Industri petrokimia secara umum berbahan baku utama produk migas (naphta, kondesat yang merupakan produk samping eksploitasi gas bumi dan gas alam), batu bara, gas metana, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dari pada bahan bakunya (Permenperind, 2010). Industri petrokimia di Indonesia terbagi atas 3 macam yaitunya petrokimia hulu, antara dan hilir (Departemen Perindustrian, 2009). Produk-produk industri petrokimia, terutama yang tergolong produk hulu dan antara merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam lingkup industri petrokimia itu sendiri. Hampir semua produk hulu merupakan umpan bagi proses-proses di industri antara, dan hampir semua hasil proses produksi di industri antara dikonsumsi industri hilir. Hasil-hasil dari industri hulu lah yang pada dasarnya merupakan penghubung dengan cabang industri lain. Salah satu produk industri hulu adalah senyawa aromatis. Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, papan, dan pangan (Permenperind, 2010). Salah satu indsutri pabrik aromatis yang potensial di Indonesia yaitu pabrik Benzen, Toluen, dan Xilen (BTX). BTX adalah bahan baku yang sangat penting bagi polimer dan dalam pembuatan petrokimia lainnya. Permintaan BTX di dunia terus-menerus meningkat. BTX ini merupakan senyawa aromatis yang dapat di produksi dari produk migas salah satunya adalah Nafta (Timken dkk., 1997). Nafta adalah juga bahan baku utama bagi unit perengkahan kukus untuk produksi bahan petrokimia (Matar dan Hatch, 1994). Kebutuhan BTX di Indonesia dipenuhi dengan impor. Menurut Badan Pusat Statistik (2014) Jumlah impor BTX yang masuk ke Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2016 mengalami peningkatan dari 309.120 ton/tahun menjadi 372.354 ton/tahun dan diyakini
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
meningkat terus untuk tahun tahun berikutnya (Kemenperin, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa adanya peluang pasar bagi Indonesia untuk memproduksi BTX sehingga dapat memenuhi permintaan dan mengurangi impor BTX Indonesia.
1.2 Pentingnya Pendirian Pabrik
Indonesia merupakan negara penghasil petrokimia sehingga bahan baku nafta bisa didatangkan dari dalam negeri. Ketersediaan bahan baku akan membantu pendirian pabrik BTX di Indonesia. Dengan demikian pendirian pabrik akan mengurangi ketergantungan impor BTX negara Indonesia dan dapat menjadikan BTX sebagai komoditi ekspor.