Anda di halaman 1dari 22

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh:

Azizah Mutiara Rosdiani

201510401011019

Pembimbing

dr. Moch. Maroef, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat
terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.1 Kehamilan ektopik merupakan keadaan
emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama,
karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,
maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. 2 Hal yang perlu diingat ialah
bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan
ektopik terganggu. 1
Kehamilan ektopik sudah ada sejak abad ke-11. Operasi pertama kali dilakukan oleh
seorang dokter ahli bedah bernama John Bard (New York) pada tahun 1759. Walaupun
demikian, angka kematian pascaoperasi pada abad ke-18 masih sangat tinggi. Hal tersebut
dibuktikan dengan angka harapan hidup pasien yang melakukan operasi kehamilan ektopik
lebih kecil dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan penanganan operasi. Pada abad
ke-20, dengan adanya peningkatan dibidang anestesi, obat-obat antibiotic, dan transfusi
darah, angka kematian menurun dengan drastis. Pada tahun 1970-1989, angka kematian
kehamilan ektopik turun dari 35,5% menjadi 2,6% setiap 1000 kasus yang ada.3
Kehamilan ektopik termasuk penyakit yang sangat sulit didiagnosis secara dini, Namun,
akhir-akhir ini sering terdiagnosis dengan adanya faktor resiko yang besar dan diagnosis dini
pasien. Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat dengan adanya inflamasi pada uterus,
bedah rekonstruktif tuba, ligasi tuba, dan penggunaan alat-alat kontrasepsi intrauterine. 3
Prognosisnya tergantung pada keadaan pasiennya. Kematian karena kehamilan ektopik
cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Normal
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi menuju ke
uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot.
Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut stadium morula.
Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars
interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus
serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri,
hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut
trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula
mencapai rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan
endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua. 1
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam ( inner-cell mass ) akan masuk
ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup
lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda
Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada
fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi
janin. 1
Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba
falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium, rongga
abdomen, atau serviks.3

Proses implantasi normal di endometrium uterus4


B. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum
uteri,2 yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena
kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus
tetapi jelas bersifat ektopik.1

Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai


dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen
akut dan perdarahan pervaginam.1 Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba
fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang
abnormal (kornu, serviks).2,3

Lokasi kehamilan Ektopik3

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%,
pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada
ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk
mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat
timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan
kehamilan ektopik terganggu.1
C. Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000
diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7
hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan
pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.2
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam dekade
terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000
kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian utama
pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun. Pada tahun
1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung
sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.2
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987
ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan. 1
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0-14,6%.1
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat
yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,
infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks,
atau cavum peritonealis jarang ditemukan. 2

D. Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. 1 Lebih dari
setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa
ada faktor resiko.6
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah 1,3:
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan
sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30%
setelah kehamilan ektopik kedua.3
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut
silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.3

3. Kerusakan dari saluran tuba


Faktor dalam lumen tuba 1 :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
b) Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai
gangguan fungsi silia endosalping.
c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
Faktor pada dinding tuba 1 :
a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba.
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
Faktor di luar dinding tuba 1:
a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
Faktor lain 1 :
a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur.
b) Fertilisasi in vitro.

E. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan
otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding
tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. 1
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula berubah menjadi
desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang
dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan
mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu : 1
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir
ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus danbiasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur
sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di
arah ligamentum latumdan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.
Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.

F. Jenis Kehamilan Ektopik


1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi
akan menyebabkan kematian.1
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji ( wegde resection ) pada kornu uteri dimana
tuba pars interstisialis berada.1
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy ). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.1
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.1
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni : 1
Tuba pada sisi kehamilan harus normal
Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan
ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya
terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.
Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi
rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.1
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis.1
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut 1:
Ostium uteri internum tertutup
Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.
5. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena
mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul,
usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan
ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus
atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi
oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuhyang akan terus tumbuh
terus di tempat implantasinya yang baru. 5
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967
1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka
antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan.5

G. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun
dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya
abortus tuba atau ruptur tuba. 5
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.
Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75- 95% penderita. Lamanya amenore
tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. 5
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah
nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum
mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu
diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.5
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus
ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai
diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi
dapat membahayakan jiwa penderita.5
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih
banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa
nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila
membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri
karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan Hcg ( human chorionic gonadotropin ). 1
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba.5
Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus
dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina
dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.1
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan
muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak
tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan
ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat
bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.5
H. Diagnosis Banding
Gejala Kehamilan Apendisitis Salpingitis Ruptur Kista Abortus
dan tanda Ektopik Korpus
Luteum
Rasa sakit Kram dan nyeri \Epigastrik, 2 kuadran Unilateral, Kram di garis
Perut tekan unilateral periumbilikal, bawah, menyeluruh tengah tubuh
sebelum ruptur titik Mc dengan atau jika
Burney, nyeri tanpa nyeri perdarahan
tekan lepas tekan lepas hebat
Mual Kadang-kadang Biasa , Tidak sering Jarang Hampir tidak
muntah sebelum rupture, mendahului pernah
seringkali pergeseran
setelah ruptur nyeri ke kanan
bawah
Menstruas Terdapat Tidak terkait Menoragi, Terlambat Amenore,
i penyimpangan : menstruasi metroragi mens, bercak, lalu
tidak haid, perdarahan, perdarahan
bercak nyeri
Suhu dan 37,2-37,8OC, 37,2-37,8OC, 37,2-40OC, <37,2-37,8OC, Sampai 40oC
Nadi Nadi normal Nadi cepat 90- Nadi Nadi normal bila infeksi
sebelum rupture, 100 meningkat kecuali saat
cepat setelah sesuai demam syok
ruptur
I. Penegakan Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderitamengalami abortus
tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat
digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 1
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. 1 Nyeriabdominal terutama bagian bawah
dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan
gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri
abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif. 2
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan. 2 Kehamilan ektopik yang
belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-
gejala klinis dan pemeriksaan fisik. 2
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan
adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan
perbedaadengan infeksi pelvik.1
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.
Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5 minggu
melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12
minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap
terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal
telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.2
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat
setelah 24 jam.1 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari
20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik. 1 Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya
kehamilan.Cara yang paling mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi
hormon human chorionic gonadotropin (-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini
dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya.
Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L sedangkan pada urin
ialah 2050 IU/L. 6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes
negatif.1 Tes kehamilan positifjuga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung
gestasional. Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung
memiliki level -hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.6
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat
darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. Asepsis dan antiseptik vulva vagina.
Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak membeku
atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium
yang pecah.
Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah yang dalam
beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan
ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi.
Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan
modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya
identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan
kurang spesifik. 2

USG kehamilan ektopik


Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain ragukan. Melalui
prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat di nilai. Secara sistematis
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya
darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi
indikasi untuk dilakukan laparotomi.

J. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu 1 :
kondisi penderita saat itu
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
lokasi kehamilan ektopik
kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukanpada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba.Satu insisi linier
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan
hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan
dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan ebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkanperdarahan postoperasi yang akan membawa pada
terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan
terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan
lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.
Salpingostomi7

b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang
terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang
absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinyahematom pada ligamentum latum.
2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini.
Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa
penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis
memiliki keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan
anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta
memperpendek waktu penyembuhan. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis
tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi = 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut =100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. danfaktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase.
MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secar a
oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari
seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12
karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi
akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis,
dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum
factor) yaituzat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim
dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal
dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa
dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa kembali.
Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari
ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar
94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai
empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit
ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen.

K. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian
diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus.
Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan
Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik. Pada
umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang
lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk
perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami dan istri. 1
BAB III
KESIMPULAN

Perawatan yang dilakukan sejak pasien datang adalah segeras mencari tahu kepastian
diagnosis kehamilan ektopik terganggu dengan mengambil data lengkap dari anmnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan penujang seperti
pemeriksaan darah, tes kehamilan dan USG. Setelah didapatkan diagnosis kerja kehamilan
ektopik terganggu, segera dilakukan intervensi.
Hal yang dapat dilakuakan sekarang adalah memberi edukasi pada pasien untuk lebih
jeli dalam menghadapi tanda-tanda kemungkinan hamil lagi, seperti langsung ke dokter untuk
memastikan apakah dirinya benar-benar hamil dan mendapat perawatan yang lebih ketat.
Dijelaskan juga faktor faktor resiko seperti infeksi pelvik penyakit menular seksual usia dan
larangan merokok untuk mencegah bertambah besarnya resiko terjadinya kehamilan ektopik
terganggu, karena pada pasien yang perna mengalami penyakit ini, jelas sebelumnya sudah
ada faktor resiko untuk memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik terganggu lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta


Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
2. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy. Avaible from :
www.emedicine.com/health/topic3212.html
3. Kirsch, D Jonathan. Lesle Scout. Imaging of ectopic pregnancy. Available from:
URL:http://www.appliedradiology.com
4. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2000.hal 198-210.
5. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine
Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company. August
2003.
6. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf.
7. http://www.lusa.web.id/nidasi-atau-implantasi/.
8. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
9. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment
of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
10. http://www.surgeryencyclopedia.com/images/gesu_03_img0187.jpg

Anda mungkin juga menyukai