Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN DESAIN TEKNIK LINGKUNGAN II

(TL-4102)

ANALISIS KARAKTERISTIK LIMBAH PADAT DARI INDUSTRI PULP AND


PAPER

Oleh:
Kelompok 2
Korry Sidopamungkas S.

15313014

Jessica

15313015

Shabira Damarti

15313016

Lidya Agustia

15313017

Dina Rahma Laila

15313018

Thisya Meutia Sari

15313019

Faidil Yusri

15313020

Ephapras Dhika

15313021

Yobel Novian Putra

15313022

Abda Malika Mulki

15313023

Sri Pascarini Agustina

15313024

Putri Juliana

15313025

I Made Arya Mahendra

15313026

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Definisi limbah berdasarkan salah satu regulasi pemerintah yaitu hasil sisa produksi dari
pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan. Limbah yang dihasilkan
mengandung bahan-bahan yang apabila tidak dikelola dengan baik dan benar maka sifat dan/atau
konsentrasinya dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan pengelolaan
dan/atau pengolahan limbah yang bertujuan untuk membuat limbah tersebut tidak membahayakan
lingkungan apabila akan ditempatkan di lingkungan.
Pengelolaan dan/atau pengolahan limbah merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap industri. Hal ini bertujuan agar limbah tersebut tidak membahayakan
lingkungan apabila ditempatkan di lingkungan, mereduksi biaya yang akan menjadi tanggungan
perusahaan atau industri apabila limbah yang dihasilkan industri tersebut menjadi pencemar di
lingkungan sekitar, serta penghargaan sosial berupa kepercayaan masyarakat terhadap industri
yang sudah bertanggung jawab terhadap limbah yang dihasilkannya.
Dalam melakukan pengelolaan limbah industri, unti pengolahan yang terdapat pada
instalasi pengolahan air limbah pada umumnya sangat beragam dan kompleks. Hal ini disebabkan
limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut mengandung berbagai macam kandungan yang sifat
dan karakteristiknya beragam. Sifat dan karakteristik fisik, kimia, serta biologi dari suatu limbah
perlu diketahui terlebih dahulu supaya penanganan yang dipilih terhadap limbah tersebut nantinya
akan tepat.
Salah satu industri yang menghasilkan limbah yaitu industri pulp and paper. Industri ini
menghasilkan limbah cair, padat, dan gas. Dua yang termasuk di dalam limbah padat dari industri
tersebut yaitu virgin pulps dan sludge. Penanganan dua jenis limbah ini merupakan suatu hal yang
harus diperhatikan mengingat pengelolaan lingkungan juga merupakan suatu tanggung jawab dari
setiap industri. Sebagai tahap awal di dalam penentuan jenis penanganan yang tepat terhadap
limbah tersebut, maka dilakukan studi terhadap karakteristik limbah padat di industri pulp and
paper.

1.2

Rumusan Masalah
1.

Bagaimana proses produksi di industri pulp and paper?

2.

Bagaimana proses terbentuknya limbah padat di industri pulp and paper?

3.

Bagaimana karakteristik fisika dan kimia dari limbah padat di industri pulp and paper?

4.

Bagaimana upaya penanganan atau pengolahan yang sudah dilakukan terhadap limbah
padat di industri pulp and paper?
1

1.3

Tujuan
1.

Menentukan proses produksi di industri pulp and paper serta limbah yang dihasilkan dari
setiap komponen prosesnya,

2.

Menentukan karakteristik fisika dan kimia dari salah satu limbah padat di industri pulp and
paper,

3.

Menentukan penanganan atau pengolahan yang sudah dilakukan terhadap salah satu
limbah padat di industri pulp and paper.

BAB II
Karakteristik Limbah Padat di Industri Pulp and paper

2.1. Proses di Industri Pulp and paper


Proses di Industri Pulp and paper Serta Limbah yang Dihasilkan Dari Tiap Proses

2.1.1. Proses Pembuatan Pulp


Pembuatan pulp dibagi ke dalam lima area proses utama, yaitu:
a. Persiapan Kayu
Kayu yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan pulp dapat berupa
gelindongan atau serpihan dan diproses di dalam woodyard. Jika kayu memasuki
woodyard dalam benuk gelondongan, maka kayu perlu diproses hingga menjadi
serpihan kayu. Proses ini meliputi pemotongan gelondongan kayu dengan slasher,
penghilangan kulit kayu dengan debarking drums, penyerpihan dengan chipper,
skrining serpih, dan pengangkutan serpihan kayu ke penyimpanan.
Limbah padat yang dihasilkan dari proses ini adalah serpihan dan potongan
kayu, namun pada beberapa pabrik woodyard tidak termasuk dalam proses produksi
karena kayu sudah berbentuk serpihan.

Gambar 2.1 Tempat Penyimpanan Serpihan Kayu


Sumber: www.ilocis.org
b. Pembuatan Pulp
Proses pembuatan pulp atau pulping bertujuan untuk mengubah serpihan
kayu menjadi serat selulosa dengan cara menghilangkan kandungan lignin di
dalamnya. Puliping dibagi ke dalam lima jenis proses yakni kimia, mekanis, semi
kimia, daur ulang dan lainnya (seperti dissolving dan non kayu). Proses yang paling
umum digunakan adalah proses kimia.
Pembuatan pulp secara kimia melibatkan pemasakan serpih kayu dalam suhu
dan tekanan tinggi dengan menggunakan larutan kimia sebagai cairan pemasak. Dari
tempat penampungan, serpihan kayu dimasukkan ke dalam bejana pemasak atau

digester dengan menggunakan conveyor belt. Serpihan kayu dipanaskan dalam dua
tahapan, yakni presteamed dan steaming di mana serpihan kayu dimasak dengan
cairan pemasak atau cooking liquor dalam steaming vessel yang akan menghilangkan
kandungan lignin.
Pembuatan pulp dengan proses kraft merupakan proses yang paling umum
digunakan oleh pabrik pulp di Indonesia untuk memproduksi serat virgin. Bahan
kimia yang digunakan bersifat alkali yang terdiri dari sodium hidroksida (NaOH) dan
sodium sulfida (Na2S) sebagai cairan pemasak. Reaktor yang digunakan dapat
bersifat batch atau continuous. Pulp dan sisa cairan pemasak (lindi hitam) akan
dipisahkan dalam rangkaian pencucian pulp coklat.

Gambar 2.2 Continuous Kraft Digester


Sumber: www.ilocis.org
Pembuatan pulp secara mekanis dilakukan dengan cara menggiling kayu di
antara piringan batu atau logam hingga kayu terpisahkan menjadi serat. Proses ini
dapat menghancurkan serat selulosa sehingga pulp yang dihasilkan lebih lemah dari
pulp hasil proses kimia. Kandungan lignin yang menghubungkan selulosa dengan
hemiselulosa tidak larut, namun hanya melunak sehingga serat terpisahkan dari
matriks kayu. Pulp yang dihasilkan mencapai 85% dari total serpihan kayu yang
diolah. Beberapa pengembangan dari metode ini menggunakan bahan kimia (proses
fisika kimia) sehingga hasil produksinya lebih rendah karena lebih banyak material
non selulosa yang dihilangkan.

Gambar 2.3 Refiner Mechanival Pulping


Sumber: www.ilocis.org
c. Pemutihan Pulp
Pemutihan pulp merupakan sebuah multi proses yang bertujuan untuk
melarutkan atau memodifikasi lignin yang berwarna coklat yang belum tersisihkan
dalam proses pulping. Bahan kimia ang paling umum adalah klor, klor dioksida,
hidrogen peroksida, oksigen, sodium hidroksida dan sodium hipoklorit. Kekhawatiran
terbentuknya senyawa terklorinasi seperti dioksin, furan, dan kloroform telah
mengakibatkan pergeseran dari penggunaan senyawa klorinasi dalam proses
pemutihan. Bahan kimia pemutih ditambahkan ke dalam pulp secara bertahap di
reaktor pemutihan. Sisa larutan pemutihan dikeluarkan pada setiap tahap melalui
pencucian. Efluen pencucian dikumpulkan dalam tangki tertentu dan digunakan
kembali sebagai air pencuci pada tahap lain atau dikirim ke bagian pengolahan
limbah.
Tabel 2.1 Bahan Kimia yang Digunakan Sebagai Pemutih

Sumber: www.ilocis.org
Urutan penggunaan bahan pemutih yang paling umum digunakan pada proses
kraft adalah proses CEDED (lihat Tabel 2.1 untuk definisi simbol). Dua proses
pertamabertujuan untuk menghilangkan lignin. Penggunaan klor dioksida (ClO2)
umumnya diganti dengan klor untuk mengurangi dampak lingkungan yang
dihasilkan. Di Amerika dan Eropa, proses yang umum digunakan adalah DEDED.
Setelah setiap tahap dalam proses pemutihan dilakukan, pulp biasanya dicuci dengan
5

kaustik untuk menghilangkan zat pemutih yang digunaan dan lignin yang telah larut.
Setelah tahap pemutihan terakhir, pulp dipompa ke dalam rangkaian kasa dan
pembersih untuk menghilangkan kontaminan seperti kotoran dan plastik.

Gambar 2.4 Kondisi Pulp Sebelum dan Sesudah Diputihkan


Sumber: www.knowpulp.com
d. Pemulihan Bahan Kimia
Pabrik pulp yang menggunakan proses kimia melakukan proses pemulihan
bahan kimia untuk memperoleh kembali bahan kimia dari proses pemasakan pada
pulping untuk alasan ekonomi dan lingkungan. Pada pabrik pulp kraft, larutan sisa
pemasakan dialirkan ke area pemulihan bahan kimia. Larutan sisa ini dikenal sebagai
weak black liquor yang berasal dari pencucian pulp coklat. Proses pemulihan bahan
kimia meliputi proses pemekatan lindi hitam, pembakaran senyawa organik, reduksi
senyawa anorganik, dan menghasilkan cairan pemasak kembali.
e. Pengeringan Pulp (untuk pabtik non integrasi)
Setelah semua proses pembuatan pulp selesai, pulp siap diolah menjadi
kertas. Pada pabrik yang tidak terintegrasi, pulp yang akan dijual sebelumnya
dikeringkan, dikemas, dan dikirim ke pabrik kertas. Pada pabrik yang terintegrasi,
pulp langsung dibuat menjadi kertas.

2.1.2. Proses Pembuatan Kertas


Kertas terbuat dari tiga bahan utama, yakni serat, air, dan aditif. Ketiga bahan tersebut
diproses dalam stock preparation dan dikirim ke mesin pembuat kertas. mesin tersebut
akan membentuk lembaran kertas yang selanjutnya dipres dan dikeringkan. Sebelum
masuk ke dalam mesin pembuat kertas, pulp dicampur dengan air hingga campuran yang
dihasilkan mengandung kurang dari satu persen serat. cairan ini akan maasuk ke dalam
siklon untuk dibersihkan dan disaring dengan centrifugal screen.
Larutan pulp dan air akan disaring ke dalam layar dengan jaring berukuran kecil untuk
membentuk jaring-jaring serat. Serat ini kemudian dipres dan dikeringkan. Lembaran
kkertas yang dhasilkan dapat dipindahkan dari jaring ketika masih basah atau setelah

proses pengeringan selesai. Setelahnya, kertas dapat dipotong sesuai ukuran yang
diinginkan. Pada proses pengeringan, udata dan panas digunakan untuk mrnghilangkan
kadar air dalam kertas. Mekanisme pengeringan dengan panas umumnya dilakukan
dimana suhu yang digunakan mencapai 200 F dan dapat mengeringkan kertas hingga
kelembabannya kurang dari 6%.

Gambar 2.5 Diagram Proses Pabrik Pulp dan Kertas Modern


Sumber: Weidenmller, 1984
Limbah yang dihasilkan selama proses pembuatan pulp and paper dapat dirangkum dalam
tabel berikut.
Tabel 2.2 Limbah Padat yang Dihasilkan Pada Setiap Proses Pembuatan Pulp dan Kertas
Sumber Limbah

Jenis Limbah

1. Woodyard

Kulit dan serbuk kayu, lumpur, pasir

2. Unit pencucian dan penyaringan pulp

Padatan sisa saring (reject) berupa mata kayu

3. Unit pemulihan bahan kimia

Lumpur kapur (lime mud), dreg, dan grit

4. Unit persiapan kertas bekas

Lumpur serat, plastik, lumpur tinta

5. Unit pengolahan air limbah

Lumpur primer dan lumpur sekunder

6. Unit pembangkit listrik

Abu (fly ash dan bottom ash)

Sumber: Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Paper


Pembangkit listrik yang umumnya digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia
adalah boiler dengan sistem kogenerasi. Energi yang dihasilkan berupa energi panas dalam
bentuk uap maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin. Di pabrik pulp hanya
terdapat dua jenis boiler, yakni recovery boiler dan power boiler. Sekitar 70% energi
dipasok dari recovery boiler dan sisanya berasal dari power boiler.

Gambar 2.6 Recovery Boiler Pada Industri Pulp dan Kertas


Sumber: www.mirion.com

2.2. Karakteristik Limbah Padat di Industri Pulp and paper


Limbah padat yang dihasilkan dari industry pulp and paper berasal dari :
a. rejects atau virgin pulps yaitu serpihan kayu atau kulit kayu dari hasil pemotongan bahan
baku dan tidak dapat digunakan lagi untuk proses produksi
b. Sludge yang berasal dari IPAL
c. Ash yang berasal dari proses pembakaran di unit power plant atau unit insenerator.
Dari ketiga jenis limbah padat di atas, yang berpotensi untuk diolah, baik dengan menggunakan
insenerator ataupun diolah melalui proses biologis adalah virgin pulps dan sludge. Karakteristik
limbah yang dihasilkan tergantung pada unit proses dimana limbah tersebut dibentuk.
a. Virgin pulps
Karakteristik limbah jenis ini tergantung pada karakteristik bahan baku yang dipakai.
Secara umum, jenis pohon yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan pulp and paper
salah satunya yaitu memiliki kadar selulosa yang tinggi. Selulosa merupakan golongan
polisakarida dengan serat kayu yang memiliki kuat regang yang tinggi. Menurut Keefe dan
Teschke, karakteristik kimia dari serat kayu untuk bahan baku pembuatan pulp dan kertas
adalah sebagai berikut
Tabel 2.3 Karakteristik Kimia Kayu untuk Pulp and paper

b. Sludge
Sludge merupakan limbah padat yang jumlahnya sangat besar dan seringkali
menimbulkan masalah dalam pengelolaannya. Sludge dihasilkan dari unit proses primary
treatment dan secondary treatment. Di primary treatment, sludge dihasilkan sebagai produk
sampingan dari proses sedimentasi atau bisa juga dari proses Dissolved Air Flotation.
Sedangkan sludge yang berasal dari secondary treatment merupakan sludge hasil proses
biologis. Berdasarkan sumbernya, karakteristik limbah sludge adalah sebagai berikut.
Tabel 2.4 Karakteristik Sludge yang Dihasilkan dari Berbagai Sumber

Sedangkan bila ditinjau dari unit prosesnya, maka perbandingan karakteristik limbah yang
dihasilkan dari primary treatment dan secondary treatment di unit mechanical pulp mill dan
unit water clarification adalah sebagai berikut.
Tabel 2.5 Karakteristik Primary Sludge dan Biological Sludge dari unit Mechanical Pulp
Mill

Tabel 2.6 Karakteristik Sludge dari Proses Water Clarification

2.3. Pengolahan Limbah Padat pada Industri Pulp and paper


Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pulp dan kertas jumlah cukup besar dengan
berbagai jenis karakterisitik yang bervariasi, tergantung dari unit proses dimana limbah tersebut
terbentuk. Namun, pada dasarnya limbah padat tersebut terbagi atas limbah organik yang dapat
berupa sisa-sisa bahan baku atau sludge dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan limbah
anorganik yang dapat berupa abu hasil pembakaran (fly ash) dari unit power plant dan unit
insinerator. Abu yang dihasilkan dari unit power plant dibedakan dari jenis bahan bakarnya yaitu
yang berasal dari fosil (batubara & minyak), dan biomas (kulit kayu & cangkang kelapa sawit).
Teknologi

pengelolaan

melalui

pemnfaatan

limbah

merupakan

solusi

yang

sangat

direkomendasikan dan mulai mendorong pihak industri untuk melakukannya karena merupakan
alternatif pemecahan masalah lingkungan dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah bagi
industri. Ada beberapa alternatif teknologi pengelolaan limbah padat yang bisa diterapkan pada
industri pulp dan kertas, diantaranya landfill, termal, pengomposan, dan digesting anaerobic.
1. Proses termal
a. Insinerator
Teknologi insinerator mengalami perkembangan yang cukup pesat, sejalan dengan
peningkatan kebutuhan energy serta timbulnya isu lingkungan yang berkaitan dengan
pemanasan global. Teknologi ini selanjutnya memberikan peluang untuk memanfaatkan
energy yang dihasilkan untuk produksi steam dan akhirnya menjadi produk listrik.
Pada proses insinerasi senyawa organik dioksidasi membentuk gas CO2 dan uap air serta
energi dalam bentuk panas yang dapat direcovery. Pembakaran limbah padat dari industri
pulp and kertas (berupa rejects dan sludge) dan kombinasinya dengan produksi steam dan
tenaga listrik merupakan salah satu metode pembuangan/pemusnahan yang paling umum
diterapkan di Eropa. Teknik ini dapat diterapkan hampir pada semua jenis sludge,
termasuk secondary sludge atau biological sludge. Cara insinerasi ini akan
menguntungkan bila limbah yang dibakar mengandung bahan organik tinggi dengan kadar
10

abu yang rendah (>10%), kadar air rendah (<60%), serta memiliki kalor yang tinggi
(>3000 kalori).Berdasarkan karakteristik limbah yang bervariasi dan pertimbangan aspek
teknis, lingkungan dan ekonomi, maka dapat dipilih tipe-tipe insinerator yang umum
dipakai di industri, diantaranya adalah sebagai berikut dibawah ini.
1) Rotary Kiln Incinerator
Tipe insinerator ini banyak digunakan karena dapat digunakan untuk mengolah
berbagai jenis limbah dengan kisaran kadar air yang bervariasi.

Gambar 2.7 Rotary Kiln Incinerator


Sumber:http://www.google.co.id/search?hl=id&source=Rotary+Kiln+Incinerator
Rotary kiln berbentuk silinder horizontal yang berputar dengan kecepatan antara 0,75
2,5 rpm sehingga terjadi pencampuran antara limbah dengan udara pembakaran. Waktu
tinggal limbah dalam kiln bervariasi antara beberapa detik hingga beberapa jam. Suhu
pembakaran mempunyai rentang antara 815 16500 C.
2) Fluidized Bed Incinerator
Insinerator tipe ini mempunyai ruang bakar sistem fluidisasi dengan kontruksi rapat
dan kedap udara untuk menjaga sistem pada tekanan positif dan mencegah kebocoran
panas dari hasil pembakaran. Ruang bakar berisi tumpukan pasir yang akan terfluidisasi
oleh hembusan udara yang mengalir masuk dengan dipanaskan dulu oleh gas hasil
pembakaran. Limbah yang akan dibakar masuk melalui conveyor dengan pemanfaatan
udara panas yang kontak sepanjang conveyor hingga limbah mengalami pengeringan
lanjut untuk meningkatkan kadar padatan. Umpan limbah yang masuk jatuh pada
tumpukan pasir yang kemudian terfluidisasi oleh aliran udara panas dengan turbulensi
tinggi.

11

Gambar 2.8 Fludized Bed Incinerator


Sumber : http://www.google.co.id/images?um=fludized+bed+incinerator
Dengan sistem fluidisasi ini maka terjadi kontak antara pasir panas dengan limbah ,
sehingga air yang terkandung dalam limbah berubah menjadi uap, dan akhirnya terjadi
pembakaran yang optimum. Bagian dalam ruang bakar dilapisi bahan tahan api,
sedangkan pipa-pipa dibuat dari baja tahan karat untuk mencegah abrasi dan erosi serta
kerusakan akibat pengaruh gas hasil pembakaran. Pada insinerator ini juga dirancang
sistem yang mencegah terbawanya pasir dan abu ikut kedalam aliran gas hasil
pembakaran.
Pada umumnya penerapan insinerator untuk pengelolaan limbah padat banyak
dilakukan oleh industri kertas yang menggunakan bahan baku kertas bekas, terutama
yang ada proses deinking. Saat ini pertimbangan penggunaan insinerator di industri
pulp dan kertas, masih terbatas pada pemenuhan peraturan dalam pengelolaan limbah.
Teknologi yang mengarah pada pemanfaatan energi hasil pembakaran masih dalam
tahap kajian dan uji coba. khususnya untuk menghasilkan steam dan tenaga listrik. Dari
pemilihan tipe insinerator, baik yang tipe Rotary Kiln maupun yang Fluidized Bed,
keduanya sudah diterapkan di industri kertas di Indonesia. Fluidized Bed Incinerator
memiliki keunggulan untuk mengolah limbah dengan kadar abu dan kelembaban yang
tinggi (Busbin, 1995; Fitzpatrick dan Seiler, 1995;. Davis et al, 1995; Albertson, 1999;
Porteous, 2005;. Oral et al, 2005). Berikut ini adalah beberpa penerapan instalasi
pembakaran (insinerator) untuk mengolah limbah padat dari industri pulp dan kertas.
Tabel 2.7 Contoh Penggunaan Insinerator di Eropa
Plant

Tahun

Cartiere
Burgo 2001
Verzuolo, Italy

Feed
Paper sludge and wood waste

Capacity
27 MWth
29 ton/h steam;
86 bar; 490 C

Cartiere
Burgo 1999
Mantova, Italy

Production paper/deinking sludge and 13.5 MWth superheated


landfill reclaimed sludge, 43% ash, 55%
steam to 3.2 MWc

12

moisture

turbine/generator set

2002
Jamsankosken
Voima
Oy,
Finland

Peat, bark, wood chips, sludge, oil

185 MWth

2002

Sludge, wood residue, wood waste

Katrinefors
Kraftvarme,
Sweden

252 ton/h steam; 107 bar;


535 C
36 MWth
47 ton/h steam;
80 bar; 480 C

Aanevoima
Finland

Oy, 2002

Bark, wood residue, sludge, peat, oil

157 MWth
217 ton/h steam; 105 bar;
535 C

Sumber : CANMET, 2005


b. Pirolisis
Dalam proses pirolisis atau juga disebut distilasi, sampah padat organik dipanaskan
tanpa oksigen untuk menghasilkan campuran bahan bakar gas dan cair, dengan residu
padat yang inert (terutama karbon). Teknologi ini terdiri dari pemecahan bahan organik
pada suhu sekitar 400 dan 800 C melalui penerapan panas tidak langsung, dalam suasana
anaerob, sambil memastikan penangkapan volatil. Dengan menerapkan panas tidak
langsung pada hyperbaric revolving retort, lumpur dipecah dan fraksinasi ke dalam bentuk
gas, minyak ter dan minyak berat / ringan. Tidak ada oksigen yang diperbolehkan masuk
ke dlaam retort selama proses dekomposisi; maka tidak ada '' pembakaran " yang dapat
terjadi. Teknologi ini telah dikembangkan untuk limbah padat dengan kandungan karbon
tinggi, seperti kayu, minyak bumi dan limbah. Tetapi belum cukup matang untuk
dipalikasikan pada sludge kertas. Namun, beberapa penyelidikan sedang dilakukan oleh
berbagai Pusat Penelitian di Eropa, yang bertujuan untuk mengadaptasi teknologi ini untuk
pengolahan sludge kertas.
c. Steam reforming
Teknologi steam reforming yang didasarkan pada teknologi pembakaran dengan
prinsip pembakaran berselang (hidup-mati) yang dilakukan dalam sistem reaktor steam
reforming. Pembakaran berselang ini

adalah fenomena pembakaran induksi untuk

mencapai pelepasan panas tinggi dan pembakaran lebih sempurna. Teknologi ini tidak
hanya menawarkan peningkatan laju perpindahan panas tetapi juga menghasilkan emisi
NOx rendah. Selain itu, operasi steam reformer pada suhu yang lebih rendah (500-600 C)
meminimalkan penguapan logam beracun yang tetap berada dalam char. Teknologi ini

13

digunakan untuk treatment lumpur limbah dan masih dianggap sebuah teknologi baru
untuk mengolah sludge kertas.
d. Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia
menjadi gas, di mana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk
pembakaran. Proses ini dilakukan pada suhu tinggi: antara 900 & 1100 C dengan udara
atau antara 1000 dan 1400 C dengan oksigen. Gasifikasi dengan oksigen sering dilakukan
dengan menghasilkan gas yang mengandung 55-60% N2, dengan nilai kalori 4-7 MJ / N
m3.
Proses gasifikasi memungkinkan volume gas buang akan berkurang drastis. Pirolisis
juga dapat dianggap sebagai proses gasifikasi, tetapi dilakukan tanpa adanya oksigen.
Kedua proses juga dapat dilakukan bersama-sama: gasifikasi dapat diterapkan pada residu
padat dari pirolisis. Ini adalah metode baru ketika diterapkan pada sludge.Berikut ini
adalah tabel perbedaan keemapat jenis pengolahan limbah padat dari industri pulp dan
kertas :
Tabel 2.8 Keuntungan dan Kerugian Pengolahan Termal
Jenis
Insinerator

Keuntungan

Kerugian

Mereduksi jumlah residu pada landfill

Proses insinerasi dapat kekurangan energy

Mengurangi hamper semua bahan organic

Logam beracun dapat menjadi residu

Aplikasi memungkinan untuk memperoleh Sumber senyawa klorin


abu
Biaya tinggi karena proses harus
dilanjutkan dengan pengolahan gas buang
Pyrolysis

Proses tanpa pembakaran

Steam
reforming

Laju perpindahan panas tinggi

Aliran limbah yang konsisten diperlukan


untuk mengahsilkan produk bahan bakar
Terjadi proses pencampuran bahan bakar
yang dapat digunakan
cair dan gas serta residu padat yang inert
Teknologi
pirolisis
memerlukan
Lokasi bisa ditempatkan diskitar tanaman
kelembaban rendah pada sludge (<20%)
Minimasi polusi udara, tanah, dan air
Aspek teknis rendah untuk diaplikasikan
Mengonfersi semua fraksi biomassa lumpur pada sludge kertas
menjadi energy yang berguna
Aplikasinya untuk limbah tertentu

Emisi NOx rendah


Biaya operasi dan pemeliharaan rendah
Menghambat produksi dioksin dan furan
Minimasi penguapan dari logam beracun

14

Gasification

Mengurangi emili bagi lingkungan

Dewatering dan pengeringan sludge

Efisiensi lebih tinggi disbanding recovery Tidak komersial untuk dikembangkan pada
energi
industri pulp dan kertas
Memiliki kemampuan menangani sebagian Karakterstik sludge yang membatasi
besar senyawa anorganik pada sludge
efisiensi gasifikasi tidak sepenuhnya
diketahui
menghasilkan limbah padat yang inert
Sumber : CANMET, 2005
2. Landfill
Pengelolaan limbah padat dengan landfill dipilih atas dasar tujuan bahwa limbah
padat tersebut tidak dimanfaatkan dan akan dibuang ke lingkungan melalui proses
penimbunan ke media tanah. Limbah padat industri pulp dan kertas yang dikelola melalui
penimbunan di landfill pada umumnya meliputi limbah yang terkontaminasi limbah B3, abu
insinerator dan abu pembakaran batu bara yang masuk klasifikasi limbah B3 , dan limbah
padat lain yang tidak dapat dimanfaatkan dan harus dibuang ke lingkungan. Dari jenis
limbah padat yang ditimbun, limbah organik akan diuraikan oleh mikroba menjadi gas yang
lepas ke atmosfer yang dapat mengkontribusi GRK. Sedangkan limbah anorganik akan
terakumulasi dan terlarut dalam lindi yang dapat menimbulkan pencemaran air tanah.
Mekanisme proses yang terjadi dalam landfill berlangsung lambat dan terdiri dari beberapa
fase penguraian yaitu proses aerobik; aerobik fakultatif, anaerobik.
Gas hasil penguraian mikroba dalam landfill didominasi oleh gas CH4 dan CO2
dengan konsentrasi relatif sama. Sedangkan gas lainnya yang terbentuk dapat berupa gas
organik volatile non metan, NOx, CO dan H2. Gas metan (CH4) yang dihasilkan dari landfill
besarnya sangat variasi yang ditentukan oleh teknologi yang digunakan dan fungsi beberapa
faktor (EPA, 2009), diantaranya: jumlah total dari limbah yang dibuang ke landfill per tahun,
umur penimbunan landfill, dan karakteristik limbah, seperti temperatur dan kadar air tanah.
Teknologi landfill yang berkembang saat ini dilengkapi dengan pengendalian
terhadap jumlah dan jenis limbah yang masuk landfill dan adanya penanganan lindi
(leachate).

Pada

pengembangan

teknologi

selanjutnya

dilengkapi

dengan

sistem

pengumpulan gas untuk flaring dan penggunaan gas untuk menghasilkan energi. Instalasi
landfill dan kelengkapan komponennya yang menghasilkan emisi karbon rendah dapat
dilihat pada Gambar 2.9.

15

Gambar 2.9. Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas Metan & Pemanfaatan Energinya.
(US.EPA,2008)
Pada umumnya landfill pada industri pulp dan kertas di Indonesia masih
menggunakan teknologi yang hanya bertujuan untuk mencegah pencemaran air tanah.
Berdasarkan karakteristik limbahnya dan mengikuti peraturan yang berlaku, pada umumnya
kontruksi

landfill

di

industri

pulp

dan

kertas

didesain

atas

dasar

klasifikasi kontruksi pelapisan yang disesuaikan dengan tingkatan potensi dampak


pencemaran, mengikuti kategori III (clay liner), dimana termasuk landfill dengan
persyaratan ringan serta dilengkapi dengan instalasi pengumpulan dan pengolahan lindi.
Landfill ini belum dilengkapi dengan sistem pengendalian gas atau instalasi pengumpul gas
(sistem flare), sehingga gas landfill terlepas ke atmosfer.
3. Pengomposan
Tujuan pengomposan adalah untuk menstabilkan bahan-bahan organik yang berasal
dari limbah, mengurangi bau, membunuh organisme patogen dan akhirnya menghasilkan
produk yang disebut pupuk organik (kompos) dan sesuai untuk diaplikasikan di tanah (land
application) dan tanaman. Mekanisme proses pengomposan bahan organik menjadi kompos
dan emisi gas dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Proses Pengomposan dan Emisi Gas yang Dihasilkan


(Sumber : Valzano, F. et al, 2001)
Pada proses pengomposan akan terjadi peningkatan suhu dari mesofilik ke termofilik. Ketika
suhu mencapai 40C, aktivitas mikroba mesofilik diganti oleh mikroba termofilik. Pada suhu

16

di atas 55C beberapa mikroorganisme yang bersifat pathogen akan mati serta mempercepat
penguraian protein, lemak dan karbohidrat seperti selulosa dan hemiselulosa. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan mencapai 30-40%
dari volume/bobot awal bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
antara lain rasio C/N; ukuran partikel; aerasi; porositas; kandungan air; suhu; pH; kandungan
bahan-bahan berbahaya.
Perkembangan teknologi pengomposan didasarkan untuk mengoptimalkan proses
biodegradasi bahan organik, sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan
efisien. Teknologi pengomposan sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Proses pengomposan dapat diklasifikasikan
dalam 2 sistem yaitu, sistem terbuka (unconfined process) dan sistem tertutup (confined
processes).
Industri pulp dan kertas beberapa negara, telah melakukan pengelolaan limbah
sludgenya dengan cara memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas memenuhi syarat
(Carter,1983). Beberapa industri pulp dan kertas Indonesia telah mengkaji pula pemanfaatan
limbah sludgenya sebagai kompos dan uji cobanya ke tanaman. Hasil kajian
mengindikasikan bahwa aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan
produktivitas tanaman keras dan kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara
kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI.
4. Proses Digestasi Anaerobik (Anaerobic Digesting)
Proses digestasi anaerobik merupakan proses biodegradasi senyawa organik oleh
aktivitas bakteri anaerob melalui beberapa tahapan yaitu hidrolisis, asidifikasi dan metanasi.
Biodegradasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri dari gas metana (50 70%), CO2
(25 45 %) dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen dan H2S (Elizabeth. 1981; kharistya.
2004). Berikut mekanisme reaksi biokimia yang terjadi.

Gambar 2.11. Tahapan Proses Digestasi Anaerobik


(Sumber : Kementrian Perindustrian, 2011)
Hidrolisis merupakan proses pemecahan insoluble organics yang besar dan komplek
menjadi molekul kecil yang dapat dihantarkan ke sel mikroba dan dapat dimetabolisasi
17

(Thompson, 2008). Sementara tahap asidifikasi yaitu tahap kompleks yang melibatkan
proses pembentukan asam, produksi hidrogen, dan tahap asetogenik. Gula, asam lemak
rantai panjang dan asam amino yang terbentuk dari hidrolisis digunakan sebagai substrat.
Biogas sebagai produk samping dekomposisi zat organik telah dipertimbangkan sebagai
sumber energi alternatif (1 m3 biogas ekivalen dengan 0,4 kg minyak diesel atau 0,6 kg
bensin atau 0,8 kg batubara, Kementrian Perindustrian, 2011).
Pengembangan teknologi digestasi anaerobik bertujuan untuk mengoptimalkan laju
proses digestasi sehingga menghasilkan gas metan maksimal. Pemilihan desain reaktor yang
tepat adalah parameter kunci di dalam keberhasilan proses. Terdapat beberapa jenis reaktor
digestasi anaerobik yaitu ;
a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah dan Kering
Digestasi satu tahap sistem basah ini, cocok untuk pengolahan limbah padat yang
memiliki kadar padatan lebih kecil dari 15%, sedangkan untuk pengolahan limbah padat
yang memiliki kadar padatan tinggi 20 % - 40 % lebih cocok dilakukan dengan digestasi
satu tahap sistem kering. Diagram alir digestasi satu tahap sistem basah dan sistem kering
dapat dilihat pada gambar berikut.

(a)

(b)

Gambar 2.12. Digestasi Satu Tahap Sistem (a) Basah dan (b) Kering
(sumber : http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
b. Digestasi Dua Tahap
Sistem digestasi anaerobik dua tahap merupakan suatu proses dimana langkahlangkah pembentukan asam (hidrolisis dan fermentasi asam volatil) secara fisik terpisah
dari langkah pembentukan biogas (gas metan). Hal ini berbeda dengan digestasi
anaerobik satu tahap, dimana asidogenesis dan metanogenesis terjadi bersama-sama
(Shuizhou, et al, 2005).
Sistem digestasi dua tahap yang memisahkan pembentukan asam lemak volatil (VFA)
dari proses metanogenesis dapat meningkatkan kinerja digestasi secara keseluruhan
(Elliott, et al. 2007). Produksi gas metan yang dicapai sekitar 21% lebih tinggi daripada
yang diperoleh dalam proses digestasi satu tahap karena adanya peningkatan kinerja
hidrolisa diawal (Liu, et al. 2008). Dengan demikian proses digestasi anaerobik dua-tahap
18

menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan produksi biogas untuk
menghasilkan metan (Medhat, et al. 2004). Berikut diagram alir proses digestasi dua
tahap.

Gambar 2.13 Diagram Alir Digestasi Anaerobik 2 Tahap


(Sumber : http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
Pada industri pulp and paper limbah industrinya digunakan sebagai bahan baku
tambahan untuk membantu sisa kegiatan pertanian yang sedang dalam tahap degradasi,
contohnya paper sludge yang diguakan dalam proses digestasi anaerobik pada sisa
kegiatan pertanian. Selain itu, gas metana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
pasokan listrik setempat dan kebutuhan proses pemanasan, sedangkan digestate atau
limbah padat hasil degradasinya digunakan untuk menggemburkan tanah.(Kay, 2003;
CANMET, 2005)
Setelah melihat beberapa teknologi pengelolaan limbah padat yang biasa digunakan
pada industri pulp and paper adapun kelemahan dan keunggulan dari masing masing
teknologi pengelolaan tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.9. Keunggulan dan Kelemahan Pengelolaan Limbah Padat

Landfill

Insinerasi

Daya hancur limbah

lambat

cepat

Teknologi
Pengomposan
Aerobik
sedang

Efektifitas proses
Konsumsi energi
Pengendalian proses

rendah
rendah
mudah

tinggi
tinggi
sulit

sedang
rendah
sedang

sedang
sedang
sulit

besar

kecil

besar

sedang

besar
tinggi
tinggi
tinggi

sedang
sedang
rendah
sedang

besar
tinggi
tinggi
sedang

Item

Kebutuhan alat

Investasi lahan
besar
Biaya operasional
rendah
Potensi pemanfaatan energi
rendah
Potensi emisi gas
rendah
(Sumber : Kementrian Industri, 2011)

Digestasi Anaerobik
sedang

19

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Proses yang terjadi di industry Pulp and paper terbagi menjadi dua, yaitu proses pembuatan
pulp yang terdiri dari persiapan kayu, pembuatan pulp, pemutihan pulp, pemulihan bahan
kimia, dan pengeringan pulp dan proses pembuatan kertas.
2. Karakteristik fisik dan kimia limbah pada industri pulp and paper ditunjukkan pada Tabel
2.3 sampai dengan Tabel 2.6.
3. Pengolahan limbah padat yang dilakukan di industri pulp and paper terbagi menjadi empat,
yaitu proses termal yang terdiri dari incinerator; pirolisis; steam reforming; dan gasifikasi,
landfill, pengomposan, dan proses digestasi anaerobic (anaerobic digesting).

Daftar Pustaka
Kementrian Perindustrian Repubik Indonesia. (2011). Pedoman Pemetaan Industri Pulp and paper:
Implementasi Konservasi dan energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (Fase 1). Jakarta:
Kementrian Perindustrian RI.
Monte, M.C., dkk. 2008. Waste Management from Pulp and paper Production in the European
Union. Madrid : Complutense University of Madrid
Scott, Garry M., dkk. 1995. Sludge Characteristics and Disposal Alternatives for The Pulp and paper
Industry. Atlanta : International Environmental Conference
http://apki.net/wp-content/uploads/2013/01/10.-Bilingual-Tech-Mapping-for-Pulp-PaperGuideline.pdf
http://nzic.org.nz/ChemProcesses/forestry/4C.pdf
http://www.paperindustry.com/paper-making-process.asp
https://www.princeton.edu/~ota/disk1/1989/8931/893104.PDF
https://www.researchgate.net/publication/5446774_Waste_Management_from_Pulp_and_Paper_Prod
uction_in_the_European_Union (Diakses tanggal 11 September 2016 pukul 13.00 WIB)

20

Anda mungkin juga menyukai