Anda di halaman 1dari 22

LUKA BAKAR

I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di
tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda
panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah Di Indonesia, luka bakar
masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu,
penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari
spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip
yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan
napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal
melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan
tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya
rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma listrik.
Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang berbahaya
juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)

II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di
rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga
10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium
Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas
Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar
RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah
tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan
angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih tinggi, sekitar 40%,
terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata,
penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang
berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel.
Sel sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada
lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari
lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum. (7,8)
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan
pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris
dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis. (7,8)
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi
terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan
yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi
luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang
larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antar sel menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran
kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia. Sebum
yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu meminyaki kulit jua
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badanbadan ruffinidermis
dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan
cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa
oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)

IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh
(flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

Gambar 4: Tipe luka bakar


(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

V. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan
cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi
pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat
jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.
Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO,
penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik
dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di
tandai dengan meningkatnya diuresis 3

Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh koagulasi
constituent proteins.

1. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan
perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan
respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan
mungkin berkakhir dengan nekrosis jaringan.
2. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih
viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsi berat
dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Zona luka
bakar
Jackson
1947
(Dikutip dari :
Wim de Jong.
2005. Bab 3 :
Luka, Luka
Bakar : Buku
Ajar Ilmu
Bedah. Edisi
2)

Respon
Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi
vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium
menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor- (TNF-). Perubahan ini
disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik
dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka
bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal
ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan
dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan
katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem
imun humoral dan seluler.

Respon sistemik terjadi setelah luka bakar


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan
cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut
dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena
gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi
berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari
prosedur resusitasi.(1)

VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri,
hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi
kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh
sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan
terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan
parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis,
luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka
bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika
ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini
mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel
rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit
dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis
(deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial
thickeness burns atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B ini
tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick
test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel
rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai
akibat dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis
sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras,
tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa
epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi
dari tepi luka. Full-thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.
(1,2, 4,7,10)

4. Luka bakar derjat IV


Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah
kulit seperti otot dan tulang. (1,2, 4,7,10)
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman
(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun. (1,2, 4,7,10)

Wallence Rule of
Nines
(Dikutip dari : Wim de
Jong. 2005. Bab 3 :
Luka,
Luka
Bakar :
Buku
Ajar
Ilmu
Bedah.
Edisi
2)
Gambar 9: Lund and Browder
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)

VII. KRITERIA PERAWATAN


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut: (1,4,7,10)
I. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10
tahun atau lebih dari 50 tahun.
II. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
III. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum,
atau sendi utama.
IV. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
V. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
VI. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa
mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau mempengaruhi
kematian.
VII. Luka bakar kimia.
VIII. Trauma inhalasi
IX. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar
tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
X. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan
anak yang berkualitas maupun peralatannya.
XI. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak. (1,4,7,10)

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan
keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa
dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit
sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya
hipotermia dan vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas
(penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi
perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan
akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang
disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang
lebih baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat
pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres
pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal,
bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)

3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)

I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik
dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah
Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya
dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada
keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular
karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer
Laktat (RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %,
7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga
cairan akan berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam
hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan
cairan dari intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler,
oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang
intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga molekul akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan
memperburuk edema interstisium yang ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik,
HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T dalam
plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping
koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat
memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler
pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan
protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek
antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)

II. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah
efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas
kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi,
faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk
resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus
diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang
paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis
tertentu. Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal
ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di
kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam
pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid. (1,4,7,10)

III. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga
sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan
meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.(1,4,7,10)

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30%
atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid
sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25%
dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom
syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus
baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada
kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu
iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar
yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. (1,4,7,10)
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua,
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB
dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata
dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin
melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan
ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase
lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan
ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin
<1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin
dan hematokrit. (1,4,7,10)

Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan volume pada 8 jam pertama dan volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland: (1,4,7,10)


Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi
urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam. (1,4,7,10)
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara
alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi,
mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan
eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena
merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya
konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang
lapisan epidermis diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar
derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian
distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome)
berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-
ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang
yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus
inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli
bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial.
Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit)
dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu
homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit
binatang seperti babi dan penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri
dan penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri
(autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts
(STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya
dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari
bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi
dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman
yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10
adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka
masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik
topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan
mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan
tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila
nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau
ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik
dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi
mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual
Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus
dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis
normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak
dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan
hematokrit. (1,4,7,10)

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin
graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat
terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan
kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur
memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)

X. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10
hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14
hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk
membuang jaringan parut. (1,4,7,10)

Anda mungkin juga menyukai