Anda di halaman 1dari 13

PENTINGNYA KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK SMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyaknya jumlah anak yang mengalami gangguan perilaku perlu mendapat
perhatian yang serius untuk segera diberikan intervensi yang tepat. Penelitian menunjukkan
bahwa gangguan perilaku ini berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan
remaja yang mengalaminya, tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak dengan masalah
perilaku tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun sebagian besar diantara mereka
setelah dewasa cenderung terlibat dengan tindakan kriminal dan mengembangkan perilaku
antisosial, serta bermasalah dengan obat-obatan (Lohey dkk. Dalam McCabe, Hough, Wood
& Yeh, 2001). Mereka juga cenderung memiliki masalah psikologis, sulit menyesuaikan diri
dengan pendidikan dan pekerjaan, memiliki perkawinan yang tidak stabil, resisten terhadap
upaya penyembuhan, serta cenderung akan bersikap keras dalam mengasuh anak-anaknya
yang pada akhirnya akan membuat anak-anak mereka mengalami gangguan perilaku juga
(Kazdin dalam Carr, 2001). Gangguan perilaku merupakan gangguan yang bersifat kompleks
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi (Cartledge & Milburn, 1995).
Faktor-faktor keluarga seperti pola asuh orang tua dan stabilitas keluarga, dan faktor
lingkungan seperti kualitas hubungan dengan sebaya.
Salah satu dampak dari interaksi beberapa faktor di atas yang cukup penting
mempengaruhi munculnya gangguan perilaku adalah rendahnya ketrampilan sosial anak,
yaitu kemampuan anak mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang
efektif dengan orang lain atau lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
yang mengalami gangguan perilaku ini memiliki ketrampilan sosial yang rendah (Cartledge
& Milburn, 1995; Coie, Dodge & Kupersmidt dalam Conduct Problems Prevention Research
Group (CPPRG), 1999). Mereka cenderung menunjukkan prasangka permusushan, saat
berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai tanda
permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif (Crick & Dodge dalam Carr,
2001). Mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan
keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalh sosial
(Lochman, dkk. Dalam CPPRG, 1999; Carr, 2001). Rendahnya ketrampilan sosial ini
membuat anak kurang mampu menjalin interaksi secara efektif dengan lingkungannya dan
memilih tindakan agresif sebagai strategi coping. Mereka cenderung mengganggap tindakan
agresif merupakan cara yang paling tepat utnuk mengatasi permasalahan sosial dan
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Akibatnya, mereka sering ditolak oleh orang tua,
teman sebaya, dan lingkungan (,Patterson & Bank dalam CPPRG 1999).
Gangguan perilaku. Yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri, merupakan kasus yang paling banyak terjadi
pada anak-anak. Kazdin (dalam Carr, 2001) menyebutkan bahwa dari seluruh anak-anak yang
dirujuk karena mengalami gangguan klinis, sepertiga sampai setengah diantaranya karena
mengalami gangguan perilaku. Bahkan pada populasi yang bukan klinis, ditemukan bahwa
50% atau lebih anak usia 4-5 tahun telah menunjukkan beberapa yang tetap (Campbell, Coie
& Reid, dalam Bennett, Brown, Lipman, Racine, Boyle & Offord, 1999).
Fenomena seperti ini umum terjadi di banyak Negara. Penelitian epidemiologi di
beberapa Negara seperti di Kanada, Queensland, dan Selandia Baru menunjukkan sekitar 5
7 % anak-anak mengalami gangguan perilaku (Grainger, 2003). Di Indonesia sendiri, walau
belum ada angka yang pasti, namun dari jumlah anak yang terlibat kejahatan hukum dan
kenakalan dapat diprediksikan bahwa cukup banyak anak yang dapat mencatat sebanyak
4.000 tersangka berusia di bawah 16 tahun diajukan ke pengadilan dan yang kasusnya tidak
sampai diajukan ke pengadilan lebih banyak lagi. Pada tahun 2000, BAPAS (Balai
Permasyarakatan) mencatat bahwa di Lampung saja setiap bulannya terjadi 35 kasus anak
yang berkonflik dengan hukum, yang berarti satu tahunnya berjumlah 420 kasus. Kejahatan
yang mereka lakukan bermacam-macam, mulai dari pencurian, pemerasan dan pengeroyokan
sampai penggunaan obat-obatan, pemerkosaan, dan pembunuhan (Lembaga Advokasi Anak-
Damar Lampung, 2002).
Jumlah ini terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2002, Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat jumlah kenakalan anak sebanyak 193.115 kasus, namun seperti fenomena
gunung es, diduga angka kenakalan dan permasalahan sosial lainnya sebenarnya berjumlah
10 kali lipat (Tambunan, 2003).
Penolakan ini justru semakin berdampak buruk bagi anak. Jaringan sosial dan
kualitas hubungan mereka dengan lingkungan menjadi rendah, padahal kedua kondisi ini
merupakan media yang paling dibutuhkan anak untuk mengembangkan ketrampilan
sosialnya. Anak juga menjadi lebih suka bergaul dengan teman yang memiliki karakteristik
sama dengan mereka. Seolah-olah seperti lingkaran setan, hal ini akan membuat
ketrampilan sosial anak tetap rendah dan gangguan perilaku mereka semakin parah yang pada
akhirnya akan membuat mereka semakin dijauhi oleh lingkungan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasar latar belakang masalah di atas, Maka masalahnya dapat di rumuskan sebagai
berikut :
a. Bagaimana Peran Guru serta Orang Tua Siswa untuk menginterpensi perilaku siswa dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b. Apakah Perilaku anak SMA yang menyimpang sebagai penyebab dari ketidak terampilan
sosial?
c. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat pendidikan keterampilan sosial
anak SMA
1.3 TUJUAN
Tujuan dari Pentingnya Keterampilan Sosial pada Anak Sekolah Menengah Akhir :
1. Mengkaji Peran Guru dan Orang Tua dalam mengatasi gangguan perilaku siswa yang
menyimpang terhadap lingkungannya.
2. Untuk mengetahui perilaku anak SMA yang menyimpang sebagai penyebab dari ketidak
terampilan social.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat keterampilan sosial anak SMA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ketrampilan Sosial
Definisi Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan
orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada
pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan
keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif
dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson
dalam Gimpel & Merrell, 1998). Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih berani
berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus
menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal
lain yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Libet dan Lewinsohn (dalam
Cartledge dan Milburn, 1995) mengemukakan keterampilan sosial sebagai kemampuan yang
kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh
lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan.
Kelly (dalam Gimpel & Merrel, 1998) mendefinisikan keterampilan sosial sebagai perilaku-
perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi-situasi interpersonal
dalam lingkungan. Keterampilan sosial, baik secara langsung maupun tidak membantu
remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-
norma yang berlaku di sekelilingnya (Matson, dalam Gimpel & Merrell, 1998).
Mutadin (2006) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus
dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir
adalah memiliki ketrampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan sehari-hari. Keterampilanketerampilan sosial tersebut meliputi kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain,
mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback,
memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek
psikososial dengan maksimal. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
keterampilan social merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara,
mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus menemukan
penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal,
penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.
2.2 Ciri-ciri Keterampilan Sosial
Secara lebih spesifik, Elksnin & Elksnin (dalam Adiyanti, 1999) mengidentifikasi
keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu:
1. Perilaku interpersonal
Merupakan perilaku yang menyangkut ketrampilan yang dipergunakan selama melakukan
interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga ketrampilan menjalin persahabatan, misalnya
memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menerima pujian.
Ketrampilan ini kemungkinan berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.
2. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri
Merupakan ketrampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya ketrampilan
menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya.
Dengan kemampuan ini, anak dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan
terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.

3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis


Merupakan perilaku atau ketrampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di
sekolah, misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajar, mengerjakan
pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku
yang mengikuti aturan kelas.
4. Peer acceptance
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya memberi
salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan
dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.
5. Ketrampilan komunikasi
Ketrampilan komunikasi merupakan salah satu ketrampilan yang diperlukan untuk
menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat dilihat
dalam beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan
perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.
Ketrampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak lahir tetapi
diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur yang paling dekat
dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan masyarakat. Michelson, dkk.
(dalam Ramdhani, 1994) menyebutkan bahwa ketrampilan sosial merupakan suatu
ketrampilan yang diperoleh individu melalui proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi
atau melakukan hubungan sosial dengan tepat dan baik. Mirip dengan pendapat Michelson,
dkk. tersebut, Kelly, dkk. (dalam Ramdhani, 1994) mengatakan bahwa ketrampilan sosial
adalah perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan individu dalam situasi-situasi
interpersonal untuk memperoleh atau memelihara pengukuh dari lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa ketrampilan sosial merupakan suatu kemampuan mengatur pikiran, emosi dan perilaku
untuk memulai dan memelihara hubungan atau interaksi dengan lingkungan sosial secara
efektif dengan mempertimbangkan norma dan kepentingan sosial serta tujuan pribadi. Secara
umum, ketrampilan sosial ini dapat dilihat dalam beberapa bentuk perilaku: pertama, perilaku
yang berhubungan dengan diri sendiri (bersifat intrapersonal) seperti mengontrol emosi,
menyelesaikan permasalahan sosial secara tepat, memproses informasi dan memahami
perasaan orang lain; kedua, perilaku yang berhubungan dengan orang lain (bersifat
interpersonel) seperti memulai interaksi dan komunikasi dengan orang lain; dan ketiga
perilaku yang berhubungan dengan akademis, seperti mematuhi peraturan dan melakukan apa
yang diminta oleh guru.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketrampilan Sosial


Sebagai sebuah kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar, maka
perkembangan ketrampilan sosial anak tergantung pada berbagai faktor, yaitu kondisi anak
sendiri serta pengalaman interaksinya dengan lingkungan sebagai sarana dan media
pembelajaran. Secara lebih terperinci, faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kondisi anak
Ada beberapa kondisi anak yang mempengaruhi tingkat ketrampilan sosial anak,
antara lain temperamen anak (Kagan & Bates dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998), serta
kemampuan sosial kognitif (Robinson & Garber, 1995).
Penelitian memperlihatkan bahwa anak-anak yang memiliki temperamen sulit dan
cenderung mudah terluka secara psikis, biasanya akan takut atau malu-malu dalam
menghadapi stimulus sosial yang baru, sedangkan anak-anak yang ramah dan terbuka lebih
responsif terhadap lingkungan sosial (Kagan & Bates dalam Rubin, Bukowski & Parker,
1998). Selain itu, anak-anak yang memiliki temperamen sulit ini cenderung lebih agresif dan
impulsif sehingga sering ditolak oleh teman sebaya (Bates dalam Rubin, Bukowski & Parker,
1998). Kedua kondisi ini menyebabkan kesempatan mereka untuk berinteraksi dengan teman
sebaya berkurang, padahal interaksi merupakan media yang penting dalam proses belajar
ketrampilan sosial.
Kemampuan mengatur emosi juga mempengaruhi ketrampilan sosial anak. Penelitian
yang dilakukan oleh Rubin, Coplan, Fox & Calkins (dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998)
membuktikan bahwa pengaturan emosi sangat membantu, baik bagi anak yang mampu
bersosialisasi dengan lancar maupun yang tidak. Anak yang mampu bersosialisasi dan
mengatur emosi akan memiliki ketrampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya
juga tinggi. Anak yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, maka
walau jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia tetap mampu bermain secara konstruktif dan
berani bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan bermain secara konstruktif dan berani
bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan anak-anak yang mampu bersosialisasi namun
kurang dapat mengontrol emosi, cenderung akan berperilaku agresif dan merusak. Adapun
anak-anak yang tidak mampu bersosialisasi dan mengontrol emosi, cenderung lebih
pencemas dan kurang berani bereksplorasi.
Perkembangan ketrampilan sosial anak juga dipengaruhi oleh kemampuan sosial
kognitifnya yaitu ketrampilan memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial.
Kemampuan ini antara lain kemampuan mengenali isyarat sosial, menginterpretasi isyarat
sosial dengan cara yang tepat dan bermakna, mengevaluasi konsekuensi dari beberapa
kemungkinan respon serta memilih respon yang akan dilakukan (Dodgem dkk. dalam
Robinson & Garber, 1995). Kemampuan sosial kognitif lainnya yang juga penting adalah
kemampuan melihat dari perspektif orang lain (perspective taking) dan kemampuan empati
(Robinson & Garber, 1995). Semakin baik ketrampilan memproses informasi sosial anak,
maka akan semakin mudah baginya untuk membentuk hubungan suportif dengan orang lain,
yang berarti akan menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan ketrampilan
sosialnya (Robinson & Garber, 1995).
b. Interaksi anak dengan lingkungan
Secara umum, pola interaksi anak dan orang tua serta kualitas hubungan pertemanan
dan penerimaan anak dalam kelompok merupakan dua faktor eksternal atau lingkungan yang
cukup berpengaruh bagi perkembangan sosial anak (Rubin, Bukowski & Parker, 1998). Anak
banyak belajar mengembangkan ketrampilan sosial baik dengan proses modeling (peniruan)
terhadap perilaku orang tua dan teman sebaya, ataupun melalui penerimaan penghargaan saat
melakukan sesuatu yang tepat dan penerimaan hukuman saat melakukan sesuatu yang tidak
pantas menurut orang tua dan teman sebaya.
Ketrampilan sosial anak terutama dipengaruhi oleh proses sosialisasinya dengan
orang tua yang mulai terjalin sejak awal kelahiran. Melalui proses sosialisasi ini, orang tua
menjamin bahwa anak mereka memiliki standar perilaku, sikap, ketrampilan dan motif-motif
yang sedapat mungkin sesuai dengan yang diinginkan atau tepat dengan perannya dalam
masyarakat (Hetherington & Parke, 1999). Proses sosialisasi yang berawal sejak bayi ini,
menjadi lebih disadari dan sistematis seiring dengan bertambahnya kemampuan anak dalam
ketrampilan motorik dan penggunaan bahasa. Pelukan yang diberikan oleh orang tua dan
pujian yang mereka terima saat memperoleh kemampuan baru atau larangan saat melakukan
sesuatu merupakan beberapa contoh sosialisasi yang secara sistematis mempengaruhi anak.
Nilai, kepercayaan, ketrampilan, sikap dan motif yang disosialisasikan oleh rang tua ini
kemudian diinternalisasikan oleh anak dan menjadi dasar perilakunya dalam kehidupan
(Kuczynski, Marshall & Schell, 1997).
Sebagai figure yang paling banyak dengan anak, orang tua tidak hanya berperan
dalam mengajarkan ketrampilan sosial secara langsung pada anak, tetapi juga berperan dalam
pembentukan hubungan dengan lingkungan terutama dengan teman sebaya. Menurut Pettit &
Mize (dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998), orang tua mempengaruhi perkembangan
perilaku sosial, pola interaksi dan kualitas hubungan anak dengan sebayanya melaui :

1. memberi anak kesempatan untuk berhubungan dengan teman sebayanya

2. mengawasi pertemuan anak dengan teman sebayanya (bila dibutuhkan)

3. mengajarkan anak untuk mampu memenuhi tugas-tugas yang berkaitan dengan

hubungan interpersonal dengan teman sebaya; dan

4. menegakan disiplin terhadap perilaku yang tidak dapat diterima dan maladaptive

Pemberian kesempatan pada anak untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya ini
merupakan media bagi anak untuk mencoba dan mengembangkan ketrampilan sosial yang
telah didapatnya dari orang tua. Dan dengan adanya pengawasan, orang tua dapat
memastikan bahwa anak tetap menginternalisasikan nilai-nilai yang disosialisasikannya.
Seiring anak tumbuh semakin besar, pengaruh teman sebaya sangat menonjol sebagai
sumber penguat dan model. Anak memperoleh rentang pengetahuan yang luas dan bermacam
respon dengan cara mengobservasi dan melakukan imitasi perilaku teman sebayanya, dan
dengan adanya reinforcement atau penguat anak akan mampu menilai respon mana yang
dapat diterima oleh teman-temannya (Hetherington & Parke, 1999). Proses imitasi dan
pengukuhan ini biasanya diikuti dengan peningkatan interaksi sosial yang pada akhirnya
berpengaruh pula pada peningkatan ketrampilan sosial anak.
Stoscker & Dunn (dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998) menyebutkan bahwa anak
yang memiliki hubungan sosial yang positif dan lebih popular memiliki ketrampilan sosial
yang lebih baik dibandingkan anak yang kurang mampu bersosialisasi. Begitu pula anak-anak
yang jaringan sosialnya lebih luas akan lebih terampil dalam bersosialisasi dibandingkan
anak yang jaringan sosialnya terbatas (Robinson & Garber, 1995).

2.4 Arti Pentingnya Pendidikan Keterampilan Sosial


Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan 6 hasil penting dari memiliki keterampilan
sosial, yaitu :
1. Perkembangan Kepribadian dan Identitas Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian
dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan
orang lain. Sebagai hasil dari berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai
pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan
interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk
mengembangkan pandanagn yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.
2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir Keterampilan
sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan
karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata.
Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih
tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi
yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan
dunia kerja.
3. Meningkatkan Kualitas Hidup
Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan social karena
setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.
4. Meningkatkan Kesehatan Fisik
Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian
menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan
dapat pulih dengan cepat dari sakit.
5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis
Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan
positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan
mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan,
depresi, frustasi, dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kewmampuan membangun hubungan
yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan
kebebasan, identitas diri, dan harga diri.
6. Kemampuan Mengatasi Stress
Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan
mengatasi stress. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya
jumlah penderita stress dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu
individu dalam mengatasi stress dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback.
Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah
hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk mengembangkan pandanagn yang tidak
akurat dan tidak tepat tentang dirinya.
2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir Keterampilan
sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan
karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata.
Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih
tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi
yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan
dunia kerja.
3. Meningkatkan Kualitas Hidup
Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan social karena
setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.
4. Meningkatkan Kesehatan Fisik
Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian
menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan
dapat pulih dengan cepat dari sakit.
5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis
Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan
positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan
mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan,
depresi, frustasi, dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kewmampuan membangun hubungan
yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan
kebebasan, identitas diri, dan harga diri.
6. Kemampuan Mengatasi Stress
Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan
mengatasi stress. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya
jumlah penderita stress dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu
individu dalam mengatasi stress dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback.

BAB III
KESIMPULAN
Peran Guru dan Orang Tua dalam mengatasi gangguan perilaku siswa yang
menyimpang sangat erat hubungannya. Hubungan yang erat antara keluarga dan sekolah itu
disebabkan secara hukum mempunyai tanggung jawab bersama terhadap pendidikan anak
secara kodrat pendidikan anak memang merupakan tanggung jawab orang tua, tetapi secara
hukum pemenintah/negara juga bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di samping orang tua dan pemerintah masih ada lagi yaitu masyarakat.
Gangguan perilaku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
yang bukan disebabkan karena neurosis, psikosis, retardasi mental, dan gangguan fisik atau
kerusakan organik, tetapi lebih karena lemahnya kontrol diri. Perilaku yang diperlihatkan
memiliki frekeunsi dan intensi yang lebih tinggi dari perilaku normal serta telah cukup lama
dilakukan oleh ketidakpatuhan kepada orang dewasa yang memiliki otoritas, bersikap agresif
sampai melakukan tindak kenakalan atau kejahatan.
Siswa dengan gangguan kepribadian sarat dengan berbagai pengalaman konflik dan
ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka. Gejala secara umum
gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap kategori yang ada. Pengalaman dan
perilaku individu yang menyimpang dari keterampilan sosial. Cara berpikir (kognisi)
termasuk perubahan persepsi dan interpretasi terhadap dirinya, orang lain dan waktu. Afeksi
(respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas). Fungsi-fungsi
interpersonal dan kontrol terhadap impuls

DAFTAR PUSTAKA
Alan Carr. 2001. Abnormal psychology ; Psychology focus. Psychology Press
Conant, J.B. (1950). General Education in a Free Society. Cambridge, Massachusstetts : Harvard
University Press.
Depdiknas. (2004). Kurikulum Sosiologi. Jakarta : Balitbang.
Eileen Mavis Hetherington, Ross D. Parke, Virginia O. Locke. 2003 Child psychology; a
contemporary viewpoint. McGraw-Hill, Cornell University
Fajar, M. (1998). Visi Pembaharuan Pendidikan. Jakarta : LP3NI.
Gwendolyn Cartledge, JoAnne Fellows Milburn, 1995. Teaching social skills to children and youth:
innovative approaches. University of Virginia
Grainger. 2003. Power System Analysis. McGraw-Hill Education (India) Pvt Ltd
Hurlock, Elizabeth B., 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Erlangga. Jakarta.
Kuczynski, Marshall & Schell, 1997. Handbook of dynamics in parent-child relations
SAGE, 2003
McCabe, Hough, Wood & Yeh, 2001. Civic librarianship: renewing the social mission of the public
library G - Reference, Information and Interdisciplinary Subjects Series. Scarecrow Press
National Association of School Psychologists., 1998.School psychology review, Volume 27,Masalah
1-2. Universitas Michigan
Rice, F.P. 2001. Human Development: Life Span Approach. Prantice Hall. New Jersey.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23250/2/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai

  • Index
    Index
    Dokumen1 halaman
    Index
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Cara Membuat Angket Penelitian
    Cara Membuat Angket Penelitian
    Dokumen2 halaman
    Cara Membuat Angket Penelitian
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    Dokumen29 halaman
    09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Angket
    Angket
    Dokumen2 halaman
    Angket
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    Dokumen29 halaman
    09 RKPM Perkerasan Jalan-9
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Motto
    Motto
    Dokumen1 halaman
    Motto
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • D3 2016 350497 Bibliography
    D3 2016 350497 Bibliography
    Dokumen2 halaman
    D3 2016 350497 Bibliography
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Cara Mudah Transfer File Dari Nokia Lumia
    Cara Mudah Transfer File Dari Nokia Lumia
    Dokumen1 halaman
    Cara Mudah Transfer File Dari Nokia Lumia
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • File 1
    File 1
    Dokumen25 halaman
    File 1
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 209 622 1 PB
    209 622 1 PB
    Dokumen8 halaman
    209 622 1 PB
    AQwa Eutasser
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Konsultan Supervisi Bintuni
    Laporan Pendahuluan Konsultan Supervisi Bintuni
    Dokumen23 halaman
    Laporan Pendahuluan Konsultan Supervisi Bintuni
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 11 1 01 01 0195
    11 1 01 01 0195
    Dokumen10 halaman
    11 1 01 01 0195
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen19 halaman
    Bab 2
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Naskah Publikasi
    Naskah Publikasi
    Dokumen17 halaman
    Naskah Publikasi
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 27 Bimbingan Konseling
    27 Bimbingan Konseling
    Dokumen13 halaman
    27 Bimbingan Konseling
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • 11 1 01 01 0195
    11 1 01 01 0195
    Dokumen10 halaman
    11 1 01 01 0195
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Tombol Pada Keyboard
    Fungsi Tombol Pada Keyboard
    Dokumen5 halaman
    Fungsi Tombol Pada Keyboard
    Budi Kadaryanto
    Belum ada peringkat
  • Negara Inggris Memiliki Empat Musim
    Negara Inggris Memiliki Empat Musim
    Dokumen2 halaman
    Negara Inggris Memiliki Empat Musim
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Satlan Viii
    Satlan Viii
    Dokumen41 halaman
    Satlan Viii
    Ria Wastiani
    100% (2)
  • 03 Halaman Depan
    03 Halaman Depan
    Dokumen14 halaman
    03 Halaman Depan
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Adhiputra
    Adhiputra
    Dokumen2 halaman
    Adhiputra
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen1 halaman
    Bahan
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling Kelompok
    Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling Kelompok
    Dokumen14 halaman
    Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling Kelompok
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Satlan Bimbingan Klasikal 1
    Satlan Bimbingan Klasikal 1
    Dokumen3 halaman
    Satlan Bimbingan Klasikal 1
    Etta Emaculata Hapsari
    Belum ada peringkat
  • Untitled 07
    Untitled 07
    Dokumen16 halaman
    Untitled 07
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Untitled 07
    Untitled 07
    Dokumen16 halaman
    Untitled 07
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Bahan
    Bahan
    Dokumen1 halaman
    Bahan
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Tled
    Tled
    Dokumen3 halaman
    Tled
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat
  • Untitled 05
    Untitled 05
    Dokumen31 halaman
    Untitled 05
    Latumeten Allysa'DreasPaul
    Belum ada peringkat