Anda di halaman 1dari 116

P ENDAHULUAN

1.1 Pesisir Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia.

Jumlah pulau mencapai 17.508 buah, serta garis pantai sepanjang 81.000 km,

merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (Dahuri, et al.

1996). Secara geografis, negara Kepulauan Nusantara ini terletak di sekitar khatulistiwa

di antara 94o45' BT - 141o01' BT, dan dari 06o08' LU - 11o05' LS. Secara spasial, wilayah

teritorial Indonesia membentang dari barat ke timur sepanjang 5.110 km dan dari utara

ke selatan 1.888 km (Sugiarto, 1982).



Wilayah Indonesia dibagi dalam 27 propinsi, terdiri dari sekitar 350 daerah

Kabupaten/Kota. Lima pulau besar Indonesia adalah Sumatera, Kalimantan, Jawa,




Sulawesi, dan Irian Jaya.



Enam puluh lima persen dari seluruh wilayah Indonesia ditutupi oleh laut. Luas

total perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 0,3 juta km2 perairan

teritorial, dan 2,8 juta km2 perairan nusantara, ditambah dengan luas ZEEI (Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia) sebesar 2,7 juta km2 (UNCLOS, 1982).



Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman

sumberdaya alamnya, baik sumberdaya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan man-

grove dan terumbu karang) maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (seperti minyak

bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya). Indonesia dikenal sebagai

negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, karena

memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun


(sea grass) yang sangat luas dan beragam.



Potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton per tahun dan yang

telah dimanfaatkan 48%. Namun demikian, di beberapa kawasan, terutama Indo-



nesia barat telah mengalami tangkap lebih (overfishing) (Dahuri, et al. 1996).

Sumberdaya alam, khususnya di wilayah pesisir dan lautan memiliki arti strategis

yang besar, karena (1) Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan

jumlah penduduk serta semakin menipisnya sumberdaya alam di daratan, maka



sumberdaya kelautan akan menjadi tumpuan bagi kesinambungan pembangunan




ekonomi nasional di masa mendatang; (2) Pergeseran konsentrasi kegiatan ekonomi



global dari poros Eropa Atlantik menjadi poros Asia Pasifik yang diikuti dengan

perdagangan bebas dunia tahun 2020, tentu akan menjadikan kekayaan sumberdaya

kelautan Indonesia, khususnya di KTI (Kawasan Timur Indonesia), sebagai aset



nasional dengan keunggulan komparatif yang harus dimanfaatkan secara optimal;



(3) Dalam menuju era industrialisasi, wilayah pesisir dan lautan termasuk prioritas utama

sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, pariwisata, agrobisnis, agroindustri,


Perkampungan nelayan di Kuala Sekampung, Lampung Selatan.


pemukiman, transportasi dan pelabuhan. Kondisi ini menyebabkan banyak kota-kota





atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






1







yang terletak di wilayah pesisir terus dikembangkan dalam menyambut tatanan ekonomi Panjang garis pantai Lampung lebih kurang 1.105 km (termasuk beberapa pulau),
baru dan kemajuan industrialisasi. Tidak mengherankan jika sekitar 65% penduduk memiliki sekitar 69 buah pulau. Wilayah pesisirnya dapat dibagi atas 4 wilayah, yaitu
Indonesia bermukim di sekitar wilayah pesisir. Pantai Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda
(160 km), dan Pantai Timur ( 270 km).
1.2 Pesisir Lampung Masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi fisik/ruang, sosial ekonomi, dan
Di Pulau Sumatera terdapat 8 Propinsi, yaitu D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera lingkungan ekosistem yang berbeda. Potensi pesisir dan lautan yang dapat dijumpai
Barat, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung. Secara geografis, Propinsi adalah perikanan tangkap, tambak, kerang mutiara, rumput laut, perhubungan, pariwisata,
Lampung terletak pada posisi 3o 45' LS - 6o 45' LS dan 103o 40' BT - 105o 50' BT. Luas terumbu karang, mangrove, industri, pemukiman penduduk pesisir, dan hankam.
Propinsi Lampung meliputi areal dataran sekitar 35.376 km2 termasuk pulau-pulau. Lampung merupakan daerah beriklim tropis-humid dengan angin laut lembah yang
Lampung terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara Pulau Sumatera, yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya, yaitu:
berbatasan dengan : 1. Bulan November sampai Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut; yang
a. Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Bengkulu, menyebabkan musim hujan.
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda, 2. Bulan April sampai Oktober angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara; yang
c. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa, menyebabkan musim kemarau.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia Kecepatan angin rata-rata mencapai 5,83 km/jam. Temperatur rata-rata berkisar
Daerah Propinsi Lampung ditetapkan sebagai propinsi berdasarkan Undang- antara 26oC - 28oC. Temperatur maksimum 33oC, dan temperatur minimum 20oC.
Undang No.14 tahun 1964. Sebelumnya merupakan karesidenan yang termasuk dalam
wilayah Propinsi Sumatera Selatan.
Keadaan alam daerah Lampung dapat dijelaskan sebagai berikut: sebelah barat dan
selatan, di sepanjang pantai, merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan
dari jalur pegunungan Bukit Barisan. Di tengah-tengah merupakan dataran rendah,
sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke
utara, merupakan daerah rawa-rawa perairan yang luas (Gambar-1).
Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi, yaitu (1) daerah
topografis berbukit sampai bergunung; (2) daerah topografis berombak sampai
bergelombang; (3) daerah dataran alluvial; (4) daerah rawa dataran pasang surut; dan
(5) daerah river basin.
Gunung-gunung yang puncaknya tinggi di antaranya Gunung Pesagi (2.262 m),
Gunung Seminung (1.881 m), Gunung Tebak (2.115 m), Gunung Tanggamus 2.101 m),
Gunung Rindingan (1.506), Gunung Pesawaran (1.661 m), Gunung Betung (1.240 m),
dan Gunung Rajabasa (1.261 m). Sedangkan beberapa sungai besar yang terdapat di
Lampung adalah Way Sekampung, panjang 256 km dengan luas daerah tangkapan (catch-
ment area-c.a.) 4.795 km2; Way Semangka, panjang 90 km dengan c.a. 985 km2; Way
Seputih, panjang 190 km dengan c.a. 7.149 km2; Way Jepara, panjang 50 km dengan c.a.
1.540 km2; Way Tulang Bawang, panjang 136 km dengan c.a. 1.285 km2; dan Way Mesuji,
panjang 220 km dengan c.a 2.053 km2. Aksi bersih pantai bersama masyarakat di desa Ketapang, Padang Cermin Lampung Selatan.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

2
GAMBAR-1
Peta propinsi-propinsi di Indonesia

Perkampungan nelayan di Ujung Bom, Bandar Lampung.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

3
Kelembaban udara di beberapa stasiun pengamatan menunjukkan kisaran antara 80% - GAMBAR-2
88%. Relief Lampung
Pola curah hujan di Propinsi Lampung menunjukkan heterogenitas. Pesisir Barat
memperoleh hujan besar. Untuk Pantai Timur corak pola hujan berubah, mungkin
karena pengaruh Laut Natuna.
Daerah Tanjungkarang - Natar merupakan tempat dengan curah hujan kurang,
karena baik angin dari Barat maupun angin dari Timur nampaknya telah kehabisan uap
air untuk dijadikan hujan. Labuhan Maringgai memperoleh hujan sedikit, karena
mungkin letaknya terlindung di belakang Pulau Bangka.
Hujan maksimum di Lampung umumnya jatuh pada bulan Desember, sedangkan
di daerah pedalaman seperti Kotabumi, ada maksimum sekunder pada bulan Maret.
Hujan minimum jatuh pada bulan Juli.
Secara administratif, Propinsi Lampung dibagi dalam 10 Daerah Kabupaten/Kota,
meliputi 82 kecamatan. Kesepuluh Daerah Kabupaten/Kota tersebut adalah Kabupaten
Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kotamadya
Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Timur, Kotamadya Metro, Kabupaten Lampung
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Way Kanan, dan Kabupaten Lampung
Utara.
Enam Daerah Kabupaten/Kota memiliki wilayah pantai dan 4 (empat) Daerah
Kabupaten/Kota tidak memiliki wilayah pantai. Sedangkan dari 82 kecamatan tersebut,
21 kecamatan (26%) memiliki wilayah pantai. Propinsi Lampung memiliki sekitar 184
desa pantai dari total 2008 desa (BPS, 1998).
Penduduk Propinsi Lampung sampai tahun 1998 berjumlah 6,95 juta jiwa, terdiri
dari 3,55 juta laki-laki dan 3,40 juta perempuan. Sebagian besar penduduknya hidup
sebagai petani. Penduduk Propinsi Lampung pada tahun 1999 diperkirakan berjumlah
7,08 juta jiwa.
Mayoritas penduduk Lampung adalah pendatang yang dimulai sejak kolonisasi
pertama dari Jawa pada tahun 1905 untuk dipekerjakan di berbagai perkebunan. Sampai
sekarang arus migrasi ke Lampung semakin pesat dari berbagai propinsi di Sumatera,
Jawa, dan Bali serta berbagai etnis lainnya berkat lancarnya jalan lintas Sumatera - Jawa
dan pelabuhan penyeberangan Bakauheni dan Merak yang terbuka selama 24 jam.
Jumlah etnis Lampung diperkirakan hanya sebesar 16% saja, yang hanya berjumlah
sekitar 1,25 juta jiwa. Etnis ini terbagi atas Lampung Abung sekitar 500.000 jiwa, Way
Kanan sekitar 150.000 jiwa, Sungkai sekitar 55.000 jiwa, Tulang Bawang sekitar 75.000
jiwa, Pubian sekitar 100.000 jiwa, Krui-Ranau sekitar 75.000 jiwa, Belalau sekitar 60.000
jiwa, Semangka sekitar 70.000 jiwa, Teluk sekitar 65.000 jiwa, Rajabasa sekitar 55.000
jiwa, Melinting-Meringgai sekitar 45.000 jiwa.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

4




G EOMORFOLOGI LINGKUNGAN PESISIR LAMPUNG













2.1 Geomorfologi meter dan 120 - 245 meter dengan debit sekitar 0,3 - 1 l/dt pada batuan pasir tufaan.

Geomorfologi daerah pesisir Lampung secara garis besar dibagi menjadi: Pertama, Mata air tersebar di sekitar G. Rajabasa dan Bandar Lampung dengan debit bervariasi

Pedataran terdapat di pesisir Pantai Timur dari Ketapang hingga Mesuji, pesisir Pantai antara 50 - 100 l/dt. Bahan galian terutama bahan galian golongan C terdapat secara

Barat dari Belimbing hingga Krui, pesisir Teluk Lampung dari Kalianda hingga menyebar dan secara lokal di sekitar Teluk Lampung telah diusahakan secara tradisional

Lempasing dan Teluk Semangka di sekitar Kota Agung. Terletak pada lembah antar dan modern, yaitu andesit dan basalt baik sebagai tubuh intrusif ataupun bongkahan

perbukitan dan muara-muara sungai. Elevasi ketinggian 0 hingga + 10 m, kemiringan sedimen terdapat di Telukbetung, Tanjungkarang, Panjang, Negeri, dan Canti. Granit,

lereng 0 - 3%. Batuan penyusun dominan endapan-endapan aluvium, rawa, serta diorit, dan gabro terdapat di sekitar Telukbetung.

batu gamping terumbu. Kedua, Kaki Perbukitan terdapat di Teluk Lampung sekitar


G. Rajabasa, G. Tanggamus, Teluk Ratai, Teluk Semangka antara Way Nipah hingga 2.4 Proses Geologi

Tampang, dan sekitar pesisir pantai perbatasan Lampung dan Bengkulu. Daerah Proses geologi yang terdapat di daerah penyelidikan adalah; 1. Abrasi, terutama

pantai beraneka ragam, terdiri dari perbukitan kasar, bertebing terjal dengan garis terjadi di sepanjang pesisir Pantai Timur dari Labuhan Maringgai, Ketapang hingga

pantai yang sempit dan berkelok-kelok. Elevasi ketinggian sekitar 0 hingga +100 Bakauheni, pantai kaki G. Rajabasa antara Kemuning hingga Kalianda, sekitar Teluk

m, dengan kemiringan lereng 8 - 30% hingga lebih. Batuan penyusun yaitu lava Ratai, serta hampir di sepanjang Pantai Barat seperti Curup-Siging, dan Teluk Krui.

andesitik-basaltik, breksi gunung api, tufa, batu pasir, konglomerat, dan batu gamping Abrasi ini diperparah oleh adanya perubahan lahan hutan bakau menjadi tambak

terumbu. yang berlebihan. 2. Sedimentasi atau pengendapan, dapat terlihat jelas pada citra

satelit, sehingga akhirnya mengakibatkan garis pantai bertambah terutama pada



2.2 Litologi delta-delta sungai. Hal ini juga ditandai oleh adanya perubahan pematang pantai

Litologi terdiri dari endapan aluvium, dan rawa (Qa & Qs) yang tersebar di Pantai yang makin bertambah ke arah lautan, terdapat di sepanjang Pantai Timur. 3. Patahan,

Timur dan Pantai Barat, serta di Teluk Lampung dan Teluk Semangka sekitar Kalianda merupakan struktur utama di daerah Lampung. Arah utama umumnya utara - selatan


hingga Lempasing dan Kota Agung, sedangkan batu gamping terumbu (Qg) terdapat dan timur laut - baratdaya. Patahan ini melewati daerah-daerah Way Nipah, Belimbing,

di Teluk Lampung dan Pantai Barat. Batuan Kuarter seperti lava, breksi gunung api, Krui, dan Tanjungkarang. Gejala lain yang dapat mengikutinya adalah gerakan tanah

batu pasir, batu lempung, dan tufa (Qhv, Qpt, Qtk, & QTI) terdapat di sekitar G. atau longsor. 4. Kegempaan, berdasarkan Peta Seismotektonik regional Indonesia

Rajabasa, Labuhan Maringgai, G. Tanggamus; Batuan Tersier seperti breksi gunung api, (Kertapati dkk. 1992 dan Beca Carter Holling & Ferner Ltd. 1975) terdapat konsentrasi

tufa, lava, batu pasir, dan tufa (Tmps, Tomh, Tpot, & Tmba) terdapat di sekitar Teluk pusat gempa di sekitar Lampung dengan tingkat resiko sedang hingga tinggi (Percepatan

Lampung dan Teluk Semangka serta di Pantai Barat. maksimum 0,13 hingga 0,33 gal). 5. Intrusi air asin terutama pada morfologi pedataran

sudah mulai terdapat dari Labuhan Maringgai hingga Ketapang dan di sekitar Lempasing.

2.3 Sumberdaya Geologi Hal ini dapat berakibat lebih buruk oleh adanya perluasan tambak yang berlebihan.


Sumberdaya geologi dibagi menjadi sumberdaya air, sumberdaya mineral dan



bahan galian. Hidrogeologi dibagi menjadi akuifer produktif sedang dan penyebaran 2.5 Satuan Geologi Lingkungan

luas terdapat di kaki G. Rajabasa, Bandar Lampung, dan Kota Agung. Akuifer Satuan Geologi Lingkungan merupakan perpaduan dari parameter struktur,

produktif tersebar di Tarahan, Bandar Lampung, Teluk Ratai dan Bawang. Sedangkan litologi, morfologi, dan proses geologi yang terjadi di sekitar pesisir, dapat dibagi

air tanah langka terdapat di sekitar Bakauheni dan Batumenyan sebelum Teluk Ratai. Air menjadi: Satuan Geologi Lingkungan 1 (GL-1); pedataran, endapan aluvium, dan

tanah dangkal di daerah pedataran, kedalaman muka air tanahnya sekitar 0,5 - 4 meter rawa, secara lokal di tempat limpahan banjir, sungai di antaranya Mesuji, Way Seputih

di bawah muka tanah setempat. Air tanah dangkal di sekitar Pantai Timur mulai terasa dan Way Tulang Bawang berpola meander membawa muatan sedimen, terdapat

asin akibat intrusi air laut. Sedangkan air tanah dalam terdapat pada kedalaman 14 - 70 antara Tanjung Sekopong hingga Kuala Mesuji Pantai Timur, jenis pantai relief rendah,




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






5







karakteristik garis pantai terdiri dari endapan lumpur rawa, pasir, lanau secara lokal di table), dengan akibat ketersediaan air tanah bagi kawasan sekitar menjadi langka. Tanah
tempat pecahan sisa organisme laut. Satuan Geologi Lingkungan 2 (GL-2); pedataran pucuk (top-soil) tercampur dan dibuang begitu saja. Limbah penambangan tidak
bergelombang rendah terdapat antara Ketapang hingga Labuhan Maringgai tersusun ditangani sebagaimana mestinya (belum ada upaya reklamasi bekas daerah galian).
oleh endapan aluvial sungai dan pantai serta tufa. Jenis pantai relief rendah, melengkung 2. Akuifer produktif di daerah pemukiman dapat dikatakan langka.
halus dari Labuhan Maringgai hingga Ketapang dan berkelok-kelok dari Ketapang 3. Adanya patahan-patahan dengan tingkat resiko tinggi, meminta perhatian pemerintah
hingga Bakauheni. Karakteristik garis pantai terdiri dari pantai pasir putih, kuarsa, dalam pengaturan pemukiman sebagai antisipasi bahaya gempa. Seyogyanya di
silika, lanau dan secara lokal di tempat endapan lumpur rawa. Proses Abrasi kuat daerah beresiko gempa tinggi, tidak dibangun dengan konstruksi permanen
terdapat di daerah ini selain sedimentasi. (beton atau tembok), namun semi permanen (kayu atau setengah batu).
Satuan Geologi Lingkungan 3 (GL-3); merupakan morfologi pantai pada kaki 4. Abrasi terjadi di Pantai Timur perlu penanganan serius dan terintegrasi, seperti yang
perbukitan, terdapat antara Way Nipah hingga Teluk Tampang, pantai Teluk Semangka terjadi di Labuhan Maringgai, Muara Gading Mas, Kuala Penet, dan Kuala
dan antara Labuhan Tengor hingga Sukabanjar, tersusun oleh batuan tersier yang Sekampung.
telah padu. Jenis pantai relief tinggi dan sempit. Karakteristik garis pantai terdiri dari Perubahan fungsi lahan harus dikendalikan terutama dari hutan bakau menjadi
pasir, kerikil, kerakal, bongkah dan batuan dasar. Runtuhan batuan dapat terjadi. Satuan tambak. Pemakaian air tanah untuk keperluan di kawasan pesisir harus merupakan
Geologi Lingkungan 4 (GL-4); merupakan morfologi kaki Gunung Tanggamus dan alternatif terakhir, dan dibatasi dengan perizinan dalam debitnya. Dalam usaha
Gunung Rajabasa tersusun oleh batuan kuarter dapat bertindak sebagai daerah resapan pertambakan tidak disarankan untuk mengeksploitasi air tanah dalam atau sumber air
air tanah. Jenis pantai relief rendah hingga tinggi. Karakteristik garis pantai terdiri dari terbatas lainnya untuk mencegah intrusi air laut.
pasir, kerikil, kerakal, bongkah dan batuan dasar. Proses abrasi berlangsung di zona ini. Alternatif pencegahan abrasi secara jangka pendek dan jangka panjang berupa bahan
Satuan Geologi Lingkungan 5 (GL-5); pedataran, terdapat antara Kalianda hingga pemecah gelombang dan penghutanan kembali, pengurugan daerah pantai/reklamasi
Tarahan, jenis pantai relief rendah, karakteristik garis pantai pasir, kuarsa, silika, lanau harus diketahui kondisi fisiknya, perlindungan daerah resapan air untuk pemasok air
secara lokal di tempat pecahan sisa organisme laut. Satuan Geologi Lingkungan 6 tanah daerah pesisir harus tetap terjaga, daerah rawan bencana harus selalu diperhatikan,
(GL-6); merupakan pedataran, endapan aluvium, dan secara lokal batu gamping pengawasan daerah pantai yang tumbuh, jalur transportasi harus memperhatikan daya
terumbu, terdapat di Pantai Barat antara Teluk Tampang hingga Krui. Jenis pantai relief dukung tanah, penggalian dan pengurugan bahan tambang harus tetap menjaga kelestarian,
rendah, karakteristik garis pantai terdiri dari pasir dan pecahan sisa organisme laut. Satuan pemakaian air tanah untuk industri harus tetap menjaga debit dan muka air tanah, perlu
Geologi Lingkungan 7 (GL-7); merupakan morfologi perbukitan batu gamping. Terdapat diwaspadai daerah-daerah limpahan banjir, perlu pemasyarakatan undang-undang,
di sekitar Marang, Ujung Tapokan, Krui, dan Negeri. Jenis pantai relief tinggi, bertebing peraturan dan baku mutu lingkungan kawasan pesisir. Untuk informasi sumberdaya
terjal hingga sedang. Karakteristik garis pantai terdiri dari pasir, pecahan sisa organisme geologi dan pekerjaan fisik perlu penyelidikan detail.
laut, dan bongkahan batu gamping. Usaha penambangan hendaknya mendapatkan izin (setelah lewat penelitian) dari
Satuan Geologi Lingkungan 8 (GL-8); merupakan morfologi perbukitan memanjang yang berwenang. Tanah pucuk harus dikembalikan fungsinya setelah reklamasi.
secara lokal di tempat pedataran aluvium, terdapat antara Krui hingga Negeri, tersusun Teknik penambangan haruslah memperhatikan keselamatan kerja. Limbah
oleh batuan kuarter dan batuan tersier yang telah padu. Jenis pantai relief tinggi, bertebing penambangan diendapkan atau ditangani lebih dahulu.
dan sempit. Karakteristik garis pantai terdiri dari pasir, kerikil, kerakal, bongkah batuan
basalt, dan batuan dasar. Pembagian satuan Geologi Lingkungan (GL) dan keterangannya
dapat dilihat pada Peta Geologi Lingkungan Pesisir Lampung dan Tabel-1.

2.6 Isu-isu
1. Penggalian bahan galian C dapat mengganggu tata air setempat (mengubah water-

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

6
GAMBAR-3
Peta Geologi Lingkungan

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

7
TABEL-1
Satuan Geologi Lingkungan Pesisir Lampung

SATUAN GEOLOGI GL-3 GL-4 GL-5 GL-6 GL-7 GL-8


GL-1 GL-2
LINGKUNGAN

Pedataran Pedataran rendah Kaki-kaki perbukitan, Kaki Gunung Pedataran rendah Pedataran rendah, Perbukitan batu Perbukitan kemiringan
rendah,kemiringan lereng kemiringan lereng Tanggamus kemiringan lereng 0-3% gamping, kemiringan lereng 3-20%
MORFOLOGI 0 - 30%, sungai 3 - 25% lereng 3-30% hingga
bermeander, terdapat lebih
muara-muara sungai dan
tanjung

Aluvium: Lempung, lanau, (Qa) Aluvium, Kerikil- Batuan tersier, Breksi Batuan Quarter, breksi Tufa, batu apung, batu (Qb) Batu gamping (Qb) Batu gamping Batuan tersier: breksi
pasir tufaan di sekitar kerikil, lempung dan sisa gunung api, dasitik, lava, tufa, andesitik lempung, batu pasir, koral, (Qa) Aluvium, koral gunung api, andesitik
muara-muara sungai organisme laut lava, tufa, andasitik basaltik setempat batu pasir, Batuan tersier, basaltik, batu pasir,
LITOLOGI Endapan Rawa: lumpur, gamping, koral batu pasir batu lanau, batu lanau, tufaan
lanau dan pasir, setempat tufaan
batu pasir sisipan, batu
lempung

Relief rendah, Relief rendah Relief tinggi Relief tinggi - rendah Relief rendah Relief rendah, berkelok Relief tinggi bertebing Relief tinggi bertebing,
JENIS PANTAI melengkung halus halus setempat rendah

Endapan lumpur, pasir, Pasir pantai, pecahan Pasir kerikil-kerakal, Pasir kerikil - kerakal, Pasir pantai dan Pasir pantai, setempat Koral dan pecahan sisa Pasir pantai, kerikil,
KARAKTERISTIK lanau, setempat terdapat sisa organisme laut, bongkah, batuan dasar bongkah batuan dasar, lumpur, setempat batu gamping koral organisme laut kerakal, bongkah,
koral. setempat berlumpur setempat pecahan bongkah batuan batuan dasar
koral

SIFAT FISIK Lumpur, lembek, daya Pasir pantai, putih Breksi berbongkah, Daya dukung sedang Pasir, putih Pasir pantai, lepas- Berongga runcing dan Membulat kekar-kekar
dukung lemah kekuningan, halus-kasar, daya dukung sedang- kekuningan, daya lepas, batu gamping keras
daya dukung rendah tinggi dukung rendah koral keras

Sedimentasi di muara- Sedimentasi di muara Runtuhan bongkah di Runtuhan tanah/batuan Sedimentasi dari Sedimentasi di muara- Abrasi Sedimentasi kerakal-
PROSES GEOLOGI muara sungai, gosong sungai, abrasi tebing-tebing pantai di tebing-tebing pantai sungai muara sungai serta kerikil di muara sungai
pasir di pantai abrasi.

Akuifer produksi sedang, Setempat akuiver Air tanah produktif dari Setempat akuiver Akuifer Produktif Abrasi
AIR TANAH Akuifer produktif sedang, muka air tanah 0-1 m di produktif, muka air pegunungan produktif sedang -
intrusi air asin. bawah muka tanah tanah 1-3 m di bawah
setempat payau-tawar muka tanah setempat,
tawar

Zona 4, = 0,13-0, 20g Zona 4, = 0,13-0, 20g Jalur patahan, Zona 3, Jalur patahan, Zona 3, Jalur patahan, Zona 3, Jalur patahan, Zona 3 Jalur patahan, zona 2 Jalur patahan, zona 2
KEGEMPAAN Daerah dengan resiko Daerah dengan resiko = 0,20-0,25g, daerah = 0,20-0,25g, daerah = 0,25g, dengan = 0,25-0,33g, daerah = 0,25-0,33g, daerah = 0.25-0,33g, daerah
sedang sedang dengan resiko agak dengan resiko agak resiko agak tinggi dengan resiko agak dengan resiko agak dengan resiko agak
tinggi tinggi tinggi. tinggi tinggi

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

8




K ONDISI OSEANOGRAFI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG













3.1 Batimetri Perairan Kisaran tinggi muka laut rata-rata mencapai sekitar 176 cm. Kisaran pasut yang

Pantai Barat Lampung memanjang dari arah Barat Laut ke Tenggara, membentuk besar terjadi pada waktu pasut purnama, sedangkan kisaran pasut yang kecil terjadi

garis pantai yang relatif lurus. Seperti halnya pantai-pantai yang berhadapan dengan pada saat pasut perbani. Pasut purnama adalah pasang yang tertinggi (dan surut terendah)

perairan Samudera, kondisi Pantai Barat adalah curam. Kecuraman pantai di bagian yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan

Barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian Utaranya hingga yang mati.

berkurang kecuramannya di bagian Selatan. Garis isobath (garis khayal yang



menghubungkan kedalaman perairan yang sama) 10 m ditemui kurang dari 1 km di 3.3 Cuaca dan Arus Musim

Utara hingga 3 km di Selatan. Iklim di perairan pesisir, terutama Pantai Barat Lampung dipengaruhi oleh Samudera


Kedalaman rata-rata perairan Teluk Semangka sekitar 60 m, tetapi sekitar 15 km Hindia yang dicirikan oleh adanya angin muson dan curah hujan yang tinggi, sekitar

dari arah teluk kedalaman mencapai 200 m. Isobath 200 m berbelok memasuki Teluk 2500 - 3000 mm/tahun (Stasiun Kalianda, 1991). Angin berhembus dari arah Selatan

Semangka, dan mencapai 360 m di sebelah Timur Laut P. Tabuan. selama bulan Mei sampai September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan

Teluk lampung mempunyai kedalaman rata-rata 25 m. Di mulut teluk kedalaman November sampai Maret.

berkisar antara 35 hingga 75 m yang ditemui di Selat Lagundi. Menuju ke kepala teluk, Berlawanan dengan arah angin, arus musim di Pantai Barat Lampung sepanjang

perairan mendangkal sekitar 20 m pada jarak yang relatif dekat dengan garis pantai. tahun mengalir ke arah Tenggara hingga Barat Daya. Kondisi ini diperkirakan

Kondisi Pantai Timur berlawanan dengan Pantai Barat. Garis isobath 5 m berada disebabkan oleh gradien tekanan antara perairan di Barat Laut dengan perairan di

pada jarak 12 km di Utara dan 6 km di sebelah Selatan. bagian Tenggara dari Pantai Barat Sumatera. Kekuatan arus berkisar antara 1 cm/s

hingga 45 cm/s. Pada musim barat antara bulan November hingga bulan Maret,

3.2 Pasang Surut arus mengalir dengan kecepatan 27 cm/s hingga 45 cm/s dan mencapai kecepatan

Pasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur, maksimum pada bulan Desember. Arus pada musim barat ini mengalir dengan


dibangkitkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (harian). Karena posisi bulan dan tetap menuju ke arah Tenggara. Sedangkan arus pada musim timur antara bulan April

matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besarnya kisaran hingga Oktober melemah dengan kisaran kecepatan 1 cm/s hingga 36 cm/s. Pada

pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Jika perairan tersebut bulan Juli arus mencapai minimum, berkisar antara 1 cm/s hingga 5 cm/s.

mengalami satu kali pasang dan surut per hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe Di perairan mulut teluk, kekuatan arus rata-rata bulanan berkisar antara 1 cm/s

pasut tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, hingga 45 cm/s, di mana kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari,

maka pasutnya dikatakan bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan dan kecepatan minimum pada bulan Maret dan April. Arus rata-rata bulanan di Selat

peralihan antara tipe tunggal dan ganda, dan dikenal sebagai pasut campuran. Sunda ini umumnya mengalir ke arah Lautan Hindia, kecuali pada bulan Maret, Agustus,

Tipe pasut ini dapat berubah tergantung terutama pada kondisi perubahan dan Oktober. Bulan Maret, arus mengalir ke Timur Laut (dari Lautan Hindia menuju


kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat. Di perairan sebelah Barat Laut Jawa) dengan kecepatan rata-rata 1 cm/s. Agustus dan Oktober, arus mengalir

dan Barat Daya Lampung, tipe pasut yang ditemui akan mirip dengan tipe pasut ke Timur dengan kecepatan 23 cm/s pada Agustus dan 5 cm/s pada Oktober.

Samudera Hindia, yaitu tipe pasut campuran dengan dominasi pasut ganda (Pariwono, Di perairan Pantai Timur Lampung, kecepatan arus rata-rata bulanan berkisar

1985). Pengaruh pasut dari Lautan Hindia ini diperkirakan merambat memasuki antara 0 cm/s hingga 45 cm/s. Kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari

perairan teritorial Indonesia melalui Selat Sunda. Karena kondisi geografis di Selat dan Februari (kecepatan rata-rata mencapai 45 cm/s), sedangkan kecepatan

Sunda dan Laut Jawa yang dangkal, pasut yang merambat masuk mengalami minimumnya ditemui pada bulan Maret (kecepatan rata-rata berkisar antara 0,0

perubahan dari pasut bertipe campuran dengan dominasi ganda menjadi tipe pasut hingga 1,0 cm/s). Arah arus pada umumnya mengalir ke arah Selatan, kecuali pada

campuran dengan dominasi tunggal di Laut Jawa. bulan Maret di mana arus mengalir ke arah Timur Laut.




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






9







3.4 Gelombang GAMBAR 4.
Pada umumnya, kondisi gelombang di suatu perairan diperoleh secara tidak langsung Salinitas Permukaan Rata-rata Bulanan (psu) Baratdaya
dari data angin yang terdapat di kawasan perairan tersebut. Hal ini didasari atas Sumatera dan Laut Jawa (Wyrtki, 1961)
kondisi umum yang berlaku di laut, yaitu sebagian besar gelombang yang ditemui di
laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan oleh tiupan angin. Gelombang jenis ini
dikenal sebagai gelombang angin. Kuat lemahnya gelombang ini dipengaruhi oleh ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak
dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch). ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pantai Barat mempunyai gelombang yang paling besar di daerah Lampung, karena
Pantai Barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Gelombang paling besar
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
dapat terjadi di musim Barat. Hal ini sangat membahayakan bagi para nelayan dan
pelayaran.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kondisi gelombang di perairan daerah kepala Teluk Lampung diperoleh dari data
sekunder, yaitu dari PT (Persero) Pelindo II Cabang Panjang. Dari informasi tersebut
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
diketahui bahwa gelombang besar di perairan sekitar Panjang terjadi pada bulan-bulan
Juni - November. Tinggi gelombang yang ditemui di perairan tersebut berkisar
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
antara 0,50 - 1,00 m

3.5 Suhu dan Salinitas ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suhu rata-rata bulanan permukaan laut di barat Sumatera relatif stabil sepanjang
tahun, berkisar antara 28 - 29 0C, dengan suhu maksimum ditemui pada bulan Mei dan
suhu minimum pada bulan Oktober (Wyrtki, 1961). Diperkirakan kisaran suhu rata-
rata bulanan permukaan perairan di Teluk Lampung lebih besar karena kondisi geografis
perairan teluknya. Hal ini didasarkan pada kondisi perairan Teluk Lampung yang
mempunyai akses langsung dengan perairan lepas dari Lautan Hindia melalui Selat
Sunda. 3.6 Abrasi dan Sedimentasi
Sedangkan suhu rata-rata bulanan untuk perairan di sebelah Timur Propinsi Sedimen dasar perairan pantai Propinsi Lampung di sebelah Barat termasuk
Lampung hampir sama dengan suhu dari Laut Jawa karena perairan sebelah Timur tipe fore-arc basins, yaitu yang terbentuk antara accretion prism dan vulcanic arc. Berbeda
Propinsi Lampung merupakan bagian dari Laut Jawa. dengan di bagian Barat, sedimen dasar perairan di sebelah Timur Propinsi Lampung
Data salinitas perairan sebelah Baratdaya Sumatera dan Laut Jawa diperoleh dari termasuk tipe back-arc basins, yaitu cekungan (basin) yang terbentuk akibat peregangan
Wyrtki (1961). Perubahan nilai salinitas rata-rata bulanan di sebelah Barat Daya kulit benua (continental crust), menipis, dan meretak (Tomascik et al. 1997). Umumnya
Sumatera disajikan pada Gambar 4. Salinitas permukaan di perairan ini berkisar antara back-arc basins terletak di belakang vulcanic arc. Sedimen dasar Teluk Lampung dan
32,50 - 33,60 psu, di mana salinitas minimum ditemui pada bulan Januari dan nilai salinitas Teluk Semangka bagian Timur merupakan kelanjutan dari sedimen di Pantai Timur
maksimum terjadi pada bulan Agustus. Lampung.
Pada bulan Februari salinitas di perairan ini meninggi mencapai 32,9 psu. Proses tergerusnya garis pantai (abrasi) dan bertambah dangkalnya perairan pantai
Diperkirakan kisaran salinitas di perairan Pantai Barat dan Pantai Timur Lampung tidak (sedimentasi, pengendapan) merupakan proses alami yang dapat terjadi di semua pantai.
akan jauh berbeda dengan yang tersaji pada Gambar 4. Jika terjadi proses abrasi di suatu kawasan pantai, maka sesuai dengan hukum

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

10
keseimbangan, akan ada kawasan pantai di tempat lain yang bertambah. Kondisi GAMBAR-5
sebaliknya juga berlaku. Citra SPOT 28 April 1996 Daerah Teluk Lampung
Di Pantai Barat, proses abrasi terdapat di hampir sepanjang pantai,
meliputi Curup - Singing, Teluk Krui, dan Negeri (CRMP, 1998). Ada
pula daerah yang mengalami proses sedimentasi, yaitu terutama di daerah
muara-muara sungai. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Peta
Geomorfologi Pesisir. Proses abrasi yang terjadi di Pantai Barat ini relatif
kecil dan berskala lokal.
Di Teluk Lampung, proses abrasi terjadi di pantai antara kaki Gunung
Rajabasa dengan Ketapang. Proses abrasi tersebut terjadi pada tanah
pematang di tepi pantai yang mempunyai ketinggian sekitar 1 m.
Proses abrasi juga ditemui di daerah kepala Teluk Semangka. Hasil
peninjauan lapangan di pantai antara Kota Agung dan Sukabanjar
memberikan indikasi bahwa proses abrasi terjadi di sepanjang pantai sekitar
1,5 km. Daerah pantai di lokasi ini terdiri dari batuan berukuran kecil
hingga sebesar kepalan tangan. Belum diketahui secara pasti apakah proses
abrasi tersebut disebabkan karena pengambilan batu-batu oleh masyarakat
di pantai itu, atau karena proses lainnya.

Di kawasan Pantai Timur Propinsi Lampung, abrasi yang kuat ditemui antara
GAMBAR-6 Labuhan Maringgai (garis pantai mundur 300 meter sejak tahun 1992), Ketapang,
Citra SPOT 2 Juni 1996 Daerah Teluk Lampung hingga Bakauheni. Sedangkan proses sedimentasi ditemui terutama di muara-
muara sungai besar seperti Way Mesuji, Way Tulangbawang, dan Way Seputih.
Sumber sedimen ini berasal dari lumpur yang terbawa sungai dari daerah hulu
dan terendapkan di muara, yang mengakibatkan pertumbuhan garis pantai
berbentuk cakar ayam (CRMP, 1998).

3.7 Kualitas Perairan Teluk Lampung


Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Lampung No. 10 Tahun 1993
tentang Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi, perairan Teluk Lampung
terutama pesisirnya diperuntukkan antara lain sebagai kawasan pariwisata.
Di wilayah ini juga beroperasi beberapa industri, antara lain tiram mutiara
dan pembesaran ikan laut di dalam jaring apung. Selain itu, di perairan yang
sama juga terdapat beberapa industri yang dapat menyebabkan lingkungan
yang tidak bersih. Sedikit kontroversial antara berbagai kegiatan yang sekarang
beroperasi di sekitar Teluk Lampung. Kegiatan pariwisata, rekreasi, dan
budidaya mutiara, misalnya menghendaki perairan yang bersih dan jernih.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

11
Sebaliknya, industri semen, batubara, kayu, minyak, rencana pabrik kertas dan kegiatan TABEL-2
reklamasi pantai, misalnya, justru akan menghasilkan limbah yang dapat merusak
Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air
lingkungan. Sementara ini ada keluhan dari beberapa pengguna perairan Teluk Lampung
yang mengatakan bahwa perairan tersebut mulai turun kualitasnya. Karena keluhan di Perairan Teluk Lampung
tersebut tidak disertai dengan data yang mendukung, maka belum dapat diambil
kesimpulan apakah memang kualitas perairan Teluk Lampung menurun.
No. Parameter Satuan Kisaran Baku Mutu
Hasil penelitian tentang kualitas air perairan Teluk Lampung memang sangat kurang.
Parameter suhu, salinitas, pH, kecerahan, kekeruhan, kandungan minyak, Cu, dan coliform
di perairan Teluk Lampung, misalnya, masih tergolong memenuhi syarat baku mutu 1. Suhu o
C 28,0-31,5 Alami
untuk pariwisata dan rekreasi maupun tujuan budidaya perikanan dan biota laut (lihat _ 10%)
2. Salinitas Psu 22,8-23,5 Alami ( +
Tabel-2). Sebaliknya COD dan kandungan Cd sudah berada di luar batas yang
diperbolehkan untuk tujuan kegiatan yang sama. Sedangkan BOD, kandungan oksigen 3. pH - 7,96-8,22 6,5-8,5
terlarut, Cr, Pb, dan padatan tersuspensi masih memenuhi syarat untuk tujuan rekreasi
4. Pembacaan Seichi disk M 1,13-7,55 >3
maupun budidaya di beberapa tempat, tetapi sudah berada di luar batas yang
diperbolehkan di beberapa tempat yang lain. Oleh karena itu dibuat suatu formula 5. Kekeruhan NTU 1,61-3,37 <3
yang dapat mencerminkan kualitas perairan berdasarkan kandungan beberapa param-
eter kunci. Parameter kunci tersebut adalah pestisida, logam berat (Hg, Cd, Cu, Pb, 6. Oksigen Terlarut mg/l 3,2-6,2 >4
dan Cr), minyak, coliform, TSS, dan bahan organik (BOD dan COD). Dengan 7. BOD5 mg/l 10-40 < 40
melakukan pembobotan dan skoring serta penjumlahan nilai, akan didapat nilai akhir
yang mengklasifikasikan kualitas perairan. Berdasarkan formula tersebut, dapat 8. COD mg/l 398-123 < 40
disimpulkan bahwa perairan Teluk Lampung bagian dalam diklasifikasikan memiliki kualitas
9. Minyak (Lapisan) mg/l - -
perairan yang cukup baik, dengan taraf tercemar ringan. Di beberapa lokasi, seperti
beberapa industri, TPI, dan pemukiman kumuh telah terjadi pencemaran. 10. Coliform Sel/100ml 0-700 < 1.000

11. TSS mg/l 10-34 < 23


3.8 Isu - isu Oseanografi
1. Kondisi oseanografi di perairan Lampung sudah banyak mendapat perhatian peneliti, 12. Logam Berat:
tapi penelitian yang dilakukan hanya di beberapa titik (sample) saja di suatu wilayah.
Selain itu, penyebarluasan hasil penelitian juga sangat terbatas sehingga belum banyak -Hg (Air Raksa) mg/l <0,001-0,104 < 0,003
orang/masyarakat yang mengetahui apa yang dihasilkan. -Cr (Crom) mg/l < 0,01
0,009-0,054
2. Belum ada informasi tentang perubahan atau dinamika pantai di Pantai Timur, abrasi
dan sedimentasi (musiman, tahunan ?) -Pb (Timbal) mg/ll 0,019-0,069 < 0,01
3. Data atau informasi tentang kualitas perairan masih umum dan tidak kontinyu.
-Cu (Tembaga) mg/l 0,013-0,031 < 0,06
4. Dari citra SPOT Juni 1996 dan April 1996, menunjukkan bahwa dinamika perairan
Teluk Lampung cukup tinggi yang digambarkan dengan pola sebaran padatan -Cd (Cadmium) mg/l 0,024-0,044 < 0,01
tersuspensi termasuk bahan pencemar yang berbeda nyata (Gambar 5 dan 6).
Sumber : Hasil Analisis, 1999
Baku Mutu : Kep-02/Men-KLH/1988

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

12
GAMBAR-7
Peta Arus Pasang Surut

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

13



EKOSISTEM PESISIR LAMPUNG













4.1 Habitat Utama Daerah tujuan transmigrasi di Rawa Sragi, Rawa Jitu, dan Rawa Pitu meliputi luas

Garis pantai Lampung sangat panjang, 1.105 km (CRMP, 1998) dan beragam yang areal 51.500 ha. Akhir-akhir ini terjadi perubahan pemanfaatan lahan menjadi

menampilkan lebih dari 15 jenis habitat yang berbeda, termasuk lingkungan yang dibuat perkebunan kelapa sawit dan tebu, terutama terjadi di Mesuji dan Way Seputih.

manusia seperti tambak udang dan perkotaan. Pantai Barat hampir seluruhnya Kegiatan penebangan pohon dan pembakaran juga berperan dalam mengubah rawa


didominasi oleh pantai berpasir, hutan pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman yang masih ada menjadi lahan Gelam (Melaleuca cajuputi) dan paya-paya gelagah, yang

perkebunan rakyat, dan dataran rendah yang berhutan Meranti (Dipterocarpaceae) sebagai keduanya merupakan tanaman sekunder.

kelanjutan dari Taman Nasional Bukit Barisan. Pantai sekitar teluk (Teluk Lampung dan

Teluk Semangka) pada dasarnya mempunyai tipe yang sama, namun mengalami degradasi 4.2.2 Ancaman.

dan kohesi lebih besar lagi karena dampak urbanisasi. Kawasan yang semula merupakan Seluruh hutan mangrove di Lampung akan punah dalam beberapa tahun seandainya

hutan mangrove telah berubah menjadi tambak udang, terutama pada beberapa teluk pengubahan ke tambak udang tidak dikontrol/diawasi. Mungkin yang tersisa hanya

dan muara sungai. Yang sangat jelas terlihat di Pantai Timur adalah daerah tambak udang mangrove yang terdapat di pulau-pulau wilayah teluk. Reklamasi dan pendangkalan

yang luas dan sedikit sisa hutan mangrove. yang terus berlanjut di daerah pengendalian banjir Way Tulang Bawang (paya-paya

Terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut dapat dijumpai di sepanjang belukar) akan membahayakan fungsinya bagi perikanan, kelestarian hidup burung air

daratan sempit sekitar pulau-pulau di bagian selatan dan barat. Sebagian habitat ini yang di kenal dunia internasional dan nasional, serta sebagai pengendali banjir bagi

tumbuh dengan baik di Teluk Lampung dan di Pantai Barat. daerah sekitarnya.


Hutan rawa di Pantai Timur sudah banyak dikeringkan, dikonversi menjadi sawah Penangkapan ikan dengan bom merupakan masalah khusus di Teluk Lampung, di

dan tambak, dan pohonnya ditebangi sehingga fungsi rawanya telah berubah. Hutan mana setidaknya 29 perahu lokal diperkirakan menggunakan cara yang merusak ini.

rawa air tawar merupakan lingkungan yang khas di Pantai Timur, namun tinggal sedikit Penggunaan bom merupakan gejala yang baru; yang dimulai pada tahun 1975 setelah

dan dalam kondisi kritis. Sisa paya-paya, rumput, dan Gelagah (Saccarum spontanium) yang diperkenalkan oleh satu keluarga Bugis. Belum diketahui secara pasti apakah

masih ada di sepanjang Way Mesuji, Way Tulang Bawang, dan Way Seputih merupakan penggunaan bom juga terjadi di perairan Pantai Barat. Di sekitar perairan teluk dan

kolam raksasa pengendali banjir. Pantai Barat terjadi pemanfaatan rumput laut yang berlebihan. Pemanfaatan

berlebihan dengan cara pengumpulan ini telah merusak rumput laut alami yang ada

4.2 Penggunaan dan Ancaman di wilayah tersebut. Eksploitasi rumput laut di Pantai Barat ini sekitar 4 ton berat

kering/bulan (Buyung. pers com, 1998).




4.2.1 Penggunaan. Hampir sepanjang Pantai Barat, Kepulauan Krakatau, dan Pulau Segamat (Lampung

Pemanfaatan lahan di sepanjang Pantai Barat, terutama untuk perkebunan rakyat Timur) merupakan tempat penyu bertelur. Kepulauan Krakatau dan Pulau Segamat

telah berlangsung lebih dari 100 tahun. Pantai Timur mengalami perubahan luar telah mengalami dampak dari perburuan dan pengambilan penyu tersebut. Sampai

biasa selama 15 tahun terakhir. Jutaan orang masuk dari Jawa, Sulawesi Selatan dan saat ini, Penyu hijau tetap diburu secara luas dan di jual sebagai cindera mata di tempat-

Bali, baik dalam program pemerintah ataupun swakarsa, yang pada gilirannya tempat rekreasi seperti Pantai Pasir Putih. Padahal, Penyu hijau ini masuk dalam Apendix

membuat 90% hutan mangrove diubah menjadi lahan tambak udang dan reklamasi I CITES sebagai fauna yang dilarang untuk diperdagangkan. Sebaran habitat pesisir

(pembuatan tanggul) dari hampir semua rawa menjadi lahan pertanian. dapat dilihat pada Peta Sebaran Habitat dan Daerah-daerah Rawan Banjir, Kebakaran,

Saat ini luasan mangrove di Pantai Timur tinggal sekitar 2.000 ha (CRMP, 1998) dan Pengeboman Pesisir Lampung.


dari semula 20.000 ha. Habisnya mangrove ini merupakan penyebab utama abrasi

yang terjadi di sepanjang Pantai Timur (sekitar Labuhan Maringgai). Tapi dampak 4.3 Flora dan Fauna

negatifnya terhadap perikanan tangkap laut masih belum diketahui secara pasti. Pantai berpasir, pantai berbatu, dan hutan pantai mempunyai susunan tumbuhan



atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






14







GAMBAR-8
Peta Sebaran Habitat dan Daerah Rawan Banjir

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

15
yang didominasi oleh formasi Barringtonia, seperti Ketapang (Terminalia catappa),
Waru Laut (Hibiscus tiliaceus), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Cemara (Ca-
suarina equisetifolia), dan Rasau Putih (Pandanus tectorius). Penebangan pohon,
pembakaran hutan, dan pembukaan lahan secara regular yang terjadi di masa
lampau, mengakibatkan terjadinya dominasi lokal oleh Pandanus sepanjang
Pantai Barat atau Casuarina sepanjang pantai Taman Nasional Way Kambas.
Satwa langka yang dijumpai di pantai Lampung adalah terutama tiga jenis
penyu, yaitu Penyu Hijau (Chelonia midas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata),
dan Penyu Belimbing (Dermochylis cariacea). Sekarang ini, ketiga penyu tersebut
telah semakin langka dan secara umum terancam kelestariannya. Menurut
CITES dan UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan
ekosistem Indonesia, dilarang untuk mengeksploitasi dan memperdagangkan
penyu atau produk dari penyu.
Penyu laut secara umum terancam kelestariannya dengan kepunahan secara
perlahan. Oleh karena itu, penyu dilindungi di seluruh dunia. Setiap pantai
tempat bertelurnya penyu menjadi penting untuk diperhatikan. Karena itu,
diperlukan program yang terfokus dan berbasis masyarakat, guna
menghentikan eksploitasi penyu yang melanggar hukum. Bibit Mangrove di antara mangrove dewasa, Padang Cermin Lampung Selatan.
Tidak ada lagi hutan rawa primer di Lampung. Kegiatan penebangan,
pembakaran, dan gangguan hidrologis telah menghasilkan habitat rawa
sekunder, termasuk hutan gelam, semak belukar, putri malu, dan paya belukar. Habitat 88 jenis ikan tercatat di bagian hilir Way Tulang Bawang, tidak termasuk jenis di sekitar
ini sebagian besar dapat dijumpai di bagian Timur Laut Lampung. Hutan gelam dapat muara dan lautan. Jenis-jenis yang khas termasuk ikan Baung (Mystus nemurus), Arowana
mencapai tinggi 10 - 12 meter, dan hampir seluruhnya didominasi oleh Melaleuca cajaputi (Scleropagus formosus), Belida (Notopterus chilata dan N. borneensis), serta Malas (Oxyeleotris
dengan bagian bawah yang rimbun oleh pakis dan semak belukar. Pembakaran atau marmorata). Tiga jenis terakhir ini sudah menjadi semakin langka didapat karena
kebakaran menyebabkan sulitnya hutan rawa ini mempunyai keanekaragaman tanaman penangkapan lebih, hilangnya habitat berkembang biak, dan pencemaran air oleh industri.
rawa yang tinggi.
Putri Malu (Mimosa pigra) yang tumbuh sebagai belukar rawa membentuk rawa Mangrove
bersemak, dengan campuran Barringtonia acutangula, Gluta renghas, Lagerstroemia speciosa. Keanekaragaman mangrove di Lampung rendah. Sebagian besar didominasi oleh
Fagraea fragrans, Licula paludosa, dan Pholidocarpus sumatrana merupakan tanaman yang lazim Api-api (Avicennia alba dan Avicennia marina) pada lahan yang baru terbentuk, ditunjang
dijumpai di hutan rawa. Paya-paya seperti ini dapat dijumpai dekat Menggala dan oleh Buta-buta (Bruguiera parviflora dan Excoecaria agallocha) yang lazim dijumpai di daerah
sepanjang Way Tulang Bawang. Daratan rawa Way Tulang Bawang mendukung kehidupan muara. Agak ke hulu dijumpai Nipah (Nypa fruticans), Pedada (Sonneratia caseolaris), dan
dua koloni terbesar burung air di Indonesia. Daerah ini merupakan tempat berkembang Xylocarpus granatum yang menunjukkan adanya pengaruh air tawar. Bakau (Rhizophora
biak bagi Black-crowned Night Heron (diperkirakan 1.677 pasang) dan Oriental Darter (48 stylosa) terbukti mendominasi mangrove yang berasosiasi dengan terumbu karang. Hal
pasang) serta koloni kedua di Sumatera (yang terbesar ) untuk Kuntul Jawa (30.338 ini terdapat di sepanjang pantai dan pulau-pulau di Teluk Lampung.
pasang) dan salah satu tempat utama berkembang biaknya Bangau (Great Egret) sebanyak Vegetasi Mangrove di kawasan Labuhan Maringgai (Pantai Timur Lampung) memiliki
1.202 pasang. ketebalan relatif tipis, yaitu bervariasi antara 50 hingga 150 meter. Hamparan mangrove
Sungai-sungai dan rawa-rawa mempunyai keanekaragaman ikan yang tinggi, termasuk di kawasan ini membujur dari daerah Way Sekampung bagian selatan hingga ke utara

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

16
GAMBAR-9
Peta Sebaran Mangrove

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

17
daerah Way Penet (perbatasan kawasan Taman Nasional Way Kambas). Di wilayah ini, berkisar antara 257 ind/ha hingga 2500 ind/ha. Ketebalan mangrove di wilayah ini juga
selain tumbuhan alami, mangrove juga di tanam oleh instansi kehutanan setempat. Vegetasi bervariasi antara 150 meter hingga 1.200 meter. Tingkat pertumbuhan vegetasi man-
tanaman mangrove yang ditanam manusia (non-alami) memiliki karakteristik antara lain: grove juga bervariasi, mulai dari tingkat sapihan, semai, tihang, hingga pohon. Untuk
jenis yang ditanam adalah Rhizophora mucronata, dengan tingkat pertumbuhan semai dengan tingkat tihang dan pohon (Avicennia marina), nilai potensinya masing-masing 141 m/ha
jarak tanam 2 X 2 meter, dan 4 X 4 meter. Jenis ini tergolong ke dalam kelompok (pohon) dan 22 m/ha (tihang).
mangrove sejati. Selain kedua jenis dominan tersebut, di kawasan ini khususnya di sepanjang
Selain dari jenis mangrove sejati, kawasan ini juga ditumbuhi oleh jenis dari kelompok sungai dijumpai vegetasi jenis Nypa fruticans.
mangrove semu (false mangrove) yaitu jenis Avicennia marina dan Nypa fruticans. Konsosiasi Komunitas mangrove di Desa Durian Kecamatan Padang Cermin - Lampung
(mono-species) Avicennia marina yang terdapat di daerah Sriminosari, Labuhan Maringgai Selatan berupa asosiasi (multi-species), dengan jenis dominan Rhizophora mucronata.
terdiri dari konsosiasi tingkat sapihan dengan kerapatan 2.500 batang/ha yang tumbuh INP berkisar antara 236 hingga 249 dan dengan kerapatan berkisar antara 188 ind/
di habitat yang lebih mantap. Konsosiasi Avicennia marina tingkat semai terdapat terutama ha hingga 530 ind/ha. Tingkat pertumbuhan pohon di kawasan ini adalah sapihan,
pada habitat yang kurang mantap dan di daerah timbul. Kerapatan dari konsosiasi ini tihang, dan pohon. Untuk tihang, nilai potensinya adalah sebesar 212 m/ha dan
adalah 4.000 batang/ha. untuk pohon sebesar 278 m/ha. Ketebalan mangrove antara 1 dan 1,5 km.
Selanjutnya untuk jenis Nypa fruticans, banyak tumbuh di sepanjang sisi sungai, Berbeda halnya dengan komunitas mangrove di Desa Durian, maka tipe vegetasi
seperti Way Penet. Mengingat jenis vegetasi ini hidup di daerah dengan salinitas di Desa Sidodadi (Padang Cermin) bertipe konsosiasi, dengan jenis Rhizophora mucronata
yang lebih rendah, maka banyak tumbuh di daerah lebih hulu dari suatu sungai. sebagai jenis yang dominan dan memiliki INP sebesar 300. Kerapatan individu di daerah
Kondisi vegetasi mangrove di kawasan Taman Nasional Way Kambas (sekitar ini adalah sebesar 900 ind/ha, dan dengan potensi tihang sebesar 754,7 m3/ha.
Way Kanan) tidak banyak berbeda dengan daerah Labuhan Maringgai, khususnya dalam Komunitas mangrove memiliki ketebalan sekitar 4 km. Sebaran mangrove dapat dilihat
hal ketebalan. Bahkan di daerah ini, ketebalan mangrove sangat tipis, dengan rata- pada Peta Sebaran Mangrove Pesisir Lampung.
rata ketebalan sekitar 5 meter. Vegetasi mangrove di kawasan ini terkonsentrasi di Tidak ada fauna yang tercatat tetap tinggal di mangrove. Beberapa jenis burung air
sepanjang Way Kanan dan Way Penet. seperti Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Bangau Tontong (Leptoptilus javanicus), Milky
Jenis vegetasi yang mendominasi kawasan mangrove di daerah ini adalah jenis Stork (Mycteria cinerea), Storms Stork (Ciconia stormi), Pasific Reef Egret atau Kuntul (Egretta
mangrove sejati Rhizophora mucronata dengan kerapatan sekitar 400 batang/ha. Tipe sacra), Itik (Anas gibberifrons dan Anas querquedula) serta beberapa burung rawa seperti
vegetasinya merupakan konsosiasi dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 300. Tringa totanus dan Actitis hypoleucos memakai hamparan lumpur, mangrove, dan rawa
Tingkat pertumbuhan jenis ini adalah dari kelompok sapihan. Selain kedua jenis belakang sepanjang Pantai Timur sebagai tempat mencari makan dan bersarang. Beberapa
dominan tersebut, khsusnya di sepanjang sungai dijumpai vegetasi jenis Nypa fruticans. dari burung-burung tersebut membangun sarangnya lebih ke darat lagi. Koloni-koloni
Rawa terdapat juga di dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas, yakni di sekitar burung besar dapat dijumpai di paya-paya sepanjang Way Tulang Bawang (dekat dengan
wilayah Way Kanan. Di dalam rawa ini terdapat juga konsosiasi gelam. Selain dari Menggala).
konsosiasi itu nampak konsosiasi Nibung (Oncosperma tigillaria) dan konsosiasi Sedeng Kecuali tipe vegetasi yang telah diuraikan, pesisir Lampung memiliki berbagai
(Livistonia rotundifolia ). Di daerah sempadan sungai banyak tumbuh jenis-jenis Merbau ragam komunitas tumbuhan. Umumnya komunitas-komunitas tersebut terdiri dari
(Initsia palembanica), Barringtonia septica, Eugenia viridis, dan pelbagai anggota Ficus dan Rengas jenis tanaman budidaya. Ragam komunitas tanaman budidaya yang nampak bernilai
(Gluta renghas). penting bagi masyarakat adalah:
Di wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang (sekitar PT. Central Pertiwi Bahari) 1. Perkebunan kelapa yang terutama terdapat di wilayah Padang Cermin, dapat
terdapat 2 jenis yang dominan, yaitu jenis Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. dibedakan menjadi tanaman rakyat yang terdiri dari varietas dalam dengan kondisi
Untuk jenis Rhizophora mucronata, kawasan ini merupakan konsosiasi hasil tanaman manusia yang cukup tua dan tanaman perkebunan yang terdiri dari jenis hibrida
dengan jarak kerapatan sebesar 5 X 5 meter. Seluruh habitat mangrove di lokasi ini 2. Komunitas tanaman dalam areal kebun talun. Jenis utamanya adalah Lada (Piper
berupa konsosiasi, sehingga memiliki nilai INP sebesar 300, serta dengan kerapatan nigrum) dan beberapa varietas Pisang (Musa sp.)
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

18
GAMBAR-10
Peta Kondisi Terumbu Karang di Teluk Lampung

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

19
3. Persawahan/Padi (Oryza sativa). pembuangan jangkar.
Berbeda dengan kawasan Pantai Timur dan Teluk Semangka, kawasan Teluk Lampung
Terumbu Karang memiliki kisaran persen penutupan karang batu yang luas (0 - 75%). Kecenderungan
Kebanyakan terumbu karang di Lampung adalah dari jenis fringing reefs, dengan penutupan karang batu di Pantai Timur adalah bahwa pada kawasan yang dekat dengan
luasan relatif 20 - 60 meter. Pertumbuhan karang berhenti pada kedalaman 10 - 17 pangkalan angkatan laut memiliki persen penutupan yang relatif tinggi (40 - 80%),
meter. Di bawah kedalaman itu terdapat lumpur atau hamparan pasir. Sejumlah sedangkan pada lokasi yang semakin jauh dari pangkalan angkatan laut memiliki persen
terumbu karang tipe patch reefs tumbuh dengan baik, dan dapat dijumpai di penutupan yang lebih rendah (0 - 35%) (Black, 1998).
sepanjang sisi barat Teluk Lampung. Pendataan awal menunjukkan terdapat sekitar 213 Dari hasil kajian dengan metode LIT (Line Intercept Transect) pada 8 pulau
jenis karang keras yang berbeda di Selat Sunda (Kepulauan Krakatau, Teluk Lampung, memperlihatkan kisaran penutupan karang batu antara 47.12 % - 91.65% (termasuk
Kalianda, Pulau-pulau di pesisir barat Pulau Jawa). Hal ini cukup sesuai bila dibandingkan kategori baik dan sangat baik (Gomez dan Alcala, 1984)). Tidak ada perbedaan
dengan sekitar 139 jenis yang ditemukan di Kepulauan Seribu. Terumbu Karang di yang nyata antara kedalaman 3 meter dan 10 meter. Keanekaragaman (dilihat dari
Kepulauan Krakatau menunjukkan total 113 jenis karang besar, sekalipun keanekaragaman bentuk hidup karang batu) bervariasi antara 1,67% - 3,43%. Karang tipe Foliose
jenis rata-rata per lokasi agak rendah (yakni 48,6 9.2). mempunyai persen penutupan karang yang cukup besar (48,8% di P. Sulah, 28,53%
Hasil survei memperlihatkan bahwa hampir di semua lokasi, kecuali Teluk Lampung, di P. Tangkil, 21,26% di P. Balak, 20,65% P. Pahawang, dan 19,1% di P. Condong
terumbu karang memiliki penutupan karang batu yang rendah (0 - 10%). Khusus Laut). Hal ini dapat dilihat pada Peta Kondisi Terumbu Karang di Teluk Lampung.
untuk kawasan Teluk Lampung, penutupannya cukup besar yaitu mencapai 75% Umumnya kawasan terumbu karang yang dekat dengan pemukiman dan memiliki
(CRMP, 1998). rataan yang cukup lebar, relatif kondisinya lebih buruk dibanding terumbu karang yang
Pada bagian selatan Pantai Timur yaitu P. Rimau Balak, P. Mundu, P. Seram Besar, terletak agak jauh dari pemukiman dan dengan kondisi reef flat yang sempit. Kajian
P. Seram Kecil, P. Kuali, dan P. Panjurit, kisaran penutupan karang batu dampak kegiatan manusia (pencemaran, perikanan, pelayaran, erosi dan sedimentasi)
memperlihatkan kisaran yang sangat rendah (0 - 10%). Dijumpai beberapa kegiatan terhadap kesehatan terumbu karang belum ada pembuktiannya.
seperti penebangan hutan bakau di kawasan P. Rimau Balak. Kegiatan ini
mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi di kawasan perairan ini. 4.4 Fungsi dan Manfaat Habitat Pesisir
Tingginya sedimentasi juga dijumpai pada kelima pulau lainnya. Mangrove yang berkembang dengan baik memberikan fungsi dan keuntungan yang
Kegiatan pengeboman ikan cukup dominan pada kawasan ini. Hal ini terlihat besar, baik dalam mendukung perikanan laut, memberi pasokan bahan bangunan,
dari kerusakan terumbu karang yang umumnya berupa kerusakan fisik. Di samping dan produk-produk lain bagi keperluan masyarakat setempat. Di samping itu, man-
kegiatan pengeboman, kegiatan penambangan karang batu untuk bahan bangunan dan grove dapat menjaga stabilitas garis pantai. Namun karena kerusakan serius dan
hiasan (yang banyak diperjualbelikan di kawasan Kalianda) juga menjadi salah satu hilangnya mangrove di Lampung, maka tidak banyak lagi yang dapat diharapkan.
penyebab kerusakan terumbu karang. Sampai sejauh ini belum diketahui informasi Paya dan hutan rawa air tawar yang ada di Lampung juga mengalami kerusakan.
tentang peraturan daerah yang mengatur penambangan karang batu. Namun jika mengacu Padahal, keduanya mempunyai fungsi hidrologis dan ekonomis bagi masyarakat pesisir.
pada UU Lingkungan nomor 5 Tahun 1990, sebenarnya sudah ada pembatasannya. Paya dan hutan rawa tersebut akan menyimpan sejumlah besar air hujan dan air banjir,
Seperti halnya Pantai Timur, persen penutupan karang batu di kawasan Teluk Semangka dan kemudian dilepaskan secara perlahan sehingga dapat digunakan untuk irigasi,
juga rendah (0 - 10%). Pada kawasan ini sedimentasi dijumpai pada perairan sepanjang konsumsi manusia dan pengisian kembali air tanah (sehingga mencegah intrusi air laut
pantai. Di perairan P. Tabuan terlihat kerusakan terumbu karang berupa kerusakan jauh ke daratan). Paya-paya itu menjadi penting dalam mendukung perikanan,
fisik. Tipe dasar perairan yang dominan adalah pasir dan pecahan-pecahan karang. Di terutama selama musim kemarau dan musim paceklik. Sedangkan koloni besar burung
daratan dijumpai tumpukan karang mati yang akan digunakan untuk bahan bangunan air yang hidup di dalamnya sungguh penting bagi usaha konservasi nasional dan
dan menguruk jalan. Kerusakan utama terumbu karang di kawasan ini akibat internasional.
penambangan karang batu dan pengambilan pasir untuk bahan bangunan dan Pantai yang indah dan pesisir yang berbatu-batu di Lampung Barat merupakan daya
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

20
tarik luar biasa bagi pengembangan pariwisata di masa mendatang. Namun demikian, melalui dua program yang dipusatkan pada:
kondisinya terpencil dan jauh dari pusat-pusat pariwisata, juga kurangnya dukungan (a) Pengawasan ketat dan tindakan tegas terhadap beberapa kelompok nelayan yang
infrastruktur seperti bandara setempat, hotel, pasokan air, dan sanitasi umum. Hal ini diketahui menggunakan bahan peledak dan racun.
menghambat pertumbuhan bisnis pariwisata yang sehat. Selain itu, pulau-pulau dan (b) Pengembangan program oleh masyarakat setempat di pulau-pulau guna menerapkan
terumbu karang di sekitar Teluk Lampung mempunyai prospek yang lebih cerah untuk kepemilikan terhadap sumberdaya terumbu karang, digabungkan dengan
pengembangan wisata bahari. pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Terumbu karang, khususnya di Teluk Lampung, sangat mendukung usaha-usaha Pengawasan terhadap terumbu karang yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat
perikanan yang produktif. Terdapat sekitar 1.600 bagan yang menggantungkan dapat menjadi kontrol sosial. Para petugas pengawas ini dapat juga sekaligus dilatih
penghasilan tangkapannya di sekitar terumbu karang. Namun sangat disayangkan, sebagai pemandu wisata bahari.
ada indikasi beberapa nelayan bagan yang dalam usaha penangkapannya Penyu memerlukan usaha-usaha perlindungan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan
menggunakan bahan peledak. Terumbu karang juga penting dalam melindungi pantai dengan menjaga habitat dan tempat bertelurnya penyu.
dari erosi dan menyediakan pasir guna membentuk pantai berpasir. Tanpa adanya Belum diketahui jenis, skala, dan dampak dari pencemaran sungai dan pesisir yang
terumbu karang, maka banyak tempat wisata pantai akan musnah. Ironisnya, banyak besar dari limbah perkotaan, erosi lahan dan garis pantai, serta yang berasal dari industri-
obyek wisata menggunakan terumbu karang sebagai bahan reklamasi. industri pengolah hasil pertanian.

4.5 Isu-isu Pengelolaan


Hampir punahnya mangrove di Lampung menuntut tindakan
cepat. Pendekatan saat ini dengan program reboisasi telah gagal dan
mangrove tetap diubah menjadi tambak udang. Ada suatu peluang
untuk memperbaiki/menegaskan, memperkenalkan, dan memaksakan
peraturan tentang jalur hijau (Keppres 32/1990 Pasal 27), yang
digabungkan dengan stabilisasi produksi udang melalui pengelolaan
sumberdaya air sehingga dapat memberikan hasil yang optimal.
Guna melindungi usaha perikanan darat, pengendalian banjir,
dan perlindungan burung air yang dikenal secara nasional dan
internasional, maka paya-paya dari Buang Purus hingga Rawa Pancing
sepanjang Way Tulang Bawang hendaknya dilindungi dari usaha
pengeringan dan ditetapkan sebagai suaka alam, yang pengelolaannya
melibatkan masyarakat setempat. Di samping itu, perlu adanya
pengendalian terhadap pengambilan telur dan penangkapan burung
muda dari masing-masing koloni burung.
Pemberian izin menangkap ikan di sungai-sungai dan rawa-rawa
hendaknya dihentikan, guna mendorong kepemilikan dan pengelolaan
sumberdaya alam oleh masyarakat setempat dan untuk menerapkan
(kembali) tingkat pemanfaatan secara berkesinambungan.
Perusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan dengan Kondisi terumbu karang yang baik di Teluk Lampung, Lampung Selatan.
cara-cara yang merusak haruslah dihentikan. Hal ini dapat dilakukan
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

21




D AERAH ALIRAN SUNGAI & SUMBER PENCEMARAN













Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya



untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi



rawa, dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur,

pasir), sampah, dan limbah serta zat hara, melalui wilayah pemukiman ke terminal

akhirnya yaitu laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir,

dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit sungai berkurang dan beban

penggunaannya makin banyak, maka kualitas air semakin menurun sampai titik

resiko yang membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.



Lampung mempunyai 5 sungai besar dan sekitar 25 buah sungai kecil, yang

membentuk 8 Daerah Aliran Sungai (DAS), dapat dilihat pada Peta DAS-DAS Utama


Propinsi Lampung. Lima sungai besar tersebut ditetapkan menjadi 3 (tiga) Satuan

Wilayah Sungai (SWS). Ketiga SWS tersebut adalah Way Mesuji - Way Tulang Bawang;

Way Seputih - Way Sekampung; dan Way Semangka. Sekitar 80% sungai-sungai di

wilayah Lampung mengalir ke arah timur dan bermuara di Laut Jawa, seperti Way Mesuji,

Way Tulang Bawang, Way Seputih, dan Way Sekampung. Sedangkan Way Semangka

bermuara di Teluk Semangka.


Lingkungan desa pesisir yang kurang sehat


Lahan basah utama yang terdapat di Lampung adalah Rawa Jitu, Rawa Pitu, dan

Rawa Sragi yang sebagian besar ada di wilayah Timur dan Timur Laut Propinsi Lampung.

Fungsi-fungsi lahan basah ini antara lain: sebagai perikanan air tawar, menahan pasang 5.1 Jenis-jenis Sungai di Lampung

air laut, sebagai kolam raksasa pencegah banjir, dan tempat suaka aneka burung air.


Sungai-sungai di Pantai Timur berkaitan erat dengan 207.800 hektare rawa dan 5.1.1 Sungai Berair Hitam

paya-paya yang pernah ada. Sebagian besar rawa dan paya-paya ini telah diubah Bersifat asam, air berwarna hitam pekat karena kadar fenol dari tanin yang larut

menjadi lahan pertanian atau perkebunan dalam program transmigrasi besar-besaran. dari tanah gambut. Air sungai biasanya mengalir sangat pelan. Jenis sungai ini hanya

Sungai-sungai di wilayah Teluk Lampung dan Pantai Barat umumnya memiliki daerah terdapat di Pantai Timur seperti: Way Pedada (anak Way Tulang Bawang), Way Rasau,

tangkapan air yang sempit, karena daerahnya yang terjal atau berlereng (pengaruh dan Way Wako di Way Kambas.

pegunungan Bukit Barisan). Daerah ini termasuk tipe berenergi tinggi. Sungai berair hitam miskin zat hara utama, DO rendah, dan rendah produktivitas

Sebagian besar sungai-sungai di Lampung memiliki debit air yang kecil. Hanya primernya. Ikan-ikan yang dapat dijumpai termasuk Arowana (Scleropagus formosus)

Way Mesuji, Way Tulang Bawang dan Way Sekampung yang memiliki debit lebih besar

menjadi sangat langka karena penangkapan yang berlebih dan kerusakan habitat.

dari 100 m3/detik (Tabel- 3). Semua sungai, kecuali beberapa di Pantai Barat, mempunyai

variasi debit air yang nyata. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh musim terhadap 5.1.2 Sungai Berair Coklat

sungai-sungai tersebut. Seluruh sungai besar di Lampung masuk ke dalam kelompok berair coklat bercampur

Pasang naik di Pantai Timur dapat mendesak air payau ke hulu sejauh 40 - 50 km hitam yang kaya dengan zat hara dan endapan, akibat campuran anak sungainya dengan

selama musim kemarau. Hal ini mengakibatkan terjadinya intrusi air laut ke dalam air air gambut. Keanekaragaman jenis dan produksi ikannya tinggi karena percampuran

tanah di daerah-daerah konversi rawa. habitat pemijahan yang kaya dan tingginya produktivitas primer. Lebih dari 88 jenis ikan

ditemukan di perairan Way Tulang Bawang.






atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






22







GAMBAR-11
Peta DAS-DAS Utama

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

23
5.1.3 Sungai Berair Jernih teluk dan Pantai Barat adalah 15 - 130 cm, sedangkan Pantai Timur mempunyai kisaran
Merupakan sungai-sungai berair deras, dengan kandungan zat hara cukup. Hampir 80 - 160 cm (Dishidros, 1999). Jadi, hendaknya dipelihara jalur hijau (hutan mangrove)
semua berasal dari bukit berhutan lebat di Pegunungan Bukit Barisan. Belum diketahui sebagai kawasan lindung antara 200-235 meter dari pantai (Keppres No.32 tahun 1990).
apakah sungai-sungai jenis ini kaya dengan jenis ikan. Biasanya, rawa-rawa di Tulang Bawang atau Taman Nasional Way Kambas terendam
air sekitar 1-3 meter pada bulan November sampai Maret, kemudian surut perlahan-
5.2 Perikanan Sungai dan Rawa lahan. Hal ini sangat penting bagi hidrologi kawasan pantai dan kesetimbangan air tawar
Ikan air tawar merupakan sumber protein, lebih-lebih pada saat paceklik (musim dengan air asin.
kemarau panjang). Umumnya bebas untuk menangkap ikan di wilayah lebung/ Intrusi air laut yang jauh ke daratan merupakan masalah bagi masyarakat pesisir
lebak tetapi dikelola secara tradisional dengan izin. Di luar wilayah itu, penangkapan yang sehari-harinya tergantung pada air tanah sebagai air minum. Hal ini terjadi
ikan dapat dilakukan secara bebas, sehingga mengakibatkan pengurangan insentif dalam karena hampir punahnya hutan mangrove serta hilangnya rawa dan paya-paya di
pengelolaan perikanan yang berkesinambungan. daratan serta pembukaan sawah.
Diperkirakan sistem DAS Tulang Bawang mampu menghasilkan ikan 20 - 100
kg/ha/tahun, dengan 85% tangkapan berasal dari rawa-rawa. Hasil ini merupakan 5.5 Pencemaran Sungai dan Pesisir
40% dari total hasil tangkapan (laut dan daratan) diperoleh dari sungai dan rawa- Sumber polusi di Lampung berasal dari beberapa lokasi, seperti limbah
rawa di Kabupaten Tulang Bawang. agroindustri dan tambak udang. Selain itu, limbah kegiatan pertanian (pestisida dan
Kecenderungan yang terjadi adalah terjadinya penyusutan produksi ikan secara pupuk kimia), limbah perkotaan, limbah rumah tangga, dan air drainasi merupakan
berangsur-angsur karena degradasi habitat sebagai akibat reklamasi, drainasi, konversi, sumber polusi yang lainnya. Sementara, sumbangan bahan pencemar dari sektor
pencemaran perairan, tangkap lebih, dan tertutupnya permukaan perairan oleh Eceng
Gondok (Eichornia crassipes) dan Kiambang (Salvinia molesta).

5.3 Degradasi Daerah Tangkapan


Daerah tangkapan sungai-sungai besar yang mengalir ke timur dalam kondisi
kritis. Tingkat kekeruhan air bertambah tinggi karena erosi tanah (lebih dari 60%
hutan lindung telah dibabat atau diubah menjadi perkebunan oleh para perambah).
Hal ini dapat dilihat pada Peta Sumberdaya Air dan Sungai Propinsi Lampung.
Kegiatan reboisasi tidak dapat mengimbangi pembabatan. Lahan kritis dijumpai di
seluruh Lampung. Total lahan kritis kurang lebih 634.000 hektare.
Hanya sedikit yang sudah diketahui mengenai dampak degradasi pada sungai-
sungai dan morfologi pesisir (debit, endapan, erosi pantai, dan pelumpuran). Way
Tulang Bawang, Way Seputih, Way Jepara, dan Way Sekampung membawa komponen
tanah yang besar. Dari Way Seputih saja, terangkut sekitar 10,5 juta ton endapan ke
laut setiap tahunnya.

5.4 Hidrologi Perairan Pantai


Sepanjang Pantai Barat dan wilayah teluk mempunyai tipe pasang surut semi-
diurnal, dengan dua kali pasang dan dua kali surut setiap hari. Namun kisaran
Perkampungan nelayan yang kurang Konversi lahan sawah menjadi tambak di Rawa Seragi, Lampung Selatan
amplitudo dari dua wilayah tersebut berbeda. Kisaran pasang
sehat. surut untuk wilayah

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

24
GAMBAR-12
Peta Sumberdaya Air dan Sungai

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

25
pertambangan, pengolahan logam, industri kimia, dan limpahan minyak dapat dianggap tapioka sebanyak 35 unit. Disusul dengan pengolahan karet (9 unit) dan pabrik gula (6
masih dalam batas yang aman. unit), dapat dilihat pada Peta Penyebaran Kelompok Industri. Dari COD dan BOD
limbah industri, maka dari seluruh jenis industri di Propinsi Lampung, industri tapioka
Sumber Pencemaran Utama mempunyai tingkat yang tertinggi (1.427 mg/l untuk BOD dan 2.972 mg/l untuk COD).
Di Propinsi Lampung terdapat 160 unit industri PMDN (Penanaman Modal Disusul oleh industri pulp, dengan nilai BOD (650-1.113 mg/l) dan COD (1.240-2.174
Dalam Negeri) dan 33 unit industri PMA (Penanaman Modal Asing). Semua industri mg/l). Limbah industri tapioka juga mempunyai kisaran nilai pH yang paling besar (dari
ini dikategorikan dalam kelompok industri menengah dan besar (BKPM, 1997). pH = 4 - 9). Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa penanganan limbah yang tidak
Berdasarkan jenisnya, sebagian besar merupakan industri pengolah hasil pertanian. sempurna akan membahayakan perairan, sehingga dapat mematikan biota yang ada
Dan industri semacam inilah yang berpotensi mencemari lingkungan jika limbahnya didalamnya (antara lain proses dekomposisi, rendahnya DO, dan adanya bahan beracun).
tidak mendapat perlakuan sebagaimana mestinya; mengingat kandungan bahan Sementara itu, limbah industri pengolah karet, memperlihatkan tingkat potensi
organik yang ada pada buangan industri yang bersangkutan. pencemaran yang relatif rendah (BOD antara 54-59 mg/l dan COD antara 118-125
Dari industri yang ada, dapat dikelompokkan menjadi 16 jenis industri, yang mg/l) (Tabel- 4).
terdiri dari: makanan dan minuman, kelapa sawit, karet, batu marmer, bahan kimia, Tiga sungai besar di Propinsi Lampung secara intensif dialiri oleh limbah industri.
pengolahan kelapa, penyedap rasa (monosodium glutamat), kertas, pengolahan kayu, Ketiga sungai tersebut adalah Way Pangubuan, Way Sekampung, dan Way Tulang
sabun, gula, tapioka, sarbitol, asam sitrat, tapioka, nenas, dan tambak udang. Bawang. Way Pangubuan memiliki kisaran nilai BOD serta COD yang tertinggi dibanding
Prokasih (Progam Kali Bersih) merupakan program yang berhasil menurunkan dengan dua sungai lainnya, yaitu 123-296 mg/l untuk BOD dan 220-389 mg/l untuk
kandungan cemaran dalam air buangan dalam jumlah besar. Namun demikian, total COD.
bahan pencemar tetap tinggi, Sebagian besar industri
karena peningkatan kapasitas TABEL-3 berlokasi di daerah hulu dan hanya
pengelolaan industri itu dan Ukuran Daerah Tangkapan dan Debit Air Beberapa sebagian kecil saja yang berlokasi
ketidakmampuan teknologi di daerah hilir. Walaupun pemerin-
Sungai Utama di Lampung
pengolahan air limbah. tah daerah telah menyediakan atau
Kontrol terhadap sumber Sungai/Way Daerah Tangkapan (ha)
menentukan suatu kawasan
Jenis Air Sungai Kisaran debit (m3/s)
pencemar masih rendah, industri, namun hingga saat ini tam-
contohnya kasus pencemaran paknya hanya industri yang baru
Mesuji Sebagian besar di Sumsel Coklat (campur hitam) 155
Way Seputih oleh PT. Indo didirikan saja berlokasi di sini
Tulang Bawang 1.015.000 Coklat (campur hitam) 80-360 (av.200)
Lampung Destilery (1998) sedangkan penataan ulang untuk
Seputih 755.000 Coklat (campur hitam)
dan PTP Bunga Mayang (1992 3-48 (av.26) industri lama masih belum
dan 1996), yang menyebabkan Way Jepara 88.000 Hitam 36 dilaksanakan.
kerugian terhadap lingkungan, Way Kambas 44.000 Hitam 10 Limbah industri di Propinsi
masyarakat, dan perusahaan itu Sekampung 567.500 Coklat (campur hitam) 216 Lampung sebagian besar mengalir
sendiri. Ulubelu/Napal/Siring - Coklat - ke Pantai Timur, kemudian
Dari 74 unit industri Semangka 152.500 Coklat 0,18-247 (av.67,5) sebagian kecil lainnya ke Teluk
berskala besar di Propinsi Krui 66.00 Bening 40
Semangka dan Teluk Lampung,
Lampung, ternyata sebagian sedangkan ke Pantai Barat sama
besar didominasi oleh industri sekali tidak ada limbah industri yang
Sumber: Giesen, 1991; Manik, 1991; BPS, 1997 REPPProt, 1988; PU, 1996 av = Rata-rata

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

26
GAMBAR-13
Peta Penyebaran Kelompok Industri

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

27
mengalir. Limbah di Pantai Timur lebih kompleks yaitu TABEL-4
terdiri dari: cairan organik, pengolahan pertanian, plastik, Kisaran Level BOD,COD, dan pH Limbah Industri dari Tahun 1995-1998
kaleng, pupuk, pestisida, dan sampah alami (debris).
Selanjutnya buangan di Teluk Lampung dan Teluk
No. Jenis Industri Jumlah Industri BOD (mg/l) COD (mg/l) pH
Semangka lebih sederhana yaitu terdiri sampah rumah
tangga, plastik, minyak dan sampah alami. Sedangkan
kondisi Pantai Barat hingga saat ini sangat bersih karena 1. Makanan & Minuman 4 63-149 130-327 7,0-8,0
buangan yang ditemukan hanya terdiri dari sampah alami 2. Kelapa Sawit 2 109-348 248-625 7,0-8,5
saja, namun harus diperhatikan di daerah pemukiman akan 3. Karet 9 89-140 198-324 6,0-8,0
ditemukan banyak sampah dan limbah rumah tangga yang 4. Marmer 3 33-217 70-419 6,0-7,0
berpotensi mencemari lingkungan. 5. Bahan Kimia 1 91-147 185-290 8,5-10
6. Pengolahan Kelapa 1 44-125 109-247 7,0
Sumber Pencemaran yang Lain 7. Penyedap Rasa (MSG) 1 92-295 190-505 5,0-7,5
Perkembangan pesat sektor pertanian (baik untuk 8. Kertas 650-1.113 1.240-2.174 6,0-9,5
2
produksi pangan maupun perkebunan) telah 9. Pengolahan Kayu 54-59 118-125 7,5-8,0
1
meningkatkan penggunaan bahan kimia (misalnya 115-182
10. Sabun 3 76-90 7,0-7,5
pestisida dan pupuk buatan). Hal ini meningkatkan beban
11. Gula 6 51-398 108-1.910 4,5-9,0
zat hara dan pencemaran terhadap sungai-sungai yang
12. Tapioka 35 47-1.427 96-2972 4,0-9,0
menampung limpahan air dari sisa-sisa pertanian.
13. Asam sitrat & Sarbitol 2 105-230 215-480 7,0-7,5
Belum ada penelitian mendalam yang dapat
memperhitungkan besarnya masalah ini. 14. Asam Sitrat & Tapioka 1 100-120 208-256 6,0-7,0
Penduduk telah meningkat dari 2,7 juta jiwa di tahun 15. Tapioka & Nanas 3 79-120 180-242 6,0-7,0
1991 menjadi lebih dari 6,95 juta jiwa di tahun 1998,
sekitar 3 kali lipat dalam 7 tahun. Yang perlu Sumber: Modifikasi data Prokasih 1995 - 1998 dengan laporan Amdal, LP UNILA
diperhatikan adalah bahwa hanya sebagian kecil (sekitar Catatan: Sampel diambil dari keluaran (outlet)
14 %) dari limbah rumah tangga yang dikumpulkan dan
dibuang untuk diproses/diolah dengan baik. Karena kebanyakan pantai dan perairan rusak karena endapan sedimen dan proses eutrofikasi air laut.
laut berdampingan dengan pemukiman, maka pantai-pantai di dekat pusat pemukiman Menurut laporan, pernah terjadi ledakan kelimpahan plankton secara besar-
dikotori oleh tinja dan limbah padat. Beban harian BOD yang dibuang ke perairan besaran atau terjadinya pasang merah (red tides) di Pantai Timur, sekalipun skala dan
pesisir diseluruh Lampung diperkirakan berjumlah 172,2 ton/hari (Koe dan Aziz, 1995 dampaknya tidak dicatat.
dalam Chua et al., 1997). Tidak ada pemantauan atau pengendalian terhadap limbah lumpur dalam air
Penurunan kualitas perairan Teluk Lampung dan beberapa tempat lain buangan yang dihasilkan oleh lebih dari 33.000 hektare tambak. Dan lahan tambak ini
merupakan pengaruh akumulatif dari pencemaran bahan organik. Nilai BOD jauh masih diperluas terus (tambak udang menggunakan pakan buatan yang kaya protein,
melampaui batas ambang, turunnya tingkat kejernihan air, dan tingginya tingkat namun hanya 30% - 50% yang efektif terpakai; 50% - 70% terbuang percuma menjadi
bahan padat tersuspensi dan/atau partikel organik, merupakan pengaruh dari bahan limbah).
pencemar daratan yang mengalir ke pantai. Terumbu karang yang dekat dengan pantai Dari hasil pengamatan serta wawancara di lapangan ternyata jenis obat-obat pertanian

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

28
yang terbanyak digunakan adalah: Diazinon, Urea/NPK, TABEL-5
Thiodan, dan Samponin. Selanjutnya diikuti oleh jenis lainnya Jenis dan Pemakaian (%) Obat-Obat Pertanian
seperti Fastax, Tiraks, Sipin, Mipecin, Kurator, Gycap, Pospit,
Organik, Dursban, Round-up, DMA-46, Cinone, Reaksal, Pemakaian (%)
No. Jenis Obat No. Jenis Obat Pemakaian
Akodan, Temix, Gandasil, Klerap, Seprax, Quarter, Suprasit,
Dolomit, dan Tiodan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel-
1. Diazinon 10,4 16. Reaksal 1,5
5.
2. Phosphit 3,0 17. Lestari 1,5
Hanya 27% petani yang menggunakan obat-obat
3. Fastaks 16,4 18. Temiks 1,5
pertanian sesuai dengan petunjuk pemakaian yang tertera,
sedangkan sebagian besar lainnya hanya menggunakan obat- 4. Matador 13,4 19. Tiraks 1,5
obatan tersebut apabila dianggap perlu saja. Adapun asal obat- 5. Thiodan 7,5 20. Sipin 1,5
obatan tersebut hanya didapat dari dua tempat saja, yaitu pasar 6. Urea 9,0 21. Gandasil 1,5
dan kios-kios pertanian setempat. 7. Akodan 4,5 22. Klerap 1,5
Pada umumnya, petani menggunakan obat-obat pertanian 8. Dursban 1,5 23. Sepraks 1,5
untuk membasmi walang sangit, hama/penyakit, hama wereng, 9. Round-up 1,5 24. Kuarter 1,5
tikus, ulat, rumput/alang-alang, semut/serangga, dan keong. 10. NPK 1,5 25. Mipecin 1,5
11. Darmasan 1,5 26. Kurator 1,5
12. Gramoxon 1,5 27. Gycap 1,5
13. Indo-bas 1,5 28. Sampone 1,5
14. DMA-46 1,5 29. Suprasid 1,5
15. Cinone 1,5

Sumber: Survei CRMP 1998

5.6 Isu-isu Pencemaran Pesisir


1. Penanganan pencemaran belum berlangsung secara terintegrasi, sementara penerapan
hukumnya masih belum tegas. Integrasi kerja antara lembaga teknis dan yudikatif
harus ditumbuhkan.
2. Monitoring lingkungan dan audit terhadap industri belum dilakukan secara teratur
(reguler).
3. Terbatasnya parameter pengamatan limbah yang hendaknya dapat diperluas, tidak
hanya BOD, COD dan pH namun juga dapat menyajikan data bahan berbahaya
dan beracun.
Diskusi pengelolaan dan pemanfaatan teluk Lampung dengan BAPEDALDA Lampung 4. Kepedulian masyarakat dan industri terhadap lingkungan masih rendah.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

29




K AWASAN KONSERVASI













Propinsi Lampung dengan luas daratan 3,5 juta ha memiliki 1,237 juta ha kawasan TNBBS dipotong oleh jalan raya antar propinsi yang menghubungkan Lampung

hutan dan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 422.500 ha (12,8%). dengan Bengkulu yaitu ruas jalan antara Liwa dan Krui (32 km), perbatasan propinsi

Selain kawasan konservasi hutan, Lampung memiliki kawasan konservasi laut, kepulauan, Bengkulu (5 km) dan antara Kota Agung dan Bengkunat (40 km). Untuk mencapai

dan beberapa lokasi yang diusulkan sebagai taman buru, suaka marga satwa, dan ujung bagian selatan TNBBS (Belimbing dan Tanjung Cina) hanya bisa melalui laut dari

cagar alam rawa air tawar sebagai habitat berbagai jenis burung air. Kota Agung karena belum ada jalan darat.

Berdasarkan letaknya, kawasan-kawasan konservasi tersebut, sebagian arealnya



meliputi wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut seperti Taman Nasional 6.1.3 Potensi Flora

dan Cagar Alam Laut Bukit Barisan Selatan di Pantai Barat dan TN. Way Kambas di Vegetasi utama yang terdapat di Taman Nasional ini adalah hutan hujan tropika

Pantai Timur. Di Selat Sunda terdapat Cagar Alam Laut Gugus Kepulauan Krakatau. basah di sepanjang pegunungan Bukit Barisan. Pada hutan dataran tinggi dan

Pulau Sumatera lebih kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhannya dibandingkan dataran rendah umumnya didominasi oleh tumbuhan marga Lauraceae, Dillentaceae,

dengan pulau lainnya di Indonesia. Di Sumatera terdapat 17 marga endemik dan Dipterocarpaceae, Myrtaceae serta Fagaceae. Di hutan pantai terdapat Bunga Bangkai

didukung oleh berbagai macam tipe vegetasi seperti hutan mangrove, hutan rawa dan (Amorphophalus sp) sebagai bunga tertinggi di dunia dan bunga Raflesia (Rafflesia arnoldi)

pantai, hutan dataran rendah, dan hutan pegunungan. yang dikenal sebagai bunga terbesar di dunia.

Ditinjau dari keanekaragaman fauna, di Sumatera terdapat 196 jenis mamalia, 20 Vegetasi pantai umumnya didominasi oleh Terminalia catappa, Hibiscus sp., Barringtonia

endemik, 15 jenis yang hanya dijumpai di Indonesia dan 22 jenis hewan mamalia Asia asiatica, Calophyllum inophyllum, Casuarina equisetifolia, Ficus septica dan Pandanus tectorius.

yang tidak terdapat di daerah lainnya di Indonesia. Dari 580 jenis burung, terdapat 14 Tipe vegetasi lain berupa padang Alang-alang (Imperata cylindrica) dengan luas sekitar

jenis yang endemik dan sekitar 120 jenis burung yang bermigrasi. 50 ha di Tanjung Belimbing. Di perairan keliling Muara Sleman dan Danau Menjungkut

terdapat vegetasi rawa air payau yang didominasi oleh tumbuhan Nipah (Nypa fruticans).

6.1 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Wilayah Taman Nasional bagian barat yang berbatasan dengan pemukiman penduduk

terdapat zona penyangga berupa hutan Damar (Shorea javanica). Resin yang dihasilkan

6.1.1 Letak dan Luas tanaman ini memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Damar merupakan

Kawasan ini resmi menjadi Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan produksi khas Pesisir Barat Propinsi Lampung.

No. 096/Kpts-II/1984 dengan luas 66.000 ha di wilayah Propinsi Bengkulu dan 290.800

ha di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Sebelumnya kawasan ini diperuntukkan 6.1.4 Potensi Fauna

menjadi Suaka Marga Satwa (SMS) yang dikenal sebagai SMS Bukit Barisan Selatan I Dari berbagai laporan yang ada, diketahui bahwa kawasan ini dihuni berbagai jenis

sejak pemerintahan Hindia Belanda. mamalia darat, baik yang langka maupun yang dilindungi, dapat dilihat pada Tabel-6.



6.1.2 Keadaan Fisik Kawasan 6.1.5 Zona Pemanfaatan



TNBBS berbatasan langsung dengan laut di bagian utara yaitu Tanjung Keramat Zona pemanfaatan merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional yang memiliki

dan di bagian selatan sejak dari Bengkunat sampai Tanjung Cina. Pada umumnya, nilai tersendiri untuk tujuan wisata alam dan kegiatan khas lainnya.

wilayah pemukiman penduduk yang terdapat di sepanjang Pantai Barat Lampung Salah satu pengembangan zona pemanfaatan yang mulai dikembangkan adalah

berupa daerah enclave dari TNBBS. kawasan wisata buru dan jalur penjelajahan yang terdapat di bagian selatan (Tampang-

Topografi kawasan tengah dan utara merupakan pegunungan, dan wilayah pesisirnya Belimbing). Lokasi andalannya yaitu Danau Menjungkut (150 ha) dan Muara Sleman.

adalah kawasan pemukiman penduduk. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan Pada jalur jelajah ini terdapat menara pengintai satwa untuk melihat atraksi kehidupan

sebagian besar dari kawasan tersebut berbatasan langsung dengan laut. Terdapat secara alami. Lokasi wisata buru terdapat di Pemekahan dengan obyek hewan buruan

dua muara sungai yang membentuk laguna yaitu Muara Sungai Sleman dan Danau adalah Babi Hutan (Sus barbatus) yang populasinya cukup banyak tersedia secara alami.

Menjungkut (150 ha) yang lokasinya terdapat antara Tanjung Belimbing - Tanjung Cina. Untuk mencapai lokasi ini bisa melalui laut dari Kota Agung atau menggunakan



atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






30







pesawat dari Bandar Lampung ke Belimbing. Pengembangan zona pemanfaatan Tampang- 6.3.2 Keadaan Fisik Kawasan
Belimbing dikelola oleh PT. SAC Nusantara yang dibangun sejak tahun 1994. Gugus Kepulauan Krakatau terbentuk setelah terjadi letusan purba yang tidak
tercatat dalam sejarah. Anak Krakatau merupakan pulau gunung api yang aktif
6.2 Cagar Alam Laut TNBBS dan letusan tahun 1883 telah menjadikan Krakatau terkenal secara internasional
baik sebagai bahan kajian ilmiah dalam bidang geologi, vulkanologi dan proses suksesi
6.2.1 Letak dan Luas alami flora dan fauna.
Cagar Alam Laut terdapat pada dua lokasi yaitu Tanjung Keramat sepanjang 7 km Puncak tertinggi gugus kepulauan ini adalah Krakatau Besar (813 m) dan Anak
di perbatasan Bengkulu seluas 1.500 ha dan wilayah perairan pantai dari Bengkunat Krakatau yang berupa kawah aktif ketinggiannya selalu bertambah sejalan dengan
sampai Tanjung Cina sepanjang 42 km meliputi kawasan seluas 20.000 ha. kegiatan letusan yang terjadi.
Keadaan topografi gugus kepulauan ini pada umumnya curam kecuali sebagian
6.2.2 Keadaan Fisik Kawasan wilayah Pulau Sertung dan Panjang. Kepulauan ini tidak berpenghuni tetapi sering
Pantai Tanjung Keramat berupa tebing terjal, dibentuk oleh batu pasir - batu dijadikan tempat berlindung bagi nelayan.
lempung yang terkikis gelombang Pantai Barat Sumatera. Dasar lautnya langsung curam,
tebing pantai membentuk dinding dengan ketinggian antara 20 s/d 40 meter. Di beberapa 6.3.3 Potensi Flora dan Fauna
tempat terdapat formasi terumbu karang yang menjorok ke laut sejauh 50-100 m dan Vegetasi yang umum terdapat di Gugus Kepulauan Krakatau terdiri dari hutan
selalu muncul pada saat pasang surut, khususnya perairan di selatan yaitu daerah sekitar pantai yang didominasi oleh Waru Laut (Hibiscus tiliaceus), Cemara Sumatera (Casuarina
Belimbing dan Tanjung Cina. equisetifolia), dan Ketapang (Terminalia catappa). Semakin ke darat didominasi Hampelas
(Ficus sp.) dan Kedondong hutan (Artocarpus sp.). Sedangkan pada pantai berpasir
6.2.3 Potensi Biota Laut terdapat formasi Ipomoea pescaprae baik di Pulau Anak Krakatau maupun Pulau Sertung.
Hamparan terumbu karang yang muncul pada saat pasang surut di Kawasan Cagar Jenis fauna yang ada pada umumnya dari jenis Biawak (Varanus salvatorius), Ular
Alam Laut TNBBS terdapat berbagai jenis rumput laut. Jenis yang dikenal dengan (Phyton sp.), Burung Elang (Heliastur sp.), dan burung pantai serta Tikus (Rattus sp.).
nama Kades (Gelidium sp) telah dijadikan masyarakat sekitarnya sebagai tambahan Kehadiran flora dan fauna di Anak Krakatau merupakan proses suksesi alami yang
penghasilan yang diperoleh pada waktu pasang surut (60 ton/tahun). relatif masih baru yaitu berlangsung sekitar 100 tahun.
Biota laut lainnya yang terdapat pada terumbu karang tersebut adalah ikan hias
dan udang lobster. Jenis udang lobster yang umum terdapat di sini yaitu Panulirus 6.3.4 Potensi Biota Laut
homarus, P.ornatus P. longipes, P. peniciatus, P. longipes dan P. versicolor. Terumbu karang di perairan sekitar Gugus Kepulauan Krakatau umumnya dalam
kondisi rusak akibat pengeboman ikan. Hamparan terumbu karang berada di sisi
6.3 Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau bagian luar, sedangkan sisi bagian dalam keadaan perairan pantainya curam dan labil
akibat pengaruh aktivitas Anak Krakatau yang makin meluas.
6.3.1 Letak dan Luas Pada pantai berpasir (khususnya Pulau Sertung) diketahui sebagai lokasi penyu
Kawasan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda dan secara bertelur, seperti Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Hijau (Chelonia midas)
administrasi pemerintahan berada dalam Kabupaten Lampung Selatan. Penetapan yang belum dikelola sebagai aset wisata maupun upaya perlindungannya.
kawasan cagar alam laut ini merupakan perluasan Cagar Alam Krakatau melalui SK
Menteri Kehutanan No. 85/Kpts-II/1990, tanggal 26 Februari 1990. 6.4 Taman Nasional Way Kambas
Perairan cagar alam laut meliputi areal seluas 12.000 ha sedangkan luas daratannya
adalah 2.535 ha, terdiri dari Krakatau Besar (Rakata), Krakatau Kecil (Panjang), Anak 6.4.1 Letak dan Luas
Krakatau dan pulau Sertung. Gugus Krakatau ini juga telah ditetapkan sebagai kawasan Kawasan Taman Nasional Way Kambas berada di wilayah Kabupaten Lampung
cagar alam sejak tahun 1919. Tengah. Status kawasan ini pada awalnya (1924) sebagai Hutan Lindung dan pada

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

31
tahun 1937 diperuntukkan sebagai Suaka Marga Satwa. Status terakhir yaitu sebagai 6.4.4 Potensi Fauna
Balai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal Berbagai tipe vegetasi TN. Way Kambas telah mendukung berbagai macam tipe
31 Maret 1997 dengan luas 130.000 ha. Kawasan ini berada di Pantai Timur dan berbatasan habitat yang mendukung kelangsungan hidup satwa liar yang ada di dalamnya. TN.
dengan laut sepanjang 68 km antara Way Penet (B.TN 187) di Selatan dengan Way Way Kambas dihuni tidak kurang dari 286 jenis burung dan banyak jenis hewan mamalia
Seputih (B.TN 121) di Utara. baik sebagai hewan yang dilindungi maupun yang langka. Salah satu jenis burung air
endemik Sumatera dan paling langka yaitu Entok/Itik Rimba (Cairina scutulata) terdapat
6.4.2 Keadaan Fisik dalam populasi terbesar hanya di TN. Way Kambas dan menjadi habitat terakhir untuk
Topografi kawasan umumnya landai dan berupa dataran rendah yang dilalui oleh menjaga kelangsungan populasinya. Perairan TN. Way Kambas juga dihuni oleh
banyak anak sungai dan terdapat banyak rawa air tawar. Dua sungai yang berada dalam dua jenis buaya yaitu Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan Buaya Ikan (Tomistoma schelegelii)
kawasan ini yaitu Way Kambas dan Way Wako. Kondisi perairannya dipengaruhi oleh yang tergolong jenis yang terancam punah. Juga terdapat Biawak (Varanus salvatorius)
kondisi pasang terutama di musim kemarau. Pada musim hujan, sebagian besar kawasan dan kura-kura air tawar serta berbagai jenis ikan.
berubah menjadi rawa air tawar yang sangat luas. Titik tertinggi berada 52 meter di
atas permukaan laut. Sebagai kawasan yang pernah mendapat izin penebangan dari 6.4.5 Zona Pemanfaatan
tahun 1968 sampai 1974, sebagian besar vegetasinya telah berubah menjadi hutan Pada beberapa wilayah dalam kawasan TN. Way Kambas telah dikembangkan
sekunder dan padang alang-alang yang hampir setiap tahun mengalami kebakaran. berbagai fasilitas penelitian dan daerah tujuan wisata andalan Lampung. Tempat-
tempat yang telah dikembangkan untuk tujuan penelitian maupun wisata ilmiah
6.4.3 Potensi Flora adalah; 1) Pusat Latihan Gajah. Didirikan tahun 1985 pada areal perencanaan 1.000
TN. Way Kambas memiliki berbagai tipe vegetasi dataran rendah seperti hutan hektare yang berada 9 km dari pintu gerbang utama (Plang Ijo). Gajah terlatih dari PLG
pantai, mangrove, hutan gambut dan rawa pasang surut, rawa air tawar serta hutan (Pusat Latihan Gajah) dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti gajah tangkap
dataran rendah. untuk menanggulangi gangguan gajah liar, gajah tunggang untuk patroli dan tunggangan
Pada pantai berpasir banyak ditumbuhi oleh Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), wisatawan, gajah kerja untuk menarik kayu, penarik bajak dan pembawa beban, dan
Waru (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia catappa) dan Pandan Duri (Pandanus spinosus). gajah atraksi untuk berbagai pertunjukan yang menarik baik di Way Kambas maupun
Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di muara sungai didominasi oleh Api-api (Avicennia dikirim ke berbagai kebun binatang di tempat lainnya di Indonesia. 2) Plang Ijo. Dikenal
sp.), Buta-buta (Bruguiera sp.), dan semakin ke hulu dijumpai formasi Nipah (Nypa sp) dan sebagai pintu gerbang utama untuk masuk kawasan Taman Nasional Way Kambas.
Nibung (Oncosperma tigilaria) serta berbagai jenis palem di antaranya yaitu Palem Merah Beberapa fasilitas yang ada di Plang Ijo ini antara lain camping ground, pusat informasi, dan
(Cyrtostachys lakka) yang bercampur dengan tumbuhan hutan rawa air tawar dengan penginapan yang bernuansa alami serta pos unit perlindungan Badak Sumatera. 3) Way
komposisi tumbuhannya didominasi oleh Gelam (Melaleuca spp) dan Rengas (Gluta renghas). Kanan. Berada sekitar 13 km dari pintu gerbang dan merupakan salah satu resort dari
Pada areal yang lebih tinggi dan relatif tidak berupa rawa terdapat jenis pohon perwakilan TN. Way Kambas yang terletak di tengah kawasan. Untuk mencapai Way Kanan terdapat
dari tipe vegetasi hutan hujan dataran rendah seperti Minyak (Dipterocarpus retusus), fasilitas jalan raya yang melalui hutan alam dan sepanjang jalan sering dijumpai berbagai
Merawan (Hopea sp), Meranti (Shorea spp.), Jabon (Anthocephalus chinensis), Puspa (Schima satwa liar. Way Kanan merupakan obyek kunjungan wisata yang alamnya relatif masih
wallichii), dan Sempur (Dillenia excelsa) berupa hutan sekunder sebagai sisa tebangan dari asli dan telah banyak dikunjungi oleh wisatawan dalam dan luar negeri. Potensi wisata
izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang berlangsung antara tahun 1968 sampai dengan alam di Way Kanan telah didukung oleh tempat menginap dan sarana transportasi sungai.
tahun 1974. Dengan menelusuri aliran sungai pengunjung akan bisa menikmati nuansa flora dan
Dalam kawasan TN. Way Kambas juga terdapat padang alang-alang yang cukup fauna sampai ke muara sungai Way Kambas. 4) Proyek Harimau Sumatera. Sebagai hewan
luas dan pada waktu musim hujan, areal ini terendam air sedangkan pada musim kemarau yang terancam punah, studi tentang Harimau Sumatera telah di mulai di Way Kanan.
mengalami kebakaran. Pada sebagian areal terjadi suksesi dari padang alang-alang Kegiatan studi ini merupakan kerjasama LIPI, Departemen Kehutanan dengan Yayasan
menjadi belukar. Harimau Sumatera dan Dana Perlindungan Harimau Dunia yang didukung oleh Taman
Safari Indonesia dan Kebun Binatang Minnessota. 5) Sumatran Rhino Sanctuary. Kawasan

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

32
ini terletak antara Plang Ijo-Way Kanan dan merupakan upaya penelitian tentang oleh Geligi (Phragmites karka), Padi Liar (Oryza rufipogon), dan Rumput Liar (Paspalum sp),
reproduksi Badak Sumatera. Kegiatan ini merupakan kerjasama LIPI, Departemen serta Gelagah (Saccharum spontaneum). Jenis pohon yang dominan adalah Gelam (Malaleuca
Kehutanan, Taman Safari Indonesia, Yayasan Badak Dunia, dan Yayasan Rhino Indone- sp), Nibung (Oncosperma tiggilarium), dan Rengas (Glutta renghas) yang diselingi belukar dari
sia. jenis Putri Malu (Mimmosa pigra), Bungur (Lagerstroemia speciosa), dan Palas (Licuala paludosa).
Dengan adanya kegiatan proyek penelitian di TN. Way Kambas ternyata telah Tumbuhan air yang dominan antara lain Genjer (Limnocharis flava), Kangkung (Ipomoea
menjadikan kawasan ini terkenal sebagai sumber informasi ilmiah tentang satwa liar aquatica), Kekapuk (Salvinia spp), Pijes (Cyperus imbricatus), dan Pengajau (Scleria sumatrana).
dan masih menyimpan banyak informasi penting lainnya di wilayah pesisir dan aliran Jenis tumbuhan yang pernah tercatat di kawasan ini berjumlah 141 jenis yang tergabung
sungai serta rawa air tawar. dalam 58 familia.

6.5 Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam Tulang Bawang (Kawasan Usulan) 6.5.4 Potensi Fauna
Dalam kawasan yang diusulkan untuk cagar alam dan suaka margasatwa ini terdapat
6.5.1 Letak dan Luas lingkungan mendukung kehidupan berbagai jenis burung air dan ikan rawa air tawar.
Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai besar di Lampung yang mengalir Ketersediaan ikan di rawa ini berkaitan erat dengan sumber makanan burung air
ke Pantai Timur. Rawa-rawa di aliran sungai ini terhampar dalam areal seluas lebih baik yang hidup menetap maupun jenis burung migrasi yang menempati areal ini secara
dari 86.000 ha. Wilayah ini berada di Kabupaten Tulang Bawang. Berdasarkan periodik.
penelitian Asian Wetland Bureau (AWB) Indonesia pada tahun 1994, kawasan ini memiliki Perairan sungai dan rawa Tulang Bawang mempunyai keanekaragaman ikan yang
nilai penting secara nasional maupun internasional untuk konservasi lahan basah. Dalam tinggi. Diketahui 88 jenis ikan sepanjang Way Tulang Bawang, belum termasuk di daerah
rangka mempertahankan potensi dan keberadaan lahan rawa ini, AWB telah mengusulkan muara sungai. Jenis-jenis ikan yang khas di antaranya adalah Arowana (Scleropages formosus),
Rawa Bakung, Rawa Tenuk, Rawa Bungur dan Bawang Lambu Purus serta Bawang Ikan Malas (Oxyeleotris marmorata) dan Ikan Belida (Notopterus chilata dan N. borneensis)
Belimbing seluas 12.100 hektare sebagai Suaka Marga Satwa serta Rawa Pacing (600 ha) yang ketiganya sudah tergolong langka.
dan Rantau Kandis (900 ha) sebagai Cagar Alam yang luas keseluruhannya 13.600 ha. Kawasan ini dihuni oleh tidak kurang dari 88 jenis burung yang tergabung dalam 33
familia. 29 jenis di antaranya adalah kelompok burung air. Terdapat dua jenis burung
6.5.2 Keadaan Fisik Kawasan air yang langka dan terancam punah menurut red data book IUCN (International Union
Kawasan ini merupakan ekosistem rawa yang kompak, memanjang mengikuti aliran for Conservation Nation) yaitu Bangau Tontong /Jenggot Solah (Leptoptilos javanicus) dan
Way Tulang Bawang. Kegiatan perikanan yang dilakukan masyarakat setempat dikenal Wilwo (Mycteria cinerea), sedangkan Belibis Batu (Nettapus coromandelianus) dan Jacana
dengan sistem lelang lebung dengan milik usaha perikanan di suatu rawa dipegang (Cicinia episcopus) merupakan jenis yang terancam punah di Indonesia.
oleh aparat pemerintah setempat. Rawa-rawa aliran Way Tulang bawang mewakili koloni berbiak terbesar burung air
Lebung merupakan rawa-rawa air tawar yang kelihatan seperti danau di musim di Indonesia. Pernah dilaporkan keberadaan 54 pasang Kuntul Kecil (Butorides striatus),
hujan dan seperti kolam di waktu musim kemarau yang menjebak banyak ikan. lokasi berbiak pertama diketahui di Sumatera untuk 1.700 pasang Kowak Maling (Nycticorax
Banyak terdapat rawa-rawa air tawar sepanjang aliran Way Tulang Bawang dan nycticorax), 1.200 pasang Kuntul Besar (Egretta alba) 30.000 pasang Kuntul Putih (Ardeola
selama ini telah memberikan hasil yang bermanfaat bagi penduduk setempat dalam speciosa), dan 48 pasang burung Pecuk Ular (Anhinga melanogaster).
segi ekonomi dan sumber protein hewani. Permasalahan yang sering terjadi akhir- Keanekaragaman jenis burung dan ikan yang tinggi di kawasan ini merupakan
akhir ini adalah masalah limbah pabrik pengolahan tapioka dan pabrik gula yang suatu bentuk ekosistem yang saling mendukung terutama keterkaitannya dengan upaya
dapat mengakibatkan kematian ikan secara masal. pelestarian hutan rawa dan pengawasan pencemaran perairan.
Kawasan Konservasi yang terdapat di Lampung dapat dilihat pada Peta Kawasan
6.5.3 Potensi Flora Konservasi Propinsi Lampung.
Rawa Pacing, Bakung, Tenuk, dan Rawa Gelam adalah kesatuan ekosistem yang
merupakan habitat limpahan banjir pinggiran sungai dengan rawa-rawa yang di tumbuhi

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

33
TABEL-6
Daftar Beberapa Jenis Satwa yang Terdapat di Kawasan Konservasi
Propinsi Lampung dan Statusnya

NO. NAMA LOKAL NAMA ILMIAH STATUS DISTRIBUSI NO. NAMA LOKAL NAMA ILMIAH STATUS DISTRIBUSI

A.MAMALIA
1. Anjing Hutan Cuon alpinus Dilindungi/Langka BBS,WK 6. Ikan Malas Oxyeleotris marmorata Umum TB
2. Badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis Dilindungi/Langka BBS,WK 7. Ikan Betok Anabas testudineus Umum TB,WK
3. Beruang Madu Helarctos malayamus Dilindungi BBS,WK
4. Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Dilindungi BBS,WK C.BURUNG
5. Kucing Emas Felis temmincki Dilindungi/Langka WK 1. Enggang (hornbill) Buceros bicornis Dilindungi/Langka BBS,WK
6. Macan Dahan Neofelis nebulosa Dilindungi BBS,WK 2. Merak Sumatera Pavo muticus Dilindungi/Langka BBS,WK
7. Berang-berang Lutra lutra Dilindungi WK 3. Kuau Argusianus argus Dilindungi/Langka BBS,WK
8. Kerbau Liar Bubalus bubalis Dilindungi BBS 4. Itik Rimba Cairina scutulata Dilindungi/Langka WK,TB
9. Kambing Hutan Capricornis sumatrensis Dilindungi/Langka BBS 5. Ayam Hutan Gallus gallus bancamus Umum BBS,WK
10. Tapir Tapirus indicus Dilindungi/Langka BBS,WK 6. Pecuk Ular Anhinga melanogaster Langka TB
11. Rusa Sambar Cervus unicolor Dilindungi BBS,WK,TB 7. Belibis Dendrocygna spp. Umum BBS,WK,TB
12. Kijang Muntiacus muntjak Dilindungi BBS,WK,TB 8. Belibis Batu Nettapus coromendelianus Langka TB
13. Kancil Tragulus javanicus Dilindungi/Umum BBS,WK 9. Raja Udang Halcyon sp. Umum BBS,WK,TB,K
14. Napu Tragulus napu Dilindungi BBS,WK 10. Bangau Tontong Leloptilos javanicus Langka,RDB WK,TB
15. Kelinci Sumatera Nesolagus netscheri Dilindungi/Langka BBS 11. Wilwo/Lepipi Mycteria cinerea Langka,RDB TB
16. Gajah Elephan maximus sumatranus Dilindungi BBS,WK 12. Jacana Cicinia episcopus Langka WK,TB
17. Siamang Symphalangus syndactylus Dilindungi BBS,WK 13. Kuntul Kecil Butorides striatus Umum WK,TB
18. Owa Hylobates agylis Dilindungi BBS,WK 14. Kuntul Besar Egretta alba Umum WK,TB
19. Singapuar Tarcius bancanus Dilindungi/Langka BBS,WK 15. Kuntul Putih Ardeola speciosa Umum BBS,WK,TB
20. Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis Umum BBS,WK 16. Kowak Maling Nycticorax nycticorax Umum WK,TB
21. Monyet Ekor Pendek Macaca nemestrina Umum BBS,WK 17. Burung Jing Metopidius indicus Langka TB
22. Lutung Presbytis cristata Umum BBS,WK 18. Elang Laut Spizaetus cirrhatus Umum BBS,WK,TB,K
23. Cecah Presbytis melalophos Umum BBS,WK 19. Elang Bondol Heliastur indus Umum BBS,WK,TB,K
24. Babi Hutan Sus barbatus Umum BBS,WK 20. Alap-alap Ichtyophaga ichtyaetus Umum BBS,WK,TB
25. Trenggiling Manis javanica Dilindungi BBS
D. REPTILIA
B. IKAN 1. Buaya Muara Crocodylus porosus Dilindungi/Langka WK,BBS
1. Arwana Sclerophages formosus Dilindungi/Langka TB 2. Buaya Ikan Tomistoma schelegelii Dilindungi/Langka WK
2. Belida Notopterus spp. Umum TB,WK 3. Biawak Varanus salvatorius Dilindungi/Langka BBS,WK,TB,K
3. Jelabat Leptobarbus hoevenii Umum TB,WK 4. Penyu Hijau Chelonia midas Dilindungi/Langka BBS,K
4. Seluang Rasbora spp. Umum TB,WK 5. Penyu Sisik Eretmocheliss imbricata Dilindungi/Langka BBS,K
5. Baung Mystus spp. Umum TB,WK,BBS 6. Penyu Belimbing Dermochelys coriacea Dilindungi/Langka BBS

Sumber : Red Data Book, IUCN


KETERANGAN: - DB : Red Data Book, IUCN - TB : Suaka Marga Satwa/Cagar Alam Tulang Bawang (usulan)
- BBS : Taman Nasional Bukit Barisan Selatan -K : Cagar Alam Krakatau
- WK : Taman Nasional Way Kambas

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

34
GAMBAR-14
Peta Kawasan Konservasi dan Sebaran Satwa Liar

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

35




K OTA DAN KABUPATEN DI PESISIR LAMPUNG













Ibukota Propinsi Lampung adalah Bandar Lampung, yang merupakan gabungan



dari kota kembar Tanjungkarang-Telukbetung, yang oleh karena pesatnya perkembangan,



sekarang telah menjadi satu kota yang luas. Kotamadya Bandar Lampung merupakan

pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, serta pusat

kegiatan perekonomian Propinsi Lampung.



Lampung dibagi dalam 8 Kabupaten dan 2 Kotamadya. Dari 10 daerah Kabupaten/



Kota tersebut, 6 daerah Kabupaten/Kota di antaranya memiliki wilayah pesisir. Daerah




Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah pesisir adalah Kabupaten Lampung Barat,



Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kotamadya Bandar Lampung,



Kabupaten Lampung Timur, dan Kabupaten Tulang Bawang, sedangkan yang tidak

memiliki wilayah pesisir adalah Kotamadya Metro, Kabupaten Lampung Tengah,



Kabupaten Way Kanan, dan Kabupaten Lampung Utara. Dibawah ini disajikan rincian

secara singkat dari keenam DT II pesisir tersebut.





Pangkalan Pendaratan Ikan di Krui, Lampung Barat.


7.1 Kabupaten Lampung Barat

Secara geografis Kabupaten Lampung Barat terletak pada posisi 4 47' LS - 5 57'

LS dan 103 35' BT - 104 54' BT, dengan luas wilayah mencapai 4.749 km, ibukotanya Undang No. 2/1997 tanggal 3 Januari 1997, dengan ibukota Kota Agung. Kabupaten

Liwa. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 1991, Tanggamus merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan.

Wilayahnya memiliki luas 3.397 km, dengan topografi bervariasi antara dataran

tanggal 16 Juli 1991, sebagai wilayah pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara.

Topografi wilayahnya sebagian besar berupa dataran tinggi yang curam, merupakan rendah dan tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung.

daerah berbukit sampai bergunung, yang merupakan bagian dari Bukit Barisan yang Wilayah Kabupaten Tanggamus secara administratif meliputi 11 (sebelas)

membentang dari utara ke selatan Sumatera. Kecamatan, 6 (enam) Kecamatan Perwakilan, dan meliputi 307 Desa, 8 Kelurahan dan

Kabupaten Lampung Barat secara administratif meliputi 6 (enam) Kecamatan, 8 5 desa persiapan (tahun 1998). Dari seluruh desa tersebut, 37 desa pantai, di bawah 3

(delapan) Kecamatan Perwakilan, dan meliputi 167 Desa (tahun 1998), 105 desa di kecamatan, yaitu Kecamatan Wonosobo, Kecamatan Cukuh Balak, dan Kecamatan

antaranya merupakan desa tertinggal (BPS, 1998). Dari seluruh desa tersebut, terdapat Kota Agung. Jumlah penduduk Kabupaten Tanggamus (sampai tahun 1998) adalah

57 desa pantai yang berada dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Pesisir Utara, 797.800 jiwa dengan kepadatan 235 jiwa/km, terdiri dari 413.524 laki-laki dan 384.336

perempuan. Sex ratio-nya adalah 107.


Kecamatan Pesisir Tengah, dan Kecamatan Pesisir Selatan. Namun demikian pada

kawasan ini juga ada batasan desa berdasarkan keberadaan masyarakat yang diproduksi

oleh Departemen Kehutanan. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat (sampai 7.3 Kabupaten Lampung Selatan

tahun 1998) adalah 389.023 jiwa dengan kepadatan 82 jiwa/km, terdiri dari 202.628 Secara geografis Kabupaten Lampung Selatan terletak pada posisi 5 15' LS - 6 0'

laki-laki dan 186.395 perempuan dengan sex ratio 109. LS dan 105 0' BT - 105 45' BT, dengan luas wilayah mencapai 3.406 kmdengan

ibukota Kalianda. Di Kabupaten Lampung Selatan terdapat pelabuhan penyeberangan



7.2 Kabupaten Tanggamus Bakauheni. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang utama keluar masuknya orang dan

Secara geografis Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 4 50' LS - 5 41' LS barang dari Pulau Jawa. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan secara administratif meliputi

10 (sepuluh) Kecamatan, yang meliputi 337 desa dan 5 kelurahan, 114 desa di antaranya

dan 104 18' BT - 105 12' BT. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-



atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






36







GAMBAR-15
Peta Administrasi Kec./Kab.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

37
merupakan desa tertinggal (BPS, 1998). Dari seluruh desa tersebut, terdapat 53 desa penduduk 0,48%. Kepadatan penduduk mencapai 186 jiwa/km2, dengan sex ratio 103
pantai yang berada dalam 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Palas, Kecamatan Kalianda, (BPS, 1997).
Kecamatan Penengahan, Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan Padang Cermin, dan
Kecamatan Katibung. 7.6 Kabupaten Tulang Bawang
Jumlah penduduk Kabupaten Daerah Kabupaten/Kota Lampung Selatan adalah Secara geografis Kabupaten Daerah Kabupaten/Kota Tulang Bawang terletak pada
1.071.129 jiwa, dengan kepadatan 315 jiwa/km2, terdiri dari 555.144 laki-laki dan 515.985 posisi 3 45' LS - 4 40' LS dan 104 55' BT - 105 55' BT, dengan luas wilayah mencapai
perempuan dengan sex ratio 107. 7.771 km, ibukotanya Menggala. Kabupaten ini dibentuk bersamaan dengan
Kabupaten Tanggamus tahun 1997 dan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
7.4 Kotamadya Bandar Lampung Lampung Utara.
Secara geografis Kotamadya Bandar Lampung terletak pada posisi 5 20' LS - 5 Wilayah Kabupaten Tulang Bawang secara administratif meliputi 8 (delapan)
30' LS dan 105 28' BT - 105 37' BT. Letaknya di Teluk Lampung bagian selatan dan Kecamatan, dan 3 (tiga) Kecamatan Perwakilan, serta memiliki 197 desa, 100 desa di
di ujung selatan pulau Sumatera. antaranya merupakan desa tertinggal (BPS, 1998). Dari seluruh desa tersebut, terdapat
Kotamadya Bandar Lampung memiliki luas 192 km, yang terdiri dari 9 kecamatan 7 desa pantai, yang berada dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Menggala, Kecamatan
dan 84 kelurahan/desa, dengan mata pencaharian pokok sebagian besar penduduk di Gedong Aji, Kecamatan Mesuji Lampung. Jumlah penduduk Kabupaten Tulang
bidang jasa dan perdagangan. Dari seluruh desa tersebut, terdapat 12 desa pantai, Bawang berjumlah 702.482 jiwa, yang terdiri dari 366.172 laki-laki dan 336.310
yang berada dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan perempuan dengan mata pencaharian utama sebagai petani. Kepadatan
Teluk Betung Barat, dan Kecamatan Panjang. Kegiatan reklamasi pantai dijumpai penduduknya adalah 90 jiwa/km2, dengan sex ratio 109.
di daerah Desa Sukaraja dan Desa Kangkung. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam administrasi wilayah yaitu pelaksanaan
Jumlah penduduk Kotamadya Bandar Lampung mencapai 917.734 jiwa, yang terdiri dari Keppres No.32 tahun 1990 khususnya Pasal 34 tentang sempadan pantai dan Pasal
dari 456.394 laki-laki dan 461.340 perempuan dengan sex ratio 98. Kepadatan 27 tentang sabuk hijau (green belt). Sejauh ini belum ada Peraturan Daerah yang mengatur
penduduknya adalah 4.635 jiwa/km2 (BPS, 1998). pelaksanaan Keppres ini. Diharapkan dari studi ini dapat menjadi landasan atau dasar
informasi untuk dibahas oleh stakeholders.
7.5 Kabupaten Lampung Timur
Secara geografis Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi 4 35' LS - 4 60' 7.7 Isu-isu dalam Administrasi
LS dan 104 45' BT - 105 55' BT, dengan luas wilayah mencapai 4.338 km. Ibukotanya Beberapa permasalahan yang dapat dijumpai dalam bidang administrasi ini adalah:
adalah Sukadana. Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah Kabupaten/Kota a. Penamaan desa yang belum seragam
pesisir yang baru terbentuk (tahun 1999), merupakan pemekaran dari Kabupaten Data yang dikumpulkan dari tiga instansi yang berbeda (Badan Pusat Statistik
Lampung Tengah. Pembentukannya bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Way Lampung, Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Propinsi Lampung, dan Kanwil Badan
Kanan dan Kotamadya Metro. Pertanahan Nasional Lampung) menunjukkan jumlah desa pantai yang berbeda dan
Wilayah Kabupaten Lampung Timur secara administratif terdiri dari 10 Kecamatan. terdapat beberapa nama yang berbeda.
Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Batanghari, Purbolinggo, Raman b. Penentuan batas desa
Utara, Pekalongan, Metro Kibang, Labuhan Maringgai, Jabung, Sukadana, Way Jepara, Belum ada batas desa yang jelas. Hal ini terjadi karena terdapat ketidaksesuaian
dan Kecamatan Sekampung. Di Lampung Timur terdapat 9 desa pantai, di bawah antara data BPS, PMD, dan BPN. Desa yang ditunjukkan oleh BPS seringkali tidak
3 kecamatan, yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, dan terdapat pada peta administrasi yang dibuat oleh BPN. Hal ini terlihat jelas pada daerah
Kecamatan Sukadana. Di Kecamatan Sukadana ini terdapat TN. Way Kambas. Kabupaten Tulang Bawang, di mana saat ini terjadi banyak pemekaran desa. Di Lampung
Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur (sampai tahun 1997) adalah Barat terdapat perbedaan batas desa yang diakui oleh masyarakat dengan yang dibuat
851.861 jiwa, terdiri dari 431.814 laki-laki dan 420.047 perempuan. Pertumbuhan pemerintah.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

38
TABEL-7
Nama, Lokasi, dan Luas Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Perairan
Propinsi Lampung
LOKASI PERAIRAN LUASTOTAL
LOKASI PERAIRAN
NO. NAMA PULAU NO. NAMA PULAU LUASTOTAL
LAUT/SELAT/TELUK KECAMATAN KAB./KODYA (Ha) LAUT/SELAT/TELUK (Ha)
KECAMATAN KAB./KODYA

1 Sebuku Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 1.646 36 Batusulu Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 24
2 Sebuku Kecil Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 16 37 Cukuh Pandan Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 3
3 Sebesi Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 2.620 38 Kubur Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 5
4 Sertung Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 1.097 39 Kiluan Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 6
5 Panjang Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 275 40 Tangkil Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 11
6 Rakata Kecil Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 287 41 Tutung Balik Teluk Semangka Cukuhbalak Tanggamus 6
7 Rakata Selat Sunda Kalianda Lampung Selatan 1.343 42 Lahu Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 6
8 Tungku Tiga Teluk Lampung Kalianda Lampung Selatan 19 43 Batu Hitam Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 4
9 Legundi Selat Sunda Padang Cermin Lampung Selatan 1.742 44 Batu Kagulung Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 4
10 Legundi Tua Selat Sunda Padang Cermin Lampung Selatan 50 45 Sulah Teluk Lampung Katibung Lampung Selatan 20
11 Kelagian Teluk Ratai Padang Cermin Lampung Selatan 435 46 Condong Darat Teluk Lampung Katibung Lampung Selatan 26
12 Sijebi Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 84 47 Condong Laut Teluk Lampung Katibung Lampung Selatan 47
13 Serdang Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 8 48 Mundu Laut Jawa Palas Lampung Selatan 8
14 Siuncal Selat Legundi Padang Cermin Lampung Selatan 330 49 Seram Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 3
15 Tanjung Putus Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 74 50 Suling Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 6
16 Lunik Teluk Pedada Padang Cermin Lampung Selatan 2 51 Segama Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 6
17 Lok Teluk Pedada Padang Cermin Lampung Selatan 11 52 Kopiah Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 2
18 Maitem Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 39 53 Tompel Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 3
19 Tegal Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 98 54 Rimau Balak Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 4
20 Puhawang Kecil Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 11 55 Rimau Lunik Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 380
21 Puhawang Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 694 56 Panjurit Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 60
22 Serot Selat Legundi Padang Cermin Lampung Selatan 33 57 Panjukut Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 2
23 Umang-umang Selat Legundi Padang Cermin Lampung Selatan 8 58 Sindu Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 9
24 Keramat Laut Jawa Padang Cermin Lampung Selatan 2 59 Sikepal Teluk Lampung Penengahan Lampung Selatan 6
25 Kelapa Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 2 60 Mangkudu Teluk Lampung Penengahan Lampung Selatan 8
26 Dua Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 11 61 Pasaran Teluk Lampung Teluk Betung Sel. Bandar Lampung 6
27 Kandang Lunik Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 22 62 Pisang Samudera Indonesia Pesisir Tengah Lampung Barat 150
28 Kandang Balak Laut Jawa Penengahan Lampung Selatan 167 63 Betuah Samudera Indonesia Pesisir Selatan Lampung Barat 63
29 Paku Teluk Paku Cukuhbalak Tanggamus 10 64 Tabuan Teluk Semangka Kota Agung Tanggamus 3.294
30 Pertapaan Selat Legundi Padang Cermin Lampung Selatan <1 65 Limau - Cukuhbalak Tanggamus <1
31 Kepala Siuncal Selat Legundi Padang Cermin Lampung Selatan 4 66 Berak - Cukuhbalak Tanggamus <1
32 Lalangga Lunik Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 4 67 Kelapa - Cukuhbalak Tanggamus <1
33 Lalangga Balak Teluk Lampung Padang Cermin Lampung Selatan 4 68 Zuiduk - Cukuhbalak Tanggamus -
34 Balak Teluk Pedada Cukuhbalak Tanggamus 32 69 Bilawang - Cukuhbalak Tanggamus -
35 Hiu Teluk Kelumbayan Cukuhbalak Tanggamus 20

Sumber : Kanwil BPN Lampung, 1998.


atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

39




D EMOGRAFI DESA & KONDISI SOSIAL-BUDAYA













8.1 Penduduk Jumlah penduduk Propinsi Lampung tahun 1971, 1980, dan 1985 masing-masing

Pada waktu Lampung masih merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Selatan sebesar 2,777 juta jiwa, 4,624 juta jiwa, dan 5,139 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk

(sampai dengan akhir abad ke-19), perdagangan hasil-hasil bumi berpusat di pelabuhan pada periode 1971 - 1980 sebesar 5,77 % pertahun dan periode 1980 - 1990 menurun

internasional di kota Menggala. Hasil bumi dari Jabung dan Sukadana diangkut menjadi 5,06% pertahun. Pada dua periode tersebut, laju pertumbuhan penduduk

melalui jalan darat untuk diekspor ke Eropa. Menggala sebagai bandar laut sudah Propinsi Lampung adalah tertinggi di Indonesia setelah DKI Jakarta. Pertumbuhan

tidak ada tetapi cakrawala pemikiran masyarakatnya lebih maju. Orang-orang penduduk Indonesia periode 1985 - 1990 adalah 2,10%.

Menggala banyak yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dibanding masyarakat asli Pertumbuhan yang cepat pada dua periode tersebut adalah akibat langsung

Lampung lainnya. program transmigrasi, baik yang dilakukan dengan program pemerintah maupun


Sejak tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda sudah mulai membuat program berupa transmigrasi spontan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk

relokasi, memindahkan petani dari Bagelan, Jawa Tengah dan membangun kota Lampung adalah pendatang dari berbagai propinsi di Sumatera, Jawa, dan Bali.

Wonosobo dan Kota Agung, mereka dengan cepat membuka lahan sawah dan kebun Pertumbuhan penduduk terakhir (tahun 1990 - 1998) adalah 1,02% pertahun. Tahun

di dataran sekitarnya. Dengan pembuatan rel kereta api dari Palembang ke Tanjungkarang 1990 penduduknya berjumlah 6,016 juta jiwa, sedangkan tahun 1998 adalah 6,954 juta

menyebabkan kota berkembang di sekitar jalur rel kereta api tersebut. jiwa. Jumlah dan kepadatan penduduk di daerah Kabupaten/Kota pesisir dapat dilihat

Wilayah yang paling lambat berkembang adalah Pantai Timur. Pada awalnya di pada Tabel-8.

areal sempadan pantai banyak pendatang dari laut, yang pada umumnya adalah nelayan Berdasarkan Tabel-8 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk Lampung Barat dan

yang tidak tetap. Sejak tahun 1932 atas nama Residen Palembang pemerintah Tulang Bawang paling kecil (82 dan 90 jiwa/km2), dan kepadatan penduduk tertinggi

membuka lahan dan memetakan wilayah Metro untuk menjadi wilayah transmigrasi mencapai 4.635 jiwa/km2 di Kodya Bandar Lampung.

dan baru tahun 1937 Kota Metro ditata. Pada waktu perang dunia kedua sampai

TABEL-8

1950, program transmigrasi dihentikan sementara.


Jumlah dan Kepadatan Penduduk Pesisir Lampung



Sejak penyerahan kedaulatan program transmigrasi dilanjutkan dengan membuka


di Enam Daerah Kabupaten/Kota


lahan rawa untuk menjadi persawahan pasang surut, dari Tulang Bawang sampai

Ketapang.

Daerah Kabupaten/Kota Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2)


Penyebaran penduduk Propinsi Lampung tidak merata. Terjadi perbedaan yang



sangat menonjol terhadap jumlah dan kepadatan penduduk antara daerah Pantai Timur,

Bandar Lampung 917.734 4.635


Pantai Barat dan Daerah Teluk. Daerah yang padat penduduk terdapat di Kotamadya

Lampung Selatan 1.071.129 315


Metro, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung

Selatan, dan Kotamadya Bandar Lampung. Sedangkan daerah yang masih jarang Lampung Timur 857.861 186

Tanggamus 797.880 235


adalah Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Barat.



Penduduk terpusatkan di beberapa kota besar seperti Tanjungkarang dan Lampung Barat 389.023 82

Telukbetung, Metro, Kota Agung, Kalianda. Sedangkan di Menggala dan Liwa jumlah Tulang Bawang 702.482 90

penduduknya relatif sedikit. Khusus di daerah pesisir Lampung Barat, masih sangat

jarang dihuni dan walaupun ada, hanya merupakan kelompok-kelompok kecil yang Dati II Pesisir 4.736.109 924

terpencar. Hal ini terjadi karena sulitnya sarana transportasi di daerah ini. Selain itu,

daerah pesisir Pantai Barat dipisahkan oleh Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang

Propinsi Lampung 6.954.925 210


membentang dari Belimbing sampai perbatasan Bengkulu.



Sumber: BPS, 1998.




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






40







GAMBAR-16
Peta Administrasi Desa Pesisir

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

41
Daerah Propinsi Lampung merupakan suatu daerah yang sangat strategis baik secara berimbang jumlahnya. Karena itu, tidak ada bahasa daerah yang dominan, dan
geografis maupun dari segi pengembangan wilayah. Prasarana perhubungan yang baik, sebagian besar komunikasi berlangsung dalam bahasa Indonesia.
cepat, murah dan aman merupakan salah satu faktor penarik mengalirnya arus migrasi Keunikan dari heterogenitas masyarakat pesisir salah satunya adalah karena letak
dan transmigrasi. Dari catatan pelabuhan diperkirakan bahwa rata-rata per hari mobilitas/ geografis di garis pantai, yakni antara lingkungan daratan dan lautan, maka hidup mereka
pergerakan penduduk yang meninggalkan Lampung sekitar 9.000 orang, sedangkan bergantung pada kedua wilayah tersebut. Masyarakat pesisir dituntut untuk lebih
yang datang sekitar 10.000 orang. Itu berarti rata-rata 1.000 orang per hari diperkirakan ulet berusaha supaya dapat hidup lebih baik. Kehidupan masyarakat pesisir, hampir
menetap di Lampung. di seluruh negara maritim atau kepulauan, mengalami kemiskinan dan tekanan hidup
Para transmigran yang datang ke Lampung baik secara spontan maupun yang yang berkepanjangan. Sebagai contoh, masyarakat yang sebelumnya hidup secara
mengikuti program pemerintah, pada umumnya bertujuan untuk memperoleh kehidupan bercocok tanam, karena kepindahannya ke daerah pesisir, maka merupakan suatu
yang lebih baik dari sebelumnya. Sebagian dari transmigran itu ada yang tinggal di keharusan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya serta mengubah pola
daerah pesisir dan memperoleh mata pencahariannya di sana. hidupnya sesuai dengan tuntutan lingkungan di wilayah pesisir.
Sampai tahun 1998 tercatat jumlah penduduk dari 184 desa pantai di Propinsi
Lampung sebesar 391.620 jiwa yang terdiri dari: 8.2.1 Penduduk Asli.
! Balita sebesar 9.2% (35.573 jiwa) Penduduk asli Lampung sukar untuk diketahui jumlahnya, karena tidak pernah
! 5-6 tahun sebesar 4.9% (18.789 jiwa) dicacah menurut penggolongan suku bangsa. Menurut Prof. Hilman Hadikusuma
! 7-12 tahun sebesar 11.6% (44.661 jiwa) (Unila), jumlah etnis Lampung asli diperkirakan hanya sebesar 16% saja atau kira-kira
! 13-15 tahun sebesar 7.1% (27.273 jiwa) 1.250.000 jiwa. Jumlah ini terbagi atas Lampung Abung, Way Kanan, Sungkai,
! 16-18 tahun sebesar 5.4% (20.967 jiwa) Tulang Bawang, Pubian, Krui-Ranau, Belalau, Semangka, Teluk, Rajabasa, dan
! 19-59 tahun sebesar 58.9% (227.619 jiwa) Melinting-Meringgai.
! >60 tahun sebesar 3.0% (11.639 jiwa). Suku-suku tersebut dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu PEMINGGIR, yang
Dari keterangan di atas terlihat bahwa lebih dari setengah penduduk desa pesisir berkediaman di sepanjang pesisir seperti adat Krui, Ranau, Komering, dan Kayu
Lampung masuk dalam usia produktif, sedangkan seperempatnya masuk dalam usia Agung. Yang kedua adalah PEPADUN, yang berkediaman di daerah pedalaman
sekolah mulai dari TK sampai SMU. Namun fasilitas pendidikan yang tersedia masih Lampung seperti Abung Siwo Mego, Pubian Telu Suku, Menggala, Tulang Bawang.
sangat rendah, terutama untuk SLTP dan SMU sehingga sebagian besar dari penduduk Adat budaya Lampung yang lebih dekat ke daratan menyebabkan pemanfaatan
berpendidikan hanya sampai tingkat SD. Untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang wilayah pesisir oleh masyarakat sekitar kurang mendapat perhatian. Masyarakat asli
lebih tinggi misalnya SLTP, mereka harus pergi ke kecamatan lain bahkan harus pergi lebih cenderung untuk mengolah lahan pertanian dan perladangannya daripada
ke ibukota kabupaten bila mereka ingin melanjutkan ke tingkat SMU. Selain itu banyak menangkap ikan di laut. Wawasan ini membuat wilayah pesisir lebih didominasi oleh
murid di desa yang tidak menyelesaikan SD karena mereka membantu keluarganya masyarakat pendatang yang tinggal dan menetap oleh karena beberapa alasan yang
bekerja mencari ikan atau bertani. intinya agar dapat menikmati kehidupan yang lebih baik. Masyarakat Lampung
Kepadatan penduduk yang hidup di wilayah pesisir rata-rata mencapai 105 jiwa/ dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk
km2. Di wilayah Pantai Barat mempunyai kepadatan penduduk paling kecil dan di masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu
wilayah Teluk Lampung kepadatannya paling tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Peta dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut tinggal menyebar di berbagai
Tingkat Kepadatan Penduduk Desa Pesisir Lampung. daerah/tempat.
Orang Lampung asli pada umum bermukim di wilayah barat, termasuk Liwa
8.2 Etnik dan Krui. Penangkapan ikan laut tidak banyak dilakukan oleh penduduk asli.
Lampung merupakan Propinsi yang mempunyai ragam dan heterogenitas penduduk Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh para pendatang seperti orang Bugis yang kini
yang tinggi. Semua suku bangsa/etnis yang ada dan hidup di Lampung hampir telah menjadi penduduk tetap (DepDikBud, 1996).
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

42
GAMBAR-17
Peta Tingkat Kepadatan Penduduk Desa Pesisir

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

43
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian yang dapat juga karena proyek-proyek pemerintah, misalnya program transmigrasi, sedangkan
khas penduduk masyarakat etnis Lampung yang disimpulkan dalam 5 (lima) prinsip, pendatang-pendatang baru lainnya disebabkan oleh proyek swasta di bidang pengolahan
yaitu: lahan produksi, yang mengharuskan suatu masyarakat meninggalkan tanah asalnya dan
1. Piil Pasenggiri (menjaga harga diri) berpindah ke tempat lain. Kepindahan dari tempat asal ke tempat yang baru membawa
2. Sakai Sambayan (suka tolong menolong) dampak terjadinya perubahan dalam mata pencaharian dan kebiasaan hidup. Penyebaran
3. Nemui Nyimah (murah hati/terbuka tangan) etnis masyarakat pesisir Lampung dapat dilihat pada Peta Penyebaran Etnis Masyarakat
4. Nengah Nyappur (hidup bermasyarakat/suka bergaul) Pesisir Lampung.
5. Bejuluk Beadek (punya gelar adat)
8.3 Pemanfaatan Lahan yang Terbuka Perolehannya
8.2.2 Penduduk Pendatang Permasalahan yang dijumpai berkaitan dengan sumberdaya yang terbuka
Penduduk pendatang mendominasi hampir 84%. Kelompok etnik terbesar : perolehannya terdiri dari difficulty of exclusion dan subtractability (dari Feeny, 1994; Berkes,
Jawa (30%), Banten/Sunda (20%), Lampung Asli (16%), Semendo (12%), 1994; Williams, 1998). Difficulty of exclusion adalah persoalan dalam penanganan para
Minangkabau (10%). Kelompok etnis lain yang juga cukup banyak jumlahnya adalah pengguna lahan (stakeholders) tanpa pembatasan tentang siapa yang berhak dan tidak
Bali, Batak, Bengkulu, Bugis, Cina, Ambon, Aceh, Riau, dan lain-lain. berhak memanfaatkan lahan tersebut. Sedangkan subtractability merupakan hal yang
Kebanyakan para transmigran yang berasal dari Jawa dan Bali, serta para perambah berkaitan dengan konflik itu sendiri yakni dengan terbukanya kesempatan untuk bersaing
hutan yang datang spontan dari Jawa maupun dari Sumatera Selatan, mengubah di antara para pengguna.
keseimbangan suku di Lampung. Dari tahun 1970 sampai 1982 ada proyek pencetakan
sawah di areal Rawa Sragi dengan menyediakan irigasi air tawar dan pembuatan tanggul 8.3.1 Difficulty of Exclusion
penangkis untuk mengontrol air tawar dan air laut yang masuk. Lahan sempadan Pemanfaatan lahan terbuka merupakan interaksi manusia terhadap sumberdaya
pantai, yang tidak bisa menyediakan air tawar yang cukup dialih-fungsikan menjadi tambak,
dengan areal yang dilestarikan sebagai hutan bakau dengan fungsi penahan ancaman
TABEL-9
ombak laut. Wilayah tambak bandeng disediakan bagi orang yang tidak dapat tanah di Perbandingan Perubahan Kondisi Ekosistem Pesisir
dalam tanggul penangkis Rawa Sragi. Tetapi pada waktu itu banyak orang yang tidak
mau. Pada tahun 1982, Pesisir Timur masih memiliki hutan mangrove dengan luas 20.000 KONDISI AWAL (70-an) KONDISI AKHIR (90-an)
ha.
Karakterisitik mata pencaharian penduduk pendatang asal Jawa pada umumnya EKOSISTEM BELUM EKOSISTEM SUDAH
TERGRADASI TERGRADASI
memiliki kekhasan dalam beradaptasi, yang mereka bawa dari asalnya untuk diterapkan
di wilayah baru. Sebagai contoh masyarakat Jawa - Pati yang berhasil bertahan dengan STATUS JALUR HIJAU MILIK PERORANGAN/
keahliannya sebagai petambak. Di lahan baru ini, mereka pun melakukan hal yang sama, DI TANAH NEGARA
Konversi Lahan
SWASTA
(State Property) secara
yang secara kebetulan memiliki kondisi dan situasi yang mendukung untuk usaha defakto dianggap
pertambakan. Semula mereka berbudidaya bandeng dan jenis ikan lainnya yang biasa sebagai HAK UMUM
mereka lakukan, tetapi seiring dengan berkembanganya trend budidaya udang windu,
maka mereka beralih ke jenis yang menguntungkan ini dan ditambah lagi dengan
JALUR HIJAU DI TANAH HAK PERORANGAN/
dukungan dari pihak-pihak pemberi modal. NEGARA SEBAGAI SWASTA
Persebaran penduduk dari Pulau Sulawesi misalnya, didorong oleh jiwa merantau MILIK UMUM
mereka yang kuat sehingga terdampar di Lampung atau ada pula yang pindah karena
dipaksa oleh situasi politik di tempat asal: pemberontakan Kahar Muzakar. Tetapi
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

44
GAMBAR-18
Peta Prosentase Jumlah Penduduk

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

45
alamnya. Dalam hal ini para stakeholders terhadap ragam pemanfaatan sumberdaya tersebut 8.3.2 Subtractability
beserta faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhinya seperti yang diperlihatkan Perlakuan pemanfaatan sumberdaya alam dengan cara merusak dan berlebihan
pada Tabel-9. didasari oleh faktor keinginan manusia untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya
Teori Property Rights dari Feeny, 1994: 23, seperti tertera pada Tabel -10 dapat ditemui
dan untuk memperluas penguasaan wilayah demi kesejahteraannya tanpa menghiraukan
di Pesisir Timur Lampung. Dengan demikian, perubahan pola tata guna lahan terbuka dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut pada lingkungan.
dan proses berlangsungnya perubahan hak kepemilikan adalah potensi konflik Kompleksitas permasalahan dan tidak sederhananya penanganan yang tepat bagi
pemanfaatan dan wewenang yang berangkat dari kisaran efektifitas pengaturan oleh sumberdaya yang bersifat terbuka di wilayah pesisir dan laut Lampung disebabkan
negara ataupun oleh pasar dalam mengatasi masalah pengelolaan sumberdaya terbuka oleh bervariasinya latar belakang dan keahlian/pekerjaan masyarakatnya. Selain itu,
secara terpadu serta kesinambungannya terhadap potensi sumberdaya alam secara proses perubahan strategi adaptasi mata pencaharian berkaitan erat dengan perubahan
berkelanjutan. Selain itu, akibat dari perubahan pola tata guna lahan adalah dari lahan
sistem ekologi wilayah pesisir.
terbuka menjadi strategi pola umum sawah diversifikasi, kemudian dikonversi menjadi Contoh pertama pada kasus greenbelt yang berimplikasi pada abrasi dan intrusi
semua berpola uniformitas (keseragaman), yakni bertambak. air laut. (grembel: ujaran dalam masyarakat). Penyebab kerusakan jalur hijau hutan
mangrove di Pesisir Timur bermula dari ulah manusia yang secara bertahap
menebang jalur hijau baik untuk membuat jalur sampan maupun pemanfaatan
TABEL-10 kayu bakau untuk kayu bakar. Lihat Tabel-10.
Kategori Hak Kepemilikan di Lahan Pesisir Timur Lampung Adanya tindakan awal yang dilakukan pendatang di pesisir, pada akhirnya
Saat Bukaan Tahun 1970-an berkembang menjadi tindakan konversi lahan jalur hijau secara illegal karena
adanya beragam persepsi. Dari sejumlah anggapan yang ada tersirat .....bahwa
lahan jalur hijau merupakan lahan yang kurang memiliki fungsi. ... Pada saat pertama
JENIS LAHAN DE FACTO DE JURE kali lahan dibuka dan juga saat pertama kali membuka tambak ikan nila, grembel (greenbelt)
masih sekitar 300 m, keadaannya masih bagus tapi karena adanya ombak yang sangat kuat
Akses Terbuka Akses Terbuka
sehingga grembel tersebut tahu-tahu sudah habis. Tapi ada juga yang diambil orang karena
Jalur hijau di Tanah Adat (Tanah
mungkin tidak tahu kalau bisa merusak lingkungan, jadi akhirnya sampai grembel habis,
Marga)
kebetulan ombak laut sudah menyerang tambak tambak itu. Namun untuk kesuburan
Hak Kepemilikan Umum
lahannya dirasa tidak ada pengaruh karena letak lahan tambak jauh dari grembel terebut
Lahan rawa/hutan di kawasan Tanah Hak Kepemilikan Umum
..... Di Karya Makmur seorang penduduk mengatakan, Habis hutan bakaunya
Adat (Tanah Marga)
ditebang dijadikan arang dan dijual, sebagian dijadikan tambak...
Bukti bahwa situasi sempadan Pantai Timur sudah rusak parah terlihat dari
DE FACTO DE JURE
pernyataan penduduk desa Muara Gading Mas, Bapak Karto yang petambak,
JENIS LAHAN
...Keadaan garis pantai Muara Gading Mas saat sekarang (1998) sama seperti keadaan
pada tahun 1950- an, sedang antara tahun 50 -80 tumbuh tanaman bakau di pantai.
Jalur hijau di Hutan Register Akses Terbuka Hak Kepemilikan Negara
Tetapi seorang penduduk lainnya menambahkan bahwa kondisi garis pantai
sekarang hampir sama dengan tahun 1975. Saat ini 120 KK di desa Penet
Margasari sudah tenggelam, sedangkan di desa Muara Gading Mas yang pada
Lahan rawa/hutan di Hutan Register Hak Kepemilikan Negara Hak Kepemilikan Negara
tahun 1975 memiliki jalur hijau setebal 1,5 km sekarang telah habis dan
(Dinas Kehutanan) mengakibatkan 50 rumah hanyut terkena abrasi.
Contoh kedua adalah pada kasus penangkapan ikan secara merusak dan
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

46
GAMBAR-19
Peta Penyebaran Suku Desa Pesisir

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

47
berlebihan, dalam hal ini menggunakan bom dan bubu. sebagai wadah dari bahan-bahan tadi. Bahan yang mengandung unsur peledak itu
Bomb fishing merupakan suatu alat tangkap kategori merusak yang disebabkan kemudian dijemur lalu dimasukkan dalam wadah dan diaduk-aduk sebelum ditutup
oleh persebaran racunnya yang mematikan kehidupan habitat pesisir dan menurunkan dengan tutup yang sesuai dengan besar wadah dan diberi sumbu serta diberi pemberat
kualitas fungsi sumberdaya alam yang berkelanjutan. Selama ini dusun Mutun dan (untuk bom yang dilempar) atau menggunakan kabel (pengendaliannya dari atas
dusun Tembikil di Desa Sukajaya, terutama Gudang Lelang Lama, di Teluk Betung kapal, dengan sebutan khas: dodol).
dan pulau-pulau di sekitar Teluk Lampung diidentifikasikan sebagai tempat Resiko terbesar yang dihadapi oleh nelayan pemakai bahan peledak adalah
pemberangkatan paling aktif yang menggunakan armada personil dan kapal terbanyak. pelemparan bom yang salah perhitungan sehingga masih mengenai kapal sendiri. Hal
Bomb fishing dilarang oleh UU No. 5 1990 dengan pidana penjara paling lama 10 tahun ini dapat berakibat kematian bagi si nelayan atau cacat tubuh. Sekitar tiga tahun
dan denda paling banyak Rp 200.000.000,- yang lalu, anak tertua Pak Haruna yang bernama Gandol meninggal dunia akibat
Kegiatan penangkapan ikan yang merusak tidak hanya dilakukan oleh masyarakat melakukan aktivitas bomb fishing. Meninggalnya karena terlalu lama menyelam di kedalaman
sekitar, akan tetapi juga dimodali oleh beberapa jaringan pengusaha. Ada korelasi 40 meter guna mengambil hasil dari pengebomannya. Tetapi karena terlalu lama di
pola-pola penangkapan yang bersifat merusak tersebut dengan tata niaga pemasaran, kedalaman, sesampainya di permukaan dia meninggal di atas perahu.
pemasokan dan penjualan ikan tangkapan mereka yang biasanya diatur oleh jaringan Selain itu, korban lainnya adalah Pak Jafar yang mengalami cacat tubuh, yakni
pengusaha. Pengaturan tata niaga itu umumnya dijalankan dengan menjual hasil buntungnya dua jari di tangan kanannya. Kejadiannya berlangsung saat dia sedang
tangkapan mereka kepada pengusaha berdasarkan harga yang telah ditentukan oleh meracik sumbu untuk bom. Lalu mengapa hal ini masih saja mereka lakukan, tidakkah
pengusaha tersebut dan biasanya hasil penjualan itu sudah merupakan hasil bersih, mereka menyesali perbuatannya? Tidak adakah teknologi lain yang bisa menggantikan?
karena sebelumnya biaya operasional dan uang kerja nelayan diberikan oleh pengusaha Persepsi masyarakat nelayan tentang populasi ikan hanya sebatas turun temurun
setelah dipotong dari hasil penjualan tadi. yang mempercayai bahwa populasi ikan menurut mereka adalah suatu sumberdaya laut
Perkiraan bahwa nelayan-nelayan yang berada di Lampung merupakan nelayan- yang tak terbatas dan terbuka perolehannya. Sehingga siapa saja dan dengan cara
nelayan baru dan yang belajar karena terpaksa sangatlah tidak tepat. Menurut apa pun dapat dimanfaatkan untuk menghidupi keluarga mereka. Pengetahuan ini
penuturan Pak Gani dan Pak Ambo, keduanya merupakan penduduk dusun Tembikil, diperoleh dari pengalaman yang didapat dari nenek moyang mereka sebelumnya
mereka mengenal bomb fishing dari nenek moyang mereka, yang dahulu menggunakan yang telah memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut, di mana pada saat itu kepadatan
bom untuk keperluan berperang melawan Belanda dan Jepang. Selanjutnya terjadilah penduduk, teknologi perikananan dan ragam pemanfaatan sumberdaya kelautan
pergeseran fungsi. Dalam perkembangannya perakitan bom tersebut digunakan untuk masih relatif sedikit serta belum terjadi konflik pengelolaan secara sektoral antar
keperluan menangkap ikan dengan hasil yang melimpah. Demikian teknologi ini sampai para stakeholders.
ke anak-cucu mereka yang banyak merantau ke berbagai wilayah di Tanah Air, termasuk Pemahaman masyarakat seperti itu bahwa kekayaan laut tidak akan ada habisnya,
akhirnya ke Lampung. telah mempengaruhi tingkat kesadaran, pola berpikir, dan perilaku nelayan dalam
Penggunaan beberapa bahan-bahan tradisional yang tersedia di sekitar mereka berinteraksi dengan sumberdaya kelautan. Persepsi masyarakat terhadap dampak
menunjukkan kemampuan nelayan dalam memanfaatkan benda-benda yang ada di yang ditimbulkan dari cara penangkapan secara sembrono yang mereka lakukan,
lingkungan mereka. Dalam pembuatan bom, menurut informasi dari Pak Ambo, mereka dapat dikategorikan rendah. Mereka cenderung tidak menyadari akibat yang
memanfaatkan kepala korek api yang dikikis, bubuk cat (bronze) yang berwarna metalik ditimbulkan dari cara penangkapan yang mereka gunakan.
kekuning-kuningan yang diperoleh dari toko cat, belerang dari gunung atau gua-gua di Alat tangkap ikan lain yang bersifat merusak tetapi mempunyai resiko lebih sedikit
sekitar tempat tinggal mereka, dan getah Damar putih (terpenthyn). Khususnya untuk adalah teknik penangkapan dengan bubu. Bubu merupakan salah satu alat tangkap
penggunaan bahan belerang kadang-kadang diganti dengan menggunakan tawas, karena yang mempunyai prinsip kerja sebagai perangkap ikan. Cara pemakaian bubu adalah
harganya lebih murah. Di dusun Mutun dan Tembikil Damar putih ini juga jarang dengan meletakkan perangkap di dasar laut yang berkarang. Untuk melindungi agar
dipakai. Mereka memanfaatkan botol obat, botol bir (pigur), dan kaleng cat bekas perangkap tidak berpindah tempat karena gelombang maka di atas perangkap diberi

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

48
beban yaitu berupa beberapa kilogram batu-batu karang dari sekitar daerah penangkapan. 8.4 Persepsi Masyarakat terhadap ICZM
Hal inilah yang merusak ekosistem terumbu karang. Pengambilan sedikit demi sedikit Akses manusia terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut seperti terlihat
karang yang ada dalam jangka waktu lama akan menjadi banyak dan meluas sehingga pada aktivitas di atas berawal dari pengetahuan ekologi penduduk setempat tentang
menimbulkan kerusakan yang signifikan. Tingkat penyebaran serta penanaman bubu berbagai spesies biota di lingkungannya dan dampak strategi pemanfaatan sumberdaya
yang tinggi akan mempercepat kerusakan yang kadang tidak disadari oleh masyarakat itu pada kondisi ekosistem habitat setempat, termasuk cukup. Akan tetapi kebutuhan
nelayan. jaminan kesejahteraan yang tidak mencukupi berimplikasi terhadap kegiatan/aktivitas
Contoh ketiga adalah bagaimana mekanisme kontrol oleh masyarakat dalam pengelolaan pesisir dan laut yang tidak berwawasan lingkungan.
pengelolaan sumberdaya yang terbuka. Kondisi ini identik dengan kondisi kemiskinan yang selalu menghantui kehidupan
Berbeda dengan pengelolaan oleh negara ataupun pasar, para stakeholders lainnya, nelayan kecil. Kemiskinan nelayan pesisir telah menimbulkan permasalahan di kawasan
maka penetapan batas perairan yang disepakati secara kolektif oleh warga tertentu di P. pesisir yaitu konflik dalam diri nelayan terhadap persepsi mengenai ekologi dan
Sebesi, Kalianda merupakan suatu fenomena menarik. Dalam situasi absennya kebutuhannya untuk hidup lebih baik. Persaingan dalam pemanfaatan mendorong
pranata dan hak-hak ulayat tradisional serta kurang efektifnya pengaturan oleh pihak mereka menggunakan cara-cara dan teknologi yang merusak dan berlebihan karena
negara, kesepakatan komunal terbukti telah mampu mengurangi pemanfaatan secara mereka tidak mampu bersaing kalau menggunakan cara-cara penangkapan yang ramah
berlebihan dan merusak di wilayah perairan oleh warga setempat. Dasar penetapan lingkungan, dalam hal ini perlu dicari teknologi tepat-guna bagi perikanan skala kecil.
batas wilayah perairan sangatlah sederhana bertolak dari kemampuan sampan atau Kemiskinan penduduk juga mempengaruhi pola pikir dan cara memperoleh pengetahuan
jungkung mereka mengarungi lautan, yakni 1,5 mil. (adopsi teknologi) mereka.
Di sisi lain, pada pesisir yang berdekatan di P. Sebuku, Kalianda, ditemukan persepsi Pemikiran untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tanpa memperhitungkan resiko
masyarakat setempat terhadap pengklaiman hak individual oleh perusahaan yang yang dihadapi terjadi pada konflik-konflik yang dikemukakan di atas. Menurut Arihadi
dirasakan merugikan karena warga setempat tidak dapat lagi memanfaatkan potensi (1998:4), pada dasarnya perilaku masyarakat nelayan bersumber pada lima faktor
sumberdaya yang sebelumnya terbuka di sana lagi, sekali pun diakui bahwa hal ini penyebab yaitu kurang permodalan, pengetahuan/keterampilan/kesadaran, kerjasama,
telah turut mencegah kerusakan dan pemanfaatan pesisir dan laut yang berlebihan. dan faktor eksternal seperti keterbatasan pelayanan pemerintah dan isolasi daerah.
Potensi konflik pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang sudah pasti Mekanisme umpan balik atas akibat dari strategi yang mereka laksanakan dapat
meningkat, akan terwujud menjadi konflik yang tidak terelakkan. Sejauh pemahaman terhambat oleh keterbatasan kemampuan pengamatan empiris (pengalaman) mereka.
para stakeholders maka selama ini pengamatan awal tertuju pada persoalan kewenangan Sebagai contoh menurut Bentley (1989; 1992), pengetahuan penduduk setempat
pemerintah yang tumpang tindih dan persaingan antar para pengguna sumberdaya tanpa bervariasi, sekalipun mereka memiliki pengetahuan yang baik mengenai beberapa
mengambil manfaat dari mekanisme pemecahan masalah secara terpadu. Peraturan- komponen ekosistem, tidak seluruh komponen dapat ditangkap melalui pengamatan
peraturan yang ada tidak cukup melindungi sumberdaya pesisir dan laut serta memberikan tanpa menggunakan peralatan khusus seperti misalnya jenis-jenis serangga mikro, jenis-
jaminan kesejahteraan pada masyarakatnya, belum lagi ketiadaan kebijaksanaan yang jenis penyakit, dan penyebabnya.
bisa diterima secara lokal maupun nasional untuk para pengambil keputusan telah Tidak seluruh komunitas pesisir di Indonesia telah mengembangkan sistem
mengakibatkan belum terlaksananya implementasi strategi dan mekanisme tepat-guna perolehan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara kolektif. Di banyak tempat,
bagi pemberdayaan masyarakat serta pembangunan yang berkelanjutan demi masa sering dijumpai adanya pengaturan yang bersifat komunal. Tetapi, penetapan hak
mendatang. Begitu dasar sumberdaya menipis, konflik akan mencapai tingkat yang ulayat dan sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara tradisional telah
membahayakan sampai pada titik keamanan umum dan jiwa manusia terancam. dikembangkan dalam kurun waktu yang lama oleh beberapa komunitas pesisir di perairan
Kesepakatan komunal di antara warga komunitas tertentu tentang batas-batas Indonesia bagian Timur. Contohnya seperti yang terdapat di Kepulauan Maluku.
wilayah perairan sebagai batas kepemilikan mereka ternyata berdaya-guna bagi Sementara di bagian barat, contohnya di P. Sebesi-Kalianda, masalah muncul dengan
pencegahan pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan dan merusak pihak luar, dengan tidak diakuinya sistem tradisional tersebut, hak ulayat, dalam sistem hukum Nasional.
demikian di wilayah tersebut terbukti mendukung gagasan Ostrom (1994a; 1994b).
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

49




K ESESUAIAN & ARAHAN PENGEMBANGAN LAHAN PERTANIAN













Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan lautan. satuan-satuan lahan seperti tertera pada Tabel-11 dan Peta Satuan Lahan Pesisir.

Kawasan ini paling padat dihuni manusia serta tempat berlangsungnya berbagai macam (1) Pesisir Barat, terdiri dari satuan lahan pada kelompok fisiografi: (a) Aluvial adalah

kegiatan pembangunan. Untuk tujuan studi ini wilayah pesisir dibatasi oleh faktor dataran banjir (21%); (b) Marin adalah beting pantai (6%), dataran lumpur pantai (2%),

ekosistem lingkungan daratan yang masih dipengaruhi oleh air laut, sehingga wilayah endapan marin (4%); dan (c) Teras marin adalah Teras marin berombak agak tertoreh

pesisir Lampung dibagi empat, yaitu (a) Pesisir Barat (104.111 ha); (b) Pesisir Timur (17,65%) dan Teras marin bergelombang agak tertoreh (36,44); (d) Perbukitan adalah

316.437 ha); (c) Pesisir Teluk Lampung (48.630 ha), dan (d) Pesisir Teluk Semangka Perbukitan agak tertoreh (13%).

(62.250 ha), secara rinci tertera pada laporan teknis. (2) Pesisir Timur, terdiri dari satuan-satuan lahan pada kelompok fisiografi: (a)

Wilayah Pesisir Lampung memiliki potensi sumberdaya alam untuk pengembangan Aluvial adalah dataran aluvial (11,5%), dasar lembah (0,7%), dan meander sungai (2,6%);

kegiatan bidang ekonomi di sektor pertanian. Keadaan sumberdaya alam yang sangat (b) Marin adalah beting pantai (0,8%), dataran pantai (7,2), rawa belakang (38,8), dan

mendukung untuk pengembangan kegiatan sektor pertanian mengakibatkan perluasan endapan marin (0,4%); (c) Dataran Tuf Masam adalah dataran tuf masam datar sampai


penggunaan lahan pertanian semakin meningkat, dan apabila tidak terkontrol dapat berombak dan bergelombang (32,8%); (d) Dataran adalah dataran datar sampai

juga menyebabkan kerusakan, seperti yang terjadi di Pantai Timur, yaitu (a) abrasi pantai berombak (2,7%); (e) Vulkan adalah dataran vulkan (2,3%); (f) Perbukitan adalah

sejak tahun 1987 rata-rata mencapai 50 m tiap tahunnya, sebagai akibat adanya alih perbukitan sangat tertoreh (0,3%).

fungsi lahan sempadan pantai berhutan mangrove menjadi tambak, (b) alih fungsi lahan (3) Pesisir Teluk Lampung terdiri dari satuan-satuan lahan pada kelompok fisiografi:

sawah menjadi tambak di Rawa (a) Aluvial adalah dataran banjir



Sragi telah mencapai 3000 ha. (4,4%) dan kipas aluvial


TABEL-11

Oleh karena itu, perluasan (18,0%); (b) Marin adalah


Fisiografi Wilayah Pesisir Lampung


penggunaan lahan tersebut harus endapan marin (10,5); (c)



diarahkan dengan baik, ditinjau Dataran Tuf Masam adalah



Pesisir Teluk Pesisir Teluk


baik dari segi penataan ruang, dataran tuf masam bergelom-

Kelompok Fisiografi Pesisir Barat Pesisir Timur


Lampung Semangka

jenis komoditas yang diusahakan bang sampai berbukit kecil



maupun suatu tindakan konser- Ha % Ha % Ha % Ha % (4,7%); (d) Vulkan adalah lereng



vasi yang harus dilaksanakan. vulkan bawah (6,3%) dan


1. Aluvial

21.862 21,0 47.062 14,9 10.896 22,4 15.814 25,5 dataran vulkan berombak

2. Marin 12.500 12,0 149.187 47,1 5.109 10,5 2.062 3,3


9.1 Satuan Lahan sampai bergelombang (4,9%);


3. Teras Marin 56.312 54,1 0 0 0 0 0 0


Satuan lahan dibedakan atas (e) Perbukitan adalah perbukit-


4. Dataran Tuf Masam 0 0 103.438 32,7 2.312 4,7 0 0


dasar karakteristik lahan yang an agak tertoreh sampai sangat


5. Dataran 0 0 8.563 2,7 0 0 0 0


terdapat di daerah studi yang tertoreh (23,5%); (f) Pegunung-


6. Vulkan 0 0 7.375 2,3 5.438 11,2 7.687 12,3



digambarkan oleh keadaan 7. Perbukitan 13.437 12,9 812 0,3 11.428 23,5 18.125 29,1 an adalah pegunungan sangat

fisiografi, bentuk wilayah, iklim, 8. Pegunungan 0 0 0 0 12.260 25,2 17.250 27,7 tertoreh (25,2%); (g) lain-lain

sifat-sifat tanah (keadaan drainase, 9. Lain-lain 0 0 0 0 1.187 2,5 1.312 2,1 (2,5%).

bahan induk, kondisi perakaran, (4) Pesisir Teluk Semangka


Jumlah 104.111 100 316.437 48.630 100 62.250 100


retensi hara, dan ketersediaan zat 100 terdiri dari satuan-satuan lahan

hara tanah). Berdasarkan karak- pada kelompok fisiografi: (a)



teristik lahan tersebut didapatkan Sumber: Hasil analisis dan pengamatan lapang, 1998. Aluvial adalah lembah aluvial




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






50







GAMBAR-20
Peta Satuan Lahan

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

51
(16,5%), lembah tertutup (2,8%), dan dataran banjir (6,1%); (b) TABEL-12
Marin adalah endapan marin (3,3%); (c) Vulkan adalah lereng Penggunaan Lahan di Pesisir Lampung
vulkan bawah (12,3%); (d) Perbukitan adalah perbukitan agak
tertoreh sampai sangat tertoreh (29,1%); (e) Pegunungan adalah
pegunungan sangat tertoreh (27,7%); (f) lain-lain (2,2%). Jenis Penggunaan Pesisir Barat Pesisir Timur Teluk Lampung Teluk Semangka
No. Lahan
Ha % Ha % Ha % Ha %
9.2 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan saat ini di daerah studi dapat dibedakan 1 Pemukiman - - 17,1 - - 5.312 10,9 - -
menjadi penggunaan lahan untuk persawahan, kebun campuran, 2 Pemukiman/Kb.Camp. 1.750 30,5 10.625 3,4 31.693 65,2 36.438 58,6
pemukiman, tegalan, tambak, kebun kelapa, damar, belukar, hutan, 3 Sawah 31.785 - 72.125 22,8 1.437 3,0 5.236 8,4
hutan rawa, dan gelam, seperti tertera pada Tabel-12 dan Peta 4 Tambak - - 33.250 10,5 751 1,5 139 0,2
Penggunaan Lahan Pesisir. 5 Tegalan - 2,7 28.437 9,0 - - - -
6 Kebun Kelapa 2.812 23,6 9.437 2,9 5.687 11,7 - -
7 Kb.Camp/Damar 24.514 17,9 - - - - - -
9.3 Kesesuaian Lahan
8 Belukar 18.625 - 104.875 33,1 3.750 7,7 18.312 29,4
Evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan di wilayah Pesisir
9 Gelam - - 29.125 9,2 - - - -
Lampung adalah kesesuaian lahan kualitatif, yaitu merupakan 10 Hutan Rawa - 23,6 28.562 9,1 - - - -
kecocokan penggunaan lahan pertanian dengan potensi wilayah 11 Hutan 24.625 - - - - 2.125 3,4
secara fisik (pertimbangan agroekosistem), yang dibagi menjadi
empat kelas, yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai Jumlah 104.111 100 316.437 100 48.630 100 62.250 100
marjinal), dan N1 (tidak sesuai saat ini). Kelas kesesuaian lahan
didapatkan dengan cara mencocokkan karakteristik masing-
Sumber: Hasil analisis dan pengamatan lapang, 1998.
masing satuan lahan dengan persyaratan penggunaan lahan
tanaman padi sawah, tanaman pangan (jagung, ubi jalar, ubi kayu,
kacang tanah, kedelai, kacang hijau), sayuran (ketimun, bawang daun, bawang merah, (2) Pesisir Timur: wilayah ini memiliki kelas kesesuaian lahan untuk (a) padi sawah S1
buncis, kacang panjang, terong, cabe, tomat, bayam, kangkung), tanaman buah-1 (5,7%), S2 (91,7%) dan S3 (1,1%) dengan faktor pembatas kondisi perakaran, rentensi
(nanas, pisang, pepaya, melon, semangka, belimbing), tanaman buah-2 (rambutan, hara, dan lereng, N1 (1,5%); (b) tanaman pangan, sayuran, buah-1, adalah S2 (27,7%),
jambu, durian, mangga, sawo, jeruk, duku, salak, nangka), tanaman perkebunan (karet, dan S3 (15,3%), dengan faktor pembatas kondisi perakaran, rentensi hara, kesuburan
kopi robusta, kelapa, kelapa sawit, lada, tebu, kakao, cabe jawa), dan untuk tambak. tanah, ketersediaan air, S1 tidak ada, dan N1 (57,0); (c) buah-2, perkebunan adalah S2
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan masing-masing satuan lahan di wilayah pesisir (27,7%) dan S3 (10,3%) dengan faktor pembatas kondisi perakaran, rentensi hara,
Lampung, didapatkan kelas kesesuaian lahan pertanian seperti tertera pada Tabel-13 dan kesuburan tanah, dan lereng, S1 tidak ada, dan N1 (62,0%); (d) tambak adalah S1 (61,6),
dapat dijelaskan sebagai berikut: S2 dan S3 tidak ada, serta N1 (38,4%).
(1) Pesisir Barat: wilayah ini memiliki kelas kesesuaian lahan untuk (a) padi sawah (3) Pesisir Teluk Lampung: wilayah ini memiliki kelas kesesuaian lahan untuk (a) padi
adalah S1 (40,4%), S2 (36,4%) dengan faktor pembatas lereng, S3 tidak ada, dan N1 sawah S1 (4,3%), S2 (21,2%) dengan faktor pembatas lereng, S3 (14,9%) dengan faktor
(23,2%); (b) tanaman pangan, sayuran, dan buah-1 adalah S1 (54,1%), S2 dan S3 tidak pembatas kondisi perakaran, kesuburan tanah dan lereng, dan N1 (59,6%); (b) tanaman
ada, N1 (45,9%); (c) buah-2, perkebunan, Damar adalah S1 (54,1%), S2 (12,9%), S3 pangan sayuran buah-1, adalah S2 (4,9%) dan S3 (13,1%) dengan faktor pembatas kondisi
tidak ada, N1 (33,0%) , dan (d) tambak adalah S1 (33,0%), S2 dan S3 tidak ada, dan N1 perakaran, rentensi hara, kesuburan tanah, dan ketersediaan air; S1 tidak ada, dan N1
(67,0%).
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

52
GAMBAR-21
Peta Penggunaan Lahan Pesisir Lampung

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

53
TABEL-13
Tabel Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Lampung

Kelas Kesesuaian Padi Sawah Tanaman Pangan Sayuran Buah-1 Buah-2 Perkebunan Tambak
Lahan Ha % Ha % Ha % Ha %
Ha % Ha % Ha %

S1 42.057 40,4 56.312 54,1 56.312 54,1 56.312 54,1 56.312 54,1 56.312 54,1 47.799 45,9
S2 37.937 36,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
S3 0 0 0 0 0 0 0 0 13.437 12,9 13.437 12,9 0 0

N1 24.117 23,2 47.799 45,9 47.799 45,9 47.799 45,9 34.362 33,0 34.362 33,0 56.312 54,1
Pesisir Barat 104.111 100 . 104.111 100 104.111 100 . 104.111 100 . 104.111 100 . 104.111 100 . 104.111 100 .
S1 18.188 5,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30.813 27,7

S2 289.937 91,7 197.062 62,3 197.062 62,3 197.062 62,3 197.062 62,3 197.062 62,3 0 0
S3 3.437 1,1 87.750 27,7 87.750 27,7 87.750 27,7 88.562 28,0 88.562 28,0 0 0
N1 4.875 1,5 31.625 10,0 31.625 10,0 31.625 10,0 30.813 9,7 30.813 9,7 285.624 72,3

Pesisir Timur 316.437 100 . 316.437 100 . 316.437 100 . 316.437 100 . 316.437 100 . 316.437 100 . 316.437 100 .
.
S1 2.125 4,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16.004 32,9
S2 6.272 12,9 2.375 4,9 2.375 4,9 2.375 4,9 2.375 4,9 2.375 4,9 0 0

S3 8.750 18,0 6.374 13,1 6.374 13,1 6.374 13,1 30.252 62,2 30.252 62,2 0 0
N1 31.483 64,7 39.881 82,0 39.881 82,0 39.881 82,0 16.003 32,9 16.003 32,9 32.626 67,1
Pesisir Teluk 48.630 100 . 48.630 100 . 48.630 100 . 48.630 100 . 48.630 100 . 48.630 100 . 48.630 100 .
Lampung
S1 15.812 25,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17.875 28,7

S2 0 0 1.250 2,0 1.250 2,0 1.250 2,0 1.250 2,0 1.250 2,0 0 0
S3 8.937 14,3 12.125 19,5 12.125 19,5 12.125 19,5 43.125 69,3 43.125 69,3 0 0
N1 37.501 60,3 48.875 78,5 48.875 78,5 48.875 78,5 17.875 28,7 17.875 28,7 44.375 71,3

Pesisir Teluk 62.250 100 . 62.250 100 . 62.250 100 . 62.250 100 . 62.250 100 . 62.250 100 . 62.250 100 .
Semangka

Sumber: Hasil analisis dan pengamatan lapang, 1998.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

54
GAMBAR-22
Peta Arahan Penggunaan Lahan

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

55
(82,0%); (c) buah-2, perkebunan adalah S2 (4,9%) dan S3 (62,2%) dengan faktor pembatas pembatas rentensi hara, kesuburan tanah, dan lereng, S1 tidak ada, dan N1 (28,7%); dan
kondisi perakaran, rentensi hara, kesuburan tanah, dan ketersediaan air, S1 tidak ada, (d) tambak adalah S1 (28,7%), S2 dan S3 tidak ada, dan N1 (71,3%).
dan N1 (32,9%); (d) tambak adalah S1 (32,9%), S2 dan S3 tidak ada, serta N1 (67,1%),
(4) Pesisir Teluk Semangka: wilayah ini memiliki kelas kesesuaian lahan untuk (a)
9.4 Pengembangan Lahan Pertanian
padi sawah S1 (25,4%), S3 (14,3%) dengan faktor pembatas lereng S2 tidak ada, dan Dengan mempertimbangkan hasil evaluasi kelas kesesuaian lahan kualitatif untuk
N1 (60,3%); (b) tanaman pangan, sayuran, buah-1 adalah S2 (2,0%) dan S3 (19,5%), berbagai jenis tanaman di wilayah Pesisir Lampung, potensi pengembangan lahan
dengan faktor pembatas rentensi hara, kesuburan tanah, dan lereng, S1 tidak ada, dan
pertanian, keberadaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional
N1 (78,5%); (c) buah-2, perkebunan adalah S2 (2,0%) dan S3 (69,3%) dengan faktor Way Kambas, ketersediaan lahan, dan faktor lingkungan, maka dapat ditentukan arahan
pengembangan lahan pertanian seperti tertera pada
Tabel-14 dan Peta Arahan Pengembangan Lahan
TABEL-14 Pertanian.
Arahan Pengembangan Lahan Pertanian di Pesisir Lampung (1) Pesisir Barat 33,1% wilayahnya diarahkan untuk
pengembangan persawahan, 1,8% untuk pemukiman
(kota), 0,6% untuk tanaman pangan, sayuran, buah-1,
Pesisir Barat Pesisir Timur Teluk Lampung Teluk Semangka
No. Jenis Penggunaan Lahan 36,5% untuk tanaman buah-2, perkebunan, dan 28,0%
Ha % Ha % Ha % Ha % sebagai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
(2) Pesisir Timur 22,1% wilayahnya diarahkan
untuk pengembangan persawahan, 18,9% untuk
1. Pemukiman 1.895 1,8 0 0 . 4.698 9,6 1.895 1,8
pertambakan, 32,3% untuk tanaman pangan, sayuran,
2. Persawahan 34.492 33,1 69.774 22,1 3.593 7,4 13.058 22,2
dan buah-1, 0,5% untuk tanaman buah-2, perkebunan,
26,2 % sebagai Taman Nasional Way Kambas.
3. Tambak 0 0 . 59.965 18,9 2.762 5,7 1.525 2,4 (3) Pesisir Teluk Lampung 7,4% wilayahnya
diarahkan untuk pengembangan persawahan, 9,6%
4. Tanaman Pangan,Sayuran, 635 0,6 102.114 32,3 0 0 . 0 0 . untuk pemukiman (kota), 77,3% untuk tanaman buah-
dan Buah-1 2 dan perkebunan, dan 5,7% untuk pertambakan.
(4) Pesisir Teluk Semangka 22,2% wilayahnya
5. Tanaman Buah-2 dan 37.980 36,5 1.772 0,5 37.577 77,3 44.552 71,6
diarahkan untuk pengembangan persawahan, 1,8%
Perkebunan
untuk pemukiman (kota), 71,6% untuk tanaman buah-
6. Tanaman Nasional BBS 29.109 28,0 0 0 . 0 0 . 1.220 2,0
2, perkebunan, 2,4% untuk pertambakan, dan 2,0%
sebagai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
7. Tanaman Nasional Way 0 0 . 82.812 26,2 0 0 . 0 0 .
Kambas

100 .
Jumlah 104.111 100 . 316.437 100 . 48.630 100 . 62.250

Sumber: Hasil analisis dan pengamatan lapang, 1998.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

56




P ERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR LAMPUNG













Perikanan budidaya adalah kegiatan usaha pemeliharaan hewan-hewan dan tumbuhan Lampung, kecuali di Lampung Barat yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia

air. Di perairan pesisir Lampung, kegiatan ini berlangsung di seluruh kabupaten yang karena pantainya memiliki ombak yang sangat besar (Wilayah tambak dijelaskan di Peta

memiliki wilayah pesisir. Di wilayah pesisir, tambak merupakan kolam-kolam yang berisi Penggunaan Lahan Pesisir Lampung).

air laut atau air payau untuk memelihara udang atau bandeng. Saat ini usaha pertambakan

di Propinsi Lampung merupakan produksi udang terbesar di Indonesia. Selain udang, 10.3 Tambak Inti Rakyat di Tulang Bawang

di perairan Lampung terdapat juga usaha pemeliharaan mutiara dan skala kecil kerapu Di Kabupaten Tulang Bawang terdapat dua perusahaan inti pertambakan Plasma

serta rumput laut. Usaha budidaya udang dan mutiara telah menghasilkan devisa negara Inti Rakyat (PIR) yang sangat besar, yakni PT. Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT.


lebih dari 300 juta dolar Amerika pada tahun 1998 (CRMP, 1999). Kedua jenis usaha ini Central Pertiwi Bahari (CPB). Kedua perusahaan ini memproduksi udang windu atau

memberikan lapangan kerja yang besar. Lebih dari 10.000 orang bekerja dalam usaha tiger prawn (Penaeus monodon). Jumlah luas lahan konsesi yang dialokasikan kepada kedua

pertambakan sementara lebih dari 200 orang bekerja dalam usaha budidaya kerang perusahaan ini adalah 39.000 hektare; sementara ini yang telah diusahakan sebagai tambak

mutiara. Lokasi budidaya dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan Pesisir Lampung. mencapai hampir 12.500 hektare. Berita tentang kesulitan pengelolaan yang dihadapi

Usaha budidaya ikan air tawar, seperti ikan gurame, ikan mas, ikan nila, dan ikan lele kedua perusahaan ini sering muncul dalam media cetak setempat. Perusahaan DCD

pada umumnya terdapat di Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Utara. Usaha ini memproduksi udang yang sangat terjamin, yang pada umumnya memiliki kualitas udang

pada umumnya dilaksanakan di kolam atau sungai dengan menggunakan keramba. yang tinggi dan dampak lingkungan terkontrol, dengan produktivitas lebih dari 50 ton

udang beku setiap hari. Negara tujuan ekspor udang ini adalah Singapura. Dari sana,

10.1 Pemeliharaan Mutiara di Teluk Lampung udang kemudian diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.

Pemeliharaan kerang mutiara membutuhkan air tenang dan berkualitas tinggi. Selain kedua perusahaan ini, di Tulang Bawang terdapat juga usaha tambak skala

Sebagian kawasan laut di Teluk Lampung dan sekitarnya (lebih dari 5.000 hektare) telah kecil (tambak rakyat) yang tiga tahun belakangan ini jumlahnya telah meningkat


dialokasikan sebagai kawasan usaha dua perusahaan pemelihara kerang mutiara, yaitu hampir mencapai 2.000 hektare. Produksi udang di pesisir Lampung dapat dilihat pada

PT. Hikari dan PT. Kyoko Shinju. Luasan tersebut adalah 10% dari 50.000 hektare Peta Tingkat Produksi Budidaya Udang.

perairan Indonesia yang dianggap cocok untuk budidaya kerang mutiara raksasa Pinctada

maximus. Kedua perusahaan tersebut menghasilkan kerang mutiara masing-masing 10.4 Pertambakan Rakyat di Lampung Timur dan Selatan

140.000 dan 400.000 buah per tahun. Di Kabupaten Lampung Timur, tepatnya sebelah selatan Taman Nasional Way

Kerang mutiara digantung pada tali-tali di dalam air dalam kawasan yang diberi Kambas, kawasan pesisir sepanjang garis pantai mulai dari Tanjung Penet hingga

tanda-tanda pembatas, seperti tali-tali dan pelampung tanda yang dibuat agar jelas terlihat. Ketapang sudah diubah seluruhnya dari rawa-rawa dan hutan mangrove menjadi lahan

Pembatas ini menunjukkan bahwa nelayan tidak diperkenankan untuk menangkap ikan pertanian padi dan sekarang menjadi tambak udang windu yang sebagian besar dalam


di dalam kawasan budidaya. Karena itu, kawasan budidaya ini berperan juga sebagai bentuk tambak tradisional (cara budidaya sederhana dan modal terbatas), sisanya adalah

kawasan lindung di mana ikan dan habitatnya atau terumbu karang yang ada di dalamnya tambak semi-intensif dan intensif (cara budidaya lebih kompleks dan kebutuhan modal

dapat terlindungi dari ancaman kerusakan. lebih besar). Konversi lahan diawali dari pinggir pantai, kemudian dilanjutkan semakin

lebar ke arah daratan. Di sekitar Sungai Pisang lebar kawasan pertambakan ini mencapai

10.2 Pemeliharaan Udang 5 kilometer ke arah daratan. Saat ini jumlah luas areal pertambakan dari Tanjung Penet

Kualitas air di pesisir timur Propinsi Lampung sangat cocok untuk budidaya udang. ke Ketapang mencapai sekitar 12.000 hektare (CRMP, 1998).

Air yang bebas dari bahan polusi dan banyak mengandung plankton, yaitu tumbuh- Tambak jenis semi-intensif dan intensif dicirikan dengan adanya tambahan pakan

tumbuhan dan hewan-hewan renik, dibutuhkan oleh udang-udang yang berada di dalam buatan dan kincir-kincir air yang digerakan oleh tenaga listrik atau solar. Kincir-kincir

tambak. Usaha pertambakan udang dilaksanakan di setiap kabupaten pesisir di Propinsi air tersebut berfungsi untuk menambah kandungan oksigen terlarut yang berguna untuk




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






57







meningkatkan jumlah makanan alami udang, yaitu fitoplankton. Lama pemeliharaan terpaksa menjual tambaknya dan pindah tempat. Pengusaha pindah ke Propinsi Jambi
untuk satu kali panen adalah sekitar 120 hari. Udang windu yang dihasilkan bisa dibeli dan ke Teluk Lampung atau Teluk Semangka. Meskipun produksi dapat ditingkatkan
oleh pedagang di sepanjang jalan dari Labuhan Maringgai hingga Jabung, atau sebagian kembali pada tahun 1997, bakteri-bakteri epidemik menyerang kembali pada tahun
di antaranya diangkut ke cold storage dengan tujuan ekspor. 1998. Bakteri ini bisa bertahan di air dan ditemukan di laut terbuka di Lampung Selatan.
Selain itu benih udang untuk hampir semua tambak di Lampung diperoleh dari Penyakit udang ini salah satu contoh dari resiko usaha pertambakan. Sejarah
salah satu dari 90 unit pembenihan (hatchery) yang ada di Kalianda. Selain itu, benih perkembangan budidaya udang di Lampung dapat di lihat pada Tabel-15.
udang ada juga yang didapatkan dari Aceh, dan Kalimantan Timur, sedangkan sumber
nauplii berasal dari Jawa. Sedangkan pakan udang untuk tambak semi-intensif dan intensif 10.7 Permasalahan Usaha Perikanan Budidaya
hampir 40% didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini dapat dilihat pada Saat ini kegiatan budidaya kerang mutiara dan budidaya udang di Propinsi Lampung
Peta Ketersediaan Sumberdaya Udang. sedang menghadapi ancaman besar. Bila kualitas air di Teluk Lampung terus memburuk,
maka produksi perikanan tersebut akan merosot hingga di bawah batas ekonomis
10.5 Pembenihan Udang di Kalianda sehingga usaha menjadi tidak menguntungkan.
Usaha pembenihan udang skala rumah tangga atau backyard hatcheries dapat Kelangsungan usaha tambak udang di Lampung Timur sedang terancam oleh empat
ditemukan di kedua sisi jalan di Kalianda, dekat kaki Gunung Rajabasa. Kualitas air faktor utama, yaitu:
laut di kecamatan ini sangat baik dan ideal untuk pembenihan udang, karena air laut yang 1. Jumlah pengguna yang berlipat-ganda dan lemahnya pengawasan atau pengendalian
demikian bersih dan pantai-pantainya berpasir putih. Pemerintah Propinsi Lampung telah menyebabkan berkurangnya pertahanan alami yang disediakan oleh hutan rawa-
telah menetapkan wilayah ini sebagai kawasan pariwisata. Sarana pariwisata telah banyak rawa dan mangrove. Berkurangnya luas hutan rawa dan mangrove akan
dibangun namun dalam situasi ekonomi yang memburuk saat ini, usaha pariwisata tersebut menurunkan kualitas lingkungan yang dibutuhkan untuk memproduksi udang.
menjadi tidak menentu. Sementara itu, pembenihan udang telah menjadi kegiatan Bila hal ini terjadi, usaha budidaya udang intensif dan semi-intensif kemungkinan
ekonomi yang menguntungkan masyarakat di wilayah tersebut. Lokasi hatchery dapat akan gulung-tikar atau bangkrut karena produksi akan berkurang sangat besar.
dilihat dalam peta tingkat produksi tambak udang. 2. Banyak dari usaha pembenihan udang dan petambak semi- intensif ini dibangun
tidak memiliki surat-resmi lengkap atau telah diperluas melebihi ukuran yang diizinkan.
10.6 Konsekuensi Peningkatan Usaha Tambak Udang Dengan demikian, mereka sangat mudah menjadi obyek pemerasan pihak-pihak
Perluasan dan peningkatan intensitas budidaya udang di Lampung Tengah dan yang tidak bertanggungjawab. Hal ini telah menambah kesulitan dalam mengelola
Selatan dapat merupakan ancaman bagi lingkungan perairan pesisir dalam hal dan mengendalikan mereka.
kemampuannya untuk menerima limbah pertambakan, misalnya kelebihan pupuk 3. Usaha pertambakan udang merupakan kegiatan yang menguntungkan namun memiliki
ataupun pakan. Kelebihan limbah akan menyebabkan turunnya kualitas lingkungan, resiko tinggi dan memerlukan modal yang besar. Kegagalan produksi satu kali dapat
khususnya kualitas air. Menurunnya kualitas air ini kemudian akan meningkatkan stres menyebabkan kerugian besar, dan yang kedua kalinya bisa menjadikan bangkrut.
atau tekanan kepada udang yang dipelihara. Selanjutnya, peningkatan tekanan ini Dalam kondisi sekarang, instansi pemerintah masih belum bisa menyediakan
dapat menurunkan daya tahan udang terhadap penyakit. Sehingga bila kualitas pelayanan yang dibutuhkan oleh begitu banyak pengusaha pertambakan, baik kecil
lingkungan di dalam tambak lebih rendah dari batas tertentu maka udang akan mati maupun besar.
karena penyakit. 4. Kerusuhan sosial yang terjadi di tambak inti rakyat dapat mengacaukan proses
Peristiwa seperti ini terjadi pertama kali pada tahun 1996 ketika sebagian besar produksi udang. Jika hal ini terus berlangsung akan menyebabkan ketidakmampuan
udang tambak di wilayah selatan Labuhan Maringgai mati karena penyakit yang perusahaan inti dalam membayar pinjamannya.
disebabkan oleh virus. Pada kasus ini beberapa pengusaha tambak intensif menjadi
bangkrut, atau menghentikan kegiatan produksinya. Sehingga sebagian pengusaha

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

58
GAMBAR-24
Peta Tingkat Produksi Tambak Udang

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

59
TABEL-15
Peristiwa-Peristiwa Penting dalam Budidaya Air Payau
dan Air Laut di Pesisir Lampung

Pra 1960 Budidaya tambak (lebung) ekstensif skala sangat kecil untuk bandeng, udang, Januari 1998 Banyak teknisi tambak meninggalkan Lampung Tengah menuju Sumatera
dan kepiting liar di Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Timur. Selatan. Banyak usaha pembenihan benur skala rumah tangga mengalami
kesulitan produksi.
1960-1970 Pembukaan wilayah hutan di Pantai Timur yang digunakan sebagai areal MBV menyerang 70% tambak udang berumur 3-4 bulan, panen dipercepat.
sawah pertanian, sekaligus perluasan tambak tradisional untuk konsumsi Harga udang meningkat terus, biaya produksi tetap rendah.
rumah tangga.
Maret Beberapa gudang pendingin (cold storage) gagal membayar karena adanya
1970' Perluasan budidaya tambak untuk budidaya bandeng dan udang liar. ketidakpastian harga.
1976 Tambak udang dibuka di Muara Gading Mas (14 Ha). April Kesulitan dalam mempertahankan laju pertumbuhan dan pengeringan tambak
antar siklus.
1980' Perluasan tambak udang yang sangat cepat di sepanjang Pantai Timur. Mei Kekurangan produksi benur mengakibatkan padat penebaran lebih rendah dari
1988 P.T. Dipasena Citra Darmaja mulai membuka hutan untuk produksi tambak rata-rata sebelumnya.
udang dengan areal 16.000 hektare. Juni-Juli Harga udang mencapai rekor tertinggi Rp. 125.000,00/kg. Buruknya persiapan
1989 Mulai pembuatan konstruksi pembenihan udang P.T. Biru Laut Katulistiwa tambak (?) mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan udang secara umum
(BLK) di Kecamatan Kalianda. di Lampung, rendahnya produksi tambak semi intensif. Jumlah vibrio yang
tinggi di semua contoh air.
1990 Dinas Perikanan pertama kali memberikan izin pembukaan tambak di Padang September- Produksi benur berlebih, konflik antara APPU dan CPB.
Cermin, Muara Gading Mas dan Ketapang. Sekarang
1992 P.T. BLK beroperasi penuh.
1992 Dua usaha pembenihan udang yang pertama dibuka di Kalianda dan Suak. Status Saat ini Produksi 89 pembenihan udang skala rumah tangga di Kalianda dan
1993 Pembukaan usaha-usaha pembenihan udang lainnnya dengan cepat sekitarnya mencapai 190 juta PL-12 /bulan. P.T. BLK setiap bulan memiliki
berlangsung sampai tahun 1997. produksi yang stabil sekitar 300 juta/bulan. Kapasitas produksi 350-400 juta
1994 P.T. Central Pertiwi Bahari membuka tambak yang pertama di Menggala, benur/bulan. Unit pembenihan udang CPB menproduksi 60 juta PL-12/bulan.
Tulang Bawang. Kapasitas produksi 250-300 juta benur/bulan. Luas tambak CPB yang
1994 CP memperkenalkan kincir air untuk tambak intensif di Lampung Tengah dan berproduksi adalah 3.059 unit , setiap unit 0,5 ha di atas tanah konsesi seluas
Selatan. 23.000 Ha yang memproduksi udang 25-40 ton/hari. Jumlah tambak DCD
September 1996 Serangan MBV besar-besaran yang pertama kali terjadi di daerah Labuhan yang beroperasi sebanyak 18.000 unit, tiap unit 0,2 Ha di atas lahan seluas
Maringgai (Pengusaha tambak mengurangi padat penebarannya dari intensif 16.000 Ha, mampu memproduksi kurang lebih 50 ton/hari. Konflik antara
menjadi ekstensif). usaha pembenihan skala rumah tangga dan CPB. Tren keuntungan yang terus
1997 Musim kemarau panjang akibat pengaruh El Nino. berfluktuasi. Harga pakan yang tinggi, harga udang rendah, banyak usaha
Juli-Agustus 1997 Serangan pertama vibrio/whitespot di tambak-tambak intensif di sepanjang tambak semi intensif beroperasi secara terbatas. Kondisi sosial yang tidak
wilayah Pantai Timur Lampung. stabil antara masyarakat, petani plasma, dan perusahaan inti merupakan
November 1997 Musim kemarau panjang mendorong perluasan tambak semi intensif di ancaman kelangsungan produksi di DCD dan CPB. Kelangsungan produksi
Padang Cermin dan Teluk lampung. masih diragukan. Parameter kualitas air yang menurun. Tambak merupakan
Desember 1997 Rendahnya tingkat hidup larva akibat rendahnya kualitas / mahalnya penyumbang kerusakan Pantai Timur khususnya di Labuhan Maringgai.
artemia.
1998 Pengaruh La Nina memperpanjang musim hujan. Tambak semi intensif
mendapat produksi yang baik sedangkan tambak intensif menghasilkan
tingkat produksi yang rendah.

Sumber : Hasil analisis dan pengamatan lapang, 1998.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

60
GAMBAR-24
Peta Ketersediaan Sumberdaya Budidaya Udang

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

61




P ERIKANAN TANGKAP













11.1 Pentingnya Perikanan Tangkap



Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi penting bagi Propinsi



Lampung karena kontribusinya dalam penyediaan pangan yang berasal dari laut

seperti berbagai jenis ikan, udang, cumi, kerang-kerangan, dan hewan lunak lainnya.

Produksi perikanan laut pada tahun 1997 yang didaratkan di Teluk Lampung sekitar

51.000 ton, di Pantai Timur sekitar 43.000 ton dan di Pantai Barat sekitar 10.000

ton. Selain menghasilkan pangan, perikanan tangkap juga menghasilkan ikan-ikan



hias yang harganya relatif lebih mahal dari ikan konsumsi. Kegiatan perikanan

tangkap ini melibatkan sekitar 55 ribu Rumah Tangga Nelayan (RTN) dan


menyediakan kesempatan kerja bagi kelompok orang lainnya yang bekerja dalam

kegiatan penanganan, pengolahan, dan pendistribusian atau perdagangan produk



laut yang dihasilkan nelayan-nelayan tersebut. Sebagian produk perikanan (seperti



tuna, cakalang, udang, lobster, ikan karang, ikan hias, rumput laut, dan beberapa

jenis lainnya) adalah komoditi ekspor, sehingga kegiatan ini semakin penting sebagai

sumber penghasil devisa pada saat Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi.



11.2 Sumberdaya Ikan dan Lokasinya


Proses pengeringan ikan teri di Pulau Pasaran, Bandar Lampung


Sumberdaya ikan yang dieksploitasi oleh armada perikanan tangkap tersebar



di tiga perairan terdekat, yaitu pesisir Samudera Hindia, Selat Sunda (termasuk perairan

wilayah lain, juga menghadapi kendala yang sama, karena data perikanan tidak lengkap

Teluk Lampung dan Teluk Semangka), serta perairan bagian barat Laut Jawa. Jenis

dan tidak sinkron. Data produksi dari suatu alat tangkap tanpa dilengkapi data jumlah

sumberdaya ikan ini berkaitan erat dengan kondisi perairan. Ikan-ikan pelagis seperti

trip dan sebaliknya. Selain itu, data hasil tangkapan dicatat berdasarkan daerah admin-

Tongkol (Euthynnus spp.). Yellowfin tuna/Madidihang (Thunnus albacares) dan Cakalang



(Katsuwonus pelamis) termasuk ikan yang suka berada di lapisan permukaan laut agak istratif tempat pendaratan dan bukan berdasarkan wilayah perairan asal hasil tangkapan

jauh dari pantai. Ikan pelagis lainnya yang berukuran lebih kecil, seperti ikan Tembang tersebut.

(Sardinela fimbriata) dan Kembung (Rastrelliger spp.) juga biasa ditemukan di air lapisan atas Berdasarkan kecenderungan produksi hasil tangkapan ikan yang meningkat dan

dan bergerombol. Ikan-ikan demersal seperti Manyung (Tachyurus spp.), ikan Pari ada data hasil tangkapan yang tidak dicatat, maka dapat dipercaya bahwa nilai dugaan

(Trigonidae), Gulamah (Sciaenidae), serta berjenis-jenis Udang (Peneaus spp.) lebih banyak potensi sumberdaya ikan yang dihasilkan dari analisis ini adalah masih minimal (under

tertangkap di dasar laut yang relatif dangkal dan berlumpur. Ikan-ikan hias dan ikan- estimate). Hasil estimasi dengan pendekatan surplus production model (Schaeffer) nilai Maxi-

mum Sustainable Yield (MSY) masih mungkin dilakukan walaupun memberikan nilai yang

ikan karang seperti Kerapu (Epinephelus spp.) lebih sering ditemukan di kawasan terumbu

lebih tinggi.

karang. Cumi-cumi (Loligo spp.) dan Teri (Stolephorus spp.) biasa tertangkap oleh nelayan

bagan karena senang berkumpul di sekitar cahaya yang dinyalakan pada malam hari. Setiap jenis alat tangkap tentunya memiliki kemampuan daya tangkap atau Fishing

Sedangkan sumberdaya lainnya, seperti rumput laut, biasanya dikumpulkan oleh Power Index (FPI) yang berbeda. Dengan demikian sebelum melakukan analisis

masyarakat dengan tangan langsung di pantai. Kalaupun dengan alat, hanya berfungsi pendugaan potensi, perlu dilakukan standarisasi upaya penangkapan dari setiap jenis

sebagai penggali atau pemecah. alat tangkap yang ada, dengan cara membandingkan hasil tangkapan per unit upaya

Analisis terhadap status sumberdaya ikan di perairan Lampung, seperti juga di (CPUE) dari masing-masing alat tangkap yang beroperasi di perairan tertentu.




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






62







GAMBAR-25
Peta Sebaran Alat Tangkap di Pesisir

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

63
Analisis sumberdaya ikan dengan alat tangkap standar Pancing Ulur di perairan pemanfaatannya relatif masih rendah. Umumnya ukuran kapal/perahu penangkap ikan
Pantai Timur Lampung memberikan nilai 116.500 ton/tahun, sedang nilai upaya yang dioperasikan di perairan Pantai Barat masih dibawah 5 Gross Ton dan dilengkapi
optimumnya sekitar 5 juta trip setara pancing ulur. Secara hati-hati dapat dinyatakan dengan alat tangkap sederhana.
bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Timur Lampung pada tahun Berdasarkan analisis sumberdaya ikan, maka nilai dugaan MSY untuk wilayah
1997 diperkirakan telah mencapai 88%, sedangkan upaya penangkapannya dapat perairan Barat Lampung, yaitu sekitar 16.600 ton/tahun dengan upaya optimum sekitar
ditingkatkan sekitar 38% atau 2 juta trip/tahun setara hanya untuk pancing ulur. 566.800 trip/tahun setara alat tangkap pancing ulur yang beroperasi di perairan pantai
Penambahan unit alat tangkap jenis yang lain, seperti payang, purse-seine, bagan saja. Dengan demikian, diduga bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Pantai
ataupun jenis gillnet perlu memperhatikan aspek bio-technico-socio-economic. Potensi Barat Lampung (1997) baru mencapai 62%. Peluang pengembangan perikanan tangkap
sumberdaya ikan di Pantai Timur bisa dilihat dalam Tabel-16. di perairan ini masih besar apalagi untuk daerah lepas pantai (12 mil laut) dan Zona
Wilayah perairan Barat Lampung memiliki karakteristik yang berbeda dengan Ekonomi Eksklusif (ZEE).
perairan pesisir Lampung yang lain, karena merupakan bagian dari Samudra Hindia.
Kondisi perairan yang ganas menyebabkan aktivitas penangkapan ikan dan tingkat 11.3 Sentra Perikanan dan Sarananya
Di Propinsi Lampung terdapat paling sedikit 180 desa pantai yang penduduknya
bekerja sebagai nelayan. Saat ini para nelayan masih cenderung melaut dari tempat yang
TABEL-16 dekat dengan rumahnya. Di Propinsi Lampung terdapat 4 (empat) sentra perikanan
Analisis Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Timur dengan fasilitas berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), yang merupakan tempat
Lampung dengan Pendekatan Metode Schaeffer. perahu/kapal penangkap ikan berlabuh dan menjual hasil tangkapannya. Namun
demikian, tidak semua aktivitas jual beli dilakukan di pangkalan tersebut. Di Pantai
Timur dan Teluk Lampung, sentra perikanannya ada di PPI Lempasing (Kodya Bandar
Tahun Produksi (ton) Upaya (trip) CPUE (kg/trip) Lampung), PPI Ketapang (Lampung Selatan), PPI Labuhan Maringgai (Lampung
Tengah), dan PPI Kota Agung (Tanggamus). Sebuah pelabuhan perikanan dengan
fasilitas perikanan yang lebih besar skalanya, telah dibangun di Krui untuk melayani
1989 69.169 2.063.439 0,034 kapal/perahu penangkap ikan yang beroperasi di perairan Pantai Barat Lampung atau
Samudera Hindia. Namun pelabuhan ini belum banyak dimanfaatkan.
1990 76.187 2.212.052 0,034

1991 85.133 2.223.463 0,038 11.4 Teknologi yang digunakan


Berbagai jenis alat tangkap digunakan nelayan untuk menangkap ikan. Sebagian
1992 83.988 2.236.775 0,038
di antaranya termasuk sederhana dengan nama lokal khusus yang berbeda dengan
1993 86.829 3.254.575 0,027 nama-nama yang digunakan dalam statistik perikanan yang dibuat oleh Dinas
94.425
Perikanan setempat. Secara umum, ada tiga kelompok alat tangkap yang jumlahnya
1994 2.891.681 0,033
dominan, yaitu pancing ulur (3.600 buah), bagan (2.700 buah) dan perangkap (2.800
1995 100.177 2.908.265 0,034 buah). Berbagai jenis ikan tertangkap oleh ketiga jenis alat tangkap ini. Pada tahun
1996 107.054 2.891.892 0,037
1997, ketiga jenis alat tangkap ini menghasilkan sekitar 50% dari 104.000 ton ikan
yang didaratkan di Lampung.
1997 102.193 3.098.873 0,033 Untuk menangkap ikan pelagis kecil, nelayan menggunakan jaring payang (960
unit), jaring insang hanyut (200 unit), dan rawai hanyut (340 unit). Alat-alat tangkap ini

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

64
GAMBAR-26
Peta Produksi Perikanan Tangkap

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

65
11.5 Masalah Perikanan Tangkap
1. Persoalan nyata dalam perikanan tangkap adalah persaingan antar nelayan di perairan
atau daerah penangkapan ikan yang terbatas, sementara jumlah unit penangkapan
ikan yang beroperasi di dalamnya semakin meningkat. Keterbatasan daerah tujuan
penangkapan ini dirasakan oleh para nelayan yang diprioritaskan untuk beroperasi di
jalur I (selebar 3 mil dari pantai) karena adanya alokasi kawasan perairan untuk kegiatan-
kegiatan lain, seperti budidaya mutiara dan kawasan TNI Angkatan Laut di Teluk
Lampung.
2. Dampak usaha budidaya mutiara terhadap perikanan tangkap adalah pengurangan
daerah penangkapan ikan jalur 1 bagi nelayan kecil sementara jalur 2 dan 3 terlalu
jauh dan berarus kuat. Juga, menjadikan alur pelayaran menjadi sempit. Pengurangan
daerah penangkapan bagi nelayan kecil jalur 1 tidak hanya disebabkan oleh budidaya
mutiara tetapi juga oleh pelarangan menangkap ikan di kawasan TNI Angkatan
Laut. Dampak positif potensial kawasan budidaya dan kawasan TNI AL sebagai
kawasan lindung yang menjaga kelestarian habitat ikan, kemungkinan belum
terpikirkan oleh nelayan. Studi terhadap kondisi terumbu karang di kawasan tersebut
menunjukkan kualitas yang lebih baik dari kualitas terumbu karang yang berada di
Penangkapan ubur-ubur, Padang Cermin Lampung Selatan. luar kawasan.
3. Perikanan bagan (yang terdiri dari bagan tancap, bagan perahu, dan bagan rakit
atau bagan jerigen) banyak menghadapi persoalan. Pengoperasian bagan ini
banyak dioperasikan oleh nelayan yang tinggal di sekitar Teluk Lampung. Untuk sering terganggu oleh aktivitas pengoperasian alat tangkap lainnya. Permasalahan
menangkap ikan demersal digunakan jaring insang tetap (84 unit), jermal (107 unit), utama perikanan bagan rakit adalah sering hanyut dan hilang sehingga biasanya
dan rawai tetap (911 unit); ketiga alat ini seluruhnya ada di Pantai Timur Lampung. diakui oleh orang lain yang menemukannya. Untuk bagan tancap, permasalahan
Jaring klitik (254 unit), yang dirancang untuk menangkap udang dan juga biasa utamanya adalah kesulitan memperoleh kayu tibung yang digunakan sebagai tiang
digunakan menangkap ikan dasar, sangat umum digunakan di Pantai Barat Lampung. pancang bangunan bagan. Selain persoalan-persoalan tersebut, perikanan bagan
Armada perikanan tangkap yang berbasis di Lampung terdiri dari 3.500 buah perahu juga membuat masalah bagi pengguna laut lainnya. Sisa-sisa bangunan bagan di
tanpa motor (hampir 50%), 1.600 perahu bermotor tempel (20%), dan 2.000 buah laut bukan hanya menjadi hambatan bagi nelayan dalam mengoperasikan alat
kapal motor (30%). Sebagian besar perahu/kapal ikan ini berbasis di Kodya Bandar tangkapnya tetapi juga bagi pelayaran umum di laut.
Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Tanggamus. Untuk armada 4. Di kawasan sekitar pertambakan inti rakyat, sejumlah nelayan menggunakan
perikanan di Pantai Barat Lampung didominasi oleh perahu tanpa motor yang operasinya kesempatan untuk menangkap udang-udang tambak yang terbuang ke luar tambak
masih terkonsentrasi di dekat pantai karena terbatas kemampuannya. melalui saluran-saluran sekunder dan primer pada saat panen. Mereka menggunakan
Periode musim penangkapan ikan untuk setiap jenis alat tangkap dan daerah alat tangkap yang dinamakan togog, yang terdiri dari jaring berbentuk kerucut
penangkapan ikan di perairan Lampung berbeda-beda. Secara umum, periode musim yang dipasang pada tonggak-tonggak di air. Togog ini dipasang di sungai di
penangkapan tersebut dalam setahun antara 3 sampai 9 bulan. Hal ini disebabkan oleh sebelah hilir dari mulut saluran primer. Pemasangan togog yang tidak teratur dan
perubahan kondisi laut dan fluktuasi kelimpahan ikan di perairan yang dapat dicapai sisa tonggak yang ditinggalkan meng ganggu kelancaran pelayaran yang
oleh nelayan yang umumnya masih menggunakan teknologi yang masih terbatas. menggunakan sungai tersebut.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

66
5. Pengoperasian trawlnet di perairan Lampung merupakan suatu hal yang sangat bertolak- cukup meresahkan mereka.
belakang, karena alat ini sebenarnya masih dilarang oleh pemerintah (Keppres No. 10. Pencemaran di perairan Teluk Lampung dirasakan nelayan sangat mengganggu
39/1981). Sebaliknya, para nelayan trawlnet menangkap ikan secara bebas tanpa kelancaran operasi. Sampah rumah tangga yang terapung di laut kadang tersangkut
batasan sehingga mengganggu pengoperasian alat-alat statis, baik alat tangkap maupun pada alat tangkap sehingga sebagian waktu nelayan dihabiskan untuk membersihkan
alat bantu seperti rumpon milik nelayan pancing. Operasi alat ini bahkan mengganggu alat tangkap dari sampah-sampah tersebut.
nelayan yang beroperasi di muara sungai di Tulang Bawang dan Mesuji. 11. Lembaga-lembaga yang seyogyanya membina nelayan dan kegiatan perikanan tangkap
6. Penggunaan bahan peledak oleh nelayan bagan dan penangkap ikan karang yang ingin tampak masih belum mampu menangani permasalahan di atas. Untuk itu perlu
menangkap ikan dengan cara mudah namun membahayakan bagi nelayan, cukup dipikirkan upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut.
menghawatirkan. Dengan bahan peledak, metode penangkapan ikan menjadi tidak 12. Data statistik perikanan tangkap belum mencerminkan keadaan sebenarnya, karena
selektif karena peluang matinya ikan-ikan berukuran kecil menjadi semakin tinggi masih ada beberapa alat tangkap tidak tercantum dalam statistik perikanan, seperti
bahkan dapat merusak habitat terumbu karang. Dampak negatif terhadap habitat ini dogol, sondong, mini-trawl, dan lampara dasar. Selain itu, produksi yang didaratkan
dapat disaksikan di kawasan terumbu karang di Teluk Lampung, di sekitar Pulau tidak semuanya tercatat, terutama transaksi yang dilakukan di tengah laut.
Siuncal, Pulau Legundi, Pulau Sebesi, dan Pulau Sebuku. Penangkapan ikan hias
dengan racun juga dapat mengakibatkan ikan-ikan lain yang tidak diinginkan
mati dan merusak habitat.
7. Di Lampung terjadi persaingan antara nelayan kecil (yang merupakan
mayoritas nelayan Lampung) dengan pengusaha bermodal besar (yang
mengoperasikan purse seine dan trawlnet). Kedua jenis unit penangkapan
ikan ini umumnya berasal dari luar Lampung. Mobilitas mereka biasanya
lebih tinggi, sehingga dapat mencapai lokasi penangkapan lebih cepat dan
dengan jangkauan lebih luas serta memiliki kemampuan menangkap ikan
yang lebih tinggi.
8. Nelayan Lampung, khususnya nelayan skala kecil, mengalami kesulitan
memperoleh bantuan modal dari lembaga-lembaga yang seharusnya
menyediakan pinjaman. Hal ini menyebabkan terhambatnya kelancaran
operasi penangkapan ikan. Kesulitan modal menyebabkan nelayan terikat
kepada pemberi modal yang memanfaatkan kesempatan dengan cara
mewajibkan nelayan untuk menjual hasil tangkapannya kepada mereka
dengan harga yang relatif rendah dibandingkan dengan harga pasaran.
Kelangkaan garam dan es juga menjadi persoalan yang pelik bagi para
nelayan pada umumnya. Kesulitan mereka menjadi lebih berat dengan
adanya praktek pungutan liar oleh oknum-oknum.
9. Pemukiman nelayan tidak selalu berdekatan dengan sentra perikanan. Jarak
yang jauh dari sarana berlabuh menyebabkan perahu-perahu mereka selalu
dihadapkan dengan persoalan perlindungan pada saat musim barat.
Pemindahan pemukiman nelayan karena perluasan kawasan pariwisata Pangkalan Pendaratan Ikan, Labuhan Maringgai Lampung Timur.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

67




P ARIWISATA BAHARI PESISIR TELUK LAMPUNG













12.1 Pariwisata di Lampung



Propinsi Lampung memiliki potensi yang besar untuk pengembangan pariwisata.



Tercatat 156 obyek wisata yang tersebar di wilayah Lampung (Lembaga Penelitian

UNILA, 1997). Sebagian besar obyek wisata didominasi oleh wisata alam (75 lokasi),

wisata budaya (49 lokasi), dan wisata buatan (32 lokasi).



Keberhasilan pariwisata antara lain sangat ditentukan oleh peran badan usaha swasta

dan masyarakat. Badan usaha sebagai pemilik sekaligus pelaku (actor) usaha/bisnis


pariwisata dapat melakukan usaha-usaha jasa pariwisata, pengusahaan obyek wisata,



dan usaha sarana pariwisata (Pasal 7 UU Kepariwisataan). Namun sayangnya, peran



serta masyarakat dalam pariwisata belum maksimal dan kurang optimal, padahal oleh

Pasal 30 UU No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan secara tegas ditetapkan



bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan

serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.



Kebijakan pariwisata diarahkan agar wisatawan mau memperpanjang masa



kunjungannya, yaitu dengan menyediakan akomodasi, rumah makan, dan hiburan.



Obyek wisata Pantai Marina, Kalianda Lampung Selatan.


Menurut Dinas Pariwisata Propinsi Lampung, akomodasi yang ada pada tahun 1997



sebagian besar adalah Hotel Melati (109 buah), Hotel Bintang (6 buah), dan Pondok

TABEL-17

Wisata (2 buah). Usaha rumah makan mencapai 335 buah, sedangkan usaha hiburan

Jumlah Wisatawan ke Lampung



yang tersedia, antara lain diskotik (7 buah), motel (16 buah), dan karaoke (4 buah).

Wisatawan yang mengunjungi Lampung cenderung meningkat jumlahnya, tahun



Tahun Wisnus Wisman Jumlah 1989 jumlahnya 100.756 wisatawan, kemudian pada tahun 1997 mencapai 407.729

wisatawan, seperti tertera pada Tabel-17.




1989 97.429 3.327 100.756


12.2 Pariwisata Bahari di Teluk Lampung


139.590 10.323 149.913


1990
Wilayah pesisir Teluk Lampung merupakan kawasan padat untuk keperluan

1991 175.666 12.201 187.867 pemukiman, perindustrian, perhubungan, pariwisata, perikanan, dan pertahanan


1992 228.776 19.331 248.107 keamanan. Tidaklah heran jika ada obyek wisata pantai yang lokasinya berdekatan

1993 298.967 20.762 319.729 dengan industri (pabrik).



Ada kesan, pengembangan obyek wisata bahari diprioritaskan di pesisir Teluk


1994 331.377 20.076 351.453


Lampung. Bukan berarti Teluk Semangka, Pesisir Barat, atau Pesisir Timur kurang

1995 350.153 21.038 371.191


menarik, mungkin sebaliknya, tapi karena wilayah Teluk Lampung secara administratif

1996 374.664 22.916 397.729


merupakan teritorial Kabupaten Lampung Selatan dan Kodya Bandar Lampung, maka

1997 384.016 23.713 407.729 infrastruktur dan fasilitasnya relatif sudah tersedia sehingga aksesibilitasnya akan lebih

mudah, aman, dan nyaman.






atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






68







GAMBAR-27
Peta Obyek Wisata Bahari di Pesisir Teluk Lampung

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

69
Lingkungan alam yang diunggulkan dalam Kawasan Teluk Lampung berupa pantai TABEL-18
berpasir, laut berombak kecil, dan pulau-pulau. Banyaknya kepentingan yang Obyek Wisata Bahari, Fasilitas, dan
memanfaatkan Teluk Lampung telah mendorong untuk dilakukannya penimbunan
pantai (reklamasi) untuk pariwisata. Daya dukung lingkungan Teluk Lampung memang
Tarif di Teluk Lampung
terbatas, maka perluasan dan pemekaran wilayah pembangunan cenderung mengarah
ke lautan daripada ke daratan.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata ada 12 pantai yang diusahakan dan 6 pulau No. Obyek Wisata Fasilitas Tarif (Rp)
yang potensial untuk pengembangan ekowisata (ecotourism). Penelitian atas eksistensi
dan potensi wisata bahari di pesisir Teluk Lampung dapat dilihat pada Peta Obyek -
1. Kawasan G. Krakatau -
Wisata Bahari di Pesisir Teluk Lampung. Keberadaan obyek wisata bahari di dalam peta
2. Pulau Sebesi Kurang -
diberi tanda titik (spot), angka yang terkecil menunjukkan obyek wisata unggulan sehingga
dapat digunakan sebagai titik awal kunjungan atau perjalanan wisata bahari. Pengusahaan 3. Pulau Sebuku - -
obyek wisata bahari dapat diketahui dari indikator adanya kunjungan dari wisatawan dan 4. Pantai Canti Indah Kurang 1.000
dikenakannya tarif masuk ke lokasi. Di samping itu, dapat pula dipertimbangkan tentang 5. Pantai Wartawan Kurang 1.000
ketersediaan fasilitasnya, karena ada obyek wisata yang tidak menyediakan fasilitas bagi 6. Laguna Helau Kalianda Cukup 250.000
wisatawan, misalnya kamar mandi. Kondisi ketersediaan fasilitas pada obyek wisata di
7. Merak Belantung Cukup 2.000
Teluk Lampung tertera pada Tabel-18.
Data tersebut menunjukkan bahwa masih ada obyek wisata yang kurang 8. Kalianda Resort Cukup 4.000
menyediakan bahkan tidak ada fasilitasnya, walaupun sudah banyak wisatawan yang 9. Pantai Marina Cukup 2.000
berkunjung, khususnya pada hari libur. Padahal, para pengelola/pengusaha obyek wisata 10. Pantai Tanjung Selaki Tidak ada 3.000
tersebut telah mengutip uang masuk. Mengenai obyek wisata berupa pulau, belum 11. THR Pasir Putih Cukup 1.500
seluruhnya diteliti karena sesungguhnya masih ada pulau-pulau lain yang potensial
12. Pulau Condong Kurang -
untuk dikembangkan antara lain Pulau Puhawang, Pulau Lunik, dan Pulau Panjurit.
13. Pantai Duta Wisata Cukup 1.250

Beberapa kawasan wisata bahari di Teluk Lampung dapat dikemukakan berikut ini: 14. Pulau Tegal - -
15. Pantai Tirtayasa Cukup 1.500
1. Kawasan Wisata Kepulauan Gunung Krakatau 16. Pantai Ringgung Tidak ada 500
Kawasan Kepulauan Gunung Krakatau merupakan kepulauan yang terdiri dari Pulau
17. Pantai Cikupas Tidak ada 500
Sertung, P. Anak Krakatau, P. Krakatau Kecil, dan Pulau Krakatau, terletak di Selat
18. Pulau Legundi - -
Sunda. Secara administratif, kawasan ini merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.
Oleh karena kawasan Gunung Krakatau berada di tengah laut (Selat Sunda), maka
untuk menuju ke lokasi tersebut dapat ditempuh menggunakan kapal motor dari dermaga
Canti langsung menuju kawasan dengan waktu tempuh lebih kurang 3 (tiga) jam.
Kunjungan ke kawasan Gunung Krakatau dianjurkan pada bulan Maret - Juni, karena
pada masa ini iklim dan cuacanya baik. Fasilitas yang ada di kawasan Gunung Krakatau
berupa pos jaga, tempat perlindungan(shelter) dan menara pantai.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

70
2. Kalianda Resort dengan kepentingannya. Walaupun RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata)
Kalianda Resort terletak di Desa Merak Belantung (Kalianda), obyek wisata berupa sudah ada, tetapi instansi pariwisata (Kanwil dan Dinas) belum dapat
pantai dengan atraksi berupa panjat tebing buatan (wall climb), outbond, kayak, jet ski, mengimplementasikan konsep-konsep yang terdapat dalam dokumen tersebut.
banana boat, cataraft, tenda apung, berkemah, bersepeda (cycling) dan diskotik. Dengan 3. Pengelolaan obyek wisata bahari pengelolaannya belum berwawasan lingkungan.
demikian, Kalianda Resort memadukan lingkungan alam (bahari) dan lingkungan buatan Bahkan lingkungan alam di kawasan Gunung Krakatau telah dieksploitasi. Atraksi
dengan kawasan terbangun. yang ada di lokasi pariwisata, kadang-kadang dipaksakan sehingga tidak sinkron dengan
Fasilitas yang tersedia di Kalianda Resort sangat memadai, yaitu berupa kawasan kondisi lingkungan.
terbangun dengan sarana dan prasarana yang modern seperti bungalow, bar, restoran, 4. Data dan informasi wisata bahari sulit diperoleh, sedangkan data dan informasi
diskotik, tempat pertunjukan kesenian, ruang pertemuan dengan kapasitas 25 - 100 yang ada masih perlu diaktualisasikan. Kelemahan pada data dan informasi akan
orang, area untuk berdagang berupa stand, kios, dan pondok. Wisatawan yang mempengaruhi promosi dan citra pariwisata.
berkunjung pada hari libur (Minggu) rata-rata mencapai 100 orang, sedangkan pada 5. Kecenderungan bisnis pariwisata bahari adalah pariwisata masal (mass tourism),
hari-hari biasa rata-rata 30 orang. Masyarakat diizinkan berdagang dalam area yang telah dan belum ada pedoman (guidelines) tentang pengelolaan dan pembangunan obyek
disediakan dengan biaya sebesar 20% dari hasil penjualan atau dengan cara konsinyasi. wisata bahari secara berkesinambungan.
Saat ini belum ada masyarakat yang berdagang dalam kawasan tersebut. 6. Masih terdapat beberapa obyek wisata bahari yang tidak menyajikan keindahan
alam pantai, tetapi justru menyajikan hal-hal yang bertentangan dengan moral (tempat
3. THR Pasir Putih mesum).
THR (Taman Hiburan Rakyat) Pasir Putih terletak di Desa Tarahan (Kecamatan
Katibung, Lampung Selatan), berupa obyek wisata berupa pantai untuk berenang dan
area bermain anak-anak.
Fasilitas yang tersedia antara lain berupa kamar mandi (WC), pondok/tempat
istirahat, panggung untuk hiburan dan kesenian, area permainan anak-anak dan alat
permainan berupa ayunan, perosotan, warung/kios/stand/kantin untuk berdagang.
Area parkir masih menyatu dengan areal rekreasi.
Pengelolaan obyek wisata berupa THR memerlukan area yang luas karena wisatawan
yang menjadi segmen adalah rakyat (masyarakat) dalam jumlah yang besar dan beraneka
ragam. Perencanaan dan penempatan area (plan layout) yang kurang tertata dengan baik
menimbulkan kesan berjubel.

12.3 Isu-isu Pariwisata Bahari di Teluk Lampung


1. Kerjasama dan koordinasi antar lembaga pariwisata masih belum optimal dalam
perencanaan dan implementasi program. Sikap ego sektoral dan sikap saling
menunggu, khususnya dalam mempersiapkan infra struktur dan fasilitas untuk
pengembangan obyek wisata unggulan.
2. Kesenjangan kebijakan pariwisata terjadi karena program dan kegiatan kepariwisataan
belum terencana secara terpadu dan menyeluruh. Akibatnya, masing-masing pihak
yang berkepentingan dan terkait dengan sektor pariwisata dapat bertindak sesuai Potensi pariwisata di Cukuh Balak, Tanggamus.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

71




I












SU BANDAR LAMPUNG
TABEL-19
Pertumbuhan Volume Sampah di

13.1 Kebersihan

Kodya Bandar Lampung


Motto pembangunan Kotamadya Bandar Lampung adalah terciptanya kota TAPIS



BERSERI, yaitu kota yang Tertib, Aman, Patuh, Iman, dan Sejahtera (TAPIS), dalam

lingkungan wilayah kota yang BERsih, SEjahtera, Rapih, dan Indah (BERSERI). Dengan

Jumlah Rata-rata

No. Tahun Pertumbuhan (m3)


motto ini Kotamadya Bandar Lampung bersama jajaran aparaturnya dan masyarakat Volume (m3)

mengadakan gerakan kebersihan sejak tahun 1987.



Untuk pelaksanaan kebersihan tersebut, ada beberapa lembaga/instansi terkait atau


1. 1992 317.530 -

yang bertanggung jawab yaitu:


2. 1993 339.399 21.869



a. Dinas Kebersihan sebagai koordinator kebersihan kota, yang bertanggung jawab


3. 1994 414.095 74.696


dalam hal kebersihan jalan-jalan utama, lingkungan perkotaan, terminal, pelabuhan,


4. 1995 499.452 85.357


kantor, gudang, industri, hotel, restoran, dan tempat keramaian lainnya.



b. Dinas Pekerjaan Umum bertanggung jawab atas kebersihan siring-siring dan 5. 1996 541.660 42.208

trotoar jalan. 6. 1997 549.057 7.397



c. Dinas Pasar bertanggung jawab atas kebersihan pasar inpres dan non-inpres,

7. 1998 554.162 5.105


pusat perbelanjaan, siring-siring dan trotoar jalan di lingkungan tempat


Jumlah 3.215.355 236.632


perdagangan dan pusat perbelanjaan.


Rata-rata

459.336 39.439
d. Dinas Pertamanan bertanggung jawab membangun dan memelihara kebersihan

taman, hamparan hijau, dan hutan kota.


Sumber: Dinas Kebersihan Kodya Bandar Lampung,1999.


e. Kantor PMD bertanggung jawab menggerakkan partisipasi/pemuda masyarakat




dalam pengelolaan kebersihan. Kunyit (2 industri), serta 1 industri di Way Kupang. Dari gambaran tersebut,

f. Camat bertanggung jawab atas kebersihan di seluruh wilayah kecamatan, kemungkinan pencemaran oleh industri terjadi di wilayah yang dekat dengan Pelabuhan

g. Lurah bertanggung jawab atas kebersihan di wilayahnya dengan mengaktifkan Panjang.



SOKLI (Satuan Operasi Kebersihan Lingkungan). Beberapa masalah yang dihadapi dari kebersihan saat ini adalah:

Pertumbuhan volume sampah tertera pada Tabel-19 dan sumber sampah dan 1. Masalah dana pengelolaan yang sangat minim. Terjadi perbedaan yang tidak

volumenya tahun 1996 tertera pada Tabel-20. Dari Tabel-19 terlihat bahwa rata-rata per proporsional antara iuran sampah rumah tangga dengan iuran sampah hotel, restoran,

tahun volumenya mencapai 445.608 m3 atau setara 178.243 ton. Sampah tersebut saat dan super market.

ini ditampung di TPA Bakung dan diolah dengan sistem Sanitary Landfill. Dari sampah 2. Belum ada suatu instansi yang bertanggung jawab terhadap kebersihan pantai.

Masalah sampah pantai seperti di TPI, Obyek Wisata, dan Industri dikelola masing-

tersebut yang masih dapat dimanfaatkan oleh pemulung 1,6 ton/hari atau 584 ton/

tahun (1460 m3/tahun). masing, tapi penanganannya masih minim.



Dari Tabel-20 terlihat bahwa sampah atau limbah dari kawasan industri yang dapat

diangkut hanya 97% dari produksi sampah 89 m3/hari, sehingga yang tidak terangkut 3 13.2 Reklamasi

m3/hari. Penyebaran industri yang terdapat di Kodya Bandar Lampung tertera pada Reklamasi merupakan teknik membuat lahan bangunan dari tanah di bawah air

Peta Isu Bandar Lampung. (laut, danau, sungai, rawa, daerah pegunungan, dan lahan sedimentasi), tanah untuk

Sebagian besar industri tersebut terletak di wilayah DAS Way Kuala (22 industri), yang rawan genangan, bekas galian dan tambang, dan lain-lain. Untuk pelaksanaan

lalu DAS Way Lunik (13 industri), DAS Way Pancoran (5 industri), dan DAS Way reklamasi yang berwawasan lingkungan memerlukan biaya yang sangat besar. Pertimbangan




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






72







GAMBAR-28
Peta Isu Bandar Lampung

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

73
TABEL-20 tidak dilaksanakan seperti rencana awal, tidak ada lahan bebas sepanjang pantai yang
Volume Sampah di Kotamadya Dati II telah ditimbun, yang menurut rencana semula bahwa sepanjang pantai dengan lebar 60
Bandar Lampung Tahun 1996 m harus bebas, berupa jalan 20 m, sempadan pantai 30 m, batas jalan dan bangunan 10
m, dan semua bangunan harus menghadap ke pantai, serta setiap masyarakat dapat
menikmati keindahan pantai dan laut tanpa harus membayar ke penimbun pantai. Para
Timbunan Prosentase Sampah Prosentase penimbun pantai dapat memanfaatkan areal timbunannya pada jarak 60 m dari bibir
No. (m3/hari)
Sumber Total Terangkut Pelayanan
Timbunan (m3/hari) pantai.
Kondisi reklamasi pantai saat ini sangat menyedihkan karena bagian-bagian yang
1. Pemukiman 792 53,4 733 92,6
2.
telah direklamasi tidak menyatu atau terpotong-potong, muara-muara sungai banyak
Pasar 339 22,8 333 97,9
3. Pertokoan, Restoran, Hotel 104 7,0 97 63,3 yang menyempit, tidak ada sempadan sungai, saluran drainase terganggu sehingga dapat
4. Fasilitas Umum: menyebabkan banjir atau genangan pada saat hujan lebat bersamaan dengan pasang naik
- Terminal 46 3,1 45 97,8
- Stasiun Kereta Api 20 3,4 19 95,0
- Pelayanan Kesehatan TABEL-21
(Puskesmas, Rumah Sakit, dll.) 18 1,3 17 94,4 Daerah Aliran Sungai di Kodya Bandar Lampung
- Tempat Ibadah 6 0,4 6 100 .
- Pelabuhan Laut 13 0,9 11 84,6
- Tempat Hiburan/Rekreasi 9 0,6 8 88,9 No. DAS Sungai Utama Arah Sungai
- Tempat Pendidikan 7 0,5 7 100 .
5. Sapuan Jalan 40 2,7 40 100 . 1. Way Galih Way Galih Way Galih I
6. Kawasan Industri 89 6,0 86 96,6 Way Galih II
7. Saluran 1 0,1 1 100 .
2. Way Pancoran Way Pancoran Way Laga
Total 1.484 100 . 1.402 Way Gubag
Way Ketapang
Sumber: Pemerintah Kodya Dati II Bandar Lampung, 1996. 3. Way Lunik Way Lunik Way Lunik Kiri
Way Lunik Kanan
keuangan berkaitan erat dengan kondisi alam, harga bahan, teknis, keuntungan tambahan/ 4. Way Kuala Way Kuala Way Kedamaian
indirect dan intangible benefit, dan community support (dukungan sosial politis) tentang perlunya Way Halim
reklamasi. Reklamasi pantai telah dilakukan sejak berabad di Jepang, Belanda, dan India. Way Awi
Way Penengahan
Di Indonesia reklamasi pantai telah dan sedang dilakukan seperti di Jakarta, Manado,
Way Balok
Bali, dan Lampung.
Way Langkapura
Reklamasi pantai yang dilakukan di Teluk Lampung sejak tahun 1983, pada awalnya 5. Way Kupang Way Kupang Way Kupang
bertujuan untuk merancang kembali kawasan pantai Teluk Lampung (Bandar Lampung 6. Way Belau Way Belau Way Betung
dan Lampung Selatan), dengan penimbunan laut sampai dengan kedalaman 3 m, sehingga Way Simpang Kanan
terbentuk suatu kawasan pantai yang akan mendukung sistem pengembangan kota Way Simpang Kiri
pantai yang disebut dengan Water Front City. 7. Way Keteguhan Way Keteguhan Way Keteguhan
Sejak tahun 1983 s/d 1990 telah diberikan izin penimbunan pantai tidak kurang 8. Way Sukamaju Way Sukamaju Way Sukamaju
dari 18 perusahaan dan 7 perorangan, dengan luas 650 ha, yang sebagian besar berada di 9. Way Tataan Way Tataan Way Tataan
wilayah Bandar Lampung (450 ha). Pada kenyatannya saat ini proses penimbunan pantai
Sumber: Proyek PSPB - PU Pengairan, 1997.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

74
TABEL-22 air laut (Peta Isu Bandar Lampung). Upaya Pemerintah
Penyebab Banjir di Kodya Bandar Lampung Daerah untuk mengatasi dampak negataif yang lebih besar,
saat ini kegiatan penimbunan pantai sementara dihentikan,
berdasarkan usulan dari Tim Pengendalian Penimbunan
No. DAS Penyebab Banjir Pantai Propinsi Lampung yang dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Lampung No. 6/147/Bapedalda/Hk/
1. Way Galih - Perubahan penggunaan lahan di daerah hulu dan daerah resapan semakin kecil.
Panjang - Penyempitan alur sungai oleh bangunan penduduk.
1998.
- Pembuangan sampah ke alur sungai.
2. Way Pancoran - Perubahan penggunaan lahan dan pemukiman merambah ke daerah perbukitan. 13.3 Banjir
- Alur sungai menyempit karena pemukiman penduduk di bantaran sungai. Banjir yang terjadi di wilayah Kodya Bandar Lampung
- Sedimen dan sampah mengganggu sungai dan menyumbat gorong-gorong kereta api. beberapa tahun terakhir ini telah menjadi masalah rutin.
3. Way Lunik - Penambangan batu di daerah hulu mengakibatkan meningkatnya volume sedimen di alur sungai, saat
hujan terjadi aliran debris.
Dengan pengertian bahwa banjir selalu terjadi pada setiap
- Penyempitan alur sungai akibat bangunan penduduk. musim hujan dan setiap hujan turun yang mencapai waktu
- Alur sungai sangat datar ditunjang dengan adanya reklamasi pantai dan penyempitan alur sungai 3 jam. Banjir tersebut secara umum disebabkan oleh
menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. meluapnya sungai yang mengalir di wilayah Kodya Bandar
4. Way Kuala - Perubahan penggunaan lahan di hulu Way Awi sehingga menyebabkan debit limpasan permukaan Lampung. Sungai-sungai tersebut dapat dibagi menjadi 9
semakin besar.
- Bantaran sungai digunakan untuk pemukiman penduduk, sehingga menyebabkan menyempitnya alur.
Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti tertera pada Tabel-21,
- Lahan di hilir sangat datar, sistem drainasenya tidak berfungsi dengan baik. dan semuanya bermuara ke Teluk Lampung. Penyebab
5. Way Kupang - Bantaran sungai dari hulu sampai hilir digunakan pemukiman penduduk. banjir di Kodya Bandar Lampung tertera pada Tabel-22.
- Kapasitas alur sungai berkurang akibat banyaknya sedimen pada alur sungai. Dampak banjir yang sering terjadi di Kodya Bandar
- Tidak terdapat bantaran sungai karena lahan yang ada digunakan untuk pemukiman. Lampung tersebut dapat berupa dampak negatif secara fisik
6. Way Belau (Way - Pemukiman penduduk cukup rapat dan ditunjang dengan kemiringan lahan yang cukup curam sehingga
Kuripan) menyebabkan suplai debit limpasan permukaan melalui saluran drainase cukup besar.
dan sosial ekonomi. Secara fisik yaitu terjadi kerusakan
- Penyempitan alur karena bantaran sungai dipenuhi dengan pemukiman penduduk. pada prasarana kota dan menyebabkan terjadinya lingkung-
- Tidak tersedianya kawasan resapan di bagian tengah, akan menyebabkan debit limpasan permukaan an kota yang tidak sehat. Kerusakan terjadi pada prasarana
semakin besar. jalan, gorong-gorong, jembatan, listrik, telepon, bangunan
7. Way Keteguhan - Kemiringan sungai di bagian hulu curam, sehingga pada saat banjir kecepatannya cukup tinggi, yang umum ataupun rumah tinggal serta perabotannya. Lingkung-
akan mensuplai terjadinya banjir pada bagian tengah dan hilir.
- Pada bagian tengah kemiringan landai, sedang kapasitas sungai tidak mampu menampung debit aliran.
an menjadi tidak sehat karena tergenang lumpur dan tidak
- Penumpukan sedimen akibat kecepatan aliran yang pelan akibat dari kemiringan saluran yang landai. berfungsinya saluran drainase. Kerusakan karena dampak
8. Way Sukamaju - Pemukiman yang makin padat berakibat semakin berkurangnya lapisan tanah yang mampu ini menyebabkan kerugian yang besar pada pemerintah dan
meresapkan air dan menjadikan debit limpasan permukaan semakin besar. masyarakat. Dampak negatif sosial ekonomi yaitu berupa
- Penyempitan alur terjadi karena bantaran sungai dipenuhi dengan pemukiman penduduk. rasa tidak aman karena sering tertimpa bencana banjir, suasana
- Lahan dibagian hilir sangat datar dan sistem drainase yang ada tersumbat dengan banyaknya sedimen,
sehingga menyebabkan genangan banjir.
lingkungan hidup yang semakin buruk, kesehatan masyarakat
9. Way Tataan - Pemukiman penduduk cukup rapat dan ditunjang dengan kemiringan lahan yang cukup curam sehingga menurun. Kesemuanya ini dapat mempengaruhi tingkat
menyebabkan suplai debit limpasan permukaan melalui saluran drainase cukup besar. produktivitas menjadi semakin rendah. Apabila hal ini
- Penyempitan alur sungai karena proses sedimentasi. berlangsung terus maka mutu sumberdaya manusianya akan
- Pemukiman penduduk dibantaran sungai menyebabkan kapasitas alur pada saat banjir berkurang. semakin rendah, yang pada akhirnya akan berpengaruh buruk
bagi pemerintah dan masyarakat secara luas.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

75




I













SU-ISU WILAYAH PESISIR LAMPUNG
14.1 Kelembagaan, Administrasi, dan Tataruang muara sungai menyebabkan pendangkalan alur pelayaran sehingga aktivitas pelayaran

1. Di dalam proses pembentukan desa baru pelaksanaannya belum terkoordinasi dengan nelayan dari dan ke pelabuhan terganggu (Kuala Penet).

baik, sehingga terkesan tanpa persiapan administrasi. Hal ini menyebabkan terjadinya 3. Wilayah lahan dalam kawasan hutan register dan sempadan pantai menjadi korban

ketidaksamaan persepsi di antara Biro Pemerintahan Desa, Badan Pusat Statistik, kegiatan alih fungsi secara illegal, yang dapat mendorong semakin kuatnya proses

dan Badan Pertanahan Nasional. Pada kasus desa-desa baru tersebut terjadi abrasi pantai, yang terjadi di Pantai Timur.

perbedaan jumlah desa dan nama desa, seperti Kecamatan Mesuji, Gedong Aji, 4. Pesisir Barat merupakan wilayah beresiko gempa bumi yang tinggi karena dipengaruhi

dan Labuhan Maringgai di Pantai Timur; Padang Cermin di Teluk Lampung. oleh patahan Semangka.

2. Terdapat perbedaan batas wilayah, baik antar desa maupun dengan Taman


Nasional Bukit Barisan Selatan di Kabupaten Lampung Barat, antara yang tertera 14.3 Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir

secara administrasi dengan kenyataan yang diakui/dikenal oleh masyarakat, 1. Alih fungsi lahan rawa menjadi sawah mengakibatkan berkurangnya kapasitas

3. Terdapat 5 (lima) desa persiapan di Teluk Semangka (Kabupaten Tanggamus) yang penampungan limpasan banjir, mengganggu kelangsungan hidup fauna dan flora,

sejak tahun 1986 sampai sekarang belum menjadi desa definitif. mengurangi areal perikanan rawa dan sungai, mengganggu cadangan air tanah, dan

5. Belum ada tata ruang kawasan pesisir yang secara detil dapat menjadi acuan untuk meningkatkan intrusi air laut, seperti yang terjadi di wilayah Mesuji dan Rawa Sragi.

menentukan peruntukan pemanfaatan wilayah pesisir Lampung. 2. Pelestarian wilayah Taman Nasional Way Kambas, menjadi cadangan fauna dan

6. Perkembangan sektor ekonomi baru belum diikuti oleh penataan ruang yang tepat flora, pesisir rawa, dan hutan pantai yang dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium

(rencana tata ruang kawasan pesisir) dan terjadi konflik kepentingan di antara usaha lapangan untuk pendidikan dan penelitian.

pembenihan udang dengan masyarakat dan antara Dinas Perikanan dengan 3. Kelanjutan usaha TIR (Tambak Inti Takyat) di Tulang Bawang terancam oleh situasi

Pariwisata. Hal ini terjadi di kawasan Teluk Lampung. ekonomi makro, perselisihan pembebasan lahan, dan perbedaan harga pembelian

7. Sosialisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan peraturan daerah tentang udang oleh inti dibanding harga umum, serta ketidakterbukaan manajemen utang


sempadan pantai belum berjalan sebagaimana diharapkan. petani plasma yang dikelola oleh perusahaan inti.

8. Ketidakjelasan batas wilayah laut yang telah diperuntukkan/dilarang bagi kapal nelayan, 4. Pada umumnya pengembangan usaha tambak baru, kurang memberikan kesempatan

penempatan bagan, alur pelayaran, angkatan laut, wisatawan, dan penduduk, kepada masyarakat sekitarnya yang dapat menimbulkan konflik sosial, seperti yang

menimbulkan konflik berbagai kepentingan memanfaatkan laut yang semakin terjadi di Pesisir Timur dan Teluk Lampung.

meningkat. Hal ini terutama terjadi di pesisir Teluk Lampung. 5. Kondisi terumbu karang pada umumnya terganggu akibat pengeboman ikan,

pengambilan karang untuk bangunan, dan akibat jangkar dari perahu nelayan.

14.2 Abrasi, Sedimentasi, dan Geologi Kerusakan akibat bom semakin tinggi pada lokasi ke arah luar teluk, yang

1. Abrasi merupakan fenomena alam di Pantai Timur, semakin parah oleh ulah dimungkinkan semakin ke luar Teluk Lampung semakin lemah pengawasannya.


manusia yang mengkonversi lahan pesisir dari rawa dan mangrove menjadi sawah, Kondisi ini dapat berakibat pada penurunan hasil tangkapan nelayan.

tambak, dan pemukiman. Daerah-daerah abrasi meliputi Way Burung (Manggala), 6. Reklamasi pantai tanpa studi Amdal/izin secara formal dan tanpa perencanaan yang

Kuala Penet, Sri Minosari, Muara Gading Mas, Bandar Agung, Pematang Pasir, tepat dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan pesisir seperti terjadinya

Pasir Sakti, Ketapang, dan Bakauheni. Wilayah Pantai Barat meliputi Way Haru, banjir dan perubahan arus perairan laut secara lokal. Hal ini terjadi di Teluk Lampung.

Bengkunat, Siging, Biha, Krui, Pugung Tampak, Balam, dan Negeri. 7. Pengusaha tambak belum menghargai proses perizinan dan alih fungsi lahan yang

2. Sedimentasi di Pantai Timur membentuk tanah timbul, seperti yang terjadi di ditumbuhi tanaman bakau dengan usaha tambak yang belum tentu hasilnya (pada

Mesuji, Tulang Bawang, Karya Tani, Bandar Agung (Bunut Selatan), umumnya mengurangi daya dukung sumberdaya), seperti yang terjadi di Pesisir

mengakibatkan adanya pemilikan tanah yang tidak legal. Proses sedimentasi di Timur.




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






76







GAMBAR-29
Peta Isu Utama Teluk Lampung

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

77
8. Kurangnya partisipasi pihak swasta dan masyarakat dalam pembangunan sumberdaya 2. Langkanya air tawar di daerah pemukiman pantai Teluk Betung dan Panjang terutama
pesisir merupakan akibat dari proses pengambilan keputusan pemanfaatan di daerah pemukiman yang berada di sempadan pantai.
sumberdaya pesisir yang kurang terkoordinasi (kurangnya keterlibatan masyarakat 3. Pembuangan sampah dan limbah padat dari pantai di Kotamadya Bandar Lampung
pengguna). Hal ini terutama terjadi di Pesisir Timur dan Teluk lampung. belum dilaksanakan secara terpadu sehingga menimbulkan pencemaran limbah padat
9. Penduduk Pesisir Barat belum memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir karena dan berbau busuk di wilayah pesisir.
sumber ekonomi utama masih mengandalkan usaha pertanian (perkebunan). Selain 4. Terjadi penurunan kualitas perairan Pantai Timur, karena sebagian besar kegiatan
itu, kondisi perairan Pantai Barat yang berombak besar menyebabkan mereka tidak industri membuang limbahnya di aliran sungai Pantai Timur. Sebagian besar limbah
dapat mengoptimalkan usaha hanya dengan peralatan tradisional. Sementara itu, industri masuk ke laut melalui DAS Sekampung, Seputih, dan Tulang Bawang.
sumberdaya tersebut dimanfaatkan oleh nelayan pendatang (dari Teluk Lampung) 5. Keinginan pengusaha industri untuk menjaga kualitas limbah cair yang dibuang ke
yang pada umumnya menggunakan bom ikan dan racun sianida. perairan umum masih rendah dan mekanisme kontrol masih belum terintegrasi
10. Pengambilan rumput laut dan lobster di terumbu karang dilakukan dengan cara- secara terpadu. Sistem ganti rugi akibat pencemaran tidak efisien secara ekologis,
cara tradisional yang tidak mengikuti kaidah berkesinambungan (eksploitatif), seperti ekonomis, atau sosial.
yang terjadi di Pesisir Barat. 6. Pola bangunan rumah yang membelakangi pantai menjadikan suasana lingkungan
11. Prasarana transportasi belum mendukung kelancaran pemasaran produksi usaha pantai menjadi kotor, seperti yang tejadi di Teluk Lampung.
perikanan tangkap masyarakat Teluk Semangka. Kondisi ini menyebabkan sulitnya 7. Pesisir Barat bebas dari pencemaran industri, tetapi sarat dengan pencemaran rumah
pengembangan usaha perikanan masyarakat di daerah tersebut. Di Lampung Barat, tangga dan sebagian besar sempadan pantai pesisir barat berupa pemukiman, jalan,
sarana transportasi menuju Bengkunat sepanjang 4 km dari jalan utama yang belum dan sarana umum lainnya.
diperkeras menjadi kendala pengangkutan hasil tangkapan nelayan. 8. Terminal Apung Pertamina dengan sistem SPM (Single Point Mooring) di Teluk
12. Perubahan penggunaan lahan dari repong Damar (milik masyarakat) menjadi Semangka Kota Agung berpotensi sebagai sumber pencemaran laut.
perkebunan kelapa sawit (perusahaan swasta) telah menurunkan fungsi ekologis 9. Sarana dan prasarana pendidikan, serta kesehatan belum mencukupi untuk melayani
dan sosial kemasyarakatan. kebutuhan masyarakat pesisir Lampung.
13. TPI di Krui yang telah dibangun tahun 1997, tidak dimanfaatkan oleh nelayan 10. Sarana pendidikan untuk tingkat SLTP di Pantai Barat hanya terdapat di ibu kota
sebagaimana mestinya dan rusak karena tidak dipakai. kecamatan dan sangat minim jika dibandingkan dengan kesiapan penerimaan lulusan
14. Penambangan batu hitam bulat khas Desa Tembaka Kabupaten Lampung Barat Sekolah Dasar.
yang berlebihan akan menurunkan salah satu daya tarik wisata. 11. Pola pengembangan wisata di kawasan pesisir Lampung belum berwawasan
15. Kelanjutan usaha tambak skala kecil berbasis masyarakat belum terjamin lingkungan dan tidak tersedia fasilitas pendukung sehingga terlihat tidak profesional.
keberhasilannya, karena cara pengelolaan lingkungan dan budidaya yang belum 12. Berhentinya program Waterfront City 2000 berakibat pada perubahan situasi yaitu
memadai, seperti yang terjadi di Pesisir Timur. nelayan kembali ke tempatnya semula, di luar perencanaan awal atau kurangnya
16. Penegakkan hukum dan peraturan belum berjalan dengan optimal. ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup dari pemerintah, seperti yang terjadi
17. Beroperasinya mini trawl di wilayah tangkapan masyarakat lokal pesisir Lampung. di Pulau Pasaran/Beringin.
18. Masih terjadi pro dan kontra terhadap adanya sistem tengkulak dalam kegiatan 13. Potensi wisata alam (pesisir) di Pantai Barat belum banyak disosialisasikan dengan
perikanan di pesisir Lampung. penduduk setempat dan belum didukung oleh sarana penunjang wisata yang
memadai.
14.4 Sanitasi Lingkungan, Sarana Pendidikan, dan Pariwisata 14. Wisata bahari belum dikelola dengan baik, terutama Pantai Timur Teluk Semangka
1. Sanitasi pemukiman pesisir belum mamadai, karena pemahaman masyarakat terhadap (Putih doh).
sanitasi lingkungan masih rendah sehingga banyak masyarakat yang menggunakan 15. Akuifer produktif di daerah pemukiman dapat dikatakan langka. Hal ini
pantai sebagai WC umum. Hal ini terjadi hampir di seluruh wilayah pesisir Lampung. menyebabkan semakin minimnya ketersediaan air bersih di pesisir Lampung.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

78
GAMBAR-30
Peta Isu Utama Pantai Timur

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

79
GAMBAR-31
Peta Isu Utama Teluk Semangka & Pantai Barat

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

80




P ESISIR LAMPUNG MEMASUKI MILLENIUM III












15.1 Wilayah Pesisir Indonesia di Antara Pesisir Dunia laut), pada tahun 1997 menyumbang hampir 20% Gross Domestic Product (GDP) negara

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara dua fenomena: laut dan darat. Indonesia, yaitu sekitar US $ 122 milyar (data tahun 1993, ADB report, 1997). Ironisnya,

Mereka menunjukkan perbedaan dua dunia dengan perbedaan flora dan fauna. Wilayah justru masyarakat nelayan dan petani yang hidup di wilayah pesisir masih terjerat dalam


ini secara ekologi tidak dapat berdiri sendiri, karena tergantung pada keseimbangan kemiskinan. Apa yang salah dalam pengelolaan pesisir dan laut di Indonesia?

antara berbagai elemen alam, seperti angin dan air, batu dan pasir, flora dan fauna, Pengalaman Orde Baru membuktikan bahwa pembangunan wilayah pesisir dan

yang berinteraksi membentuk ekosistem pesisir yang unik. lautan pada Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I selain telah memberikan dampak

Jika wilayah pesisir dihitung tanah sepanjang 60 km ke arah darat di sekeliling positif, tetapi juga menyebabkan penurunan dan kerusakan lingkungan. Penurunan

lautan, laut, dan danau-danau besar di dunia, maka wilayah ini hanyalah sekitar 10 % kualitas lingkungan pesisir akan bertambah buruk dengan konsekuensi ekonomisnya

dari planet bumi. Namun demikian, tekanan terhadap wilayah ini sangatlah besar. pada 25 tahun mendatang, sejalan dengan laju aktivitas dan pertumbuhan penduduk.

Diproyeksikan populasi manusia antara tahun 1990 dan 2050 akan menjadi dua kali Berangkat dari pengalaman yang lalu, maka subyek sumberdaya pesisir dan laut

lipat (6 milyar). Jika kita memasukkan perairan pantai, maka wilayah pesisir dunia menjadi fokus utama dalam PJP II (1993-2018). Di dalam Garis Besar Haluan Negara

menyokong produksi perikanan yang sangat besar, dan tempat berbagai macam aktivitas (GBHN) tahun 1998, tersurat bahwa pengembangan sumberdaya pesisir dan lautan

dan prasarana industri serta pariwisata, termasuk juga merupakan daerah penyerapan menjadi satu aspek tersendiri, mengingat potensi sumberdaya yang besar di wilayah

segala macam limbah dari kegiatan manusia. pesisir dan laut di negara kepulauan terbesar di dunia ini (17.508 pulau dengan 3,1 juta


Terlihat nyata, bahwa Kecenderungan yang ada saat ini dari perubahan ekosistem km2 luas wilayah).

di wilayah pesisir adalah terjadinya penurunan kapasitas jangka panjang dari sistem ini Namun demikian, degradasi wilayah pesisir telah terjadi di beberapa tempat di

untuk menyediakan manusia dengan suatu kualitas hidup yang cukup dan menghasilkan Indonesia, seperti polusi perairan akibat limbah domestik dan industri, tangkap lebih

kesejahteraan yang langgeng. Beberapa indikasi telah terlampauinya daya dukung (overfishing), erosi dan sedimentasi, kerusakan terumbu karang dan konversi mangrove

atau kapasitas keberlanjutan dari ekosistem pesisir, seperti pencemaran, tangkap untuk pertambakan yang tidak berwawasan lingkungan. Tekanan terhadap wilayah pesisir,

lebih (overfishing), degradasi fisik habitat, dan abrasi pantai telah terjadi di beberapa kawasan terutama di kawasan padat hunian/perkotaan dan padat industri. Ekosistem terumbu

pesisir di Indonesia. Di tingkat dunia, telah terjadi penurunan stok ikan, dengan perkiraan karang telah mengalami kerusakan yang parah di Indonesia. Dari estimasi oleh LIPI

total degradasi sumberdaya ikan 70%, degradasi mangrove dan penurunan kualitas (Suharsono, 1998), menunjukkan bahwa hanya 6% yang berada dalam kondisi sangat

perairan dengan adanya penggunaan pupuk kimia yang meningkat pesat dari sekitar 25 baik, 22% baik, 33,5% sedang, dan 39,5% dalam keadaan rusak. Faktor-faktor penyebab


juta ton (1960) diproyeksikan menjadi 175 juta ton (2020). kerusakan terumbu karang di Indonesia antara lain penambangan karang, pengeboman

Pengaruh langsung terhadap perubahan cuaca global akibat kegiatan manusia yang dan penggunaan racun dalam penangkapan ikan, pencemaran, sedimentasi, eksploitasi

telah menyebabkan degradasi habitat di wilayah pesisir dapat kita amati dari beberapa berlebihan dari sumberdaya perikanan dan aktivitas penjangkaran serta perusakan oleh

fenomena, seperti kenaikan muka laut (dampak di dataran rendah, intrusi air laut, wisatawan.

dan hilangnya habitat), peningkatan kerusakan karena badai dan banjir, perubahan Mengingat wilayah pesisir dan lautan Indonesia, saat sekarang sebagai pusat

curah hujan dan laju air sungai, kemungkinan terjadinya pergeseran sistem arus laut keanekaragaman hayati sekitar 70 genera, dengan 1800-2000 species ikan di dalam

dan up-welling. Secara global, dapat dinyatakan bahwa akumulatif dampak populasi kawasan terumbu karang seluas 85.000 km2 (Tomascik, 1997), maka kerusakan ekosistem

manusia terhadap ekosistem di kawasan ini merupakan fungsi dari jumlah populasi, terumbu karang yang telah mencapai tingkat yang memprihatinkan dan mengancam

konsumsi dan teknologi yang diterapkan di kawasan yang rentan perubahan ini. daya dukung ekosistem pesisir dan laut akan mempengaruhi lebih jauh terhadap


Wilayah pesisir Indonesia yang mempunyai panjang 81.000 km garis pantai, pertumbuhan ekonomi nasional.

sangat dicirikan dengan produktivitas ekosistemnya yang tinggi. Hal ini sangat mendukung Tantangan bagi kita adalah bagaimana memasuki milenium baru dalam

berbagai kegiatan perekonomian di negara ini. Sumberdaya pesisir (termasuk perairan menyongsong pembangunan sumberdaya pesisir dan laut Indonesia secara berkelanjutan



atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






81







untuk mencapai dua tujuan utama, yaitu: (1) pembangunan sumberdaya yang ditujukan (karang, ikan, dan padang lamun), sehingga organisasi selam (POSSI, Anemon - Unila,
untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional melalui dan Corona) dapat memanfatkannya untuk arena pelatihan selam. Namun demikian,
pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa di wilayah pesisir dan laut. (2) pembangunan mengingat teluk ini digunakan untuk berbagai kepentingan, sedang para pengguna belum
pesisir dan kelautan Indonesia dituntut untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya memiliki visi kebersamaan terhadap lingkungan teluk ini, maka tidak dapat dihindari
dan lingkungan. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia belum siap menghadapi adanya tumpang-tindih fungsi dan kepentingan masing-masing sektor. Masing-masing
tantangan pembangunan yang semakin besar pada abad mendatang, dengan kendala pihak merasa paling berhak atas satu kawasan pesisir yang didukung oleh peraturan
utama seperti pukulan krisis ekonomi yang belum berhenti, kemunduran ekonomi yang perundangan atas kegiatan sektornya. Pengembangan wilayah pesisir teluk sudah
semakin dalam, dan persaingan pasar bebas ASEAN sudah di ambang pintu tahun 2003. sedemikian pesatnya ditambah lagi dengan munculnya ekonomi baru (budidaya udang),
Secercah peluang menunjukkan, bahwa komoditi ekspor dari wilayah pesisir/laut, seperti maka peruntukan kawasan teluk sesuai dengan rencana tata-ruangnya tidak bisa dijalankan.
ikan, udang dan rumput laut, masih mempunyai potensi pada masa krisis ekonomi dan PEMDA Lampung merasa kesulitan untuk menangani konflik tata-ruang di kawasan ini,
persaingan global. karena banyak hal-hal yang belum dapat diatur oleh PEMDA dan belum ada pembagian
kewenangan yang jelas, khususnya dalam koordinasi perencanaan, penataan ruang dan
15.2 Wilayah Pesisir Lampung antara Harapan dan Permasalahannya pengawasan. Sehingga ada lokasi yang telah diperuntukkan sebagai kawasan wisata,
Lampung mempunyai luas perairan pantai, termasuk wilayah 12 mil laut sekitar misalnya, tetapi juga mendapat izin untuk kegiatan lain. Tumpang tindih perizinan antara
24.820 km2 (Dishidros, 1999). Wilayah pesisir Lampung yang mempunyai garis pantai pemerintah pusat dan daerah menyebabkan peliknya permasalahan.
1.105 km (CRMP, 1998) dengan 180 desa pantai (414.000 Ha), termasuk di dalamnya 69 Pantai Bandar Lampung yang mempunyai panjang pantai 18 km merupakan bagian
pulau juga tidak luput dari perusakan habitat karena aktivitas manusia, sehingga terdapat dari Teluk Lampung, mempunyai sembilan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir
indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan ekosistemnya. ke perairannya. Semua sungai tersebut membawa bahan pencemar ke laut. Dampak
Kerusakan habitat pesisir, seperti di Pantai Timur Lampung (270 km), selain disebabkan negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan
oleh faktor alami (erosi pantai), juga dipercepat dengan penebangan tanaman pelindung laut, tetapi juga membahayakan keberadaan spesies utama (manusia), mengurangi atau
pantai (mangrove) dan konversi lahan pantai secara besar-besaran, serta pencemaran merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan, yang pada gilirannya akan merugikan
limbah domestik dan industri. Dengan adanya peningkatan kegiatan pembangunan, secara sosial-ekonomi. Bentuk-bentuk dampak pencemaran perairan pesisir yang penting
maka wilayah pesisir yang merupakan habitat primer manusia yang seharusnya menjadi adalah sedimentasi, eutrofikasi, anoksia, kesehatan manusia, perikanan, dan introduksi
semakin baik, justru pengembangan wilayah pesisir menuju ke arah yang menyebabkan spesies asing.
degradasi habitat. Alhasil, wilayah ini sarat dengan konflik pemanfaatan dan konflik
kewenangan. 15.4 Terumbu Karang
Kasus spesifik tentang degradasi terumbu karang akan diangkat dari perairan di
15.3 Perairan Teluk Lampung sekitar kita, yaitu Teluk Lampung. Dengan adanya degradasi/perusakan terumbu
Teluk Lampung merupakan teluk terbesar di Pulau Sumatera, membentang karang oleh aktivitas manusia, maka fungsi ekologis, fungsi fisik dan fungsi estetika
dari Tanjung Tua (sebelah Timur) sampai dengan Tanjung Tikus, Pidada sebelah sangat menurun.
Barat, dengan garis pantai sepanjang 160 km. Peruntukan wilayah Teluk Lampung Hasil dari kajian Tim Proyek Pesisir Lampung yang dibantu oleh partner lokal,
adalah sebagai kawasan pariwisata, kawasan budidaya (pembenihan udang, tambak menunjukkan bahwa tingkat kerusakan terumbu karang oleh aktivitas pengeboman
dan budidaya kerang mutiara), daerah penangkapan ikan (jalur penangkapan I dan sudah sangat memprihatinkan. Kita sering mendengar tentang adanya isu-isu
II), kawasan pelayaran inti, cagar alam laut (Krakatau), dan latihan TNI Angkatan Laut. penangkapan ikan dengan bom dan racun sianida di Teluk Lampung, tapi sejauh mana
Teluk Lampung yang mempunyai luas perairan 1.888 km2 , selain mempunyai potensi pengaruhnya dan di mana saja pusat-pusat kerusakannya? Dari beberapa lokasi survei
sumberdaya hayati (ikan), juga terkandung jasa lingkungan yang sangat asri terutama di dengan metoda Manta tow dan penyelaman, dapatlah disimpulkan sementara, bahwa
kawasan terumbu karangnya. Teluk ini merupakan pusat keanekaragaman hayati di bagian dalam teluk Lampung kondisi karang masih 50% hidup, sedang di teluk
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

82
bagian luar, kerusakan terumbu karang sudah parah, yaitu lebih dari 70 % karang telah kendala keberhasilan dari program reboisasi masih besar. Di Pantai Timur saat sekarang
rusak. Memang di beberapa area bekas pengeboman, seperti di perairan Pulau Legundi hanya tersisa sekitar 1.700 ha mangrove yang didominasi jenis Avicennia dan Rhyzophora.
dan Siuncal, telah terjadi perubahan ekosistem mikro terumbu karang, yaitu dengan
adanya rubbles dan sea anemone dan karang lunak lain, tetapi ekosistem baru tersebut 15.6 Prioritas Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
tidak akan mendukung keberadaan ikan-ikan karang untuk kembali. Dampak Wilayah pesisir dengan ciri-ciri keunikan dan keragaman sumberdaya yang khas,
kedahsyatan pengeboman yang terjadi sekitar sepuluh tahun lalu, masih membekas serta adanya keterkaitan ekologis antara ekosistem darat dan laut, mutlak memerlukan
di kawasan terumbu karang Pulau Tanjung Putus, yang tampak hanya sebagian kecil pengelolaan secara terpadu, bukannya sektoral.
koloni karang cabang (Acropora) yang mencoba tumbuh di antara ladang pembantaian Keterpaduan merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem pengelolaan
karang. sumberdaya pesisir dan laut, yang menjamin keselarasan internal antara kebijakan dan
Dampak negatif dari pengeboman dan racun ikan karang terhadap lingkungan di program aksi antara proyek dan program, serta menjamin keterkaitan antara perencanaan
Teluk Lampung adalah terumbu karang mati, kehilangan habitat, kehilangan daya proteksi dan pelaksanaan. Chua Thia-Eng (1993), menawarkan tiga jenis keterpaduan, yaitu
terhadap erosi, kematian ikan (target dan non-target species), dan kehilangan pusat sistem (dimensi spatial dan temporal), fungsi (harmonisasi antar lembaga), dan
keanekaragaman hayati di Lampung. Sedangkan dampak negatif secara sosial adalah kebijakan (konsistensi program daerah dan pusat).
dampak erosi pantai, kerusakan bangunan (desa), kematian/kecelakaan karena bom, Prioritas utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah yang berkaitan dengan
dan kehilangan potensi pariwisata bahari. degradasi lingkungan di kawasan ini. Jika dilihat dari asal kejadiannya, jenis-jenis kerusakan
Apabila perusakan terumbu karang, masalah pencemaran dan sampah di pesisir, lingkungan tersebut dapat berasal dari luar sistem kawasan dan yang berlangsung di
dan pencurian batu apung tidak bisa ditangani, maka pesona alam apalagi yang dapat dalam kawasan itu sendiri. Beberapa degradasi lingkungan dapat dikelompokkan sbb. :
ditawarkan dari Teluk Lampung? Lebih jauh, warisan keindahan dan sumberdaya alam " Penurunan kualitas perairan (pencemaran industri, domestik dan pertanian/
apalagi yang akan didapatkan oleh anak-cucu kita? perikanan)
" Penurunan produksi perikanan (terutama di daerah estuaria)
15.5 Pantai Timur " Perusakan habitat penting (mangrove, terumbu karang, dan padang lamun)
Masalah erosi di Pantai Timur Lampung tidak bisa dipisahkan dengan sedimentasi " Penurunan aset keindahan dan budaya
(deposisi sediment), yang pada awalnya adalah suatu proses alami. Tetapi proses ini sering " Pembangunan daerah pantai yang tidak tepat
menyebabkan konflik dengan kepentingan di daerah pantai. Konflik tersebut akan " Badai dan banjir (bencana alam)
menjadi besar, apabila aktivitas manusia menambah cepatnya laju erosi pantai, seperti
mengadakan manipulasi-manipulasi di daerah pantai yang sebenarnya merupakan usaha 15.7 Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat
proteksi daerah pantai, tetapi dampak negatifnya lebih besar dari tujuan awalnya. Tidak Pemanfaatan sumberdaya pesisir di mana saja dapat diibaratkan sebuah perang,
jarang, proses erosi diperparah secara langsung dengan adanya pengembangan atau yang hanya dapat dimenangkan melalui kepemimpinan dan pengelolaan yang kuat dari
pembangunan di daerah pantai (shorefront development) yang tidak mempertimbangkan masyarakat itu sendiri. Mengembalikan kepemilikan dan tanggungjawab kepada
lingkungan. Sudah merupakan hal yang umum, seperti penebangan mangrove yang masyarakat adalah kunci utama kesuksesan dalam pengelolaan sumberdaya alam, karena
berlebihan untuk pertambakan udang di Lampung (khususnya Pantai Timur). Ekploitasi .....telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia
mangrove selain akan mempercepat erosi, juga telah menyebabkan intrusi air laut. sendiri, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar
Sedimentasi yang menyebabkan adanya tanah timbul di beberapa tempat di Pantai Timur mereka kembali ke jalan yang benar (QS.30:41).
telah menyebabkan konflik pemilikan lahan, karena status lahan dan sistem hukumnya Dari pengalaman-pengalaman yang lalu terlihat bahwa elemen penting dari suksesnya
belum jelas. pengelolaan sumberdaya pesisir adalah partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat,
Upaya-upaya untuk menekan laju erosi pun telah dilaksanakan oleh Kanwil/Dinas seperti nelayan, pemda/pusat, LSM, sektor swasta, dan masyarakat lokal. Paradigma
Kehutanan dengan program reboisasi tanaman pelindung pantai (mangrove), namun yang berlaku sekarang adalah bahwa wilayah pesisir, terutama laut, adalah milik negara
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

83
sehingga pengelolaannya berada di tangan negara. Tetapi fakta menunjukkan bahwa Karena wilayah pesisir Lampung cukup luas, maka kebutuhan akan kawasan
pemerintah tidak berdaya dan mampu mengelola sumbedaya alamnya tanpa kerusakan demonstrasi (working model) perlu dibuat, dengan tujuan akhir untuk mencegah praktek-
(Emil Salim, 1999). praktek yang merusak lingkungan, dengan cara mengelola aktivitas manusia (pengguna)
Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, tidak hanya tentang pencegahan yang mendukung pada usaha-usaha ekonomi dan konservasi dengan mengontrol aktivitas
penggunaan sumberdaya untuk keperluan tertentu yang berguna, seperti produksi pangan luar yang merusak sumberdaya. Pengelolaan oleh masyarakat setempat adalah caranya.
saja (sawah atau tambak). Tetapi pengelolaan adalah mempersilakan sistem Dalam pengelolaan berbasis masyarakat, maka komponennya adalah :
pemanfaatan secara berkelanjutan (sustainable) dan mengontrol praktek-praktek yang 1. Peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam untuk generasi
merusak. Jadi, adanya keperluan untuk mengatur suatu rentang aktivitas dalam mendatang.
pemanfaatan sesuai dengan daya dukung lingkungan dan syarat teknis pemanfaatan. 2. Mempersilakan kepemilikan oleh masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan
Dan yang lebih penting ada proses mendidik (belajar-mengajar) apa yang dan langsung bertanggungjawab.
menyebabkan kerusakan dan apa yang disebut berkelanjutan. 3. Tenaga penggerak dari masyarakat tingkat lokal, dan menyediakan keputusan di
Kekurangan dan kelemahan pengelolaan biasanya sering hanya karena kurang tingkat lokal (grassroot). Instansi pemerintah hanyalah mengontrol proses tersebut
pendidikan atau pengetahuan. Pengelolaan biasanya akan lebih efektif pada tingkat berjalan.
pengguna (user). Dalam kasus budidaya pantai, tentunya pada tingkat petani/pengelola. 4. Kebijakan (policy) diperlukan untuk perijinan dari tingkat atas.
Jadi, pengguna lokal dapat dan seyogyanya ditingkatkan kemampuannya untuk mengelola 5. Keuntungan : mengurangi konflik, meningkatkan surveilance, meningkatkan persetujuan
sumberdaya wilayahnya supaya berkesinambungan (jangka panjang). Kekurangan bersama, berlanjut, dan mengurangi ongkos penegakan hukum.
pengelolaan yang efektif, biasanya berasal dari kelemahan kerjasama lintas sektoral dan
adanya konflik para pengguna. Resolusi konflik dan permasalahan di tingkat 15.9 Mengelola Sumberdaya Pesisir dan Lautan berarti
pengguna memerlukan komitmen pada tingkat tinggi (pengambil keputusan), Menjamin Masa Depan Kita
lembaga sektoral dan non-sektoral, bahkan sampai tingkat menteri dan presiden. Salah satu aspek dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah konservasi sumberdaya
alam termasuk menjaga keanekaragaman hayati. Tetapi, siapa yang perlu dilindungi?
15.8 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Karena wilayah pesisir merupakan habitat primer manusia, maka segenap upaya konservasi
Proyek Pesisir bersama mitra kerjanya akan mempromosikan pendekatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.
pengelolaan pesisir terpadu (ICM) yang berbasis masyarakat di wilayah pertambakan Harapan-harapan untuk masa depan :
rakyat di Pantai Timur Lampung. Peran Proyek Pesisir hanyalah membantu atau sebagai " Masyarakat akan secara efektif mengelola sumberdaya pesisir mereka sendiri
mediator dalam mengidentifikasi, memelihara, dan mempromosikan dalam " Pembuatan akses-akses yang terbatas menjadi diterima oleh masyarakat
implementasi rencana pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu. " Pendapatan para pengguna sumberdaya pesisir stabil
Jadi, Proyek Pesisir adalah proses dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan " Pemda (lokal) dan pemerintah pusat mempunyai mandat dan peran yang jelas dalam
dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir yang menguntungkan dan berkesinambungan pengelolaan
melalui partisipasi aktif, aksi-aksi bersama dalam pembuatan keputusan. " Monitoring partisipatif akan berlanjut sesuai dengan perencanaan pengelolaan
Strategi pendekatan yang akan dikembangkan bersama stakeholders, misalnya: " Peningkatan investasi (keikutsertaan) swasta dan masyarakat akan mengembangkan
" Proses partisipatif dalam penilaian sumberdaya proses dalam pengelolaan pesisir secara terpadu
" Perencanaan terpadu " Pengusahaan di wilayah pesisir tidak lagi bersifat eksploitatif (roof-bouw = mengambil
" Peningkatan ekonomi masyarakat pengguna pesisir hasil tanpa menanam kembali) terhadap sumberdaya.
" Implementasi pemanfaatan wilayah pesisir/laut yang berbasis masyarakat. Berikut adalah pendapat bebas tentang persepsi generasi muda terhadap lingkungan
" Pelatihan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir pesisir di Lampung dari hasil wawancara terhadap beberapa generasi muda pelajar Sekolah
" Analisis kebijakan, pemantauan, dan evaluasi. Lanjutan Tingkat Atas di Lampung. Mereka berpendapat tentang status dan
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

84
permasalahan wilayah pesisir ini, 65% (30 responden) menyatakan bahwa wilayah pesisir " Melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan dalam pengelolaan
sudah tercemar oleh sampah rumah tangga dan minyak buangan kapal motor, terutama " Melakukan aksi-aksi untuk membantu pengelolaan wilayah pesisir
di pelabuhan dan tempat-tempat rekreasi. Mereka juga menyatakan keprihatinan terhadap
kerusakan terumbu karang akibat pengeboman oleh nelayan dan pengambilan batu $ Jika Anda dari kalangan penggusaha dan pengembang pembangunan, Anda dapat :
karang oleh masyarakat. Penebangan mangrove untuk tambak dan masalah reklamasi di " Meminimkan pengrusakan yang tidak perlu terhadap sumberdaya alam
Bandar Lampung telah menyebabkan kerusakan habitat pesisir dan meningkatnya wabah " Ambillah langkah yang proaktif dalam memanfaatkan sumberdaya
malaria.
Responden dari kalangan generasi muda ini setuju bahwa wilayah pesisir dapat $ Jika Anda pengguna langsung sumberdaya hayati laut (nelayan dan wisatawan), Anda
dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi, daerah penangkapan ikan, tempat pelayaran, dapat :
tempat budidaya tambak, sumber mineral dan pemukiman. " Menghindari praktek-praktek merusak lingkungan untuk menjaga keberlanjutan
Masalah yang ada di Teluk Lampung: adanya penimbunan di daerah pantai yang sumberdaya
dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, tetapi terjadi juga pengerukan pinggir pantai untuk " Berpartipasi aktif dalam upaya-upaya perlindungan lingkungan
mengambil pasir dan karang, pengeboman ikan dan pencemaran (Sazli Rais Haz, Pelajar Dan masih banyak jalan bagi Anda dan masyarakat umum untuk ikut berpartisipasi
SMU 8 Bandar Lampung); dalam kelestarian lingkungan wilayah pesisir dan laut. Hanya mengandalkan lembaga-
Pantai Lampung telah tercemar karena banyak yang menbuang sampah di tepi pantai, lembaga yang terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir di Lampung saja tidak dapat
terumbu karang rusak karena pengeboman, bakau ditebang untuk pembuatan tambak (Victorius, mencegah kerusakan lingkungan dari ulah manusia. Kita semua memerlukan bantuan
Pelajar SMUN I Padang Cermin), sementara limbah tambak udang windu telah mencemari Anda!
laut (Maawiyah Ismail, Pelajar SMUN I Padang Cermin);
Pencemaran di laut sudah memprihatinkan dengan banyaknya sampah rumah tangga,
terutama plastik, yang dapat mengganggu baling-baling kapal sehingga dapat merusak citra
Pelabuhan di Lampung (Wahid Guntur, Guru SMK Pelayaran Lampung).
Para pembaca dari segenap lapisan masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam
pengelolaan dan perlindungan sumberdaya pesisir Lampung untuk menjamin masa
depan kita!
$ Jika Anda seorang penentu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam, Anda
dapat :
" Menyebarluaskan informasi dalam Atlas ini kepada karyawan
di kantor Anda
" Menyebarluaskan informasi dalam Atlas ini kepada instansi lain
" Mendiskusikan aksi-aksi yang dapat dilakukan untuk membantu
pengelolaan wilayah pesisir

$ Jika Anda dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau kalangan Instansi
Pendidikan, Anda dapat :
" Menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan
melalui pendidikan umum Obyek wisata Pulau Lunik, Lampung Selatan.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

85




D AFTAR PUSTAKA













Arihadi, Y. 1998. Beberapa Aspek Sosial Budaya Pengembangan Masyarakat Nelayan BPS, 1997. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.

Pulau-pulau Kecil dalam Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia.



Pulau Matahari, Kepulauan Seribu, 9-10 Desember 1998. BPP Teknologi. BPS, 1997. Lampung Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.



Balai Konservasi Sumberdaya Alam II Tanjung Karang. 1998. Informasi Kawasan BPS, 1997. Lampung Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.

Konservasi di Propinsi Lampung. Bandar Lampung.



BPS, 1997. Tanggamus Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.

Bantley. 1989. What farmers dont know cant help them: the strengths and weaknesses of indig-


enous technical knowledge in Honduras. Agricultural and Human Value. 6(3):25-31. BPS, 1997. Tulang Bawang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.



BAPPEDA. 1997. Studi Penentuan Status Mutu Air Laut Perairan Persisir Teluk BPS, 1997. Lampung Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.

Lampung. Buku Laporan Akhir. CV Madya Rancana.



BPS, 1997. Bandar Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Lampung.

BAPPEDA. 1998. Potensi Wilayah Pesisir Pantai dan Kelautan Propinsi Lampung.

Bandar Lampung. BPS, 1998. Laporan Kependudukan Propinsi Lampung. Badan Pusat Statistik. Propinsi

Lampung.

Berkes, F. 1994. Property Right and Coastal Fisheries dalam R.S. Pomeroy (ed.) Community

Management and Common Property of Coastal Fisheries in Asia and in the Pacific: Concepts, Chambers, A., M. Cousins, S. Hedges, J. Newman, G. Riddoch, A. Webb and S.

Methods, and Experiences. International Center for Living Aquatic Resources Management. Wilson. 1990. The White-Winged Wood Duck, Cairina scutulata, in the Way Kambas


Manila. National park, Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Southampton University Sumatra

Expedition.

Binnie and Partners. 1994a. Southern Sumatra Water Resources Project. Tulang Bawang Feasi-

bility Studies, Final Report, Volume 15, Technical Reports. PU/Binnie and Partners. Bandar Chua Thia-Eng, S. A. Ross and Huming Yu (editors). 1997. Malacca Straits Environmental

Lampung. Profile. GEF/UNDP/IMO Regional Programme for the Prevention and Management of

Marine Pollution in the East Asian Seas.



Binnie and Partners, 1994b. Southern Sumatra Water Resources Project. Tulang Bawang Feasi-

bility Studies, Final Report, Volume 6, EIA (ANDAL). PU/Binnie and Partners. Bandar CRISP. 1998. Center for Remote Imaging, Sensing, and Processing. Faculty of Science, National


Lampung. University of Singapore.





Black, M. 1998. Report on Marine Resource Use and Potential Tourism in Lampung Bay. Intern CRMP. 1998. Laporan Penyelidikan Geologi Daerah Pesisir Pantai Propinsi Lampung.

Study for CRMP-Lampung (Draft). Bandar Lampung. Technical Report CRMP Lampung. Bandar Lampung.



BLH. 1995. Prokasih, Program Kali Bersih Propinsi Lampung Tahun 1995. Bandar CRMP. 1998. Profil Perikanan Tangkap Propinsi Lampung. Technical Report CRMP

Lampung. Lampung. Bandar Lampung.








atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






86







CRMP. 1998. Significant Coastal Habitats, Wildlife and Water Resources in Lampung. Technical Feeny, D. 1994. The Frameworks for Understanding Resource Management on the Commons.
Report CRMP Lampung. Bandar Lampung. Dalam R.S. Pomeroy (ed.) Community Management and Common Property of Coastal Fish-
eries in Asia and in the Pacific: Concepts, Methods, and Experiences. International Center for
CRMP. 1998. Profil Habitat Perairan Pantai Propinsi Lampung. Technical Report CRMP Living Aquatic Resources Management. Manila.
Lampung. Bandar Lampung.
Giesen, W. 1991. Tulang Bawang Swamps, Lampung. PHPA/AWB Sumatra Wetland Project
CRMP. 1998. Kesesuaian dan Arahan Pengembangan Lahan Pertanian Pesisir Lampung. Report No 15, AWB/PHPA Bogor, 42 pp.
Technical Report CRMP Lampung. Bandar Lampung.
Giesen, W. 1993. Indonesian mangroves; an update on remaining area and main management issues.
CRMP. 1998. Sumber-sumber Pencemaran Wilayah Pesisir Propinsi Lampung. Techni- Presented at International Seminar on Coastal Zone Management of Small Island Ecosystems.
cal Report CRMP Lampung. Bandar Lampung. Ambon 7-10 April 1993.

CRMP. 1998. An Analysis of Aquaculture in the Coastal Areas of Lampung, Evolution, Status, Giesen, W. and Sukotjo. 1991. The Wetlands of Kerinci Seblat National Park, Jambi, Sumatra.
and Potensial 1998. Technical Report CRMP Lampung. Bandar Lampung. PHPA/AWB Sumatra Wetland Project. Interim Publication No 12. Asian Wetland Burau,
Bogor, Indonesia.
CRMP. 1998. Profil Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Teluk Lampung. Technical Re-
port CRMP Lampung. Bandar Lampung. Gomez, E.D. and A.C. Alcala. 1984. Survey of Philippine Coral Reefs Using Transect and
Quadrat Techniques. In: Comparing Coral Reef Survey Methods. Report of Regional Unesco/
CRMP. 1998. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Technical Report CRMP UNEP Workshop. Phuket Marine Biological Centre. Thailand.
Lampung. Bandar Lampung.
Hadikusuma, H., R. Arifin, RM. Barusman. 1996. Adat Istiadat Daerah Lampung.
CRMP. 1998. Oseanografi dan Kualitas Perairan Teluk Lampung. Technical Report Kanwil Depdikbud Propinsi Lampung. CV. Arian Jaya. Bandar Lampung.
CRMP Lampung. Bandar Lampung.
Kertapati dkk. 1992. Peta Seismotektonik Regional Indonesia, Pusat Penelitian dan
Dahuri R. 1998. Kebutuhan Riset untuk mendukung Implementasi Pengelolaan Pengembangan Geologi. Bandung.
sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, dalam jurnal Pesisir dan Lautan,
Vol. 1, No. 2, hal 53-65. PKSPL-IPB, Bogor. Mahi A.K. 1997. Evaluasi Lahan. Fakultas Pertanian Unila, Jurusan Ilmu Tanah.
Bandar Lampung.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Mahi AK, M. Utomo, T. Syam, A. Hidayat, B. Yudha. 1997. Pewilayahan Komoditas
Pertanian Berdasarkan Kesesuaian Lahan Kabupaten Lampung Utara, Lampung
Dinas Kebersihan Kota. 1999. Pengelolaan Kualitas Kebersihan Lingkungan Perkotaan. Tengah, Kodya Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila. Bandar Lampung.
Dinas Kebersihan Kotamadya. Bandar Lampung.
Manik, K.E.S. 1991. Analisis Daya Dukung Lingkungan di Bagian Hulu Daerah Aliran
Diparda Propinsi Lampung. 1995. Penggalian Potensi Gunung Krakatau dalam Sungai Way Seputih Lampung Tengah. Fakultas Pertanian, UNILA. Lampung.
Perencanaan Pengembangan Pariwisata Daerah Lampung. Makalah Seminar
Krakatau, 2 September 1995. Bandar Lampung.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

87
Manik, K.E.S. 1995. Penetapan Baku Mutu Limbah Cair Berdasarkan Daya Dukung PU, Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir. 1998. Pekerjaan Study
Badan Air Sungai. Tulisan dipresentasikan dalam seminar Penetapan Baku Mutu Terpadu Pengendalian Banjir Bandar Lampung dan Sekitarnya. Buku 3, Laporan
Limbah Cair Daerah, 28 Maret 1995. BLH - Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. Pendukung. Bandar Lampung.

Ostrom, E. 1994a. Institutional Analysis, Design Principles and Threats to Sustainable Commu- PU. 1996. Publikasi Data Debit Sungai Tahunan di Propinsi Lampung 1996. Proyek
nity Governance and Management of Commons dalam R.S. Pomeroy (ed.) Community Man- Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir, Lampung.
agement and Common Property of Coastal Fisheries in Asia and in the Pacific: Concepts,
Methods, and Experiences. International Center for Living Aquatic Resources Management. RePPProT, 1988. Review of Phase I Results Sumatra. Regional Physical Planning Programme for
Manila. Transmigration. Department of Transmigration/ODA. Volume II Annexes.

Pariwono, J.I. 1985. Tides and Tidal Phenomena in the ASEAN Region. Australian Cooperative Rusila Noor, Y., Giesen, W., Enis Widjanarti H. and M.J. Silvius. 1994. Reconnaissance
Programmes in Marine Sciences. Prelim. Rep. FIAMS, South Australia. 77 pp. Survey of the Western Tulang Bawang Swamps, Lampung Sumatra. PHPA/AWB-
Indonesia, Bogor.
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, 1994. Laporan Tahunan Statistik Perikanan
Tingkat Propinsi Tahun 1994. Sandy, I.M. 1987. Iklim Regional Indonesia. Jurusan Geografi FMIPA, Universitas
Indonesia. Jakarta.
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, 1995. Laporan Tahunan Statistik Perikanan
Tingkat Propinsi Tahun 1995. Suharsono. 1998. Condition of Coral Reef Resources in Indonesia. Jurnal Pesisir & Lautan, Vol
1, No 2, 1998.
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, 1996. Lapporan Tahunan Statistik Perikanan
Tingkat Propinsi Tahun 1996. Thomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji and M. Kasim Moosa, 1997. The ecology of the Indone-
sian Seas. Part I and II. Periplus Editions.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Bandar Lampung. 1996. Ekspose Walikotamadya
Kepala Daerah Kabupaten/Kota Bandar Lampung Tentang Sistem Pengelolaan Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report. Vol.2,
Kebersihan Kota Bandar Lampung. Pemda Kabupaten/Kota Bandar Lampung. Univ. California, La Jolla. 195 pp.

PU, Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir. 1998. Pekerjaan Study Yusuf, T. 1993. Profil Pesisir Lampung. Gunung Pesagi. Bandar Lampung.
Terpadu Pengendalian Banjir Bandar Lampung dan Sekitarnya. Buku 1, Laporan
Utama. Bandar Lampung.

PU, Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir. 1998. Pekerjaan Study
Terpadu Pengendalian Banjir Bandar Lampung dan Sekitarnya. Buku 2, Ringkasan.
Bandar Lampung.

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

88




D AFTAR ISTILAH













Abiotik : Unsur non-hayati lingkungan; tidak menyangkut kehidupan pasang tinggi: suatu berm pelindung ombak (timbunan kerikil

atau organisme hidup. dan/atau pasir, terbentuk karena gelombang) yang sempit. Suatu

Air payau : Suatu campuran air tawar dan air laut; air payau dapat didefinisikan timbunan pasir, semak atau bukit pasir yang kompleks ke darat

sebagai mengandung bahan padat terlarut antara 5 - 30 permil. dari air pasang normal.

Akresi : Proses penumpukan pasir di daerah pantai akibat dari gerakan Bagan : Alat tangkap yang menetap (bagan tancap) atau berpindah

dan gelombang yang membawa pasir ke daerah tersebut. (bagan apung), dipasang malam hari menggunakan jaring dan

Alga : Atau ganggang; tanaman berklorofil berukuran dari beberapa lampu (petromaks)sebagai alat penarik ikan supaya berkumpul di

mikron sampai bermeter-meter, yang hidupnya tergantung pada bawah lampu.



gerakan air dan hidup di dalam air tawar dan air laut (Usna, 1997). Bakau : Jenis genus pohon yang mampu hidup dan tumbuh di air payau

Algal bloom : Suatu pertumbuhan alga yang berlebihan dalam air sehingga atau tanah payau; sering termasuk komunitas biologis yang subur


menutupi tanaman air lain dan menggunakan persediaan oksigen yang didukung oleh hutan bakau atau beberapa jalur bakau.

dalam air sehingga tanaman membusuk; bloomming sering terjadi Benthik : Berada atau kehidupan di atas atau di dasar laut; berada pada

karena pencemaran dari masukan nutrien yang berlebihan. atau menempel di dasar laut (kebalikan dari pelagis).

Akuakultur : Pengelolaan tanaman atau hewan yang hidup dalam air, misalnya Berm : Suatu timbunan pasir atau kerikil memanjang y ang dibawa oleh

budidaya ikan, dan budidaya udang. gerakan gelombang di pantai atas garis air pasang normal.

Akuifer : Suatu lapisan geologis yang mengandung air yang dapat diambil Bio-accumulation : Pengambilan bahan seperti logam berat atau hidrokarbon

secara ekonomis dan digunakan untuk pasokan air. berklorin yang akan meningkatkan konsentrasi bahan-bahan

Archipelago : Suatu kelompok pulau-pulau, termasuk bagian dari pulau-pulau itu, tersebut dalam organisme laut.

perairan yang menghubungkan, dan bentuk alami lainnya yang Biodiversity : Berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalam

begitu deka t kaitannya sehingga pulau-pulau itu, perairan dan suatu habitat tertentu; juga dukungan sosial untuk melindungi jenis-


bentuk-bentuk alami lainnya membentuk satu kesatuan geografis, jenis biota dan mencegah dari kepunahan.

ekonomis, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis telah Bulk head : Dinding yang dibangun sejajar dan dekat batas air pasang untuk

dianggap demikian. melindungi lahan di sebelahnya terhadap gelombang dan arus.



Artisanal : Kegiatan yang didasarkan keahlian perorangan dan kemampuan Cadastral survey: Inventarisasi dan pendaftaran pemilikan lahan di peta.

manual, umumnya pekerjaan berteknologi rendah, berorientasi Citra satelit : Citra penginderaan jauh dikumpulkan oleh satelit yang mengelilingi

pada sumberdaya. bumi termasuk Landsat, dan SPOT. Citra ini mempunyai panjang

Atribut : Teks angka, atau bidang data citra dalam tabel basis data terkait gelombang tertentu (sinar tampak, inframerah, dsb.), yang dapat

yang menjelaskan suatu bentuk ruang seperti sebuah titik, garis, digabungkan untuk maksud interpretasi. Citra ini tampak seperti

simbol, daerah atau sel. Suatu ciri dari bentuk geografik disebutkan foto tetapi tidak dapat dibuat dengan metode fotografi, karenanya


dengan angka/karakter, disimpan secara spesifik dalam format digunakan istilah image (bayangan) atau imagery (citra). Data dari

tabel, dan dihubungkan dengan bentuk itu dengan suatu pengenal. citra satelit dapat diinterpretasikan secara visual atau dianalisis

Misalnya atribut sumber air (ditujukan dengan sebuah titik)dapat dengan komputer dalam bentuk digital (angka). Dapat pula langsung

meliputi kedalaman, tipe pompa, lokasi dan galon per menit. dimasukkan dalam sistem informasi geografis.

Backshore : Daerah akresi atau erosi, terletak ke arah darat dari garis air pasang Coastal baseline : Suatu garis diciptakan, secara geografis untuk menentukan jarak

normal, yang biasanya menjadi basah hanya pada waktu air ke batas laut wilayah suatu negara.




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






89







Coliform : Bakteri/mikroba yang tersebar luas terdapat dalam saluran usus dan dinikmati pemandangannya; tanaman dan hewan liar,
manusia, hewan, dalam tanah; terdapatnya bakteri itu dalam air maupun manifestasi budaya yang ditemukan di daerah ini.
menunjukkan adanya pencemaran kotoran manusia/hewan dan Effluent : Aliran keluar dari suatu pembuangan limbah, pipa industri, atau
potensi kontaminasi yang berbahaya oleh mikroba penyakit. pembuangan limbah lainnya.
Contingency plan : Serangkaian tindakan penanggulangan yang direncanakan Ekosistem : Suatu komunitas tumbuh-tumbuhan, bahan dan organisme lainnya
sebelumnya untuk meringankan kerusakan karena kecelakaan serta proses yang menghubungkan mereka; suatu sistem fungsi dan
(tumpahan minyak, pusaran angin/siklun, atau lain-lain). interaksi yang terdiri dari organisme hidup dan lingkungannya.
Daerah asuhan : Setiap tempat di zone pantai di mana kehidupan akuatatik stadia Konsep ini dapat diterapkan pada skala apa pun, dari planet sebagai
larva, yuwana atau stadia muda berkumpul untuk mencari makan suatu ekosistem sampai ke koloni mikroba yang mikroskopis dengan
atau berlindung. sekitarnya, sistem ekologi lengkap yang berlangsung di suatu unit
Dataran Pasang Surut (tidal flat): Daerah pasang surut yang tidak ditutupi vegetasi geografi tertentu, termasuk komunitas biologis dan lingkungan fisik,
(biasanya berlumpur atau berpasir); daerah darat yang tergenang air berfungsi sebagai unit ekologis di alam.
surut dan aliran pasang surut; daerah yang terletak di antara air pasang Ekstentifikasi : Suatu peningkatan produksi (misalnya udang) dalam sistem budidaya
tertinggi dan air susut terendah (lihat;intertidal zone). perairan atau pertanian yang dihasilkan melalui perluasan sarana;
Daya dukung : Batas banyaknya kehidupan, atau kegiatan ekonomis yang dapat misalnya penambahan areal kolam baru pada sarana budidaya udang.
didukung oleh suatu lingkungan; sering berarti jumlah tertentu Endemik : Suatu spesies yang secara geografis penyebaran terbatas pada atau
individu dari sejumlah spesies yang dapat didukung oleh suatu unik di tempat atau habitat tertentu.
habitat atau dalam pengelolaan sumberdaya, berarti batas-batas yang Erosi tanah : Pemindahan tanah oleh angin, air, atau tanah longsor dengan
wajar dari pemukiman manusia dan/atau penggunaan sumberdaya. kecepatan yang lebih tinggi dari proses pembentukan tanah untuk
Demersal : Ikan yang hidup dan mencari makanan dekat atau di dasar perairan. menggantinya. Erosi tanah adalah akibat kegiatan manusia seperti
Detritus : Partikel terapung yang dihasilkan dari erosi/pembusukan bahan- pembersihan vegetasi dan penanaman pada lahan yang miring tanpa
bahan yang besar; umumnya mengacu pada bahan organik yang langkah konservasi tanah.
melayang dalam air atau tenggelam di dasar laut, seperti butir-butir Estuari : Daerah litoral yang agak tertutup (teluk) di pantai, tempat sungai
sisa tumbuh-tumbuhan (misalnya dari rumput semak atau daun bermuara dan air tawar dari sungai bercampur dengan air asin dari
bakau) yang mengalami berbagai tingkat pembusukan. laut, biasanya berkaitan dengan pertemuan sungai dengan pantai.
Dredging : Penggalian, perataan, pengerukan, penarikan dengan tali, pengerukan Eutrofikasi : Proses penyuburan perairan yang mengarah kepada pertumbuhan
dengan menggunakan penghisap, atau cara-cara lain untuk mengambil alga dan tumbuh-tumbuhan air lainnya karena masuknya pasokan
pasir, endapan, pecahan batu, batu karang, atau bahan-bahan di dasar yang berlebihan dari zat hara seperti nitrat dan fosfat.
perairan. Exotic species : Jenis biota asing, bukan jenis asli yang hanya terdapat di suatu daerah
Dunes : Akumulasi pasir di pinggiran pantai ke arah daratan yang terbentuk geografis.
melalui proses alami dan biasanya sejajar dengan garis pantai. Sarana Pengumpul Ikan - Rumpon : Suatu alat sederhana yang dipasang dengan
Ekologically Critical Area (ECA) : Suatu daerah dengan konsentrasi kegiatan biologi jangkar atau diapungkan dan dapat memikat ikan-ikan kecil untuk
yang tinggi dari suatu tipe yang sangat bermanfaat untuk menjaga berteduh yang pada giliranya memikat ikan-ikan besar yang
keanekaragaman biologis dan/atau produktivitas sumberdaya; suatu mencari makan, seperti ikan tuna, tembang, kembung.
daerah yang secara ekologis sensitif (ESA). Floodplain : Daerah pantai yang sering terkena banjir karena badai dan sering
Ekotourism : Suatu perjalanan ke daerah-daerah yang relatif tidak terganggu atau ditentukan oleh uji kemungkinan banjir secara statistik: misalnya
tidak terkontaminasi dengan obyek khusus untuk studi, dikagumi, 1% (100 tahun banjir) atau 5% (20 tahun banjir)
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

90
Foreshore : Bagian pantai yang terkena pasang surut atau bagian depan pantai Intensifikasi : Peningkatan produksi dalam suatu sistem budidaya perairan atau
yang terletak antara bagian pantai atas (atau batas teratas yang pertanian, melalui peningkatan padat penebaran (produksi yang
terkena air pasang tinggi) dan batas air surut biasa yang biasanya diharapkan) pada suatu perairan atau lahan basah yang ada.
terkena gelombang naik dan gelombang turun ketika air pasang Intrusi : Arti harfiahnya adalah masuk secara paksa, istilah ini sering
dan air surut. digunakan tentang proses masuknya air laut kedaratan sehingga
Foto udara : Foto permukaan lahan yang diambil dari pesawat udara, biasanya air tanah yang berada jauh dari laut terasa payau atau asin.
pada sudut vertical, biasanya dengan skala dari 1 : 50.000 sampai Jalur hijau : Suatu jalur vegetasi sepanjang perbatasan zona peralihan,
1:5000. Untuk interpretasi, foto udara dilihat dengan stereoskop yang memisahkan suatu tipe daerah sumberdaya dari lainnya.
untuk memberikan kesan tiga dimensi. Bentuk-bentuk lahan, Jetty : Suatu struktur bangunan yang menjorok ke laut, biasanya di mulut
vegetasi, tataguna lahan dan beberapa prasarana (terutama jalan suatu pelabuhan atau sungai yang memotong pantai, untuk
dan lintasan) dapat langsung terlihat pada foto udara, sedangkan melindungi alur pelayaran/pelabuhan atau mempengaruhi arus
sifat-sifat tanah, geologi dan sifat lahan lainnya memerlukan air, sering dibangun berpasangan sepanjang kedua sisi air masuk.
interpretasi tidak langsung, dan batas-batas administratif tidak dapat Keramba : Suatu struktur atau sarana terdiri dari kerangka (dari bambu,
dilihat. Foto udara dapat pula digunakan sebagai peta dasar untuk kayu, pipa paralon atau pipa besi) berbentuk persegi, pelampung
penyajian rencana penggunaan sumberdaya. Foto udara dapat dan jaring untuk memelihara ikan atau biota air lainnya. Kerangka
berupa panchromatic (hitam dan putih), berwarna (warna asli) dan dan pelampung berfungsi untuk menahan jaring tetap terbuka
warna tiruan. Juga disebut aerial photograph. di permukaan air dan jaring yang tertutup di bagian bawahnya
Gabion : Keranjang kawat yang berbentuk persegi empat yang sangat kuat, digunakan untuk memelihara ikan selama beberapa bulan.
diisi dengan batu atau pecahan batu untuk pembangunan dinding Karang Buatan : Setiap habitat laut yang di bangun untuk maksud memikat jenis-
penahan atau struktur pelindung erosi. jenis organisnme laut atau meningkatkan sumberdaya laut untuk
Geo-reference atau geo-referensi : Mengacu pada muka bumi. Informasi yang memperbaiki perikanan, biasanya terbuat dari timbunan bahan-
geo-referenced berarti informasi tersebut harus menunjukkan bahan seperti bekas ban mobil, pecahan-pecahan semen, bangkai
lokasinya di muka bumi. kerangka kapal, badan mobil, dsb.
Groin : Struktur batu besar, beton atau pilar kayu dan papan yang Konservasi tanah: Kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil berkurangnya tanah
memanjang dibangun tegak lurus pada garis pantai untuk memotong karena erosi. Konservasi tanah (soil conservation) dapat dicapai
pasir yang hanyut di sepanjang pantai dan mengurangi erosi yang dengan struktur tanah, seperti tepi sungai dan pematang, atau
dilokalisir. dengan cara biologis, terutama mempertahankan suatu penutupan
Ground truth : Observasi langsung permukaan tanah yang dilakukan untuk tanah oleh tumbuh-tumbuhan hidup atau sisa-sisa tumbuhan. Soil
membuktikan interpretasi data hasil penginderaan jauh. conservation juga digunakan dalam pengertian yang luas untuk
Habitat : Struktur lingkungan tempat hidup tumbuh-tumbuhan atau hewan, menunjukkan semua kegiatan yang ditujukan untuk konservasi
biasanya menurut tipe bentuk kehidupan utama (misalnya bakau, kesuburan tanah .
lamun, dsb). Kontur : Suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang bernilai sama.
Hidrologi : Ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat penyebaran dan sirkulasi Biasanya berdasarkan suatu datum horizontal, misalnya
air di atas bumi. kedalaman laut rata-rata.
High water : Ketinggian maksimal yang dicapai air pasang tinggi; mean high Laguna : Daerah litoral agak tertutup dengan masukan air tawar terbatas,
water ialah ketinggian rata-rata air pasang. salinitas tinggi dan sirkulasi terbatas; laguna terdapat di belakang

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

91
bukit pasir, pulau penghalang dan bentuk penghalang lainnya. hasil atau membuat ciri suatu karakteristik suatu fenomena, istilah
Lahan basah (Wetland) : Daerah yang sering terkena banjir atau tertutup air misalnya model dan analisis sering digunakan bergantian walaupun yang
semak air payau, rawa bakau atau lahan dengan semak-semak tawar. pertama mempunyai lingkup lebih sempit. Penyajian data realitas
Lamun : Sejenis ilalang laut yang hidup di dasar laut berpasir, tidak begitu (misalnya model data ruang meliputi arc-node, geo- relational model,
dalam di mana sinar matahari masih dapat menembus ke dasar raster atau grids dan TINs).
hingga memungkinkan ilalang tersebut berfotosintesa. Modelling : Kontruksi simulasi fisik, konseptual atau matematis dunia nyata.
Land Evaluation: Pengkajian terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan spesifik. Model membantu menunjukkan hubungan antara proses (fisik,
Pengkajian dibuat menurut produksi, penyesuaian masukan yang ekonomis, sosial) dan dapat digunakan untuk menduga pengaruh
perlu untuk mencapai produksi itu, dan dalam hak klasifikasi perubahan-perubahan dalam penggunaan sumberdaya.
penyesuaian lahan secara kuantitatif dan mempertimbangkan Multiple use : Suatu konsep tentang kegiatan intensif di daerah tertentu atau
pendapatan ekonomis. sumberdaya tertentu dengan pengelolanya untuk penggunaan
Land suitability : Kecocokan lahan untuk jenis penggunaan tertentu. sumberdaya yang berkelanjutan.
Landsat : Satelit NASA(National Aeronautical and Space Administration) Nutrien : Setiap bahan yang diasimilasi organisme hidup untuk pertahanan
yang mengelilingi bumi tanpa awak, yang mengirimkan citra tubuh atau meningkatkan pertumbuhan.
multispektrum (kisaran 0,4 - 1,1 um) dari spektrum elektromagnet Oksidasi : Dalam pengolahan limbah, oksidasi adalah mengkonsumsi atau
ke stasiun penerima di bumi Data digital dan/atau citra yang menghancurkan limbah organik atau limbah kimia menggunakan
dihasilkan digunakan untuk mengidentifikasi ciri-ciri bumi dan mikroba atau oksidan kimia.
sumberdaya. Data dikumpulkan terpisah untuk panjang gelombang Organik : Partikel organik kecil yang melayang sebagai detritus biasanya berasal
yang tampak dan yang tidak tampak, yang dapat digabungkan untuk dari vegetatif.
interpretasi. Pada kondisi menguntungkan, resolusi tanah dapat Payos atau rumpon : Suatu alat yang di gunakan untuk mengumpulkan ikan. Alat ini
mencapai 30 m. dibuat dari daun-daun kelapa yang diikat menjadi satu kemudian
Larva : Suatu tahapan dari jalur hidup ikan dan hewan air lainnya setelah diletakkan dalam laut untuk beberapa waktu. Sewaktu-waktu alat
menetas dari telur menjadi larva yang bentuknya sangat berbeda ini didatangi pemiliknya untuk menangkap ikan yang telah
dengan bentuk dewasa dan pada umumnya bergerak pasif terkumpul di bawahnya. Alat ini diberi jangkar agar tidak hanyut
mengikuti gerakan air. dan dilengkapi pelampung dan bendera agar mudah dicari.
Littoral drift : Perpindahan pasir dan bahan lain oleh arus litoral (pantai panjang) Pelagik : Mampu hidup di segala tempat mulai permukaan sampai dasar
dengan arah sejajar pantai di sepanjang pantai; biasanya oleh angin. di kolom air laut tidak terbatas pada hidup di dasar.
Masterplan : Rencana operasional yang menentukan tata cara , sumberdaya, Pemilikan lahan: Sistem pemilikan atau penyewaan lahan atau hak penggunanya.
masalah konservasi, standar pencapaian, kewenangan tujuan, hak Pengguna lahan : Semua orang mendapatkan pekerjaan secara langsung baik
penggunaan, pembatasan, pengembangan, partisipasi, mekanisme seluruhnya atau sebagian dari lahan misalnya petani, pengusaha
koordinasi, kondisi perijinan/AMDAL , daerah yang dilindungi, hutan, pengembala, staf dari taman nasional.
kemunduran, pelatihan, dsb. di bawah rencana ICZPM. Penginderaan jauh : Dalam perencanaan penggunaan sumberdaya, penginderaan jauh
Migrasi : Perpindahan, biasanya dipakai untuk hewan yang pindah dari satu berarti pengumpulan informasi dengan menggunakan foto udara
tempat ke tempat lain, misalnya burung, ikan, dsb. dan citra satelit (lihat LANDSAT). Penginderaan jauh harus
Model : Suatu pembuatan abstrak dari kenyataan. Model dapat meliputi dilakukan bersama dengan survei lapang.
kombinasi pernyataan logis, persamaan matematis, dan kriteria Pengkajian dampak : Evaluasi pengaruh ekologis untuk menentukan dampaknya
yang dapat diterapkan untuk simulasi suatu proses, prediksi suatu terhadap kebutuhan manusia, lingkungan, sosial dan ekonomi
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

92
Penyangga (buffer) : Suatu zona dengan jarak tertentu di sekeliling suatu obyek amunisi, limbah kimia, bahan biologis, limbah industri, limbah kota,
seperti sebuah titik, garis/poligon: suatu daerah pengelolaan limbah pertanian yang masuk kedalam perairan pantai.
pesisir yang terkendali dan dilindungi menurut adat. Prasarana : Sistem pendukung yang biasanya dibangun untuk umum bagi suatu
Peran serta masyarakat : Atau keterlibatan warga partisipasi dalam perencanaan komunitas termasuk jalan, listrik, air, pembuangan limbah,dsb.
oleh orang yang bukan perencana profesional atau pegawai negeri. Pulp : Bubur kayu untuk pembuatan kertas.
Ini merupakan suatu proses di mana masyarakat sehari-hari ikut RADARSAT/SAR : Sebuah satelit yang mengorbit dan diluncurkan pada tanggal 4
ambil bagian dalam mengembangkan, mengurus dan mengubah November 1995 dan merupakan suatu alat baru untuk pemantauan
rencana komprehensif lokal dan peraturan-peraturan yang ada zona pesisir dan layak diaplikasikan mengingat sensor optik
hubungannya. Warga ikut berpartisipasi dalam perencanaan dan tradisional kurang memberikan hasil atau tidak dapat memberikan
pengambilan keputusan yang mempengaruhi masyarakatnya. informasi yang diperlukan seperti gelombang di permukaan laut.
Perlindungan alam : Suatu daerah yang ditentukan untuk perlindungan (restorasi) Sedangkan RADARSAT menggunakan suatu sensor SAR frekwensi
sumberdaya lingkungan, termasuk sumberdaya hayati, biasanya tunggal, ini memberikan banyak manfaat, baik sebagai informasi
memerlukan penghentian semua penggunaan yang eksploitatif. yang mandiri atau berhubungan dengan sistem multi spektrum.
Pestisida : Setiap bahan kimia yang digunakan untuk membasmi hama Rapid Rural Appraisal (RRA) : Suatu prosedur untuk mengumpulkan atau untuk
tumbuh-tumbuhan dan hewan (serangga); beberapa insektisida menganalisis suatu informasi tentang kesiapan kondisi sosial-
mencemari air, udara atau tanah dan terakumulasi dalam tubuh ekonomi masyarakat dalam rangka pengambilan keputusan
manusia, tumbuhan, hewan, lingkungan, dan dapat menimbulkan pembangunan, dan apabila partisipasi masyarakat merupakan
pengaruh negatif. suatu prioritas proses ini dapat d isebut participatory rural
Peta dasar : Peta yang menunjukkan informasi planimetri, topologi, geologi, assessment (PRA), pengkajian partisipasi daerah pedesaan.
politik dan/atau kadaster. Informasi peta dasar tersebut digambar Raster : Struktur data seluler terdiri dari kolom-kolom dan baris-baris untuk
dengan tipe informasi peta dasar dapat sederhana seperti batas- menyimpan gambar citra. Sekelompok sel dengan nilai yang sama
batas administrasi utama, data hidrografi utama, atau jalan utama. akan menggambarkan features.
Peta digitasi : Informasi yang dipetakan dan disimpan dalam bentuk angka Rehabilitasi : Tindakan yang disengaja untuk menciptakan kembali atau mengubah
dalam suatu rangkaian koordinat (utara, timur) beserta nilai atau struktur lingkungan habitat sehingga mengganti kerusakan yang
sifat-sifatnya (misal ketinggian, penggunaan sumberdaya, dsb). terjadi pada masa lampau.
Plankton : Organisme perairan kecil yang melayang-layang (tumbuhan Resolusi : Ketelitian di mana lokasi dan bentuk feature peta dapat digambarkan
maupun hewan) yang bergerak pasif atau berenang perlahan. pada skala peta tertentu. Misalnya suatu peta berskala 1: 63.360
Point Source : Pencemaran yang berasal dari suatu lokasi tetap seperti bagian (1 inci = 1 mil), maka sulit mengambarkan daerah yang lebih
akhir sebuah pipa. kecil dari 1/10 mil panjang di peta. Di peta berskala lebih besar,
Polikultur : Dalam sistem pertanian yaitu gabungan sejumlah sistem budidaya reduksinya lebih kecil, maka resolusi featurenya lebih mendekati
yang dilakukan secara bersamaan misalnya tambak dan padi. feature bumi yang sebenarnya. Kalau skala peta menurun, resolusi
Pollutan : Suatu bahan pencemar yang dalam konsentrasi atau jumlah tetentu juga berkurang karena batas-batas gambar akan halus sederhana
menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan biologis lingkungan atau tidak tampak sama sekali.
yang tidak menguntungkan termasuk patogen, logam berat Restorasi : Rehabilitasi suatu sumberdaya lingkungan untuk memulihkan
karsinogen, bahan-bahan yang memerlukan oksigen dan bahan- struktur dan proses ekologi.
bahan berbahaya lainnya , termasuk tanah yang dikeruk, limbah Revetment : Suatu struktur yang dibangun untuk melindungi pantai dari erosi,
padat, residu dari alat pembakaran, limbah perkotaan,sampah , dibangun dari batu yang diletakkan di permukaan miring.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

93
Riprap (Trucuk- bahasa setempat): Suatu lapisan yang menghadap, atau timbunan maran atau cara lain untuk melengkapi pengolahan limbah.
batu pelindung yang dipasang di samping tanggul untuk mencegah Sosio analisis : Analisis suatu rencana tentang dampak dari berbagai macam masya-
erosi pengikisan atau pengelupasan tanggul atau dinding penahan; rakat. Sosio analisis memberikan perhatian khusus pada kepen-
dalam hal ini sering digunakan batu. tingan kelompok minoritas, wanita dan yang kurang mampu.
Run off : Bagian dari pencairan, salju meleleh, atau air irigasi yang mengalir Species indicator: Satu atau beberapa jenis biota dipilih untuk mewakili kondisi ling-
dari darat kesungai-sungai atau badan air lainnya, termasuk perairan kungan tempat jenis-jenis biota itu hidup.
pantai yang menampungnya. SPOT (Satellite Prohatoire dObservation de la Terre): Satelit sumberdaya alam
Salinitas : Kadar garam yang umumnya dinyatakan dalam per mil atau Prancis, yang diluncurkan pertama kali pada tahun 1986. Dalam
per seribu atau ppt. (part per thousand). kondisi yang baik resolusi bumi dapat mencapai 10 m. Bandingkan
Sea level rise : Meningkatnya elevasi permukaan air laut akibat fenomena pema- dengan LANDSAT.
nasan global, karena penyebaran panas air laut dan mencairnya puncak Stakeholder : Seseorang (atau entitas) yang mempunyai suatu kepentingan dalam
es benua antartika : pertama kali dikenal oleh penulis Jules Verne keputusan yang dapat mempengaruhi penggunaan dan konservasi
hampir satu abad yang lalu. sumberdaya pesisir . Tidak terbatas pada mereka yang memiliki
Sea Wall : Suatu struktur yang dibangun di sepanjang pantai untuk melindungi kepentingan finansial.
pantai dan kerusakan lain dari pukulan ombak. Umumnya lebih Storm surge : Meningkatnya ketinggian laut karena naiknya air laut di pantai akibat
padat dan mampu bertahan terhadap kekuatan ombak besar diban- dorongan angin pantai yang kuat seperti angin pantai yang disertai
dingkan dengan sebuah bulk head. dengan topan atau badai kuat lainnya; tekanan atmosfer yang
Septic tank : Suatu sistem pengolahan limbah rumah tangga menggunakan tangki, menurun dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut tersebut.
dan buangan akan mengalir keluar dari tangki ke bawah tanah melalui Subsisten : Suatu kegiatan usaha yang produksinya hanya untuk dimakan sendiri
pipa pembuangan (lumpur harus dipompa keluar dari tangki pada dan sebagian kecil saja yang dijual.
waktu-waktu tertentu). Sumberdaya alam : Sumberdaya lahan dan laut yang relevan dengan potensi peng-
Silvo Fishery : Kegiatan perikanan dan kehutanan yang dilakukan secara bersamaan. gunaannya, misalnya iklim, air, tanah, lepas pantai, dekat pantai,
Sistem Informasi Geografik (SIG): Suatu kumpulan perangkat keras komputer, hutan.
perangkat lunak, data geografi, dan tenaga kerja yang teratur yang Suspended solids : Partikel yang melayang dalam air karena daya gerak hidraulik
dirancang secara efisien untuk menangkap, menyimpan, memutakhir- seperti arus naik atau turbulensi dan suspensi koloid termasuk
kan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan seluruh ben- misalnya endapan atau detritus organik.
tuk seluruh bentuk informasi yang mengacu pada geografi. Operasi Tata Guna Lahan: Pengelolaan lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ini meliputi
spasi tertentu yang kompleks dimungkinkan dalam SIG, yang akan penggunaan lahan di pedesaan, perkotaan, dan penggunaan oleh
sangat sulit, memakan waktu dan tidak praktis tanpa SIG. Data industri.
biasanya berasal dari peta dan nilai yang diperoleh dapat dicetak sebagai Tematik : Bersifat tema atau judul; dalam pedoman ini sering dipakai dalam
peta. peta misalnya peta tematik yang artinya peta dengan tema atau
Skala : Perbandingan antara jarak di atas tanah dan jarak di atas peta yang judul tertentu misalnya peta wisata bahari; sebaliknya peta dasar
mencakup suatu daerah yang luas seperti negara di atas suatu lembar umumnya menggambarkan garis pantai, batas administrasi,
peta, misalnya skala 1:1.000.000. Skala besar berarti yang mencakup sungai, dan jalan tidak bersifat tema.
suatu daerah kecil di atas suatu lembar peta misalnya 1:10.000. Terumbu karang : Karang adalah jenis hewan laut berukuran kecil yang disebut
Sludge : Adalah benda padat yang tenggelam di dasar bak pengendapan dalam polip, hidupnya menempel pada substrat seperti batu atau dasar
sarana pengelolaan limbah dan harus dibuang dengan cara pence- yang keras dan berkelompok membentuk koloni. Hewan ini
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

94
menghasilkan deposit berupa kalsium karbonat (CaCO3 ) yang
terakumulasi menjadi terumbu dan bila hewan yang berada
di terumbu itu mati, maka terumbu karang tersebut tidak dapat Atlas ini dipersiapkan dengan informasi terbaik yang tersedia
berkembang dan menjadi batu karang atau karang mati . di meja penyunting pada saat dipublikasikan. Penerbitan ini
Tsunami : Gelombang laut yang cepat di perairan dangkal, yang berpotensi menyajikan kajian dasar yang penting mengenai wilayah
menimbulkan bencana, disebabkan oleh gempa bumi atau gunung pesisir Lampung, namun informasi yang terdapat di
berapi bawah air, gelombang ini dapat muncul sangat tinggi dan
dalamnya mungkin telah mengalami perubahan pada saat
menimbulkan bencana membanjiri lahan di pantai.
Turbiditas (kekeruhan): Berkurangnya kejernihan air karena adanya benda-benda Anda baca.
yang melayang; juga merupakan suatu ukuran mengenai banyaknya Oleh karena itu, kami mohon bantuan Anda untuk
bahan tersuspensi dalam air. memberikan data terbaru, koreksi atau informasi lain yang
Upland : Daerah hulu, ke arah darat dari garis pantai yang hanya sedikit berhubungan dengan pesisir Lampung.
berinteraksi dengan laut.
Watershed : Suatu wilayah yang telah ditetapkan secara geografis tempat seluruh
air mengalir melalui sistem tertentu yaitu sungai, aliran air, atau Masukan dan saran dapat disampaikan kepada :
badan air lainnya; watershed dibatasi oleh pembagi watershed (titik BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung
atau tanggul yang tinggi di atas tanah) dan termasuk bukit, lereng, Bidang Fisik dan Prasarana
dataran rendah, daerah banjir dan menerima badan air. Jl. R.W. Monginsidi No.69 Teluk Betung
Zona Ekonomi Eksklusif: Zona maritim yang berdekatan dengan atau yang mem-
Bandar Lampung 35401
membentang 200 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk
mengukur wilayah laut - kewenangan diberikan secara internasional Indonesia
oleh Konperensi PBB III tentang Hukum Laut, negara pantai
mempunyai hak berdaulat untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi atau
dan pengelolaan sumberdaya alam di zona tersebut.
Zona pesisir (definisi resmi Amerika): Perairan pantai ( termasuk lahan di dalam
Pusat Studi Lingkungan - Universitas Lampung
dan di bawahnya) dan lahan pantai di dekatnya (termasuk perairan
di dalam dan di bawahnya), yang saling mempengaruhi dan letaknya Jl. Sumantri Brojonegoro No.1
berdekatan dengan garis pantai beberapa propinsi (negara bagian) Bandar Lampung 35145
pantai termasuk pulau-pulau, daerah transisi dan pasang surut, Indonesia
semak-semak payau, lahan basah dan pantai.
Zona Intent : Peranan umum suatu daerah dan menunjukkan prioritas pada Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
penggunaan yang diizinkan, apabila hal ini dapat dilaksanakan.
Zona pasang surut : Zona transisi laut dan darat, disebut sebagai zona yang terletak
antara batas air pasang tinggi rata-rata dan air surut rata-rata.
Tim Editor

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

95




I










NDEKS
fisiografi wilayah pesisir, tabel 50

a f
Ficus 18

abrasi 5, 10, 11, 76 budidaya air payau dan air laut, tabel peristiwa penting 60 Ficus septica 30

administrasi wilayah pesisir 76 budidaya mutiara 11, 66 flora fauna 31


administrasi kabupaten dan kecamatan, peta 37 budidaya udang, peta ketersediaan sumberdaya 61 Fragraea fragrans 16

administrasi desa pesisir, peta 41 Bukit Barisan 3, 24 fringing reefs 20



air tanah 5, 6, tabel 8 bunga bangkai (Amorphophalus sp) 30


anjing hutan (Cuon alpinus) 34 burung elang (Heliastur sp) 31 Gajah (Elephan maximus sumatranus) 34

akuiver 6, 78 burung jing (Metopidius indicus) 34 garis isobath 9


garis pantai 14

alat tangkap, peta sebaran 63 burung pantai 31


alap-alap (Ichtyophaga ichtyaetus) 34 burung rawa (Actitis hypoleucos) 18 gelagah (Saccarum spontanicum) 14

gelam (Melaleuca cajuputi)


ancaman ekosistem pesisir 14 buta-buta (Bruguiera parviflora, Excoecaria agallocha) 16


angin 3, 4, 10 gelombang 10

api-api (Avicennia alba, Avicennia marina) 16, 18 cagar alam laut 30, 31 gempa 5

geologi 76

arahan penggunaan lahan, peta 55 calophyllum inophyllum 30


arahan pengembangan lahan pertanian, tabel 56 cecah (Presbytis melalophos) 34 geologi, proses 8

arus pasang surut, peta 13 Central Pertiwi Bahari PT 60 geologi lingkungan 6, peta 7

ayam hutan (Gallus gallus bancamus) 34 cemara (Casuarina equisetifolia) 16, 30 geomorfologi 5

CITES 16 gunung-gunung 3

gunung Krakatau 70

babi hutan (Sus barbatus) 30 COD 11, tabel 12, 26, tabel 28

bback-arc basins 10 coliform 11, 12



badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) 34 cuaca 9 hak ulayat 49


h
hatchery 58

bagan 66

bahan galian 5 daerah aliran sungai (DAS) 20, 74 harimau Sumatra (Panthera Tigris sumatrae) 34

d hidrologi 24

bakau (Rhyzophora stylosa) 16 daerah rawan banjir, peta 15


Bakauheni 11 daerah rawan kebakaran, peta 15 hutan dataran rendah 30



Bandar Lampung, peta isu 73 daerah pengeboman, peta 15 hutan damar (Shorea javanica) 30

hutan mangrove 30

bakau (Rhizophora stylosa) 16 daerah tangkapan dan debit air, tabel 26


bangau tontong (Leptoptilus javanicus) 18, 33 DAS utama, peta 23 hutan pegunungan 30

banjir 75, tabel penyebab banjir 75 Danau Menjungkut 30 hutan rawa 14, 20, 30

Barringtonia 16 debit air


Barringtonia acutangula 16 degradasi 24, 81, 83 ikan Arowana (Scleropagus formosus) 16, 22, 33

Barringtonia septica 18 demografi desa 40 ikan Baung (Mystus nemurus) 16, 34


ikan Belida (Notopterus chilata) 16, 33, 34


Barringtonia asiatica 30 Dipasena Citra Darmaja PT 60


batuan 5 ikan Betok (Anabas testudineus) 34

batimetri perairan 9 eceng gondok (Eichornia crassipes) 24 ikan Jelabat (Leptobarbus hoevenii) 34

belibis batu (Nettapus coromandelianus) 33 ekosistim pesisir, kondisi 14 ikan Malas (Oxyeleotris marmorata) 16, 33, 34

berang-berang (Lutra lutra) 34 elang bondol (Heliastur indus) 34 ikan-ikan pelagis 62


ikan Seluang (Rasbora sp) 34


beruang madu (Helarctos malayamus) 34 elang laut (Spizaetus cirrhatus) 34


biawak (Varanus salvatorius) 31, 34 enggang (Buceros bicornis) 34 industrialisasi 1, 3



biota laut, potensi 31 erosi 20, 83 intrusi air asin 5, 24


isu utama Bandar Lampung, peta 73


Biru Laut Katulistiwa PT (BLK) 60 etnis 4, 42


BOD 11, tabel 12, 26, tabel 28 Eugenia viridis 18 isu utama Teluk Lampung, peta 77

bomb fishing, bom 48 eutrofikasi air laut 28 isu utama Pantai Timur, peta 79

itik (Anas gibberifrons) 18


buaya ikan (Tomistoma schelegelii) 34


buaya muara (Crocodylus porosus) 34 itik rimba (Cairina scutulata) 34



bubu 48



atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






96







jacana (Cicinia episcopus) 33, 34

J
jaring apung 11
jenis pantai, tabel 8
jumlah penduduk, peta 45
jumlah penduduk pesisir, tabel 40
Labuhan Maringgai 11, 16, 18, 60

l
Lagerstroemia speciosa 16
lahan basah utama 22
lahan kritis 24
Licula paludosa 16
p
pabrik kertas 11
Padang Cermin 18, 60
Pandanus tectorius 30
pariwisata 11, 21
pariwisata bahari 68, peta 69, isu-isu 71
jumlah etnis 4 limbah agro industri 24 pasang merah (red tide) 28
limbah industri 26, 28 pasang surut 9
Kabupaten Lampung Barat 36 limbah lumpur 28 Pasir Putih (THR) 71

k
Kabupaten Lampung Selatan 36
Kabupaten Lampung Timur 38
Kabupaten Tanggamus 36
Kabupaten Tulang Bawang 38
kambing hutan (Capricornis sumatrensis) 34
limbah perkotaan 24
limbah pertanian 24
limbah rumahtangga 24, 28
litologi 5
LIT (Line Intercept Transect) 20
patahan 5
patch reefs 20
pecuk ular (Anhinga melanogaster) 18, 33, 34
pedada (Sonneratia caseolaris) 16
pemanfaatan/penggunaan lahan 14, 44, 52
karang batu 20 Liwa 40, 42 pemanfaatan sumberdaya pesisir 76
karakteristik garis pantai 6 logam berat, tabel 11 penduduk asli 42
kawasan konservasi 30, peta 35, daftar satwa 34 luas total perairan laut 1 penduduk pendatang 44
Kalianda 20, 60 luas propinsi Lampung 3 pengeboman 20, 48, 76, 81
Kalianda resort 71 lutung (Presbytis cristata) 34 penyebaran penduduk 40
kecepatan angin 3 pengelolaan wilayah pesisir 83, 84
kekeruhan, tabel 11
kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri) 34
kemiskinan 49, 81
kepadatan penduduk pesisir 42, tabel 40, peta 43
kepedulian masyarakat 29
m
macan dahan (Neofelis nebulosa) 34
mangrove 14, 16
mangrove, peta sebaran 17
mangrove semu 18
MBV, serangan 60
penggunaan lahan, tabel 52, peta 53
penangkapan burung 20
pencegahan abrasi 6
pencemaran air oleh industri 16,
pencemaran perairan 67
Kepulauan Krakatau 20, 31, 70 Menggala 40 pencemaran sungai 24
Kepulauan Seribu 20 merbau (Initsia palembanica) 18 pencemaran pesisir 29
kerang mutiara 57 Metro 40 penduduk asli 42
kerbau liar (Bubalus bubalis) 34 Milky stork (Mycteria cinerea) 18 penduduk pendatang 44
kerusuhan sosial 58 millenium III 81 pengembangan lahan pertanian 50
kesesuaian lahan 52 monitoring lingkungan 29 penggunaan lahan di pesisir, tabel 52
kesesuaian lahan wilayah pesisir, tabel 54 morfologi 24 penyebab banjir, tabel 75
ketapang (Terminalia catappa) 16, 31 morfologi, tabel 8 penyebaran kelompok industri 27
kiambang (Salvinia molesta) 24 Muara Gading Mas 60 penyebaran suku desa pesisir, peta 47
kijang (Muntiacus muntjak) 34 Muara Sleman 30 penyu 14, 20
konflik pemanfaatan lahan 44, 49 mutiara, budidaya/pemeliharaan 57, 58, 66 penyu belimbing (Dermocylis cariacea) 16, 34
konsosiasi sedeng (Livistonia rotundifolia) 18 penyu hijau (Chelonia midas) 16, 31, 34
Kotamadya Bandar Lampung 38
kowak maling (Nycticorax nycticorax) 33, 34
Krui 42
KTI (kawasan timur Indonesia) 1
kualitas air, tabel nilai konsentrasi parameter 12
n
nelayan Lampung 67
nibung (Oncosperma tigillaria) 18
nipah (Nypa fruticans) 16, 18, 30
nyamplung (Calophyllum inophyllum) 16
penyu sisik (Eretmochelys imbricata) 16, 31, 34
perikanan sungai dan rawa 24
perikanan tangkap, peta produksi 65
perikanan tangkap, masalah 66
perikanan budidaya 57, 58
kualitas perairan Teluk Lampung 11, 28
kuau (Argusianus argus) 34
kucing emas (Felis temmincki) 34
kuntul (Egretta sacra) 18
kuntul besar (Egretta alba) 34
o
obat-obat pertanian, tabel 29
obyek wisata bahari, fasilitas, tarif , tabel 70
obyek wisata bahari, peta 69
Oriental Darter, 16
overfishing 1, 81
perkebunan kelapa 18
persepsi masyarakat 49
pertambakan rakyat 57
perubahan kondisi ekosistem pesisir, tabel 44
perusakan jalur hijau 46
kuntul kecil (Butorides striatus) 33, 34 perubahan cuaca global 81
kuntul putih (Ardeola speciosa) 33, 34
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

97
perusakan terumbu karang 20 sebaran alat tangkap, peta 63 Tringa totanus (burung rawa) 18
pembenihan udang 58 sebaran habitat, peta 15 TSS, tabel 12
perubahan fungsi lahan 6 sedimen 10 Tulang Bawang, suaka marga satwa 33
Pholidocarpus sumatrana 16 sedimentasi 5, 76, 83
PMDN 26
PMA 26
potensi sumberdaya ikan 64
pola curah hujan 4
sentra perikanan 64
sisa organisme laut 6
subtractability 46
sumberdaya air dan sungai, peta 25
u
udang lobster 31
udang windu/tiger prawn (Penaeus monodon) 57
Undang-undang Lingkungan 20

produksi perikanan tangkap, peta 65


program reboisasi 20
program transmigrasi 40
prokasih 26, 28
sumberdaya geologi 5
sumberdaya mineral
Sosial budaya, kondisi 40
SPOT, citra 11
v
volume sampah, tabel pertumbuhan 72
volume sampah di Kodya Bandar Lampung 74
vulcanic arc 10

property rights, 46
propinsi-propinsi 2
prosentase jumlah penduduk, peta 45
pulau-pulau kecil, nama, lokasi, luas 39
Pulau Sertung 31
Srimonosari 18
Stormy stork (Ciconia stormi) 18
sumberdaya ikan 62
sumber pencemaran utama 26
sumber pencemaran 28
w
waru laut (Hibiscus tiliacea) 16
Way Jepara 24
Way Kanan 18
Way Mesuji 11, 14, 22
Way Pedada 22
Putri malu (Mimosa pigra) 16 sungai-sungai 22 Way Penet 17
sungai besar 3 Way Sekampung 17, 22, 24, 26

r
raflesia (Rafflesia Arnoldi) 30
raja udang (Halcyon sp.) 34
Rantau Kandis 33
SWS (satuan wilayah sungai) 22

Taman Nasional Bukit Barisan 14, 30, 40, 76


Way Seputih 11, 14, 22, 24, 26
Way Rasau 22
Way Tulangbawang 11, 14, 16, 22, 24, 26
Rawa Bakung 33
Rawa Bungur 33
Rawa Gelam 33
Rawa Jitu 14, 22
Rawa Pacing 33
t
Taman Nasional Way Kambas 17, 18, 24, 30, 31, 32
tambak udang 57, 58
tambak udang, peta tingkat produksi 59
tambak inti rakyat 57, 76
tambak intensif 57
Way Wako 22
wilwo/lepipi (Mycteria cinerea) 34 (lihat : Milky stork)
wisata alam 68
wisata budaya 68
wisata buru 30
Rawa Pitu 14, 22 tambak semi-intensif 57 wisatawan, tabel jumlah 68
Rawa Sragi 14, 22, 44
Rawa Tenuk 33
reboisasi 24
reklamasi 14, 72, 74
Tanjung Belimbing 30, 31
Tanjung Cina 30, 31
Tanjung Karang-Telukbetung 36, 40
Tanjung Keramat 30, 31 x
Xylocarpus granatum 16

reklamasi pantai 12, 76


relief 4
rencana strategis IV, IX
rencana tata ruang wilayah (RTRW) 76
rengas (Gluta renghas) 18
teknologi penangkapan ikan 64
Teluk Lampung 3, 28
Teluk Semangka 3, 5, 20, 28
temperatur rata-rata 3, 10
terumbu karang, kondisi, peta 18, 76, 82
z
zona pemanfaatan 30

Rhizophora mucronata 17, 18 Terminalia catappa 30 (lihat : ketapang)

s
salinitas 10, tabel 12
salinitas rata-rata permukaan bulanan, gambar grafik 10
sanitasi lingkungan 78
sarana pendidikan 78
satwa langka 16
tikus (Rattus sp) 31
tingkat kepadatan penduduk pesisir, peta 43
tiram mutiara 11
TPI 11
togog 66
topografi 3, 30
satwa liar, peta sebaran 34 transmigran 42, 44
satuan lahan, peta 51 trawlnet 67
satuan geologi lingkungan, tabel 8 trenggiling (Manis javanica) 34

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

98
ISBN : 979-95617-36

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

99
TIM EDITOR

Budy Wiryawan
Bill Marsden
Handoko Adi Susanto
Ali Kabul Mahi
Marizal Ahmad
Hermawati Poespitasari

CITATION (Indonesia) :
Wiryawan, B., B. Marsden, H.A. Susanto, A.K. Mahi, M. Ahmad, H. Poespitasari (Editor). 1999. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Kerjasama PEMDA Propinsi Lampung dengan
Proyek Pesisir (Coastal Resources Center, University of Rhode Island dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor). Bandar Lampung. Indonesia. 109 pp.

CITATION (English) :
Wiryawan, B., B.Marsden, H.A. Susanto, A.K. Mahi, M. Ahmad, H. Poespitasari (Editors). 1999. Lampung Coastal Resources Atlas. Government of Lampung Province and Coastal Resources
Management Project (Coastal Resources Center, University of Rhode Island and Centre for Coastal and Marine Resources Studies, Bogor Agricultural University). Bandar Lampung. Indonesia. 109 pp.

CREDITS
Photographs : Tantyo B., Handoko A.S., Ary S.D.
Maps : Tim GIS PKSPL-IPB, BAPPEDA Propinsi Lampung
Line Arts : Production House Proyek Pesisir
Layout : Pasus Legowo, Handoko A.S.
Translations : Tim Editors
Style Editors : Kun S. Hidayat
ISBN : 979-95617-36

Funding for preparation and printing of this document was provided by USAID as part of the USAID/BAPPENAS Natural Resources Management Program
and the USAID-CRC/URI Coastal Resources Management (CRM) Program

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

100
ATLAS
SumberdayaWilayahPesisirLampung

Kerjasama:

Pemerintah Daerah Lampung

dengan

Proyek Pesisir Lampung

PKSPL-IPB

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

101




S AMBUTAN GUBERNUR











ubernur Lampung menyambut baik dengan diterbitkannya Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung

yang disusun atas kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, Daerah Kabupaten/Kota

Kabupaten se-Propinsi Lampung, dan bersama-sama Proyek Pesisir Lampung (Coastal Resources Man-

agement Project, USAID-BAPPENAS Program).



Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung ini diharapkan dapat digunakan baik oleh masyarakat Lampung

maupun masyarakat lainnya secara luas untuk mengetahui, mengenal, dan memanfaatkan potensi Pesisir Lampung

secara lestari dan berkesinambungan.



Di dalam proses pembuatan atlas ini telah memanfaatkan sumberdaya manusia dan informasi dari semua

pihak melalui proses verifikasi dengan semua instansi terkait, sehingga didapatkan kesepakatan mengenai isu-isu

pembangunan dan pelestarian Pesisir Lampung. Atas dasar pertimbangan ini kami menekankan agar semua pihak


dapat melibatkan diri dalam tahap-tahap selanjutnya untuk menyatukan persepsi terhadap perencanaan dan

pengelolaan wilayah Pesisir Lampung secara terpadu. Secara khusus diharapkan pula bahwa setelah

pembuatan atlas ini ada tindak lanjutnya dalam bentuk penyusunan Rencana Strategi dan Tata Ruang, yang

diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan wilayah Pesisir Lampung.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Proyek Pesisir Lampung dan

penghargaan yang tinggi atas kerjasama dan keterlibatan yang intensif mulai dari tahap perencanaan sampai

selesainya dokumen ini. Ungkapan yang sama, kami sampaikan juga kepada USAID-BAPPENAS dan Direktorat

Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri yang telah menetapkan Propinsi Lampung sebagai

salah satu lokasi Proyek Pesisir Lampung.



Secara khusus kami juga mengucapkan terima kasih, kepada seluruh jajaran Pemerintah Daerah Propinsi dan


Kabupaten/Kota, LSM, Kalangan Akademisi dalam dan luar negeri serta seluruh masyarakat Lampung, atas

penyampaian data, informasi dan masukan yang konstruktif.



Mudah-mudahan dokumen ini akan memberikan manfaat ganda bagi Pembangunan Daerah khususnya dan

Pembangunan Nasional pada umumnya.







Bandar Lampung, Juli 1999



Gubernur Lampung












Drs. H. OEMARSONO






atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung





102











S AMBUTAN CRC-URI











t has been a great pleasure for all members of the Proyek Pesisir Team and our Kami memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua anggota Tim

partners within and outside Lampung Province to assist with the development Proyek Pesisir dan para mitra kerja di dalam maupun di luar, Propinsi Lampung yang

of this Atlas. In late 1997 when our National Advisory Committee first pro- selama ini membantu pembuatan Atlas ini. Pada akhir tahun 1997 ketika Tim Penasehat

posed to USAID to select Lampung as a candidate province for inclusion in Proyek Nasional kami pertama kali mengajukan kepada USAID untuk memilih Lampung sebagai

Pesisir, we had little idea of how significant the coast of Lampung is. Through the calon propinsi yang disertakan ke dalam rencana Proyek Pesisir, kami mempunyai sedikit

determined efforts of local government (PEMDA) and non-government organiza- sekali bayangan tentang betapa pentingnya wilayah pesisir Lampung. Melalui usaha-

tions (NGOs), we were encouraged to take a look at the big picture (i.e. whole usaha yang terarah dan cermat dari PEMDA dan beberapa LSM, kami terdorong untuk

coastline) before focusing on specific sites or issues. melihat gambar besar (misalnya, seluruh garis pantai) sebelum memfokuskan kepada

This Atlas is the result of that big picture survey and has been compiled from kawasan dan isu-isu yang spesifik.

local surveys and studies by teams of experts working with project team, including Atlas ini adalah hasil survei dari gambar besar yang telah dipadukan dengan survei-

colleagues from the Centre for Coastal Marine Studies at the Bogor Agriculture survei dan studi-studi lokal oleh berbagai tenaga ahli yang bekerja dengan tim kami,

University and from various faculties of the University of Lampung. We have relied termasuk mitra kerja dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian

extensively on the active involvement of all stakeholders in the coastal resources of Bogor, serta dari berbagai fakultas di Universitas Lampung. Kita telah mengikutsertakan

Lampung - communities, individual resource users, industry, non government organi- secara aktif semua stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Lampung,

zations, local and provincial government agencies, universities, etc. to guide and seperti masyarakat, pengguna sumberdaya, industri, LSM, instansi/dinas/badan

inform our work. We were delighted by the enthusiasm that all these groups bought pemerintah di Propinsi dan Kabupaten/Kota, Universitas, dan lain-lain, untuk

to the process of developing, reviewing, and improving this Atlas. mengarahkan dan menginformasikan tentang pekerjaan kami. Kami merasa berbahagia

It is a common principle in natural resources management that we can not begin atas antusiasme semua stakeholder yang telah berperan serta dalam proses mengembangkan,

to develop strategies for sustainable use of those resources until we know something memberi masukan dan koreksi, serta menyempurnakan Atlas ini.

about them - e.g. what and where they are and who uses them and how. This Atlas Adalah sebuah prinsip yang umum dalam pengelolaan sumberdaya alam bahwa

is but a snapshot of the coastal resources of Lampung and as such will have to be kita tidak dapat memulai suatu pengelolaan sumberdaya tanpa terlebih dahulu mengetahui

constantly updated in future. It is, however, also an important foundation for man- sesuatu tentang sumberdaya tersebut, seperti apa dan di mana sumberdaya tersebut,

agement. With these data, we hope that local government, non government organi- siapa pengguna dan bagaimana cara mereka menggunakannya. Atlas ini hanya

zation, and Tim Pesisir will continue to work together to formulate and implement merupakan sebuah potret sekejap tentang sumberdaya wilayah pesisir Lampung dan

the plans necessary to resolve the many issues identified in this Atlas. tentunya harus terus menerus diperbaharui isinya di masa yang akan datang. Sekalipun

We commend this important reference to you and to your children; by working demikian, Atlas ini tetap merupakan dasar yang penting untuk suatu pengelolaan.

together we can sustain the diverse economic, social and environmental values of the Dengan data-data yang ada, Tim Pesisir akan melanjutkan kerja bersama segenap stake-

Lampung coast. We also commend this Atlas to organizations in other areas of holders untuk memformulasikan dan mengimplementasikan rencana-rencana yang

Indonesia. It is the first such Provincial Atlas and could serve as a model to stimulate dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai isu yang diidentifikasi dalam Atlas.

coastal management programs. Kami merekomendasikan Atlas ini sebagai referensi yang penting kepada Anda

dan putra-putri Anda; dengan bekerjasama kita dapat menjaga keragaman nilai-nilai

ekonomi, sosial, dan lingkungan Pesisir Lampung. Kami juga menyarankan agar

Atlas ini dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga di wilayah Indonesia yang lain, selain

Lampung. Atlas ini merupakan Atlas sumberdaya wilayah pesisir propinsi pertama, dan

dapat menjadi model untuk mendorong program pengelolaan wilayah pesisir.







Ian M. Dutton Lynne Zeitlin Hale Ian M. Dutton Lynne Zeitlin Hale

Project Leader, Proyek Pesisir Associate Director, Global Field Programs Pimpinan Proyek Pesisir, CRMP Indonesia Deputi Direktur, Program Lapangan CRC




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






103
ii











K ATA PENGANTAR











tlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung (ASWPL) merupakan suatu informasi ini dapat digunakan untuk kepentingan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir

informasi yang menampilkan inspirasi dari pendekatan pengelolaan di masa yang akan datang.

wilayah pesisir secara terpadu yang meliputi segenap aspek biofisik, Proses pembuatan Atlas ini diawali diskusi dengan pihak pemerintah daerah tentang

sosial-ekonomi-budaya, dan kelembagaan. Informasi ditampilkan dalam rencana pembuatan Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung dan sekaligus dalam

bentuk peta-peta tematik dan teks singkat dari ketiga aspek tersebut. rangka sosialisasi Proyek Pesisir ke daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Setelah itu

Atlas ini mengidentifikasikan isu-isu pengelolaan wilayah pesisir Lampung yang diadakan penentuan topik yang akan dimuat dalam Atlas berdasarkan kondisi biofisik,

dibuat dalam bentuk hot-spot, seperti konflik dan kesenjangan kewenangan serta sosial-ekonomi-budaya, dan kelembagaan.

pemanfaatan yang juga dipresentasikan untuk dapat ditelaah oleh semua pihak. Atlas Proses selanjutnya adalah pengumpulan data, baik data primer melalui survei-survei


ini juga menampilkan beberapa prioritas untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir lapangan, maupun data sekunder melalui dinas-dinas terkait dan acuan pustaka lainnya.

secara terpadu. Kondisi-kondisi seperti eksploitasi sumberdaya, perpindahan Studi ini melibatkan beberapa tenaga ahli yang berasal dari dalam dan luar negeri, dibantu

penduduk, dan perubahan gaya hidup masyarakat, semuanya berdampak terhadap oleh pemerintah daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat,

lingkungan wilayah pesisir. Perguruan Tinggi, industri/swata, media massa, dan masyarakat. Kemudian diadakan

Atlas ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Propinsi Lampung ekstraksi hasil studi (survei lapangan dan studi literatur) sebagai bahan Atlas, selanjutnya

dan Proyek Pesisir Lampung. Proyek Pesisir Lampung merupakan salah satu dari tiga dibuat peta-peta tematik dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penyebarluasan

program lapangan Proyek Pesisir (Coastal Resources Management Project - CRMP) yang draft awal ke dinas dan instansi terkait merupakan tahap berikutnya. Tahap ini bertujuan

mempunyai misi desentralisasi dan penguatan dalam pengelolaan wilayah pesisir di In- untuk verifikasi, konfirmasi, perbaikan, dan sosialisasi Atlas. Jika ada kekurangan dan

donesia.

Program lapangan di Lampung (Proyek Pesisir Lampung)



dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerjasama (MoU) antara




Pusat Sumberdaya Wilayah Pesisir - Universitas Rhode Island



(Coastal Resources Center - University of Rhode Island) USA dengan



Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut



Pertanian Bogor (IPB). Inti kegiatan dari Proyek Pesisir



Lampung adalah mengajak semua pihak bersama-sama



memelihara kawasan pesisir untuk kehidupan yang lebih baik.



Di tahun pertama Proyek Pesisir Lampung mempunyai



tiga kegiatan utama yaitu sosialisasi proyek dan pentingnya




pengelolaan pesisir terpadu, pembuatan Atlas Sumberdaya



Wilayah Pesisir Lampung, dan penguatan kelembagaan. Hal



ini merupakan awal dari permulaan penyadaran masyarakat



terhadap lingkungan, khususnya wilayah pesisir dan lautan.



Tujuan dari pembuatan Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir



Lampung ini adalah untuk menyediakan informasi yang



obyektif dan akurat serta dapat diakui oleh berbagai pihak yang

Pemukiman nelayan di atas air, Mahabang Tulang Bawang.


terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir. Selain itu diharapkan,




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






iii
104







kesalahan, maka diadakan diskusi dan perbaikan. Verifikasi dilakukan ke instansi dan
dinas terkait di Propinsi dan Kabupaten/Kota. Desain dan draft lay-out Atlas dibahas
dalam pertemuan NAC (National Advisory Committee - Komisi Penasehat Nasional)
dan PSC (Provincial Steering Committee - Komisi Pengarah Propinsi).
Tahap akhir adalah pencetakan, perbanyakan dan penyebarluasan Atlas. Atlas ini
diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pembuatan Rencana Strategis (Renstra)
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Propinsi Lampung, serta revisi tata ruang yang
saat ini sedang dilaksanakan. Atlas juga ditujukan untuk kalangan akademisi setingkat
Sekolah Menengah Tingkat Atas dalam menambah wawasan generasi muda tentang
lingkungan, khususnya lingkungan wilayah pesisir Lampung.
Atlas ini diawali dengan memaparkan kondisi strategis Propinsi Lampung di antara
propinsi-propinsi lain di Indonesia. Lampung merupakan daerah limpahan (spill over)
dari pertumbuhan ekonomi kawasan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi).
Pertumbuhan ini selain memberikan dampak positif, juga menimbulkan masalah-masalah
lingkungan (Bab-1). Bab-2 sampai Bab-6 berisi tentang ringkasan dan peta tematik
tentang kondisi dan permasalahan yang berkaitan dengan masalah bio-fisik. Hal ini
mencakup bidang geomorfologi, oseanografi dan meteorologi, ekosistem dan habitat,
sistem daerah aliran sungai (DAS), dan wilayah konservasi. Bab-7 dan Bab-8 mengulas
tentang pembagian wilayah administrasi daerah Kabupaten/Kota Lampung, khususnya
wilayah pesisir serta keadaan penduduk, etnik, dan kondisi sosial budayanya.
Berbagai macam kegiatan manusia dalam menggunakan kekayaan alamnya
dipaparkan dalam Bab-9 sampai Bab-12. Dalam keempat bab ini dimuat kondisi dan
permasalahan dalam bidang kesesuaian lahan pertanian, perikanan tangkap, perikanan
budidaya, dan pariwisata. Khusus Bab-13, diuraikan isu-isu utama yang terdapat di
Ibukota Propinsi Lampung, yaitu Bandar Lampung. Sedangkan bab selanjutnya (Bab-
14 sampai Bab-16) diuraikan isu-isu yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir
dalam empat wilayah, yaitu Pesisir Barat, Teluk Semangka, Teluk Lampung, dan Pantai
Timur.
Semua teks dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung ini merupakan
ringkasan dari laporan teknis, sebagai hasil studi mengenai berbagai aspek pengelolaan
wilayah pesisir. Sehingga, para pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam tentang
tiap-tiap bidang yang terdapat di dalam Atlas dapat mengacu pada laporan teknisnya di
Proyek Pesisir Lampung .
Namun tentunya masih ada kekurangan-kekurangan dalam Atlas ini. Kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga Atlas ini dapat mencapai tujuan sebagaimana diharapkan dan bermanfaat Panen kerang di Muara Gading Mas, Lampung Timur.
bagi yang memerlukannya.
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

105
iv




U CAPAN TERIMA KASIH










emperoleh data baru yang obyektif dan akurat merupakan tantangan terbesar dalam pembuatan Atlas

Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung ini. Dengan partisipasi masyarakat di Propinsi Lampung, bersama

tenaga ahli, kami mengadakan hubungan dengan sejumlah besar pejabat yang bekerja di pemerintahan Propinsi Lampung. Selain

kerjasama dengan BAPPEDA, Dinas Perikanan, dan Bapedalda, kami juga bekerjasama dengan instansi/dinas terkait lainnya dalam pengelolaan

sumberdaya wilayah pesisir, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta, serta masyarakat pengguna wilayah pesisir. Kami mengucapkan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan data literatur dan data-data lain yang tidak diterbitkan.


Kami mengucapkan terima kasih kepada Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri, Gubernur Lampung, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, dan Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Lampung atas kerjasama dan dukungannya yang diberikan selama persiapan

pelaksanaan dan penyusunan Atlas ini.





UCAPAN TERIMA KASIH TERUTAMA KAMI SAMPAIKAN KEPADA :





M. Butar Butar, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Proyek Pesisir Jakarta : Esthy S. Jonathan, Jacob R., Farah S., Tammy C., Pahala N.,

Irwandi Idris, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Dewi S., Vista Y., Noni S. (eks OM), Prawoto dan Sukino

Sapta Putra Ginting, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tantyo Bangun, CRMP Photographer

Stephen Olsen, Director, Coastal Resources Center (CRC-URI)



Lynne Z. Hale, Associate Director, Coastal Resources Center (CRC-URI) PEMDA PROPINSI LAMPUNG

Brian Needham, CRMP Desk Officer, Coastal Resources Center (CRC-URI) Harris Hasyim, Ketua BAPPEDA Propinsi Lampung

Lesley Squillante, Associate Director, Coastal Resources Center (CRC-URI) Prayitno, Kepala Bidang Fisik dan Prasarana BAPPEDA Propinsi Lampung

Ian M. Dutton, Chief of Party, Proyek Pesisir Ediyanto, Staf Bidang Fisik dan Prasarana BAPPEDA Propinsi Lampung


Titayanto Peter, USAID Jakarta Tole Dailami, Staf Bidang Fisik dan Prasarana BAPPEDA Propinsi Lampung

Rokhmin Dahuri, Direktur Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - IPB Puji Riyanto, Staf Bidang Sekretariat BAPPEDA Propinsi Lampung

Dietriech G. Bengen, Kordinator Proyek Pesisir, PKSPL - IPB Fahrizal, Staf Bidang Fisik dan Prasarana BAPPEDA Propinsi Lampung

Brian Crawford, Technical Advisor, Proyek Pesisir Sulawesi Utara Rahmat Abdullah, Ketua BAPEDALDA Lampung

Ramli Malik, Ary Setiabudi, dan staf Proyek Pesisir Kalimantan Timur Tonny O.L. Tobing, Staf BAPEDALDA Lampung

Johnnes Tulungen dan staf Proyek Pesisir Sulawesi Utara Rukis Pribadi, Staf BAPEDALDA Lampung

R.J. Moermanto, Database Specialist, PKSPL - IPB Azwar Harun, staf BAPEDALDA Lampung

Kun Hidayat, Publications Manager Proyek Pesisir Maharani, staf BAPEDALDA Lampung


Production House Proyek Pesisir : Pepen S. Abdullah (Ass.Publication), Suparmo, staf BAPEDALDA Lampung

Pasus Legowo (Graphic Designer Specialist), Nurwati Khodijah Helmi Mahmud, Kepala Dinas Perikanan Propinsi Lampung

Tim GIS PKSPL-IPB : Yus Rustandi, Celly Catharina, Asep Sukmara dan Galih Sudjiharno, Kepala Balai Budidaya Laut Lampung dan staf

Learning Team PKSPL-IPB : Fedi A. Sondita, Neviaty P. Zamani, Amiruddin Tahir, Rotlan Sinaga, Dinas Perikanan Propinsi Lampung

Bambang Haryanto, Burhanuddin, Learning. Elvizar, Staf Dinas Perikanan Propinsi Lampung

Staf Proyek Pesisir Lampung : Revita M., Susana S., Yudi R., Susilawati (eks OM), Afif Nanang Kosasih, Staf PPNS Dinas Perikanan Propinsi Lampung

K., Efta W. dan Sukatman Jazuli Bahtiar, Staf Dinas Perikanan Propinsi Lampung




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






v
106







Zulkifli Ishak, Staf Dinas Perikanan Propinsi Lampung Zulkifli B., Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota Lampung Barat
Sudiono, Kepala Kantor Wilayah Pariwisata, Seni dan Budaya Lampung Ahmad Syahputra, Bupati Tanggamus
Yanto Riyanto, Staf Kantor Wilayah Pariwisata, Seni dan Budaya Lampung A. Basri, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Tanggamus
Tarmizi Ali, Kepala Dinas Pariwisata Propinsi Lampung Gatot Susilo, Sekretaris BAPPEDA Kabupaten/Kota Tanggamus
Edwin Bangsaratoe, Staf Dinas Pariwisata Propinsi Lampung Sudiro, Kepala Bidang Fispra BAPPEDA Kabupaten/Kota Tanggamus
Syamsudin Rahmat, Kepala Kantor Wilayah Kehutanan Lampung Herri Azhary, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Tanggamus
Edy Suryadi, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Lampung Supardi Alam, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota Tanggamus
Yusuf Yakub, Kepala Kantor Wilayah Pertanian Lampung Muslani, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Tanggamus
Subagyono Darmowiyono, Kepala Dinas Pertanian Propinsi Lampung Anwar Effendi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Tanggamus
H. Thalib Muhammad Mberu, Kepala Kantor Wilayah Pendidikan Lampung Basuki R. Widodo, Kepala BPN Kabupaten/Kota Tanggamus
H. Danaluddin Mochtar, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Lampung Surono Suroso, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota Tanggamus
Agus S. Subowo, Staf PU Pengairan Lampung A. Syamsuri, Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota Tanggamus
Sumarno, Staf PU Pengairan Lampung Amreyza Anwar, Bupati Lampung Selatan
Yuswantoro, Kepala BKKBN Propinsi Lampung M. Ronny, Kepala Bagian Lingkungan Hidup Lampung Selatan
Tugiman, Kepala Kantor Wilayah BPN Lampung M. Abadi, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Toni, Staf Kantor Wilayah BPN Lampung Hilman, Sekretaris BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Toto Sugito, Kepala Badan Pusat Statistik Lampung Jamal Nasher, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Knedi, Staf Badan Pusat Statistik Lampung Ali Ibrahim, Staf Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Harjanto Wahyu Sukotjo, Kepala BKSDA II Tanjung Karang Darusman, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Dody Indriadi, Kantor Wilayah Perindustrian dan Perdagangan Lampung Maman Kurmana, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Muhajir Utomo, Rektor Universitas Lampung Basri Madjid, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Sutopo Gani N., Universitas Lampung Nursiwan Ramli, Kepala BPN Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Sugeng P. Haryanto, Universitas Lampung Rasyid, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Erwanto, Universitas Lampung Sunardi, Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota Lampung Selatan
Suharto, Walikota Bandar Lampung
PEMDA KABUPATEN/KODYA Opang Suparno, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Bandar Lampung
I Wayan Dirpha, Bupati Lampung Barat Tjandra Tjaya, Ketua Bidang Fispra BAPPEDA Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Herman, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Barat Madani, Staf BAPPEDA Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Lisbar Jubairi, eks ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Barat Marta Lena Sani, Staf BAPPEDA Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Fauzi Japri, eks Kepala Bidang Fispra BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Barat Agus Sutrio, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Zulkifli Ishak, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Lampung Barat Fanani Idris, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Rusli Arsyad, Staf Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Lampung Barat Syahrir Muchtar, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Imanuddin Aziz, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota Lampung Barat S. Suprihono, Kepala BPN Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Guntur, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Lampung Barat Pulung Musa, Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Alwi Siregar, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Lampung Barat Ali Latif, Kepala BPS Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Lisdarto, Kepala BPN Kabupaten/Kota Lampung Barat Yusuf Umar, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota Bandar Lampung
Rusman Arsyad, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota Lampung Barat Irfan Nuranda Djafar, Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota Bandar Lampung
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

vi
107
Herman Sanusi, Bupati eks Lampung Tengah Harijanto dan staf GAPPINDO Lampung
Herman Akib, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Hertri Wasisto, PT. Charoen Phokphan
Pramono, Sekretaris BAPPEDA Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Marizal Ahmad, Ketua APPU Lampung
Halomoan Sinaga, Kepala Bidang Fispra BAPPEDA Kabupaten/Kota Sinek Kurniawan, Corona Diving Club dan staf Octopus Dive Center
eks Lampung Tengah Yanto Riyanto dan staf, pengurus daerah POSSI Lampung
Badrudin, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Gunawan Sukmadi dan staf PT. Biru Laut Khatulistiwa
Dadan, Staf Dinas Perikanan Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Christopher Lim, Direktur PT. Dipasena Citra Darmaja
Syamsir Akil, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Harijanto dan staf Pimpinan PT. Dipasena Citra Darmaja
Isyanto, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Leo Cababasay, PT. Dipasena Citra Darmaja
Sutomo, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Taufik Slamet dan Pimpinan PT. Central Pertiwi Bahari
Syaiful Ahri, Kepala BPN Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Djoko M. Basuki, PT. Centra Pertiwi Bahari
Zuhairi Abdulah, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Thomas Ananto, Kalianda Resort
Sujaswadi, Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota eks Lampung Tengah Barnabas, Andatu Lestari Plywood
H.M. Nurdin, Bupati Lampung Timur Harlin Supriyadi, Servitia Cemerlang
Masdulhaq, Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten/Kota Lampung Timur M. Syafry Sihotang, Pelabuhan Indonesia II Panjang
Ahmad Basri, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Lampung Timur Warnadi, Ketua Koperasi Unit Desa Mina Jaya Lempasing - Bandar Lampung
Heru Pramono, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Lampung Timur
Sahid Alkarim, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Lampung Timur KONSULTAN DAN TIM SURVEI
Harjanto Wahyu Sukotjo, Kepala Taman Nasional Way Kambas Bill Marsden (Perikanan Budidaya)
Santori Hasan, Bupati Tulang Bawang Max Zieren (Habitat)
Firdaus Agustian, Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kota Tulang Bawang Wahyudi dan Gingin (Geomorfologi)
Augustinus Sinaga, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Tulang Bawang Ali Kabul Mahi (Pertanian)
Saiful HK, Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Tulang Bawang Ida Farida Rifai (Pencemaran)
Kanedi, Dinas Perikanan Kabupaten/Kota Tulang Bawang R. Kaswadji, Neviaty P.Z., Cahyono S., Unggul A., Ario Damar, R. Widodo
Lotar J. Sirait, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Tulang Bawang (Mangrove dan Terumbu Karang)
Hanan AR., Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Tulang Bawang John Pariwono dan R. Kaswadji (Oseanografi)
Rudi Sumamur, Kepala BPN Kabupaten/Kota Tulang Bawang Yunita T. Winarto, Elshinta Suyoso, Glenn Thomas, Heru, Nita Wahju, Tony Hartanto
Arif Makmur, Kepala BKKBN Kabupaten/Kota Tulang Bawang (Sosial Budaya)
Indra Cahya Marga, Kepala Dinas PU Kabupaten/Kota Tulang Bawang Gondo Puspito, Sugeng H.S, M. Imron, Wazir Mawardi (Perikanan Tangkap)
Wahyu Sasongko dan Mark Black (Pariwisata)
LSM DAN PIHAK SWASTA
Abdi Wasik Ali dan staf LSM WATALA VOLUNTEER
Iqbal Pandji Putra, Herza, Yulianti dan staf LSM Mitra Bentala Setia Lesmana, Fahmi, Cici, Menrizal, Suparman, Yopi, Fis, Danang, Nugroho, Anton,
Heri Hermiyantono dan staf LSM Yasadana Tony, Anne Novita, Hari, Suyadi, Karlan, Upi, Lisa, Titin, Irma, Arief, Uci, Fitriyadi,
Neny Hendriyani dan staf LSM Wanacala Mukri, Saud, Puji, Masrori, Hazairin, Andoyo, Faizal, Wandoyo, Yati, Azwarudin,
Guswarman dan staf Forda WALHI Lampung Almuhery, Nurka, Imron, A.J. Saputra, Syaifudin, Asrah, Joko S.S. Hartono, Noto
Verry Iwan Stiawan dan staf LSM Alas Indonesia Winoto, Andoyo dan para PPL (Penyuluh Perikanan Lapangan).
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

108
vii




D AFTAR SINGKATAN













ADB : Asian Development Bank - Bank Pembangunan Asia DCD : Dipasena Citra Darmaja

AMDAL : Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Depdagri : Departemen Dalam Negeri



ASEAN : Association of Southeast Asian Nations - Perhimpunan Negara- Diparda : Dinas Pariwisata Daerah

Negara Asia Tenggara Dishidros : Dinas Hidro-oseanografi



ASWPL : Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung Ditjen PHPA : Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam

AWB : Asian Wetlands Bureau Dinas PU : Dinas Pekerjaan Umum



BAKOSURTANAL : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional DO : Dissolve Oxygen - Oksigen Terlarut

BANGDA : Badan Pembangunan Daerah FPI : Fishing Power Index - Indeks Kemampuan Daya Tangkap

BAPEDAL : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan GBHN : Garis-Garis Besar Haluan Negara


BAPEDALDA : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah GDP : Gross Domestic Bruto

BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah GIS : Geographic Information System



BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional GL : Geologi Lingkungan



BKSDA : Balai Konservasi Sumberdaya Alam HNSI : Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional HPH : Hak Pengusahaan Hutan

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal ICM : Integrated Coastal Management



BLK : Biru Laut Khatulistiwa ICZM : Integrated Coastal Zone Management - Pengelolaan

BOD : Biological Oxygen Demand - Kebutuhan Oksigen Secara Biologis Wilayah Pesisir Terpadu

BPN : Badan Pertanahan Nasional IDT : Inpres Desa Tertinggal



BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi INP : Indeks Nilai Penting


BPS : Badan Pusat Statistik IPB : Institut Pertanian Bogor



BRLKT : Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah IUCN : International Union for Conversation of Nature -

c.a. : catchment area - Daerah Resepan Air Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam

CBM : Community Based Management - Pengelolaan Jabotabek : Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi



Berbasis Masyarakat Kaltim : Kalimantan Timur



CCMRS : Centre for Coastal and Marine Resources Studies of the Kanwil : Kantor Wilayah

Bogor Agriculture University KK : Kepala Keluarga



CITES : Convention of International Trade in Endangered Species KTI : Kawasan Timur Indonesia

COD : Chemical Oxygen Demand - Kebutuhan Oksigen secara Kimia Lanal : Pangkalan Angkatan Laut


Co-Management : Cooperative/collaborative Management Landsat : Land Satellite



CPB : Central Pertiwi Bahari LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia



CPUE : Catch Per Unit Effort - Hasil Tangkapan Per Unit Upaya LIT : Line Intercept Transect

CRC/URI : Coastal Resources Center of the University of Rhode Island LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

CRMP : Coastal Resources Management Project (RP2 of NRM II), MoU : Memorandum of Understanding

dikenal di Indonesia sebagai Proyek Pesisir MSY : Maximum Sustainable Yield - Produksi Maksimum Lestari

DAS : Daerah Aliran Sungai NAC : National Advisory Committee of the CRMP




atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






viii
109







Pasut : Pasang Surut TPA : Tempat Pembuangan Akhir
Pelindo : Pelabuhan Indonesia TPI : Tempat Pelelangan Ikan
Pemda : Pemerintah Daerah TSS : Total Suspended Solid
Perda : Peraturan Daerah UNCLOS : United Nation Conference on the Law of the Sea
P3O-LIPI : Pusat Pengembangan dan Penelitian Oseanologi-Lembaga UNILA : Universitas Lampung
Ilmu Pengetahuan Indonesia USAID : U.S. Agency for International Development
PJP : Pembangunan Jangka Panjang UU : Undang-undang
PKSPL-IPB : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, UUD : Undang-Undang Dasar
Institut Pertanian Bogor WALHI : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
PLG : Pusat Latihan Gajah Wisman : Wisatawan Mancanegara
PMA : Penanaman Modal Asing Wisnus : Wisatawan Nusantara
PMD : Pengembangan Masyarakat Desa WWF : World Wildlife Fund for Nature
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif
POSSI : Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia
PPI : Pangkalan Pendaratan Ikan
Prokasih : Program Kali Bersih
Prolasih : Program Laut Bersih
PSC : Provincial Steering Committee
PSPB : Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir
RDB : Red Data Book
Renstra : Rencana Strategis
RSTRP : Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi
RTN : Rumah Tangga Nelayan
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
SMS : Suaka Marga Satwa
SMU : Sekolah Menengah Umum
SOKLI : Satuan Operasi Kebersihan Lingkungan
SPM : Single Point Mooring
SPOT : Satellite Prohatoire dObservation de la Terre
SulUt : Sulawesi Utara
SWS : Satuan Wilayah Sungai
THR : Taman Hiburan Rakyat
TIR : Tambak Inti Rakyat
TNBBS : Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Obyek wisata Pantai Marina, Kalianda Lampung Selatan.
TNWK : Taman Nasional Way Kambas
atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

ix
110




D AFTAR ISI












SAMBUTAN GUBERNUR LAMPUNG ................................................................. i 3.4 Gelombang ............................................................................................................... 10




3.5 Suhu dan Salinitas ................................................................................................. 10



FOREWORD FROM COASTAL RESOURCES CENTER - URI ..................... ii 3.6 Abrasi dan Sedimentasi ....................................................................................... 10

3.7 Kualitas Perairan Teluk Lampung ...................................................................... 11



KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii 3.8 Isu - isu Oseanografi ............................................................................................ 12





UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................... v 4. Ekosistem Pesisir Lampung



4.1 Habitat Utama ...................................................................................................... 14



DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................ viii 4.2 Penggunaan dan Ancaman ................................................................................. 14



4.3 Flora dan Fauna ................................................................................................... 14



DAFTAR ISI .................................................................................................................. x 4.4 Fungsi dan Manfaat Habitat Pesisir ................................................................... 20

4.5 Isu - isu Pengelolaan ............................................................................................ 21




DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xii



5. Daerah Aliran Sungai dan Sumber Pencemaran



DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii 5.1 Jenis-jenis sungai di Lampung ............................................................................ 22



5.2 Perikanan Sungai dan Rawa ................................................................................ 24



BAGAN ALUR PROSES PEMBUATAN ATLAS ................................................. xiv 5.3 Degradasi Daerah Tangkapan ............................................................................ 24

5.4 Hidrologi Perairan Pantai .................................................................................... 24



1. Pendahuluan 5.5 Pencemaran Sungai dan Pesisir .......................................................................... 24



1.1 Pesisir Indonesia ................................................................................................... 1 5.6 Isu - isu Pencemaran Pesisir ............................................................................... 29

1.2 Pesisir Lampung ................................................................................................... 3



6. Kawasan Konservasi


2. Geomorfologi Lingkungan Pesisir Lampung 6.1 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ............................................................. 30

2.1 Geomorfologi ....................................................................................................... 5 6.2 Cagar Alam Laut TNBBS ................................................................................... 31



2.2 Litologi .................................................................................................................. 5 6.3 Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau ............................................................ 31

2.3 Sumberdaya Geologi ........................................................................................... 5 6.4 Taman Nasional Way Kambas ........................................................................... 31

2.4 Proses Geologi ..................................................................................................... 5 6.5 Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam Tulang Bawang ..................................... 33

2.5 Satuan Geologi Lingkungan ............................................................................... 5



2.6 Isu-isu .................................................................................................................... 6 7. Kota dan Kabupaten di Pesisir Lampung



7.1 Kabupaten Lampung Barat ................................................................................ 36




3. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung 7.2 Kabupaten Tanggamus ....................................................................................... 36



3.1 Batimetri ................................................................................................................ 9 7.3 Kabupaten Lampung Selatan ............................................................................ 36



3.2 Pasang Surut ............................................................................................................. 9 7.4 Kotamadya Bandar Lampung ............................................................................ 38



3.3 Cuaca dan Arus Musim ........................................................................................ 9 7.5 Kabupaten Lampung Timur .............................................................................. 38





atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






x
111







7.6 Kabupaten Tulang Bawang .................................................................................... 38 13. Isu Bandar Lampung
7.7 Isu - isu dalam Administrasi ............................................................................... 38 13.1 Kebersihan ............................................................................................................ 72
13.2 Reklamasi ............................................................................................................... 72
8. Demografi Desa dan Kondisi Sosial -Budaya 13.3 Banjir ...................................................................................................................... 75
8.1 Penduduk ............................................................................................................. 40
8.2 Etnik ............................................................................................ ........................ 42 14. Isu - isu Wilayah Pesisir Lampung
8.3 Pemanfaatan Lahan yang Terbuka Perolehannya ......................................... 44 14.1 Kelembagaan, Administrasi dan Tata Ruang ................................................... 76
8.4 Persepsi Masyarakat Terhadap ICZM .............................................................. 49 14.2 Abrasi, Sedimentasi, dan Geologi ...................................................................... 76
14.3 Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir ....................................................................... 76
9. Kesesuaian dan Arahan Pengembangan Lahan Pertanian 14.4 Sanitasi Lingkungan, Sarana Pendidikan, dan Pariwisata ............................... 78
9.1 Satuan Lahan ........................................................................................................ 50
9.2 Penggunaan Lahan .............................................................................................. 52 15. Pesisir Lampung dalam Memasuki Millenium III
9.3 Kesesuaian Lahan ................................................................................................ 52 15.1 Wilayah Pesisir Indonesia di antara Pesisir Dunia ............................................ 81
9.4 Pengembangan Lahan Pertanian ....................................................................... 56 15.2 Wilayah Pesisir Lampung antara Harapan dan Permasalahannya ................. 82
15.3 Perairan Teluk Lampung ..................................................................................... 82
10. Perikanan Budidaya di Wilayah Pesisir Lampung 15.4 Terumbu Karang ................................................................................................. 82
10.1 Pemeliharaan Mutiara di Teluk Lampung ........................................................ 57 15.5 Pantai Timur ......................................................................................................... 83
10.2 Pemeliharaan Udang ........................................................................................... 57 15.6 Prioritas dari Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu ........................................ 83
10.3 Tambak Inti Rakyat di Tulang Bawang ............................................................ 57 15.7 Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Mayarakat ............................................. 83
10.4 Pertambakan Rakyat di Pantai Timur ............................................................... 57 15.8 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir .................................................................... 84
10.5 Pembenihan Udang di Kalianda ....................................................................... 58 15.9 Mengelola Sumberdaya Pesisir dan Lautan Berarti Menjamin Masa
10.6 Konsekuensi Peningkatan Usaha Tambak Udang .......................................... 58 Depan Kita ........................................................................................................... 84
10.7 Permasalahan Usaha Perikanan Budidaya ........................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 86
11. Perikanan Tangkap
11.1 Pentingnya Perikanan Tangkap ......................................................................... 62 DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................... 89
11.2 Sumberdaya Ikan dan Lokasinya ...................................................................... 62
11.3 Sentra Perikanan dan Sarananya ....................................................................... 64 INDEKS ........................................................................................................................ 96
11.4 Teknologi yang digunakan ................................................................................. 64
11.5 Masalah Perikanan Tangkap .............................................................................. 66

12. Pariwisata Bahari di Pesisir Teluk Lampung


12.1 Pariwisata di Lampung ........................................................................................ 68
12.2 Pariwisata Bahari di Teluk Lampung ................................................................ 68
12.3 Isu - isu Pariwisata Bahari di Teluk Lampung .................................................. 71

atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

xi
112




D AFTAR TABEL













1. Satuan Geologi Lingkungan Pesisir Lampung ....................................................... 8 11. Fisiografi Wilayah Pesisir Lampung ........................................................................ 50



2. Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air di Perairan Teluk Lampung ............. 12 12. Penggunaan Lahan di Pesisir Lampung Saat ini ................................................... 52



3. Ukuran Daerah Tangkapan dan Debit Air Beberapa Sungai Utama 13. Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Lampung ........................................................ 54

di Lampung ................................................................................................................. 26 .

14. Arahan Pengembangan Lahan Pertanian di Pesisir Lampung ........................... 56



4. Kisaran Level BOD, COD, dan pH dari Limbah Industri Tahun



1995 - 1998 .................................................................................................................. 28 15. Peristiwa-peristiwa Penting dalam Perkembangan Budidaya




Air Payau dan Air Laut di Pesisir Lampung ......................................................... 60



5. Jenis dan Pemakaian (%) Obat-obat Pertanian .................................................... 29



16. Analisis Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Timur Lampung dengan



6. Daftar Satwa Langka yang terdapat di Kawasan Konservasi Propinsi Pendekatan Metode Schaefer ................................................................................. 64

Lampung dan Statusnya ........................................................................................... 34



17. Jumlah Wisatawan ke Lampung ............................................................................ 68



7. Nama, Lokasi, dan Luas Pulau-pulau Kecil di Wilayah Perairan Propinsi



Lampung ...................................................................................................................... 39 18. Obyek Wisata Bahari, Fasilitas, dan Tarif di Teluk Lampung .......................... 70



8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Pesisir Lampung di Enam 19. Pertumbuhan Volume Sampah di Kodya Bandar Lampung ............................. 72


Daerah Kabupaten/Kota ......................................................................................... 40



20. Volume Sampah di Kotamadya Dati II Bandar Lampung tahun 1996 ........... 74

9. Perbandingan Perubahan Kondisi Ekosistim Pesisir .......................................... 44



21. Daerah Aliran Sungai di Kotamadya Bandar Lampung ..................................... 74



10. Kategori Property Rights di Lahan Pesisir Timur Lampung Saat



Bukaan Tahun 1970-an ............................................................................................. 46 22. Penyebab Banjir di Kodya Bandar Lampung ...................................................... 75

























atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






xii
113











D AFTAR GAMBAR












Gambar-1 : Propinsi-propinsi di Republik Indonesia ............................................. 2 Gambar-17 : Peta Tingkat Kepadatan Penduduk Desa Pesisir Lampung ............ 43




Gambar-2 : Relief Lampung ....................................................................................... 4 Gambar-18 : Peta Prosentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok

Umur Desa Pesisir Lampung ............................................................... 45



Gambar-3 : Peta Geologi Lingkungan Pesisir Lampung ......................................... 7 .



Gambar-19 : Peta Penyebaran Suku Desa Pesisir Propinsi Lampung...................... 47



Gambar-4 : Salinitas Permukaan Rata-rata Bulanan (psu) Barat Daya Sumatera



dan Laut Jawa (Wyrtki, 1961) ............................................................... 10 Gambar-20 : Peta Satuan Lahan Pesisir Lampung .................................................. 51



Gambar-5 : Citra SPOT 28 April 1996 Daerah Teluk Lampung ............................. 11 Gambar-21 : Peta Penggunaan Lahan Pesisir Lampung ......................................... 53



Gambar-6 : Citra SPOT 2 Juni 1996 Daerah Teluk Lampung .............................. 11 Gambar-22 : Peta Arahan Penggunaan Lahan Pertanian Pesisir Lampung ......... 55




Gambar-7 : Peta Arus Pasang Surut dan Kualitas Perairan di Teluk Lampung .... 13 Gambar-23 : Peta Tingkat Produksi Tambak Udang di Pesisir Lampung ............ 59



Gambar-8 : Peta Sebaran Habitat dan Daerah-daerah Rawan Banjir, Kebakaran, Gambar-24 : Peta Ketersediaan Sumberdaya Budidaya .......................................... 61

dan Pengeboman di Pesisir Lampung ................................................. 15



Gambar-25 : Peta Sebaran Alat Tangkap di Pesisir Lampung ................................ 63



Gambar-9 : Peta Sebaran Mangrove Pesisir Lampung ............................................... 17



Gambar-26 : Peta Produksi Perikanan Tangkap Propinsi Lampung .................... 65



Gambar-10 : Peta Kondisi Terumbu Karang di Teluk Lampung ........................... 19



Gambar-27 : Peta Obyek Wisata Bahari di Pesisir Teluk Lampung ...................... 69




Gambar-11 : DAS-DAS Utama di Propinsi Lampung ............................................... 23



Gambar-28 : Peta Isu Utama Bandar Lampung Propinsi Lampung ...................... 73



Gambar-12 : Peta Sumberdaya Air dan Sungai di Propinsi Lampung ................... 25



Gambar-29 : Peta Isu Utama Teluk Lampung Propinsi Lampung ........................ 77



Gambar-13 : Peta Penyebaran Kelompok Industri di Propinsi Lampung ........... 27



Gambar-30 : Peta Isu Utama Pantai Timur Propinsi Lampung ............................. 79



Gambar-14 : Peta Kawasan Konservasi dan Sebaran Satwa Liar ........................... 35



Gambar-31 : Peta Isu Utama Teluk Semangka dan Pantai Barat




Gambar -15: Peta Administrasi Kabupaten dan Kecamatan Pesisir Propinsi Lampung ................................................................................... 80

Propinsi Lampung ................................................................................... 37





Gambar-16 : Peta Administrasi Desa Pesisir Propinsi Lampung ............................ 41







atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung






xiii
114







atlas sumberdaya wilayah pesisir lampung

xiv
115

Anda mungkin juga menyukai