Anda di halaman 1dari 25

1.

Penyebab penyakit berdasarkan paradigma kesehatan


a. Biomedical scientifik
Biomedical scientific yaitu penyakit terjadi secara ilmiah. Dimana penyebab penyakit dapat berup virus, bakteri, protozoa maupun
agen infeksius lainnya. Pengobatan yang dapat dilakukan pun dapat dibuktikan secara ilmiah, contohnya antibiotik ditemukan untuk
mengobati penyakit infeksi (Spector, 2005).
b. Naturalistic atau holistic
Naturalistic atau holistik merupakan keyakinan bahwa penyakit berasal dari kekuatan alam.Interksi manusia dengan lingkungan
haruslah seimbang, apabila terjadi ketidakseimbangan maka manusia akan sakit. Contoh dari naturaistic yaitu kepercayaan pana
dingin, masuk angin, dan penyakit bawaan (Spector, 2005) .
Menurut Foster dan Anderson (2006:63-64), sistem-sistem naturalistik, mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi
karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh (humor atau dosha), yin dan yang, dalam keadaan
menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka akan muncul
penyakit
c. Magico religius
Magico religius yaitu penyakit berasal dari kekuatan supranatural. Penyakit dianggap sebaagai hukuman atas perilaku berdosa yang
telah dilakukan. Pengobatan yang dilakukan dengan memanfaatkan tokoh supranatural (Spector, 2005).

Menurut Galanti (2008:21) terdapat 3 model penyakit yang disebut dengan health belief models yang diidentifikasi oleh ahli
antropologi kesehatan, yaitu magico reliogius model, biomedical model, dan holistic model. Berdasarkan ketiga model tersebut, maka
pengobatan yang dilakukan dongke termasuk pada magico religius model (penyakit dilihat sebagai akibat religi, melanggar tabu,
melawan dewa, yang ditafsirkan oleh pihak ketiga) dan holistic model (penyakit terjadi karena adanya ketidakseimbangan). Magico
reliogius dan holistic model, juga menjadi ciri model penyakit bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk pedesaan
Jawa, dibandingkan biomedical model yang dominan di negara maju
Terapi alternatif komplementer adalah sebuah kelompok dari bermacammacam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktek dan produk
yang secara umum tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional (National Institute of Health, 2005). Terapi komplementer merupakan
terapi tambahan di luar terapi utama (medis) dan berfungsisebagai terapi pendukung untuk mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup,
dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara keseluruhan. 5 jenis terapi komplementer yang ada di Indonesia yang berupa :

a. Biological base practice


b. Mind-body techniques
c. Manipulative and body-based practiced.
d. Energy therapiese
e. Ancient medical system
a. Biological Base Practice
Biologically based practice atau terapi biologis merupakan salah satu kategori utama dari terapi komplementer dan alternatif. Secara
umum biologically based practice adalah penggunaan bahan-bahan yang berasal dari alam untuk mempengaruhi proses fisiologis tubuh dan
meningkatkan kesehatan. Menurut Cancer Council Biologically based practice merupakan penggunaan makanan, obat-obatan, dan suplemen
untuk mempengaruhi fungsi tubuh. Menurut National Institutes of Health (NIH) terapi biologis melibatkan terapi untukmelengkapi diet
normal seseorang dengan pemberian ekstrak tambahan, nutrien, tanamanherbal, dan atau makanan tertentu. Terapi biologis lebih sering
digunakan sebagai terapi komplementer. Terapi biologi berdasarkan pemberian suplemen seperti tumbuh-tumbuhan,vitamin, mineral, asam
lemak, protein, dan probiotik (bakteri hidup yang sering ditemui pada biji-bijian, yogurt, dan makanan fungsional.Penggunaan paling umum
terapi biologis adalah untuk obesitas, meningkatkan pembentukanotot dan kinerja, meningkatkan kesehatan secara menyeluruh dan
kesejahteraan, mengobatidan mencegah penyakit (contohnya flu dan demam), dan mengurangi depresi. Sedangkan perawatan utama yang
menggunakan teori biologis antara lain :
1. Bio Feedback
2. Terapi herbal
3. Hidroterapi
4. Konseling Nutrisi
Terapi biologis yang ada di Indonesia yaitu :
1. Biofeedback
Biofeedback menggunakan tampilan visual dari tingkat stress individu untukmembimbing individu tersebut melakukan teknik pernafasan
yang teratur danmemberi efek relaksasi sehingga dapat mengurangi respon stress. Biofeedback juga memungkinkan individu
menggunakan pikiran untuk mengendalikan respon fisiologis
1. Menjelaskan pemilihan dalam penggunaan berbagai macam kategori terapi komplementer dan mekanisme kerja terapi tersebut pada
berbagai kondisi penyakit berikut ini:
a. Cancer
Pengobatan photodynamic ini menggunakan terapi ozon dengan sinar laser dingin (Low-Level Laser Therapy) keluaran jerman.
Dengan cara yang alami, intisari dari curcumin (buah bit) dimasukkan ke lokasi inflamasi kanker/tumor pada tubuh pasien. Lalu
dengan rekayasa fotosintetis, buah bit yang dimasukan ke dalam tubuh tadi diberikan sinar laser dingin. Hasil yang didapatkan akan
terjadi fotosintetis lokal dari buah bit yang kita kenal sebagai anti-aging, anti-inflamasi, dan memiliki kandungan anti oksidan yang
tinggi. Proses fotosintetis ini akan menumbuh kembangkan curcumin dalam tubuh yang berfotosintetis dengan sinar laser. Hal ini
akan terjadi pembatantaian masal pada sel kanker yang tidak tahan terhadap sifat bawaan curcumin yang sudah disebutkan diatas.
b. Pain Reduction
1. Akupuntur&Akupresur
Akupresur merupakan pengembangan dari teknik akupuntur. Pada prinsipnya, tujuan kedua perawatan ini tidak berbeda,
tergantung dan jenis keluhan. Keduanya dipakai untuk merangsang titik-titik yang ada di tubuh, menekan hingga masuk ke sistem
saraf. Jika dalam penerapan akupuntur harus memakai jarum, maka dengan hanya memakai gerakan dan tekanan jari yaitu jenis
tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus akupresur dapat dilakukan (Harper, 2006) .
Daerah atau lokasi yang dilakukan penekanan ini disebut acupoint. Acupoint terletak di seluruh tubuh, dekat dengan permukaan
kulit dan terhubung satu sama lain melalui jaringan yang komplek dari meridian. Setiap acupoint mempunyai efek khusus pada
sistem tubuh, atau organ tertentu. Menstimulasi dan memijat secara lembut titik tersebut akan terjadi perubahan fisiologi tubuh
dan akan mempengaruhi keadaan mental dan emosional (Turana, 2004).
Secara fisiologis teknik akupressur dapat menurunkan nyeri, hal ini sesuai dengan teori Gate Control yang menyatakan
rangsangan rangsangan nyeri dapat diatur atau bahkan dihalangi oleh pintu mekanisme sepanjang sistem pusat neurons. Gate
dapat ditemukan didalam sel-sel gelatinosa dengan tanduk tulang belakang pada ujung syaraf tulang belakang, talamus dan sistem
limbic (Tjahjati & Ismail, 2001).
2. Distraksi
Distraksi adalah teknis memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri (Brunner & Suddarth, 2001). Distraksi
diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut Taylor (1997), cara-cara yang
dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain: (1) penglihatan: membaca, melihat pemendangan dan gambar, menonton TV,
(2) pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik air, (3) taktil kinestik: memegang orang tercinta, binatang
peliharaan atau mainan, pernafasan yang berirama, (4) projek: permainan yang menarik, puzzle, kartu, menulis cerita, mengisi
teka-teki silang.
3. Terapi Musik
Terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan
menciptakan rasa sejahtera. Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung dan tekanan
darah (Greer, 2003). Musik juga dapat menurunkan kadar hormon kortisol yang meningkat pada saat stres. Musik juga
merangsang pelepasan hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri
(Berger, 1992). Menurut Greer (2003), keunggulan terapi musik yaitu: (1) lebih murah daripada analgesia, (2) prosedur non-
invasif, tidak melukai pasien, (3) tidak ada efek samping, (4) penerapannya luas, bisa diterapkan pada pasien yang tidak bisa
diterapkan terapi secara fisik untuk menurunkan nyeri. Menurut Potter (2005 dikutip dari Erfandi, 2009), musik dapat digunakan
untuk penyembuhan, musik yang dipilih pada umumnya musik lembut dan teratur seperti instrumentalia/ musik klasik mozart
4. Kompres hangat
Terapi kompres hangat pada saat mengalami nyeri akan meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri akibat spasme
atau kekakuan serta memberikan rasa hangat. Demikian juga panas dapat menyebabkan pembuluh darah meningkatkan aliran
darah kebagian tubuh yang mengalami perubahan fungsi, selain itu juga panas dapat mengurangi ketegangan otot menjadi
relaksasi Menurut Patricia A, (2005), relaksasi merupakan memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Klien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif dengan melakukan relaksasi
dan teknik imajinasi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
5. Aromatherapy
Tingkat nyeri bisa berkurang dengan diberikannya aromaterapi. Aromaterapi bias mengurangi rasa sakit, meredahkan ketegangan
dan kejang. Setelah diberikan aromaterapi sebagian besar responden mengalami nyeri ringan. Cara kerja bahan aromatherapy
yaitu melalui system sirkulasi tubuh dan system penciuman. Organ penciuman merupakan indera perasa dalam berbagai reseptor
saraf yang berhubungan langsung dan merupakan saluran langsung ke otak. Bau marupakan suatu molekul yang mudah menguap,
apabila masuk ke rongga hidung melalui pernafasan akan diterjemahkan oleh otak sebagai proses penciuman. Melalui
penghirupan sebagian molekul akan masuk ke paru. Molekul aromatic akan diserap oleh lapisan mukosa pada saluran pernafasan,
baik pada bronkus atau pada cabang halusnya (bronchiole) dan terjadi pertukaran gas didalam alveoli, molekut tersebut akan
diangkut oleh system sirkulasi darah di dalam paru. Pernafasan yang dalam akan meningkatkan jumlah bahan aromatic yang ada
ke dalam tubuh. Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak (Guyton & Hall, 2007).
c. Chronic disease (e.g Diabetes Mellitus, Hypertensi dsb)
Diabetes Mellitus
Relaksasi
Penelitian menunjukkan bahwa DM dianggap stressor bagi pasien. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, secara integral
amigdala mengirimkan informasi kepada locus coeruleus yang memicu sistem otonom kemudian ditransmisikan ke hipotalamus
sehingga terjadi sekresi CRF. Dalam kaitannya terhadap kadar gula darah, sebagai respon terhadap CRF, pituitary anterior
mengeluarkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH) dalam darah. ACTH di transportasikan menuju kelenjar adrenal. ACTH
menstimulasi produksi kortisol dalam kortek adrenal. Kortisol dikeluarkan dalam aliran darah, menyebabkan peningkatan kadar
gula darah, asam lemak dan asam amino (Smeltzer & Bare, 2008). Ketika individu dengan kondisi demikian mendapatkan terapi
relaksasi maka otak akan mendapatkan suplay oksigen yang optimal. Oksigen yang memenuhi seluruh area otak akan beredar
seiring dengan denyut jantung untuk didistribusikan ke seluruh organ tubuh. Kondisi ini akan membantu tercapainya kestabilan
kerja kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon penenang yang akan berdampak pada menurunkan stres. Hal ini bertolak
belakang dengan dampak dari stres itu sendiri dimana pada kondisi stres maka kadar gula dalam darah pasien DM akan
mengalami peningkatan. Jika kondisi stres bisa dikendalikan maka penurunan kadar gula dalam darah juga dapat menurun.
Muscle Relaxation
Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD pada pasien DMT2 erat kaitannya dengan stres yang dialami pasien baik fisik maupun
psikologis. Selama stres, hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan KGD seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH,
kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri
yang buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008; Price &
Wilson, 2006). Stres fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem saraf simpatis melalui
hipotalamuspituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). Relaksasi PMR merupakan salah satu
bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer (Moyad & Hawks, 2009). Brown 1997
dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stres merupakan bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara
otot-otot dan pikiran. Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan
membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf
parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan
stres terhadap hipotalamus berkurang.
Terapi Herbal
Hipertensi
Beberapa jenis terapi yang akan dipaparkan di sini, yaitu terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, akupuntur,
akupresur, aromaterapi, refleksologi, dan bekam.
1. Bekam
Alasan Pemilihan :
Ketidak puasan dengan pengobatan konvensional, kebutuhan akan control yang lebih dari keputusan pengobatan,
perawatan penyakit kronis, kelamiahan terapi alternatif komplementer dan adanya interaksi personal antara klien dengan
praktisi.
Terapi alternatif komplementer bekam adalah terbebasnya dari efek samping obat kimia (Amira 2007, Shafiq 2003, Sirois
2008)
Pengobatan secara medis yang semakin mahal, adanya efek samping untuk pemakaian obat kimiawi jangka panjang,
maupun kesembuhan melalui cara medis yang tidak 100% khususnya untuk penyakit yang kronis ( Haryana, 2006 ).
Alasan lain dalam menjalani terapi bekam adalah karena harga yang terjangkau. Menurut Walcott (2004) salah satu alasan
pemilihan pengobatan alternatif adalah faktor ekonomi.
Mekanisme Kerja
Bekam atau hijamah (bahasa lainnya canduk, kop, cupping) adalah terapi yang bertujuan membersihkan tubuh dari darah
yang mengandung toksin dengan penyayatan tipis atau tusukan-tusukan kecil pada permukaan kulit. Bekam juga sering
disebut sebagai terapi yang berfungsi untuk mengeluarkan darah kotor (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, &
Darmawan, 2008).
Di bawah kulit dan otot terdapat banyak titik saraf. Titik-titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan
lainnya sehigga bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul saraf terkait.
Pembekaman yang dilakukan dengan memberikan usaha perusakan permukaan kulit dan jaringan bawah kulit
memberikan efek menormalkan tekanan darah. Terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah sehingga timbul efek
relaksasi pada otot (Nilawati, Krisnatuti, Mahendra, & Djing, 2008).
Kerusakan disertai keluarnya darah kotor ini juga akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamin, bradiknin, slow
reactio substance (SRS). Zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan artiriol, serta flare reaction pada daerah yang
dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan terjadi
perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah yang menimbulkan efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat
vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotrophin
releasing factor (CRF), serta releasing factors lainya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan
terbentuknya ACTH, corticotrophin dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek untuk menyembuhkan
peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel (Yasin, 2005).
6. Senam Yoga
Saat latihan yoga akan terjadi relaksasi pernapasan. Pada kondisi relaksasi seseorang berada dalam keadaan sadar namun rileks,
tenang, istirahat pikiran, otot-otot rileks, mata tertutup dan pernapasan dalam dan teratur. Keadaan ini menurunkan rangsangan
emosional dan pengaturan fungsi Perbandingan Tekanan Darah Pretes dan Postes Sistolik Diastolik. Penurunan rangsangan ini
mengakibatkan penurunan tekanan darah, curah jantung dan frekuensi denyut jantung (Sherwood, 2001).
Lebang (2010) bahwa gerakan-gerakan di setiap gerakan yoga asana memiliki manfaat seperti mestabilkan kerja jantung,
menentramkan sistem metabolisme tubuh serta memindahkan kerja saraf simpatik ke parasimpatik yang bersifat stabil dan rileks.
Studi yang dilakukan oleh Satish Sivasankaran, MD, (dalam Peck, 2004) ini menyebutkan bahwa latihan yoga setidaknya tiga kali
seminggu akan menurunkan tekanan darah dan detak jantung. Hal ini karena yoga membuat pembuluh darah menjadi makin lentur,
sehingga dapat berkontraksi dengan lebih baik. Pembuluh darah yang dapat berkontraksi dengan baik menyebabkan aliran darah
menjadi lancar dan penyumbatan menjadi terkikis (Ikayanti Nadia & Ramadion. 2010).
Daftar Pustaka
Amira, O.C., Okubadejo, N.U., (2007). Frequency of Complementary and Alternative Medicine Utilization in
Hypertensive patients attending an urban tertiary care centre in Nigeria. BMC Complementary and Alternative Medicine
2007, 7:30
Haryana, A. (2006). 812 resep untuk mengobati 236 penyakit. Jakarta : Penebar Swadaya
Shafiq N, Gupta M, Kumara S & Pandhi P; Prevalence and Pattern of use of complementary and alternative medicine
(CAM) in hypertensive patients of tertiary care center in India. International Journal Clinical Pharmacology Therapy.
2003, 41(7): 294-298
Sirois, F.M. (2008) Motivations for consulting complementary and alternative medicine practitioners: A comparison of
consumers from 1997-8 and 2005. BMC Complementary and alternative Medicine . 2008, 8:16
Lebang, E., 2010. Yoga Sehari-hari Untuk Kesehatan.Jakarta: Pustaka Bunda
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia. Edisi kedua, Jakarta: EGC.
Nilawati, S., Krisnatuti, D., Mahendra, & Djing, O.G. (2008). Care Yourself, Kolesterol. Jakarta: Penebar Plus.
Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina, N., Mahendra, B., & Darmawan, R. (2008). Care Your Self, Hipertensi. Jakarta:
Penebar Plus.
Yasin. (2005). Bekam, sunnah Nabi dan mukjizat medis. Solo: Al-Qowam.
Tjahjati, Juni,. Ismail,. (2001). Akupuntur Analgetik di Bidang Anastesi. Medica (Jurnal Kedokteran Dan Farmasi) No I Th
XXVII Edisi Januari 2001.
Gilbert & Harmon, (2003). Manual of High Risk Pregnancy And Delivery. California
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
Varney, Helen. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Barbara et al. Perawatan Medikal Bedah, Jakarta


Berger (1992). Fundamentals of Nursing : Colaborating for Optimal Health.
Brunner and Suddarth, ( 2011 ). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Foster, George M. dan Barbara Gallatin Anderson. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press
Galanti, A.G., 2008,Caring for patients from different cultures, Philadelphia:Univ. of Pennsylvania

Harper.2006. A randomized controlled trial of acupuncture for initiation of labor in nulliparous women. J
Matern Fetal Neonatal Med. 2006 Aug;19(8):465-70.

Jerath, et al. (2006). Physiology of long pranayamic breathing : Neural respiratory elements may provide a
mechanism that explains how slow deep breathing shifts the autonomic nervous system, Medical
Hypothesis, 67, 566-571
Mahdi, Harijanto.2009.Ilmu Kesehatan a Bawah air hiperbarik. Surabaya: lembaga kesehatan keangkatan lautan (lakesla)
Nilawati, S., Krisnatuti, D., Mahendra, & Djing, O.G. (2008). Care Yourself, Kolesterol. Jakarta: Penebar Plus.
Potter, P.A. 2005.Buku ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jilid 1. Ed. 4.
Jakarta: EGC
Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep dan praktik ; Alih bahasa, Retna Komalasari
[et al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, DeviYulianti, Intan Parulian, Ed. 4. Jakarta : EGC
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
Stoekenbroek, R.M., Santema, T.B., Legemate, D.A., Ubbink, D.T.,van den Brink, A., Koelemay, M.J.W.2014. Hyperbaric
Oxigen for the treatment of Diabetic Foot Ulcer:A systematic Review.Europan Society for vascular Surgery. Published by
Elsevier Ltd.
Taylor, S.E, Peplau, L. A., Sears, D.O. 1997. Social Psycology. Prentice Hall: New Jersey
Tjahjati, Juni,. Ismail,. (2001). Akupuntur Analgetik di Bidang Anastesi. Medica (Jurnal Kedokteran Dan Farmasi) No I Th
XXVII Edisi Januari 2001.
Wong, 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Yasin. (2005). Bekam, sunnah Nabi dan mukjizat medis. Solo: Al-Qowam.

Anda mungkin juga menyukai