Stefi Tauran
102013397
A2
Email: stefi.2013fk397@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat
terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi
yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin
pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para
dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada
setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan ektopik terganggu.
Pembahasan
Anamnesis1
Identitas Pasien : nama, umur, alamat, pekerjaan, sudah menikah atau belum.
Riwayat perkawinan:
Apakah ada penyakit pada anggota keluarga yang berhubungan dengan penyakit
herediter?
Adakah keturunan kembar?
Pemeriksaan Fisik
Abdomen:
abdomen rata, tidak ada bekas luka operasi, ada nyeri tekan pada perut kanan bawah yang
menjalar ke seluruh lapang perut, ada nyeri lepas, ada defense muscular, perkusi redup,
auskultasi suara usus menurun
Ekstremitas:
Pemeriksaan dalam:
genitalia luar dalam batas normal, cervix tertutup, ada nyeri goyang cervix, fundus uterus
teraba setinggi symphysis pubis, tidak ada massa atau benjolan pada uterus, tidak ada
adnexa, ada nyeri tekan pada daerah adnexa kanan, cul de sac penuh, ada darah pada jari
pemeriksa
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hb seri tiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
Adanya leukositosis
2. Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan -hCG positif. Pada
kehamilan intrauterin, peningkatan kadar -hCG meningkat 2 kali lipat setiap dua hari,
2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang
abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal.
Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan
ektopik.2
3. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu. Dengan
cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-perubahan pada tuba.2
4. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak invasif, artinya tidak
perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Akan tetapi pemeriksaan ini memerlukan
orang yang berpengalaman dalam menginterpretasikan hasilnya. Dapat dinilai kavum
uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus,
apakah kavum Douglasi berisi cairan.2
5. Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak besar di
Kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks ditarik ke atas dan
keluar. Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa, maka hal ini dikatakan positif
(fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina. Bila darah segar berwarna
merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif karena darah ini berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk. Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan
laparotomi, oleh karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam
darah yang terkumpul di kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.2
Diagnosis Kerja
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding
tuba.3
Diagnosis Banding
Appendisitis
Namun yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran
apendiks. Yang menjadi penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah fekalit. Fekalit
terbentuk dari feses yang terperangkap di dalam saluran apendiks. Selain fekalit, yang dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda asing yang tertelan. Beberapa
penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat terhadap timbulnya
apendisitis. Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang
air besar, sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus yang pada akhirnya akan
menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks. Selain penyebab di atas apendisitis ini pada
umumnya karena infeksi bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah
E. Coli dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar
ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan
dengan apendiks oleh inflamasi.
2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan yang
kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan muntah.
3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4. Rasa sakit hilang timbul
5. Diare atau konstipasi
6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan
7. Perut kembung
8. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan.
Torsio melibatkan terpelintirnya komponen dari adnexal. Yang paling sering dijumpai,
ovarium dan tuba falopi berputar menjadi satu diantara ligamentum yang besar. Jarang dijumpai
ovarium terpelitir pada bagian mesovariumnya sendiri atau tuba falopi terpelinitr pada bagian
mesosalpinxnya sendiri. Torsion dapat terjadi pada adnexa yang normal tapi 50-80% kasus
terjadi pada masa ovarium yang unilateral. Pada pasien hamil, torsi kista ovarium paling sering
ditemukan bila uterus membesar dengan cepat (antara minggu ke 8 dan 16) atau involusi setelah
melahirkan.3
Seringnya, pasien akan mengeluhkan nyeri tajam padam perut bawah, onsetnya mendadak
dan semakin memburuk setelah beberapa jam. Nyeri biasanya terjadi pada bagian yang terkena,
panggul dan paha atas. Peningkatan suhu dapat ditemui jika terjadi nekrosis adnxal. Mual
muntah sering ditemui seiring dengan rasa nyeri.3
Gambaran klinik
a. Gejala3
Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-
abdominal.
Perdarahan Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadi pada
75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.
Amenorea Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan
adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak
ada.
Sinkope Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai
kasus KET.
Desidual cast 5 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan desidual cast yang sangat
menyerupai hasil konsepsi.
b. Tanda3
Ketegangan abdomen
Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus
kehamilan ektopik terganggu
Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan
ektopik.
Masa adneksa Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sampai kasus KE.
Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele)
Perubahan pada uterus Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan
normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan muda
Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka
dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu. Apabila anda
merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini maka segera temui dokter anda. Hal ini
sangat penting karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan
menyebabkan perdarahan di dalam.
Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum diketahui secara
jelas. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu
diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor risiko
kehamilan ektopik adalah:4
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah
kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3
4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil
progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel
telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan
telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
gangguan saluran tuba diantaranya adalah:4
Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan wanita yang
tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi
(keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba,
dan penurunan kekebalan tubuh
Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan
infertilitas seperti bayi tabung > menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.
Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis
konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-
faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan
terapi induksi superovulasi. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.5
Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di
kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama, hasil konsepsi berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan hasil konsepsi selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
hasil konsepsi mati secara dini dan kemudian direabsorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka hasil
konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan
mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah.6
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidarum dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi desidua.
Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella, dimana
sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur.
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Setelah janin
mati, desidua dalam uterus mengalami degenarasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping
tetapi kadang-kadang dikeluarkan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan
ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif.6
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan 6 sampai
10 minggu. Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu:6
1. Abortus ke dalam lumen tuba
Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping (selaput lendir
tuba ), masuk kelumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini terutama
terjadi kalau konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini biasanya hasil
konsepsi tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak.
Lagipula disini, rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah tumbuh kearah
rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot
tuba. Abortus terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang timbul karena
abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglasi, terjadilah hematokel
retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga darah
terkumpul di dalam tuba dan mengembungkan tuba yang disebut hematosalpning.
2. Ruptur dinding tuba
Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini terutama
terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam istmus tuba. Pada peristiwa ini, lipatan-
lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi interkolumner.
Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan pertumbuhan ke arah
rongga tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu, hasil konsepsi menembus
dinding tuba ke arah rongga perut atau perineum. Ruptur pada isthmus tuba terjadi
sebelum kehamilan minggu ke-12 karena dinding tuba disini tipis, tetapi ruptur pada pars
interstisialis terjadi lambat kadang-kadang baru pada bulan ke-4 karena disini otot tebal.
Ruptur bisa terjadi spontan ataupun karena trauma, misalnya karena periksa dalam,
defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh telur dapat melalui robekan dan masuk ke
dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi yang keluar dari tuba itu sudah mati. Bila hanya
janin yang melalui robekan dan plasenta tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat
berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal.
Penatalaksanaan
Pada banyak kasus, diagnosis dini memungkinkan penanganan bedah atau medis definitif
kehamilan ektopik yang belum mengalami ruptur-kadang bahkan sebelum gejala timbul. Terapi
sebelum ruptur menurunkan mordibitas dan mortalitas serta peningkatan prognosis kesuburan.
Wanita D-negatif dengan kehamilan ektopik yang belum tersensitisasi ke antigen D perlu
imunoglobulin anti-D. 7
Penatalaksanaan Bedah
Laparoskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan ektopik, kecuali jika
wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak stabil. Hanya sedikit studi prospektif yang
pernah dilakukan untuk membandingkan bedah laparotomi dengan laparoskopi. 7
Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan. Contoh pada salpingostomi,
salpingotomi, dan ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria. Bedah radikal didefinisikan
sebagai salpingektomi. Bedah konservatif dapat meningkatkan angka keberhasilan uterus
berikutnya tetapi menyebabkan peningkatan angka persisten fungsi trofoblas.
Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang panjangnya biasanya kurang
dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba uterina. Dibuat sebuah insisi linier 10 sampai 15
mm dengan kauter jarum unipolar di tepi antimesenterik di atas kehamilan. Hasil kehamilan
biasanya akan menyembul dari insisi dan mudah dikeluarkan atau dibilas dengan menggunakan
irigasi tekanan tinggi yang menghilangkan jaringan trofoblastik secara lebih bersih. Perdarahan
ringan dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan insisi dibiarkan tidak dijahit agar
sembuh dengan secondary intention. Kadar -hCG serum >6000 mIU/mL berkaitan dengan
peningkatan risiko implantasi di muskularis dan karenanya terjadi kerusakan tuba yang lebih
berat. 7
Salpingotomi
Salpingotomi, kini jarang dilakukan, pada hakikatnya serupa dengan prosedur salpingostomi,
kecuali bahwa insisi ditutup dengan jahitan menggunakan benang yang lambat diserap. Tidak
terdapat perbedaan dalam prognosis dengan atau tanpa jahitan. 7
Salpingektomi
Reseksi tuba mungkin dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur. Ketika
mengeluarkan tuba uterina, perlu dilakukan eksisi baji di sepertiga luar (atau kurang) bagian
interstisium tuba. Tindakan yang disebut sebagai reseksi kornu dilakukan sebagai upaya untuk
meminimalkan angka kekambuhan kehamilan di puntung tuba. Namun, bahkan dengan reseksi
kornu, kehamilan interstisium berikutnya tidak selalu dapat dicegah. 7
Medikamentosa
Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan
seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik
dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular
seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul
dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik.8
Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat
mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan tatalaksana secepat
mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka kerjasama antara
dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah komplikasi kehamilan ektopik.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis,
dan tindakan yang tepat. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari cepatnya
pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.2
Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami aborus atau
rupture pada dinding tuba peristiwa ini disebut dengan kehamilan ektopik terganggu.sebagian
besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba terutama di ampula dan isthmus. Sangat
jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.
Daftar Pustaka
1. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. 2007.Jakarta
Erlangga Medical Series:35.
2. Varney, H., Kriebs, M., Jan., Gegor, L., Carolyn. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4. vol 2.
2008. Jakarta: EGC, 814-20.
3. Chunningham, F., Gary., Gant, F., Norman., Leveno, J., Kenneth., et all. Obstetri Williams
Edisi 21. 2005. Jakarta: EGC, 560-85.
4. Varney, H., Kriebs, M., Jan., Gegor, L., Carolyn. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4. vol 2.
2008. Jakarta: EGC, 814-20.
5. Mochtar R. synopsis obstetric.Edisi 2.Jakarta, EGC. H.47-55
6. Wiknjosastro H.. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-
3. 2002 Jakarta: Yayasan Bina Pustaka: 607-622.
7. Pernoll ML. Benson & Pernolls handbook of obstetrics & gynecology. 10th ed. New york:
McGraw-Hill medical publishing division.
8. Sastrawinata RS. Obstetric patologi. Edisi 1984. Bandung : bagian obstetric dan ginekologi
fakultas kedokteran untiversitas padjajaran bandung; h.99-104