(TL-4102)
Oleh:
Kelompok 2
Korry Sidopamungkas S.
15313014
Jessica
15313015
Shabira Damarti
15313016
Lidya Agustia
15313017
15313018
15313019
Faidil Yusri
15313020
Ephapras Dhika
15313021
15313022
15313023
15313024
Putri Juliana
15313025
15313026
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Definisi limbah berdasarkan salah satu regulasi pemerintah yaitu hasil sisa produksi dari
pabrik maupun rumah tangga yang sudah tidak dimanfaatkan. Limbah yang dihasilkan
mengandung bahan-bahan yang apabila tidak dikelola dengan baik dan benar maka sifat dan/atau
konsentrasinya dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan pengelolaan
dan/atau pengolahan limbah yang bertujuan untuk membuat limbah tersebut tidak membahayakan
lingkungan apabila akan ditempatkan di lingkungan.
Pengelolaan dan/atau pengolahan limbah merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap industri. Hal ini bertujuan agar limbah tersebut tidak membahayakan
lingkungan apabila ditempatkan di lingkungan, mereduksi biaya yang akan menjadi tanggungan
perusahaan atau industri apabila limbah yang dihasilkan industri tersebut menjadi pencemar di
lingkungan sekitar, serta penghargaan sosial berupa kepercayaan masyarakat terhadap industri
yang sudah bertanggung jawab terhadap limbah yang dihasilkannya.
Dalam melakukan pengelolaan limbah industri, unti pengolahan yang terdapat pada
instalasi pengolahan air limbah pada umumnya sangat beragam dan kompleks. Hal ini disebabkan
limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut mengandung berbagai macam kandungan yang sifat
dan karakteristiknya beragam. Sifat dan karakteristik fisik, kimia, serta biologi dari suatu limbah
perlu diketahui terlebih dahulu supaya penanganan yang dipilih terhadap limbah tersebut nantinya
akan tepat.
Salah satu industri yang menghasilkan limbah yaitu industri pulp and paper. Industri ini
menghasilkan limbah cair, padat, dan gas. Dua yang termasuk di dalam limbah padat dari industri
tersebut yaitu virgin pulps dan sludge. Penanganan dua jenis limbah ini merupakan suatu hal yang
harus diperhatikan mengingat pengelolaan lingkungan juga merupakan suatu tanggung jawab dari
setiap industri. Sebagai tahap awal di dalam penentuan jenis penanganan yang tepat terhadap
limbah tersebut, maka dilakukan studi terhadap karakteristik limbah padat di industri pulp and
paper.
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
Bagaimana karakteristik fisika dan kimia dari limbah padat di industri pulp and paper?
4.
Bagaimana upaya penanganan atau pengolahan yang sudah dilakukan terhadap limbah
padat di industri pulp and paper?
1
1.3
Tujuan
1.
Menentukan proses produksi di industri pulp and paper serta limbah yang dihasilkan dari
setiap komponen prosesnya,
2.
Menentukan karakteristik fisika dan kimia dari salah satu limbah padat di industri pulp and
paper,
3.
Menentukan penanganan atau pengolahan yang sudah dilakukan terhadap salah satu
limbah padat di industri pulp and paper.
BAB II
Karakteristik Limbah Padat di Industri Pulp and paper
digester dengan menggunakan conveyor belt. Serpihan kayu dipanaskan dalam dua
tahapan, yakni presteamed dan steaming di mana serpihan kayu dimasak dengan
cairan pemasak atau cooking liquor dalam steaming vessel yang akan menghilangkan
kandungan lignin.
Pembuatan pulp dengan proses kraft merupakan proses yang paling umum
digunakan oleh pabrik pulp di Indonesia untuk memproduksi serat virgin. Bahan
kimia yang digunakan bersifat alkali yang terdiri dari sodium hidroksida (NaOH) dan
sodium sulfida (Na2S) sebagai cairan pemasak. Reaktor yang digunakan dapat
bersifat batch atau continuous. Pulp dan sisa cairan pemasak (lindi hitam) akan
dipisahkan dalam rangkaian pencucian pulp coklat.
Sumber: www.ilocis.org
Urutan penggunaan bahan pemutih yang paling umum digunakan pada proses
kraft adalah proses CEDED (lihat Tabel 2.1 untuk definisi simbol). Dua proses
pertamabertujuan untuk menghilangkan lignin. Penggunaan klor dioksida (ClO2)
umumnya diganti dengan klor untuk mengurangi dampak lingkungan yang
dihasilkan. Di Amerika dan Eropa, proses yang umum digunakan adalah DEDED.
Setelah setiap tahap dalam proses pemutihan dilakukan, pulp biasanya dicuci dengan
5
kaustik untuk menghilangkan zat pemutih yang digunaan dan lignin yang telah larut.
Setelah tahap pemutihan terakhir, pulp dipompa ke dalam rangkaian kasa dan
pembersih untuk menghilangkan kontaminan seperti kotoran dan plastik.
proses pengeringan selesai. Setelahnya, kertas dapat dipotong sesuai ukuran yang
diinginkan. Pada proses pengeringan, udata dan panas digunakan untuk mrnghilangkan
kadar air dalam kertas. Mekanisme pengeringan dengan panas umumnya dilakukan
dimana suhu yang digunakan mencapai 200 F dan dapat mengeringkan kertas hingga
kelembabannya kurang dari 6%.
Jenis Limbah
1. Woodyard
b. Sludge
Sludge merupakan limbah padat yang jumlahnya sangat besar dan seringkali
menimbulkan masalah dalam pengelolaannya. Sludge dihasilkan dari unit proses primary
treatment dan secondary treatment. Di primary treatment, sludge dihasilkan sebagai produk
sampingan dari proses sedimentasi atau bisa juga dari proses Dissolved Air Flotation.
Sedangkan sludge yang berasal dari secondary treatment merupakan sludge hasil proses
biologis. Berdasarkan sumbernya, karakteristik limbah sludge adalah sebagai berikut.
Tabel 2.4 Karakteristik Sludge yang Dihasilkan dari Berbagai Sumber
Sedangkan bila ditinjau dari unit prosesnya, maka perbandingan karakteristik limbah yang
dihasilkan dari primary treatment dan secondary treatment di unit mechanical pulp mill dan
unit water clarification adalah sebagai berikut.
Tabel 2.5 Karakteristik Primary Sludge dan Biological Sludge dari unit Mechanical Pulp
Mill
pengelolaan
melalui
pemnfaatan
limbah
merupakan
solusi
yang
sangat
direkomendasikan dan mulai mendorong pihak industri untuk melakukannya karena merupakan
alternatif pemecahan masalah lingkungan dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah bagi
industri. Ada beberapa alternatif teknologi pengelolaan limbah padat yang bisa diterapkan pada
industri pulp dan kertas, diantaranya landfill, termal, pengomposan, dan digesting anaerobic.
1. Proses termal
a. Insinerator
Teknologi insinerator mengalami perkembangan yang cukup pesat, sejalan dengan
peningkatan kebutuhan energy serta timbulnya isu lingkungan yang berkaitan dengan
pemanasan global. Teknologi ini selanjutnya memberikan peluang untuk memanfaatkan
energy yang dihasilkan untuk produksi steam dan akhirnya menjadi produk listrik.
Pada proses insinerasi senyawa organik dioksidasi membentuk gas CO2 dan uap air serta
energi dalam bentuk panas yang dapat direcovery. Pembakaran limbah padat dari industri
pulp and kertas (berupa rejects dan sludge) dan kombinasinya dengan produksi steam dan
tenaga listrik merupakan salah satu metode pembuangan/pemusnahan yang paling umum
diterapkan di Eropa. Teknik ini dapat diterapkan hampir pada semua jenis sludge,
termasuk secondary sludge atau biological sludge. Cara insinerasi ini akan
menguntungkan bila limbah yang dibakar mengandung bahan organik tinggi dengan kadar
10
abu yang rendah (>10%), kadar air rendah (<60%), serta memiliki kalor yang tinggi
(>3000 kalori).Berdasarkan karakteristik limbah yang bervariasi dan pertimbangan aspek
teknis, lingkungan dan ekonomi, maka dapat dipilih tipe-tipe insinerator yang umum
dipakai di industri, diantaranya adalah sebagai berikut dibawah ini.
1) Rotary Kiln Incinerator
Tipe insinerator ini banyak digunakan karena dapat digunakan untuk mengolah
berbagai jenis limbah dengan kisaran kadar air yang bervariasi.
11
Tahun
Cartiere
Burgo 2001
Verzuolo, Italy
Feed
Paper sludge and wood waste
Capacity
27 MWth
29 ton/h steam;
86 bar; 490 C
Cartiere
Burgo 1999
Mantova, Italy
12
moisture
turbine/generator set
2002
Jamsankosken
Voima
Oy,
Finland
185 MWth
2002
Katrinefors
Kraftvarme,
Sweden
Aanevoima
Finland
Oy, 2002
157 MWth
217 ton/h steam; 105 bar;
535 C
mencapai pelepasan panas tinggi dan pembakaran lebih sempurna. Teknologi ini tidak
hanya menawarkan peningkatan laju perpindahan panas tetapi juga menghasilkan emisi
NOx rendah. Selain itu, operasi steam reformer pada suhu yang lebih rendah (500-600 C)
meminimalkan penguapan logam beracun yang tetap berada dalam char. Teknologi ini
13
digunakan untuk treatment lumpur limbah dan masih dianggap sebuah teknologi baru
untuk mengolah sludge kertas.
d. Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia
menjadi gas, di mana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk
pembakaran. Proses ini dilakukan pada suhu tinggi: antara 900 & 1100 C dengan udara
atau antara 1000 dan 1400 C dengan oksigen. Gasifikasi dengan oksigen sering dilakukan
dengan menghasilkan gas yang mengandung 55-60% N2, dengan nilai kalori 4-7 MJ / N
m3.
Proses gasifikasi memungkinkan volume gas buang akan berkurang drastis. Pirolisis
juga dapat dianggap sebagai proses gasifikasi, tetapi dilakukan tanpa adanya oksigen.
Kedua proses juga dapat dilakukan bersama-sama: gasifikasi dapat diterapkan pada residu
padat dari pirolisis. Ini adalah metode baru ketika diterapkan pada sludge.Berikut ini
adalah tabel perbedaan keemapat jenis pengolahan limbah padat dari industri pulp dan
kertas :
Tabel 2.8 Keuntungan dan Kerugian Pengolahan Termal
Jenis
Insinerator
Keuntungan
Kerugian
Steam
reforming
14
Gasification
Efisiensi lebih tinggi disbanding recovery Tidak komersial untuk dikembangkan pada
energi
industri pulp dan kertas
Memiliki kemampuan menangani sebagian Karakterstik sludge yang membatasi
besar senyawa anorganik pada sludge
efisiensi gasifikasi tidak sepenuhnya
diketahui
menghasilkan limbah padat yang inert
Sumber : CANMET, 2005
2. Landfill
Pengelolaan limbah padat dengan landfill dipilih atas dasar tujuan bahwa limbah
padat tersebut tidak dimanfaatkan dan akan dibuang ke lingkungan melalui proses
penimbunan ke media tanah. Limbah padat industri pulp dan kertas yang dikelola melalui
penimbunan di landfill pada umumnya meliputi limbah yang terkontaminasi limbah B3, abu
insinerator dan abu pembakaran batu bara yang masuk klasifikasi limbah B3 , dan limbah
padat lain yang tidak dapat dimanfaatkan dan harus dibuang ke lingkungan. Dari jenis
limbah padat yang ditimbun, limbah organik akan diuraikan oleh mikroba menjadi gas yang
lepas ke atmosfer yang dapat mengkontribusi GRK. Sedangkan limbah anorganik akan
terakumulasi dan terlarut dalam lindi yang dapat menimbulkan pencemaran air tanah.
Mekanisme proses yang terjadi dalam landfill berlangsung lambat dan terdiri dari beberapa
fase penguraian yaitu proses aerobik; aerobik fakultatif, anaerobik.
Gas hasil penguraian mikroba dalam landfill didominasi oleh gas CH4 dan CO2
dengan konsentrasi relatif sama. Sedangkan gas lainnya yang terbentuk dapat berupa gas
organik volatile non metan, NOx, CO dan H2. Gas metan (CH4) yang dihasilkan dari landfill
besarnya sangat variasi yang ditentukan oleh teknologi yang digunakan dan fungsi beberapa
faktor (EPA, 2009), diantaranya: jumlah total dari limbah yang dibuang ke landfill per tahun,
umur penimbunan landfill, dan karakteristik limbah, seperti temperatur dan kadar air tanah.
Teknologi landfill yang berkembang saat ini dilengkapi dengan pengendalian
terhadap jumlah dan jenis limbah yang masuk landfill dan adanya penanganan lindi
(leachate).
Pada
pengembangan
teknologi
selanjutnya
dilengkapi
dengan
sistem
pengumpulan gas untuk flaring dan penggunaan gas untuk menghasilkan energi. Instalasi
landfill dan kelengkapan komponennya yang menghasilkan emisi karbon rendah dapat
dilihat pada Gambar 2.9.
15
Gambar 2.9. Landfill dengan Sistem Pengumpulan Gas Metan & Pemanfaatan Energinya.
(US.EPA,2008)
Pada umumnya landfill pada industri pulp dan kertas di Indonesia masih
menggunakan teknologi yang hanya bertujuan untuk mencegah pencemaran air tanah.
Berdasarkan karakteristik limbahnya dan mengikuti peraturan yang berlaku, pada umumnya
kontruksi
landfill
di
industri
pulp
dan
kertas
didesain
atas
dasar
16
di atas 55C beberapa mikroorganisme yang bersifat pathogen akan mati serta mempercepat
penguraian protein, lemak dan karbohidrat seperti selulosa dan hemiselulosa. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan mencapai 30-40%
dari volume/bobot awal bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
antara lain rasio C/N; ukuran partikel; aerasi; porositas; kandungan air; suhu; pH; kandungan
bahan-bahan berbahaya.
Perkembangan teknologi pengomposan didasarkan untuk mengoptimalkan proses
biodegradasi bahan organik, sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan
efisien. Teknologi pengomposan sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Proses pengomposan dapat diklasifikasikan
dalam 2 sistem yaitu, sistem terbuka (unconfined process) dan sistem tertutup (confined
processes).
Industri pulp dan kertas beberapa negara, telah melakukan pengelolaan limbah
sludgenya dengan cara memanfaatkannya sebagai kompos dengan kualitas memenuhi syarat
(Carter,1983). Beberapa industri pulp dan kertas Indonesia telah mengkaji pula pemanfaatan
limbah sludgenya sebagai kompos dan uji cobanya ke tanaman. Hasil kajian
mengindikasikan bahwa aplikasi kompos sludge dengan dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan
produktivitas tanaman keras dan kualitas tanah secara signifikan. Namun penerapan secara
kontinyu hanya dilakukan oleh industri yang memiliki HTI.
4. Proses Digestasi Anaerobik (Anaerobic Digesting)
Proses digestasi anaerobik merupakan proses biodegradasi senyawa organik oleh
aktivitas bakteri anaerob melalui beberapa tahapan yaitu hidrolisis, asidifikasi dan metanasi.
Biodegradasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri dari gas metana (50 70%), CO2
(25 45 %) dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen dan H2S (Elizabeth. 1981; kharistya.
2004). Berikut mekanisme reaksi biokimia yang terjadi.
(Thompson, 2008). Sementara tahap asidifikasi yaitu tahap kompleks yang melibatkan
proses pembentukan asam, produksi hidrogen, dan tahap asetogenik. Gula, asam lemak
rantai panjang dan asam amino yang terbentuk dari hidrolisis digunakan sebagai substrat.
Biogas sebagai produk samping dekomposisi zat organik telah dipertimbangkan sebagai
sumber energi alternatif (1 m3 biogas ekivalen dengan 0,4 kg minyak diesel atau 0,6 kg
bensin atau 0,8 kg batubara, Kementrian Perindustrian, 2011).
Pengembangan teknologi digestasi anaerobik bertujuan untuk mengoptimalkan laju
proses digestasi sehingga menghasilkan gas metan maksimal. Pemilihan desain reaktor yang
tepat adalah parameter kunci di dalam keberhasilan proses. Terdapat beberapa jenis reaktor
digestasi anaerobik yaitu ;
a. Digestasi Satu Tahap Sistem Basah dan Kering
Digestasi satu tahap sistem basah ini, cocok untuk pengolahan limbah padat yang
memiliki kadar padatan lebih kecil dari 15%, sedangkan untuk pengolahan limbah padat
yang memiliki kadar padatan tinggi 20 % - 40 % lebih cocok dilakukan dengan digestasi
satu tahap sistem kering. Diagram alir digestasi satu tahap sistem basah dan sistem kering
dapat dilihat pada gambar berikut.
(a)
(b)
Gambar 2.12. Digestasi Satu Tahap Sistem (a) Basah dan (b) Kering
(sumber : http://www.ciwmb.ca.gov/Publications/)
b. Digestasi Dua Tahap
Sistem digestasi anaerobik dua tahap merupakan suatu proses dimana langkahlangkah pembentukan asam (hidrolisis dan fermentasi asam volatil) secara fisik terpisah
dari langkah pembentukan biogas (gas metan). Hal ini berbeda dengan digestasi
anaerobik satu tahap, dimana asidogenesis dan metanogenesis terjadi bersama-sama
(Shuizhou, et al, 2005).
Sistem digestasi dua tahap yang memisahkan pembentukan asam lemak volatil (VFA)
dari proses metanogenesis dapat meningkatkan kinerja digestasi secara keseluruhan
(Elliott, et al. 2007). Produksi gas metan yang dicapai sekitar 21% lebih tinggi daripada
yang diperoleh dalam proses digestasi satu tahap karena adanya peningkatan kinerja
hidrolisa diawal (Liu, et al. 2008). Dengan demikian proses digestasi anaerobik dua-tahap
18
menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan produksi biogas untuk
menghasilkan metan (Medhat, et al. 2004). Berikut diagram alir proses digestasi dua
tahap.
Landfill
Insinerasi
lambat
cepat
Teknologi
Pengomposan
Aerobik
sedang
Efektifitas proses
Konsumsi energi
Pengendalian proses
rendah
rendah
mudah
tinggi
tinggi
sulit
sedang
rendah
sedang
sedang
sedang
sulit
besar
kecil
besar
sedang
besar
tinggi
tinggi
tinggi
sedang
sedang
rendah
sedang
besar
tinggi
tinggi
sedang
Item
Kebutuhan alat
Investasi lahan
besar
Biaya operasional
rendah
Potensi pemanfaatan energi
rendah
Potensi emisi gas
rendah
(Sumber : Kementrian Industri, 2011)
Digestasi Anaerobik
sedang
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Proses yang terjadi di industry Pulp and paper terbagi menjadi dua, yaitu proses pembuatan
pulp yang terdiri dari persiapan kayu, pembuatan pulp, pemutihan pulp, pemulihan bahan
kimia, dan pengeringan pulp dan proses pembuatan kertas.
2. Karakteristik fisik dan kimia limbah pada industri pulp and paper ditunjukkan pada Tabel
2.3 sampai dengan Tabel 2.6.
3. Pengolahan limbah padat yang dilakukan di industri pulp and paper terbagi menjadi empat,
yaitu proses termal yang terdiri dari incinerator; pirolisis; steam reforming; dan gasifikasi,
landfill, pengomposan, dan proses digestasi anaerobic (anaerobic digesting).
Daftar Pustaka
Kementrian Perindustrian Repubik Indonesia. (2011). Pedoman Pemetaan Industri Pulp and paper:
Implementasi Konservasi dan energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (Fase 1). Jakarta:
Kementrian Perindustrian RI.
Monte, M.C., dkk. 2008. Waste Management from Pulp and paper Production in the European
Union. Madrid : Complutense University of Madrid
Scott, Garry M., dkk. 1995. Sludge Characteristics and Disposal Alternatives for The Pulp and paper
Industry. Atlanta : International Environmental Conference
http://apki.net/wp-content/uploads/2013/01/10.-Bilingual-Tech-Mapping-for-Pulp-PaperGuideline.pdf
http://nzic.org.nz/ChemProcesses/forestry/4C.pdf
http://www.paperindustry.com/paper-making-process.asp
https://www.princeton.edu/~ota/disk1/1989/8931/893104.PDF
https://www.researchgate.net/publication/5446774_Waste_Management_from_Pulp_and_Paper_Prod
uction_in_the_European_Union (Diakses tanggal 11 September 2016 pukul 13.00 WIB)
20