Anda di halaman 1dari 124

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di seluruh
dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada
kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2008).

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di


samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein,
defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita
masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi
pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat,
dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak
adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi
(Arisman, 2007).

Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap makanan
hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat kurang
baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali
makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi
absorbsinya (Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%
mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang
mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas
Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah
19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil
yang mengalami anemia di wilayah kerja

1
UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009
sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%.

Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat


kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan
perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281).

Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan hemoglobin,
sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan pemberian
suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya belum
memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi merupakan masalah gizi
utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu hamil
(70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan prevalensi
pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40% (Supariasa, 2002).

Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh data
mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009
sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus.
Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus.

Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut
tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.

Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Mendapat pengatahuan dan perjalanan penyakit tentang gangguan system


kardivaskuler pada pasien dengan anemia di ruang Cendana RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto

Tujuan Khusus

Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan system


kardiovaskuler pada pasien anemia.

Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan system


kardiovaskuler pada pasien anemia.

2
Penulis mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dengan gangguan
system kardiovaskuler pada pasien anemia.

Penulis mampu melakukan tindakan/implementasi keperawatan dengan gangguan


system kardiovaskuler pada pasien anemia.

Manfaat Penulisan

Manfaat Bagi Penulis

Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan yang tepat


pada pasien anemia.

Manfaat Bagi Institusi

Dapat dijadikan sebagai acuan ataupun referensi dalam pembelajaaran di kampus.


3
BAB II

KONSEP TEORI

KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Anemia

Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai


dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah
SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml
darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan
rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit
(gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan
satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang
mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner
dan Suddarth ; 935).

Etiologi

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :

Anemia Pasca Pendarahan

Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan.

Anemia Defisiensi

Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.

Anemia Hemolitik

Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :

Factor Intrasel

4
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell
piruvatkinase, alutation reduktase).
,

Factor Ekstrasel

Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan


darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).

Anemia Aplastik

Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan


sumsum tulang).

Manifestasi Klinis

Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia,
usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang
mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah :

Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia

Penurunan BB, kelemahan

Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,


palpitasi, kulit pucat.

Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk
(bayi).

Sakit kepala, pusing, kunang kunang, peka rangsang.

4. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan


sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini

5
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, 1 mg/dl,
kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan
ada tidaknya hiperbilirubinemia.

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang
anak anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi
baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya
menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 6 bulan. Sesudah itu zat
besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika
asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat
besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat yang terlalu
dini (sebelum usia 4 6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang
mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum susu sapi
berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak
cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi

6
dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan
zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.

Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak
darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik
yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada
anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 7 ml dari saluran
cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada
remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena
menstruasi.

Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang.


Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia
dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).

Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia


(anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut
agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai system
trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila
mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut
anemia aplastik.

Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam


folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling
penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

7
5. Pathway

Defisiensi sumsum

Perdrahan

Eritrosit

Defisiensi besi,

tulang kongengital
massif

premature

B12, Fe

/ akibat obat

Obatan
Unsure eritrosit

Kehilangan

Kekurangan

banyak darah

pendek akibat
bahan baku

Pembentukan sel

penghancuran sel

pembuat sel

hemopoetik

darah merah
darah merah

terhenti /

Transfuse

berkurang

darah
Hb menurun (<10 g/dL),
Ansietas

Resti infeksi

trombositosis/trombositopeni,

panisitopenia
Gastrointestinal

Gangguan absorbs nutrient


yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah
Perubahan nutrisi

Pengiriman O2 dan nutrient ke


sel berkurang Kontraksi anteriol

Penurunan BB,

kelemahan

kurang dari

Kardiovaskuler
kebutuhan tubuh

Penguranagan aliran drah dan komponennya ke organ


tubuh yang kurang vital ( anggota gerak ), penambahan
aliran darah ke otak dan jantung

Intoleransi Pengiriman O2 dan nutrisi ke sel


berkurang
aktivitas

Takikardia, TD , pengisisan kapiler


lambat, ektremitas dingin, palpitasi, kulit perfusi jaringan
pucat.

Sumber : Amin Huda Nurarif (Aplikasi Nanda Nic Noc).

8
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Diagnostic :

Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.

Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH
menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP),
pansitopenia (aplastik).

Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).

Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat


mengidentifikasikan tipe khusus anemia).

LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.

Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.

Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).

Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi


(hemolitik).

Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.

Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)

Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.

Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).

TIBC serum : menurun (DB).

Masa perdarahan : memejang (aplastik).

LDH serum : mungkin meningkat (AP).

Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)

Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)

Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya


asam hidroklorotik bebas (AP).

Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah


dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
9
Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,
perdarahan GI.

Penatalaksanaan

Anemia Karena Perdarahan

Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan


transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam
keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja
yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).

Anemia Defesiensi

Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi


cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana
(sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan.
Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman
digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi
edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500
ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah
makanan yang

kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni protein
susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia
defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapa
dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari
(Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).

Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1


-2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan
dengan hati hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi
kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode
tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan splektomi.
Apabila keduanya tidak

10
menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis
obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500
mg/kg/BB/hari selama 1 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas
tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila
pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik
karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi
yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar
diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus
menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi
harus dikerjakan setelah umur 5 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia
yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena
sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka
splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.
Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan
fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia
membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia.
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%)
atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent,
yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi
dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak,
maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi
biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula

11
bermacam macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi

merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).

Pengakajian

Identitas klien dan keluarga

Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan,
alamat.

Keluhan utama

Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,


kelemahan, pusing.

Riwayat kehamilan dan persalinan

Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan


kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat obatan dalam jangka
waktu lama.

Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan
berat badan waktu lahir.

Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partun
akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.

Riwayat kesehatan dahulu

Adaya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.

Adanya riwayat trauma, perdarahan

Adanya riwayat demma tinggi.

Adanya riwayat penyakit ISPA.

Keadaan kesehatan saat ini

Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,


diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.

Riwayat keluarga

Riwayat anemia dalam keluarga.

Riwayat penyakit prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma,


penyakit penyakit insfeksi saluran pernafasan.
12
Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.

Kesadaran :

Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran


apatis, somnolen, spoor, coma.

Tanda tanda vital

TD : tekanan darah menurun ( N : 90 110 / 60 70 mmHg)

N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60

100 x/i)

S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 37, 20C )

RR : meningkat ( anak N : 20 30 x/i ).

TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak


adalah sebagai berikut :

Lahir -3,25 kg

3 12 bulan = umur (bulan ) 9

1 6 tahun = umur (tahun ) x 2 8

6 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5

Tinggi badan rata rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar,
tinggi badan anak dapat diperkirakan, sbb :

1 tahun: 1,5 x TB lahir

4 tahun: 2 x TB lahir

6 tahun: 1,5 x TB setahun

13 tahun : 3 x TB lahir

Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).


Kulit

Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan


dibawah kulit.

Kepala

Biasanya bentuk dalam batas normal

13
Mata

Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,


terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex
cahaya biasanya tidak ada kelainan.

Hidung

Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,


fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.

Telinga

Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.

Mulut

Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah


pecah atau perdarahan.

Leher

Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar,


tidak ada distensi vena jugularis.

Thoraks

Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur.


Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau
ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 60 x/I, anak 20 30
x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 100 x/i.

Abdomen

Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias
dibawah normal bias juga meningkat.

Genetalia

Laki laki, testis sudah turun kedalam skrotum Perempuan : labia minora
tertutup labia mayora.

Ekstremitas

Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral


dingin.
14
Anus

Keadaana anus, posisinya, anus +

Neurologis

Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis seperti babinski


tanda kerniq dan brunzinski 1 11 = -

Pemeriksaan Penunjang

Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab.

Riwayat Social

Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat tinggal,


orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan, pekarangan,
pembuangan sampah.

Kebutuhan Dasar

Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet yang


harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika ada. Pola tidur
bias terganggu. Mandi dan aktivitas : dapat terganggu berhubungan dengan
kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya terjadi perubahan frekuensi, konsistensi
bisa diare atau konstipasi.

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan bahasa.

Data Psikologis

Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan terlihat


cemas dan takut. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi.
Psikologis orang tua yang harus diperhatikan :

Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya

Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi

Prosedur medic yang akan dilakukan

Adanya support system

Kemampuan koping orangtua

Agama, kepercayaan, adat.


Pola komunikasi dalam keluarga.

15
Diagnose Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk
pembuatan SDM normal.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke


jaringan.

Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat


misal penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.

Intervensi

Dx. Kep

Tujuan

Intervensi

Perubahan Perfusi
Setelah
dilakukan
tindakan
1.
Kaji
vital
jaringan
keperawatan selama 3 x 24 jam

sign

berhubungan
diharapakan perfusi
jaringan
2.
Tinggikan

dengan penurunan
adekuat. Criteria hasil :

kepala

komponen seluler

tempat tidur

Indicator

Awl

Tuj

yang
diperlukan

sesuai
1.
Membrane

untuk
pengiriman

mukosa

toleransi

O2 / nutrisi ke sel

warna
merah

3.
Catat

muda

adanya
2.
Tidak
ada

keluhan

sesak

rasa dingin

3.
Tidak
ada

4.
Berkolabora

sianosis

si
dalam
4.
Akral hangat

pemberian

transfuse,

Ket :
16
1.
Ekstrim

pemeriksaa

2.
Berat

n Hb/Ht.

3.
Sedang

4.
Ringan

5.
Tidak ada keluhan
Gangguan
rasa
Setelah

dilakukan
tidakan
1.
Kaji

nyaman
nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam

manajeme

berhubungan
diharapkan nyeri pada anak dapat

n nyeri

dengan
proses
berkurang / teratasi. Criteria hasil
2.
Ukur TTV

penyakit

3.
Atur posisi
/ berikan

Indicator
Awl

Tuj

posisi

1. Tidak
ada

perilaku
yang

distraksi

nyaman

2. Klien
tampak

4.
Ajarkan

rileks

tentang

3. Skala
nyeri

teknik non
berkurang

farmakolo

4. TTV
dalam

gi

batas normal

5.
Berikan

obat sesuai

Ket.
1.
Ekstrim

indikasi

Berat

Sedang

Ringan

Tidak ada keluhan

17
Ansietas

Setelah
dilakukan

tindakan
1.
Catat

berhubungan
keperawatan selama 3x 24 jam

penurunan

dengan prosedur
diharapkan
cemas

pada
anak

perilaku

diagnostic
/
dapat teratasi. Criteria hasil :

2.
Tingatkan

transfuse

perhatian

Indicator
Awl

Tuj

dengan

1. Klien
tidak

takut

pasien

2. Klien tampak
3.
Anjurkan

nyaman

keluarga

3. Klien
tidak

tetap

menangis
saat

bersama
dilakukan

klien

tindakan
saat

4.
Jelaskan

diberikan obat

tujuan
pemberian

Ket :

1.
Ekstrim

tindakan

2.
Berat

pada
klien

3.
Sedang
dan

4.
Ringan

keluarga

5.
Tidak ada keluhan

5.
Berikan

lingkunga

n
yang

tenang dan

istirahat.

Intoleransi

Setelah
dilakukan
asuhan
1. Kaji

aktivitas

keperawatan
selama
3x24
jam

kemampuan

berhubungan
Dapat

mempertahankan

ADL

dengan

/meningkatkan

ambulasi

pasien.

ketidakseimbanga
/aktivitas. Dengan kriteria hasil :
2. Kaji

n antara
suplai

kehilangan

oksigen
atau

18

peningkatan toleransi aktivitas Sedang


(termasuk aktivitas sehari-
hari) Ringan

(pengiriman) dan menunjukka n penurunan Tidak ada


tanda intolerasi fisiologis, keluhan
kebutuhan. misalnya nadi, pernapasan,
dan tekanan darah masih
dalam rentang normal.

Ket : gangguan
keseimbang an,
Indicator Ekstrim gaya jalan dan
Awl Tuj kelemahan otot
Berat
melaporkan Observasi
tanda-tanda vital Berikan lingkungan tenang, Gunakan teknik
sebelum dan batasi pengunjung , dan kurangi menghemat
sesudah aktivitas. suara bising, pertahankan tirah energi, anjurkan
baring bila di indikasikan. pasien

19
istirahat

bila
terjadi

kelelahan
dan

kelemahan,

anjurkan

pasien
melakukan

aktivitas

semampuny

a
(tanpa

memaksaka

n diri).

Perubahan
nutrisi
setelah
dilakukan
asuhan
1. kaji
riwayat

kurang

dari
keperawatan selama
3x24
jam
nutrisi
kebutuhan
tubuh
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

termasuk

berhubungan

makanan

dangan
kegagalan

yang
di

untuk
mencerna
Dengan kriteria hasil:

sukai

atau

ketidak
2. Observasi

Indicator

awl

Tuj

mampuan

dan
catat

1.
Menunujukka

mencerna

n peningkatan

masukan
makanan /absorpsi

/mempertahan

makanan

nutrient

yang

kan
berat

pasie

diperlukan
untuk

badan
dengan

3. Timbang

pembentukan sel

nilai

BB
setiap

darah merah
laboratorium

hari.

normal.

4. Berikan

2.
Tidak

makanan

mengalami

sedikit dan
prekuensi

20
tanda
mal

serin

nutrisi.

5. Observasi

3. Menununjukk

dan

catat

an
perilaku,

kejadian
perubahan

mual
atau

pola
hidup

muntah,flatu

untuk

s dan gejala

meningkatkan

lain

yang

dan
atau

berhubunga
mempertahank

n.

an berat badan

6. Berikan dan

yang sesuai.

Bantu

hygiene

Ket :
1.
Ekstrim

mulut
yang

2.
Berat

baik

3.
Sedang

sebelum dan

4.
Ringan

sesudah

5.
Tidak ada keluhan
makan,guna

kan

sikat

gigi

halus

untuk
penyikatan

yang

lembut.berik

an
pencuci

mulut
yang
di
encerkan

bila
mukosa

oral luka.

Risiko
tinggi

setelah
dilakukan
asuhan

1. Tingkatkan

terhadap
infeksi

keperawatan
selama
3x24 jam

cuci
tangan

21

leucopenia, atau penurunan Dengan


granulosit (respons inflamasi kriteria hasil :
tertekan).

berhubungan
dengan tidak
adekuatnya
pertahanan
sekunder Infeksi
(penurunan tidak
hemoglobin terjadi.
Indicator
Ekstrim
Awl
penyembuha Berat
Tuj
Sedang

Ringan
n luka, bebas
Tidak ada
1. mengidentifi keluhan

drainase

kasi yang baik ; oleh


perilaku pemberi
perawatan dan
purulen pasie
atau
untuk mungkin
digunakan
secara
eritema, propilaktik
dan untuk
menurunkan
mencegah/m kolonisasi atau
untuk
demam. pengobatan
proses infeksi
local
enurunkan
Pertahankan
teknik aseptic
ketat pada
prosedur/per
risiko infeksi. awatan luka

Berikan
perawatan kulit,
2. meningkatka perianal dan
Ket : oral dengan
cermat

n Motivasi
perubahan
posisi/ambul

22
asi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam

6. Tingkatkan masukkan cairan adekuat

7. Pantau/batas i pengunjung. Berikan


isolasi bila memungkin kan

8. Pantau suhu tubuh. Catat adanya


menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Asuhan Keperawatan pada Tn. T di Ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto dengan anemia pada tanggal 18 Februari 2015, pengkajian
dilakukan pada tanggal 18 Februari 2015 di ruang Cendana RSU Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan hasil
sebagai berikut :

1. Identitas diri klien

Pada data biografi didapatkan nama Pasien adalah Tn. T berumur 63 tahun, jenis
kelamin laki laki, alamatnya di Majenang. Pasien sudah menikah, beragama
Islam, suku budayanya Jawa/Indonesia, pendidikan terakhir pasien SD. Pada
tanggal 18 Februari 2015 pasien masuk Rumah Sakit, kemudian dikaji penulis
pada tanggal 18 Februari 2015. Sumber informasi didapat dari pasien, keluarga,
dan rekam medik. Yang bertanggung jawab atas pasen tersebut yaitu Ny. N
berumur 40 tahun sebagai ibu rumah tangga dan hubungan dengan pasien yaitu
anaknya, alamatnya di Majenang.

2. Riwayat Penyakit

Keluhan utama saat pengkajian yaitu Pasien mengatakan lemas. Dan keluhan
tambahannya yaitu pasien mengatakan pusing dan kadang kadang batuk. Pasien
mengatakan rujukan dari rumah sakit majenang dan datang ke RMS jam 23.30
melalui IGD RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto kemudian dipindah ke
ruang Cendana pada tanggal 18 Februari 2015 dengan diagnosa Anemia. Pasien
mengatakan dahulu tidak pernah mengalami penyakit yang sama seperti yang
dialami sekarang. Dan di keluarga juga tidak ada penyakit yang sama maupun
yang menurun.

24
3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pasien dan keluarga mengatakan bahwa


kesehatan itu sangat penting dan menjadi prioritas dalam hidupnya, tetapi
dalam kenyataannya pasien sudah dalam kondisi lemah belum dibawa ke
RS/puskesmas terdekat. Pasien hanya istirahat di rumah dan pembatasan
dalam aktivitasnya.

Pola nutrisi / metabolic Intake makanan: pasien mengatakan sebelum sakit


makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk (pagi, siang dan malam), sedangkan
selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan, jika makan muntah dan
hanya habis 3 sendok makan / suap. Intake cairan: pasien mengatakan sebelum
sakit minum air putih 5 gelas belimbing/ hari, sedangkan selama sakit pasien
mengatakan minum air putih 3 gelas dan terbantu dari infuse RL 20 tpm.

Pola eliminasi. Buang air besar Sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1x
sehari (lancar, warna kuning, konsistensi lembek, dan bau khas) sedangkan
selama sakit pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari. Buang air kecil
sebelum sakit pasien mengatakan 3-4x sehari (kencing banyak, warna kuning
jernih, bau khas amoniak) sedangkan selama sakit pasien mengatakan BAK 2-
3x sehari (banyak, warna kuning pekat, bau khas amoniak).

Pola Aktifitas dan Latihan seperti makan/minum, mandi, mobilitas ditempat


tidur, berpindah, toileting pasien, berpakaian dan ambulasi/ROM dibantu
orang lain.

Pola tidur dan istirahat Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 7 8 jam / hari
(nyenyak) sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak bisa istirahat
karena tidak nyaman di rumah sakit, dan pasien juga merasa pusing.

Pola kognitif (penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensai). Sebelum sakit


pasien mengatakan masih bisa melihat dengan baik, tidak ada gangguan
pendengaran, pengecapan dan sensasi berfungsi dengan baik.

25
Sedangkan selama sakit pasien mengatakan juga masih bisa melihat dengan
baik tidak ada gangguan pendengaran, pengevapan dan sensori.

Pola persepsi diri. Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mencemaskan


keadaanya dan percaya kepada Tuhan memberikan yang terbaik pada
hambaNya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan cemas dan takut
berada di rumah sakit tetapi pasien pasrah dengan penyakit yang diderita
dengan terus tetap berobat di rumah sakit.

Pola seksualitas dan reproduksi. Sebelum sakit pasien mengatakan pola


seksualitas normal, sedangkan selama sakit pasien mengatakan pola seksual
masih normal.

Pola peran dan hubungan. Sebelum sakit pasien mengatakan sering


komunikasi dengan teman temannya dan sering berkumpul dengan
tetanngganya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan jarang berbicara
dengan pasien lain, dan banyak saudara, keluarga yang menjenguk.

Pola management koping stress. Sebelum sakit pasien mengatakan jika ada
masalah pribadi selalu membicarakan dengan anak anaknya. Sedangkan
selama sakit pasien juga membicarakan dengan anak anaknya.

System nilai dan keyakinan. Sebelum sakit pasien mengatakan beragama


islam, dan rutin menjalankan sholat 5 waktu, sedangkan sebelum sakit pasien
mengatakan tidak mengerjakan sholat 5 waktu, karena merasa sangat lemas.

4. Pemeriksaan Fisik

Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasilnya yaitu keadaan umumnya


baik, kesadaran lemah dengan, Tanda Tanda Vital (TTV) berupa Tekanan
Darah 110/60 mmHg Nadi : 70 x/mnt, RR : 25 x/mnt, Suhu : 36,80C dengan
Berat Badan 50 kg dan Tinggi Badan 160 cm. Kepala bentuk mesochepal,
tidak ada lesi, kotor, rambut terlihat putih, lurus, matanya terlihat sembab dan
lelah, simetris, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, terdapat lingkaran
hitam disekitar mata, bersih,

26
hidungnya bersih, tidak ada lendir, tidak ada polip, telinganya ada serumen,
bentuk simetris, mukosa bibir kering, pucat, gigi tidak lengkap, tidak ada
perdarahan gusi, di leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid tidak ada
pembesaran vena jugularis, thoraks payudara simetris, jantung, denyut jantung
tidak tampak, tidak ada pergeseran ictus curdis, bunyi redup dan S1 > S2.

Pada pemeriksaan dada dan paru didapatkan, normal chest, tidak ada lesi,
simetris, tidak ada nyeri tekan, redup dan auskultasi vesikuler. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan hasil abdomen simetris, tidak ada luka/
ruam, bissing usus 18x/mnt, timpani dan terdapat nyeri tekan di kw 4.

Pada pemeriksaan genetalia pasien tidak terpasang kateter, bersih. Punggung


tidak ada ruam, bentuk datar.

Pada pemeriksaan ektremitas atas tangan kiri terpasang infuse NaCl dan
transfuse darah, dan tangan kanan terdapat bekas pengambilan darah.
Ekstremitas bawah tidak terdapat edema.

Pemeriksaan Penunjang

Lab. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 Februari 2015

Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal

Hemoglobin
L 2,5
g/dL
14.0
18.0
Leukosit
L 1700
/uL
4.800 10.800
Hematokrit
L7
%
42
52
Eritrosit
L 1.0
^
10 6/uL
4.7
6.1
MCV
L 73.9
fL
79.0
99.0
MCH
L 25.0
pg
27.0
31.0
RDW
H 26.5
%
11.5
14.5
MPV
-
fL
7.2 11.1
Basofil
H 1.5
%
0.0
1.0
Basinofil
H 6.2
%
2.0
4.0
Segmen
L 13.8
%
40.0
70.0
Limfosit
H 57.7
%
25.0
40.0

27
Monosit
H 18.5
%
2.0
8.0
SGOT
L 11
u/L
15
37
SGPT
L9
u/L
30
65

Pemeriksaan EKG pada tgl 18 Februari 2015

Sinus takikardia

Program Theraphy 18 Februari 2015

Inf. NaCl 0.9% 20 tpm

Inj. Rantin 2 x 2ml IV

Inj. Dexa 2 x 10mg IV

Transfuse PRC 3 kolf.

B. Analisis Data dan Diagnosa Keperawatan

Analisa Data

No.
Data
Etiologi
Problem
1.
Ds : pasien mengatakan lemas
Penurunan
Ketidakefektif

pusing.
konsentrasi Hb
an
perfusi

Do : pasien terlihat pucat,


dan darah
jaringan

akral dingin, Hb 2.5d/dL.

perifer.

TD 110/60mmHg,

konjungtiva anemis.

2.
Ds : pasien mengatakan nafsu
Anoreksia
Resiko

makan berkurang hanya

ketidakseimba

habis 3 sendok makan,

ngan
nutrisi

dan jika makan selalu

kurang
dari
muntah.

kebutuhan

Do : A : lingkar lengan 20

tubuh

cm, lingkar perut 72 cm.

28
B : Hb 2.5, leukosit 1700,

eritrosit 1.0, SGOT 11,

SGPT 9.

C : terlihat pucat, lemas.

D : Nasi biasa.

3.
Ds : pasien mengatakan lelah
Kelemahan
Intoleransi

ketika melakukan
umum
Aktivitas

aktivitas

Do : pasien terlihat lelah saat

setiap kali melakukan

aktivitas, dan pola


aktivitas dibantu oleh

keluarga pasien.

4.
Ds : pasien mengatakan
Status kesehatan
Ancietas

cemas terhadap rasa

sakitnya.

Do : pasien terlihat gelisah

dan tidak mau bicara

dengan keluarganya,

insomnia, berfokus pada

diri sendiri.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan sesuai prioritas yaitu :


Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah ditandai dengan pasien mengatakan lemas pusing
pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5g/dL. TD 110/60, konjungtiva
anemis.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia ditandai dengan pasien mengatakan nafsu makan berkurang tidak
habis dalam 1 porsi dan hanya habis 3 sendok makan,

29
dan jika makan selalu muntah. A : lingkar lengan 20 cm, lingkar perut 72 cm. B :
Hb 2.5, leukosit 1700, eritrosit 1.0, SGOT 11, SGPT 9. C : terlihat pucat, lemas. D
: Nasi biasa.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan


pasien mengatakan lelah ketika melakukan aktivitas, pasien terlihat lelah saat
setiap kali melakukan aktivitas, dan pola aktivitas dibantu oleh keluarga pasien.

Ancietas berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien


mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya. Pasien terlihat gelisah dan tidak mau
bicara dengan keluarganya, insomnia, berfokus pada diri sendiri.

Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi a. Intervensi tgl 18 Februari 2015

Diagnosa keperawatan I ( ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan


dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah )

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah


ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria
hasil:

Indikator
Awal
Tuj

1.
Membrane mukosa warna merah muda
2
5
2.
Tidak ada sesak
5
5
3.
Tidak ada sianosis
5
5
4.
Akral hangat
2
5
Keterangan:

Keluhan ekstra

Keluhan Berat

Keluhan Sedang

Keluhan Ringan

Tidak ada keluhan

30
INTERVENSI

Monitor adanya paretese

Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

Monitor kemampuan BAB

Kolaborasikan pemberian analgetik

Diagnosa Keperawatan 2 (reisko ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Tn. T dapat
teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator
Awal
Tuj

1.
BB ideal sesuai dengan tinggi badan
2
5
2.
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
3
5
3.
Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
2
5

Keterangan :

Keluhan ekstrim

Keluhan berat

Keluhan sedang
Keluhan ringan

Tidak ada keluhan

INTERVENSI

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.

Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.

31
3) Diagnosa keperawatan 3 ( intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan umum )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah


intoleransi aktivitas pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indicator
Awal
Tuj

1.
Mampu melakukan aktivitas sehari hari
2
5

(ADLs) secara mandiri

2.
Tanda tanda vital normal
3
5

Keterangan :

1.
Keluhan ekstrim

2.
Keluhan berat

3.
Keluhan sedang

4.
Keluhan ringan
5.
Tidak ada keluhan

INTERVENSI

Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam


beraktivitas.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.

Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual.

Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

Diagnose keperawatan 4 ( ancietas berhubungan dengan status


kesehatan )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah


kecemasan pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator
Awal
Tuj

1.
Vital sign dalam batas normal
2
5
2.
Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas
2
5
3.
Klien tampak nyaman
2
5

32
Keterangan :

Keluhan ekstrim

Keluhan berat

Keluhan sedang

Keluhan ringan

Tidak ada keluhan. INTERVENSI

Jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga

Anjurkan keluarga tetap bersama klien

Anjurkan untuk istirahat

Berikan lingkungan yang tenang.

Implementasi keperawatan Rabu, 18 Februari 2015

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

: melaksanakan pemasangan program terapi infuse NaCl

Respon : Ds : Pasien mengatakan lemas

Do : pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis.

Kamis, 19 Februari 2015

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas

: melakukan TTV

Respon : Ds : pasien mengatakan lemas

Do : TD 110/60 mmHg, S 36.80C, RR 26x/mnt, N

68x/mnt, konjungtiva anemis.

Diagnosa 2 resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

: pemberian terapi injeksi rantin 2 x 2ml dan dexa (2 x 10mg)


Respon : Ds : pasien kooperatif

Do : telah masuk terapi injeksi rantin 2 x 2ml, dexa

2x10mg via IV.

33
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

: pemberian transfuse darah

Respon : Ds : pasien mengatakan khawatir terhadap dirinya.

Do : telah masuk transfuse darah 1 kolf mayor 2 dengan

gol. Darah AB

Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

: mengkaji mual dan muntah

mengambil darah 3cc untuk pengecekan Hb / Ht

Respon : Ds : pasein mengatakan perutnya sakit dan rasanya

ingin muntah saat diisi makanan.

Do : pasien tampak lemas dan pucat dan mengalami

penurunan BB (50 menjadi 48 kg).

Ds : pasien mengatakan sakit saat diambil darahnya.

Do : pasien terlihat menahan sakitnya, Hb 2.5g/dL dan Ht

7%.

Diagnosa 4 ancietas

: memotivasi untuk istirahat dan menganjurkan keluarga untuk tetap


bersama pasien. Memonitor tetesan infuse

NaCl, memonitor KU pasien

Respon : Ds : pasien mengatakan sulit untuk tidur

Do : keluarga pasien terlihat selalu bersama pasien dan pasien tampak


gelisah.

Ds : pasien mengatakan masih lemas.

Do : pasien tampak pucat dan telah masuk NaCl 20 tpm, KU cukup.

Jumat, 20 Februari 2015

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas


07.00 : Mengkaji TTV

Diagnosa 4 ancietas

07.00 : Menganjurkan kepada keluarga

34
Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

07.00 : pasien untuk diberi asupan nutrisi kepada pasien.

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

: Memberikan terapi obat dexa dan ranin Memonitor KU pasien

Respon: Ds : pasien tampak kooperatif

Do : TD 120/70 mmHg, S 37,00C, RR 24x/mnt, N 74x/mnt Ds : pasien


mengatakan belum nafsu makan.

Do : pasien tampak lemas.

Ds : pasien mengatakan lemas

Do : telah masuk injeksi dexa 2 x 10mg. dan ranin 2 x 2ml. Ds : pasien


kooperatif

Do : KU sedang.

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas

07.30 : membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu


dilakukan.

Respon : Ds : pasien mengatakan pusing ketika beraktivitas.

Do : pasien terlihat pucat dan lemas, TD 110/60 mmHg, Hb 2,5g/dL.

Evaluasi

Jumat, 20 Februari 2015

Diagnosa Keperawatan 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah

S : klien mengatakan, lemas dan pusing

O : pasien tampak pucat, akral masih dingin, Hb masih 2,5 dan masih
terpasang transfuse darah 1 kolf. TD 120/80mmHg.

A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi.

Indicator
Awl
Tuj
Akhr

1. Membrane mukosa warna merah muda


2
5
3

35
2.
Tidak ada sesak
5
5
5
3.
Tiadak ada sianosis
5
5
5
4.
Akral hangat
2
5
2

P : lanjutkan intervensi

1. Berikan transfuse darah

2. Batasi pada gerakan kepala, leher dan punggung

b. Diagnosa Keperawatan 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

S : klien mengatakan nafsu makan berkurang dan jika makan selalu

muntah

O : pasien tampak pucat, konjungtiva anemis dan BB menurun (50

menjadi 48 kg).

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

belum teratasi.

Indicator
Awl
Tuj
Akhr
1.
BB ideal sesuai dengan TB
2
5
2
2.
Tidak ada tanda tanda mal nutrisi
3
5
4
3.
Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
2
5
3

P : lanjutkan intervensi

1. Monitor mual dan muntah

2. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

c. Diagnosa keperawatan 3 intoleransi aktivitas berhubungan


dengan kelemahan umum

S : pasien mengatakan masih lelah jika melakukan aktivitas, pusing setelah


melakukan aktivitas.

O : pasien tampak kelelahan ketika melakukan aktivitas, dan pola aktivitas


masih dibantu oleh keluarganya, TD 110/60 mmHg, EKG takikardi, dan
Hb 2.5g/dL.

A : masalah intoleransi aktivitas belum teratasi

36
Indicator
Awl
Tuj
Akhr

1.
Mampu melakukan aktivitas sehari
2
5
3

hari (ADLs) secara mandiri

2.
Tanda tanda vital normal
3
5
3

P : lanjutkan intervensi

Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam


beraktivitas.

Diagnosa Keperawatan 4 ancietas berhubungan dengan status


kesehatan

S : klien mengatakan masih cemas dengan keadaannya

O : pasien tampak gelisah, insomnia, mata sembab dan terlihat pucat. A :


masalah ancietas belum teratasi.

Indicator
Awl
Tuj
Akhr

1.
Vital sign dalam batas normal
2
5
3
2.
Menunjukan teknik untuk mengontrol
2
5
3

cemas

3.
Klien tampak nyaman
2
5
3

P : lanjutkan intervensi

Anjurkan untuk istirahat

Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.


37
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis membahas kesenjangan yang ada pada teori dengan kasus
nyata yang ada pada Tn. T dengan anemia di ruang Cendana RSU Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

Penulis melakukan pengelolaan kasus selama 3 hari, mulai tanggal 18 sanpai


dengan 20 Februari 2015. Penulis melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi.
Dalam pembahasan penulis mencoba mengkaitkan antara sumber sumber
tentang pasien dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
hematopoesis : anemia.

A. Pengkajian

Pengkajian yaitu pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenai masalah masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik
fisik, mental, social dan lingkungan.

Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan format pengkajian pola Gordon,


alasan penulis menggunakan format pengkajian tersebut karena penulis
menganggap bahwa format pengkajian pola fungsional Gordon dapat menjawab
semua data data yang dibutuhkan penulis dalam menjalankan proses
keperawatan dimana sesuai teori pengkajian pada pasien dengan anemia meliputi
riwayat kesehatan, pasien masuk Rumah Sakit tanggal 18 Februari 2015 dengan
keluhan lemas. Pada saat pengkajian ditemukan keluhan lemas dan pusing.
Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti
sekarang ini. Pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit, jika pasien sakit
pasien hanya periksa ke klinik dekat rumahnya. Dalam keluarga pasien tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti hipertensi, dan tidak ada yang menderita
cacat.

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 dengan


menggunakan metode wawancara, pengamatan dan pemeriksaan fisik serta

38
dokumentasi, selain itu juga mempelajari rekam medic pasien atau buku status
catatan keperawatan pasien.

Pengkajian yang muncul pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994


adalah sebagai berikut :

1. Makanan / Cairan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual, muntah
pasien tampak lemas, pucat, berbaring ditempat tidur, BB mengalami
penurunan 50 kg menjadi 48 kg, minum hanya 3 gelas belimbing selama sakit.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
adalah penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB), nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus
pada faring), mual/muntah, dyspepsia, anoreksia, adanya penurunan berat
badan.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring) dan dyspepsia.

Dyspepsia menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi disfungsi
motalitas gastrointestinal, yang disebabkan karena ostipasi sehingga peristaltic
usus menurun dan aliran darah ke gastrointestinal juga menurun, yang
merangsang system saraf simpatis dan terjadi hipoksia sel dan jaringan yang
mengakibatkan kebutuhan O2 tidak terpenuhi sehingga transportasi O2
menurun dan terjadi dyspepsia.

2. Eliminasi

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari selama sakit.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
adalah distensi abdomen.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu distensi abdomen.

39
Distensi abdomen menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi
peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan tekanan
dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi abdominal yang mungkin
dihasilkan dari cairan dan gas normal berada dalam gastrointestinal tetapi
tidak dalam ruangan peritoneal. Jika cairan atau gas tidak dapat keluar secara
bebas distensi abdominal dapat terjadi. Dalam ruangan peritoneal, distensi
dapat menyebabkan perdarahan akut, akumulasi dari cairan asites atau udara
dari perforasi dari organ dalam perut.

3. Aktivitas Dan Latihan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data badan lemas, pasien tampak lemah, pucat, ADL dibantu
keluarga atau orang lain, Hb 2.5 g/dl dan pada EKG hasilnya sinus takikardi.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
adalah takikardi, toleransi terhadap latihan rendah, kelemahan otot dan
penurunan kekuatan, berjalan lambat dan tanda tanda lain yang
menunjukkan keletihan.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.

4. Tidur Dan Istirahat

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien berbaring ditempat tidur, insomnia, mata sembab,


terdapat lingkar hitam disekitar mata, tidur hanya 3 jam. Sedangkan data yang
terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah dispnea pada
waktu bekerja atau istirahat, kurang tertarik pada sekitarnya,

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu dispnea pada waktu bekerja atau
istirahat.

Dispnea menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia transport O2


menurun sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi mengakibatkan hipoksia sel
dan jaringan dan terjadi kompensasi oleh jaringan dengan

40
meningkatkan haterate sehingga kerja jantung meningkat dan beban jantung
meningkat dalam waktu yang lama juga otot mengalami hipertrofi dan
kemampuan kompensasi menurun sehingga terjadi dispnea.

5. Kognitif

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data neurosensori dalam keadaan masih berfungsi dengan baik.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
yaitu penurunan penglihatan dan bayangan pada mata, gangguan koordinasi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi penurunan penglihatan
dan bayangan pada mata.

Penurunan penglihatan menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena pada


anemia terlihat dalam dan superficial, termasuk edema pupil. Diakibatkan
karena anoreksia dan mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang
ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas, hal ini yang mengakibatkan
pandangan menjadi kabur pada anemia.

6. Persepsi Diri

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data pasien cemas, menarik diri, dan takut berada di rumah sakit.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
yaitu apatis, gelisah, menarik diri, dan depresi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.

7. Seksualitas

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data hilang lobido. Sedangkan data yang terdapat pada pasien
anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu hilang libido. Dari data yang
diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut Boedihartono
tidak ada pebedaan.

41
Peran Dan Hubungan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data pasien jarang berbicara dan cenderung menarik diri.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994
yaitu apatis, cenderung untuk tidur, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Dari
data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono tidak ada pebedaan.

9. Management Koping Stress.

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data jika ada masalah pasien membicrakan dengan anak anaknya.

10. Sytem Nilai Dan Keyakinan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian


ditemukan data tidak menjalankan sholat 5 waktu, karena merasa dirinya
sangat lemas. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut
Boedihartono 1994 yaitu keyakinan agama mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya transfuse darah dan depresi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi depresi.

Depresi menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena factor kurang pengetahuan
yang menyebabkan penderita menjadi gelisah dan depresi pada saat pemberian
transfuse darah.

Dari data data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan sehingga penulis
dapat mengelompokan diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan menurut
Maslow. Selain dari pasien, data juga diperoleh dari keluarga, perawat dan
catatan medic. Semua data yang diperoleh tersebut digunakan dalam usaha
mengelola masalah Tn. T. dari data itu muncul beberapa masalah yang
merupakan gambaran respon pasien terhadap keadaan. Gambaran respon
tersebut dinamakan diagnosa keperwatan. Dalam pengkajian penulis tidak
mengalami kesulitan karena pasien dan keluarga kooperatif.

42
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat professional,


menggambarkan tanda tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan
yang dirasakan pasien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya dapat dan mampu menolongnya (Gordon).

Menurut (Doengoes ; 2000) menyebutkan, diagnosa yang mungkin muncul pada


masalah anemia ada enam diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus ini
ditemukan empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan terori, namun dari
teori ada yang tidak muncul pada kasus ini. Untuk itu penulis akan menjelaskan
mengapa hal ini terjadi dan diagnosa tersebut disoroti, diidentifikasi sebagai
masalah yang perlu dipecahkan diantaranya yaitu :

Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, tetapi tidak muncul dalam kasus.

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit.

Gangguan rasa nyaman nyeri adalah merasa kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social (NANDA 2013),
didukung dengan batasan karakteristik : menangis, iritabilitas, merintih,
melaporkan rasa lapar, melaporkan rasa gatal dan berkeluh kesah. Tetapi dalam
pengakajian padan Tn. T tidak ditemukan batasan karakteristik dari gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit. Hal ini dikarenakan perhatian
dan keaktifan dari keluarga maupun orang lain dalam pemenuhan kebutuhan ADL
pasien sehari hari dan juga diperlihatkan dengan banyaknya saudara dan
tetangga yang menjenguk.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.

Resiko tinggi infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang organisme


patogenik (NANDA 2013), didukung dengan factor resiko : penyakit kronis,
pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen,
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, ketidak adekuatan pertahanan
sekunder, vaksinasi tidak adekuat,

43
pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat, prosedur invasive, dan
mal nutrisi. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak ditemukan factor
factor resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.
Hal ini dikarenakan tidak ada tanda

tanda terjadinya peningkatan pada leukosit.

Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai tinjauan teori.

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan konsentrasi Hb dan darah.

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu perubahan sirkulasi

darah keperifer yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA 2013), didukung


dengan batasan karakteristik : perubahan fungsi motorik, perubahan
karakteristik kulit, perubahan darah diekstremitas, warna kulit pucat saat
elevasi, kelemahan otot, penurunan nadi, kelemahan, penurunan Hb. Dari data
hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T diantaranya pasien mengatakan
lemas, pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5 g/dl, TD 110/60 mmHg, dan
konjungtiva anemis.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data data yang sangat
mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer karena adanya hasil laboratorium yang menyatakan hasil Hb 2.5g/dl.
Dan jika tidak diatasi maka akan terjadi penurunan Hb.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu beresiko


pada asupan nutrisi kurang dari kebutuhan metabolic (NANDA 2013). Dengan
batasan karakteristik melaporkan intake kurang dari kebutuhan tubuh,
konjungtiva dan membrane mukosa pucat, lemah otot, melaporkan kurang
makan, melaporkan perubahan sensasi rasa, enggan makan, diare, suara usus
hiperaktif, kurangnya informasi. Dari hasil pengkajian didapatkan data dari
Tn. T diantaranya pasien mengatakan mual, dan jika makan selalu muntah,

44
pasien tampak lemas dan pucat, berbaring ditempat tidur, BB 48 kg,
(sebelum sakit 50 kg), makan habis porsi.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data data yang


sangat mendukung untuk munculnya diagnosa resiko ketidaseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh jika tidak diatasi maka kebutuhan
tubuh akan nutrisi tidak adekuat yang bisa menyebabkan menjadi
malnutrisi sehingga memperburuk keadaan pasien serta terjadi penurunan
energy untuk melakukan aktivitas.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Intoleransi


aktivitas yaitu ketidakcukupan energy secara fisiologis

atau psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari hari yang dibutuhkan


atau diperlukan (Smeltzer, 2013). Diagnosa didukung dengan batasan
karakteristik laporan verbal: kelelahan atau kelemahan, tidak nyaman,
respon terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan darah abnormal
dyspepsia, perubahan EKG menunjukan aritmia atau disritmia. Data data
pengkajian pada Tn. T diperoleh data seperti pasien mengatakan badannya
lemas, tampak pucat, terbaring di tempat tidur, ADL dibantu keluarga atau
orang lain, Hb 2,5g/dl, dan hasil EKG sinus taki kardi.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data data yang


sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa intoleransi aktivitas,
dan penulis memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap
bahwa aktivitas pasien sangat mendukung terhadap kasus keperawatan,
dan apabila intoleransi aktivitas pasien berlanjut maka aktivitas akan
terganggu dan kebutuhan ADL tidak dapat terpenuhi secara optimal.

Ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Ancietas yaitu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar


disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan

45
yang memperingatkan individu atau adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA 2013). Diagnosa didukung
dengan batasan karakteristik perilaku: penurunan produktivitas, gelisah, insomnia,
kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup. Affektif : gelisah, berfokus pada diri sendiri, ketakutan, perasaan
tidak adekuat. Simpatik : anoreksia, eksitasi kardiovaskuler, mulut kering. Dari
data pengkajian Tn. T diperoleh data pasien mengatakan cemas terhadap rasa
sakitnya, tampak gelisah, menarik diri, insomnia, berfokus pada diri sendiri.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data data yang sangat
mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ancietas, dan penulis
memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap bahwa ancietas sangat
mendukung terhadap kasus keperawatan, dan apabila ancietas tidak ditangani
maka akan memperlambat kesembuhan pasien.

C. Intervensi

Perencanaan atau focus intervensi adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan


secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.

Disini penulis akan membahas apakah perencanaan telah disusun menurut


prioritas masalah, bagaimana menemukan intervensi keperawatan dan penulisan
instruksi keperawatan / dokumentasi, serta bagaimana mengatur agar sesuai
rencana tindakan ini dengan teori dan kondisi pasien serta fasilitas yang ada.
Penulis menggunakan intervensi dari NANDA untuk menyelesaikan beberapa
masalah keperawatan yang muncul dan disertakan pula rasional dari masing
masing intervensi.

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


konsentrasi Hb dan darah

46
Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer teratasi, membrane mukosa warna merah muda, tidak
ada sesak, tidak ada sianosis dan akral hangat.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18


Februari 2015 adalah monitor adanya paretese rasionalnya mengetahui adanya
takikardi dan hipotensi karena gangguan fungsi ginjal dan gangguan produksi
hormone eritropoentin yang menyebabkan stimulus pembentukan sel darah
merah disumsum tulang belakang menurun dan produksi eritrosit menurun,
batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung rasionalnya untuk
meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler karena terjadi penumpukan asam laktat pada jaringan pada
metabolisme anaerob akibat hipoksia sel dan jaringan, monitor kemampuan
BAB agar mengetahui kelancaran saat defekasi rasionalnya mengetahui
kandungan nutrisi yang ada pada asupan nutrisi pasien seperti B12, Fe, asam
folat agar tidak terjadi kehilangan komponen pembentuk eritrosit dan defekasi
bisa lancar, kolaborasikan pemberian analgetik rasionalnya agar tidak terjadi
peningkatan isi lambung, peristaltic menurun karena aliran darah ke
gastrointestinal menurun terjadi ostipasi dan menyebabkan masalah pada
gastrointestinal.

Diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia

Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan criteria
hasil pasien makan habis 1 porsi, pasien tampak segar, tidak mual, muntah, Hb
dalam batas normal.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18


Februari 2015 adalah monitor jumlah nutrisi dan kandungan

47
kalori rasionalnya memberikan suplemen asam folat yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah dan memberikan diit kaya zat besi untuk
mengembalikan zat besi yang hilang, anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe rasionalnya agar tidak terjadi kehilangan komponen pembentuk
eritrosit sehingga eritrosit terbentuk sempurna dan tidak mudah pecah juga
tidak mengalami hemolisis, berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
rasionalnya untuk menurunkan kelemahan, sehingga dapat meningkatkan
pemasukkan dan mencegah terjadinya distensi gaster, monitor kadar albumin,
total protein, Hb rasionalnya karena albumin merupakan protein yang berperan
penting untuk menahan cairan supaya tetap berada didalam pembuluh darah,
bila kadar albumin berkurang maka cairan dalam pembuluh darah akan keluar
menuju jaringan yang dapat mengakibatkan bengkak. Jika kekurangan albumin
dapat terjadi pada kekurangan gizi, monitor mual dan muntah rasionalnya
untuk meminimalkan peningkatan isi lambung dan mengurangi peristaltic usus
dan aliran darah kegastrointestinal dapat menjadi normal, sehingga tidak
terjadi hipoksia sel dan jaringan, monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva rasionalnya agar tidak terjadi degenerasi eritrosit
sehingga eritrosit tidak mudah rapuh dan tidak terjadi hemolisis, yang
kemudian transport O2 terpenuhi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah intoleransi
aktivitas dapat secara mandiri dengan criteria hasil sebagai berikut: mampu
melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri dan tanda tanda vital
normal.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18


Februari 2015 adalah bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas agar aktivitas pasien dapat terpantau
rasionalanya agar tidak terjadi kelelahan dan tidak terjadi penumpukan asam
laktat pada jaringan, bantu klien untuk mengidentifikasi

48
aktivitas yang mampu dilakukan rasionalnya menunjukan perubahan neurology
karena defisiensi vitamin B12 yang mempengaruhi keamanan pasien, dan
observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas rasionalnya manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.

4. Diagnosa ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah ancietas dapat berkurang
dengan criteria hasil sebagai berikut: vital sign dalam batas normal, menunjukan
teknik untuk mengontrol cemas, klien tampak nyaman.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal 18


Februari adalah jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga
rasionalnya untuk mengurangi ancietas tentang ketidaktahuan meningkatkan stress
dan selanjutnya meningkatkan beban jantung, sehingga pengetahuan dapat
meminimalkan ancietas, anjurkan keluarga tetap bersama klien untuk
mendampingi rasionalnya karena terjadi kelelahan yang disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke jaringan otak, anjurkan untuk istirahat rasionalnya agar
hormone eritropoentin dapat berproduksi secara maksimal, dan berikan
lingkungan yang tenang.

D. Implementasi

Implementasi yaitu suatu tahap dilakukan pelaksanaan dari perencanaan


keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini
penulis akan membahas antara lain adalah tentang mengkomunikasikan dan
mengorganisasikan antara staf yang bekerja dalam satu tim dalam melaksanakan
rencana keperawatan kepada pasien. Selain itu dibahas tentang manajemen patient
care terhadap pasien yang meliputi apakah semua rencana tindakan dapat
diimplementasikan seluruh rencana tindakan yang dibuat oleh

49
penulis dapat dilaksanakan dengan baik, dalam melaksanakan implementasi
penulis tidak mencantumkan intervensi tambahan atau modifikasi, prosedur
yang dilaksanakan sesuai dengan teori.

1. Implementasi diagnosa pertama

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis, dalam tindakan


memberikan transfuse darah, pemberian terapi obat inj. Rantin 2 x 2ml dan dexa
masing masing 2 x 10mg via IV, melakukan TTV, memonitor KU pasien, dan
mengambil darah 3cc untuk mengecek Hb dan Ht.

Implementasi diagnosa kedua

Dari intervensi diatas penulis dapat dilaksanakan oleh penulis, mengakaji mual
dan muntah, menganjurkan kepada keluarga dan pasien untuk diberi asupan
nutrisi kepada pasien. Serta dimana dalam melaksanakan tindakan keperawatan
juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, ahli gizi dan tim meedis lainnya.

Implementasi diagnosa ketiga

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memonitor tanda tanda
vital pasien, membantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasikan kekurangan
dalam beraktivitas dan membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan. Tetapi disini penulis berkolaborasi dengan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari hari pasien (ADL), maka penulis
mendelegasikan kepada keluarga karena keluarga lebih dekat dengan pasien.

Implementasi diagnosa keempat

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memotivasi pasien untuk
istirahat dan menganjurkan keluarga tetap bersama pasien. Disini juga penulis
berusaha menciptakan lingkungan yang tenang agar pasien dapat beristirahat
dengan nyaman.

Factor pendukung dan penghambat dalam implementasi keperawatan yaitu


pertama factor pendukungnya adalah pasien dan keluarga yang sangat
kooperatif, catatan medic yang lengkap, serta staf medis atau perawat ruangan

50
yang terbuka dan mau membantu penulis dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Yang kedua factor penghambat dalam melaksanakan implementasi
keperawatan yaitu ketidakfokusan penulis dan keterbatasan waktu.

E. Evaluasi

Tahap penilaian dan evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana


tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Penilaian keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan


pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.

Dari empat permasalahan yang ditemui oleh penulis saat pengkajian, kemudian
disusun perencanaan tindakan untuk menyelesaikan maslaah tersebut, selanjutnya
diimplementasikan secara langsung kepada pasien. Pada tahap ini penulis akan
membahas tentang apakah tujuan dan criteria hasil asuahan keperawatan yang
telah dicapai, dan bila ternyata pencapaian tidak sesuai dengan yang diharapkan
maka kemungkinannya adalah mengakaji ulang rencana asuhan keperawtan dan
memodifikasi asuhan keperawatan tersebut dengan melihat situasi dan kondisi
psaien.

Untuk mengetahui apakah tujuan dan criteria hasil asuhan keperawatan yang telah
tercapai, evaluasinya adalah sebagai berikut:

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan


darah.

Evaluasi pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut ditemukan data
subjektif pasien mengatakan pusing dan masih lemas, data objektif Hb 2.8g/dl
(sebelum tranfusi 2.5g/dl), TD 110/60 mmHg dan

51
konjungtiva anemis. Maka penulis menyimpulkan masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer belum teratasi karena ada kelainan pada darah pasien,
yaitu talasemia mayor. Sehingga penulis mendelegasikan untuk melanjutkan
intervensi dalam pemberian tranfusi darah.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

Dari semua rencana tindakan yang telah penulis laksanakan evaluasi Tn. T
pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data subjektif pasien
mengatakan masih mual dan muntah jika makan, data objektif Tn. T tampak
lemas dan pucat, infuse NaCl mengalir 12 tetes/menit, makan hanya habis
porsi. Maka penulis menyimpulkan masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi, karena pasien belum bisa
menghabiskan makan dalam 1 porsi, dan disini penulis berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk memberikan diit kaya zat besi dengan tujuan untuk membantu
mengembalikan eritrosit yang hilang. Penulis mendelegasikan untuk
melanjutkan inrvensi dalam pemberian asupan nutrisi yang kaya akan zat besi
dan kalori.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Evaluasi Tn. T pada tanggal 20 Februari adalah sebagai berikut data subjektif
pasien mengatakan lelah setelah aktivitas, data objektif Tn. T tampak
kelelahan saat beraktivitas, Hb 2.8 g/dl dan tampak pucat, dari data hasil yang
ada maka penulis menyimpulkan bahwa intoleransi aktivitas belum teratasi,
karena pasien belum bisa ADL secara mandiri dan terjadi hipoksia dalam sel
dan jaringan yang mengakibatkan metabolosme anaerob sehingga terjadi
penumpukan asam laktat yang mengakibatkan kelelahan. Penulis
mendelegasikan pada perawat untuk mempertahankan intervensi.

4. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Evaluasi tn. T pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data
subjektif pasien mengatakan susah tidur, data objektif Tn.T

52
tampak gelisah dan menarik diri, mata sembab, terdapat lingkar hitam disekitar
mata dan konjungtiva anemis, tidur hanya 3 jam. Dari data yang sudah ada
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah ancietas belum teratasi,
karena pasien belum bisa tidur secara nyaman dan karena factor kurang tidur
yang berpengaruh pada hormone eritopoentin yang bekerja pada waktu tidur,
sedangkan tidur pasien hanya 3 jam sehingga mengakibatkan produksi
hormone tersebut tidak bekerja maksimal, hal ini menjadi salah satu
penghambat produksi Hb. Penulis mendelegasikan kepada perawat untuk
mengkondusifkan lingkungan yang tenang agar pasien dapat istirahat dengan
nyaman.

Dari data diatas penulis menyimpulkan bahwa evaluasi dari pelaksanaan


rencana tindakan keperawatan belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil
yang diharapkan.
53
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan pengkajian sejak tanggal 18 Februari 2015 di ruang


Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo pada Tn. T dengan anemia. Proses
pelaksanaan meliputi pengkajian, menganalisa data, menentukan masalah
(diagnose keperawatan), membuat perencanaan (intervensi), melaksanakan
perencanaan (implementasi), dan mengevaluasi keseluruhan tindakan.

Penulis telah melaksanakan proses keperawatan yang meliputi :

Dalam aplikasi pengkajian penulis menggunakan pola pengkajian fungsional


Gordon. Data data yang diperoleh selama pengkajian dapat disajikan sebagai
acuan ditegakannya diagnose keperawatan, data tersebut meliputi data subjektif
dan objektif. Hasil pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 penulis
mendapatkan data : pasien mengatakan pusing, lemas, badan lemas, pucat, tidak
bisa tidur, tidur 3 jam, berat badan 48 kg (50 kg sebelum sakit), berbaring
ditempat tidur, makan habis porsi, mual dan muntah, konjungtiva anemis, Hb
2.5 g/dl, Ht 7%, leukosit 1700 u/L, eritrosit 1,0 10^6/uL, gelisah dan menarik diri,
ADL dibantu keluarga atau orang lain, TD 110/60, EKG sinus takikardi.

Dalam aplikasi diagnose penulis menemukan empat diagnose yaitu


ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan
darah, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum, ancietas berhubungan dengan status kesehatan. Keempat
diagnose tersebut muncul sesuai teori.

Dalam aplikasi perencanan keperwatan merupakan aplikasi dari teori yang


didapatkan penulis selama dari bangku perkuliahan disesuaikan dengan kondisi
klien dilapangan dan standard penanganan kasus di RSU Prof. Dr.

54
Margono Soekarjo Purwokerto hinga didapatkan perencanaan keperawatan

yang tepat.

Implementasi keperawatan merupakan tahapan dimana perencanaan


keperawatan yang tepat diaplikasikan menjadi tindakan keperawatan sesuai
dengan diagnose keperawatan yang muncul. Dalam hal ini ada kerjasama yang
seimbang dan professional antara penulis, perawat, dokter dan tim kesehatan
lainnya serta selalu melibatkan pasien dan keluarga. Semua perencanaan yang
dibuat dapat diimplementasikan dengan baik sesuai tujuan yang ditetapkan.
Hal ini terjadi karena intervensi yang disusun sesuai dengan masalh dan
kebutuhan pasien sehingga mampu dilaksanakan penulis, keluarga, pasien dan
perawat ruangan.

Pada tahap evaluasi keperawatan, penulis menggunakan evaluasi respond an


evaluasi SOAP. Evaluasi respon mengacu pada respon pasien sesaat setelah
dilakukan tindakan keperawtan sedangkan evaluasi SOAP mengacu pada
catatan perkembangan pasien. Catatan perkembangan ini untuk mengukur
tingkat keberhasilan tindakan keperawatan. Evaluasi yang diperoleh pada
tanggal 20 Februari 2015, diagnose ketidakefekifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan Hb dan darah belum teratasi, karena pada
pasien terdapat kelainan darah yaitu talasemia mayor, sehingga sulit untuk
mengembalikan Hb kedalam batas normal. Sehingga penulis harus
melanjutkan intervensi monitor adanya paretese, berikan transfuse darah.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
anoreksia belum teratasi, karena kurangnya asupan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh menyebabkan absorbsi Fe, B12, dan asam folat berkurang,
menyebabkan kehilangan komponen pembentuk eritrosit, eritrosit tidak
sempurna dan mudah pecah sehingga terjadi hemolisis. Lanjutkan intervensi
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien, monitor kadar albumin, total protein, Hb dan Ht, monitor
mual dan muntah. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
belum teratas, karena factor Hb yang masih rendah, yang mengakibatkan
transport O2

55
menurun, dan terjadi hipoksia sel dan jaringan dan terjadi penumpukan asam
laktat pada jaringan, sehingga terjadi kelemahan dan terjadi intoleransi aktivitas
lanjutkan intervensi bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas, bantu klien untuk mendintifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan belum teratasi, karena
kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kecemasan terhadap pasien, lanjutkan
intervensi instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi, jelaskan semua
prosedur dan apa yang akan dirasakan selama prosedur, tingkatkan istirahat.

Dalam pendokumentasian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. T


penulis mencatat pengkajian pada format pengkajian, menyusun setiap intervensi
keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dalam catatan medis
atau catatan keperawatan Tn. T.

Keberhasilan dari asuhan keperawatan tergantung pada pemberi asuhan


keperawtan, sarana dan prasarana yang tersedia serta keadaan pasien, karena pada
dasarnya pemberian asuhan keperawatan meliputi hubungan antara perawat, psien
dan anggota keluarga pasien.

B. Saran

Dari penulis akan mengungkapkan beberapa masukan yang diharapkan dapat


membantu meningkatkan mutu pendidikan dan tercapainya mutu keperawatan
yang baik dimasa yang akan datang diantaranya :

Bagi perawat

Berikan informasi tentang anemia meliputi: kondisi prognosis dan kebutuhan


pengobatan yang akurat kepada pasien dan keluarga pasien.

Didalam melakukan kegiatan keperawatan diperlukan pendekatan dengan


keluarga pasien sehingga terjalin kerjasama yang baik.

Dalam berkomunikasi perawat tidak hanya memperhatikan komunikasi verbal


yang dilakukan melalui kata-kata dan ucapan. Diharapkan untuk para perawat
memperhatikan penggunaan alat perlindungan diri seperti

56
sarung tangan, masker dalam melakukan tidakan keperawatan

terutama pada tindakan perawatan.

Bagi pasien

Penulis memberikan saran kepada pasien untuk menghindari hal hal yang
dapat memperberat keadaan anemia yang dialaminya sekarang seperti :
mengkonsumsi makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sepeti timun,
labu siam, dll.

Pasien diharapkan untuk memperhatikan dan melaksanakan anjuran perawat


demi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan seperti: anjurkan pasien
untuk istirahat total, mengkonsumsi asupan nutrisi yang kaya akan zat besi
untuk mengembalikan Hb dalam batas normal.
57
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media


Aesculapius. FKUI

Price, Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses proses penyakit,


Jakarta, EGC.

Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process, and
practice.

Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI

Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC

Andrea Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book

Soebroto, Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta :

Bangkit

Arisman . 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

DepKes RI., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia
Subur (WUS). Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta

Saifuddin. 2002. Ilmu Kebidanan Perkata Edisi Ke-3. Jakarta : EGC

Doenges Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC

58
Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta Waryana.
2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
59

Anda mungkin juga menyukai