Anda di halaman 1dari 20

Kekurangan Darah Penyebab

Kelelahan
Gerrit Yefta Fanuel
10-2013-447
Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat Korespondensi:
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : gerrityfm@gmail.com

Pendahuluan

Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat disebabkan oleh hilangnya
darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. Pada anemia
berat, viskositas darah dapat turun hingga 1,5 kali air, normalnya sekitar tiga kali air.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel darah merah mempengaruhi viskositas
darah. Hal ini mengurangi tahanan terhadap aliran darah dalam pembuluh perifer, sehingga
jumlah darah yang mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali lagi menuju ke jantung
menjadi jauh lebih normal.

Bila penderita anemia mulai berkuat, jantung tidak mampu memompa jumlah darah
lebih banyak daripada jumlah yang dipompa sebelumnya. Akibatnya selama keadaan anemia
ini berkuat, dimana terjadi peningkatan kebutuhan jaringan akan oksigen, dapat timbul
hipoksia jaringan yang serius dan sering terjadi gagal jantung yang akut.

Seseorang dikatakan anemia jika hematokritnya (persen eritrosit dalam darah)


kurang dari 40. Adapun hematokrit normal adalah sekitar 40-60. Penderita anemia berat bisa
tanpa gejala, tetapi penderita anemia ringan bisa sangat lemah. Hal ini dipengaruhi oleh
empat faktor utama, yaitu cepat timbulnya anemia, derajat anemia, umur penderita dan kurva
disosiasi oksigen hemoglobin. Gejalanya antara lain sesak napas, lemah, mengantuk, palpitasi
dan sakit kepala. Pada orang tua dapat ditemukan gejala penyakit jantung dan kebingungan.

1
Melihat seriusnya akibat yang ditimbulkan oleh anemia, maka perlu diketahui
berbagai hal tentang anemia. Salah satunya adalah klasifikasi anemia. Anemia dapat
dibedakan berdasarkan morfologi dan sebab atau etiologinya. Klasifikasi morfologi
berdasarkan bentuk dari eritrosit yang mengalami kelainan, sedangkan berdasarkan etiologi
ditinjau penyebab terjadinya anemia, seperti pematagan abnormal dan destruksi atau
kehilangan secara berlebihan pada eritrosit.

Skenario

Seorang perempuan berusia 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah kurang
lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat

Anamnesis

Anemia biasanya bukan sebuah penyakit, tapi merupakan sebuh gejala yang ada
penyakit dasarnya. Tapi bisa menjadi sebuah diagnosis pada penyakit hematologi tertentu.
Oleh karena itu, kita perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk bisa
mendiagnosis. Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan
dengan keluhan utama pasien. Keluhan utama pasien pada kasus di atas adalah mudah lelah
dan tampak pucat 2 3 minggu. Dari keluhan utama tersebut, ditanyakan juga riwayat
penyakit sekarang, antara lain, lelahnya kapan terjadi, apakah saat istirahat atau beraktivitas,
ada keluhan lain tidak seperti pusing, mual, muntah, sesak nafas Jika ada tanyakan bagaimana
intensitas gejala itu, pada waktu sedang apa gejala itu muncul, lalu di tanya lagi apakah
munculnya tiba tiba atau perlahan? Ditanyakan juga bagaimana warna dan bau dari BAK
dan BAB?.

Karena pasien pada kasus adalah seorang perempuan pada riwayat penyakit dahulu
perlu ditanyakan mengenai bagaimana riwayat menstruasinya. Apa sering merasa pusing dari
dulu? Apakah ada gangguan saluran pencernaan? Apakah ada riwayat trauma atau
pendarahan saluran cerna? Jika sedang menstruasi, berapa kali mengganti pembalut? Jangan
lupa juga untuk ditanya apakah sedang mengonsumsi obat obatan seperti obat jantung, obat
diabetes, antibiotic, dan sebagainya?.

Setelah itu bisa ditanyakan riwayat penyakit keluarga, menanyakan apakah ada
dikeluarga yang menderita anemia juga? Karena ada beberpa kelainan hematologi yang

2
penyebabnya adalah herediter. Selain itu tanyakan riwayat sosialnya bagaimana, terutama
mengenai diet, kebiasaan (merokok, alcohol, dan obat obatan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan atau dikerjakan pada penderita anemia adalah
pemriksaan tanda tanda vital, inspeksi dan palpasi. Inspeksi akan terlihat bahwa pasien
pucat dan lemas, sedangkan pada saat palpasi akan teraba ujung ujung jari terasa dingin,
konjungtiva anemis-pucat/kekuningan (ikterik). Kuku tangan akan terlihat putih. 1

Pemeriksaan Penunjang1

Uji Hematokrit

Uji hematokrit (HCT) mungkin dilakukan terpisah atau sebagai bagian dari hitung
darah total. Uji hematokrit mengukur presentase melalui volume dari sel darah merah (SDM)
konsentrasi dalam suatu sampel darah lengkap; misalnya, suatu HCT 40% menunjukkan
bahwa 100 ml darah mengandung 40 ml SDM konsentrat. Konsentrat diperoleh dengan
melakukan sentrifugasi darah lengkap yang telah diberi antokoagulan dalam tabung kapiler
sehingga sel darah merah dikonsentratkan tanpa hemolisis.

Hitung Retikulosit

Retikulosit merupakan SDM yang tidak berinti dan belum matang, serta tetap berada
dalam darah perifer selama 24 48jam pada saat proses pematangan SDM terjadi. Retikulosit
umumnya lebih besar dari SDM yang matang. Pada hitung retikulosi, retikulosit dalam
sampel darah lengkap dihitung dan ditunjukan dalam presentasi dari hitung SDM total.
Karena metode penghitungan retikulosit manual menggunakan hanya sedikit sampel, nilainya
mungkin tidak tepat dan harus dibandingkan dengan hitung SDM atau hematokrit.

Hemoglobin Total

Hemoglobin total digunakan untuk mengukur jumlah Hb yag dtemukan dalam setiap
desiliter (dl atau 100ml) whole blood. Uji tersebut biasanya merupakan bagian dari hitung

3
darah lengkap. Konsentrasi Hb berhubungan erat dengan hitung SDM dan mempengaruhi
rasio Hb RBC (MCH dan MCHC).

Tujuan penghitungan retikulosit adalah untuk membantu membedakan anemia


hipoproloferatif dari anemia hiperproloferatif. Juga untuk membantu menilai kehilangan
darah, respons sumsum tulang terhadap anemia, dan terapi anemia.

Indeks Sel Darah Merah

Menggunakan hasil uji hitung SDM, hematokrit (HCT) dan hemoglobin (Hb) total,
indeks SDM/eritrosit memberikan hasil informasi penting tentang ukuran, konsentrasi Hb,
dan berat Hb dari suatu jumlah SDM rata-rata. Tujuan uji ini adalah untuk membantu
diagnosis dan klasifikasi anemia.

Pemeriksaan untuk mendeteksi auto antibodi pada eritrosit

Direct Antiglobulin Test (direct Coombs Test)

Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan
antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi
komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG
dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. 3

Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test)

Untuk mendeteksi auntoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien


direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobolin yang beredar pada serum akan melekat
pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi degan antiglobolin serta dengan terajadinya
aglutinasi. 3

Pemeriksaan enzim G6PD


Pemeriksaan enzim G6PD digunakan untuk screening dan membantu diagnosis
defisiensi G6PD. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk skrining bagi bayi baru lahir yang
mengalami jaundice menetap yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab lain. Biasanya
neonatal tidak rutin diperiksa enzim G6PD, tetapi defisiensi ini merupakan 1 dari 30 kelainan
yang direkomendasikan untuk diskrining oleh beberapa organisasi tertentu, contohnya the
March of Dimes.2,3 Pemeriksaan G6PD bertujuan untuk mendiagnosis pasien anak-anak
maupun dewasa yang memiliki episode anemia hemolitik yang tidak jelas penyebabnya,

4
adanya jaundice, atau urin yang berwarna gelap. Jika pasien terkena infeksi virus atau bakteri
atau terpapar pemicu (seperti kacang koro, obat sulfa, atau napthalene), diikuti dengan
episode hemolitik, maka defisiensi G6PD harus dipertimbangkan.

Anemia Hemolitik Autoimun

Anemia hemolitik imun merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi


terhadap sel-sel erotrosit terhadap selsel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Etiologi
pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi karena gangguan
central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.
Sedangkan Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan
disertai penyakit lain. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali
terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak
disertai pembesaran organ dan limfonodi.

Patofisiologi3

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini melalui aktivitasi sistem
komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau kombinasi keduanya. Aktifasi sistem
komplemen. Secara keseluruhan aktifasi komplemen akan menyebabkan hancurnya membran
sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan hemoglobulinemia
dan hemoglobuniuri. Sistem komplemen akan diaktifkan oleh jalur klasik ataupun jalur
alternatif. Antibodi- antibodi yang memiliki keampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,
IgG1, IgG2, IgG3. IGM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan
dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu dibawah suhu
tubuh.antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel
eritrosit pada suhu tubuh.

Aktifasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktifasi C1 suatu


recognition unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi
aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan
mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu C4b, 2b (dikenal dengan C3-convertase). C4b, 2b
akan memecah C3 menajdi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan
konfarmationall sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang

5
mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah
menjadi C3d, g, dan C3c. C3d dan C3g akan tetap beriktan pada membran sel darah merah
dan merupakan produk final aktivasi C3. C3d akan membentuk kompleks dengan C4b2b
menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a
(anafilaktosis) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancuran membran. Kompleks
penghancuran membran terdiri dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9.
Kompleks ini akan menyusup ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran
sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk kedalam
sel sehingga sel membengkak dan ruptur.

Aktifasi komplemen jalur alternatif yaitu. Aktifator jalur alternatif akan


mengaktifkan C3 dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan sel darah merah. Faktor B
kemudian akan melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb
merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan
memecah molekul C3 menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb
dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b yang akan berperan dam penghancuran
membran.

Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler yaitu: jika sel darah
disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan
komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah
merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune adherence ini
sangatlah penting bagi perusakan sel eritosit yang diperantarai sel. Immuneadherence,
terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosi.

Klasifikasi3

Anemia Hemolitik Autoimun tipe Hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibodi bereaksi secara
optimal pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan disertai
penyakit lain.1 Pada anemia hemolitik yang tipe hangat akan memperlihatkan gejala dan tanda
seperti: onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam.
Untuk beberapa kasus terjadi perjalanan penyakit secara mendadak, disertai nyeri abdomen,
dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik terjadi pada
40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali terjadi pada

6
30%, dan limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai
pembesaran organ dan limfonodi.1

Laboratorium dapat terlihat sebagai berikut: hemoglobin (Hb) sering dijumpai di


bawah 7g/dL. Pemeriksaan Coomb direk akan positif. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya
ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal
dari golongan IgG dan bereaksi dengan semua sel eritosit normal. Autoantobodi tipe hangat
ini dapat bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, yaitu dengan antigen Rh.1

Pengobatannya yaitu:

o kortikosteroid 1-1,5mg/kg BB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan


menunjukan respon klinis yang baik. Hematokrit (Ht) akan meningkat, tes
coombs direk positif lemah, indirek akan negatif. Nilai normal dan stabil akan
dicapai pada hari ke-30 sampai hari ke-90. Bila ada tanda respon terhadap
steroid, dosis harus diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 10-
20mg/hari. Terapi steroid dosis < 30mg/hari dapat diberikan secara selang
sehari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis
rendah, namun bila dosis perhari melebihi 15mg/hari untuk mempertahankan
kadar Ht, maka perlu segera mempertimbangkan terapi dengan modalitas lain.
o Dapat dilakukan splenektomi untuk menghilangkan tempat utama
penghancuran sel darah merah tersebut. Ban bila dengan steroid tidak adekuat
atau tidak bisa di tapering dosis selama 3 bulan.
o Dengan menggunakan obat imunosupresi seperti: azatioporin 50-200mg/hari
(80mg/m2) dan siklofosfamid 50-150mg/hari (60mg/m2).
o Obat-obat lain yang dapat digunakan yaitu: mycophenolate mofetil
500mg/hari sampai 1000mg/hari dilaporkan memberikan hasil yang bagus
pada AIHA yang refrakter. Rituximab dan alemtuzumab juga memberikan
respon yang cukup menggembirakan sebagai salvage therapy. Dosis rituximab
100mg/hari selama 4 minggu.
o Terapi untuk dilakukan tranfusi jika pada kondisi yang mengancam jiwa
pasien sambil menunggu steroid dan imonoglobulin untuk bereferkyaitu
dengan Hb yang kurang dari 3g/dL.

Anemia Hemolitik Autoimun tipe Dingin

7
Pada yang tipe dingin terjadi hemolisis yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-
Lanstainer. Kelainan ini secara karakteristik memiliki aglutinin dingin IgM monoklonal. Spesifitas
aglutinin dingin adalah terhadap antigen I/i. Sebagian besar IgM yang mempunyai spesifitas terhadap
anti-I memiliki VH4-34. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat
rendah dan titer ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Dimana antigen I/i ini
bertugas sebagai reseptor mikoplasma yang akan menyebabkan perubahan presentasi antigen dan
menyebabkan produksi autoantibodi. Pada limfoma sel B, aglutinin ini dihasilkan oleh sel limfoma.
Aglutinin tipe dingin ini akan berikatan dengan sel dara merah dan terjadi lisis langsung dan
fagositosis.1

Pasien akan memberikan gejala klinik seperti: sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.
Hemolisis berjalan kronik. Anemia biasanya ringan saja dengan Hb, 9-12 g/dL. Sering didapatkan
akrosianosis dan plenomegali.1 Pada laobatoriumnya: anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes
coombs akan positif. Anti-I, Pr, anti-M atau anti-P.

Pengobatannya yaitu: menghindari suhu dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis sel
darah. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu. Obat chlorambucil 2-4 mg/hari.
Plasmafaresis untuk mengurangi IgM secara teorotis bisa mengurangi hemolisis, namun secara
praktek ini susah untuk dilakukan.1

Paroxymal cold hemoglobinuria

Ini adalah penyakit anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara
masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Katanya penyakit ini dulunya sering
ditemukan karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi yang ektrim autoantibodi
Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu
kembali ke 370C terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang
lainnya. Pasien akan memberikan gambaran klinis yaitu: dengan AIHA 2-5%, hemolisis
paroksimal disertai mengigil, panas, mielgia, sakit kepala, hemoglubinuria berlangsung
beberapa jam. Sering disertai urtikaria.

Laboratorium seperti: hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositos, tes coombs


positif, antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah. Dengan prognosis dan
survivalnya, pengobatan penyakit yang mendasarinya akan memperbaiki prognosisnya.
Terapi Pengobatan dengan menghindari faktor pencetus. Terus dengan obat gunakan
glukokortikoid dan plenektomi dikatakan tidak begitu memberi manfaat.

Komplikasi dan prognosis

8
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: prognosis serta survival dari pasien akan
sangat kecil untuk mengalami penyembuhan secara komplit dan sebagian besar memiliki
perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Dengan survival 10 tahun
berkisar 70%. Dan selama itu pasien dapat mengalami berbagai penyakit seperti: anemia,
DVT, emboli pulmo, infrak lien, dan penyakit kardiovaskuler selama penyakit aktif.
Mortalitasnya selama 5-10 tahun itu. Anemia hemolitik tipe dingin: prognosis dan survival
dikatakan bahwa pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup
stabil. Paroxymal cold hemoglobinuri: prognosis dan survival dikatakan bahwa pasien
dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil. 1

Anemia Defisiensi Besi4

Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik


hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan
penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena
kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.

Penyebab lain defisiensi besi adalah:

Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu
belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang
hanya memakan sayur- sayuran saja.
Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang
lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin
dan hemoroid.

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam
hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui
transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah
yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan
dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk
kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Patofisiologi anemia defisiensi besi

9
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 -
2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari
diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam
lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal.
Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin
atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi. Setiap milliliter darah
mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1
mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28
mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan
besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil
meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang
pada waktu melahirkan.

Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang
berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7g/100ml) mempunyai rambut
yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti
sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin,
mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis,
pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan
kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan
hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.

Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab


dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang
diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan
untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau
yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah
besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan
hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan
oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti

10
ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal
dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.

Anemia Defisiensi G6PD5-6

Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase merupakan enzim dalam pintasan heksosa


monofosfat yang menghasilkan glutation tereduksi, suatu molekul yang melindungi sel darah
merah dari jejas oksidatif. Pada sel darah merah yang mengalami defisiensi G6PD, keadaan
stress oksidatif akan menimbulkan denaturasi hemoglobin.

Defisiensi G6PD lebih dikenal sebagai kelainan genetik yang muncul lebih sering
pada laki-laki karena merupakan kelainan kromosom X-linked atau berkaitan dengan
kromosom X resesif, dimana dibutuhkan sepasang gen mutan untuk menyebabkan kelainan
ini. Selain karena kelainan genetik, defisiensi G6PD juga bisa disebabkan oleh faktor
lingkungan dan paparan zat tertentu seperti kacang koro, kamper, sulfa, dll. Mutasi pada Gen
G6PD menyebabkan defisiensi enzim G6PD yang berfungsi uyntuk melindungi sel darah
merah dari molekul berbahaya yang disebut reaktif oksidan. Reaktif oksidan merupakan hasil
metabolisme dari sel normal yang dapat menjadi berbahaya bagi sel darah merah dan molekul
tersebut dicegah peningkatannya oleh enzim G6PD. Konsumsi fava beans dapat
menyebabkan hemolisis pada defisiensi G6PD (favisme) karena tanaman legume (sejenis
kacang-kacangan ini menghasilkan zat-zat oksidan.

Pasien dengan defisiensi G6PD mengalami jaundice karena kurangnya enzim ini
menyebabkan eritrosit jadi lebih mudah mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinya
hemolisis ditandai dengan demam yang disertai jaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh
dan mukosa. Urin juga berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok
(nadi cepat dan lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.

Penyebab utama timbulnya defisiensi enzim G6PD ialah mutasi di dalam gen G6PD.
Gen G6PD mengeluarkan sinyal supaya enzim G6PD dibentuk. Enzim ini terlibat secara
fisiologis pada metabolisme karbohidrat dan juga melindungi sel-sel darah merah dari
molekul radikal yang disebut molekul oksigen reaktif. Faktor pencetus defisiensi G6PD yang
lain adalah kacang koro (fava beans), sulfa, dan kamper. Anemia hemolitik dapat muncul
setelah memakan kacang koro atau menghirup allergen dari tanaman fava (reaksi yang
disebut favisme). Paparan terhadap faktor pencetus di atas menyebabkan anemia hemolitik

11
karena bahan-bahan tersebut merupakan oksidan yang toksik bagi sel darah merah. Paling
sedikit 400 juta orang di seluruh dunia memiliki gen defisiensi G6PD, yang dikode oleh
kromosom X-linked (Xq28-Xq27.3). Keadaan ini tersebar di bagian-bagian tertentu Afrika,
Asia dan Mediterranean. Kawasan yang biasanya berlaku malaria juga mempunyai
kemungkinan kekurangan enzim G6PD yang tinggi.

Bagi pasien yang menghadapi defisiensi enzim G6PD, anemia hemolitik belum
menimbulkan gejala hingga 48-96 jam setelah pasien terpapar factor-faktor yang dapat
mencetuskan defisiensi seperti aspirin, sulfonamid, obat malaria (seperti primaquin), naftalin
dan kacang koro (fava beans). Selain itu, infeksi bakteria atau virus juga dapat menyebabkan
anemia hemolitik kepada pasien defisiensi enzim G6PD. Gejala-gejala hemolisis akut adalah
kepucatan, jaundis, mudah lelah, sesak nafas, jantung berdebar-debar, dan hemoglobinuria
(hemoglobin dalam urin) yang menyebabkan urin berwarna gelap. Pada bayi baru lahir,
defisiensi enzim G6PD dapat menyebabkan jaundice (kekuningan) yang patologis. Jaundice
pada bayi-bayi yang memiliki kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah perlu menjalani
transfusi darah.

Pada penatalaksanaan, penyakit ini mempunyai prinsip untuk tatalaksana, yaitu


hilangkan faktor pemicu dan mengobati gejala (simptomatik), sehingga kelompok kami
memberikan tatalaksana berupa edukasi untuk mencegah terjadinya pemaparan dari faktor
pemicu. Dan untuk medikamentosa, kelompok kami menyarankan untuk pemberian
suplemen penambah darah untuk menghilangkan anemia dan pemberian anti-oksidan untuk
mencegah terjadinya anemia hemolitik ini.

Anemia e.c Perdarahan 3,7-13

Anemia pasca perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan eksterna (misalnya


trauma, perdarahan pasca bedah) atau pendarahan internal (misalnya pendarahan pada
kehamilan ektopik terganggu, perdarahan rongga abdomen dan lain-lain). Gejala yang timbul
berupa rasa lelah, pusing, haus, berkeringat, sinkop sampai syok atau meninggal dunia.
Gejala yang timbul biasanya tergantung dari beberapa faktor, yaitu jumlah darah yang hilang,
cepat/ lambatnya pendarahan yang terjadi, lokasi pendarahan, adanya penyakit sebelum
pendarahan.

12
Pada seorang pria dewasa sehat, kehilangan darah melebihi 10% (sekitar 500 ml)
baru akan menimbulkan gejala klinis, berupa hipoksia sampai syok hipovolemik. Bila terjadi
anemia ringan-sedang, terjadi hipoksia ringan dan terjadi perangsangan proses hemopoiesis
dalam sumsum tulang. Bila perdarahan terjadi secara perlahan-lahan selama beberapa jam
atau beberapa minggu, pasien dapat beradaptasi sampai kehilangan darah mencapai sekitar
50% dari jumlah total eritrosit. Sebaliknya bila perdarahan terjadi secara akut, kehilangan
darah sebanyak 40-50% akan diikuti dengan syok berat sampai kematian. Kehilangan darah
kronis dapat sulit dikenali karena penurunan hemoglobin terjadi secara perlahan.

Perdarahan yang berlebihan adalah penyebab paling umum dari anemia. Bila darah
hilang, tubuh cepat menarik air dari jaringan ke aliran darah dalam upaya untuk menjaga
pembuluh darah penuh. Akibatnya, darah mengalami hemodilusi, dan hematokrit (persentase
sel darah merah dalam volume darah total) berkurang. Akhirnya, peningkatan produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang dapat memperbaiki anemia. Namun, seiring waktu,
perdarahan mengurangi jumlah zat besi dalam tubuh, sehingga sumsum tulang tidak mampu
meningkatkan produksi sel darah merah baru untuk menggantikan yang hilang.

Etiologi dari anemia pasca perdarahan (post-hemoragic) adalah kehilangan darah


karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, perdarahan karena kelainan
obstetris, hemoroid dan ankilostomiasis. Anemia yang disebabkan perdarahan mendadak,
perdarahan lambat yang kronis (menahun) mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah
merah dalam sirkulasi. Anemia jenis ini dapat berhubungan dengan peningkatan presentase
sel darah merah imatur (retikulosit) dalam sirkulasi.

Kehilangan darah dalam jumlah besar (blood loss) akan menyebabkan kurangnya
julah sel darah merah (SDM) dalam darah sehingga terjadi anemia. Pendarahan kecil atau
mikro yang terjadi dalam jangka waktu yang lama juga dapat menimbulkan anemia.
Berlainan dengan perdarahan yang besar dan dalam waktu singkat, perdarahan mikro dan
kronis ini biasanya tidak atau kurang disadari. Perdarahan kecil yang menahun di saluran
cerna juga dapat terjadi pada tukak lambung yang tidak diobati sebagaimana mestinya. Ulkus
gaster seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan
perdarahan awal yang lebih kecil disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground)
dan riwayat penyakit ulkus peptikum. Sedangkan pada gastritis erosif, terdapat perdarahan
dengan volume sedikit, berwarna merah terang, dapat terjadi sesudah konsumsi alkohol atau
OAINS dan terdapat riwayat gejala-gejala dispepsia. Sindrom dispepsia berupa nyeri

13
epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.
Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul
dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Angka prevalensi anemia di dunia
sangat bervariasi tergantung pada geografi. Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan
gastrointestinal yang serius diakibatkan oleh NSAID dan diperkirakan 12.000 pasien terpaksa
dirawat dirumah sakit dan menyebabkan 1.200 kematian. Di USA diperkirakan lebih dari
40.000 penderita tiap tahun dirawat di rumah sakit dan menyebabkan 3.000 kematian pada
penderita lanjut usia yang disebabkan oleh pemakaian NSAID. Diperkirakan NSAID
menyebabkan 15-35% dari seluruh komplikasi ulkus.

Patofisiologi dari anemia pasca perdarahan ini adalah segera setelah perdarahan,
volume darah total akan berkurang tetapi kadar Hb dan nilai Ht belum menurun yaitu sesuai
keadaan sebelum terjadi pendarahan. Dua puluh jam sampai 60 jam setelah perdarahan,
terjadi perpindahan cairan dari ruang ekstrasel ke dalam ruang intravascular (stadium
hemodilusi). Pada saat ini jumlah eritrosit/L, kadar Hb dan Ht menurun. Stadium
hemodilusi terjadi selama 1-3 hari setelah perdarahan dan timbul anemia normositik
normokrom.

Anemia yang terjadi pasca perdarahan akan akan merangsang sumsum tulang
melalui eritropoietin (EPO). Peningkatan kadar EPO plasma terjadi 6 jam setelah perdarahan
dan mencapai puncak pada hari ke 2-3. Bila sumsum tulang dalam keadaan normal, akan
terjadi diferensiasi stem sel menjadi sel-sel yang selanjutnya akan membentuk sel darah
merah. Regenerasi eritrosit terjadi 6-12 jam setelah perdarahan dan akan tampak sebagai
polikromasi dan eritrosit berinti di darah tepi. Jumlah retikulosit akan meningkat.
Peningkatan retikulosit dapat mencapai 5-10% tergantung cadangan besi tubuh. Peningkatan
retikulosit terjadi mulai hari 2-3, mencapai puncak pada hari ke 4-6 dan akan normal kembali
pada hari ke 10-14 pasca perdarahan. Pada sediaan hapus darah tepi akan tampak polikromasi
sehingga hasil pemeriksaan volume eritrosit rata-rata (VER) meningkat. Selain makrositosis
dapat dijumpai pula leukositosis, neutrofilia dan trombositosis. Bila tidak terjadi perdarahan
ulang dan semua bahan untuk proses eritropoiesis cukup, semua nilai parameter hematologi
kembali normal dalam 3-6 minggu. Beberapa jam setelah perdarahan, jumlah leukosit akan

14
meningkat, dapat mencapai 20.000/L darah dengan beberapa sel muda seperti batang dan
metamielosit. Terjadi juga trombositosis yang dapat mencapai 500.000-1 juta/L darah.

Pada perdarahan banyak dan cepat, sumber perdarahan harus ditemukan dan
perdarahan harus dihentikan. Pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara
intravena atau darah utuh yang telah dicocokkan golongannya. Salin atau albumin juga dapat
diinfuskan.2 Pulihkan volume darah dengan memberikan infus plasma expanders. Indikasi
transfusi darah bila kadar Hb kurang dari 7g/dL. Pemberian 1 unit Packed Red Cells (PRC)
dapat meningkatkan Ht 3% atau meningkatkan kadar Hb 1 g/dL. Hal yang penting dan kritis
adalah memberikan pengobatan tanpa menunda. Selang intravena berdiameter besar harus
dipasang. Sementara golongan darah ditentukan dan dilakukan percocokan silang
(crossmatch), salin, ringer laktat atau koloid seperti albumin 5% harus diinfuskan untuk
mengoreksi hipovolemia. Selanjutnya darah lengkap diberikan sesegera mungkin.
Pemantauan tanda-tanda vital dan tekananan vena sentral berguna dalam menentukan jumlah
volume penggantian yang tepat.

Dengan adanya kehilangan darah secara lambat atau sedikit, tubuh dapat
memproduksi cukup sel darah merah untuk memperbaiki anemia tanpa perlu transfusi darah.
Karena zat besi, yang diperlukan untuk memproduksi sel darah merah hilang selama
perdarahan, kebanyakan orang yang mengalami anemia akibat pendarahan perlu
mengkonsumsi suplemen zat besi, biasanya tablet, selama beberapa bulan. Kehilangan darah
memerlukan suplementasi besi untuk jangka panjang. Pemberian ferro sulfat 3 x 200 mg
sehari merupakan pilihan yang tepat. Sediaan besi oral lainnya meliputi ferro fumarat, ferro
glukonat. Perbaikan cadangan besi membutuhkan waktu 3-6 bulan meskipun demikian
retikulosis mencapai puncak setelah 10 hari sementara hemoglobin mencapai nilai normal
setelah 2 bulan terapi

Anemia Hemolitik Imun diinduksi Obat3

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu : hapten/
penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks ternary
(mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi
terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin. Penyerapan/absorpsi
protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes Coomb positif tanpa kerusakan

15
eritrosit. Pada mekanisme hapten / absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat
antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit.
Eritorsit yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila
dipisahkan dari eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis
obat yang sama (mis : penisilin).

Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat,


tanpa ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktifasi komplemen. Antibodi melekat
pada neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut
lemah, dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat atau membran eritrosit.
Beberapa antibodi tersebut memliki spesifisitas terhadap antigen golongan tertentu seperti Ph,
Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coombs biasanya positif. Setelah aktifasi komplemen
terjadi hemolisis intravaskuler, hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Mekanisme ini terjadi
pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, dan tiazid. Banyak obat
menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti contoh metildopa.
Metildopa yang bersirkulasi dalam palasma akan menginduksi autoantibodi spesifik terhadap
antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada permukaan SDM adalah
autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi ini
tidak diketahui.

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatid. Oleh karena hemoglobin
mengikat oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat
oksidatif.Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis
karena proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan
Heinz bodies, blistercell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yan menyebabkan
hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, fenazopiridin, asam aminosalisilat. Pasien yang
mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coombs positif karena absorpsi nonimunologis,
imunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma protein, lain pada membran
eritrosit. Gambaran klinisnya adalah riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien yang
timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau antibodi biasanya bermanifestasi sebagai
hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan
terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar
obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis tunggal.

16
Terapi, dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat
dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.

Anemia Sicle Cell (sel sabit)3,14

Penyakit Anemia sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada
penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang
bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan
bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh
darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat
melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan
organ dan mungkin kematian.
Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi
berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang
(lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh
darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah
merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh
darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan
rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh.
Di dalam eritrosit terdapat zat hemoglobin, terdiri dari globin yang berupa protein
dan hem yang bukan protein. Hem pada semua hemoglobin adalah identik, sedangkan globin
berbeda-beda pada spesies yang berlainan. Kebanyakan orang memiliki hemoglobin yang
dikenal sebagai hemoglobin A. Untuk pembentukan hemoglobin ini dibutuhkan adanya gen
HbA, sehingga kebanyakan orang mempunyai genotip HbAHbA. Di samping itu dikenal pula
hemoglobin lain yang terdapat di dalam eritrosit orang yang menderita anemia. Karena
bentuk eritrositnya pada penderita ini menyerupai sabit (dalam bahasa Inggris disebut
sickle-cell), maka anemianya dinamakan anemia sel sabit (sickle-cell anemia) dan
hemoglobinnya disebut hemoglobin S. Terbentuknya hemoglobin S ini ditentukan oleh gen
HbS, sehingga orang yang menderita penyakit anemia sel sabit mempunyai genotip HbSHbS.
Tanda dan gejala anemia sel sabit biasanya muncul setelah bayi berumur 4 bulan dan
mungkin mencakup:
Kelelahan adalah gejala umum pada orang-orang dengan anemia sel sabit. Anemia
sel sabit menyebabkan bentuk anemia yang kronis yang dapat menjurus pada kelelahan. Sel-

17
sel darah merah sabit adalah mudah pecah (robek) yang menyebabkan jangka hidup yang
jauh lebih pendek dari sel-sel ini (jangka hidup yang normal dari sel darah merah adalah 120
hari). Sel-sel darah merah sabit ini dengan mudah dideteksi dengan pemeriksaan mikroskop
dari corengan darah pada slide kaca.
Krisi-krisi nyeri pada orang-orang dengan anemia sel sabit adalah episode-episode
menyakitkan yang sebentar-sebentar (intermittent) yang adalah akibat dari suplai darah yang
tidak memadai ke jaringan-jaringan tubuh. Sirkulasi yang terganggu disebabkan oleh
halangan dari banyak pembuluh-pembuluh darah oleh sel-sel darah merah sabit. Sel-sel darah
merah sabit memperlambat atau menghalangi sepenuhnya aliran darah yang normal melalui
jaringan-jaringan. Ini menjurus pada nyeri yang menyiksa yang memerlukan rawat inap
dirumah sakit dan obat narcotic untuk pembebasan. Nyeri secara khas berdenyut dan dapat
merubah lokasinya dari satu area tubuh ke lainnya. Tulang seringkali terpengaruh. Nyeri pada
perut dengan kepekaan adalah umum dan dapat meniru appendicitis (radang usus buntu).
Demam sering dihubungkan dengan krisis-krisis nyeri.
Pembengkakan dan peradangan dari tangan-tangan dan/atau kaki-kaki seringkali
adalah tanda awal dari anemia sel sabit. Pembengkakan melibatkan seluruh jari-jari tangan
dan/atau jari-jari kaki dan disebut dactylitis. Dactylitis disebabkan oleh luka pada tulang-
tulang dari jari-jari tangan/kaki yang terpengaruh oleh episode-episode yang berulang dari
sirkulasi darah yang tidak memadai. Dactylitis umumnya terjadi pada anak-anak dengan
anemia sel sabit dari umur 6 bulan sampai 8 tahun. Peradangan sendi (arthritis) dengan nyeri,
pembengkakan, kepekaan, dan batasan gerakan yang terbatas dapat menemani dactylitis.
Adakalanya, tidak hanya sendi-sendi dari tangan-tangan atau kaki-kaki yang terpengaruh,
namun juga lutut atau siku tangan.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati anemia sel sabit meliputi. Antibiotik
Anemia. Anak-anak sel sabit dengan bisa mulai mengambil antibiotik penisilin ketika mereka
sedang sekitar 2 bulan usia dan terus mengambil sampai mereka 5 tahun. Melakukan hal
membantu mencegah infeksi, seperti pneumonia, yang bisa mengancam nyawa ke bayi atau
anak dengan anemia sel sabit. Antibiotik juga dapat membantu orang dewasa dengan anemia
sel sabit melawan infeksi tertentu. Penghilang rasa sakit, untuk menghilangkan rasa sakit
selama krisis sabit, dokter mungkin menyarankan the-counter penghilang rasa sakit-atas dan
aplikasi panas ke daerah yang terkena. Anda mungkin juga perlu resep obat sakit kuat.
HU (Droxia, Hydrea). Ketika diminum setiap hari, HU mengurangi frekuensi krisis
menyakitkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk transfusi darah. Ini mungkin menjadi
pilihan bagi orang dewasa dengan penyakit parah. HU tampaknya bekerja dengan
merangsang produksi hemoglobin janin - sejenis hemoglobin yang ditemukan pada bayi baru

18
lahir yang membantu mencegah pembentukan sel sabit. HU meningkatkan risiko infeksi, dan
ada beberapa kekhawatiran bahwa penggunaan jangka panjang obat ini dapat menyebabkan
tumor atau leukemia pada orang tertentu. Dokter dapat membantu Anda menentukan apakah
obat ini mungkin bermanfaat bagi Anda.

Kesimpulan

Dari uraian diatas, menunjukan bahwa anemia dapat terjadi dikarenakan berbagai
faktor. Uraian diatas menejelaskan berbagai macam dari anemia yang di dapat karena
autoimun maupun kesalahan membaca dari gen sehingga terjadi defisiensi. Sesuai dengan
kasus diatas yang belum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut maka untuk sementara pasien
diduga menderita anemia, yang namun belum diketahui penyebab atau diagnosis dari anemia
tersebut.

Daftar Pustaka

1. Kowalak JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Ed 3. Jakarta :


EGC,2009.h.116-24, 132-35.
2. Sutedjo AY. Pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan laboratorium. Jakarta: amara
books; 2009.p.25-40
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Hematologi: anemia hemolitik autoimun dan anemia
hemolitik non autoimun. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Interna
publishing; 2009.h.1152-64.
4. Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
5. Baldy CM. Gangguan sel darah merah. In: Price SA, Wilson LM,editors. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi keenam. Jakarta:EGC ; 2007.p.256-7
6. Berger Barbara J. In: Chernecky Cynthia C, editors. Glucose 6-phosphate
dehydrogenase quantitative. Laboratory Test and Diagnostic Procedures. USA:
saunders; 2008.p.591-2.
7. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SK, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: FK Ukrida;2009.h.103-121.
8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2009.h.410-25.

19
9. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FK UI. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FK
UI;2005.h.430-1.
10. Sadikin M. Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika;2002.h.25-37.
11. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga;2007.h.23.
12. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. Nsaid gastropathy. Volume 5. Jakarta: The
Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive
Endoscopy;2004.h.89-94
13. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC;2012.h.12-40.

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Edukasi Tifoid
    Edukasi Tifoid
    Dokumen2 halaman
    Edukasi Tifoid
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Edukasi Skabies
    Edukasi Skabies
    Dokumen1 halaman
    Edukasi Skabies
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Edukasi Umum
    Edukasi Umum
    Dokumen7 halaman
    Edukasi Umum
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Keratitis
    Laporan Kasus Keratitis
    Dokumen30 halaman
    Laporan Kasus Keratitis
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • NNM
    NNM
    Dokumen1 halaman
    NNM
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • App
    App
    Dokumen14 halaman
    App
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Dokumen4 halaman
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • MNM
    MNM
    Dokumen3 halaman
    MNM
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • MNM
    MNM
    Dokumen3 halaman
    MNM
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Kipi
    Kipi
    Dokumen4 halaman
    Kipi
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Catatan Utk POLI ANAK
    Catatan Utk POLI ANAK
    Dokumen2 halaman
    Catatan Utk POLI ANAK
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Edukasi Umum
    Edukasi Umum
    Dokumen7 halaman
    Edukasi Umum
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Suntik
    Anestesi Suntik
    Dokumen13 halaman
    Anestesi Suntik
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Ket
    Ket
    Dokumen1 halaman
    Ket
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Dokumen4 halaman
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Dokumen4 halaman
    Sulit Makan Pada Bayi Dan Anak
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Keratitis
    Laporan Kasus Keratitis
    Dokumen30 halaman
    Laporan Kasus Keratitis
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • NNM
    NNM
    Dokumen1 halaman
    NNM
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Revisi Anemia Pada Ibu Hamil
    Revisi Anemia Pada Ibu Hamil
    Dokumen11 halaman
    Revisi Anemia Pada Ibu Hamil
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Cuci Tangan
    Penyuluhan Cuci Tangan
    Dokumen7 halaman
    Penyuluhan Cuci Tangan
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Soal Dokcil New
    Soal Dokcil New
    Dokumen4 halaman
    Soal Dokcil New
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen1 halaman
    Document 1
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Obat Ada Isi
    Daftar Obat Ada Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Obat Ada Isi
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Cara Buka Video Yg File Subtitleny Terpisah
    Cara Buka Video Yg File Subtitleny Terpisah
    Dokumen1 halaman
    Cara Buka Video Yg File Subtitleny Terpisah
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Soal Dokcil New
    Soal Dokcil New
    Dokumen4 halaman
    Soal Dokcil New
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • Penanganan SSJ
    Penanganan SSJ
    Dokumen5 halaman
    Penanganan SSJ
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • 03 Daftar Isi
    03 Daftar Isi
    Dokumen8 halaman
    03 Daftar Isi
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • DM Penyuluhan
    DM Penyuluhan
    Dokumen53 halaman
    DM Penyuluhan
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat
  • CPR Dasar dan Lanjut
    CPR Dasar dan Lanjut
    Dokumen21 halaman
    CPR Dasar dan Lanjut
    Anastasia Mudita
    100% (1)
  • Sindrom Reye Mudit
    Sindrom Reye Mudit
    Dokumen12 halaman
    Sindrom Reye Mudit
    Anastasia Mudita
    Belum ada peringkat