Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat unit perawatan kritis telah lebih meyakini fokus dari berbagai macam
penelitian dibandingkan dengan perawat di tempat lain. Ada banyak alasan yang
menyebabkan hal tersebut. Salah satu alasan yang utama adalah bahwa unit perawatan
kritis adalah tempat dimana terdapat usaha perjuangan hidup melawan kematian.
Semua dokter adalah tumpuan utama para pasien tetapi perawat lebih menjadi
tumpuan karena karena keberadaannya yang terus menerus. Sesuai dengan itu, maka
secara terus menerus bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis pasien.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai efek-efek
dari unit perawatan kritis pada perawat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran perawat unit perawatan kritis?
2. Apa efek stres pada perawat di unit perawatan kritis?
3. Bagaimana bersosialisasi sebagai perawat unit perawatan kritis?
4. Apa faktor-faktor penyebab stress di unit perawatan kritis?
5. Apa sifat-sifat kepribadian tradisional perawat di unit perawatan kritis?
6. Bagaimana sifat kepribadian berpengaruh terhadap mekanisme koping perawat di
unit perawatan kritis?
7. Bagaimana gaya koping perawat unit perawatan kritis?
8. Apa faktor-faktor stress keperawatan yang teridentifikasi dalam riset unit
perawatan kritis?
9. Bagaimana mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis?

C. Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum perawat unit perawatan kritis
2. Memahami efek stress pada perawat unit perawatan kritis
3. Memahami cara bersosialisasi perawat unit perawatan kritis
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab stress di unit perawatan kritis
5. Memahami sifat kepribadian dan koping perawat di unit perawatan kritis
6. Mengetahui gaya koping perawat unit perawatan kritis
7. Mengetahui faktor-faktor stress keperawatan yang teridentifikasi dalam riset unit
perawatan kritis
8. Mengetahui cara mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis
2

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Gambaran Perawat Unit Perawatan Kritis

Instalasi Rawat Intensif atau unit perawatan intensif adalah suatu unit perawatan
di Rumah Sakit yang khusus mengelola pasien dalam kondisi kritis atau sakit berat,
cedera dengan penyulit yang mengancam jiwa, yang membutuhkan tenaga terlatih
dengan didukung oleh peralatan khusus. Menurut Te Oh (1990), ICU adalah ruang
rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola
pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa.
Untuk memberikan pelayanan yang bermutu pada pasien rawat intensif,
dibutuhkan kerjasama antara profesi dokter, perawat, apoteker, radiografer, analis
kesehatan, ahli gizi, fisioterapis, biomedis dan staf pendukung medis di Rumah Sakit.
Dalam memberikan pelayanan pada pasien kritis, peran perawat cukup besar untuk
mengelola pasien dan bersinergi dengan profesi lain untuk menghasilkan pelayanan
yang berkualitas.
Pelayanan keperawatan di ICU merupakan pelayanan yang diberikan kepada
pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus dilaksanakan oleh
tim terlatih dan berpengalaman di ruang perawatan intensif.
Tujuan keperawatan intensif sesuai Standar Pelayanan Keperawatan di ICU (Dep.
Kes. RI , 2006) adalah :
1. Menyelamatkan nyawa
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitoring yang ketat, disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat
proses penyembuhan pasien
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat di unit perawatan intensif perlu bekal
ilmu dan pengalaman yang cukup, sehingga kompeten dalam penanganan pasien
kritis. Kompetensi teknikal perawat merupakan kompetensi tidak terbatas pada
3

kemampuan melakukan tindakan keperawatan namun lebih penting adalah


keterampilan mendapatkan data yang valid dan terpercaya serta keterampilan
melakukan pengkajian fisik secara akurat, keterampilan mendiagnostik masalah
menjadi diagnosis keperawatan, keterampilan memilih dan menentukan intervensi
yang tepat (Rosjidi & Harun, 2011).
Selain mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien kritis, perawat di unit
perawatan intensif juga dituntut untuk mampu menjaga mutu pelayanan yang
berkulitas. Dalam menjaga mutu pelayanan di unit perawatan intensif, fungsi dan
peran perawat sangat besar, karena proses perawatan pasien diantaranya dengan
observasi kondisi pasien secara ketat yang dilakukan oleh perawat. Beberapa peran
perawat dalam menjaga mutu pelayanan intensif yaitu : mencuci tangan setiap five
moment berinteraksi dengan pasien, mampu mengatasi pasien dalam keadaan gawat
secara cepat, menjaga kesterilan setiap alat invasive yang terpasang pada pasien,
memonitor pasien yang terpasang alat invasif, mengubah posisi pasien yang tirah
baring lama, menjaga keamanan pasien yang beresiko jatuh, merawat pasien dengan
luka post operatif, menjaga kesterilan saat melakukan suctioning pada pasien dengan
ventilasi mekanik serta memelihara kesterilan selang pada mesin ventilator. Apabila
semua staf perawat dapat melaksanakan perannya dengan, mutu pelayanan unit
perawatan intensif seperti dibawah ini dapat terjamin :
1. Memberikan respon time yang cepat dalam penanganan kegawatan
2. Mencegah terjadinya dekubitus
3. Menurunkan resiko jatuh
4. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena perifer
5. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena sentral
6. Mencegah terjadinya infeksi atau reaksi alergi akibat transfusi
7. Mencegah terjadinya infeksi luka operasi
8. Mencegah terjadinya infeksi saluran kencing akibat pemasangan catheter urin
9. Mencegah terjadiya ventilator acquired pneumonia
Kompetensi perawat dalam penanganan pasien kritis dan menjaga mutu pelayanan
ini tidak hanya membutuhkan ilmu dan pengalaman yang cukup, namun juga tingkat
kepedulian dalam merawat pasien dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi perawat dengan pasien, keluarga pasien serta profesi
atau unit lain. Perawat wajib berkomunikasi dengan pasien sadar maupun yang tidak
sadar pada saat melakukan tindakan keperawatan dan komunikasi penting dilakukan
dalam penentuan tingkat kesadaran pasien. Kepada pihak keluarga, perawat perlu
mengorientasikan ruangan, kondisi pasien yang berubah-ubah setiap saat dan hal-hal
4

penting lainnya agar informasi tentang pasien diterima dengan baik dan kepuasan
keluarga pasien dapat tercapai. Hubungan perawat dengan unit lain atau profesi
kesehatan lain juga memerlukan komunikasi dan kerjasama yang baik agar
pengelolaan pasien kritis bisa optimal serta sasaran keselamatan pasien dapat tercapai.

B. Stress dan Efeknya Pada Perawat Unit Perawatan Kritis

Efek stres pada kesehatan psikologis dan fisik telah banyak ditulis orang.
Pemberian asuhan keperawatan di unit perawatan kritis telah meluas pada sebagian
pasien pada awal tahun 1970 an. Peningkatan kemajuan dari unit perawatan kritis
menyebabkan kuatnya stres di lingkuhan kerja perawat unit keperawatan kritis.
Penelitian terdahulu tersebut menggali faktor-faktor yang menyebabkan stress
terhadap pekerjaan, kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja pada perawat unit
keperawatan kritis. Mereka menggunakan banyak konsep penemuan riset dari
organisasi psikologi. Penelitian terhadap pekerja di berbagai industri (seperti polisi, di
poliklinik) memperlihatkan suatu ciri yang terlihat berhubungan dengan kejenuhan,
yang lain tampak mengurangi pengaruh negatif dari stres.
Sebagian dari karakteristik tersebut diterapkan pada perawat namun sebagian
tidak dapat. Tampaknya bahwa nilai-nilai dan karakteristik pribadi yang ditemukan
dalam keperawatan berbeda dengan bidang-bidang lain yang didominasi oleh pria
atau campuran antara pekerja pria dan wanita. Dalam penelitian pada pria dan wanita.
Gilligan telah melihat bahwa wanita dalam penentuan keputusannya lebih berorientasi
pada hubungan nilai keputusan mereka, pria sangan berorientasi pada pencapaiannya.
Perbedaan ini sangat potensial mempengaruhi respon seseorang terhadap
pekerjaannya seperti dalam hal menentukan keputusan. Menghargai peran orang lain
dalam pekerjaan, dan respon terhadap pasien. Karena keperawatan adalah profesi
yang didominasi oleh wanita. Perawat akan lebih mengalami stres yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungannya, baik dengan penyelia, dokter,
perawat, pasien dan keluarga pasien. Aspek tertentu dari hubungan ini telah
dilaporkan sebagai stresor potensial dalam berbagai penelitian tentang perawat unit
perawatan kritis.
Penelitian-penelitian ini dilakukan oleh berbagai ahli kesehatan mental termasuk
psikiatrik, ahli psikologis, pekerja sosial dan perawat. Perkembangan riset
5

keperawatan pada stresor unit keperawatan kritis seiring dengan peningkatan


kemahiran keterampilan penelitian dari anggota perawat dengan derajat lebih lanjut.
Pada tahun 1980an, penelitian yang mendalam oleh perawat unit perawatan kritis
telah memperjelas faktor-fakor utama unit perawatan kritis yang menyebabkan stes
tambahan, karakteristik kemandirian dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat pendidikan dan pengalaman terhadap unit perawatan kritis tampak sebagai
faktor potensial yang menyebabkan kejenuhan.
Penelitian tentang stres keperawatan oleh perawat merupakan suatu kecendrungan
yang positif dalam memahami suatu ilmu pengetahuan yang merupakanwadah
sosialisasi bagi anggotanya sehingga mereka memperoleh kualitas-kualitas dinamika
yang unik dari profesi tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat berperan dalam respon
perawat terhadap stres dan akan lebih baik jika dibicarakan dengan perawat lain. Ini
membahas perbedaan jenis-jenis stresor yang dialami perawat unit keperawatan kritis.
Juga digunakan kecendrungan terakhir tentang penelitian stres keperawatan
mengidentifikasi faktor-fakor pribadi yang membantu koping terhadap unit perawatan
kritis sebagai cara pemahaman yang lebih baik tentang potensial efek samping pada
perawat dan apa yang dapat dilakuakan terhadap hal tersebut.

C. Sosialisai sebagai perawat unit perawatan kritis


Perawat-perawat di unit perawatn kritis seringkali merasa lebih bengga terhadap
diri sendiri. Tingkat pekerjaan yang harus mereka laksanakan dan pengetahuan yang
dibuthkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik lebih kompleks dibandingkan
dengan perawat lain yang ada dalam rumah sakit. Sejalan dengan kebanggan diri ini
dan kebanggan positif tentang profesi. Ada hal lain yang diharapkan oleh perawat unit
perawatan kritis yaitu tetap mempertahankan ketenangan dalam situasi yang menekan
sekalipun. Sikap tenang ini telah diulah oleh banyak penulis.
Seringkali perawat memaksakan harapan ini pada diri mereka sendiri. Dokter
(yang perlu diperhatikan, memliki kesempatan untuk keluar masuk unit perawatan
kritis, daripada harus tinggal berlama-lama dalam ruangan selama waktu dinasnya).
Banyak dokter percaya bahwa lingkungan semacam ini sulit untuk ditoleransi dalam
periode waktu tertentu. Ini menunjukan bahwa dokter mengalami kesulitan untuk
tetap tinggal dalam ruangan selama berjam-jam dan untuk tetap mempertahankan
sikap tenang. Pasien dan keluarga akan bereaksi baik dan bersikap tenang terhadap
6

perawat profesional yang bersikap tenang. Dan yang terpenting adalah meraka
mengharapkan agar perawat secara emosional terlibat dalam perawatan mereka.
Jika dokter, pasien dan keluarganya mengharapkan perawat untuk menerima
kebutuhan terhadap sikap perawat untuk bersikap manuisiawi dan kadang-kadang ada
stres, peran profesional, mengapa kemudian banyak perawat unit kritis memiliki
harapan yang keras pada diri mereka sendiri?

D. Faktor-faktor yang mengakibatkan stres di unit perawatan kritis


Tak perlu dipertanyakan lagi alasan terpenting bahwa perawat unit keperawatan
kritis menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri sebagai cara untuk
mempertahankan keseimbangan emosional. Ini merupakan mekanisme pertahanan
yang paling banyak digunakan untuk mengatasi tekanan berada di unit perawatan
kritis. Sebelum menjelaskan dan mendiskusikan kebutuhan kemampuan koping
perawat, penting untuk menetukan secara tetap tentang berbagai macam stres pada
perawat unit perawatan kritis.
Kebanyakan perawat akan segera dapat menentukan lingkungan unit perawatan
kritis yang tidak dapat diperkirakan sebagai stresor. Stresor lain adalah pekerjaan
rutin yang diulang-ulang; setiap langkah harus ditulis; perpindahan perawat dari
tempat lain; situasi krisis akut yang sering ; bahay fisik (perlindungan dari sinar X,
jarum-jarum, pasien isolasi dan delirium tidak adekuat); mengangkat berat, pasien
tidak sadar; teman sejawat yang bingung; (bunyi-bunyi yang terus menerus dari
rintihan, tangisan, jeritan, suara-suara monitor yang mendengun dan alarm monitor,
suara gelembung alat penghisap, dan mesin respirator). Stres lain yang penting dan
tidak boleh diemehkan adalah dimana-mana terdapat tubuh manusia, yang
kebanyakan disia-siakan, rusak, atau mengalami perubahan warna. Terdapat
pemajaman genitalia dan ekskresi feses, darah, mukosa dada, muntahan, dan urine.
Berapa pasien yang dibalut, dilumuri, dibasahi oleh cairan purulen atau serosa atau
drainase yang mengandung darah.
Sekarang bayangkan anda seolah-olah berada dipuncak bukit yang hijau dimana
terdapat hamparan pasir di pantainya. Ombak terlihat sangat besar sehingga anda
dapat melihat dan mendengar deburannya. Matahari bersinar sehingga anda dapat
melihat dan mendengar deburannya. Matahari bersinar. Anda berbaring di bawah
pohog yangyang melindungiatan matahari. Angin bngin berhembus lembut meniup
rambut rambut anda. Indah bukan? Nah sekarang, baca kembali daftar stressor di
7

atas dan biarkan anda sendiri merasakan respons. Anda mungkin tidak merasakan apa-
apa setelah membacanya. Sedangkan perawat lain mungkin merasa jijik, ansietas, atau
kejenuhan. Apakah anda dapat melihat perbedaan antara respons anda yang pertama
dengan respons yang kedua? Jika tidak, mungkinkah strategi koping tanpa sadar telah
anda kembangkan telah menyebabkan keteguhan emosional yang menyebabkan anda
melewatkan banyak aspek positif dari kehidupan ini di dalam maupun di luar unit
perawatan kitis?sangat sulit untuk mngurangi respons seseorang terhadap pengalaman
emosional yang negative tanpa menggantikannya dengan hal yang menyenangkan dan
penuh kenikmatan. Betapa sulitnya! Apa yang menyebabkan ini terjadi?
Ciri kepribadian yang umum pada banyak perawat adalah tidak mementingkan
diri sendiri. Ciri ini ditumbuhkan dan diagungkan melalui pendidik perawat dan
administrator. Jika seseorang tidak mementingkan diri sendiri, mereka akan
menyangkal kebutuhan fisik dan emosional mereka sendiri dalam memberi pelayanan
pada orang lain. Perawat yang secara logis menolak untuk bekerja dinas ganda ,
dipindahkan ke unit yang lain, atau ditugaskan untuk dinas ekstra karena kurang
tenaga, biasanya kurang dianggap oleh penyelia, dibandingkan perawat yang
mengabaikan kebutuhan untuk dirinya sendiri dan menyetujui tugas ini dengan
segera.
Karena pada masa sebelumnya tidak mementingkan diri sendiri telah di inginkan
sebagai suatu ciri pada perawatawat dan karena perawat yang tidak mementingkan
diri sendiri akan lebih mudah diterima oleh kelompoknya dan penyelia daripada
perawat yang berterus terang secara agresif menuntut haknya, banyak perawat telah
terisolasi ke dalam kebutuhan mereka sendiri, perasaan mereka sendiri-kebutuhan
mereka sendiri!
Ingatlah bahwah bahwa tidak satupun tempat di muka bumi ini dimana orang-
orang dilahirkan untuk mengetahui bagaimana menyangkal kebutuhan dan perasaan
sendiri kecuali mereka telah mempelajari untuk menyangkalnya. Motivasi yang paling
penting dalam proses ini adalah kebutuhan untuk di terima.

E. Hubungan Sifat Kepribadian Tradisional dengan Koping Perawat di Unit Perawatan


Kritis
Pikirkan sejenak: bila benar adanya bahwa dokter , pasien, dan keluarga dapat,
mengenali sikap kemanusiaan perawat dan menerima hal tersebut, namun kadang-
kadang, sikap professional, ketenangan, dan selalu tampak tenang dari luar dapat
8

dengan tidak disadari mengelabui orang tersebut tentang yang sesungguhanya, lalu
mengapa perlu berpura-pura dan mencoba mengubah sikap kemanusiaan kita.
Bila kita mencari persetujuan, kepada siapa kita mencari? Sejawat dan penyelia
keperawatan adalah jawaban yang nyata-jawaban yang mudah! Jawaban yang paling
sulit mungkin adalah mengakui bahwa kita melakukannya pada diri sendiri. Kadang-
kadang perawat adalah pengeritik mereka sendiri yang paling hebat. Bila mereka
gagal terhadap diri sendiri, kadang-kadang merupakan harapan pribadi yang sangat
sulit, dan akibatnya adalah rasa bersalah.
Banyak perawat mengira adalah tidak baik untuk merasa kehilangan, taku, takut,
jijik, atau mencint, jijik, atau mencintai saat bekerja secara intim dengan pasien.
Meskipun rasa kemanusiaan mereka sendiri mereka pikirkan sebagai tidak
professional untuk merasakan sautu emosi terhadap pasien. Bila orndiri mereka
pikirkan sebagai tidak professional untuk merasakan sautu emosi terhadap pasien.
Bila orang merasakan sesuatu yang ia piker tidak merasakannya, mengakibatkan rasa
berasa bersalah. Karena perasaan bersalah adalah perasaan yang tidak menyenangkan,
dan pikirsalah. Karena perasaan bersalah adalah perasaan yang tidak menyenangkan,
dan pikiran tak menyak menyenangkan (ego, secara spesifik) membant (ego, secara
spesifik) membantu orag bertahan sehingga rasa bersalah tidak tidak terjadi. Represi
adalah mekanisme pertahanan atau koping yang menyembunyikan perasaan asli dari
rasa kehilangan, takut dan sebagainya sehingga mereka tidak merasakannya lagi.
Penting untuk mengetahui bahwa memori tentang pengalaman yang secara normal
menyebabkan perasaan tetap disimpan dalam memori ketidaksadaran kita. Represi
tidak tergali dari memori ini.
Penyembunyian perasaan ini secara konstan tidak sehat. Ingat bahwa pendidik
keperawatan dan penyelia yang mengira bahwa tindakan ini professional untuk
menyembunyikan mereka yang tlah terisolasi dari perawat lain. Penyembunyian
perasaan ini secara konstan tidak sehat. Ingat bahwa pendidik keperawatan dan
penyelia yang mengira bahwa tindakan ini professional untuk menyembunyikan
mereka yang tlah terisolasi dari perawat lain. Semua ini bukan pendekatan yang
membantu. Ini tidak akan berubah sampai mereka sendiri membuat sosialisasi ke
dalam pendendekatan yang lebih manusiawi dan menjadi lebih baik terhadap mereka
sendiri dan perawat lain.
1. Kejenuhan
9

Akibat dari penyangkalan diri terus-menerus mungkin adalah salah satu yang
paling penting, tentang penataan yang belum dikenali dan dinamik. Perawat
keperawatan kritis, karena bentuk stress dari pekerjaan mereka, mereka berada
pada resiko kejenuhan. Kejenuhan dapat menjadi akibat dari bekerja dalam
linkungan yang penuh stress. Pekerja akhirnya merasa menyerah, tidak efektif,
dan putus asa karena bekerja pada lingkungan tersebut. Akibat dari kejenuhan
adalah bahwa pekerja meninggalkan pekerjaan mereka atau tetap pada posisi
fungsi yang tidak efektif. Kejenuhan adalah tahap kurangnya energy.
Ada hal penting lain yang menyebabkan kejenuhan. Alfin Toffler dalam
Future Shock, menduga bahwa kita hidup di lingkungan teknologi tinggi dan
frekuensi lebih cepat. Hasilnya adalah bahwa pngetahuan yang di perlukan oleh
perawat keperawatan kritis dan kompleksitas pasien yang mereka rawat secar
menduga bahwa kita hidup di lingkungan teknologi tinggi dan frekuensi lebih
cepat. Hasilnya adalah bahwa pngetahuan yang di perlukan oleh perawat
keperawatan kritis dan kompleksitas pasien yang mereka rawat secara terus
menerus meningkat, dan stress lebih besar pada lingkungan yang sudah penuh
dengan stress.
Bila ratio perawat-pasien diubah menjadi bentuk proporsional terhadap
peningkatan kompleksitas perawatan, perawat akan siap beradaptasi dengan stress
di unit perawatan kritis. Di lain pihak, kekurangan staf yang berkepanjangan tetap
terjadi. Efek kekurangan staf banyak terjadi. Frustasi terjadi jika perawat terus
menerus berada di bawah tekanan dan secara berulang-ulang merasa bahwa
mereka tidak dapat memberikan asuhan keperawatan secara utuh sesuai kebutuhan
pasien. Bentuk frustasi seperti ini banyak menyebabkan kejenuhan.
Kejenuhan menyebabkan banyak perawat meninggalkan keperawatan,
masalah kejenuhan memerlukan lebih banyak perhatian baik dari professional
maupun sector yang mendasari. Sebagai perawat penting bagi kita
untukmemahami penyebab kejenuhan. Dan ini merupakan akar dari masalah-
masalah. Sampai tahun 1970-an perawat merupakan korban dari kejenuhan yang
disebabkan oleh beban kerja atau karena represi diri, mereka sering tetap berada di
posisinya, tetapi dalam status yang menurun. Pada masa kini, perawat berespons
secara berbeda dalam masyarakat.
Penyebab lain dari kejenuhan di unit perawatan kritis dapat di sebabkan oleh
tidak berfungsinya komunikasi. Dinamika manajemen staf dalam unit perawatan
10

kritis dapat merupakantantangan peran bagi manajer keperawatan. Jika masalah-


masalah penting tentang kepegawaian terus menerus di abaikan atau lbih
menonjolkan prilaku otokratik dibandingkan perilaku demokrgawaian terus
menerus di abaikan atau lbih menonjolkan prilaku otokratik dibandingkan
perilaku demokratik, maka pegawai akan sering merasa marah dan tidak di akui.
Adanya ciri kepribadian ko-dependen juga menyebabkan tingginya harapan
pada diri perawat. Ko-dependen adalah suatingginya harapan pada diri perawat.
Ko-dependen adalah suatu fenomena yang dikemukakan oleh Bcattie dimana
seseorang mengorbankan kebutuhan pribadinya selama memberikan pelayanan
kepada orang lain yang mengalami gangguan fungsi. Schaef dan Fassel telah
menerapkan konsep ini pada dinamika organisasi.anggotanggota staf dengan
manajer atau lingkungan budaya rumah sakit yang tidak menghargai kebutuhan
terhadap kelayakan kondisi kerja, dapat menjadi ko-dependen dengan disfungsi
organisasi.
2. Peningkatan Kesadaran dalam Keperawatan
Gerakan kaum wanitaa, dengan penekanannya pada diri sendiri telah membuat
para wanita sadar akan hak-haknya untuk mengalami kehidupan mereka secara
menyeluruh. Tujuan terpenting dari gerakan ini adalah peningkatan kualitas hidup
bagi semua wanita. Gerakan ini berusaha untuk membuat para wanita menyadari
peran tradisional yang mereka penuhi dalam masyarakat dan menunjukkan
altrnatif yang dapat mereka pilih mereka pilih atau mereka tolak. Keperawatan
secara menonjol merupakan profesi wanita. Anggota profesi ini, baik pria atau
wanita, secara kuat mnunjukkan kualitas tradisional kewanitaan tentang merawat,
memelihara, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Gerakan kaum wanita telah menciptakan kesadaran yang lebih pada wanita,
bahwa mereka adalah pemberi. Dalam bukunya, Jean Paker Miller mengutip
pernyataan seorang wanita yang mengatakan Saya tidak bisa member apa- apa
lagi, tetapi saya tidak mungkin berhenti . jauh dalam pengertian ini ia mulai
mnyadari bahwa persetujuan untuk berhenti harus datang pertama dari pemberi-
bukan dari penerima. Dan dari semua ini, mengapa seseorang yang menerima
sesuatu yang baik meminta pada pemberiuntuk menghentikannya?
Hubungan pemberi-penerima ini telah menjadi hubungan tradisional antara
perawat dan rumah sakit. Hal dinamik yang diobservasi pada perawat yang
11

kemungkinan secara langsung berhubungan dengan timbulnya kesadaran mereka


sebagai wanita.
Masa lalu mereka menjadi pemberi perawatan yang jenuh, putus asa, dan tidak
efektif sebagai akibat dari kondisi kerja yang sulit. Sekarang, sejauh ini lebih
umum bagi perawat untuk merasa marah dan frustasi karena kondisi ini. Mereka
lebih baik meninggalkan posisi mereka daripada membiarkan diri mereka atau
kebutuhan mereka sendiri berkurang.
Pada banyak kasus, kemarahan dan frustasi mereka dapat dibenarkan, dan
mereka mempunyai sedikit pilihan lain daripada meninggalkannya. Seringkali,
saat mereka berpindah ke posisi yang lain, siklusnya akan berulang kembali. Ini
mungkin bahwa setelah banyak gerakan-gerakan ini perawat masih menjadi jenuh.
Bagaimanapun juga, keteguhan manusia akhirnya mengalami gangguan.
Perawat tidak mengalami putus asa karena terdapat banyak alternative. Hal ini
yang penting adalah bahwa pilihan-pilihan harus dipertimbangkan sebelum
gangguan di pandang. Baker mengatakan, jelasnya, wanita perlu membiarkan
dirinya menerima, secara terbuka, serta memberi. Sejumlah energy perlu untuk
membuat perubahan pola pikir pada perawat yang dapat dianaikan seperti menarik
gigidari seekor ikan paus! Atau menghentikan lokomotif seberat 50 ton saat ia
menuruni bukit! Perawat selalu menjadi pemberi. Karena justru itulah mengapa
mereka memasuki keperawatan. Hal ini baik sebagai pemberi. Member itu indah.
Tetapi baik dan indah juga menjadi manusia sepenuhnya dan menilai harga diri
seseorang. Pendidikan Judeo Christian telah sering menjadi dasar memberi pada
orang lain. Penting untuk dicatat, bahwa aturan yang paling penting adalah
cintailah orang lain seperti mencintai dirimu sendiri.. aturan dasar ini
menganggap bahwa kita pertama kali harus mencintai diri sendiri, dan bahwa kita
harus mencintai orang lain sepertitidak lebih darikita mencintai diri sendiri.
3. Kesertifan: Suatu Faktor penting dalam koping Efektif
Salah satu slogan dari gerakan wanita adalah keasertifan. Gerakan ini telah
mendorong para wanita untuk lebih asertif. Bagi banyak wanita yang memilih
karakteristik wanita tradisional, kata keasertifan memiliki sejumlah implikasi
negative. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang
perbedaan cirri-ciri perilaku keasertifan dan cirri-ciri perilaku agresif. Table
berikut menjelaskan perbedaan antara bertindak agresif, asertif, dan pasif, atau
non asertif.
12

Tabel 2.1 Tabel Keasertifan, Pasif, dan Agresif


Reaksi orang
Karakteristik Perasaan dalam diri
lain
Terbuka Damai di hati Dihargai
Jujur Harga diri baik
Asertif Tidak melanggar keyakinan orang Menghargai hak orang
lain lain
Lemah Tidak pasti Kasihan
Menyerah Berusaha Tidak pasti
Menyangkal diri Tak peduli
Pasif menyenangkan orang
Tawar-menawar tersembunyi Jengkel
Menyembunyikan perasaan yang lain
Benci/marah
sebenarnya
Bertengkar Marah Marah
Berani Terhina Tidak
Agresi Merendahkan orang lain Kebanggaan diri yang
menyenangkan
Menghantam pendapat, keyakinan,
f ekstrem Sakit hati
dan perasaan orang lain Cemas saat agresif tidak Jijik
terkontrol

Perbedaan antara seorang yang pasif dan asertif adalah, orang yang pasif
bersikap setia terhadap orang lain yang tidak menyadari kebutuhan atau
keinginan orang yang pasif. Orang-orang pasif Nampak lebih sebagai bukan
seseorang. Pada kenyataannya mereka sering menempatkan keyakinan mereka
pada orang lain untuk mengetahui apa yang mereja perlukan, biasanya dengan
harapan yang tak diekspresikan (juga disebut sebagai agenda tersembunyi ). Jika
orang lain gagal melaksanakan hal tersebut, maka hasilnya adalah:
a. Mereka akan menenggelamkan diri sendiri dan kebutuhan-kebutuhan
mereka. Makna implisitnya adalah saya tidak berarti apa-apa
b. Mereka memendam kemarahan mengapa mereka melakukan hal tersebut
pada saya? kenyataannya, orang lain tidak mengerti kebutuhan yang tidak
diekspresikan.
Seorang yang asertif, sadar akan kebutuhan dan perlakuan mereka sendiri
dimana mereka diterima sebagai manusia. Mereka menyampaikan kebutuhan
mereka pada saat yang tepat. Jika hak mereka jelas-jelas dilanggar mereka akan
berbicara dan menyampaikan perasaannya. Seorang yang asertif tidak suka
menyerang dan tidak suka melanggar hak-hak orang lain atau institusi. Mereka
13

menempatkan nilai pada pikiran dan kepercayaan mereka sendiri. Mereka


menempatkan nilai-nilai pada diri mereka sendiri.
Seorang yang agresif adalah orang yang suka menyerang. Mereka
memaksakan kepercayaan mereka pada orang lain. Berharap orang lain
menerimanya. Mereka sering menyangkal hak-hak orang lain terhadap pikiran dan
pendapat mereka sendiri.
4. Pengendalian pikiran dan perasaan
Belajar membedakan pikiran-pikiran dari perasaan dapat menolong kita untuk
merubah perilaku pasif menjadi perilaku asertif. Sebagai contoh, bila seseorang
merasa bersalah, dia mempunyai keberanian bereaksi ke dalam dirinya sendiri.
Rasa bersalah adalah perasaan. Orang tidak dapat memikirkan rasa bersalah; ia
merasakannya. Contohnya, jika dia berpikir bahwa Presiden Bill Clinton adalah
presiden yang baik tetapi dia tidak dapat merasakan Bill Clinton adalah presiden
yang baik.
Dia dapat berpikir bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk mencat rumah;
ia tidak dapat merasakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mencat
rumah.
Perasaan bersalah adalah perasaan yang kuat. Ini bykan hal yang
menyenangkan untuk merasakan hal tersebut. Kebanyakan orang menghina dari
perasaan bersalah. Akibatnya, perasaan bersalah ini menjadi motivator yang
sangat kuat. Bagi sebagian besar perawat, perasaan ini sering terjadi di tempat
kerja. Terdapat banyak hal yang perawat pikir mereka harus mengerjakannya. Jika
mereka tidak mampu menyelesaikan semuanya, meskipun ada keterbatasan dalam
kendali mereka, mereka merasa bersalah. Untuk menghindari perasaan bersalah
ini, seringkali mereka memacu diri mereka sekuat-kuatnya.
Pekerjaan perawat sesungguhnya tidak akan pernah benar-benar selesai.
Sangat tidak mungkin untuk membuat suatu batas yang harus segera diselesaikan
pada waktu dinas 8 jam. Contohnya, jika semua tugas selesai dikerjakan, anda
harus member perhatian pada Ny. Jones, seorang wanita dengan bypass jantung di
ruang isolasi, beberapa waktu; ia tampak depresi hari ini. Atau anda harus
membuat rencana asuhan keperawatan baru sesuai perkembangan pasien; yang
telah ia abaikan karena unit sibuk saat itu.
Meskipun tiap perawat telah berusaha untuk mendorong dirinya sendiri untuk
bekerja lebih giat, akan tetapi pada akhirnya mereka tetap merasakan perasaan
14

bersalahdan kadang-kadang memendam kemarahan. Ini penting untuk diingat


tidak seorangpun dapat membuat orang lain merasa bersalah. Meskipun seseorang
atau institusi dapat menyatakan kebutuhannya pada seseorang, hanya orang
tersebut yang dapat menyebabkan dirinya sendiri merasa bersalah atau tidak.
Makin tingginya intelektual seseorang, dia akan memiliki kemampuan yang lebih
untuk menghindari tuntutan yang lain yang tidak rasional terhadap dirinya. Ini
kadang-kadang masuk dalam tindakan. Berikut ini adalah contoh di luar bidang
keperawatan.
Jika seoran gibu membelikan anaknya 4 buah permainan elektronik pada hari
ulang tahunnya dan anaknya tersebut ingin tahu mengapa dia tidak mendapat 5
buah, si ibu dapat saja berfikir pada diri sendiri, sungguh tidak berterima kasih
padahal saya telah memberikan lebih dari kebutuhannya. atau mungkin saja si
ibu tersebut akan merasa bersalah. Anak tersebut tidak membuat ibunya merasa
bersalah. Justru perasaan ibu tersebut yang membuatnya merasa bersalah. Jika kita
tidak secara sadar melindungi diri kita untuk melawan perasaan-perasaan yang
menyebabkan kita merasa bersalah, kita seterusnya akan menjadi korban dari rasa
bersalah tersebut.
Dalam keperawatan, perasaan bersalah ini merupakan penyebab
ketidakmampuan perawat untuk lari dari perilaku pasif. Penting untuk dipahami
bagaimana cara menekan ke luar perasaan bersalah yang tidak berguna sebelum
kita belajar menjadi asertif, manusia yang benar-benar utuh.
5. Menunjukkan diri sebenarnya
Konsep lain yang penting dalam proses merasa nyaman dengan keasertifan
adalah salah satu yang dijelaskan oleh Bowen sebagai pseudo self dan solid self.
Pseudo self adalah sisi diri kita sendiri yang kita biarkan orang
lainmengetahuinya. Beberapa orang semuanya pseudo self. Mereka menganggap
diir mereka untuk anggota kelaurga mereka, teman, pasien, dan dokter karena
mereka mengharapkan demikian. Kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri,
keinginan, dan sebagainya ditenggelamkan untuk memenuhi harapan orang lain.
Solid self adalah siapa diri anda sesungguhnya. Banyak perawat mengalami
kesulitan untuk menentukan siapa dirinya sebenarnya, karena hamper seluruhnya
dikerahkan untuk memenuhi kebuuthan orang lain. Diri yang sesungguhnya harus
digali dan dikembangkan kembali. Ini masih tetap ada. Ini dapat kembali dan
menjadi lebih besar dan lebih baik dari sebelumnya. Semua ini memrlukan kerja
15

keras dan konsentrasi serta kerugian besar intelektual untuk memutuskan rantai
kepasifan. Tantangan terbesar untuk keberhasilan anda akan sama dengan
keluarga, teman, pasien, dokter yang sebelumnya telah sukses menarik anda.
Menjadi asertif berarti membicarakan apa yang anda butuhkan, yang anda
pikirkan, dan apa yang anda yakini tentang mengenali diri anda sebenarnya.
6. Koping: mempertahankan secara keseluruhan
Koping adalah kata yang terkenal yang digunakan selama sera sadar-stress
tahun 1980-an. Kata ini tampaknya seringkali ada pada artikel-artikel tentang
respons perawat unit perawatan kritis terhadap lingkungannya. Akan membantu
bila meninjau kembali konsep koping sebelum berlanjut lebih jauh. Koping adalah
Kombinasi strategi secara sadar dalam kesuksesan pemecahan masalah dimasa
lampau dengan mekanisme pertahanan yang tidak disadari untuk menurunkan
tingkat stress yang sedang dialami seseorang.
Penting untuk diingat bahwa koping meliputi penggunaan mekanisme
pertahanan otomatis oleh ego. Mekanisme otomatis ini, (contoh penyangkalan,
penghindaran, dan represi) yang digunakan kapan pun ego sendiri merasa tentram.
Penting juga untuk diingat bahwa kejadian yang dianggap ancaman bagi
seseorang belum tentu menjadi ancaman bagi orang lain. Berikut ini adalah contoh
kasus.
Evelyn, Joan, dan Carol bekerja malam hari di unit perawatan koroner intensif.
Evelyn telah bekerja di tempat tersebut selama 12 tahun. Jian dan Carol baru lulus
6 bulan yang lalu. Joan adalah seorang perawat yang lihai dan cepat belajar tapi
belum yakin terhadap situasi. Carol masih dalam masa percobaan karena diketahui
manajernya bahwa Carol memiliki kekurangan dalam hal keterampilan dan
kemampuan pengkajian dan pemecahan masalah. Selama tenagah malam pasien
mengalami episode takikardi berat. Dalam waktu 5 menit kemudian pasien
mengalami henti jantung. Persepsi dan respons pada ketiga perawat tersebut
adalah:
Evelyn terampil dalam semua aspek kedaruratan, pengkajian, dan tindakan.
Dia sadar dan memonitor penuh keadaan awal pasien. Saat pasien lain mengalami
henti jantung dengan cepat dia mengkaji kondisi kedua pasien tersebut,
memberikan instruksi pada joan untuk melakukan tindakan perawatan yang perlu
segera dilakukan, kemudian meminta bantuan, dan melakukan resusitasi. Egonya
begitu terbiasa dengan kejadian ini yang secara otomatis menghidupkan kognitig
16

atau bentuk pikirannya dan mematikan respons emosionalnya. Jika emosinya


menang, reaksinya pasti berupa ansietas. Ansietas tingkat sedang sampai berat
ditandai dengan menurunnya kemampuan pemceahan masalah. Joan, saat berpikir
tentang situasi darurat di unit perawatan koroner intesnif, mengalami banyak
gejala ansietas (contoh peningkatan frekuensi jantung dan pernafasan, keringat
dingin). Selama situasi kritis seperti yang digambarkan, dia tetap terkendali dan
sadar penuh akan diri sendiri dan agak ansietas. Respons emosionalnya direpresi
oleh egonya.
Pada kedua keadaan darurat ini, reaksi Carol adalah terpaku. Egonya
menutup ansietas awalnya terhadap siituasi dengan penyangkalan. Sedang Evelyn
dan Joan yang terus mendorongnya untuk bertindak, ia dengan cepat mulai
bekerja dengan mereka tetapi dengan tingkat ansietas tinggi. Egonya tidak
menekan ansietasnya. Karenanya, keterampilan pemecahan masalahnya menurun.
Dalam situasi yang digambarkan di atas pengalaman tiap perawat berlangsung
dengan cara yang berbeda. Tidak ada manusia yang pernah mengalami kejadian
yang sama dengan cara yang sama. Hal ini karena tiap orang dilahirkan dengan
suatu tempramen dasar. Tempramend asar ini menyusun sifat dasar kepribadian
seseorang dan kemudian dipengaruhi oleh lingkungan dimana anak tersebut
tumbuh. Ego tersebut berkembang sebagai respons terhadap lingkungan anak. Ini
akan menentukan nama yang baik, buruk, bahaya, atau mengancam selama tahun
kehidupan. Ini juga berkembang terus dengan pola menetap dalam mengatasi
situasi yang dialami anak dan kapasitas ego anak untuk melawan ansieas, anak
merasakan situasi tersebut sebagai situasi yang menegangkan atau tidak
menegangkan.
Koping sebenarnya merupakan proses kompleks yang meliputi respons yang
konsisten bagi tiap orang. Contohnya, seorang yang mampu mengatasi semua
masalah dengan baik akan mampu mengatasi situasi lain dengan baik pula.
Pengecualiannya adalah jika seseorang mengalami kelelahan yang sangat; pernah
mengalami peristiwa yang sama dimana koping gagal, maka saat terjadi kejadian
yang sama menyebabkan ledakan ansietas; atau pernah mengalami kejadian penuh
stress dalam periode waktu yang singkat, maka stresor baru sekecil apapun dapat
menimbulkan kesulitan besar.

F. Gaya Koping perawat unit Perawatan kritis


17

Penelitian terbaru tentang stress perawat di unit perawatan kritis berfokus pada
cara dimana perawat di unit perawatan kritis merasakan lingkungan kerja mereka dan
cara mereka beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Oleh karena telah begitu banyak penekanan pada stress perawat unit perawatan
kritis, pergantian, dan sebagainya, maka pertanyaan berikut ditanyakan: adakah
kemampuan koping tertentu atau gaya kepribadian tertentu yang membantu perawat
unit perawatan kritis beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan penuh stress?
Malonay dan Bartz melakukan pendekatan terhadap pertanyaan ini dengan
mempelajari cirri kepribadian dan cirri koping perawat di ruang perawatan intensif
dan non-intensif, mereka menguji beberapa faktor untuk menentukan apakah terdapat
perbedaan antara kedua kelompok perawat ini. Penemuan mereka menunjukkan
bahwa perawat di ruang perawatan intensif berbeda dalam beberapa hal
1. Petualangan dan tantangan
Kualitas ini terlihat lebih sering pada perawat unit perawatan kritis
dibandingkan dengan perawat non-unit perawatan kritis dan diyakini berpengaruh
terhadap respons mereka terhadap lingkungan unit perawatan kritis dan kapasitas
mereka untuk mengalami kepuasan terhadapnya
2. Kekuasaan
Perawat unit perawatan kritis secara umum akan merasa kurang memiliki
kekuasaan dan lebih dikontrol oleh lingkungan dibandingkan dengan perawat non
unit perawatan kritis. Ini merupakan penemuan yang realistic terhadap adaptasi di
ruang kedaruratan dan situasi unit perawatan kritis yang tidak dapat diramalkan
3. Ketahanan
Perawat unit perawatan kritis diketahui lebih mempunyai ketahanan
dibandingkan dengan perawat non-unit perawatan kritis. Ini diduga oleh penulis
bahwa kualitas ini membantu perawat unutk mengatasi adanya serangan persepsi
di unit perawatan kritis. Kapasitas untuk ketahanan ini didasarkan pada
penggunaan mekanisme pertahanan penyangkalan, represi, intelektualisasi, dan
mekanisme pertahanan sejenisnya yang menurunkan tingkat ansietas seseorang
yang secara normal akan terasa terancam dengan situasi seperti itu.
Pada penilitan terdahulu, Maloney telah membandingkan kapasitas koping
perawat unit perawatan kritis dan non-unit perawatan kritis dengan menguji cara-
cara kedua kelompok tersebut dalam menghadapi ansietas. Ditemukan bahwa
perawat unit perawatan kritis mengalami lebih sedikit ansietas pada situasi
18

normal dan situasi baru dibandingkan perawat non-unit perawatan kritis.


Informasi ini dapat menyebabkan spekulasi bahwa perawat unit perawatan kritis
memiliki kapasitas an glebih kuat untuk mengatasi ansietas. Seseorang yang tidak
sigap dalam lingkungan unit perawatan kritis dimotivasi oleh hasrat untuk
menghindari ansietas yang berlebihan.
Penemuan lain dari studi ini adalah perawat non-unit perawatan kritis meiliki
skor yang lebih tinggi pada keluhan-keluhan somatic, masalah pribadi dan
keluarga, dan ketidakpuasan beban kerja. Kesimpulan umum adalah perawat unit
perawatan kritis meiliki kapasitas koping yang lebih kuat dan adaptasi lebih kuat
dibandingkan dengan perawat non-unit perawatan kritis.
4. Ketabahan: Cara Mencegah Kejenuhan
Ketabahan adalah istilah yang diterapkan untuk menggambarkan sifat-sifat
kepribadian seseorang yang dikemukakan oleh Kobassa dan Puscetti. Penelitian
mereka menujukkan bahwa orang yang merasa bahwa kehidupan dan pilihan
mereka berada di bawah control mereka sendiri, merasa komit dengan tujuan dan
gaya hidupnya, dan menerima stress hidup sebagai tantangan yang sedikitnya
mungkin menyakitkan sebagai akiabt kejadian hidup yang penuh stress. Cirri-ciri
ini digambarkan oleh penulis sebagai cara seseorang untuk berespons terhadap
stress dengan perasaan pengontrolan versus ketidakberdayaan, komitemn versus
pelanggaran, dan tantangan versus ancaman.
Berdasarkan peneilitian ini , terlihat bahwa penggunaaan mekanisme koping
secara sadar, seperti membantu seseorang memandang situasi yang penuh stress,
koping untuk perawat unit perawatan kritis.
Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa penggunaan mekanisme koping
secara sadar, seperti membantu seseorang memandang situasi yang penuh stress,
koping untuk perawat unit perawatan kritis.
Perubahan dari perasaan ketidakberdayaan, kurangnya komitmen dan
ancaman terhadap persepektif positif dapat membantu mengembalikan harapan
dan meningkatkan perasaan sejahtera.

G. Faktor-Faktor Stress Keperawatan yang Teridentifikasi dalam Riset Unit Perawatan


Kritis
Penelitian terhadap pengaruh lingkungan unit perawatan kritis terhadap perawat
menunjukkan banyak faktor-faktor stress yang penting. Dengan memahami penyebab
19

kejenuhan, nilai-nilai keasertifan dalam melawan kejenuhan, pentingnya mengadakan


perubahan pribadi, peraway dapat meningkatkan lingkungan kerjanya. Dengan
menganalisa faktor-faktor anggota staf mereka sendiri dapat menyusun intervensi
yang dapat meningkatkan kualitas kerja perawat unit perawatan kritis.
Kebutuhan terhadap perawat unit perawatan kritis terus meningkat. Salah satu
perkiraan menunjukkan peningkatan tiap tahun tempat tidur di unit perawatan kritis di
Negara ini kurang lebih 2500. Ini menjadi peringatan bagi perencana tenaga
keperawatan agar tidak terjadi krisis perawat unit perawatan kritis.
Anderson dkk. Melihat bahwa 3 stressor yang paling berarti bagi perawat unit
perawatan kritis adalah (1) Konflik interpersonal dengan perawata; (2) Memberi
perawatan pada pasien sakit; dan (3) Isu-isu mengenai administrator dan manajer
keperawatan. Ketiga faktor ini juga diidentifikasi oleh Oehler dkk. Sebagai kurangnya
dukungan dari administrator dan manajer keperawatan. Hart dkk. Melihat bahwa
dinamika organisasi seperti (1) pola komunikasi; (2) pemantauan dan perencanaan
staf; (3) politik interdisiplin pada itngkat manajer keperawatan dan doker; (4)
penghargaan, termasuj gaji, promosi, dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan;
(5) penyediaan dukungan dari departemen lain di luar bidang keperawatan,
kesemuanya mempunyai bagian penting sebagai penentu kepuasan kerja perawat dan
laju pergantian.
Rosenthal dkk. Menemukan bahwa isu etika yang berhubungan dengan pasien-
pasien menjelang kematian merupakan stress yang tinggi bagi staf keperawatan.
Tinjauan terhadap faktor-faktor ini menunjukkan bahwa lingkungan unit
perawatan kritis terus menerus mendesak kebutuhan perawat. Tanpa
mempertimbangkan tipe-tipe stress yang ada, tampak bahwa persepsi perawat
terhadap pengendalian faktor-faktor ini mungkin merupakan elemen penting pada
terjadinya koping efektif atau tidak efektif.
Koping efektif mencegah terjadinya kelelahan fisik dan mental. Cavanagh telah
menggambarkan bentuk kelelahan ini sebagai penyabab kejenuhan.. untuk mengatasi
stresor unit perawatan kritis seperti yang digambarkan diatas, ini akan membantu jika
kita dapatmengelompokkannya berdasarkan keampuan untuk mengontroolnya.
Beberapa diantara stresor tersebut adalah subjek yang berubah dalam lingkungan,
sebagian tidak. Stresor yang tidak dapat diubah kemudian ditunjukkan oleh perubahan
pada sikap atau hara[an, atau dengan mengubah teknik koping. Semua ini dapat
diklasifikasikan sebagai respons lingkungan dan respons personal.
20

1. Respons Lingkungan
a. Konflik interpersonal dengan dokter
Pemanfaatan konsultasi atau penghubung konsultan psikiatri dapat
membantu pemecahan masalah dan komunikasi efektif oleh perawat. Masalah
semacam ini dapat ditunjukkan dalam administrasi medic dengan membuat
komite kerja sama perawat dan dokter untuk mempertimbangkan masalah
khusus ini. Masalah seperti ini juga menimbulkan kebutuhan terhadap
pendidikan yang lebih aktif dan barmain peran oleh mahasiswa keperawatan
untuk meningkatkan komunikasi yang efektif dan asertif saat mereka menjadi
perawat professional.
b. Memberi perawatan pada orang sakit
Pemanfaatan dan dukungan staf keperawatan saat mereka member
perawatan pada pasien sakit akut penting bagi respons koping anggota staf
unit perawatan kritis.
Salah satu stresor tersulit bagi perawat unit perawatan kritis adalah
kematian pasien. Jika kematian pasien menyangkut konflik etik atau konflik
dengan dokter, efeknya terhadap perawat cukup berat. Dua intervensi penting
dapat membantu mengatasi stresor-stresor ini. Pertama adalah dukungan atau
perkembangan tinjauan panel tentang etika. Harus ada partisipasi aktif dari
perawat dalam panel tersebut. Pertimbangan etik yang sulit dapat dibahas dan
dipecahkan bersama dalam forum semacam ini, jika keputusan pada akhirnya
didominasi oleh dokter, maka biasaya kebutuhan pasien, keluarga, perawat
tidak akan terpenuhi.
Jika konflik dengan dokter bukan menyangkut masalah etik dan tampak
tidak dapat dipecahkan oleh staf keperawatan, manajer keperawatan dapat
bernegosiasi dengan direktur unit tersebut untuk eninjau masalah yang ada.
Selain itu, konsultasi psikiatri/pelayanna yang berhubungan dengan hal
tersebut dapat diminta untuk bekerja sama dengan keperawatan dan anggota
staf medic untuk mengembangkan alternative pemecahan masalah terhadap
masalah yang ada. Selanjutnya, konflik yang tidak terselesaikan secara terus
menerus merupakan contributor aktif terhadap persepsi perawat tentang
kurangnya control dan keputusasaan.
Meskipun tingkat ketajaman actual pada pasien yang paling parah sakitnya
benar-benar dapat dikontrol oleh lingkungan, dukungan perawat dapat
diberikan sesuai dengan (1) hubungan suportif dengan manajer keperawatan;
(2) sumber-sumber teknis dan perawalatan; (3) hubungan interpersonal yang
21

positif antara perawat dan anggota tim kesehatan lain; (4) keuntungan yang
baik dan gaji seimbang dengan beban kerja; dan (5) jam kerja yang rasional
dengna pembatasan kelebihan waktu yang sesuai.
c. Isu-isu administrator dan manajemen keperawatan
Kepuasan kerja staf perawat dapat secara langsung menjadi bagian dari
system nilai dan perilaku Wakil pimpinan Keperawatan yang mengarah pada
kualitas hidup tiap perawat dalam departemen. Perilakunya mempengaruhi
pengambilan keputusan pada semua departemen rumah sakit yang saling
berhubungan dengan keperawatan. Orang ini juga membuat sifat gaya
manajamen pada manajer tingkat menegah dan unit keperawatan.
Oehler dkk. Melihat bahwa dukungan terhadap manajer unit perawatan
kritis penting untuk kepuasan kerja perawat di unit perawatan kritis. Volk dan
Lucas menggambarkan empat perbedaan gaya manjaemen organisasi dan
pengaruhnya pada kinerja pekerjaan keperawatan, kepuasan kerja dan laju
pergantian (turnover). Gaya-gaya tersebut meliputi (1) Eksploitatif-otoritatif,
(2) BjaksanaOtoritatif, (3) Konsultatif, dan (4) Partisipatif. Masing-masing
gaya manajemen ini dinilai oleh faktor-faktor kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, pengambilan keputusan, tujuan, dan control. gaya Eksploitatif
Otoritatif dinilai oleh perawat unit perawatan kritis merupakan pilihan yang
paling rendah. Gaya BijaksanaOtoritatif dan gaya Konsultatif
memungkinkan peningkatan keterlibatan staf. Gaya Partisipatif
dikarakteristikan oleh keyakinan dan kepercayaan terhadap atasan dalam
anggota staf mereka dan pengambilan keputusan yang demokratis serta pola
penyusunan tujuan partisipasi staf.
Secara keseluruhan, perawat unit perawatan kritis membuat urutan gaya
manajer mereka ditengah-tengah antara BijaksanaOtoritatif dan Konsultatif.
Laju pergantian perawat meningkat dalam proporsi langsung terhadap adanya
faktor manajemen yang terhadap dalam gaya EksploitatifOtoritatif.
d. Respons Personal
Bila stresor lingkungan dalam unit keperawatan intensif sulit untuk
berubah atau, berdasarkan bentuknya, merupakan faktor yang sifatnya melekat
pada aktivitasbekerja di unit perawatan kritis (contoh kematian pasien),
perawat akan bijaksana bila menujukkan kebutuhan ini dengan menggunakan
baik penurunan emosi/stress atau pendekatan pemecahan masalah, hal pertama
dalam penurunan stress, seperti ansietas atau kelelahan emosional. Reflex
22

peredaan menurunkan kelebihan beban emosional yang dapat dialami perawat


saat bekerja di lingkungan penuh stress.
e. Refleks Peredaan
Ada suatu teknik relaksasi yang efektif yang hanya membutuhkan waktu 6
detik untuk melakukannya, ini disebut Refleks Peredaan (Quieting Reflex).
Teknik ini diciptakan oleh Dr. Charles Stroebel, ahli penelitian psikiatri, yang
menciptakannya untuk menurunkan pengaruh kondisi stess masyarakat kita
pada fungsi mental dan fisik orang normal.
Jika seseorang merasa tertekan dan merasa tidak berdaya, system saraf
simpatik akan menghasilkan suatu respons yang dapat menyebabkan gangguan
fisik dan mental. Masalah yang paling umum adalah: gangguan pada saluran
pencernaa, sakit tulang dan otot, skait kepala, masalah hormonal, dan stress
psikologis. Semua masalah ini berada dalam suatu kontinum dimulai dari titik
distress kadang-kadang, stress biasa. Yang akan berkembang menjadi masalah
yang berat dan kronis, yang potensial dapat menyebabkan nyeri berat dan
akhirnya kematian jika seseorang menjadi resisten dan benar-benar telah
kewalahan.
Reflex peredaan yang diciptakan Stroebel adalah alat koping yang mampu
memutuskan siklus stress. Dia menyarankan untuk sering menggunakan teknik
dalam seharisebanyak mungkin 75 atau sampai 100 kali. Tujuan ini adalah
untuk mempengaruhi neurofisiologis yang menyebabkan keanehan dan
kerusakan pada system tubuh. Pada saatnya tubuh akan secara reflex belajar
untuk melindungi dirinya sendiri dengan cara memprogram reflex peredaan
secara otomatis saat berespons terhadap kejadian yang menyebabkan stress.
Refleks peredaan terdiri atas 5 tahap:
a. Tarik napas dengan mudah, bernapas normal
b. Pikirkan pikiran sadar, tubuh tenang.
c. Senyum dikulum (dengan menggunakan otot-otot bagian dalam anda)
d. Saat mengeluarkan napas, biarkan rahang, lidah, dan bahu santai.
e. Biarkan perasaan hangat dan longgar terasa mengalir melalui tubuh
anda dank e luar melalui ibu jari kaki.
f. Proses Pemecahan masalah
Tipe kedua dari respons pribadi yang dapat digunakan perawat jika
mengalami stress pribadi yang tinggi adalah proses keperawatan. Ini
mendukung pendekatan secara intelektual untuk meningkatkan kemampuan
perawat mengontrol dan menurunkan rasa ketidakberdayaannya. Perasaan
kehilangan control dan ketidakberdayaannya merupakan faktor utama
penyebab kejenuhan kerja dan depresi. Proses pemecahan masalah efektif
23

digunakan sebagai latihan tertulis secara pribadi atau dalam suatu kelompok
pemecahan masalah yang dibantu oleh seorang fasilitator.
Proses pemecahan masalah untuk menurunkan stress atau menciptakan
perubahan untuk hasil yang diharapkan, didasarkan pada langkah-langkah
yang terdapat dalam standar proses pemecahan masalah, yaitu terdiir dari
tahap-tahap berikut ini:
a. Pengkajian
1) Identifikasi masalah
2) Menganalisa penyebab masalah
b. Perencanaan
1) Identifikasi penyebab utama
2) Apa kemungkinan pemecahannya?
3) Apa tujuan dari tiap pemecahan masalah?
4) Pilih pemecahannya yang terbaik
5) Hal ni menentukan bagaimana anda akan mengevaluasi keefektifan
tindakan tersebut: criteria apa yang akan mendindikasikan hasil yang
diharapkan? Tipe proses evaluasi apa yang akan anda gunakan?
c. Implementasi
Mengimplementasikan perubahan anda
d. Evaluasi
Evaluasi hasil dengan menggunakan criteria dan proses yang
digambarkan pada poin no 7.

H. Cara mengurangi stress perawat di unit perawatan kritis


1. Kelompok-Kelompok Pertemuan
Mohl memikirkan bahwa ada faktor lain penyebab stress bagi perawat unit
perawatan kritis disamping akibat dari tuas utama dalam merawat pasien. Mereka
menyelidiki tentang sikap kerja dan tingkat stress yang dilaporkan oleh perawat-
perawat di dua unit perawatan non-kritis dengan perawat di dua unit perawatan
kritis. Hasil penyelididkan ini menunjukkan bahwa sifat dari kerja di unit
perawatan kritis memengaruhi tingkat stress perawat. Yang lebih penting,
penyelidikan ini juga memperlihatkan bahwa faktor-faktor di dalam unit dan
system organisasi social keperawatan berpengaruh penting pada tingkat stress
perawat yaitu:
a. Dukungan dan penghargaan dari penyedia keperawatan;
b. Penerimaan oleh staf dan penyedia melalui pertemuan pribadi atau
pertemuan kelompok penting untuk menurunkan stress;
c. Keeratan hubungan antara staf perawat/unit termasuk perawat kepala.
24

Suatu saran diajukan untuk mengatasi masalah stress pada perawat adalah
dengan melakukan pertemuan secara teratur antara staf unit perawatan kritis
dengan seseorang yang dilatih tentang dinamika pribadi dan dinamika kelompok.
Pimpinan yang ideal adalah yang mempunyai pendidikan berhubungan
dengan psikiatri, yang mmeiliki dasar tentang efek stress pada seseorang atau
system social dari lingkungan asal seseorang, lingkungan kerja, rumah sakit, dan
sebagainya.
Pemimpin yang berhasil lainnya melaporkan dalam kepustakaan telah menjadi
ahli psikiatri dan perawat praktisi dalam lingkup psikiatri umum, pekerja social,
dan rohaniawan yang dilatih dalam proses kelompok.
Terdapat professional yang dipekerjakan oleh rumah sakit yang biasanya
menginginkan diberi jam tambahan dari waktu mereka untuk kelompok jenis ini.
Permintaan terhadap suatu kelompok harus datang dari staf keperawatan.
Pertemuan harus dilakukan sekali seminggu, pada jadwal waktu yang teratur, bila
sejumlah besar anggota staf dapat dimasukkan. Tempat pertemuan yang tenang
atau unit perawatan kritis yang tenang.
Kelompok diskusi digunakan untuk mengemukakan isu unit perawatan kritis
yang berhubungan. Waktunya tidak terstruktur, sesuai dengan timbulnya isu
perawat yang didiskusikan. Pada minggu-minggu awal kelompok, isu ini
seringkali berpusa pada penatalksanaan emosional terhadap masalah pasien atau
keluarga. Bila anggota staf merasa percaya terhadap mereka sendiri dan pemimpin
mereka, mereka seringkali mendiskusikan beberapa masalah psikologi tentang
reaksi mereka terhadap insiden khusus, seperti keputusasaan tentang penyaphan
pasien khusus dari respirator, kehilangan karena kematian pasien unit perawatan
kritis jangka panjang, rasa marah terhadap staf ruangan yang tidak ada saat
dibutuhkan, atau keputusasaan dalam menerima kematian pasangan pasien berusia
30 tahun.
Perawat keperawatan kritis menyimpan sejumlah besar energy dan waktu
dalam member perawatan satu atau dua orang pasien dalam sehari. Hal ini tak
dapat dielakkan bahwa mereka akan kehilangan pasien ini, baik karena ke luar
dari unit atau meninggal. Bila pasien meninggal, perawat mereka akan mengalami
berbagai emosi: berduka, kesedihan, depresi, rasa bersalah, dan marah. Tanpa
tempat yang aman untuk berbicara tentang kehilangan yangberulang ini, perawat
secara tidak sadar menekan atau menyangkal perasaan mereka sehubungan
25

dengan emosi untuk tetap bertahan. Dua mekanisme koping lain dimana mereka
menggunakan penghindaran dan menarik diri.
Meskipun pendhindaran dan menarik diri adalah dua mekanisme koping yang
berbeda, mekanisme ini mempunyai hasil yang sama. Mekanisme ini terjadi saat
perawat secara sadar atau tidak sadar menjadi mati tasa terhadap perasaan mereka
sendiri dan kebtuhan emosi pasien dan keluarga. Nama lain dari fenomena ini
adala stress professional (professional distancing).
Sebagai akibat, perawat emberi perawatan untuk kebutuhan fisik pasien tetapi
tidak menghiraukan kebutuhan emosional. Ini membantu mereka mengindari rasa
duka yang tak dapat ditoleransi yang terjadi bila orang yang meek arawat
menimbulkan rasa kehiangan berulang kali.
Dalam pertemuan kelompok, perasaan duka dan kehilangan ini dapat
dibicarakan bersama dalam situasi yang mendukung. Kebtuuhan peraawat untuk
pertahanan yang kuat melawan perasaan ini akhirnya turun. Bila ini dirasa aman
bagi mereka untuk mengalami perasaan kejujuran mereka sendiri sekali lagi,
mereka biasnaya menjadi lebih sadar tentang kebutuhan emosional pasien dan
kelaurga mereka. Perawatan yang mereka berikan lebih manusiawi daripada
teknikal.
Isu lain yang dapat menyebabkan konflik pada staf dan juga dapat dikurangi
adalah konflik antar staf. Staf perawat unit perawatan kritis adalah cerdas,
berambisi, dan bermotivasi tinggi. Bila mereka sedang bekerja dalam hubungan
yang dekat dengan orang lain seperti diri mereka sendiri dalam lingkungan yang
penuh stress, persaingan, perpecahan staf, atau konflik dapat menjadi akibat.
Idealnya, mereka harus mengatasinya dengan cepat. Tanpa adanya forum hal ini
tidak mudah untuk diselesaikan.
Masalah lain dalam unit perawatan kritis adalah hubungan perawatdokter.
Eisendrath dan Dunkel menduga bahwa hubungan ini mungkin suatu isu pria
wanita yang tertutp. hal ini teruma, mesikipun dasar pengalam yang luas tentang
pasien dengan penyakit kritis, perawat harus membedakan petugas rumah sakit
yunior dengan latar belakang yang kurang.
Selain itu, masalah yang menyebabkan kebencian pada perawat adalah bahwa
beberapa dokter secara terus-menerus menghindari anggota keluarga yang perlu
menanyakan pertanyaan atau kebutuhan pemberian keyakinan. Bila masalah ini
disikusikan dalam kelompok dan kemarahan diungkapkan, perawat dapat belajar
26

cara yang lebih baik tentang diskusi isu ini secara langsung dengan dokter
daripada membiarkan kebencian ini terus bertumbuh.
2. Cara membuat stress menjadi lebih baik
Saran saran untuk menurunkan stress selam liburan dan menyarankan cara-
cara mengurangi stress selama jam-jam kerja di unit perawatan kritis. Penting
untuk dipahami bahwa reaksi fisiologi yang normal terhadap stress diciptakan
untuk membantu kita melawan atau menghindari bahayanya.
Pada masa sekarang ini di unit perawatan kritis, respons perawat terhadap
stress menyebabkan peningkatan yang kuat dalam hal tekanan dan peningkatan
aktivitas fisik untuk menyelerasakannya dengan peningkatan beban kerja. Ada
kelebihan energy yang terjadi, jika seorang perawat menyelesaikan pekerjaannya
dan merasakan tekanan, ini kadang-kadang dapat disebabkan karena energy yang
dikeluarkan tersebut.
Karena adanya kecenderungan hidup monoton dalam masyarakat kita, banyak
orang hidup dengan stress terus menerus. Perkembangan penggunaan obat-obat
bius dan alcohol membuktikan tingginya tingkat tekanan pada masyarakat. Cara
terbaik untuk mengurangi tekanan fisik dan mental adalah dengan melakukan
latihan-latihan fisik. Jogging sejauh 1 mil dan berjalan cepat setiap hari akan
mengembalikan keseimbangan tubuh kita pada keadaan normal. Banyak orang
merasa gembira memperoleh peningkatan dan keadaan emosi saat mereka
memulai olahraga secara teratur. Beban, ansietas, atau kelelahan mereka
berkurang dan secara bertahap menghilang.
Perubahan yang dianjurkan untuk penurunan stress
a. Adakan 4 hari kerja dalam seminggu dengan 10 jam pergantian dinas
b. Mempekerjakan seorang dokter purna waktu sebagai direktur unit
perawatan kritis secara tetap. Dia harus ada, terutama dalam keadaan
darurat, dan dapat melatih staf di unit perawatan kritis.
c. Jadwalkan rotasi otomatis di unit perawatan kritis tiap 3 bulan sampai 2
minggu. Ini harus diterapkan dalam area klinikalm terutama pada unit di
bawahnya dimana pasien unit kritis secara rutin dipindahkan.
d. Beri waktu bagi perawat untuk menjenguk pasien istimewanya yang
telah dirawat di unit lain.
e. Jadwalkan perawat senior dalam dinas pagi untuk merawat pasien yang
ringan; mereka dapat membantu dan mengajar perawat-perawat lain yang
belum berpengalaman.
27

f. Berikan tambahan honor pada stafterutama saat terjadi kekurangan


tenaga.
g. Tingkatkan rasio perawat pasien sejalan dengan peningkatan teknologi.
h. Berikan waktu 6 minggu untuk orientasi penuh pada staf baru dan
pelatihan dalam periode tertentu.
i. Dibitihkan orang yang bukan staf unit perawatan kritis untuk menyiapkan
pasien yang meninggal ke kamar jenazah.
j. Pada pembangunan unit perawatn kritis rumah sakit baru harus:
k. Berikan ruang yang lebih lebar antar tempat tidur pasien
l. Idealnya, buat ruang yang kecil untuk satu atau 2 orang pasien, atau buat
pembatas yang permanen diantara unit-unit pasien
m. Bangun tempat istirahat perawat jauh dari pamandnagn oasien ditengah-
tengan unit perawatan kritis
n. Pasang jendela di unit. Pasang jam agar bisa terlihat oleh pasien dan
perawat
o. Minta nasehat dari perawat unit perawatan kritis dalam merancang
arsitekturnya
p. Gunakan lebih banyak bahan-bahan yang kedap suara.
Hubungan antata stress fisik dan ketidakseimbangan emosi belum dipahami
secara lengkap. Diketahui, bahwa adrenalin dan katekolamin lain, yang berperan
sebagai stimulator biokimia terhadap respons stress, juga bagian integral dari
system limbicbagian anatomi dari otak yang merupakan pusat emosi. Jika
adrenalin dan neurotransmitter lain kembali ke tingkat normal sebagai hasil dari
latihan fisik, maka dimungkinkan bahwa respons dari system limbic juga untuk
memperoleh keseimbangan emosional.
Jika mengalami stress mental tentang pasien tertentu, kesedihan akibat
kehilangan pasien istimewa, atau kehilangan semangat terhadap lingkungan kerja,
maka pemecahan yang terbaik adalah melibatkan diri dengan aktivitas yang
membuat anda secara mental memusatkan diri pada hal lain. Hal ini dapat berupa
kursus-kursus akademis, atau sesuatu yang menyangkut seniatau apapun yang
membutuhkan konsentrasi penuh. Penurunan stress mental sebaiknya selalu
diikuti dengan aktivitas penurunan fisik, seperti berjalan atau jogging.
Stress yang terjadi akibat bekerja di unit perawatan kritis, idealnya dapat
dihilangkan dengan peribahan-perubahan dalam unit perawatan kritis. Perubahan
yang dianjurkan tersebut tidak akan dilakukan oleh bidang keperawatan tanpa
adanya dorongan yang kuat dari staf keperawatan unit perawatan kritis sendiri.
28

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbagai stresor di unit perawatan kritis seperti pekerjaan rutin yang diulang-
ulang; setiap langkah harus ditulis; perpindahan perawat dari tempat lain; situasi krisis
akut yang sering ; bahaya fisik (perlindungan dari sinar X, jarum-jarum, pasien isolasi
dan delirium tidak adekuat); mengangkat berat, pasien tidak sadar; teman sejawat
yang bingung; (bunyi-bunyi yang terus menerus dari rintihan, tangisan, jeritan, suara-
suara monitor yang mendengun dan alarm monitor, suara gelembung alat penghisap,
dan mesin respirator). Stres lain yang penting dan tidak boleh diemehkan adalah
dimana-mana terdapat tubuh manusia, yang kebanyakan disia-siakan, rusak, atau
mengalami perubahan warna. Terdapat pemajaman genitalia dan ekskresi feses, darah,
mukosa dada, muntahan, dan urine. Berapa pasien yang dibalut, dilumuri, dibasahi
oleh cairan purulen atau serosa atau drainase yang mengandung darah menyebabkan
berbagai perasaan di dalam diri perawat yang dapat berupa perasaan baik dan juga
buruk. Berbagai perasaan yang merupakan efek dari unit perawatan kritis ini
bergantung pula pada sifat kepribadian perawat itu sendiri. Bagi perawat di unit
perawatan kritis yang asertif cenderung merasa damai, harga diri baik dan menghargai
hak orang lain sehingga dihargai. Sedangkan perawat yang pasif lebih sering
mengalami banyak tekanan dikarenakan hanya berharap dimengerti tanpa mampu
mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya sehingga akan cenderung dikasihani
dan membuat orang lain jengkel. Begitu pula dengan perawat yang agresif yang kerap
merasa marah, terhina sehingga membuat orang lain menjadi sakit hati dan jijik.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengurangi stress yang merupakan efek dari
unit perawatn kritis ini adalah meperbaiki pola pikir agar menjadi asertif, melakukan
pertemuan-pertemuan kelompok dan perbaikan dalam hal manajamen unit perawatan
kritis.

B. Saran
Diharapkan bagi para pembaca khususnya perawat di unit perawatan kritis agar mau
mengenali diri sendiri sehingga akan mampu lebih mengenal hal-hal yang perlu
dipertahankan, diperbaiki dan ditingkatkan dalam upaya meningkatkan kemampuan
dalam perawatan di unit keperawatan kritis tanpa mengalami banyak kendala serta
stress yang banyak terjadi. Karena bagaimanapun juga, apa yang dimiliki oleh
29

perawat, baik itu berupa keterampilan, ataupun kemampuan merawat serta


kemampuan mengenali dan mengontrol diri sendiri dari hal-hal yang membuat stress
akan berdampak banyak pada pasien dan keluarga pasien.
30

DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC


Yulianingsih, Husna. 2015. Peran Perawat dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan
Keperawatan Intensif. http://www.rsa.ugm.ac.id diakses pada Sabtu 22 Oktober 2016
Pukul 09.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai