Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Demensia adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi
mentalintelektual (kognitif) yang progresif. Demensia dapat disebabkan
oleh penyakit organik difusi pada hemisfer serebri (demensia subkortikal
– missal penyakit Alzheimer) atau kelainan struktur subkortikal (demensia
subkortikal, misalnya penyakit Parkinson dan Huntington) (Elvira, Sylvia
D, et al. 2010).
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual disbanding
sebelumnya yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan
profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian, biasanya
ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium
maupun gangguan psikiatri mayor (Ong dkk, 2015).
Menurut (Brocklehurst & Allen, 1987) dalam Darmojo (2009, hlm
206), demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya
fungsi intelektual dan ingatan atau memori sedemikian berat, sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
2. Klasifikasi
Demensia terbagi atas 2 dimensi:
a. Menurut umur, terbagi atas:
1) Demensia senilis, onset > 65 tahun
2) Demensia presenilis, onset < 65 tahun
b. Menurut level kortikal:
1) Demensia kortikal
2) Demensia subkortikal
Klasifikasi lain berdasarkan korelasi gejala klinik dengan
patologianatomisnya:
a. Anterior : Frontal premotor cortex

1
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
b. Posterior: lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif
baik.
c. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
d. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
Subtipe Demensia (Ong dkk, 2015)
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer masih merupakan penyakit
neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%). Karakteristik
klinis berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi
kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap
akhir penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam
aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori episodic
mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama
lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih
muda. Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian
besar kasus (90%) walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan
biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit β-
amiloid40 dan βamiloid42) serta neurofibrilary tangle
(hyperphosphorylated protein tau). Saat ini terdapat kecenderungan
melibatkan pemeriksaan biomarka pencitraan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) struktural dan fungsional serta pemeriksaan cairan
otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis
(Ong dkk, 2015).
b. Demensia Vaskuler
Vascular Cognitive Impairment (VCI) merupakan terminology
yang memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi
ringan sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko
vaskuler (Ong dkk, 2015). Demensia vaskuler adalah penyakit
heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark

2
tunggal, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke
perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia
tipe campuran (penyakit Alzheimer dan stroke/lesi vaskuler). Faktor
risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian
aterosklerosis dan VaD. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu
terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya
VaD. Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical
Infarcts and Leucoensefalopathy (CADASIL), adalah bentuk small
vessel disease usia dini dengan lesi iskemik luas pada white matter
dan stroke lakuner yang bersifat herediter (Ong dkk, 2015).
c. Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus autopsy demensia menemui
kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia
dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan
terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism.
Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan
sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi, dan atau halusinasi
modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih dengan
temuan patologi antara DLB dengan penyakit Alzheimer. Namun
secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan
fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori
verbalnya relative baik jika dibanding penyakit Alzheimer yang
terutama mengenai memori verbal (Ong dkk, 2015).
Demensia Penyakit Parkinson/Parkinson Disease Dementia
(PDD) adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan.
Prevalensi demensia pada penyakit Parkinson 23-32% enam kali lipat
dibanding populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan
antara DLB dan PDD. Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism
harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada PDD gangguan fungsi

3
motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-15 tahun) (Ong
dkk, 2015).
d. Demensia Frontotemporal
Demensia Frontotemporal/Frontotemporal Dementia (FTD)
adalah jenis tersering dari Demensia Lobus Frontotemporal/
Frontotemporal Lobar Dementia (FTLD). Terjadi pada usia muda
(early onset dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata
usia adalah 52,8–56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan
progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat
penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun
pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, stereotipi atau perilaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa
gangguan memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi
(Ong dkk, 2015).
Pada pemeriksaan Computed Tomography (CT) atau MRI
ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan
hipoperfusi frontal atau hipometabolisme pada Single-photon
Emmision Tomography (SPECT) atau Positron Emission
Tomography (PET). Dua jenis FTLD lain yaitu Demensia Semantik
dan Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana gambaran
disfungsi bahasa adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya.
Kejadian FTD dan Demensia Semantik masing-masing adalah 40%
dan kejadian PNFA sebanyak 20% dari total FTLD (Ong dkk, 2015).
e. Demensia Tipe Campuran
Koeksistensi patologi vaskular pada penyakit Alzheimer sering
terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28% orang dengan penyakit Alzheimer
dari klinik demensia yang diautopsi. Pada umumnya pasien demensia
tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih
sering. Patologi penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang

4
dengan penyakit Alzheimer dan 50% orang dengan DLB memiliki
patologi penyakit Alzheimer (Ong dkk, 2015).
3. Anatomi dan fisiologi
a. Susunan Saraf Manusia
1) Susunan Saraf Pusat
a) Otak
 Otak besar atau serebum (cerebrum)
 Otak kecil atau serebelum (cerebellum)
 Batang otak (brainstem)
b) Sumsum tulang belakang (medula sepinalis)
2) Susunan saraf perifer
a) Susunan saraf somatik
b) Susunan saraf otonom
 Susunan saraf simpatis
 Susunan saraf parasimpatis
b. Selaput otak (meninges)
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang
yang berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi serebrospinalis (cerebrospinal),
serta memmperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum
tulang belakang. Selaput otak (meninges) terdiri atas 3 lapisan.
1) Durameter
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput
(periost) tulang tengkorak dan durameter propia bagian dalam.
Pada tempat tertentu durameter mengandung rongga yang
mengalirkan darah dari vena otak, rongga ini dinamakan sinus
vena. Diafragma sellae adalah lipatan berupa cincin dalam
durameter yang menutupi sela tursika yaitu sebuah lekukan pada
tulang sfenoid yang berisi kelenjar hipofisis.

5
2) Arakhnoidea (Arachnoidea)
Selaput tipis yang membentuk balon yang berisi cairan otak
yang meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medula
spinalis. Arakhnoidea berada dalam balon yang berisi cairan.
Kantong arakhnoid ke bawah berakhir di bagian sarkum,
sedangkan medula spinalis berhenti setinggi lumbal I-II. Dibawah
lumbal II, kantong berisi cairan hanya terdapat saraf-saraf perifer
yang keluar dari medula spinalis karena pada bagian ini tidak ada
medula spinalis. Bagian ini dapat dimanfaatkan untuk
pengambilan cairan otak yang disebut lumbal pungsi.
Ruang subarakhnoid pada bagian bawah serebelum
merupakan ruangan yang agak besar disebut sisterna magna
(cisterna magna), karena besarnya sisterna magna maka dapat
dimasukkan jarum ke dalam melalui foramen magnum untuk
mengambil cairan otak, tindakan ini disebut pungsi sub oksipitalis
(suboccipital puncture).
3) Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui
struktur jaringa ikat yang disebut trabekhel. Tepi flak serebri
membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior
yang mengeluarkan dari flak serebr tentorium memisahkan
serebrum dengan serebelum.
c. Sistem Ventrikel
Terdiri atas beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu
sama lain. Fleksus koroid mengalirkan cairan serebrospinalis kedalam
rongga tersebut. Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh
darah kapiler otak tepi. Pada bagian piameter fleksus koroid
membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan cairan serebrospinalis.
Cairan ini bersifat alkali dan berwarna bening mirip plasma.

6
d. Sirkulasi Cairan Serebrospinalis
Cairan ini disalurkan oleh fleksus koroid kedalam ventrikel
yang ada dalam otak kemudian masuk kedalam kanalis sumsum
tulang belakang, lalu keruang subarakhnoid melalui ventrikularis
setelah melintasi seluruh ruangan otak dan sumsum tulang belakang,
akan kembali ke sirkulasi melalui granulasi arakhnoid pada sinus
sagitalis superior.
Perjalanan cairan serebrospinalis. Setelah meninggalkan
ventrikel lateralis I dan II, cairan otak dan sumsum tulang belakang
akan menuju ventrikel III melalui foramen monro, masuk ke ventrikel
IV melalui akuaduktus sylvius kemudian cairan dialirkan kebagian
medial foramen magendie selanjutnya ke sisterna magna. Cairan
tersebut akan membasahi bagian-bagian dari otak dan akan diabsorbsi
oleh vili-vili yang terdapat arakhnoid. Jumlah cairan ini tidak tetap,
berkisar antara 80-200 cc dan mempunyai sifat alkalis. Komposisi
cairan serebrospinalis terdiri atas air, protein, glukosa, garam-garam,
sedikit limfosit, dan karbondioksida. Beberapa fungsi cairan
serebrospinalis adalah sebagai berikut:
1) Memberikan kelembaban otak dan medula spinalis.
2) Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.
3) Melicinkan alat-alat medula spinalis dalam otak.

7
Gambar 1.1 Sirkulasi serebrospinal.
Sumber: http://marsh86.blogspot.co.id/2011/03/normal-pressure-
hydrosefalus-nph.html

e. Otak
Suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput
otak dan tulang tengkorak yang kuat yaitu terletak dalam kavum
kranii. Berat otak orang dewasa kir-kira 1400 gram. Jaringan otak
dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh
tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi
menunjang otak yang lembek dan halus dan sebagai penyerap
goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala. Otak terdiri atas
otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau serebelum
(cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri).
1) Otak Besar (Serebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer
kanan yang dihubungkan oleh massa substansi alba (subtantia

8
alba)yang disebut korpus kalosum (corpus callosum). Tiap-tiap
hemisfer meluas dari os frontal sampai ke os oksipital. Di atas
fossa kranii anterior, media, dan posterior hemisfer dipisahkan
oleh celah yang besar disebut fisura longitudinalis serebri.
Serebrum (telencepalon) terdiri atas: korteks serebri, basal
ganglia (korpora striate) dan sistem limbik (rhinencephalon).
2) Korteks Serebri
Lapisan permukaaan hemisfer disusun oleh substansi grisea
(subtantia grisea). Korteks serebri yang berlipat-lipat disebut
girus, sedangkan celah diantara dua lekuk disebut sulkus (fisura).
Pada tahun 1909, brodmann seorang neuropsikiater bangsa
jerman membagi korteks serebri menjadi 47 area berdasarkan
struktur selular. Lapisan korteks terdiri atas bagian-bagian berikut
ini.
 Lamina molekularis: mengandung sedikit sel, berjalan secara
horizontal dengan percabagan akhir dendrit dari lapisan lebih
dalam yang terdapat pada permukaan korteks.
 Lamina granularis eksterna: lapisan yang mengandung sel
neuron berbentuk segitiga yang jumlahnya memadati lapisan
ini.
 Lamina piramidalis: lapisan ini mengandung sel berbentuk
piramid, di antara sel piramid terdapat sel-sel granular
dengan akson yang berjalan naik ke arah lapisan superfisial.
 Lamina granularis interna: terdiri atas sel neuron berbentuk
bintang berukuran kecil dengan akson pendek yang mencapai
lapisan superfisial.
 Lamina ganglionaris: sel neuron granular sel neuron yang
naik mencapai lamina molekularis akson dari sel ini
memasuki substansi alba.
 Lamiana multiformis: sel-selnya berbentuk kumparan
dengan sumbu panjang tegak lurus terhadap permukaan

9
korteks. Aksonnya mencapai substansi alba sebagai serat
proyeksi aferen dan asosiasi.
Bagian-bagian dari korteks menurut brodmann.
 Lobus frontalis
- Area 4: area motorik primer. Sebagian besar girus
presentralis dan bagian anterior lobus parasentralis.
- Area 6: bagian sirkuit traktus piramidalis (area
premotorik) berfungsi mengatur gerakan motorik dan
premotorik.
- Area 8: gerak mata dan perubahan pupil.
- Area 9,10,11, dan 12: area asosiasi frontalis
Terletak di depan serebrum, bagian belakang dibatasi
oleh sulkus sentralis Rolandi, bagian lateral terbagi dalam
girus frontalis superior, girus frontalis media, dan girus
frontalis inferior. Pada bagian basal lobus frontalis terdapat
girus orbitalis sebelahlateral dan girus rektus sebelah medial.
 Lobus parietalis
- Area 3,1, dan 2: area sensorik primer (area post sentral).
Meliputi girus sentralis dan meluas ke arah anterior
sampai mencapai dasar sulkus sentralis.
- Area 5 dan 7: area asosiasi somatosensorik. Meliputi
sebagian permukaan medial hemisfer serebri.
Permukaan bagian atas dan lateral terdiri atas girus
parietal posterior, girus parietal superior, girus supra
marginalis, girus angularis, dan bagian medial lobus
parasentralis.
 Lobus oksipitalis
- Area 17: korteks visual primer. Permukaan medial lobus
oksipitalis sepanjang bibir superior dan inferior sulkus
kalkanius.

10
- Area 18 dan 19: area asosiasi visual. Sejajar dengan
area17 meluas sampai meliputi permukaan lateral lobus
oksipitalis.
Bagian lateral terdiri atas girus oksipitalis lateralis
bagian medial dan girus lingualis bagia basal, di antara
kuneus (cuneus) dan girus linugalis terdapat fisura kalkarina
(fisura calcarina).
 Lobus temporalis
- Area 41: korteks auditorik primer. Meliputi girus
tomporalis superior meluas sampai permukaaan lateral
girus temporalis.
- Area 42: area asosiasi auditorik. Area korteks sedikit
meluas sampai permukaan girus temporalis superior.
- Area 38, 40, 20, 21, dan 22: area asosiasi.
Permukaan lateral dibagi menjadi girus tomperalis
superior, girus temporalis media, dan girus temporalis
inferior. Pada bagian basal terdapat girus fusiformis.

Gambar:1.3 Sistem libik


Sumber: http://www.edinshare.co.vu/2011/12/sistem-limbik.html

11
 Fungsi Korteks Serbri
- Korteks motorik primer (area 4,6, dan 8)
Mengontrol gerakan volunter otot dan tulang pada sisi
tubuh kontra lateral. Impulsnya berjalan melalui akson-
akson dalam traktus kortiko bulber dan kortiko spinal
menuju nuklei saraf serebrospinal.
Lesi area 4, akan mengakibatkan paralis kontrak=lateral
dari kumpuan otot yang dipersarafi.
Area 6 dan 8, pada perangsangan akan timbul gerakan
mata dan kepala.
- Korteks sensorik primer (area 3,4, dan 5)
Merupakan penerima sensasi umum (area somesthesia)
dan penerimaan serabut saraf radiasi talamikus yang
membawa impuls sensori dari kulit, otot sendi, dan
tendon di sisi kontralateral.
- Korteks visual (penglihatan;area 17)
Terletak di lobus oksipital pada fisura kalkarina. Apabila
terjadi lesi iritatid akan menimbulkan halusinasi visual,
sedangkan lesi dektruktif akan menimbulkan gangguan
lapang pandang.
- Korteks audiotorik (pendengaran; primer area 41)
Terletak pada transverse temporal gyrus di dasar fisura
lateralis serebri. Korteks ini menerima impuls radio
audiotorik yang berasal dari korpus genikulatum
medialis (corpus geniculatum mediale). Apabila terjadi
lesi pada area ini akan menimbulkan kehilangan
pendengaran ringan kecualai bila lesinya terjadi
bilateral.
- Area penghidu (Olfactory Reseptive Area)
Terletak di uncus dan daerah yang berdekatan dengan
girus parahipokampus lobus temporalis. Kerusakan pada

12
jalur olfaktorius akan menimbulkan anosmia (tidak
mampu menghidu). Apabila terjadi lesi iritasi akan
menimbulkan halusinasi olfaktorius (uncinate fits).
- Area Asosiasi
Korteks yang mempunyai hubngan dengan area sensorik
maupun motorik, dihubungkan oleh serabut asosiasi.
Pada manusia penting untuk aktifitas mental yang tinggi,
sperti bicara, menuliskan kata-kata, dan sebagainya.
Pada manusia terdapat 3 daerah asosiasi yang penting
yaitu: 1) daerah frontal (di depan korteks motorik), 2)
daerah temporal (antara girus temporalis superior dan
korteks limbik), dan 3) daerah pariotooksipitalis (antara
korteks somastetik dan korteks visual)
- Korpus kallosum (corpus callosum)
Pemotongan total korpus kallosum pada manusia
menimbulkan:
 Tidak dapat memasangkan obyek pada satu tangan
dengan pasangan tangan yang lain,
 Tidak dapat mencocokan obyek yang terlihat lapang
pada salah satu mata dengan obyek yang sama tetap
terlihat oleh lapang pandang mata yang lainnya,
 Tidak dapat melakukan aktivitas dengan ekstremitas kiri
 Apraxia yaitu ketidak mampuan menjalankan perintah
untuk melakukan gerakan terampil, tetapi bukan
disebabkan oleh paralisis, ataxia, dari gangguan sensorik
ataupun tidak mengerti.
f. Basal Ganglia
Terdiri atas beberapa kumpulan subtansi griesea padat yang
terbentuk dalam hubungan yang erat dengan dasar ventrikulus
lateralis. Ganglia basalis merupakan nuklei subkortikalis yang berasal

13
dari telensefalon. Pada otak manusi, ganglia basalis terdiri atas
beberapa elemen saraf sebagai berikut.
1) Nukleus kaudatus dan putamen. Nukleus kaudatus sering disebut
korpus striatum, sedangkan putamen dan globus palidus disebut
nukleus lentikularis/lentiformis.
2) Korpus strriatum: merupakan suatu kumpulan substansi grisea di
sebelah anterior kaput nuklei kaudatus berhubungan dengan
nukleus lentiformis. Fungsi korpus striatum adalah pengendalian
gerakan-gerakan tertentu dan tonus otot.
3) Nukleus lentiformis: merupakan lapisan substansi yang tipis di
antara korteks dan permukaan lateral putamen.
4) Globus pallidus. Terdiri atas dua bagian yaitu globus palidus
medialis dan globus palidus lateralis. Globus palidus terletak di
sebelah lateral kapsula interna dan dikenal sebagai paleostriatum.
5) Korpus amigdaloindeum (corpus amygdaloideum). Dikenal
sebagai arkhistriatum, terletak disebelah dalam lobus temporalis
dan mempunyai hubungan olfaktorik, hipotalamus, dan fungsi-
fungsi viseral.
Hubungan aferen: langsung melalui serat traktus olfaktoris
lateralis untuk mencapai bagian anterior, kelompok nuklei pars
kortiko medialis, dan tidak langsung melalui unkus untuk
mencapai kelompok nuklei pars basolateralis.
Hubungan eferen: stria terminalis berjalan melengkung
sepanjang tepi medial nukleus kaudatus berakhir dalam nukleus
hipotalamus ventromedialis dan fibrae amygdalo. Beberapa serat
ini mencapai nukleus medialis dorsalus talami, girus
paraterminalis, dan girus cinguli.
Kerusakan pada ganglia basalis pada manusia menimbulkan
gangguan fungsi motorik.
1) Hiperkinetik: terjadinya gerakan-gerakan abnormal yang
berlebihan (Parkinson)

14
2) Hipokinetik: berkurangnya gerakan misalnya kekakuan
3) Sistem Limbik (Rhinencephalon)
Merupakan bagian otak yang terdiri atas jaringan
allokorteks yang melingkar di sekeliling hilum hemisfer serebri
serta sebagai struktur lain yang lebih dalam yaitu amigdala,
hipokampus, dan nuklei septal. Sistem limbik (rhinencephalon)
berperan dalam perilaku seksual, emosi, takut, dan marah, serta
motivasi. Sistim limbik menimbulkan efek otonom terutama
tekanan darah dan pernafasan, di duga efek otonom ini
merupakan bagian dari fenomena kompleks seperti respons,
emosi, dan perilaku.
Fungsi sistem limbik:
1) Perilaku makan,
2) Bersama dengan talamus mempengaruhi perilaku seksual, emosi
(marah dan takut). Serta motivasi
3) Perubahan tekanan darah dan pernafasan merupakan bagian dari
fenomena kompleks terutama respoonsemosi dan prilaku,
4) Hyperfagia dan comnifagia.

Gambar 1.2 Daerah dan area otak.

15
Sumber: https://febrilisaumi.wordpress.com/bagian-bagian-otak/
g. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian sisem saraf pusat yang
mengambarkan perubahan terkahir pada perkembangan embrio.
Semula ruuangannya besar kemudian mengecil menjadi kanalis
sentralis. Medula spinalis terdiri atas dua belahan yang sama
dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan
didukung oleh jaringan interstisial.
Medula sepinalis membentang dari foramen magnum sampai
tertinggi vetebra lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing
menyerupai kerucut yang disebut konus medularis, terletak di dalam
kanalis vetebralis sebagai benang-benang (filum terminale) dan
akhirnya melekat pada vertebra koksigialis pertama. Kira-kira
setinggi vertebra servikalis III sampai vertebra torakalis II, medula
spinalis menebal ke samping, penebalan ini dinamakan intumensensia
servikalis.
Fungsi medula spinalis adalah sebagai berikut:
1) Meddula spinalis sebagai pusat saraf mengintegrasikan sinyal
sensoris yang datang dan mengaktifkan respon motorik secara
langsung tanpa campur tangan otak. Fungsi ini terlihat pada kerja
refleks spinal untuk melindungi tubuh dari bahaya dan menjaga
pemeiharaan tubuh.
2) Sebagai pusat perantara antara susunan saraf tepi dan otak
(susunan saraf pusat). Semua komando motorik volunter dari otak
dikomunikasikan terlebih dahulu pada pusat motorik spinal lalu
kemudian ke otot-otot tubuh. Pusaat motorik spinal akan
memproses sinyal sebagai mana mestinya sebelum mengirimkan
ke otot.

16
Gambar 1.5 Anatomi spinal cord
Sumber: http://www.profelis.org/vorlesungen/neuroanatomy_3.html

h. Nervus Kranial (Saraf Otak)


1) Nervus olfaktorius (N.1)
Merupakan jalur sentral sel saraf olfaktorius dalam membran
mukosa bagian atas rongga hidung di atas konka nasalis superior.
Saraf - saraf ini sebagai saraf penghidu (penciuman) yang
membawa rangsangan bau - bauan abdari rongga hidung ke otak
dan bersifat motorik. Saraf ini keluar dari lubang yang ada dalam
tulang tipis menuju rongga hidung, selanjutnya menuju sel - sel
pengindra. Apabila terdapat gangguan pada nervus olfaktorius
akan terjadi pengurangan kemampuan menghidu dan di sebut
hiposmi atau anosmi. pemeriksaan daya penciuman dilakukan
dengan menghidu bermacam - macam bau - bauan di tiap sisi
hidung.
2) Nervus optikus (N.II)
Nervus ini meninggalkan orbita melalui kanalis optikus
bersama arteri optika masuk ke dalam kranium. Di dalam orbita
saraf ini di kelilingi oleh duramater, arakhnoid, dan piamater yang

17
menyertakan perluasan kavum arakhnoid. Serabut saraf yang
berasal dari belahan nasal retina menyebrang ke kontra lateral
sedangkan serabut saraf dari belahan temporal retina tetap pada
sisi yang sama. Permukaan atas khiasma optikum berjalan ke
belakang mengiritasi sisi lateral otak tengah sampai ke korpus
genikulatum lateral, sifatnya sensoris dalam mempersarafi bola
mata untuk membawa rangsangan penglihatan ke otak.
Serabut saraf yang terletak sebelah sisi saluran optik yang
datang dari sebelah kanan retina terdapat di dalam optik kiri dan
kanan. Serabut saraf tersebut berfungsi sebagai refleks pupil dan
refleks mata yang melampaui korpus genikulatum lateral.
3) Nervus okulomotorius (III)
Mempersarafi otot orbita kecuali muskullus obligues
superior dan muskulus rektus lateralis. Selain itu nervus ini juga
mempersarafi muskulus spinkter pupilae dan muskulus siliaris
melalui serabut - serabut para simpatis. Nervus okulomotorius
muncul dari aspek anterior otak tengah bagian medial dari
pedunkulus serebri menembus arakhnoidea dan duramater
berjalan ke depan pada dinding lateral sinus kavernosus lalu
bercabang menjadi ramus superior dan ramus inferior yang masuk
ke orbita melalui fisura orbita superior. Sifatnya motorik otot
peggerak bola mata, di dalam saraf terkandung serabut - serabut
saraf otonom para simpatis.
Saraf penggerak mata kekluar dari sebelah tangkai otak
menuju ke lekuk mata dan persarafan otot yang mengangkat
kelopak mata dan perarafan otot yang mengangkat kelopak mata
atas, selai dari otot miring atas mata dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus troklearis (N.IV)
Merupakan saraf kranial yang paling halus dan mempersarafi
muskulus obligues superior otak tengah tepat di bawah kolikus
inferior kemudian melengkung ke depan mengitari sisi lateral

18
pendukulus serebri. Setelah menembus arakhnoid dan duramater,
lalu berjalan ke depan. Pada dinding lateral sinus kovernosus
terletak sedikit di bawah nervus okulomotorius. Sifatnya motorik,
mempersarafi otot - otot orbita. Memutar mata yang pusatnya
terletak di belakang pusat saraf penggerak mata. Saraf ini masuk
ke dalam lekuk mata menuju orbitta miring ke atas lekuk mata.
5) Nervus trigeminus (N.V)
Nervus trigeminum muncul dari permukaan anterior pons
varolii sebagai rediks sensorik kecil yang terletak medial terhadap
radiks sesorik. Saraf ini berjalan ke depan, keluar dari fossa kranii
posterior di bawah sinus petrosus superior yang berasal dari
lapisan meningeal duramater. Setelah sampai di lekuk apeks pars
petrous ossis temporalis dalam fosa krani media, radiks sensorik
mengembang dan membentuk ganglion trigeminus yang terletak
dalam kantong duramater di sebut kavum trigeminus. Radiks
motorik nervus ini terletak di bawah ganglion sensorik. Saraf ini
bersifat majemuk (sensorik dan motorik) dan mempunya tiga
cabang.

a) Nervus optikus
Bersifat sensorik dan merupakan devisi yang paling kecil
menembus duramater berjalan ke depan pada dinding lateral
sinus kavernosus di bawah nervus maksilaris okulomotorius
dan nervus troklearis, nervus ini bercabang tiga yaitu nervus
lakrimalis, nervus frontalis, dan nervus nasosilaris, lalu masuk
ke orbita melalui fisura orbita superior. Nervus ini
mempersarafi kulit kepala bagian depan, kelopak mata atas,
selaput lendir kelopak mata, dan ola mata.
b) Nervus maksilaris
Berjalan di bawah nervus optalmikus dalam duramater bersifat
sensoris murni berjalan ke depan sepanjang bagian bawah
dinding lateral sinus kavernosus, lalu meninggalkan kranium

19
lewat foramen rotundum masuk ke fossa palatina pterigoid,
nervus ini mempersarafi gigi atas, bibir atas, palatum,batang
hidung, dan maksilaris.
c) Nervus mandibularis
Merupakan bagian terbesar dari nervus trigeminus. Radiks
sensorik yang besar keluar dari pars lateralisi ganglion
trigeminus menembus duramater langsung ke luar melalui
voramen ovale. Radiks motorik yang kecil berjalan di bawah
ganglion selanjutnya keluar melalui foramen ovale, lalu
bergabung dengan radiks sesorik. Perjalanan nervus
madibularis dalam fossa temporalis, serabut motorik
mempersarafi otot pengunyah, sedangkan serabut sensoris
mempersarafi gigi bawah, kulit bawah temporalis, dan dagu.
Serabut saraf dalam rongga mulut dapat membawa rangsangan
cita rasa. Fungsi nervus mandibularis sebagai saraf kembar
tiga merupakan saraf otak terbesar mempunyai 2 buah akar
besar yang mengandung saraf penggerak di ujung tulang
karang yang mengandung saraf perasa membentuk saraf
ganglion (simpul saraf) yang meninggalkan rongga tengkorak.
6) Nervus abdusen (N.VI)
Merupakan saraf motorik yang mempersarafi muskulus
rektus lateralis bola mata yang muncul dari permukaan anterior
otak. Di dalam alur antara tepi bawah pons verolii dan medula
oblongata pertama terletak dalam fossa krani posterior kemudian
menembus duramater, lateral terhadap dorsum sellae membelok
tajam ke depan melintasi tepi atas pars petrosa ossis temporalis.
Setelah ke sinus kavernosus, akan berjalan ke depan di bawah
lateral arteri karotis kemudian masuk ke orbita lewat fisura
orbitalis superior. Sebagai saraf penggoyang sisi mata, saraf ini
keluar di sebelah bawah jembatan pontis menembus selaput otak

20
sela tursika setelah sampai di lekuk mata menuju ke otot lurus sisi
mata.
7) Nervus fasialis (N.VII)
Memiliki satu radiks motorik dan satu radiks sensorik yaitu
nervus intermedius. Radiks motorik mempersarafi otot - otot
muka, kulit kepala dan aurikula, muskulus buksinator, muskulus
platisma, muskulus trapezius, muskulus stilohioideus, dan benter
posterior muskulus digastrik.
Radiks sensorik mengandung serabut pengecap 2 3 dari
anterior lidah dasar mulut dan palatum mole yaang menghantakan
serabut - serabut sekreto motorik pada simpatis untuk glandulal
sub mandibularis, sub lingualis, glandula maksilaris, dan kelenjar
dalam hidung, serta palatum.
Kedua radiks nervus fasialis muncul dari permukaan anterior
otak dalam alur di antara tepi bawah pons varolii dan medula
oblongata berjalan ke lateral dan di dalam fossa. Kranii posterior
bersama nervus auditorus menuju lubang meatus akustikus
internus. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke kanalis fasialis
berjalan ke lateral di atas labirintus vestibularis hingga mencapai
dinding kavum timpani. Fungsinya sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap. Saraf ini keluar di sebelah
beriringan dengan saraf pendengaran.
8) Nervus koklea vestibularis (N.VIII)
Terdiri atas dua perangkat saraf yaitu : koklearis (saraf
pendengar) dan vestibularis(saraf keseimbangan)
a) Nervus koklearis (saraf pendengar)
Rangsangan bunyi getaran udara dengan frekuensi bunyi yang
dapat di tangkap oleh telinga di salurkan ke dalam liang telinga
luar dan menggetarkan membran timpani. Getaran ini di
hantarkan melalui tulang pendengar di dalam ruang telinga
tengah (maleus, inkus, dan stapes) dan menggetarkan

21
endolimfe yang berada dalam labirinth kemudian getaran di
tangkap oleh organ korti.dalam indra pendengar ini, getaran
mekanisme diubah oleh nervus akustikus dan nervus koklearis
lalu di salurkan keluar di daerah pembatasan pons varolii dan
medula oblongata bagian dorsal.
Nuklei dan nervus koklearis bersatu dengan yang lain, dari
nuklei rangsangan bunyi di hantarkan pada kedua sisi melalui
saraf yang berjalan ke atas yang tergabung dalam lemnikus
lateralis dan berakhir di kolikus inferior kemudian ke korpus
genikulatum medial. Sebagian saraf yang ke korpus
genikulatum medial, rangsangan bunyi di hantarkan melalui
radiasio auditoris ke girus superior lobus temporalis sebagai
pusat pendengaran pada korteks. Apabila terjadi gangguan
pada koklearis akan menimbulkan ketulian perseptif.
b) Nervus vestibularis (saraf keseimbangan
Rangsangan gaya berat di tangkap oleh indra pengimbang
yaitu makula sakuli dan makula utrikuli yang terletak di dalam
labirin. Selain otot dan tulang, rangsangan gerak dan sikap
kepala juga di tangkap oleh krista yang terdapat dalam bagian
yang ,elebar dari kanalis semi sirkularis dalam labirin dari
makula
9) Nervus faringeus (N.IX)
Mempunyai empat komponen.

a) Komponen motorik : mempersarafi otot yang menggerakkan


stilo faringeus atau faring ke arah atas
b) Komponen sensorik : mengurus perasaan palatum molle,
epiglotis, dan dinding faring bagian atas
c) Komponen yang menghantarkan rasa pengecap sepertiga lidah
bagian belakang.
d) Komponen parasimpatis yang merangsang sekresi kelenjar
ludah glandula parotis.

22
Nukleus nervus glassofaringeus berjumlah tiga buah yaitu
nukleus motorik, nukleus sensorik, dan nukleus salivatorius.
Nukleus sensorik dan nukleus salivatorius inferior merupakan
nukleus parasimpatis. Komponen saraf yang menghantarkan rasa
kecap berakhir pada nukleus salivatorius. Nukleus nervus IX
berada dalam medula oblongata. Serat - seratnya berjalan ke arah
ventero lateral meninggalkan batang otak bersama nervus X lalu
keluar di rongga tengkorak melalui foramen jugularis.
Kerusakan pda nervus IX menimbulkan kelumpuhan
palatum molle sehingga suara menjadi sangau karena hubungan
rongga mulut dan rongga hidung tetap terbuka. Selain itu, juga
terjadi gangguan waktu menahan air sehingga sering masuk ke
hidung. Kerusakan juga menimbulkan gangguan sensoris bagian
belakang mulut dan gangguan rasa kecap di daerah belakang
lidah. Saraf ini membawa cita rasa ke otak dan di dalamnya
mengandung saraf otonom.
Sebagian saraf lidah dan tekak, dimana saraf ini melewati
lorong di antara tulang belakang dan tulang karang, terdapat dua
buah simpul saraf di sebelah atas yang di namakan ganglion
jugularis, sebelah bawah ganglion petrosum saraf berhubungan
dengan nervus fasialis dan nervus simpatis ranting XI untuk
faring dan tekak.
10) Nervus vagus (N.X)
Terdiri atas serabut saraf motorik dan sensorik yang
mempersarafi jantung dan sebagian besar traktus respiratorius.
Nervus vagus muncul dari permukaan anterior bagian atas medula
oblongata berupa 8 - 10 radiks kecil sepanjang alur antara oliva
dan pendikulus serebri inferior yang terletak di bawah nervus
glassofaringeus. Saraf ini berjalan ke lateral di bawah serebelum
dalam fossa kranial posterior dan keluar dari kranium melalui
bagian pusuat foramen yugolaris.

23
Nervus vagus mempunyai 3 komponen.

a) Komponen motorik yang mempersarafi otot faring dan otot


yang menggerakkan pita suara di dalam laring.
b) Komponen sensoris mengurus persyarafan bagian bawah
faring
c) Komponen terbesar yaitu saraf parasimpatis yang
mempersarafi sebagian besar alat dalam tubuh (paru - paru,
jantung, ginjal, pankreas, limpa, glandula renalis, lambung,
usus, dan kolon tranvesum).
Sebagai saraf perasa, saraf ini keluar dari sumsum
penyambung yang terdapat di bawah saraf lidah. Kerusakan
nervus vagus karena kelumpuhan saraf menelan atau otot faring,
suara menjadi serak karena kelumpuhan pita suara. Suara menjadi
sengau bila palatum molle lumpuh. Kerusakan traktus
kortikobularis bilateral dari nervus IX dan X bersifat sentral
sehingga menyebabkan gangguan menelan dan berbicara,
kerusakan piramidalis tonus refleks palatum molle faring dan
laring meninggi, keadaan ini disebut paralisis pseudobulbaris.
11) Nervus assesorius (N.XI)
Saraf motorik terdiri atas bagian - bagian berikut ini
a) Radiks kranial yang kecil tersebar melalui cabang - cabang
yaitu nervus fagus ke muskulus palatum molle,faring, dan
laring. Radiks kranial muncul dari permukaan anterior bagian
atas medula oblongata berupa lima radiks kecil sepanjang alur
di antara oliva dan pendikulus serebri inferior. Terletak di
bawah nervus vagus berjalan ke lateral sebelum dalam fossa
kranii, posterior bergabung dengan radiks spinalis.
b) Radiks spinalis yang besar mempersarafi muskulus
sternekleidomastoideus dan muskulus trapezius. Radiks
spinalis keluar dari sel saraf kolumna anterior. Serabut saraf ini
muncul pada permukaan lateral medula spinalis membentuk

24
trunkus berjalan ke sisi medula spinalis masuk ke kranium
melalui foramen magnum menikung ke lateral bersambung
dengan radiks kranialis. Setelah melewati foramen yugolaris
radiks kranalis terpisah dari radiks spinalis dan melekat pada
ganglion inferior nervus vagus. Serabut radiks kranalis di
sebarkann pada cabang rekurens faringeal dan laringeal nervus
vagus. Radis spinalis berjalan ke belakang dan ke samping
melintasi vena yugolaris interna mencapai bagian atas
muskulus sternokleidomostoideus.
Sebagai saraf tambahan nerus assesorius terbagi dalam
dua bagian yang berasal dari otak dan yang berasal dari
sumsum tulang belakang. Apabila saraf ini mengalami
kerusakan maka gerakan kepala dan bahu tak dapat dilakukan
akibat kelumpuhan otot muskulus sternokleidomastoideus dan
muskulus trapezius.
12) Nervus hipoglossus (N.XII)
Merupakan saraf motorik untuk otot lidah. Saraf ini muncul
dalam sejumlah radiks kecil pada permukaan anterior medula
oblongata dalam allur di antara piramis dan oliva. Radiks ini
berjalan ke lateral dalam fossa kranii posterior, lalu keluar dari
kranium melalui kanalis hipoglassus dari kanalis radiks
bergabung membentuk traktus.
Sebagai saraf lidah, saraf ini terdapat di dalam sumsum
penyambung dan bersatu melewati lubang yang terdapat dalam
sisi foramen oksipitalis. Saraf ini memberikan cabag pada otot
yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
Kerusakan pada nervus hipoglossus otot lidah pada sisi yang
sama akan mengalami kelumpuhan, posisi mulut tertarik pda
posisi yang sehat, saat lidah di julurkan akan membelok ke sisi
yang lumpuh, otot yang lumpuh mengalami atropi, dan bila di
raba terasa tonus otot melemas. Kerusakan pada daerah nukleus

25
akan terjadi perangsangan yang menyebabkan timbulnya gerakan
spontan setempat yang di sebut fasikulus. Kerusakan
kortikobularis yang mengatur nervus XII akan terjadi
kelumpuhan tonus otot lidah meninggi.
4. Etiologi

Tabel 2.1. Penyebab timbulnya pikun

Keracunan metabolisme Kelainan struktur jaringan


otak
- Kekurangan oksigen - Penyakit Alzheimer

- Kekurangan vitamin B12 - Penyakit amyothropic

- Keracunan kronis obat- lateral sclerosis trauma

obatan atau keracunan pada otak yang berat dan

alkohol akut

- Kekurangan vitamin B6 (asam - Perdarahan kronis pada

folat) bawah selaput otak


(chronic subdural
- Kalsium darah tinggi akibat
hematoma)
hormon kelenjar gondok
- Demensia pada bekas petinju
tinggi (hyper thyroidism) atau
sebaliknya, kalsium darah - Tumor jaringan otak

rendah akibat hormon - Kemunduran fungsi


kelenjar gondok rendah jaringan otak kecil
(hipotiroidism) (degenerasi serebellum)
- Kelemahan fungsi organ- - Peningkatan cairan selaput
organ seperti hati dan otak
ginjal (communicating
hydrocephalus)

- Penyakit Huntington (chorea)


(Sumber: Yatim. 2003, hlm 11)

26
Pengolonggan lain menurut Yatim (2003, hlm 10-16), penyebab pikun
adalah sebagai berikut:

1. Tumor
1) Tumor pada jaringan otak
2) Metastase tumor dari luar jaringan otak
2. Trauma
1) Perdarahan
2) Pengaruh setelah trauma
3. Infeksi kronis
1) Penyakit Siphilis
2) Penyakit Creutzfeld-Jacob (sapi gila)
3) Penyakit AIDS
4. Kelainan jantung dan pembuluh darah
1) Kematian jaringan disalah satu daerah jaringan otak (single
infarction).
2) Kematian jaringan otak di beberapa daerah
(multiple infarction).
3) Kematian jaringan otak yang luas (large infarction).
4) Kematian jaringan otak di daerah lekukan (lacunar infarction).
5. Kelainan congenital
1) Penyakit Huntington
2) Penyakit Metachromatic leukodystrophy (kelainan dari bagian
putih jaringan otak).
6. Penyakit psikiatri
Pseudodementia (terjadi demensia yang berat tetapi intelektual tetap
baik).
7. Kelainan faali
1) Epilepsi (ayan)
2) Penekanan dari cairan selaput otak (normal pressure
hydrocephalus).

27
8. Kelainan metabolik
1) Kekurangan vitamin
2) Kekurangan oksigen yang kronis (chronic anoxic state).
3) Kelainan hormon endokrin yang kronis
(chronic endocrinopathi).
9. Demensia karena kerusakan sel-sel otak (degenerative dementia)
1) Penyakit Alzheimer
2) Penyakit Pick
10. Demensia karena kerusakan sel-sel otak di daerah frontal dan temporal,
dan batang otak.
1) Penyakit Parkinson
Terjadi kelainan hipokinesia (kemampuan/gerakan otot
berkurang, gemetar (tremor) dan otot-otot kaku (rigidity).
2) Progressive supra nuclear palsy
Kelumpuhan otot akibat kerusakan sel otak di daerah kortek.
3) Penyakit Fahr
Pengendapan zat besi pada jaringan otak.
11. Penyakit Wilson
Disamping penyakit hati juga terjadi kerusakan jaringan otak
(hepatolen ticular degeneration).
1) Hilangnya bungkus saraf (demyelinating)
Penyakit multiple sclerosis, penyakit yang pada sumsum tulang
belakang dan otak terjadi bercak-bercak yang mengeras.
2) Obat-obatan dan racun
Alkohol, logam berat, keracunan CO2, obat-obat lain, radiasi dan
lain sebagainya.
5. Tanda dan Gejala
Pada umumnya, kita percaya bahwa daya ingat menurun seiring
dengan bertambahnya usia; oleh karena itu, demensia bisa saja tidak
dikenali dengan baik pada stadium awal penyakit. Gejala demensia
mencakup:

28
a. Kehilangan ingatan jangka pendek dan sering melupakan percakapan
atau janji, yang bisa memengaruhi aktivitas atau kemampuan kerja
sehari-hari
b. Kesulitan dalam melakukan tugas biasa sehari-hari
c. Masalah berbahasa, kesulitan berkomunikasi dengan orang lain
d. Penilaian yang buruk
e. Disorientasi waktu dan tempat. Bingung tentang waktu, tanggal atau
tempat
f. Masalah dengan pemikiran dan perhitungan
g. Perubahan suasana hati dan perilaku
h. Kehilangan inisiatif
i. Lupa tempat menaruh barang-barang
j. Perubahan kepribadian
6. Patofisiologi
Porsi tertentu dari suatu fungsi intelektual dikontrol oleh batasan
region dari cerebrum. Penurunan memori adalah gejala utama dari
demensia dan mungkin terjadi bersamaan dengan penyakit yang luas pada
beberapa bagian yang berbeda di cerebrum. Keutuhan bagian-bagian
tertentu dari diencephalon dan bagian inferomedial dari globus temporal
adalah dasar dari kuatnya suatu memori. Pada hal yang sama, penurunan
fungsi Bahasa diasosiasikan secara spesifik dengan penyakit yang
menyerang hemisfer cerebrum khsusunya bagian perisylvian dari frontal,
temporal dan globus parietal. Kemampuan dalam membaca dan
menghitung yang menurun atau bahkan menghilang dihubungkan dengan
lesi pada bagian posterior dari hemisfer serebral bagian kiri (dominan).
Kemampuan dalam menggunakan alat atau apraxia yang menurun
atau bahkan menghilang b17 pada diencephalon. Pada beberapa penyakit
seperti penyakit Alzheimer, proses utamanya yaitu degenerasi dan
kehilangan sel saraf pada area cortical dan globus medial temporal. Pada
penyakit pick dan demensia frontotemporal primer, atrophy terutama
terjadi pada bagian frontal, temporal atau bahkan keduanya, kadang-

29
kadang sedikit tidak simetris. Pada penyakit lain seperti Huntington
Chorea, degenerasi sel syaraf lebih dominan pada caudate nuclei,
putamens dan bagian lain pada ganglia basalis. Degenerasi thalamus secara
murni jarang dijumpai dan kemungkinan menjadi dasar dari terjadinya
demensia karena terdapatnya hubungan antara thalamus dengan cortex
serebral khususnya yang berkaitan dengan memori, bahkan ketika
penyakit tertentu mempengaruhi satu bagian dari cerebrum, area tambahan
juga sering ikut terlibat dan berkonstribusi terhadap terjadinya penurunan
mental.
Salah satu temuan penting pada penyakit Alzheimer yaitu terjadinya
kerusakan utama pada hipokampus dan juga degenerasi nuclei cholinergic
dari daerah frontal basal yang dapat sangat menurunkan fungsi memori.
Penggantian dari hilangnya cholinergic adalah satu dari pendekatan-
pendekatan utama untuk perawatan dari penyakit ini. Penyakit
arteriosclerotic cerebrovaskular berbeda perjalanannya dibandingkan
dengan penyakit neurodegenerative mengakibatkan multiple infark
sepanjang thalamus, ganglia basal, brain stem, cerebrum termasuk saraf
motor dan sensorik serta area proyeksi visual maupun area asosiasi. Efek
kumulatif dari stroke yang berulang dapat merusak intelektual. Stroke
yang berulang dapat meningkatkan penyakit secara jelas pada pasien
(Multi-18 infarct dementia). Penurunan karakteristik fungsi mental dapat
dikaitkan dengan perubahan periventricular white matter (leukoaraiosis)
yang dapat diamati pada computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) scans pada beberapa pasien tua dan pada pasien
yang terduga mengalami iskemik secara alami. Stroke ringan yang
berlebihan dalam berbagai cara dapat menghasilkan proses Alzheimer
Neuropathologic, hal tersebut telah diterima di beberapa tempat. Lesi yang
diakibatkan oleh trauma serebral berat dapat mengakibatkan demensia bila
kerusakan terjadi terutama pada bagian frontal dan temporal, corpus
callosum dan thalamus.

30
Beberapa kasus degenerasi yang menyebar luas sampai ke dalam
hemisfer cerebral disebabkan dari gangguan mekanik pada bagian dalam
white matter yang dapat disebut axonal shearing. Kebanyakan lesi yang
berasal dari trauma yang menyebabkan demensia cukup luas, sehingga
membuat sulit dalam penentuan letak lesi utama. Para ahli menyatakan
bahwa lesi pada axonal shearing adalah penyebab primer dari demensia
akibat trauma. Proses inflamasi secara difusi pada serebral menjadi dasar
terjadinya demensia pada syphilis, cryptococcosis, kronik meningitis dan
infeksi virus yang lain seperti AIDS, herpes simpleks enchepalitis serta
subakut subsclerosis panecephalitis. Terdapat penurunan dari beberapa
neuron dan inflamasi menganggu fungsi neuron secara tetap. Penyakit
sebelumnya (Creutzfeldt-Jakob disease) menyebabkan penurunan saraf
cortical secara difus, penggantian gliosis dan perubahan bentuk spongi
serta menghasilkan 19 pola yang spesial dari disfungsi kognitif. Perubahan
lingkungan biokimia memiliki efek terhadap fungsi neuron.
7. Pathway
Terlampir
8. Komplikasi
a. Anxietas
b. Depresi
c. Insomnia
d. Agitasi
e. Paranoid
f. Gangguan pemenuhan kehidupan sehari-hari
9. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Keadaan Mental Mini (Mini Mental State
Examination)
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini adalah
salah satu tes dalam usaha menegakkan diagnosa demensia, yaitu:
1) Pemeriksaan orientasi ( seperti menyebut nama hari, tanggal,
bulan tahun).

31
2) Registrasi (seperti menyuruh lansia menyebut beberapa nama
benda dalam waktu singkat).
3) Perhitungan (kalkulasi seperti menambah dan mengurangi).
4) Mengingat kembali (mengulangi semua nama benda yang sudah
disebut sebelumnya).
5) Tes bahasa (menyebut nama benda yang ditunjukkan).
10. Penaganan Demensia
Menurut Yatim (2003, hlm 39-41), ada beberapa pencegahan dan
pengobatan demensia, yaitu:
a. Pencegahan demensia akibat matinya dibanyak daerah jaringan otak
(multi infarct dementia) adalah dengan mengendalikan naiknya
tekanan darah. Ini merupakan suatu tindakan yang penting karena
ternyata penyebab utama demensia jenis ini adalah tekanan darah
tinggi (hypertensi). Termasuk dalam hal ini mencegah kakunya
dinding pembuluh darah otak seperti arterio sklerosis dan penyakit
pembuluh darah yang disebut congophilic angiopathy serta penyakit-
penyakit pembuluh darah dan penyakit jantung lainnya.
b. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia.
c. Mengobati gejala-gejala gangguan jiwa yang mungkin menyertai
demensia.
d. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat
penenang (transquillizer dan hipnotic) serta pemberian obat- obatan
anti kejang bila perlu.
e. Pendekatan psikologi dalam mengatasi masalah perilaku.
f. Memberikan konseling untuk membantu kelurga penderita
menghadapi keseharian penderita demensia .

32
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja
terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan
waktu.
b. Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana
kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa
telah menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-
kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang
tepat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan,
keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku
defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku
agresif.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan
stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
d. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan
ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus
terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

33
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn
sensori.

34
3. Intervensi

No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakan a. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
keperawatan diharapkan mendukung dengan klien. kepercayaan dan rasa
klien dapat beradaptasi b. Orientasikan pada nyaman.
dengan perubahan aktivitas lingkungan dan rutinitas b) Menurunkan kecemasan dan
sehari- hari dan lingkungan baru. perasaan terganggu.
dengan KH : c. Kaji tingkat stressor c) Untuk menentukan
a. mengidentifikasi perubahan (penyesuaian diri, persepsi klien tentang
b. mampu beradaptasi pada perkembangan, peran kejadian dan tingkat
perubahan lingkungan dan keluarga, akibat perubahan serangan.
aktivitas kehidupan sehari- status kesehatan)
hari d. Tentukan jadwal
c. cemas dan takut berkurang aktivitas yang wajar dan d) Konsistensi mengurangi
d. membuat pernyataan yang masukkan dalam kegiatan kebingungan dan
positif tentang lingkungan rutin. meningkatkan rasa
yang baru. kebersamaan.
e. Berikan penjelasan dan e) Menurunkan ketegangan,
informasi yang mempertahankan rasa saling
menyenangkan mengenai percaya, dan orientasi.
kegiatan/ peristiwa.
2 Setelah diberikan tindakan a. Kembangkan lingkungan a. Mengurangi kecemasan dan
keperawatan diharapkan yang mendukung dan emosional.
klien mampu mengenali hubungan klien-perawat
perubahan dalam berpikir yang terapeutik.
dengan KH: b. Pertahankan lingkungan
a. Mampu memperlihatkan yang menyenangkan dan
kemampuan kognitif untuk tenang. b. Kebisingan merupakan
menjalani konsekuensi c. Tatap wajah ketika sensori berlebihan yang
kejadian yang menegangkan berbicara dengan klien. meningkatkan gangguan
terhadap emosi dan pikiran neuron.
tentang diri. d. Panggil klien dengan c. Menimbulkan perhatian,
b. Mampu mengembangkan namanya. terutama pada klien dengan
strategi untuk mengatasi gangguan perceptual.
anggapan diri yang negative. d. Nama adalah bentuk
c. Mampu mengenali tingkah identitas diri dan
laku dan faktor penyebab. e. Gunakan suara yang agak menimbulkan pengenalan
rendah dan berbicara terhadap realita dan klien.
dengan perlahan pada klien.e. Meningkatkan pemahaman.
Ucapan tinggi dan keras
menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.

35
3 Setelah diberikan tindakan a. Kembangkan lingkungan a. Meningkatkan kenyamanan
keperawatan diharapkan yang suportif dan hubungan dan menurunkan kecemasan
perubahan persepsi sensori perawat-klien yang pada klien.
klien dapat berkurang atau terapeutik.
terkontrol dengan KH: b. Bantu klien untuk b. Meningkatkan koping dan
a. Mengalami penurunan memahami halusinasi. menurunkan halusinasi.
halusinasi. c. Keterlibatan otak
b. Mengembangkan strategi c. Kaji derajat sensori atau memperlihatkan masalah
psikososial untuk gangguan persepsi dan yang bersifat asimetris
mengurangi stress. bagaiman hal tersebut menyebabkan klien
c. Mendemonstrasikan mempengaruhi klien kehilangan kemampuan pada
respons yang sesuai termasuk penurunan salah satu sisi tubuh.
stimulasi. penglihatan atau
pendengaran. d. Untuk menurunkan
d. Ajarkan strategi untuk kebutuhan akan halusinasi.
mengurangi stress. e. Piknik menunjukkan realita
dan memberikan stimulasi
e. Ajak piknik sederhana, sensori yang menurunkan
jalan-jalan keliling rumah perasaan curiga dan
sakit. Pantau aktivitas. halusinasi yang disebabkan
f) perasaan terkekang.
4 Setelah dilakukan tindakan a. Jangan menganjurkan a. Irama sirkadian (irama
keperawatan diharapkan klien tidur siang apabila tidur-bangun) yang
tidak terjadi gangguan pola berakibat efek negative tersinkronisasi disebabkan
tidur pada klien dengan KH : terhadap tidur pada malam oleh tidur siang yang singkat.
a. Memahami faktor penyebab hari.
gangguan pola tidur. b. Evaluasi efek obat klien b. Deragement psikis terjadi
b. Mampu menentukan (steroid, diuretik) yang bila terdapat panggunaan
penyebab tidur inadekuat. mengganggu tidur. kortikosteroid, termasuk
c. Melaporkan dapat perubahan mood, insomnia.
beristirahat yang cukup. c. Mengubah pola yang sudah
d. Mampu menciptakan pola c. Tentukan kebiasaan dan terbiasa dari asupan makan
tidur yang adekuat. rutinitas waktu tidur malam klien pada malam hari
dengan kebiasaan terbukti mengganggu tidur.
klien(memberi susu
hangat). d. Hambatan kortikal pada
d. Memberikan lingkungan formasi reticular akan
yang nyaman untuk berkurang selama tidur,
meningkatkan meningkatkan respon
tidur(mematikan lampu, otomatik, karenanya respon
ventilasi ruang adekuat, kardiovakular terhadap suara
suhu yang sesuai, meningkat selama tidur.
menghindari kebisingan). e. Penguatan bahwa saatnya
e. Buat jadwal tidur secara tidur dan mempertahankan
teratur. Katakan pada klien kesetabilan lingkungan.

36
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.
5 Setelah diberikan tindakan a. Identifikasi kesulitan a. Memahami penyebab yang
keperawatan diharapkan dalam berpakaian/ mempengaruhi intervensi.
klien dapat merawat dirinya perawatan diri, seperti: Masalah dapat diminimalkan
sesuai dengan keterbatasan gerak fisik, dengan menyesuaikan atau
kemampuannya dengan KH : apatis/ depresi, penurunan memerlukan konsultasi dari
a. Mampu melakukan aktivitas kognitif seperti apraksia. ahli lain.
perawatan diri sesuai denganb. Identifikasi kebutuhan b. Seiring perkembangan
tingkat kemampuan. kebersihan diri dan berikan penyakit, kebutuhan
b. Mampu mengidentifikasi bantuan sesuai kebutuhan kebersihan dasar mungkin
dan menggunakan sumber dengan perawatan dilupakan.
pribadi/ komunitas yang rambut/kuku/ kulit,
dapat memberikan bantuan. bersihkan kaca mata, dan
gosok gigi.
c. Perhatikan adanya tanda-
tanda nonverbal yang c.Kehilangan sensori dan
fisiologis. penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengah-
engah, ingin berkemih
dengan memegang dirinya.
d. Pekerjaan yang tadinya
d. Beri banyak waktu untuk mudah sekarang menjadi
melakukan tugas. terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan
kognitif.
e. Meningkatkan kepercayaan
e. Bantu mengenakan untuk hidup.
pakaian yang rapi dan
indah.
6 Setelah dilakukan tindakan a. Kaji derajat gangguan a. Mengidentifikasi risiko di
keperawatan diharapkan kemampuan, tingkah laku lingkungan dan
Risiko cedera tidak terjadi impulsive dan penurunan mempertinggi kesadaran
dengan KH : persepsi visual. Bantu perawat akan bahaya. Klien
a. Meningkatkan tingkat keluarga mengidentifikasi dengan tingkah laku impulsi
aktivitas. risiko terjadinya bahaya berisiko trauma karena
b. Dapat beradaptasi dengan yang mungkin timbul. kurang mampu
lingkungan untuk mengendalikan perilaku.
mengurangi risiko trauma/ Penurunan persepsi visual
cedera. berisiko terjatuh.
c. Tidak mengalami cedera. b. Hilangkan sumber bahaya b. Klien dengan gangguan
lingkungan. kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma

37
akibat tidak bertanggung
c. Alihkan perhatian saat jawab terhadap kebutuhan
perilaku teragitasi/ keamanan dasar.
berbahaya, memenjat pagarc. Mempertahankan keamanan
tempat tidur. dengan menghindari
konfrontasi yang
meningkatkan risiko
d. Kaji efek samping obat, terjadinya trauma.
tanda keracunan (tanda d. Klien yang tidak dapat
ekstrapiramidal, hipotensi melaporkan tanda/gejala obat
ortostatik, gangguan dapat menimbulkan kadar
penglihatan, gangguan toksisitas pada lansia.
gastrointestinal). Ukuran dosis/ penggantian
e. Hindari penggunaan obat diperlukan untuk
restrain terus-menerus. mengurangi gangguan.
Berikan kesempatan e. Membahayakan klien,
keluarga tinggal bersama meningkatkan agitasi dan
klien selama periode agitasi timbul risiko fraktur pada
akut. klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium
tulang).
7 Setelah dilakukan tindakan a. Beri dukungan untuk a. Motivasi terjadi saat klien
keperawatan diharapkan penurunan berat badan. mengidentifikasi kebutuhan
klien mendapat nutrisi yang b. Awasi berat badan setiap berarti.
seimbang dengan KH: minggu. b. Memberikan umpan balik/
a. Mengubah pola asuhan c. Kaji pengetahuan penghargaan.
yang benar keluarga/ klien mengenai c. Identifikasi kebutuhan
b. Mendapat diet nutrisi yang kebutuhan makanan. membantu perencanaan
seimbang. d. Usahakan/ beri bantuan pendidikan.
c. Mendapat kembali berat dalam memilih menu.
badan yang sesuai. e. Beri Privasi saat kebiasaand. Klien tidak mampu
makan menjadi masalah. menentukan pilihan
F kebutuhan nutrisi.
e. Ketidakmampuan menerima
dan hambatan sosial dari
kebiasaan makan
berkembang seiring
berkembangnya penyakit.

38
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol
1 & 2. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta

Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran.


EGC : Jakarta.

Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC;


Jakarta.

Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-
pada-lansia-3/

Christopher, M . 2007. Pikun dan Pelupa. Jakarta : Dian Rakyat

Carpenito, L.J. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktis Klinis.


Ed. 6. Jakarta : EGC

Copel, L. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta ; EGC

Darmojo, B. 1999. Geriatri. Jakarta: FKUI

Grayson, C. (2004). All about Alzheimer. Retrieved on October 2006 from


http://www.webmd.com/content/article/71/81413.htm

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

39
Kusuma, W. 1997. Kedaruratan Psikiatri dalam Praktek. Jakarta :
Profesional Book’s

Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta:


FKUI

Nurviandari, K. 2007. Mengenal Demensia pada Lanjut Usia.


www.komnaslansia.co.id ( 27 Juni 2008)

Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta:


EGC

40

Anda mungkin juga menyukai