Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Treatment pada pasien dengan thypoid

Sasaran : Pasien (Tn. M)

Penyuluhan : Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus

Padalarang

Waktu : 25 menit

Hari/tanggal : Rabu, 3 Agustus 2017

Tempat : Di Maria 4 Rumah Sakit Santo Borromeus

A. Pengorganisasian

Penyaji : Tiveni Elisabhet

B. Latar Belakang

Demam Thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella

thyposa, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.

Penyakit akut ditandai dengan demam berkepanjangan, sakit kepala, mual,

kehilangan nafsu makan, dan sembelit kadang-kadang diare, gejala sering tidak

spesifik (WHO 2014).

Suratun (2010) mengatakan tifoid memiliki tanda dan gejala sebagai berikut

Demam khas seperti pelana kuda demam biasanya mencapai 1-3 minggu, sifat

febris remitten dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu 1: suhu biasanya

meningkat setiap hari menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore atau

malam hari. Minggu II: pasien biasanya selalu dalam keadaan demam. Minggu

ke III: suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ke III.

Gangguan saluran cerna : mulut dan nafas berbau tidak sedap, bibir kering, lidah
tertutup selaput putih, ujung dan tepi kemerahan, anorexia, mual, dan perasaan

tidak enak perut, gangguan kesadaran: kesadaran menurun yaitu apatis sampai

somnolen, nyeri otot dan sakit kepala, lelemahan fisik, epitaksis, konstipasi,

bercak-bercak merah seperti roselae, gejala yang terasa dapat berupa kelemahan

badan (lesu).

Menurut WHO (2014) sekitar 21 juta kasus dan 222.000 meninggal terjadi

setiap tahun di dunia. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus Thypoid ini,

terdapat 13 juta kasus dengan 400.000 kematian setiap tahunnya. 91% kasus

Thypoid mendera anak-anak berusia 3-19 tahun dan dengan angka kematian

20.000/tahunnya.

Tifoid dapat menyebabkan kompilkasi berupa perdarahan usus, perforasi usus,

peritonitis, kolesisistis, enselopati, meningitis, miokarditis, hepatitis, ostemilitis

dan glumotulonefretis (Dermawan, 2010). Berdasarkan pendahuluan diatas

penyusun tertarik untuk melakukan teaching group mengenai tifoid

C. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah dilakukan penyuluhan, peserta mampu mengenal bagaimana cara

merawat diri dengan riwayat tifus.

D. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

1. Peserta dapat mengetahui Definisi tifus

2. Peserta dapat mengetahui Penyebaran tifus

3. Peserta dapat mengetahui Tanda dan gejala tifus

4. Peserta dapat mengetahui Komplikasi yang muncul ada penyakit tifus

5. Peserta dapat mengetahui Cara merawat pasien dengan tifus


E. Garis Besar Materi

1. Definisi tifus

2. Penyebaran tifus

3. Tanda dan gejala tifus

4. Komplikasi yang muncul ada penyakit tifus

5. Cara merawat pasien dengan tifus

F. Metode

1. Ceramah

2. Diskusi dan tanya jawab

G. Media

1. Materi (terlampir)

2. Leaflet

H. Proses Kegiatan Penyuluhan

N
Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta
o.

1. 1. Pembukaan 1. Membalas salam

2. Menyampaikan salam 2. Memperhatikan


1 Menit
dan perkenalan

3. Menyampaikan tujuan

2. 1. Apresiasi 1. Peserta aktif dalam memberi


5 Menit
2. Menyampaikan pendapat

materi 2. Menyimak dan memperhatikan

3. Bertanya

4. Memperhatikan
3. 10 Menit 1. Memberikan penjelasan 1. Menyimak dan memperhatikan

2. Memberikan 2. Bertanya

kesempatan peserta 3. Memperhatikan

bertanya tentang materi

yang disajikan

3. Menjawab pertanyaan

dari peserta.

4. 7 menit Diskusi dan tanya jawab Menjawab secara lisan

5. 2 menit 1. Menyimpulkan materi 1. Memperhatikan

dan hasil diskusi 2. Diberikan kesempatan untuk

2. Memberi salam menyimpulkan apa yang

penutup diberikan

I. SETTING TEMPAT

A P

KET:

P = Perawat

A = Pasien
J. EVALUASI

1. Apa itu tifus?

2. Apa saja penyebab tifus?

3. Bagaimana tanda dan gejala tifus?

4. Komplikasi apa saja yang muncul ada penyakit tifus?

5. Bagaimana cara merawat pasien dengan tifus ?


TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Medis

1. Definisi
Demam Thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella

thyposa, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminas.

Penyakit akut ditandai dengan demam berkepanjangan, sakit kepala, mual,

kehilangan nafsu makan, dan sembelit kadang-kadang diare, gejala sering

tidak spesifik (WHO 2014).

Thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,

salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa

perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala

demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit

daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di

Indonesia ( Widodo Djoko, 2009 ).

Demam Tifoid (entric fever,T hypoid Abdominali) adalah infeksi sistemik

yang disebabkan oleh Salmonella Thyposa, khususnya turunannya yaitu

Salmonella Thypii, parathypii A, B, C pada saluran pencernaan (Suratun,

2010).

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Demam thypoid

adalah penyakit saluran cerna yang di sebabkan oleh bakteri salmonella

thyposa, salmonella paratypi A,B.C yang menimbulkan demam, sakit. kepala,

mual, kehilangan nafsu makan, dan sembelit kadang-kadang diare.


2. Etiologi Typhoid

Menurut Rahayu E. (2013) Demam thypoid disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri

ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul

dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat

hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah

dan debu kemudian dapat hidup berbulan-bulan dalam telur dan tiram beku.

Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60C) selama 15 –20 menit,

pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Mekanisme transmisi Typhosa melalui :

a. Food, makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang di olah tidak

bersih atau di sajikan mentah yang beresiko salmonella typhosa seperti,

salad, karedok, atau asinan. Apa lagi sayuran yang di pupuk dengan

kotoran hewan dan di cuci menggunakan air yang terkontaminasi dengan

salmonella typhosa.

b. Finger (jari-jari), seseorang yang pernah menderita typoid akan menjadi

karier yang dapat menularkan typhoid ke orang lain melalui jari-jari

tangan.

c. Feses, feses dapat menularkan salmonelle typhosa ke orang lain melalui

fecal oral. Artinya penularan dari feses kemudian menular melalui mulut.

d. Fly atau lalat, dapat menjadi vector mekanisme penularan typhoid lalat

dapat menghinggapi feses yang mengandung salmonella dan

menghinggapi makanan/minuman yang terkontaminasi

e. Fomitus, muntahan dari penderita typhoid dapat menularkan salmonella

typhosa
3. Tanda dan Gejala

Menurut Suratun (2010), masa inkubasi berlangsung 7-21 hari. Masa awal

penyakit, tanda dan gejala penyakit berupa anorexia, sakit kepala, nyeri otot,

lidah kotor (putih di tengah)

a. Demam khas seperti pelana kuda demam biasanya mencapai 1-3 minggu,

sifat febris remitten dan suhu tidak seberapa tinggi.

b. Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada

awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam

tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala,

pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara

80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan

gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak

enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti.

Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada

penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau

tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan

terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut,

akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja

terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya

terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan

tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian

hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita

golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm,

berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada

bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat,
purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan

abdomen mengalami distensi.

c. Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, (. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus

menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan

penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif

nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan

peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan

peningkatan suhu tubuh.

Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya

terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat

sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering

yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.

Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.

Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika

berkomunikasi dan lain-lain.

d. Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir

minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila

keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai

turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan

perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.

Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat

dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot


bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Degenerasi

miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian

penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

e. Gangguan saluran cerna : mulut dan nafas berbau tidak sedap, bibir

kering, lidah tertutup selaput putih, ujung dan tepi kemerahan, anorexia,

mual, dan perasaan tidak enak perut

f. Gangguan kesadaran: kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen

g. Nyeri otot dan sakit kepala

h. Kelemahan Fisik

i. Epitaksis

j. Konstipasi

k. Bercak-bercak merah seperti roselae

l. Gejala yang terasa dapat berupa kelemahan badan (lesu)

4. Komplikasi

Menurut Deden Darmawan (2010), komplikasi dari thypoid abdominalis

dapat terjadi:

a) Pada usus halus, perdarahan usus yang dapat di ketahui lewat pemeriksaan

tinja. dapat terjadi melena disertai nyeri perut dengan renjatan

b) Perforasi usus, biasa terjadi di minggu ke 3 bagian distal ileum, perforasi

yang disertai peritonitis terjadi bila ada udara di rongga peritoneum

dengan tanda pekak hati hilang

c) Peritonitis : gejala akut abdomen yang di sertai nyeri hebat di bagian

perut, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan

d) Diluar usus komplikasi dapat terjadi seperti kolesistitis, enselopati,

meningitis, miokarditis, hepatitis, osteomilitis


5. Penatalaksanaan medis

Penatalaksaanaan medis menurut Suratun (2010)

a. Bed rest untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan

+ 7-14 hari yaitu mobilisasi bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien. Menurut Sudoyo (2009), penatalaksanaan untuk pasien thypoid

adalah tingkatkan hygiene perseorangan, tirah baring dengan perawatan

sepenuhnya di tempat tidur seperti makan, minum, mandi, buang air kecil

dan buang air besar akan membantu proses penyembuhan.kebersihan

tempat tidur, pakaian, peralatan yang dipakai oleh pasien, ubah posisi

minimal 2 jam untuk menurunkan decubitus dan pneumonia hipostatik.

b. Diet dan terapi penunjang

Diet yang di anjurkan untuk pederita thypoid adalah diit lunak, tinggi

protein, cukup cairan serta rendah serat. Pemberian bubur saring tersebut

ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau

perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan

pada dini yaitu nasi lunak dengan lauk pauk rendah serat dapat diberikan

dengan aman pada pasien thypoid (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan ada

pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.

1) Makanan Rendah Serat

Salah satu pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh

penderita thypoid adalah jenis makanan yang mengandung kadar serat

tinggi. Makanan rendah serat adalah salah satu menu diet yang

dianjurkan untuk penderita thypoid seperti jenis buah dan sayur:


a) Kacang Panjang

b) Buncis Muda

c) Labu Ssiam

d) Pisang

e) Alpukat

f) Wortel

2) Makanan yang Lunak

Para penderita tifus hendak mengkonsumsi makanan dengan kadar serat

yang rendah, sehingga mereka membutuhkan jenis makanan yang lunak

dan mudah dicerna, namun tetap memiliki nutrisi yang tinggi bagi

penderita tifus.

Contoh makanan-makanan tersebut antara kain :

a) Bubur

Bubur yang dimasak menggunakan kaldu ayam memiliki sumber

karbohidrat dan protein yang cukup bagi penderita tifus. Selain itu,

bubur juga mudah dimakan dan dicerna karena sifatnya yang lembek

dan cenderung encer.

b) Nasi Tim Ayam

Pilihan lainnya adalah nasi tim ayam. Makanan ini memiliki tekstur

nasi yang lebih lembek daripada nasi putih biasa dan memiliki

kandungan protein yang terkandung pada daging ayam tersebut.

Makanan ini akan sangat membantu memenuhi kebutuhan

karbohidrat dan protein dari pasien penderita tifus.


c) Kentang Tumbuk

Kentang tumbuk atau bisa juga kentang rebus dapat menjadi

alternatif bagi penderita tifus dan juga makanan bagi penderita

diabetes. Dengan teksturnya yang lembek dan mudah dicerna, serta

kandungan nutrisinya yang baik, maka penderita tifus bisa mencoba

untuk mengkonsumsi makanan ini.

d) Puding

Puding memiliki tekstur yang lembut, serta mudah dicerna. Selain itu

puding juga terdiri dari beberapa bahan-bahan yang sangat baik untuk

tubuh. Kandungan gula pada puding, juga bisa menjadi sumber

tenaga bagi pasien tifus.

e) Biskuit

Selain kandungan karbohidrat yang tinggi per kepingnya, ini terlalu

sehingga membuat dapat menjadi pilihan bagi yang sedang menderita

tifus.

f) Pisang

Pisang memiliki kadar nutrisi yang sangat baik bagi tubuh. Selain itu

teksturnya yang lunak juga dapat memudahkan penderita tifus dalam

mencerna yang juga cocok untuk makanan untuk anak diare.

g) Alpukat

Sama seperti buah pisang, alpukat juga sangat berguna dan

bermanfaat bagi penderita tifus. Teksturnya yang lembut, serta

kandungan vitamin di dalamnya akan membantu memenuhi

kebutuhan energinya.
3. Makanan Tinggi Protein

Makanan tinggi protein berguna untuk memperoleh tenaga dan

stamina, selain harus mendapatkan asupan karbohidrat karena para

penderita tifus juga harus mendapatkan asupan protein yang cukup.

Asupan protein ini diperoleh dari berbagai macam sumber protein

yang ada, seperti protein hewani dan protein nabati. Protein ini

bermanfaat dan berguna sebagai sumber tenaga pada penderita tifus

tersebut. Berikut ini beberapa sumber protein yang baik bagi penderita

tifus :

a) Daging ayam rebus

Daging ayam merupakan salah satu sumber protein yang tinggi.

Apabila digabungkan dengan jenis makanan lain, maka dapat

memenuhi kebutuhan nutrisi karbohidrat dan protein yang cukup

bagi penderita tifus. Bagian dada ayam juga sering

dijadikan makanan rendah kalori yang baik untuk dikonsumsi.

b) Hati ayam

Hati ayam, selain lunak dan mudah dicerna juga memiliki

kandungan protein yang tinggi dan cukup untuk memenuhi

kebutuhan protein pasien penderita tifus.

c) Ikan rebus

Ikan rebus atau ikan yang di tim akan sangat nikmat untuk

dikonsumsi. Selain itu, ikan juga memiliki kandungan protein

hewani yang baik untuk pemenuhan kebutuhan energi dan juga


jenisikan salmon banyak dikonsumsi sebagai makanan penambah

berat badan.

d) Kacang kedelai

Seperti diketahui, kacang kedelai memiliki kandungan protein

nabati yang tinggi dan baik untuk tubuh. Kacang kedelai rebus, bisa

dikonsumsi sebagai tambahan protein bagi penderita tifus.

e) Tahu

Sebagai bahan olahan dari kacang kedelai, sudah tentu tahu

memiliki kandungan protein yang tinggi dan baik bagi penderita

tifus. Selain itu, tahu memiliki tekstur yang sangat lembut, yang

akan membuat penderita tifus mudah mencernanya.

f) Margarin

Margarin memiliki sedikit kandungan protein dan lemak. Lemak ini

juga dibutuhkan oleh tubuh penderita tifus untuk menambah energi

tubuh. Namun, perlu diperhatikan agar penggunaannya tidak

berlebihan.

6. Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang

sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin

yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan.


Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu:

1) Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna, vaksin ini tersedia dalam kapsul

yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.

Vaksin ini kontra indikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,

sedang mengkonsumsi antibiotic. Lama proteksi 5 tahun.

2) Vaksin parenteral sel utuh: Typa Bio Farma dikenal 2 jenis vaksin

yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in

activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6-12

tahun 0,25 ml dan anak 1-5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis

dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala,

lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,

hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.

3) Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin

diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.

Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam

dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak

mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita

karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid

sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, mengkonsumsi

makanan sehat sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat

terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid

yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca

penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.


Perawat dapat berperan memberikan pendidikan kesehatan

untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya

cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene

makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat

dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal

pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan

perbaikan sanitasi lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai