Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Peluang Pasar


Industri petrokimia secara umum berbahan baku utama produk migas (naphta,
kondesat yang merupakan produk samping eksploitasi gas bumi dan gas alam), batu bara, gas
metana, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n-parrafin, gas
sintesa, asetilena dan menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari
bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk produk yang memiliki nilai
tambah lebih tinggi dari pada bahan bakunya (Permenperind, 2010). Industri petrokimia di
Indonesia terbagi atas 3 macam yaitunya petrokimia hulu, antara dan hilir (Departemen
Perindustrian, 2009). Produk-produk industri petrokimia, terutama yang tergolong produk hulu
dan antara merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam lingkup industri petrokimia itu
sendiri. Hampir semua produk hulu merupakan umpan bagi proses-proses di industri antara,
dan hampir semua hasil proses produksi di industri antara dikonsumsi industri hilir. Hasil-hasil
dari industri hulu lah yang pada dasarnya merupakan penghubung dengan cabang industri lain.
Salah satu produk industri hulu adalah senyawa aromatis.
Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan klaster industri
petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, papan,
dan pangan (Permenperind, 2010). Salah satu indsutri pabrik aromatis yang potensial di
Indonesia yaitu pabrik Benzen, Toluen, dan Xilen (BTX). BTX adalah bahan baku yang sangat
penting bagi polimer dan dalam pembuatan petrokimia lainnya. Permintaan BTX di dunia
terus-menerus meningkat. BTX ini merupakan senyawa aromatis yang dapat di produksi dari
produk migas salah satunya adalah Nafta (Timken dkk., 1997). Nafta adalah juga bahan baku
utama bagi unit perengkahan kukus untuk produksi bahan petrokimia (Matar dan Hatch,
1994).
Kebutuhan BTX di Indonesia dipenuhi dengan impor. Menurut Badan Pusat Statistik
(2014) Jumlah impor BTX yang masuk ke Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2016
mengalami peningkatan dari 309.120 ton/tahun menjadi 372.354 ton/tahun dan diyakini

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


meningkat terus untuk tahun tahun berikutnya (Kemenperin, 2014). Hal ini menunjukkan
bahwa adanya peluang pasar bagi Indonesia untuk memproduksi BTX sehingga dapat
memenuhi permintaan dan mengurangi impor BTX Indonesia.

1.2 Pentingnya Pendirian Pabrik


Indonesia merupakan negara penghasil petrokimia sehingga bahan baku nafta bisa
didatangkan dari dalam negeri. Ketersediaan bahan baku akan membantu pendirian pabrik
BTX di Indonesia. Dengan demikian pendirian pabrik akan mengurangi ketergantungan impor
BTX negara Indonesia dan dapat menjadikan BTX sebagai komoditi ekspor.

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh

Anda mungkin juga menyukai