air baku air minum yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Syarat fisik, di antaranya adalah:
o Air harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
o Suhunya sebaiknya sama dengan suhu udara, atau hanya berbeda 3C dengan
suhu udara.
b. Syarat kimiawi, di antaranya
o Nilai pH di antara 6,5-8,5
o Kandungan total dissolved solid (TDS) kurang dari 1000 bg/L
o Tidak mengandung zat organik berlebihan
c. Syarat biologis, yaitu air tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan parasit.
9
Di Indonesia, baku mutu air baku diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas I.
Peraturan tersebut membagi air berdasarkan kualitasnya menjadi empat kelas, yaitu
sebagai berikut.
Kelas satu, yaitu air yang digunakan untuk air baku air minum dan/atau peruntukan
lain dengan syarat mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas dua, yaitu air yang digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau
peruntukan lain dengan syarat mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas tiga, yaitu air yang digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan lain dengan syarat mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat, yaitu air yang digunakan untuk mengairi pertamanan dan/atau
peruntukan lain dengan syarat mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kriteria mutu air berdasarkan kelas yang diatur dalam PP No. 82 Tahun 2001 adalah
sebagai berikut.
Tabel 2.4 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
KELAS KETERANGAN
PARAMETER SATUAN
I II III IV
FISIKA
deviasi deviasi deviasi deviasi Deviasi temperatur dari
oC
Temperatur
3 3 3 5 keadaan almiahnya
Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000
Bagi pengolahan air minum
Residu
mg/L 50 50 400 400 secara konvesional, residu
Tersuspensi
tersuspensi 5000 mg/ L
KIMIA ANORGANIK
Apabila secara alamiah di
luar rentang tersebut, maka
pH 6-9 6-9 6-9 5-9
ditentukan berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
10
KELAS KETERANGAN
PARAMETER SATUAN
I II III IV
Total Fosfat sbg
mg/L 0,2 0,2 1 5
P
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan, kandungan
amonia bebas untuk ikan
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)
yang peka 0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan air minum
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
secara konvensional, Cu 1
Bagi pengolahan air minum
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
secara konvensional, Fe 5
Bagi pengolahan air minum
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 secara konvensional, Pb
0,1 mg/L
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air minum
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 secara konvensional,
Zn mg/L
Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan air minum
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) secara konvensional, NO2
1
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Bagi ABAM tidak
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)
dipersyaratkan
Bagi pengolahan air minum
Belereng sebagai
mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) secara konvensional, S
H2S
sebagai H2S <0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
Fecal coliform jml/100 ml 100 1000 2000 2000
11
KELAS KETERANGAN
PARAMETER SATUAN
I II III IV
Bagi pengolahan air minum
secara konvensional, fecal
-Total coliform jml/100 ml 1000 5000 10000 10000 coliform 2000 jml / 100
ml dan total coliform
10000 jml/100 ml
RADIOAKTIVITAS
- Gross-A Bq /L 0,1 0,1 0,1 0,1
- Gross-B Bq /L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan
ug /L 1000 1000 1000 (-)
Lemak
Detergen sebagai
ug /L 200 200 200 (-)
MBAS
Senyawa Fenol
ug /L 1 1 1 (-)
sebagai Fenol
BHC ug /L 210 210 210 (-)
Aldrin / Dieldrin ug /L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug /L 3 (-) (-) (-)
DDT ug /L 2 2 2 2
Heptachlor dan
heptachlor ug /L 18 (-) (-) (-)
epoxide
Lindane ug /L 56 (-) (-) (-)
Methoxyclor ug /L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug /L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug /L 5 (-) (-) (-)
2. Syarat kuantitatif
Dari segi kuantitasnya, sumber air baku harus memiliki kapasitas yang lebih besar dari
jumlah kebutuhan maksimum air minum di daerah perencanaan. Apabila air baku tidak
ditampung terlebih dahulu, kapasitas sumber air harus mencukupi seluruh musim per tahun
dan debit terendah sumber adalah 2,5 kali banyaknya rata-rata pemakaian air dalam satu
hari. Untuk menjaga kehidupan biota air di sumber air baku, maka diperlukan pembatasan
pengambilan debit maksimum, yaitu sekitar 20-40% dari kapasitas sumber.
12
2.6 Sumber Air Baku
Air baku dapat bersumber dari air permukaan (sungai, danau, mata air, dll) dan air tanah.
Air baku juga dapat diperoleh dengan membuat bendungan untuk air laut. Adapun karakteristik
dari tiap sumber air adalah sebagai berikut.
1. Air permukaan
a. Air sungai, yaitu aliran air tawar dari sumber alami yang mengalir dari hulu menuju
hilir. Pada umumnya, kualitas air sungai kurang baik karena memiliki banyak
potensial kontaminasi, bisa dari faktor alam dan faktor manusia.
b. Air danau, yaitu air yang menempati daerah cekungan pada daratan, namun masih
dikelilingi oleh daratan. Air danau umumnya berwarna, karena air danau mengandung
zat-zat organik yang bersumber dari biota danau yang mati dan terdekomposisi di
dalam danau. Karena kandungan organiknya yang tinggi, air danau seringkali
memiliki kadar Fe dan Mn yang tinggi pula.
c. Mata air, yaitu air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.
Berdasarkan sumbernya, mata air dapat dibedakan menjadi mata air rembesan (air
yang keluar dari lereng-lereng) dan mata air unggul (air yang keluar dari dataran rata).
Kualitas air yang keluar dari mata air bergantung kepada kedalaman air tanah yang
menadi tempat keluarnya mata air tersebut.
2. Air tanah
Daryanto (2004: 11) menyatakan bahwa air tanah ialah air yang melekat pada butir-
butir tanah, air yang terletak di antara butir-butir tanah, dan air yang tergenang di atas
lapisan tanah yang terdiri dari batu, tanah lempung yang amat halus atau padat yang sukar
ditembus air. Berdasarkan asalnya, air tanah dapat dikelompokkan ke dalam empat
kategori, yaitu:
Air meteorit atau disebut juga air vados, adalah air hujan yang berasal dari atmosfer.
Air juvenile, yaitu air yang berasal dari penguapan magma.
Air konat, yaitu air yang terjebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung.
Air diremajakan (rejuvenated water), yaitu air yang untuk sementara waktu
dikeluarkan siklus hidrologinya oleh pelapukan.
Berdasarkan letaknya, air tanah dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
13
Air tanah dangkal (preatis), yaitu air tanah yang terletak di atas lapisan mpermeabel
tanah. Air ini dapat ditemukan di tanah mulai dari bagian permukaan hingga
kedalaman 15 m dari permukaan. Air tanah ini cukup baik untuk digunakan sebagai
sumber air baku, karena air tanah bersifat jernih. Akan tetapi, air tanah banyak
mengandung garam-garam terlarut yang berasal dari lapisan-lapisan pada tanah.
Air tanah dalam (artesis), yaitu air tanah yang terletak di antara dua lapisan
impermeabel tanah. Air ini dapat ditemukan pada tanah dengan kedalaman 100-300
m di bawah permukaan tanah. Air tanah dalam umumnya lebih jernih dan lebih bebas
bakteri dari air tanah dangkal, karena air tanah dalam yang masuk melalui permukaan
tanah sudah mengalami lebih banyak penyaringan oleh tanah daripada air tanah
dangkal.
3. Air laut, yaitu air yang menempati cekungan besar pada permukaan bumi. Air laut
umumnya mengandung kadar garam yang cukup tinggi, yaitu sekitar 3,5%. Garam pada
air laut bersumber dari garam mineral dalam batu-batuan dan tanah.
Untuk menentukan sumber air baku yang akan dipilih, perlu dilakukan evaluasi kelayakan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut.
Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan
Kondisi iklim
Tingkat kesulitan pada pembangunan intake
Tingkat keselamatan operator
Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan
Kemungkinan kontaminasi sumber air pada masa yang akan datang
Kemungkinan perbesaran intake pada masa yang akan datang
Untuk perencanaan pengolahan air minum dalam kasus ini, sumber air baku yang
digunakan berasal dari Waduk Rowo Jombor.
14
2.7 Lokasi Intake
Intake merupakan bangunan atau alat yang digunakan untuk mengambil air dari sumbernya
untuk keperluan pengolahan dan penyediaan air minum. Dalam menentukan lokasi intake
dengan sumber air sungai maka perlu dipertimbangkan beberapa hala yaitu :
Air baku diperoleh dari Waduk Rowo Jombor yang terletak di Dukuh Jombor, Desa
Krakitan, Kecamatan Bayat.
Kualitas air suatu air baku tentu perlu diketahui untuk ditentukannya penggunaan air.
Kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan untuk kegiatan lainnya. Contohnya, kualitas air
untuk keperluan air minum. Sumber air yang digunakan untuk air minum perlu diketahui secara
cermat agar pengolahan yang dibuat tepat sasaran.
15
Temperatur C 25
Warna TCU 30
Kimia
Besi (Fe) mg/L 1,09
Kesadahan (CaCO3) mg/L 76
Kalsium mg/L 19,65
Magnesium (Mg) mg/L 6,56
Klodira (Cl-) mg/L 12,06
Mangan (Mn) mg/L 0,4
pH - 7,32
Sulfat mg/L 41,2
Bikarbonat mg/L 39,24
Seng mg/L 0,096
Tembaga mg/L 0,01
Amoniak mg/L 0,206
16
BAB III
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang kualitas air minum, di
antaranya yaitu Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, serta Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492 tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Tabel 3.1 Baku Mutu Kualitas Air dari PP No. 82 Tahun 2001
Pada Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001, kriteria kualitas air dibedakan menjadi 4
kelas. Kelas I adalah kriteria untuk air baku yang akan digunakan untuk air minum. Kelas II
adalah kriteria untuk sarana rekreasi air atau pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan
sebagainya. Kelas III adalah kriteria untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan
17
mengairi pertamanan. Kelas IV adalah kriteria untuk air yang digunakan untuk mengairi
pertamanan.
Tabel 3.2 Baku Mutu Kualitas Air Minum dari Permenkes 492/2010
18
3.2 Analisa Kualitas Air Baku terhadap Air Minum
Berikut ini adalah data air baku yang diperoleh dari sumber air baku :
FISIK
Bau - Tidak Berbau
Zat Padat Terlarut mg/l 116
Zat Padat Tersuspensi mg/l 315
Kekeruhan NTU 185
Rasa - Tidak Berasa
o
Temperatur C 25
Warna TCU 30
KIMIA
Besi (Fe) mg/l 1,09
Kesadahan (CaCO3) mg/l 76
Kalsium mg/l 19,65
Magnesium (Mg) mg/l 6,56
Klorida (Cl-) mg/l 12,06
Mangan (Mn) mg/l 0,4
Ph mg/l 7,32
Sulfat mg/l 41,2
Bikarbonat mg/l 39,24
Seng mg/l 0,096
Tembaga mg/l 0,01
Amoniak mg/l 0,206
Data kualitas air baku yang telah didapatkan kemudian dibandingkan dengan baku mutu
yang berlaku (PP 82/2001 kelas 1 dan Permenkes 492/2010) untuk mengetahui pengolahan
apakah yang diperlukan agar air baku dapat memenuhi standar baku mutu kualitas air minum
yang berlaku. Perbandingan dilakukan di setiap parameter agar diketahui pengolahan dan
efisiensi yang diperlukan untuk mengolah air baku.
19
Tabel 3.4 Analisis Kualitas Air Baku untuk Air Minum
Baku Mutu
Parameter Satuan Hasil Diolah/Tidak Efisiensi
PP 82/2001 Permenkes 492/2010
FISIK
Bau - Tidak berbau Tidak berbau TIDAK -
Zat Padat Terlarut mg/L 116 1000 500 TIDAK -
Zat Padat Tersuspensi mg/L 315 50 - DIOLAH 84%
Kekeruhan NTU 185 - 5 DIOLAH 97%
Rasa - Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa TIDAK -
Temperatur oC 25 suhu udara 3 suhu udara 3 TIDAK -
Warna TCU 30 - 15 DIOLAH 50%
KIMIA
Besi mg/L 1.09 0.3 0.3 DIOLAH 72%
Kesadahan mg/L 76 - 500 TIDAK -
Kalsium mg/L 19.65 - - TIDAK -
Magnesium mg/L 6.56 - - TIDAK -
Klorida mg/L 12.06 600 250 TIDAK -
Mangan mg/L 0.4 0.1 0.4 DIOLAH 75%
pH mg/L 7.32 6-9 6.5-8.5 TIDAK -
Sulfat mg/L 41.2 400 250 TIDAK -
Bikarbonat mg/L 39.24 - - TIDAK -
Seng mg/L 0.096 0.05 3 TIDAK -
Tembaga mg/L 0.01 0.02 2 TIDAK -
Amonia mg/L 0.206 - 1.5 TIDAK -
Perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisa kualitas air baku
dengan baku mutu kualitas air minum dari PP 82/2001 dan Permenkes 492/2010. Bila terdapat
perbedaan nilai pada kedua baku mutu, maka diambil baku mutu yang lebih ketat untuk
dibandingkan. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa air baku yang akan digunakan pada
perencanaan ini memerlukan pengolahan untuk parameter zat padat tersuspensi (TSS),
kekeruhan, warna, besi, dan mangan.
20
Tabel di atas menjelaskan tingkat efisiensi yang diperlukan untuk mengolah setiap parameter
air baku. Nilai efisiensi penyisihan yang diperlukan diperoleh dari persamaan berikut :
(%) = 100
Penyisihan yang dibutuhkan oleh parameter zat padat tersuspensi adalah sebagai berikut.
315 50
(%) = 100
315
(%) = 84 %
21
3.3 Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum
Dalam menentukan kapasitas IPAM (Instalasi Pengolahan Air Minum) diperlukan data
kebutuhan air untuk wilayah perencanaan. Kebutuhan air terdiri dari kebutuhan domestik
(untuk pemakaian rumah tangga), kebutuhan non-domestik, dan kebutuhan perkotaan. Data
kebutuhan air diproyeksikan hingga 20 tahun ke depan agar dapat mengantisipasi pertumbuhan
penduduk dan bertambahnya kebutuhan air.
Setelah didapatkan data kebutuhan air untuk wilayah perencanaan, selanjutnya dilakukan
perhitungan kapasitas IPAM dengan memperhitungkan tingkat pelayanan, kehilangan air, debit
jam puncak, dan kebutuhan untuk pengelolaan IPAM.
2023
Jenis Kebutuhan Air 2033(L/detik)
(L/detik)
Kebutuhan Air Domestik 705,6 801,8
Kebutuhan Air Non Domestik 182 210,64
Subtotal I 887,6 1012,44
22
2023
Jenis Kebutuhan Air 2033(L/detik)
(L/detik)
Jumlah Kehilangan Air 96,587 137,665
23
- Jumlah Air Diproduksi = Jumlah Air Terlayani + Jumlah Kehilangan Air
- Debit Harian Maksimum = Faktor Harian Maksimum (fm) x Jumlah Air Diproduksi
24
Daftar Pustaka
Kindler, J. and C.S. Russel. 1984. Modeling Water Demands. London: Academic Press Inc.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Peraturan Pemerintah Republik Indnesia nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
http://www.academia.edu/9646910/Air_dan_karakteristik_berdasarkan_sumbernya (diakses
pada tanggal 31 Agustus 2016)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28755/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada
tanggal 31 Agustus 2016)
25